JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
-
Upload
taufiqurrahman-koeman -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
1/12
JAKARTA WATERFRONT CITY
oleh
Dameria Panjaitan, Rahmat Yananda, Adipati Rahmat
Jakarta Waterfront City, pada dasarnya merupakan pembangunan pantai terpadu yang
meliputi pembenahan, penataan dan pembangunan pantai, sebagai proses menangani masalah
perkotaan yang jauh lebih besar. Seperti, penataan permukiman dipesisir pantai, penanganan
masalah sampah, regulasi masalah pembuangan limbah serta masalah sosial yang
menyangkut kondisi nelayan dan kondisi kesehatan masyarakat di sekitar pantai.
Sebagai kota pesisir yang merupakan kawasan strategis, Jakarta Utara perlu dikembangkan
sebagai Jakarta Waterfront City yang mempunyai tujuan utama merevitalisasi, memperbaiki
kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya. Pantai juga ditata kembali bagi
kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan keunggulan ekonomis dari pantai
tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan.
1. PENDAHULUAN
1.1. Paradigma Pembangunan
Pembangunan Indonesia sejauh ini telah menitikberatkan pembangunan pada bidang
ekonomi. Pendekatan dalam bidang ekonomi tersebut, dianggap mampu mengatasi masalah
pemenuhan kebutuhan hidup, penyediaan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja danmenumbuhkan ekonomi bagi sektor riil. Namun, perlu diperhatikan bahwa, aspek
pembangunan tersebut lebih terfokus kepada upaya menumbuhkembangkan sektor-sektor
unggulan yang berbasis daratan. Hal ini mudah dimengerti mengingat sebagai zambrud
khatulistiwa, Indonesia dikaruniai daya dukung alam yang tinggi. Sebagaimana disampaikan
dalam hasil penelitian Worldbank Tahun 2005, tentang sebaran income negara, sektor
berbasis kelautan hanya menghasilkan kurang dari 5% dari keseluruhan pendapatan negara.
Tak terhindarkan, bahwa orientasi pembangunan di Indonesia jauh lebih lebih dititikberatkan
pada potensi alam di daratan (landward oriented development), sementara pembangunan
berbasis kelautan (seaward oriented development) jauh dari nilai optimal. Jika kita
berpegangan kepada faktor sejarah, budaya maritim dan proporsi luasan darat laut
Indonesia, seharusnya, pembangunan kita lebih ditumpukan pada pembangunan yang
berbasis kelautan.
Namun sebagaimana yang disampaikan oleh Adisasmita[1]
(2008), bahwa pendekatan
pembangunan berbasis daratan dan lautan tidak perlu dipertentangkan. Sebaliknya, keduanya
harus dilakukan secara simultan. Simultan dalam pengertian ini berarti serentak dan
serempak. Keduanya, landwarddan seawardharus bersinergi satu sama lain.
Pembangunan yang berbasis kepada paradigma kelautan sudah didengung-dengunkan sejak
terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan di Tahun 1999 yang lalu. Pemicunya
adalah kesadaran atas besarnya potensi kelautan dan perikanan perairan Indonesia yang
secara laten terus menerus mengalami penjarahan oleh negara tetangga. Selain itu mulai
berkurangnya pemasukan negara dari sektor hasil hutan dan tambang juga mejadi pemicu.
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn1http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn1http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn1 -
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
2/12
Fakta menunjukkan, bahwa sekitar 60% dari populasi dunia berdiam di kawasan selebar 60
km dari pantai dan diperkirakan akan meningkat menjadi 75% pada tahun 2025, dan 85%
pada 2050. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sendiri menyebutkan bahwa sejumlah 166
kota di Indonesia berada ditepi air (Waterfront)[2]
.
Teknologi penginderaan jauh dua tahun silam menyajikan kabar yang mengkhawatirkan.Disebutkan bahwa sebagai dampak dari pemanasan global, permukaan air laut secara lobal
telah mengalami percepatan kenaikan dari 1 hingga 3 mm/tahun. Hal ini merupakan ancaman
bagi setiap kawasan perkotaan yang berada pada tepi air, khususnya tepi laut.
Paper ini merupakan upaya penggalian pra resolusi atas ancaman kenaikan muka air laut bagi
kawasan perkotaan di Indonesia, khususnya Kotamadya Jakarta Utara sebagai kawasan
pesisir dengan nilai ekonomi (baik secara potensi maupun ketersediaan infrastruktur) yang
terbesar di Indonesia.
1.2. Kota Jakarta Utara
Jakarta Utara adalah kota administrasi di sebelah utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang
berbatasan dibagian Utara dengan Laut Jawa, dibagian Timur dengan Bekasi, dibagian
Selatan dengan Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur; dan dibagian barat dengan
Kota Tangerang. Secara administratif, wilayah Jakar ta Utara terdiri atas 7 Kecamatan, yaitu
kecamatan Pulau Seribu, Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan
Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Kelapa Gading dan Kecamatan Cilincing.
Berdasarkan Tabel dibawah ini, dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduknya, jumlah
terbesar berada pada Kecamatan Tanjung Priok sebesar 312.349 jiwa, dan jumlah penduduk
terendah ada di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 107.557 jiwa.
Tanpa perlu diancam oleh kenaikan muka air laut pada Tahun 2050 nantipun, pada dasarnya
jumlah penduduk di Kota Jakarta Utara secara signifikan terus mengalami penurunan.
Tingkat pertumbuhan negatif ini secara logis diakibatkan oleh semakin tidak kondusifnya
Kota Jakarta Utara sebagai tempat tinggal, dikarenakan biaya hidup yang semakin tinggi,
NJOP lahan yang meroket, polusi udara, air dan suara yang melebihi batas hingga minimnya
sarana dan prasarana umum karena telah bertransformasi menjadi kawasan bisnis terpadu.
Secara geomorfologis, wilayah Pantai Utara (Pantura) Jakarta berada pada satuan
geomorfologi dataran aluvial. Wilayah ini terutama tersusun atas endapan aluvial lempung
hingga lanauan, yang sebagian besar berupa lempung rawa yang banyak mengandung sisa-sisa tumbuhan, lembab, plastisitas rendah, dan kedap air. Karena didominasi oleh lapisan
sedimen, maka wilayah pantai utara Jakarta sangat berpotensi mengalami fenomena Land
subsidence[4]
. Fenomena penurunan tanah ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena
adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya
tektonik.
Land Subsidence telah cukup lama dilaporkan terjadi di wilayah Jakarta Utara. Menurut para
peneliti selama ini ada empat tipe land subsidence yang mungkin terjadi di basin Jakarta,
yaitu land subsidence karena pengambilan air tanah yang berlebihan, land subsidence karena
beban bangunan, land subsidence karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisantanah, serta land subsidence yang diakibatkan oleh timbulnya gaya tektonik.
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn2 -
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
3/12
Terjadinya penurunan tanah sebanyak 20 hingga 200 sentimeter telah terdeteksi dalam
periode 1982 hingga 1997. Kecepatan penurunan tanah di Jakarta Utara berkisar sekitar satu
hingga lima sentimeter per tahun. Bahkan berdasarkan pengukuran terbaru pada Tahun 2007-
2008, terjadi penurunan 17 hingga 26 sentimeter per tahun.
1.3. Ancaman Kenaikan Muka Air Laut
Kawasan Jakarta Utara yang merupakan kawasan yang berada pada wilayah pesisir, akan
merasakan kemungkinan dampak negatif langsung dari fenomena perubahan kedudukan
muka laut terutama di beberapa wilayah seperti Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Muara
Angke, Kelurahan Penjaringan, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Ancol,
dan Kelurahan Tanjung Priok.
Dampak lain yang menimpa ekosistem pesisir bisa disebabkan oleh naiknya permukaan air
atau naiknya temperatur permukaan air, seperti memicu terjadinya coral bleaching dan coral
desease, terganggunya habitat mangrove dan ekologi rumput laut dan ganggang (Windriani,
2009:12).
Dampak lain yang timbul akibat naiknya permukaan laut adalah mundurnya garis pantai.
Tidak hanya pantai utara Jawa, garis pantai utara dari Propinsi Jawa Tengah sampai Propinsi
Banten juga akan berpotensi mengalami kemunduran. Jika di Marunda diperkirakan garis
pantai akan mundur sejauh 32,05 meter, maka di pantai Bedono Kabupaten Demak
kemundurannya mencapai hingga 175,60 meter (Windriani, 2009:22-23).
1.4.Integrated Coastal Zone Management dan Waterfront City
Dengan demikian, timbul suatu pertanyaan, bagaimanakan Integrated Coastal Zone
Managementdapat membangun kawasan pesisir dalam menghadapi perubahan iklim?
Ada empat jenis respon yang disampaikan dilakukan dalam perencanaan kota terhadap
naiknya permukaan air laut. Pertama, tidak melakukan tindakan apapun (doing nothing)
kerena tidak yakin dengan kenaikan permukaan air laut. Kedua, daerah garis pantai
dimundurkan (managed retreat) agar tersedia tempat untuk menampung luapan air akibat
kenaikan permukaan. Ketiga, beradaptasi secara struktural (structural protection) terhadap
kenaikan permukaan air laut. Misalnya, rumah dibuat bisa terapung. Keempat, respon yang
dilakukan tidak hanya terkait kenaikan permukaan air laut, tetapi lebih jauh mengarah kepada
pendekatan regional. Respon perencanaan ini melingkupi seluruh permasalahan terkait
pesisir seperti ekosistem pesisir, area rekreasi dan perikanan. Respon ini dinamakan denganIntegrated Coastal Zone Management(ICM) (Antin, 2009:16-24).
Antin menjelaskan bahwa pendekatan ICM satu kota menghadapi masalah kenaikan
permukaan air laut bekerja sama dengan kota-kota lainnya secara nasional dan internasional.
Kota dan negara bersama-sama membuat kesepakatan, tentang informasi kenaikan muka air
laut di masing-masing wilayah misalnya. Kerja sama bentuk lain, misalnya satu kota
mengalami penurunan permukaan tanah. Kota yang mengalami sedimentasi dapat
membantunya dengan mengirimkan sedimen. Kota-kota tersebut tinggal mengatur
pengangkutannya. Pendekatan hybrid diyakini lebih efektif dalam mengatasi dan
mengantisipasi naiknya permukaan air laut. Dalam tulisan ini, pendekatan ICM menjadi
platform membangun kota pesisir yakni Waterfront City, dimana paradigma pembangunan
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
4/12
akan menyelaraskan pendekatan dengan berbasis kepada daratan dan lautan sebagai
panduannya.
2. STUDI LITERATUR
2.1.Integrated Coastal Zone Management (ICZM)
MenurutIntergovernmental Panel on Climate Change IPCC (2004) dalam Dahuri (1996)[6],
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management)
merupakan cabang ilmu baru bukan saja di Indonesia, namun juga ditingkat dunia. Dahuri
mengatakan bahwa pengelolaan zona pantai terpadu (ICZM) adalah sebuah proses untuk
pengelolaan pantai menggunakan pendekatan terpadu, mengenai semua aspek dari zona
pantai, termasuk batas geografis dan politik, dalam usaha untuk mencapai pengelolaan
sumberdaya yang keberlanjutan.
Konsep ini mulai diperkenalkan pada tahun 1992 selama KTT Bumi Rio de Janeiro [7].
Kebijakan tentang ICZM diatur dalam persidangan dari puncak dalam Agenda 21, Bab 17.Komisi Eropa mendefinisikan ICZM sebagai berikut: ICZM adalah dinamis, multidisiplin
dan proses berulang-ulang untuk mempromosikan pengelolaan berkelanjutan wilayah pesisir.
ICZM meliputi perencanaan (dalam arti luas), pengambilan keputusan, pengelolaan dan
pemantauan pelaksanaan. ICZM menggunakan partisipasi dan kerjasama dari semua
stakeholder untuk menilai tujuan-tujuan masyarakat dalam suatu wilayah pesisir, dan untuk
mengambil tindakan terhadap tujuan-tujuan pertemuan ini. ICZM mencari, selama jangka
panjang, untuk keseimbangan lingkungan, ekonomi, sosial, budaya dan tujuan rekreasi,
semua dalam batas-batas yang ditentukan oleh dinamika alam.
Konsep Terpadu di bagan diatas mengacu pada tujuan integrasi dari komponen darat dan
laut dari wilayah pesisir, baik dalam waktu dan ruang. Dengan demikian ICZM dapat sangat
bermanfaat bagi pembangunan perkotaan: memfasilitasi alokasi sumber daya; merencanakan
resolusi konflik; memberikan perlindungan lingkungan hingga meningkatkan kualitas hidup
manfaat ekonomi.
Hal-hal tersebut diatas sendiri, merupakan prinsip-prinsip dasar pembangunan suatu
Waterfront City (Kota Pesisir). Dimana isu-isu kawasan perkotaan dan pesisir harus
diintegrasikan dalam proses, serta tidak dilihat sebagai penghalang namun sebagai
keuntungan. Dan perencanaan kota-kota pesisir pantai harus mempertimbangkan ICZM
sebagai proses manajemen dalam mengelola potensi sumber daya pesisir dan laut.
2.2. Waterfront City
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006)[9]
mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau Waterfront City merupakan suatu kawasan yang
terletak berbatasan dengan air dan menghadap langsung ke laut, sungai, danau dan
sejenisnya. Wilayah waterfront tersebut terletak dalam satu kota yang pada mulanya dapat
diartikan sebagai simpul akhir untuk tempat penyimpanan sementara serta bongkar-muat
produk yang diperdagangkan sebelum dikirim kewilayah lain, dengan kata lain biasa disebut
sebagai daerah dermaga atauDockland.
2.2.1. Karakteristik Kota Pesisir
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn6http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn6http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn6 -
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
5/12
Sebagai bagian dari kawasan pesisir, kota pesisir mempunyai karakteristikopen acces, multi
use, namun rentan terhadap kerusakan serta perusakan, sehingga dalam pengelolaannya
mensyaratkan perlunya landasan keterpaduan. Kota pesisir merupakan kawasan yang
strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga
berpotensi menjadi prime moverbagi pengembangan wilayah lokal, regional dan nasional.
Bahkan secara historis menunjukan bahwa wilayah pesisir ini telah berfungsi sebagai pusatkegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya.
Secara sosial, potensi jumlah penduduk kota pesisir sangat besar dan dapat dikatakan bahwa
wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan
datang. Dengan mata pencaharian dalam sektor marjinal seperti buruh pelabuhan, nelayan
kecil, industri perikanan rumah tangga dan lain-lain, maka tingkat penghasilan dan
kesejahteraan masyarakatnya masih sangat rendah. Disamping itu dengan tingkat pendidikan
yang belum memadai maka makin membuat sulit untuk berkembang.
2.2.2. Waterfront City di Indonesia
Secara administratif kondisi kota pesisir pada era otonomi daerah, menunjukkan bahwa ada
kecenderungan masing-masing daerah otonom memiliki kewenangan yang lebih luas dalam
pengelolaan dan pemanfaatan wilayahnya. Kondisi ini berpotensi memunculkan adanya
konflik kepentingan dan tumpang tindih antar sektor dan stakeholders lainnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan kota pesisir. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi
beragamnya sumberdaya pesisir yang ada serta karakteristik wilayah pesisir yang open acces
sehingga mendorong wilayah pesisir telah menjadi salah satu lokasi utama bagi kegiatan-
kegiatan beberapa sektor pembangunan (multi-use).
Secara fisik, kota pesisir di Indonesia merupakan pusat pelayanan aktivitas sosial-ekonomi,
dimana didalamnya terkandung berbagai aset sosial dan ekonomi yang memiliki nilai
ekonomi dan finansial yang sangat besar. Akan tetapi pembangunan kota pesisir berpotensi
memberikan dampak lingkungan yang merupakan akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di daratan, seperti pertanian, perkebunan,
kehutanan, industri, permukiman dan sebagainya. Demikian pula dengan berbagai kegiatan
yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan
perhubungan laut. Pencemaran akibat kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian di darat
(land-based pollution sources) maupun akibat kegiatan di laut (marine-based pollution
sources) termasuk perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak dan kegiatan
pertambangan dan energi lepas pantai.
Secara ekonomi, kota pesisir memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam PDB
nasional. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan dengan
potensi yang belum dikembangkan secara optimal, misalnya potensi perikanan sekaligus
investasi yang dapat berperan di dalamnya. Akan tetapi kemiskinan masyarakat pesisir dapat
memperberat tekanan terhadap pemanfaatan sumberdaya pesisir menjadi tidak terkendali. Hal
ini makin diperparah dikarenakan kerangka hukum yang tidak jelas, tingkat pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat yang masih rendah sehingga yang terjadi adalah pemanfaatan
berlebih (over ekploitated) pada sumberdaya hayati laut.
Secara politik dan hankam, sebagian kota pesisir juga merupakan kawasan perbatasan antar-
negara maupun antar-daerah yang sensitif dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dankeamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan yang belum merata,
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
6/12
keterbatasan sarana dan prasarana dan kurangnya pengawasan menjadikan kawasan ini rawan
terhadap kegiatan ilegal dan kejahatan lintas negara seperti penyelundupan manusia, senjata,
perdagangan obat-obatan terlarang, pencucian uang, imigran gelap, dan lain-lain.
2.3. Waterfront City di Jakarta
Mayoritas kota-kota di Indonesia dapat dikategorikan sebagai kota pesisir. Beberapa
pertimbangan yang melandasi hal ini diantaranya adalah lokasinya yang berada di wilayah
pesisir, seperti Kota Jakarta Utara yang berada dipesisir bagian Utara Pulau Jawa.
Berdasarkan pengamatan secara umum terhadap isu dan permasalahan yang sering muncul di
pesisir kota Jakarta Utara, seperti abrasi, degradasi lingkungan, kepunahan ekosistem pesisir
dan laut, sedimentasi, pencemaran, banjir, semakin menurunnya kualitas lingkungan hingga
isu yang menjadi pembahasan saat ini yaitu kenaikan paras muka air laut di Tahun 2050,
bahwa pada umumnya pesisir Kota Jakarta Utara dikembangkan tanpa mempertimbangkan
jatidirinya, serta kurang memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan pembangunan
dengan kelestarian lingkungan.
Pembangunan yang tidak seimbang tersebut pada dasarnya disebabkan karena kota Kota
Jakarta Utara memiliki potensi yang sangat beragam misalnya potensi perekonomian, potensi
sumberdaya alamnya, serta potensi nilai estetika yang dimiliki. Selain ini Kota Jakarta Utara
juga memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan kota-kota lain di DKI Jakarta yang
berbasis pada wilayah daratan. Sumberdaya alam di Kota Jakarta Utara khususnya yang
berada di wilayah pesisir dan lautnya bersifat dinamis serta sifat kepemilikan laut yang
merupakan asset umum (common property). Hal-hal inilah yang menyebabkan Kota Jakarta
Utara ini khususnya wilayah pesisir dan lautnya merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan
oleh beragam aktivitas (multi use). Realita ini merupakan faktor utama penyebab munculnya
konflik pemanfaatan antar stakeholder maupun antar sektor yang memiliki akses terhadap
pengembangan wilayah pesisir dan laut di Kota Jakarta Utara.
Secara umum, kota pesisir di Indonesia berpotensi sebagai pusat biodiversity laut tropis dunia
karena hampir 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia. Karena itu
adanya ancaman kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai akibat fenomena global
warming memberikan dampak yang serius yang perlu diantisipasi penanganannya, termasuk
di pesisir Kota Jakarta Utara. Kenaikan muka air laut akan mengakibatkan dampak sebagai
berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan
meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atauhilangnya pulau-pulau kecil. Karena itu fakta bahwa luas hutan mangrove di Kota Jakarta
Utara terus mengalami penurunan merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Apalagi
keberadaan mangrove tersebut tidak dipertahankan karena digeser oleh fungsi-fungsi
peruntukan lain, seperti proyek raksasa Reklamasi Pantai Jakarta Utara; maka dari itu
terjadinya abrasi pantai, meningkatnya tingkat pencemaran dari sungai ke laut karena tidak
adanya filter polutan, dan rusaknya zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan
sendirinya.
3. CRITICAL REVIEW, STUDI KASUS REKLAMASI PANTAI JAKARTA UTARA
Rencana pengembangan reklamasi pantai di kawasan Pantai utara Jakarta seluas 2.700 Hapada dasarnya merupakan upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan kualitas
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
7/12
lingkungan Pantai Utara Jakarta serta dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota pantai
berkelanjutan (sustainable) yang sejajar dan bersaing dengan kota-kota lain di dunia seperti
Sidney, Singapura dan Hongkong.
Rencananya kawasan reklamasi yang dikembangkan harus dapat menjadi tempat tinggal dan
tempat bekerja yang nyaman dan berkualitas, yang tidak hanya dicirikan denganpertumbuhan investasi yang tinggi, tetapi juga kualitas lingkungan yang baik dan manusiawi,
dengan dukungan partisipasi masyarakat dalam pembangunannya.
Oleh karena itu, melalui Keppres Nomor 52 Tahun 1995, Presiden Soeharti kala itu
memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta untuk
menyelenggarakan reklamasi kawasan Pantura Jakarta, yang ditindaklanjuti oleh Perda DKI
No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Pantura Jakarta. Sementara itu Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta
2010 juga ikut memberikan panduan kebijakan terhadap penyelenggaraan reklamasi Kawasan
Pantura Jakarta.
Secara teknis, kawasan Pantura Jakarta yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara,
direncanakan sebagian merupakan kawasan hasil reklamasi dan sebagian lagi merupakan
kawasan daratan pantai lama. Areal hasil reklamasi akan meliputi bagian perairan laut yang
diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sehingga mencakup garis
yang menghubungkan titik-titik terluar dengan kedalaman laut8.00 m.
Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah 32 km, meliputi garis pantai yang berbatasan
dengan Pantai Utara Tangerang di bagian Barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di
Bagian Timur. Areal daratan pantai lama termasuk kawasan Pantura Jakarta mencakup
Kecamatan Pademangan, Penjaringan, Koja, Tanjung Priok dan Cilincing. Di bagian selatan,
kawasan Pantura Jakarta berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Gading di Kodya Jakarta
Utara, Kodya Jakarta Barat, Kodya Jakarta Pusat dan Kodya Jakarta Timur.
Kebijakan reklamasi kawasan Pantura Jakarta ditunjukan untuk mewujudkan lahan hasil
reklamasi seluas 2700 ha yang akan dilaksanakan secara terpadu dengan penataan kembali
daratan pantai lama seluas 2500 ha melalui program revitalisasi untuk meningkatkan kualitas
fungsional, visual maupun lingkungannya dan biaya dari dana pembangunan fisik reklamasi,
baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung.
Secara visi, pengembangan Pantura Jakarta memiliki nilai yang sangat positif yakni :
1. Terwujudnya kota Jakarta sejajar dengan kota besar lainnya di dunia denganbercirikan kota pantai,
2. Terwujudnya kota pantai Jakarta siap menghadapi persaingan global,Sedangkan misi dari pengembangan Pantura Jakarta adalah :
1. Terciptanya model mamanjemen pembangunan pantai yang baru dan handal(intregrated coastal management).
2. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan keseimbangankepentingan mkesejahteraaan dan keamanan.
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
8/12
3. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan dengan memperhatikankawasan lindung dan kawasan budidaya serta kelestarian bangunan dan lingkungan
bersejarah.
4. Mengendalikan pertumbuhan kota jakarta kearah selatan untuk melindungai wilayahselatan Jakarta sebagai daerah resapan air.
Berdasarkan penyampaian konsep, visi dan misi diatas, dapat kami simpulkan bahwa, pada
dasarnya konsep reklamasi yang menurut rencananya dilaksanakan pada tahun 1995 namun
hingga saat ini belum terlaksana adalah konsep pembangunan pantai terpadu, di antaranya
terdiri dari penataan dan pengelolaan pantai dan pesisir secara terpadu, yang merupakan
pendekatan lintas sektor.
Namun pada dasarnya reklamasi bukanlah jawaban yang paling tepat dari upaya penataan
kawasan pesisir secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management). ICZM tidak
memandang upaya reklamasi sebagai suatu proses pengelolaan wilayah pesisir yang
berkelanjutan, karena reklamasi secara harafiah (reclaim) merupakan proses penambahan
luas daratan dan mengurangi luas lautan. Adalah benar bahwa ICZM bersifat dinamis demikesejateraan masyarakatnya, namun jika berpikir jangka panjang, dan juga untuk
keseimbangan lingkungan; maka tidak hanya faktor ekonomi yang diperhatikan, karen
amasih ada faktor-faktor lain seperti sosial, budaya dan terutama lingkungan, yang semuanya
harus berada dalam batas-batas yang ditentukan oleh dinamika alam.
Proses reklamasi juga secara nyata berdampak positif dan negatif, dengan kata lain tidak
langsung menyelesaikan masalah, namun juga menambah permasalahan baru, apalagi jika
menghitung dampak masif reklamasi secara jangka panjang, maka penataan dan pengelolaan
pantai dan pesisir secara terpadu dalam wujud reklamasi adalah sangat kurang tepat.
4. JAKARTA WATERFRONT CITY
Jakarta Waterfront City, pada dasarnya merupakan pembangunan pantai terpadu yang
meliputi pembenahan, penataan dan pembangunan pantai, sebagai proses menangani masalah
perkotaan yang jauh lebih besar. Seperti, penataan permukiman dipesisir pantai, penanganan
masalah sampah, regulasi masalah pembuangan limbah serta masalah sosial yang
menyangkut kondisi nelayan dan kondisi kesehatan masyarakat di sekitar pantai.
Jakarta Waterfront City merupakan konsep yang berbasis pengembangan sumberdaya
kelautan dan perikanan karena itu sangat berkorelasi dengan kehidupan nelayan.
Saat ini, keadaan obyektif Pantura Jakarta sungguh memprihatinkan dan terjadi degradasi
terus menerus terhadap lingkungan maupun infrastruktur yang ada. Jumlah nelayan dan
pemukimannya terus bertambah, begitu juga dengan fasilitas yang perlu diperbaiki.
Mangrove semakin merana dan rusak, serta sudah tidak lagi menjadi tempat memijah ikan.
Sampah dimana-mana memenuhi 13 sungai dan bantaran sungai penuh dengan hunian tanpa
izin. Kecuali itu sarana transportasi, air bersih, kota tua yang sangat berpotensi untuk wisata,
semua dalam keadaan yang memprihatinkan.
Sebagai kota pesisir yang merupakan kawasan strategis, Jakarta Utara perlu dikembangkan
sebagai Jakarta Waterfront City yang mempunyai tujuan utama merevitalisasi, memperbaiki
kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya. Pantai juga ditata kembali bagi
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
9/12
kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan keunggulan ekonomis dari pantai
tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan.
Pada dasarnya, pengelolaan pesisir secara empirik tidak harus dilakukan dengan basis akar
teori yang kuat, seperti halnya ilmu-ilmu dasar.Pengelolaan pesisir harus mengkombinasikan
berbagai pendekatan mulai dari teoritis sampai pragmatis untuk mencapai tujuan pengelolaanitu sendiri. Pengelolaan pesisir memiliki fungsi utama untuk mengelola seluruh keiatan dan
apa yang ada dalam wilayah pesisir dalam satu kerangka pengelolaan yang telah didesain
sebelumnya (Kay dan Adler, 1999)[12].
Dibatasi oleh air, Jakarta Waterfront City ditantang untuk menggunakan lahan terbatas
sekaligus melindungi sumber daya alam kritis dari efek berpotensi merusak lingkungan.
Jakarta Waterfront City harus mempertimbangkan keseluruhan masalah ketika mengelola
sumberdaya daratan dan lautan.
Beberapa hal yang menjadi prinsip dalamJakarta Waterfront City adalah :
1) Fleksibel terhadap Bahaya Alam dan Perubahan Iklim
Jakarta Waterfront City harus siap untuk merespon dan pulih dari bahaya yang diciptakan
oleh cuaca dan iklim. Ketidakpastian tentang bagaimana iklim akan berubah tidak boleh
ditepikan dalam melindungi infrastruktur dan lingkungan.
Perencanaan infrastruktur dan prasarana dengan prinsip-prinsip smart growth principal
akan membuat efisien investasi di gedung dan infrastruktur lainnya, melindungi dan
memulihkan daerah lingkungan kritis, dan melindungi kesehatan masyarakat. Dalam
menerapkan prinsip-prinsip ini pada setiap proyek pembangunan, perlu secara eksplisit
dipertimbangkan bahaya alam, termasuk potensi dampak perubahan iklim. Ketahanan
terhadap bencana alam, seperti kenaikan permukaan laut, adalah terkait erat dengan
penentuan tapak dan desain pembangunan, serta hijau yang dibangun dan infrastruktur yang
mendukung. Well-planned and well-maintained natural systems dapat membantu melindungi
Jakarta Waterfront City dalam banyak cara. Misalnya, dataran banjir alami dapat bertindak
sebagai pelindung penyangga yang menyerap air banjir, mengurangi kecepatan dan jumlah
banjir, mengendalikan erosi, melindungi pasokan air minum dan kualitas air, dan isolasi
bangunan dan jalan-jalan dari kerusakan.
2) Tahan terhadap Efek-Efek Kombinasi dari Pembangunan
Kawasan pesisir merupakan kawasan hilir yang menerima efek kumulatif dan sekunder dari
pembangunan didaerah hulu. Misalnya, pembangunan perumahan dan pembangunan jalan di
dataran tinggi bagian dari DAS pantai dapat menyebabkan kumulatif dan dampak pesisir
sekunder, seperti mengurangi aliran air tawar ke daerah pantai, degradasi kualitas air muara,
dan peningkatan polusi udara dari peningkatan lalu lintas. Dampak dari setiap proyek
pengembangan tunggal mungkin kecil, tetapi ketika dikombinasikan dengan semua dampak
pembangunan lainnya ke daerah aliran sungai sepanjang waktu, mereka bisa mengancam
pesisir dan pantai rapuh sumber daya dan kualitas kehidupan. Karena itu kebijakan Jakarta
Waterfront City harus diutamakan mengatur pertumbuhan dan perkembangan di sepanjang
jalur air yang peka terhadap kerentanan lingkungan dan dapat melindungi aset-aset perkotaan
yang berharga.
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn12http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn12http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn12http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftn12 -
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
10/12
3) Membangun Paradigma Melestarikan Lingkungan Pesisir
Pemerintah melalui partisipasi masyarakat harus mampu mendorong kesadaran masyarakat
secara regeneratif akan pentingnya menjaga ekosistem lingkungan pesisir. Masyarakat harus
memahami bahwa pesisir dan laut sebagai common property adalah hak bersama. Paradigma
ini harus dijadikan doktrin kepercayaan publik termasuk lewat penggalian sejarah budaya dankebanggaan bangsa, karena paradigma ini adalah faktor kunci yang mempengaruhi partisipasi
masyrakat secara aktif dalam mendorong dan menjaga pembangunan pesisir dan pantai
Jakarta Waterfront City.
4) Perlidungan Hukum melalui Undang-undang dan Peraturan Daerah
Kebijakan dan program tidak akan bertahan tanpa dukungan UU dan peraturan daerah yang
mengatur dibawahnya. Masalah daratan dan pesisir merupakan isu yang sangat kompleks
karena itu perlu payung hukum yang fleksibel dan dinamis sekaligus kuat dalam menata
penggunaan lahan, melestarikan lingkungan, dan mendorong pembangunan infrastruktur
untuk pembangunan.
Dengan demikian strategi pengembangan Jakarta Waterfront City adalah sebagai berikut,
yaitu :
1. PengembanganJakarta Waterfront City dikembangkan berbasiskan ekonomi sumberdaya laut,
2. Jakarta Waterfront City ditempatkan sebagaiprimemovers yang memiliki multidampak untuk merevitalisasi berbagai fungsi yang sudah ada dan menjadi medium
untuk pengembangan fungsi-fungsi baru
3. Mitigasi dan Adaptasi terhadap naiknya muka air laut diselaraskan dengan fungsi-fungsi.
4. Sosialisasi dan informasi pentingnya memahamiJakarta Waterfront City akanditerapkan melalui program-program pemberdayaan masyarakat,
5. Jakarta Waterfront City akan mendukung seluas-luasnya upaya pelestarian fungsiekologis lingkungan dan biota lautnya.
5. PENUTUP
Dengan melihat kembali kepada isu dan permasalahan serta potensinya, maka mengantisipasi
dampak kenaikan muka air laut di Tahun 2050 nanti, dapat diposisikan sebagai salah satu
coastal isu yang perlu diantisipasi dalam mengembangkan Jakarta Waterfront City. Karenapada dasarnya Jakarta Waterfront City perlu dikelola sedemikian rupa untuk dapat
menciptakan lingkungan kehidupan kota pesisir yang nyaman, aman dan berkelanjutan.
Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, batas teritorial dan letak geografis sudah tidak
menjadi masalah lagi. Khusus negara-negara di Asia-Pasifik yang mengalami pertumbuhan
ekonomi yang sangat pesat pada dekade belakangan ini diprediksikan akan menjadi ajang
kegiatan investasi dari negara-negara maju. Kesempatan ini dimanfaatkan tidak hanya untuk
menarik modal tetapi sekaligus untuk merangsang pertumbuhan baru pada kawasan-kawasan
yang strategis dengan model pembangunan yang dapat mengantisipasi perkembangan kota di
masa yang akan datang maupun peningkatan kesempatan kerja.
-
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
11/12
Pada saat ini terjadi, maka Kota Jakarta Utara harus bangkit sebagai Jakarta Waterfront City
harus yang berdiri sejajar dengan kota-kota pesisir didunia. Diharapkan konsep Jakarta
Waterfront City dapat mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim melalui
berbagai pembenahan dikawasan pesisirnya, secara terpadu, terencana, adil dan makmur.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2008.Ekonomi Archipelago. Jakarta: Graha Ilmu
Antin, Elizabeth. 2009.How Are City Planning to Adapt to Threat Caused By Climate
Change Induce Sea-Level Rise and Flooding? A Thesis In Partial Fulfillment of Requirement
for The Degree of Master Art, Urban and Enviromental Policy Planning, Tufts University
Cicin-Sain and Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press, 1718
Connecticut Avenue, N.W. Suite 300, Washington DC. 20009.
Dahuri. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2006. Pedoman Kota Pesisir. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Google Earth, Retrieved from : Googleearth.com
Kay, R. and Alder, J. 1999. Coastal Planning and Management. London: EF&N Spoon.
Articles in Refereed Publications. Alder, J. and Lugten, G. (in press).
Pernetta, J. C. Milliman, J. D. 1995, Land- Ocean Interaction in the Coastal Zone (LOICZ)Implementation Plan, IGBP, Stockholm. 20. N. N
Rencana Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 2007. Retrieved from :
www.panturajakarta.blogspot.com
United Nations Conference on Environment and Development, Earth Summit Retrieved from
:http://www.un.org/geninfo/bp/enviro.html.
Windriani, Umi et.al. 2009. Means of Adaption and Adaptation of Climate Change and
Disaster At Coastal Areas and Small Island. Direktorat Pesisir dan Lautan, Direktoral
Jenderal Kelautan,Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan
[1]Adisasmita, R. 2008. Ekonomi Archipelago
[2] Adisasmita, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2006. Pedoman Kota
Pesisir
[3]Adisasmita, R. 2008. Ekonomi Archipelago
[4]Hasanuddin Z. Abidin, Laboratorium Teknik Geodesi ITB, Penelitian 2008.
http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://www.un.org/geninfo/bp/enviro.htmlhttp://www.un.org/geninfo/bp/enviro.htmlhttp://www.un.org/geninfo/bp/enviro.htmlhttp://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref1http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref1http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref3http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref3http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref4http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref3http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref2http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref1http://www.un.org/geninfo/bp/enviro.htmlhttp://www.panturajakarta.blogspot.com/ -
8/3/2019 JAKARTA Waterfront CITYhttpadipatirahmat.wordpress.com20100106jakarta Waterfront City
12/12
[5]Google Earth, Googleearth.com.
[6]Dahuri, R. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
[7]United Nations Conference on Environment and Development, 1992
[8]Cicin-Sain and Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management
[9]Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2006. Pedoman Kota Pesisir
[10]Pernetta dan Milliman, 1995 Land- Ocean Interaction in the Coastal Zone (LOICZ)
[11]Rencana Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 2007.www.panturajakarta.blogspot.com
[12]Kay dan Adler, 1999. Coastal Planning and Management
http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref5http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref5http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref6http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref6http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref8http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref8http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref10http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref10http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref11http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref11http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref12http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref12http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref12http://www.panturajakarta.blogspot.com/http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref11http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref10http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref9http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref8http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref7http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref6http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/#_ftnref5