J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran...

208

Transcript of J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran...

Page 1: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen
Page 2: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

1Jurnal Konstitusi, VOLUME 1, NOMOR 2, DESEMBER 2004

Mahkamah Konstitusi adalah pe-ngawal konstitusi dan penafsirkonstitusi demi tegaknya konstitusidalam rangka mewujudkan citanegara hukum dan demokrasi untukkehidupan kebangsaan dan kene-garaan yang bermartabat. Mahka-mah Konstitusi merupakan salahsatu wujud gagasan modern dalamupaya memperkuat usaha memba-ngun hubungan-hubungan yangsaling mengendalikan antarcabang-cabang kekuasaan negara.

DITERBITKAN OLEHMAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 7Jakarta Pusat

Telp. (021) 3520173, 3520787Fax. (021) 352o177

PO BOX 999Jakarta 10000

Membangun konstitusionalitas IndonesiaMembangun budaya sadar berkonstitusi

Website: www.mahkamahkonstitusi.go.ide-mail: [email protected]

Volume 3 Nomor 4Desember 2006

J u r n a l

Page 3: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

2 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Dewan Pengarah:Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Prof. Dr. Muhamad Laica Marzuki, S.H.Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S.

Letjen TNI (Purn) H. Ahmad Roestandi, S.H.Prof. H. Ahmad Syarifuddin Natabaya, S.H., LLM.

Dr. Harjono, S.H., MCL.Maruarar Siahaan, S.H.

I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H.Soedarsono, S.H.

Penanggung Jawab: Janedjri M. GaffarWakil Penanggung Jawab: Ahmad Fadlil Sumadi

Pemimpin Redaksi: Rofiqul-Umam AhmadRedaktur Pelaksana: Budi H. Wibowo

Redaksi: Muchamad Ali Safa’at, Bisariyadi, Achmad Edi Subiyanto, Mardian Wibowo

Sekretaris Redaksi: BisariyadiTata Letak dan Desain Sampul: M. Wibowo, Nanang Subekti

Distributor: Bambang Witono, Mutia Fria D.Keuangan: Endrizal

Alamat Redaksi: Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta PusatTelp. 021-3520787 ps. 213, Faks. 021-3520177

e-mail: [email protected]

Diterbitkan oleh:Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Website: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidakmewakili pendapat resmi MK

Redaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, dan mereka yang berminatuntuk memberikan tulisan mengenai putusan MK, hukum tata negara dan konstitusi.

Tulisan dapat dikirim melalui pos atau e-mail dengan menyertakan foto diri. Untuk rubrik“Analisis Putusan” panjang tulisan sekitar 5000-6500 kata dan untuk rubrik “Wacana

Hukum dan Konstitusi” sekitar 6500-7500 kata. Tulisan yang dimuat akan diberihonorarium.

J u r n a l

Page 4: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

3Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

JURNAL KONSTITUSI

Volume 3 Nomor 4, Desember 2006Daftar Isi

Pengantar Redaksi ...................................................................................... 4Opini Hakim Konstitusi

Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen DemokrasiProf. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. ......................................................................................... 6

Analisis PutusanRecall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota ParpolDr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H. ................................................................................. 30

Wacana Hukum & KonstitusiMahkamah Konstitusi dan Putusannya: Antara Harapan dan KenyataanProf. Dr. M. Solly Lubis, S.H. ...................................................................................... 58Strategi Pembelajaran KonstitusiDrs. Suriakusumah Abd. Muthalib, Dipl. IIAP, M.Pd. ................................................ 68Parlemen: Antara Kepentingan Politik vs. Aspirasi RakyatSebastian Salang .......................................................................................................... 90Partai Politik dan Pemilih: Antara Komunikasi Politik vs. Komoditas PolitikAbdil Mughis Mudhoffir ............................................................................................... 121Hubungan Rakyat (Pemilih) dengan Wakil Rakyat dan Partai PolitikAan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. .................................................................................. 144

Historika KonstitusiTentang “Recall”R.M. Ananda B. Kusuma .............................................................................................. 156

Konstitusi KlasikSistem Tata Negara Kerajaan MajapahitDr. Purwadi, M.Hum ..................................................................................................... 163

Profil TokohSoepomo ....................................................................................................................... 180

Resensi BukuRajutan Gagasan Hukum Progresif, Ahmad Subhan ...................................................... 184Hak Buruh Belum Berakhir, Zaki Habibi, S.I.P. .............................................................. 192

Page 5: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

4 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

aat ini masalah recalling bukanlahmenjadi hal yang baru lagi karenasudah sejak zaman Orde Baru hal

tersebut terjadi. Kasus recalling terhadap anggota DPR DjokoEdhi Soetjipto Abdurahman beberapa waktu lalu memang cukupmenarik perhatian publik. Hal inilah yang menjadi bahan sajiandalam Jurnal Konstitusi volume III nomor 4 kali ini. PutusanMahkamah Konstitusi mengenai perkara pengujian undang-undang UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Keduduk-an Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (UU Susduk); dan (2) UU No. 31 Tahun 2002tentang Partai Politik (UU Parpol) diwarnai dengan adanyadissenting opinion (pendapat berbeda) dari empat orang HakimKonstitusi. Pokok permohonan yang diajukan oleh PemohonDjoko Edhi terkait dengan Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susdukdan Pasal 12 huruf b UU Parpol yang mendalilkan bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan hak konstitusional Pemohonkhususnya dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2), Pasal 28C ayat(2), Pasal 28D ayat (1) dan (2).

Untuk membahas Putusan MK tersebut agar lebih eksplo-ratif, pada jurnal edisi ini khususnya dalam rubrik “AnalisisPutusan” menghadirkan penulis Dr. M. Hadi Subhan, S.H.,M.H. yang menguraikan tentang recall: hak partai politik danhak berpolitik anggota parpol. Salah satu uraian yang dikemuka-kannya bahwa Putusan MK telah sesuai dengan realitas politikyang ada.

Sementara itu, untuk rubrik “Wacana Hukum danKonstitusi” menampilkan lima orang penulis, yaitu Prof. Dr. SollyLubis, S.H., Sebastian Salang, Aan Eko Widiarto, S.H.,M.Hum., Abdil Mughis Mudhoffir yang masing-masingmembahas hubungan parpol, wakil rakyat, dan pemilih serta Drs.Suriakusumah A. Muthalib, Dipl.Iiap.M.Pd. yang menulis

Redaksi

Page 6: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

5Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

tentang strategi pembelajaran konstitusi. Sedangkan rubrik“Historika Konstitusi” yang diasuh tetap oleh R. M. Ananda B.Kusuma memuat tulisan mengenai sejarah atau asal usul recall.

Sejak jurnal edisi ini, sidang redaksi bersepakat menambah-kan satu rubrik baru, yaitu “Konstitusi Klasik” sebagai rubrik tetapyang diasuh oleh Dr. Purwadi, M.Hum. yang membahas sistemtata negara yang dianut pada masa lalu. Untuk edisi pertamaditurunkan sistem tentang sistem tata negara kerajaan Majapahit.Dalam kesimpulan tulisannya, penulis mengungkapkan bahwakitab Negara Kertagama sepatutnya dijadikan referensi bagi parapenyelenggara pemerintahan.

Untuk rubrik “Opini Hakim Konstitusi” menyajikan tulisandari Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. yangmemaparkan pemikirannya mengenai partai politik dan pemilusebagai instrumen demokrasi.

Redaksi jurnal juga menghadirkan dua tulisan dalam rubrik“Resensi” yang meresensi buku Pengadilan Perburuhan diIndonesia: Tinjauan Hukum Kritis atas UU PPHI oleh ZakiHabibi, S.IP. dan buku Membedah Hukum Progresif olehAhmad Subhan.

Pada kesempatan ini, ijinkan redaksi menyampaikan ucapanSELAMAT TAHUN BARU 2007 semoga di tahun 2007 kita dapatlebih berkreasi dan mengukir prestasi yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dan selamat membaca!

Redaksi

Redaksi

Kami Mengundang AndaKami Mengundang AndaKami Mengundang AndaKami Mengundang AndaKami Mengundang Anda

Baru-baru ini MK telah memutus perkara pengujian UU KUHP, UUKKR, UU KPTPK, UU KUHAP, dan UU PUPN. Kami mengundang Andamenulis analisis terhadap putusan-putusan MK tersebut secarailmiah, tajam, dan obyektif. Naskah diharapkan telah kami terimapaling lambat 31 Januari 2007. Tulisan yang memenuhi syaratakan dimuat pada Jurnal Konstitusi edisi volume 4, nomor 1, Februari2007.

Redaksi

Page 7: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

6 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

PARTAI POLITIKDAN PEMILIHAN UMUM

SEBAGAI INSTRUMEN DEMOKRASI

Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistemdemokrasi harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalammerencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukanpengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1

Demokrasi perwakilan sebagai sistem demokrasi modern terdiridari tiga macam, yaitu demokrasi dengan sistem parlementer,demokrasi dengan pemisahan kekuasaan, dan demokrasi yangdikontrol oleh rakyat secara langsung melalui referendum daninisiatif.

Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi perwakil-an adalah adanya jarak antara rakyat yang berdaulat denganpemerintahan yang dibentuk untuk melaksanakan kedaulatantersebut. Tanpa adanya jaminan mekanisme partisipasi rakyatdalam negara sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat,konsep kedaulatan dapat dikebiri dan terjebak dalam pengertiankedaulatan rakyat yang totaliter. Untuk itu diperlukan instrumen

1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, EdisiRevisi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006),hal. 115-166.

Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Ketua Mahkamah Konstitusi RI

dan Guru Besar (Luar Biasa) Hukum Tata Negara Universitas Indonesia

Page 8: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

7Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

menjembatani rakyat dengan wakil-wakilnya baik di parlemenmaupun yang duduk sebagai pejabat publik Pemerintahan yangdemokratis membutuhkan mekanisme dan institusi bagi ekspresidari kehendak yang diwakili. Jika tidak demikian, sistem perwakilandapat berubah menjadi manipulasi dan paksaan (coercion) olehpemegang kekuasaan.2 Paling tidak terdapat dua instrumen yangsaling berhubungan, yaitu keberadaan partai politik dan pelaksana-an pemilihan umum.

Partai Politik dan DemokrasiUntuk menjembatani antara pemerintah dan rakyat,

sebagai wujud bekerjanya demokrasi diperlukan adanya partaipolitik. Sistem demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa adanyapartai politik. Pembuatan keputusan secara teratur hanyamungkin dilakukan jika ada pengorganisasi berdasarkan tujuan-tujuan kenegaraan. Tugas partai politik adalah untuk menataaspirasi rakyat untuk dijadikan public opinion yang lebih sistematissehingga dapat menjadi dasar pembuatan keputusan yang teratur.3

Dalam negara modern, jumlah pemilih sangat besar dankepentingannya bervariasi sehingga perlu mengelolanya untukmenjadi keputusan. Dengan demikian partai politik berperan besardalam proses seleksi baik pejabat maupun substansi kebijakan4.

Oleh karena itu, partai politik mempunyai posisi danperanan yang penting dalam sistem demokrasi. Partai memain-kan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-prosespemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yangmenyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukandemokrasi.5 Karena itu partai politik merupakan pilar dalam

2 Bandingkan dengan Alistair Clark, Parties And Political Linkage:Towards a Comprehensive Framework for Analysis, Paper prepared for PSAAnnual Conference, University of Leicester, 15th – 17th April 2003, hal. 3-4.

3 R. Kranenburg, dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, CetakanKesebelas, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1989), hal. 8.

4 RM MacIver, The Modern State, First Edition, (London: OxfordUniversity Press, 1955), hal. 194.

5 Bahkan oleh Yves Meny and Andrew Knapp dikatakan “A democraticsystem without political parties or with a single party is impossible or at anyrate hard to imagine”. Yves Meny and Andrew Knapp, Government andPolitics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, Third Edition(Oxford University Press, 1968), hal. 86.

Page 9: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

8 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

sistem politik yang demokratis.6

Dalam sistem representative democracy, biasa dimengertibahwa partisipasi rakyat yang berdaulat terutama disalurkanmelalui pemungutan suara rakyat untuk membentuk lembagaperwakilan. Mekanisme perwakilan ini dianggap dengansendirinya efektif untuk maksud menjamin keterwakilan aspirasiatau kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem per-wakilan, kedudukan dan peranan partai politik dianggapdominan.7

Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambar-kan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Keempat fungsi partaipolitik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana:8 (i)komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization),(iii) rekruitmen politik (political recruitment), dan (iv) pengaturkonflik (conflict management). Dalam istilah Yves Meny danAndrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i)mobilisasi dan integrasi; (ii) sarana pembentukan pengaruhterhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruit-men politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.9

Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu denganyang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperansangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan(interests articulation) atau political interests yang terdapat ataukadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagaikepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadiide-ide, visi, dan kebijakan-kebijakan partai politik yang ber-sangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasikebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mem-pengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraanyang resmi.

Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik jugaberperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political

6 Schattschneider, E.E, The Semisovereign People: A realist’s view ofdemocracy in America, (Illionis: The Dryden Press Hinsdale, 1975).

7 Lihat Dawn Oliver, Constitutional Reform in the UK, (London: OxfordUniversity Press, 2003), hal. 35.

8 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1992) hal. 163-164.

9 Meny and Knapp, Op Cit.

Page 10: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

9Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

socialization). Ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadipilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untukmendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas.Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangatpenting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadistruktur-antara atau intermediate structure yang harusmemainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraandalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.

Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik(political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkanuntuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kaderpemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu.Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, adapula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti olehDewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidaklangsung lainnya. Tentu tidak semua jabatan dapat diisi olehperanan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian danlain-lain yang tidak bersifat politik (political appointment), tidakboleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibatdalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karenaitu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedurpolitik pula (political appointment). Untuk menghindarkanterjadinya pencampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaanantara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif dan profesional. Dilingkungan kementerian, hanya ada satu jabatan saja yang bersifatpolitik, yaitu Menteri. Sedangkan, para pembantu Menteri dilingkungan instansi yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipilyang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang ber-laku di bidang kepegawaian.

Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yangterjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudahdisebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan(interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangatberaneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing danbertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak,berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkanmelalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi,

Page 11: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

10 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu samalain.

Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelolakonflik (conflict management), partai berperan sebagai saranaagregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkanragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui salurankelembagaan politik partai. Oleh karena itu, dalam kategori YvesMeny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkandengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikandan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan caramenyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhikebijakan-kebijakan politik kenegaraan.10

Pemilihan UmumSesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut

dalam UUD 1945, maka kekuasaan untuk menentukan corakdan cara pemerintahan sesungguhnya berada di tangan rakyat.Kedaulatan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan UUD,yaitu oleh lembaga negara, dan oleh rakyat yang diantaranyamelalui mekanisme pemilihan umum sebagaimana diaturdalam Pasal 22E UUD 1945. Pemilihan umum juga dapat dilihatsebagai mekanisme yang menghubungkan antara infrastrukturpolitik dan suprastruktur politik. Pemilu juga merupakanmekanisme transformasi aspirasi pilitik partai menjadi kebijakannegara.

Dalam praktik, sering dijumpai bahwa di negara yangjumlah penduduknya sedikit dan ukuran wilayahnya tidak begituluas saja pun, kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secarapenuh. Apalagi di negara-negara yang jumlah penduduknyabanyak dan dengan wilayah yang sangat luas, dapat dikatakantidak mungkin untuk menghimpun pendapat rakyat seorangdemi seorang dalam menentukan jalannya suatu pemerintahan.Lagi pula, dalam masyarakat modern seperti sekarang ini,tingkat kehidupan berkembang sangat kompleks dan dinamis,dengan tingkat kecerdasan warga yang tidak merata dan dengantingkat spesialisasi antar sektor pekerjaan yang cenderung

10 Meny and Knapp, Op Cit.

Page 12: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

11Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

berkembang semakin tajam. Akibatnya, kedaulatan rakyat tidakmungkin dilakukan secara murni. Kompleksitas keadaan meng-hendaki bahwa kedaulatan rakyat itu dilaksanakan denganmelalui sistim perwakilan (representation).

Pentingnya pemilihan umum diselenggarakan secaraberkala dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapatatau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupanbersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan berkembangdari waktu ke waktu. Dalam jangka waktu tertentu, dapat sajaterjadi bahwa sebagian besar rakyat berubah pendapatnyamengenai sesuatu kebijakan negara. Kedua, di samping pendapatrakyat dapat berubah dari waktu ke waktu, kondisi kehidupanbersama dalam masyarakat dapat pula berubah, baik karenadinamika dunia internasional ataupun karena faktor dalamnegeri sendiri, baik karena faktor internal manusia maupunkarena faktor eksternal manusia. Ketiga, perubahan-perubahanaspirasi dan pendapat rakyat juga dapat dimungkinkan terjadikarena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa.Mereka itu, terutama para pemilih baru (new voters) ataupemilih pemula, belum tentu mempunyai sikap yang samadengan orang tua mereka sendiri. Lagi pula, keempat, pemilihanumum perlu diadakan secara teratur untuk maksud menjaminterjadinya pergantian kepemimpinan negara, baik di cabangkekuasaan eksekutif maupun legislatif.

Untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teraturdiperlukan mekanisme pemilihan umum yang diselenggarakansecara berkala, sehingga demokrasi dapat terjamin, dan peme-rintahan yang sungguh-sungguh mengabdi kepada kepentinganseluruh rakyat dapat benar-benar bekerja efektif dan efisien.Dengan adanya jaminan sistem demokrasi yang beraturandemikian itulah kesejahteraan dan keadilan dapat diwujudkandengan sebaik-baiknya.

Di samping itu, untuk memberi kesempatan kepadarakyat, baik mereka yang sudah pernah memilih maupun parapemilih pemula itu untuk turut menentukan kebijakankenegaraan dan pemerintahan, maka pemilihan umum (generalelection) itu harus dilaksanakan secara berkala atau periodikdalam waktu-waktu tertentu. Untuk itu, ada negara yangmenentukan bahwa pemilihan umum dilaksanakan sekali dalam

Page 13: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

12 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

lima tahun seperti di Indonesia,11 dan ada pula negara sepertiAmerika Serikat yang menentukan pemilihan Presiden dan WakilPresidennya dalam jangka waktu empat tahun sekali. Selain itu,negara-negara yang menganut sistim pemerintahan parlementer,pemilihan umum itu dapat pula diselenggarakan lebih kerap lagisesuai dengan kebutuhan.

Kegiatan pemilihan umum (general election) juga merupa-kan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yangsangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untukmenjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuaidengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai denganprinsip kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, makasemua aspek penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri punharus juga dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.Adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pemerintahtidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum, mem-perlambat penyelenggaraan pemilihan umum tanpa persetujuanpara wakil rakyat, ataupun tidak melakukan apa-apa sehinggapemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.

Dalam sistem demokrasi modern, legalitas dan legitimasipemerintahan merupakan faktor yang sangat penting. Di satupihak, suatu pemerintahan di satu pihak haruslah terbentukberdasarkan ketentuan hukum dan konstitusi, sehingga dapatdikatakan memiliki legalitas. Di lain pihak, pemerintahan itu jugaharus legitimate, dalam arti bahwa di samping legal, ia juga harusdipercaya. Tentu akan timbul keragu-raguan, apabila suatu peme-rintah menyatakan diri sebagai berasal dari rakyat, sehingga dapatdisebut sebagai pemerintahan demokrasi, padahal pembentukan-nya tidak didasarkan hasil pemilihan umum. Artinya, setiappemerintahan demokratis yang mengaku berasal dari rakyat,memang diharuskan sesuai dengan hasil pemilihan umum sebagaiciri yang penting atau pilar yang pokok dalam sistem demokrasimodern.

11 Lihat Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menentukan: “Pemilihanumum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, danadil setiap lima tahun sekali”.

Page 14: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

13Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan penye-lenggaraan pemilihan umum itu ada 4 (empat), yaitu untuk:a. untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan

pemerintahan secara tertib dan damai;b. untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang

akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;c. untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dand. untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Seperti dimaklumi, kemampuan seseorang bersifat terbatas.Di samping itu, jabatan pada dasarnya merupakan amanah yangberisi beban tanggung jawab, bukan hak yang harus dinikmati.Oleh karena itu, seseorang tidak boleh duduk di suatu jabatantanpa ada kepastian batasnya untuk dilakukannya pergantian.Tanpa siklus kekuasaan yang dinamis, kekuasaan itu dapatmengeras menjadi sumber malapetaka. Sebab, dalam setiapjabatan, dalam dirinya selalu ada kekuasaan yang cenderungberkembang menjadi sumber kesewenang-wenangan bagi siapasaja yang memegangnya. Untuk itu, pergantian kepemimpinanharus dipandang sebagai sesuatu yang niscaya untuk memeliharaamanah yang terdapat dalam setiap kekuasaan itu sendiri.

Dalam Pemilu, yang dipilih tidak saja wakil rakyat yangakan duduk di lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, tetapijuga para pemimpin pemerintahan yang duduk di kursi eksekutif.Di cabang kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yangduduk di Dewan Perwakilan Rakyat, ada yang duduk di DewanPerwakilan Daerah, dan ada pula yang akan duduk di DewanPerwakilan Rakyat Daerah, baik di tingkat provinsi ataupun ditingkat kabupaten dan kota. Sedangkan di cabang kekuasaanpemerintahan eksekutif, para pemimpin yang dipilih secaralangsung oleh rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden,Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, sertaWalikota dan Wakil Walikota. Dengan adanya pemilihan umumyang teratur dan berkala, maka pergantian para pejabat dimaksudjuga dapat terselenggara secara teratur dan berkala.

Oleh karena itu adalah sangat wajar apabila selalu terjadipergantian pejabat baik di lembaga pemerintahan eksekutifmaupun di lingkungan lembaga legislatif. Pergantian pejabat dinegara-negara otoritarian dan totaliter berbeda dengan yang

Page 15: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

14 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

dipraktikkan di negara-negara demokrasi. Di negara-negaratotaliter dan otoritarian, pergantian pejabat ditentukan olehsekelompok orang saja. Kelompok orang yang menentukan itubersifat oligarkis dan berpuncak di tangan satu orang. Sementaradi lingkungan negara-negara yang menganut paham demokrasi,praktik yang demikian itu tidak dapat diterapkan. Di negara-negara demokrasi, pergantian pejabat pemerintahan eksekutif danlegislatif ditentukan secara langsung oleh rakyat, yaitu melaluipemilihan umum (general election) yang diselenggarakan secaraperiodik.

Maka pemilihan umum (general election) juga disebut ber-tujuan untuk memungkinkan terjadinya peralihan pemerintah-an dan pergantian pejabat negara yang diangkat melaluipemilihan (elected public officials). Dalam hal tersebut di atas,yang dimaksud dengan memungkinkan di sini tidak berarti bahwasetiap kali dilaksanakan pemilihan umum, secara mutlak harusberakibat terjadinya pergantian pemerintahan atau pejabatnegara. Mungkin saja terjadi, pemerintahan suatu partai politikdalam sistem parlementer memerintah untuk dua, tiga, atauempat kali, ataupun seorang menjadi Presiden seperti di AmerikaSerikat atau Indonesia dipilih untuk dua kali masa jabatan.Dimaksud “memungkinkan” di sini adalah bahwa pemilihanumum itu harus membuka kesempatan sama untuk menang ataukalah bagi setiap peserta pemilihan umum itu. Pemilihan umumyang demikian itu hanya dapat terjadi apabila benar-benardilaksanakan dengan jujur dan adil (jurdil).

Tujuan ketiga dan keempat pemilihan umum itu adalah jugauntuk melaksanakan kedaulatan rakyat dan melaksanakan hakasasi warga negara. Untuk menentukan jalannya negara, rakyatsendirilah yang harus mengambil keputusan melalui perantaraanwakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif. Hak-hakpolitik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan danfungsi-fungsi negara dengan benar menurut UUD adalah hakrakyat yang sangat fundamental. Karena itu, penyelenggaraanpemilihan umum, di samping merupakan perwujudan kedaulatanrakyat, juga merupakan sarana pelaksanaan hak-hak asasi warganegara sendiri. Untuk itulah, diperlukan pemilihan umum gunamemilih para wakil rakyat itu secara periodik. Demikian pula di

Page 16: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

15Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

bidang eksekutif, rakyat sendirilah yang harus memilih Presiden,Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk memimpin jalannyapemerintahan, baik di tingkat pusat, di tingkat provinsi, maupundi tingkat kabupaten/kota.12

Di samping itu, pemilihan umum itu juga penting bagi parawakil rakyat sendiri ataupun para pejabat pemerintahan untukmengukur tingkat dukungan dan kepercayaan masyarakatkepadanya. Demikian pula bagi kelompok warga negara yangtergabung dalam suatu organisasi partai politik, pemilihan umumitu juga penting untuk mengetahui seberapa besar tingkatdukungan dan kepercayaan rakyat kepada kelompok atau partaipolitik yang bersangkutan. Melalui analisis mengenai tingkatkepercayaan dan dukungan itu, tergambar pula mengenai aspirasirakyat yang sesungguhnya sebagai pemilik kedaulatan ataukekuasaan tertinggi dalam negara Republik Indonesia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemilihan umumitu tidak saja penting bagi warga negara, partai politik, tapi jugapejabat penyelenggara negara. Bagi penyelenggara negara yangdiangkat melalui pemilihan umum yang jujur berarti bahwapemerintahan itu mendapat dukungan yang sebenarnya darirakyat. Sebaliknya, jika pemerintahan tersebut dibentuk dari hasilpemilihan umum yang tidak jujur maka dukungan rakyat ituhanya bersifat semu.

Sistem Pemilu Mekanis dan OrganisOleh karena pemilihan umum adalah salah satu cara

untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalamBadan Perwakilan. Rakyat, maka dengan sendirinya terdapatberbagai sistem pemilihan umum. Sistem pemilihan umumberbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana hal itudilihat. Dari sudut kepentingan rakyat, apakah rakyat dipandangsebagai individu yang bebas untuk menentukan pilihannya, dansekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, atauapakah rakyat hanya dipandang sebagai anggota kelompok yangsama sekali tidak berhak menentukan siapa yang akan menjadi

12 Lihat ketentuan-ketentuan pada “Bagian Kedelapan: PemilihanKepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah” dalam UU No. 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah.

Page 17: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

16 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

wakilnya di lembaga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhakuntuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Berdasarkan hal tersebut, sistem pemilihan umum dapatdibedakan dalam dua macam, yaitu antara (i) sistem pemilihanmekanis, dan (ii) sistem pemilihan organis. Sistem pemilihanmekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yangmelihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Baikaliran liberalisme, sosialisme, dan komunisme sama-samamendasarkan diri pada pandangan mekanis.

Liberalisme lebih mengutamakan individu sebagai kesatuanotonom dan memandang masyarakat sebagai suatu komplekshu-bungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual,sedangkan pandangan sosialisme dan khususnya komunisme,lebih mengutamakan totalitas kolektif masyarakat denganmengecilkan peranan individu. Namun, dalam semua aliranpemikiran di atas, individu tetap dilihat sebagai penyandang hakpilih yang bersifat aktif dan memandang korps pemilih sebagaimassa individu-individu, yang masing-masing memiliki satusuara dalam setiap pemilihan, yaitu suaranya masing-masingsecara sendiri-sendiri.

Sementara itu, dalam sistem pemilihan yang bersifatorganis, pandangan organis menempatkan rakyat sebagaisejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagaimacam persekutuan hidup berdasarkan geneologis (rumahtangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan), dan lembaga-lembagasosial (universitas). Kelompok-kelompok dalam masyarakatdilihat sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organyang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalitasorganisme, seperti komunitas atau persekutuan-persekutuanhidup. Dengan pandangan demikian, persekutuan-persekutuanhidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang danpengendali hak pilih. Dengan perkataan lain, persekutuan-persekutuan itulah yang mempunyai hak pilih untuk mengutuswakil-wakilnya kepada badan-badan perwakilan masyarakat.

Apabila dikaitkan dengan sistem perwakilan seperti yangsudah diuraikan di atas, pemilihan organis ini dapat dihubung-kan dengan sistem perwakilan fungsional (function represen-tation) yang biasa dikenal dalam sistem parlemen dua kamar,

Page 18: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

17Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

seperti di Inggris dan Irlandia. Pemilihan anggota Senat Irlandiadan juga para Lords yang akan duduk di House of Lords Inggris,didasarkan atas pandangan yang bersifat organis tersebut.Dalam sistem pemilihan mekanis, partai-partai politiklah yangmengorganisasikan pemilih-pemilih dan memimpin pemilihberdasarkan sistem dua-partai atau pun multi-partai menurutpaham liberalisme dan sosialisme, ataupun berdasarkan sistemsatu-partai menurut paham komunisme. Tetapi dalam sistempemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembang-kan, karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup itu sendiri, yaitu melalui mekanismeyang berlaku dalam lingkungannya sendiri.

Menurut sistem mekanis, lembaga perwakilan rakyatmerupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyatseluruhnya. Sedangkan, menurut sistem yang kedua (organis),lembaga perwakilan rakyat itu mencerminkan perwakilankepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidupitu masing-masing. Dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistemyang pertama (mekanis) menghasilkan parlemen, sedangkanyang kedua (organis) menghasilkan dewan korporasi (korporatif).Kedua sistem ini sering dikombinasikan dalam struktur parlemendua-kamar (bikameral), yaitu di negara-negara yang mengenalsistem parlemen bikameral.13

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, misalnya, parle-men Inggris dan Irlandia yang bersifat bikameral mencerminkanhal itu, yaitu pada sifat perwakilan majelis tingginya. Di Inggrishal itu terlihat pada House of Lords, dan di Irlandia pada Senatnyayang para anggotanya semua dipilih tidak melalui sistem yangmekanis, tetapi dengan sistem organis.

Karena dalam sistim mekanis, wakil-wakil yang duduk diBadan Perwakilan Rakyat langsung dipilih, dan dalam sistimorganis, wakil-wakil tersebut berdasarkan pengangkatan, makabagi negara yang menganut dua Badan Perwakilan Rakyat

13 Ismail Suny, Sistim Pemilihan Umum yang menjamin Hak-hakDe-mokrasi Warga Negara, dalam himpunan karangan dan tulisan IsmailSuny mengenai Pemilihan Umum, dihimpun oleh Harmaily Ibrahim,1970. Lihat juga G.J. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara RepublikIndonesia, (Jakarta: Timun Mas N.V., 1955).

Page 19: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

18 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

seperti di Indonesia, di mana anggota Dewan Perwakilan Rakyatdipilih langsung oleh rakyat, dan di Majelis PermusyawaratanRakyat terdapat Utusan Golongan, maka kedua sistim tersebutdi atas dapat digabungkan untuk Indonesia saat ini. Bahkandalam perkembangan ketatanegaraan. kemudian, sebagiananggota Dewan Perwakilan Rakyat diangkat, dan sebagian besarlainnya dipilih melalui pemilihan umum.

Sistem Distrik dan ProporsionalSistem yang lebih umum, dan karena itu perlu diuraikan

lebih rinci, adalah sistem pemilihan yang bersifat mekanis. Sistemini biasa dilaksanakan dengan dua cara yaitu (1) perwakilandistrik/mayoritas (single member constituencies); dan (2) Sistemperwakilan berimbang (proportional representation).

Sistem yang pertama, yaitu sistem distrik, biasa dinamakanjuga sebagai sistem single member constituencies14 atau sistemthe winner’s take all. Dinamakan demikian, karena wilayahnegara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah-daerahpemilihan (dapil) yang jumlahnya sama dengan jumlah anggotalembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.Misalnya, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditentukan500 orang, maka wilayah negara dibagi dalam 500 distrik ataudaerah pemilihan (dapil) atau constituencies. Artinya, setiap distrikatau daerah pemilihan akan diwakili oleh hanya satu orang wakilyang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itudinamakan sistem distrik, atau single member constituencies.

Sebagian sarjana juga menamakan sistem ini sebagai sistemmayoritas, karena yang dipilih sebagai wakil rakyat dari suatudaerah ditentukan oleh siapa yang memperoleh suara yangterbanyak atau suara mayoritas untuk daerah itu, sekalipunkemenangannya hanya bersifat mayoritas relatif (tidak mayoritasmutlak). Misalnya, di daerah pemilihan 1, calon A memperolehsuara 100.000, B memperoleh suara 99.999, C memperoleh100.001, maka yang dinyatakan terpilih menjadi wakil dari daerah

14 Ibid., hal. 10; Lihat juga J. A. Corry, Democratic Government andPoli-tics, (Toronto: University of Toronto Press, 1960), hal. 266 dst; SriSoemantri, Sistim Dua Partai, (Jakarta: Bina Tjipta, 1968), hal. 15 dst.;Soegondo Soemodiredjo, Sistim Pemilihan Umum, (Jakarta : Nasional, 1952).

Page 20: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

19Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

pemilihan 1 untuk menjadi anggota lembaga perwakilan rakyatadalah C. Sebab, setiap distrik hanya diwakili oleh satu orang yangmemperoleh suara yang paling banyak, meskipun bukanmayoritas mutlak.

Kelebihan sistem ini tentu saja banyak. Setiap calon darisuatu distrik, biasanya adalah warga daerah itu sendiri, ataumeskipun datang dari daerah lain, tetapi yang pasti bahwa orangitu dikenal secara baik oleh warga daerah yang bersangkutan.Dengan demikian, hubungan antara para pemilih dengan paracalon harus erat, dan saling mengenal dengan baik. Bagi parapemilih tentunya calon yang paling mereka kenal sajalah yangakan dipilih. Sebaliknya, karena calon yang dipilih adalah orangyang sudah dikenal dengan baik, tentu diharapkan bahwa yangbersangkutan juga sudah sangat mengerti keadaan-keadaanyang perlu diperjuangkannya untuk kepentingan rakyat daerahyang diwakilinya itu.

Sedangkan pada sistem yang kedua, yaitu sistem perwakilanberimbang atau perwakilan proporsionil,15 persentase kursi dilembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partaipolitik, sesuai dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Umpamanya, jumlah pemilih yang sah padasuatu pemilihan umum tercatat ada 1.000.000 (satu juta) orang.Misalnya, jumlah kursi di lembaga perwakilan rakyat ditentukan100 kursi, berarti untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara10.000. Pembagian kursi di Badan Perwakilan Rakyat tersebuttergantung kepada berapa jumlah suara yang didapat setiappartai politik yang ikut pemilihan umum. Jika sistem ini dipakai,maka dalam bentuk aslinya tidak perlu lagi membagikan korpspemilih atas jumlah daerah pemilihan. Korps pemilih boleh dibagiatas sejumlah daerah pemilihan dengan ketentuan bahwa tiap-tiap daerah pemilihan (dapil) disediakan beberapa kursi sesuaidengan jumlah penduduknya.

Meskipun jumlah kursi untuk suatu pemilihan ditentukansesuai dengan jumlah penduduk yang boleh mengikuti pemilih-an, dan ditentukan pula bahwa setiap kursi membutuhkan suara

15 Ismail Suny, Op. Cit. Lihat juga Corry, Democratic Governmentand Politics, op. cit., hal. 237 dst; James Hogan, Election andRepresentation, (Cork University Press, 1945), hal. 10 dst. 122 dst.

Page 21: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

20 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

dalam jumlah tertentu, namun apabila ternyata tidak semuapenduduk memberikan suara atau ada sebagian yang tidak sah,maka persentase untuk satu kursi juga menjadi berubah. Olehkarena itu, sistem proporsional ini dikenal agak rumit caraperhitungannya. Bahkan, sistem proporsional ini dapatdilaksanakan dengan ratusan variasi yang berbeda-beda. Namun,secara garis besar, ada dua metode utama yang biasa dikenalsebagai variasi, yaitu metode single transferable vote dengan haresystem, dan metode list-system.

Pada metode pertama, Single Transferable Vote denganHare System, pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihanpertama, kedua, dan seterusnya dari daerah pemilihan yangbersangkutan. Jumlah perimbangan suara yang diperlukan untukpemilih ditentukan, dan segera jumlah keutamaan pertamadipenuhi, dan apabila ada sisa suara, maka kelebihan suara itudapat dipindahkan kepada calon pada urutan berikutnya, dandemikian seterusnya. Dengan kemungkinan penggabungan suaraitu, maka partai politik yang kecil dimungkinkan mendapat kursidi lembaga perwakilan rakyat, meskipun semula tidak mencapaijumlah imbangan suara yang ditentukan. Konsekuensi dari sistemini adalah bahwa penghitungan suara agak berbelit-belit danmembutuhkan kecermatan yang seksama. Sedangkan padametode list system, para pemilih diminta memilih diantara daftar-daftar calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama wakilrakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum.

Partai politik yang kecil-kecil biasanya sangat menyukaisistim pemilihan proporsionil, karena dimungkinkan adanyapenggabungan suara. Jika partai politik A, berdasarkan jumlahim-bangan suara hanya akan mempunyai satu orang wakil yangduduk di lembaga perwakilan, tetapi karena metode perhitunganberdasarkan hare system, dapat saja memperoleh 2 (dua) kursilebih banyak. Sebaliknya, sistim proporsional ini kurangdisenangi oleh partai politik yang besar, karena perolehannyadapat terancam oleh partai-partai yang kecil.

Namun, terlepas dari perbedaan antara metode singletransferable vote dengan hare system dan list system, yang jelassistem pemilihan perwakilan berimbang atau perwakilanproporsional ini. Diakui mempunyai banyak kelebihandibandingkan dengan sistim distrik. Misalnya, tidak adanya

Page 22: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

21Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

suara pemilih yang hilang dan diabaikan dalam mekanismepenentuan wakil rakyat yang akan terpilih. Akibat dari haresystem, maka memang tidak ada suara yang hilang, sehinggaoleh karenanya sistem ini sering dikatakan lebih demo-kratis,dan mengakibatkan lembaga perwakilan rakyat cenderungbersifat lebih nasional daripada kedaerahan. Namun, sistem inibanyak juga kelemahannya, misalnya cara perhitungannyaagak rumit, dan cenderung mengutamakan peranan partaipolitik daripada para wakil rakyat secara langsung.

Pendek kata, setiap sistem selalu mengandung kelebihandan kelemahannya sendiri-sendiri. Tidak ada yang sempurna didunia ini. Bahkan, negara-negara yang tadinya menganut sistemdistrik cenderung berusaha untuk mengadopsi sistem propor-sional, tetapi negara-negara yang biasa dengan sistem propor-sional dan banyak mengalami sendiri kekurangan-kekurangan-nya, cenderung berusaha untuk menerapkan sistem distrik yangdianggapnya lebih baik. Semua pilihan itu tergantung tingkatkebutuhan riel yang dihadapi setiap masyarakat yang inginmemperkembangkan tradisi dan sistem demokrasi yangditerapkan di masing-masing negara.

Lembaga Penyelenggara PemiluSiapakah yang seharusnya menjadi penyelenggara pemilihan

umum? Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menentukan bahwa“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Dalam Pasal 22Eayat (5) ditentukan pula bahwa “Pemilihan umum diselenggara-kan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,tetap, dan mandiri”. Oleh sebab itu, menurut UUD 1945 penye-lenggara pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yang bersifat(i) nasional, (ii) tetap, dan (iii) mandiri atau independen.

Mengapa harus independen? Jawabnya jelas, karenapenyelenggara pemilu itu harus bersifat netral dan tidak bolehmemihak. Komisi pemilihan umum itu tidak boleh dikendalikanoleh partai politik ataupun oleh pejabat negara yang mencermin-kan kepentingan partai politik atau peserta atau calon pesertapemilihan umum. Peserta pemilu itu sendiri dapat terdiri atas (i)partai politik, beserta para anggotanya yang dapat menjadi calondalam rangka pemilihan umum, (ii) calon atau anggota Dewan

Page 23: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

22 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

Perwakilan Rakyat, (iii) calon atau anggota Dewan PerwakilanDaerah, (iv) calon atau anggota DPRD, (v) calon atau Presidenatau Wakil Presiden, (vi) calon atau Gubernur atau WakilGubernur, (vii) calon atau Bupati atau Wakil Bupati, (viii) calonatau Walikota atau Wakil Walikota. Kedelapan pihak yangterdaftar di atas mempunyai kepentingan langsung atau tidaklangsung dengan keputusan-keputusan yang akan diambil olehKomisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu, sehinggaoleh karenanya KPU harus terbebas dari kemungkinan pengaruhmereka itu.

Di Inggris, komisi semacam ini dinamakan The ElectoralCommission dengan jumlah anggota antara 5 (lima) sampaidengan 9 (sembilan) orang Commissioner yang ditetapkan olehRatu atas usul House of Commons untuk masa jabatan 10 (sepuluh)tahun.16 Mereka dapat diberhentikan dari jabatannya oleh Ratujuga atas usul House of Commons. Komisi ini diberi tanggung jawabsebagai penyelenggara semua kegiatan pemilihan umum danreferendum yang diselenggarakan di Inggris, baik yang bersifatlokal, regional, maupun yang bersifat nasional. Demikian pula,pembagian kursi ataupun redistribusi kursi pemilihan legislatif,pendaftaran partai politik, pengaturan mengenai pendapatan danpengeluaran partai, kegiatan kampanye dan iklan partai politik dimedia massa dan media elektronika lainnya, semuanya menjaditanggung jawab dari Electoral Commission.

Pengadilan Sengketa Hasil PemiluHasil pemilihan umum berupa penetapan final hasil

penghitungan suara yang diikuti oleh pembagian kursi yangdiperebutkan, yang diumumkan secara resmi oleh lembagapenyelenggara pemilihan umum seringkali tidak memuaskanpeserta pemilihan umum, yang tidak berhasil tampil sebagaipemenang. Kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat dalamhasil perhitungan itu antara peserta pemilihan umum danpenyelenggara pemilihan umum, baik karena kesengajaanmaupun karena kelalaian, baik karena kesalahan teknis ataukelemahan yang bersifat administratif dalam perhitungan

16 Michael T. Milan, Constitutional Law: The Machinery of Government,4th edition, (London: Old Bailey Press, 2003), hal. 115-116.

Page 24: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

23Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

ataupun disebabkan oleh faktor human error. Jika perbedaanpendapat yang demikian itu menyebabkan terjadinya kerugianbagi peserta pemilihan umum, maka peserta pemilihan yangdirugikan itu dapat menempuh upaya hukum denganmengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihanumum ke Mahkamah Konstitusi.17

Jenis perselisihan atau sengketa mengenai hasil pemilihanumum ini tentu harus dibedakan dari sengketa yang timbul dalamkegiatan kampanye, ataupun teknis pelaksanaan pemungutansuara. Jenis perselisihan hasil pemilihan umum ini juga haruspula dibedakan dari perkara-perkara pidana yang terkait dengansubjek-subjek hukum dalam penyelenggaraan pemilihan umum.Siapa saja yang terbukti bersalah melanggar hukum pidana,diancam dengan pidana dan harus dipertanggungjawabkansecara pidana pula menurut ketentuan yang berlaku di bidangperadilan pidana. Misalnya, A mencuri surat suara, maka hal itutergolong pelanggaran hukum pidana yang diadili menurutprosedur pidana. Sedangkan B melanggar jadwal kampanye yangmenjadi hak calon lain, maka pelanggaran semacam ini harusdiselesaikan secara administratif oleh lembaga penyelenggarapemilihan umum yang bertanggung jawab di bidang itu.

Demikian pula jika C mengajukan permohonan perkaraperselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Namun didalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, C berkolusi denganpejabat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) denganmemalsukan bukti-bukti di persidangan yang tidak dapat dibantaholeh pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dalam per-sidangan. Di kemudian hari, terbukti bahwa data-data yangdiajukan oleh KPU Daerah itu palsu, maka hal tersebut sepenuh-nya merupakan perkara pidana pemalsuan yang merugikan semuapihak dan harus dipertanggungjawabkan secara pidana. Akan

17 Berdasarkan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 072-073/PUU-II/2004, Pilkada langsung tidak termasuk dalamkategori pemilihan umum sebagaimana dimaksudkan Pasal 22E UUD1945. Sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah danwakil kepala daerah diputuskan oleh Mahkamah Agung, sebagaimanadiatur dalam Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2004. Lihat dan pelajari secaracermat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 072-073/PUU-II/2004bertanggal 21 Maret 2005.

Page 25: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

24 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

tetapi, sepanjang menyangkut hasil pemilihan umum yang sudahdiputus final dan mengikat oleh Mahkamah Konstitusi dalampersidangan yang terbuka untuk umum, persoalan tindak pidanadimaksud tidak lagi ada kaitannya dengan hasil pemilihan umum.Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, semua pihak,termasuk apalagi kepada pihak KPU selaku lembaga penyeleng-gara pemilu dan pihak-pihak yang kepentingannya terkaitlainnya, sudah diberi kesempatan yang cukup dan leluasa untukmembantah atau menolak bukti-bukti yang diajukan oleh pihakpemohon perkara, tetapi karena ternyata bukti-bukti dimaksudtidak terbantahkan, maka perkara perselisihan hasil pemilu itusudah diputus final dan mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.18

Biasanya, hal-hal yang berkenaan dengan kualitas buktiyang dianggap tidak benar itu justru datang belakangan oleh pihakpenyelenggara pemilihan umum. Akan tetapi, roda penyeleng-garaan negara dan pemerintahan tidak boleh digantungkankepada kealpaan atau kelalaian penyelenggara pemilu sebagaisatu kesatuan institusi penyelenggara pemilihan umum di seluruhIndonesia. KPU adalah satu institusi. Perkara perselisihan hasilpemilu adalah perkara formal yang membutuhkan teknik-teknikpembuktian yang juga bersifat formal dan dengan jadwal yangpasti. Kepastian hukum sangat diutamakan dalam hal ini. Sikapmengutamakan keadilan bagi satu orang tidak mungkin dibenar-kan, apabila hal itu justru akan menimbulkan ketidakpastianhukum (rechtszekerheid). Sebab, dalam jenis perkara perselisihanhasil pemilihan umum, tanpa adanya kepastian hukum(rechtszekerheid) yang tegas, niscaya dapat timbul ketidakadilandalam seluruh mekanisme penyelenggaraan negara dan karenaitu dapat menimbulkan ketidakadilan bagi semua warga negara.

Tentu tidak semua negara memiliki Mahkamah Konstitusiataupun mekanisme penyelesaian perselisihan hasil pemilihanumum melalui Mahkamah Konstitusi. Di negara-negara yangtidak memiliki lembaga seperti ini, biasanya perkara-perkarapemilu itu langsung ditangani oleh Mahkamah Agung. Di Amerika

18 Mengenai prosedur dan tata cara beracara di Mahkamah Konstitusimengenai perselisihan hasil pemilu lihat Peraturan Mahkamah KonstitusiNomor 04/PMK/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Beracara DalamPerselisihan Hasil Pemilihan Umum bertanggal 4 Maret 2004.

Page 26: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

25Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

Serikat, perkara seperti ini juga ditangani oleh Mahkamah Agungnegara bagian, dan baru setelah itu ditangani oleh MahkamahAgung Federal. Tetapi, di Brazil, peradilan pemilu ini dilembaga-kan secara tersendiri, yaitu untuk menangani semua aspekperkara hukum yang terkait dengan pemilihan umum.

Dengan ada mekanisme peradilan terhadap sengketa hasilpemilihan umum ini, maka setiap perbedaan pendapat mengenaihasil pemilihan umum tidak boleh dikembangkan menjadisumber konflik politik atau bahkan menjadi konflik sosial yangdiselesaikan di jalanan. Penyelesaian perbedaan mengenai hasilperhitungan suara pemilihan umum menyangkut pertarungankepentingan politik antarkelompok warga negara sudahseharusnya diselesaikan melalui jalan hukum dan konstitusi.Dengan kewenangannya untuk mengadili dan menyelesaikanperkara perselisihan hasil pemilu ini, dapat dikatakan bahwaMahkamah Konstitusi diberi tanggung jawab untuk menyedia-kan jalan konstitusi bagi para pihak yang bersengketa, yaituantara pihak penyelenggara pemilihan umum dan pihak pesertapemilihan umum.

Partai Politik, Wakil Rakyat, Pemilih, dan LembagaPerwakilan

Wakil rakyat, adalah orang yang dipilih oleh rakyat melaluipemilihan umum untuk bertindak mewakili aspirasi dankepentingan rakyat. Wakil rakyat dalam hal ini lazimnya adalahanggota lembaga perwakilan atau parlemen yang membuatundang-undang dan kebijakan serta mengawasi pelaksanaan-nya. Untuk dapat menjadi calon wakil rakyat dengan mengikutipemilihan umum, sangat bergantung kepada aturan pemilihanumum yang dianut. Terdapat negara yang menganut sistembahwa untuk menjadi wakil rakyat melalui pemilihan umumharus menjadi anggota partai politik dan melalui pencalonan yangdilakukan oleh partai politik dan tidak membuka peluang adanyacalon perseorangan. Namun di sisi lain terdapat pula sistem yangmemberikan ruang kepada calon perorangan untuk mengikutipemilihan umum.

Jika seorang wakil rakyat dalam pencalonanya adalahmelalui partai politik dan harus menjadi partai politik tersebut,maka hubungan hukum pertama kali yang dimiliki oleh wakil

Page 27: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

26 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

rakyat adalah dengan partai yang bersangkutan. Selanjutnyadengan terpilihnya dia sebagai wakil rakyat, berarti rakyat telahmemberikan amanat kepadanya untuk memperjuangkan aspirasimenjadi kebijakan publik. Pada saat pelaksanaan pemilihanumum, yang menentukan jadi tidaknya seseorang sebagai wakilrakyat adalah bergantung kepada pilihan rakyat. Hal ini menimbul-kan hubungan hukum antara wakil rakyat dan rakyat pemilihnya(konstituen). Bahwa terdapat kemungkinan bahwa pilihan rakyatlebih bergantung pada partai politiknya dari pada pribadi calon wakilrakyat, tidak menghilangkan hubungan tersebut.

Dalam konteks Indonesia, seorang calon anggota DPRyang direkrut satu partai politik sebagai peserta pemilu untukmenjadi anggota DPR, setelah dipilih oleh rakyat pemilih danmengucapkan sumpah jabatan sebagai anggota DPR, memilikihubungan hukum, bukan hanya dengan partai politik yangmerekrut dan mencalonkannya dalam pemilihan umum, tetapipilihan rakyat pemilih yang kemudian dikukuhkan denganpengangkatan dan pengambilan sumpah sebagai anggota DPR,telah melahirkan hubungan hukum baru di samping yang telahada antara partai politik yang mencalonkan dan calon terpilihtadi. Hubungan hukum yang baru tersebut, timbul di antaraanggota DPR, dengan rakyat pemilih dan anggota DPR dengan(lembaga) negara DPR. Hubungan hukum yang demikianmelahirkan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh konstitusidan hukum, dalam rangka memberi jaminan bagi yangbersangkutan untuk menjalankan peran yang dipercayakanpadanya, baik oleh partai maupun oleh rakyat pemilih.

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, Jimly, 2005. Kemerdekaan Berserikat, PembubaranPartai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: KonstitusiPress.

____________, 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMK RI.

____________, 2006. Perkembangan dan Konsolidasi LembagaNegara Pasca Reformasi, Jakarta: Sekretariat Jenderal danKepaniteraan MKRI.

Page 28: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

27Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hakim Konstitusi

____________, 2003. Struktur Ketatanegaraan Indonesia SetelahPerubahan Keempat UUD Tahun 1945. Makalah disampaikandalam simposium yang diselenggarakan oleh Badan PembinaanHukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM.

Budiardjo, Miriam, 1992. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Clark, Alistair, 2003. Parties And Political Linkage: Towards aComprehensive Framework for Analysis, Paper prepared forPSA Annual Conference, University of Leicester, 15th – 17thApril 2003.

Corry, J. A., 1960. Democratic Government and Poli-tics. Toronto:University of Toronto Press.

Hogan, James, 1945. Election and Representation, Cork UniversityPress.

Kelsen, Hans, 1961. General Theory of Law and State, New York:Russell & Russell.

Kranenburg, R, dan Tk. B. Sabaroedin, 1989. Ilmu Negara Umum,Cetakan Kesebelas, Jakarta: Pradnya Paramita.

Leca, J. and M. Grawitz (eds.), 1985. Traite de Science Politique, iii,Paris: PUF.

MacIver, RM, 1955. The Modern State, First Edition, London: OxfordUniversity Press.

Meny, Yves and Andrew Knapp, 1968. Government and Politics inWestern Europe: Britain, France, Italy, Germany, ThirdEdition, Oxford University Press.

Milan, Michael T, 2003. Constitutional Law: The Machinery ofGovernment, 4th edition, London: Old Bailey Press.

Oliver, Dawn, 2003. Constitutional Reform in the UK, London: OxfordUniversity Press, hal. 35.

Schattschneider, E.E, 1975. The Semisovereign People: A realist’sview of democracy in America, Illionis: The Dryden PressHinsdale.

Soemantri, Sri, 1968. Sistim Dua Partai, Jakarta: Bina Tjipta.Soemodiredjo, Soegondo, 1952. Sistim Pemilihan Umum, Jakarta:

Nasional.Wolhoff, G.J., 1955. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik

Indonesia, Jakarta: Timun Mas N.V.

Page 29: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

28 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

ABSTRAKPUTUSAN NOMOR 008/PUU-IV/2006PENGUJIAN UU NO. 22 TAHUN 2003

TENTANG SUSDUK DAN UU NO. 31 TAHUN 2002TENTANG PARTAI POLITIK

Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006 ini merupakan putusantentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003tentang Susunan dan Kedudukan Majelis PermusyawaratanRakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan Undang-UndangNomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang dibacakanpada sidang terbuka Mahkamah Konstitusi pada 21 September2006. Perkara yang diajukan oleh Djoko Edhi SoetjiptoAbdurahman –anggota DPR dari Partai Amanat Nasional yangdiberhentikan oleh partainya— mengajukan permohonanpengujian terhadap Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk danPasal 12 huruf b UU Parpol. Amar putusannya adalahmenyatakan permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya.

Dalam putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakanbahwa telah nyata tidak terdapat alasan untuk menyatakanketentuan Pasal 12 huruf b UU Parpol bertentangan denganPasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas jaminankepastian hukum. Justru adanya ketentuan Pasal 12 huruf binilah yang memberikan kepastian hukum bagi berhentiantarwaktunya seseorang dari keanggotaan DPR karenadiusulkan oleh partainya, sebagaimana diatur dalam Pasal 85ayat (1) huruf c UU Susduk. Juga tidak ada alasan hukum untukmenyatakan Pasal 12 huruf b UU Parpol bertentangan denganPasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang sama sekali tidakmengandung muatan hak konstitusional.

Sekaligus, tidak pula ada alasan hukum untuk mengujikonstitusionalitas Pasal 12 huruf b UU Parpol dengan Pasal 28D

Pengantar Redaksi:Untuk memudahkan pembaca memahami opini dalam

rubrik Analisis Putusan, bersama ini kami turunkan abstrakputusan yang dianalisis.

Page 30: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

29Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

ayat (2) UUD 1945, yang mengatur tentang hak-hak ekonomi(economic rights) sementara yang menjadi masalah (legal issue)dari permohonan a quo adalah masalah (legal issue) yang beradadi wilayah hak-hak sipil dan politik (civil and political rights).Sebagaimana telah dikemukakan dalam pertimbangan di atas,bahwa pembuktian inkonstitusionalitas Pasal 12 UU Parpolmerupakan syarat bagi inkonstitusionalitas Pasal 85 ayat (1)huruf c UU Susduk, maka dengan tidak terbukti adanyainkonstitusionalitas ketentuan Pasal 12 huruf b UU Parpol secaramutatis mutandis menggugurkan dalil Pemohon tentanginkonstitusionalnya Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk.

Menurut Mahkamah Konstitusi alasan berhenti antar-waktunya seseorang dari keanggotaan DPR karena diusulkan olehpartainya, sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (1) huruf cUU Susduk adalah konsekuensi dari pengakuan akan hak partaiuntuk mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanyamaupun hak untuk memberhentikan anggotanya di lembagaperwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf f dan g junctoPasal 12 UU Parpol. Sedangkan dimilikinya hak-hak yangdemikian oleh partai politik adalah sebagai konsekuensi dariketentuan UUD 1945 yang memang memberikan peran signifikankepada partai politik dalam sistem ketatanegaraan berdasarkanUUD 1945, khususnya Pasal 22E ayat (3).

Page 31: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

30 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

“RECALL”: ANTARA HAK PARTAIPOLITIK DAN HAK BERPOLITIK

ANGGOTA PARPOL

Oleh DR. M. HADI SHUBHAN, S.H., M.H.

Dosen Fakultas HukumUniversitas Airlangga, Surabaya

PENDAHULUANPasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, eksistensi

dan peranan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakinmenguat dibandingkan dengan pengaturan sebelum PerubahanUUD 1945 tersebut. Sedangkan puncak dari penguatankelembagaan DPR adalah pada era pasca Pemilu 1999. Sebagaibukti penguatan kelembagaan DPR saat itu adalah DPR sebagaiaktor penurunan Gus Dur dari kursi kepresidenan danmenggantikannya dengan Megawati Soekarno Putri sebagaiPresiden. Kelembagaan DPR saat itu dikatakan sebagai lembagasuperbody.

Penguatan kelembagaan DPR tersebut turut mendongkrakpula penguatan partai politik (parpol). Hal ini karena partaipolitik merupakan lembaga artikulasi kepentingan dan aspirasirakyat dan sebagai konsekuensi dari suatu sistem perwakilandan demokrasi. Maurice Duverger mengatakan bahwa pada

Page 32: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

31Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

umumnya perkembangan partai politik berjalan linier denganperkembangan demokrasi, dalam hal perluasan hak pilih rakyatdan perluasan hak-hak parlemen.1 Penguatan kelembagaan partaipolitik ini mengakibatkan posisi tawar kuat dari partai politikterhadap lembaga eksekutif maupun stakeholders partai politikitu sendiri termasuk anggota partai politik —yang sekaligus jugaanggota DPR— merupakan representasi dari partai politiktersebut.

Pada umumnya partai politik merupakan peserta dalamsuatu pemilihan umum yang memilih anggota DPR. Proposisiini secara tegas dinyatakan dalam Perubahan UUD 1945. Pasal22E ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Peserta pemilihanumum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dananggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.Hal ini menunjukkan bahwa penempatan seorang anggota DPRadalah merupakan pemberian mandat dari sebuah partai politik.

Konstruksi hukum antara partai politik, DPR, dan anggotaDPR yang seperti itu menimbulkan persoalan lebih lanjut, yakniapakah keanggotaan seseorang sebagai anggota DPR merupakankewenangan mutlak dari partai politik yang notabene sebagaipeserta pemilu ataukah masing-masing anggota DPR memlikikemandirian yang terlepas dari partai politiknya?. Dan apakahseorang anggota DPR dapat ditarik kembali (recall) oleh partaipolitik yang telah meng-endorse-nya sebagai anggota parlemen?

Persoalan inilah yang kemudian dijadikan materi dalampermohonan pengujian Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nomor 22Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Per-musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-wakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; danPasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politikterhadap UUD 1945, yang diajukan oleh (mantan) anggota DPRyang bernama Djoko Edhi Soetjipto Abdurahman ke MahkamahKonstitusi RI.

1 Maurice Duverger, “Political Parties: Their Organization andActivity in Modern State“, dalam buku Ichlasul Amal, Teori-TeoriMutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana Yogya,

Page 33: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

32 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Duduk Perkara dan Putusan MK

Duduk PerkaraRecall atau yang oleh UU Partai Politik disebut sebagai

pergantian antarwaktu oleh partai politik sebelum masajabatannya habis diajukan pengujian ke Mahkamah Konstitusioleh salah satu anggota DPR, yakni Djoko Edhi SoetjiptoAbdurahman. Djoko Edhie mengajukan uji materi khususnyaterhadap ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nomor 22 Tahun2003 tentang Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun2002 tentang Parpol yang diundangkan pada tanggal 31 Juli2003.

Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk menyatakan bahwa,“Anggota DPR berhenti antarwaktu karena: c. diusulkan olehpartai politik yang bersangkutan.” Sedangkan Pasal 12 huruf bUU Parpol menyatakan bahwa, “Anggota partai politik yangmenjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhenti-kan keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat apabila:b. diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang ber-sangkutan karena melanggar anggaran dasar dan anggaranrumah tangga.”

Adapun beberapa argumentasi dari pemohon untukmengajukan uji kedua pasal tersebut terhadap UUD 1945 antaralain:1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 85 ayat (2) huruf b UU

Nomor 22 Tahun 2003 dan Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun2002 tentang Partai Politik, anggota DPR yang tidakmemenuhi syarat-syarat sebagai calon anggota DPRsebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentangPemilihan Umum (termasuk Pasal 62) diberhentikansebelum masa jabatannya selesai (penggantian antarwaktu),yang kewenangan memberhentikannya merupakan otoritasBadan Kehormatan DPR sebagaimana ketentuan Pasal 85ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR,DPR, DPD dan DPRD, dan bukan kewenangan Partai Politik.

2. Demikian juga Pasal 12 butir c UU Nomor 31 Tahun 2002tentang Partai Politik yang menyebutkan dapat diberhenti-kannya anggota partai politik yang menjadi anggota lembagaperwakilan rakyat apabila melakukan pelanggaran per-

Page 34: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

33Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

aturan perundang-undangan telah diakomodir oleh Pasal 85ayat (2) huruf d dan huruf e UU Nomor 22 Tahun 2003 yangkewenangan pemberhentiannya merupakan kewenanganpemimpin DPR sebagaimana ketentuan Pasal 85 ayat (3) UUNomor 22 Tahun 2003, dan bukan kewenangan Partai Politik

3. Bahwa berdasarkan argumen-argumen di atas telah jelas dantegas bahwa ketentuan yang menyatakan “Anggota DPRberhenti antarwaktu karena:c. diusulkan oleh partai politikyang bersangkutan” pada Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nomor22 Tahun 2003 tentang Susduk dan Pasal 12 huruf b UUNomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik adalahmerupakan kriteria pemberhentian yang tidak terukur yaitumemberikan hak subjektif kepada partai politik dan penguruspartai yang dapat melahirkan kesewenang-wenangan partaipolitik terhadap anggotanya yang menjadi anggota DPR tetapitidak sejalan atau berbeda pendapat dalam menyampaikanatau menyuarakan aspirasi konstituen atau rakyat pemilih,bahkan dapat terjadi karena adanya perasaan suka dan tidaksuka dari Pengurus Partai Politik terhadap anggotanya yangmenjadi anggota DPR karena berlaku/bersuara vokal dan/atau mencoba membeberkan hal-hal buruk yang menyentuhpribadi Pengurus Partai Politik yang bersangkutan;

4. Bahwa ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nomor 22Tahun 2003 dan Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 2002tentang Partai Politik ini lebih jauh akan berwujud menjadisuatu tindakan yang melawan asas demokrasi, membatasihak-hak anggota DPR dalam memberikan pertanggung-jawaban moral dan politik kepada konstituen dan mengebirihak politiknya dalam menjalankan tugas yang diemban darikonstituennya, serta melawan asas kepastian hukumkarenanya ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 22Eayat (1) dan (2), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1)dan (2) UUD 1945.

Sedangkan atas argumentasi pemohon tersebut, pemerintahberpendapat sebaliknya, yakni:1. Bahwa keberadaan partai politik di Indonesia harus

berlandaskan ketentuan UU Nomor 31 Tahun 2002 tentangPartai Politik, dari mulai syarat-syarat pendirian, hak dan

Page 35: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

34 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

kewajiban sampai keanggotaan dan kedaulatan anggotapartai politik. Dengan demikian seorang warga negara yangmemilih dan bergabung (apalagi menjadi pengurus) dalampartai politik tertentu maka dengan sendirinya secara sukarelamenundukkan diri, terikat dan menyetujui anggaran dasardan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai politik yangbersangkutan (vide Pasal 10 dan Pasal 11 UU Nomor 31Tahun 2002 tentang Partai Politik);

2. Bahwa setiap anggota DPR walaupun dipilih secara langsungoleh pemilihnya (konstituen) di daerah pemilihnya tetapipencalonannya diusulkan oleh partai politik tertentu dansudah barang tentu calon legislatif (caleg) tersebut menjadianggota partai politik, dengan kata lain “tanpa partai politikmustahil seseorang dapat menjadi anggota DPR”, selain itusetiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat tergabung dalam“Fraksi” yang merupakan representasi dari eksistensi partaipolitik di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat;

3. Bahwa dalam rangka menegakkan otoritas dan integritaspartai politik, maka partai politik dapat mengusulkan kepadapimpinan DPR untuk memberhentikan (recall) anggotapartai politik yang menjadi anggota DPR, karena dianggapmelanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga(AD/ART) partai politik (Pasal 12 huruf b UU Nomor 31Tahun 2002 juncto Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nomor 22Tahun 2003);

4. Bahwa usul pemberhentian anggota partai politik yangmenjadi anggota DPR tidak dilakukan secara sewenang-wenang, karena sebelum usul pemberhentian sebagaianggota DPR oleh partai politik yang bersangkutan maupunproses pemberhentian oleh pimpinan DPR, maka yangbersangkutan diberikan hak untuk melakukan pembelaandiri, hal ini dimaksudkan untuk mencegah tirani dan

... dalam rangka menegakkan otoritas dan integritaspartai politik, maka partai politik dapat mengusulkan

kepada pimpinan DPR untuk memberhentikan(recall) anggota ...

Page 36: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

35Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

kesewenang-wenangan partai politik dalam me-recallanggotanya dari keanggotaan DPR. Lembaga recall jugatidak dimaksudkan untuk dominasi partai politik yang tanpabatas (tirani partai politik), tetapi harus diletakkan padakerangka proporsionalitas dan obyektifitas menurutketentuan perundang-undangan yang berlaku. Lembagarecall bertujuan untuk melakukan pengawasan (control)terhadap anggota partai politik yang menjadi anggota DPR,yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkankinerja, akuntabilitas dan integritas anggota DPRitu sendiri.

Adapun dari pihak DPR memberikan keterangan yanghampir sama dengan keterangan yang disampaikan olehpemerintah. Pihak DPR melalui kuasanya, yakni NursyahbaniKantjasungkana memberikan keterangan khususnya berkaitandengan sejarah dan suasana kebatinan waktu terbentuknyanorma Pasal 12 huruf b tersebut. Dijelaskan oleh Nursyahbanibahwa pada saat pembahasan situasi para anggota DPR diliputikegelisahan, karena ada kasus seorang anggota Parpoldiberhentikan, akan tetapi tidak bisa di recall waktu itu,sementara tuntutan masyarakat untuk mempunyai anggotaMPR, DPR, DPD dan DPRD yang akuntabel terhadap rakyat.Anggota DPR yang dianggap kurang berkomitmen ataumelanggar konstitusi, anggaran dasar dan anggaran rumahtangga dari masing-masing anggota Parpol dan harus melaluiproses pemeriksaan dan verifikasi tentang dugaan pelanggaranatau kewajiban yang dibebankan anggota partai tersebut, secaraumum partai-partai memiliki Badan Kehormatan. Inimenunjukkan bahwa penghentian sebagai anggota Parpol yangmenyebabkan recall sebagaimana diatur oleh undang-undangatau pergantian waktu, itu tidak bisa dilakukan sewenang-wenang dan tentunya harus memalui koridor undang-undang.DPR berpendapat Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal12 huruf b UU Parpol tidak bertentangan dengan Pasal 22E ayat(1) dan (2) dan Pasal 28 UUD 1945.

Sementara dalam persidangan MK tersebut menghadirkanbeberapa ahli yang pendapatnya juga tidak sama satu deganyang lainnya. Ahli yang dimintai keterangannya adalah HarunAl Rasyid, Denny Indrayana, Arbi Sanit, dan Mahfud MD. Tiga

Page 37: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

36 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Ahli, yakni Harun Al Rasyid, Denny Indrayana, dan Arbi Sanitberpendapat bahwa recall merupakan ketentuan yangbertentangan dengan konstitusi dan karenanya harusdinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Argumentasi ahli tersebut adalah bahwa recall bertentangandengan hak berpolitik dan hak berekspresi. Dengan adanya recallmaka anggota partai politik bukan mewakili rakyatnya akantetapi mewakili partai politik dan hal itu berarti mengingkarimakna dari kelembagaan DPR yang merupakan kepanjangandari dewan perwakilan rakyat dan bukan dewan perwakilanpartai politik.

Sementara ada ahli yang berpendapat sebaliknya. MahfudMD justru berpendapat bahwa UUD1945, yaitu Pasal 22B itumenyebutkan masalah pemberhentian anggota DPR itu diaturoleh undang-undang. Sementara itu UUD 1945 tidak menyebut-kan jenis-jenis ukuran tentang apa yang menjadi alasan orangdiberhentikan atau tidak, tetapi menyerahkan kepada undang-undang. Karena sifatnya terbuka yaitu menyerahkan kepadaundang-undang, maka MK hanya bisa memutus bertentanganatau tidak dengan perintah UUD. Masalah yang dihadapi olehpemohon bukanlah konflik antara undang-undang denganUUD tetapi konflik AD/ART barangkali terhadap undang-undang, dan menurut ahli tidak ada hak-hak konstitusionalyang secara langsung.

Putusan Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 008/

PUU-IV/2006 yang dibacakan pada tanggal 21 September 2006memutuskan untuk menolak seluruh permohonan pemohon.Adapun pertimbangan hukum dari mejelis hakim adalah bahwadengan dinyatakan pemilihan umum dilaksanakan lima tahunsekali tidak berarti bahwa dalam masa lima tahun tersebut tidakdimungkinkan adanya penggantian sama sekali baik terhadapanggota DPR, DPD, DPRD, maupun presiden dan wakil presidenyang dipilih dalam pemilihan umum. Meskipun presiden danwakil presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun namunUUD 1945 juga menetapkan syarat-syarat dan tata cara yangmembuka kemungkinan bahwa seorang presiden dan/atauwakil presiden dapat berhenti sebelum masa jabatannya

Page 38: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

37Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 7B, dan Pasal 7C UUD1945. Dalam Pasal 22B UUD 1945 dinyatakan bahwa anggotaDPR dapat diberhentikan dari jabatannya yang syarat-syaratdan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa denganadanya Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk, dan Pasal 12 hurufb UU Parpol tidak menghilangkan hak setiap orang sebagai-mana dijamin oleh Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Hak untukmemperjuangkan secara kolektif untuk membangun masya-rakat, bangsa dan negara tidaklah dimaknai sebagai hak bagisetiap orang untuk menjadi anggota DPR atau terus-menerusmenjadi anggota DPR. DPR adalah lembaga perwakilan rakyatdalam sistem ketatanegaraan yang dibangun oleh UUD 1945.Apabila Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 ditafsirkan sebagai hakuntuk menjadi anggota DPR justru akan mempersempit maknaPasal 28C ayat (2) tersebut, karena hak tersebut menjadi hanyadimiliki oleh sedikit orang, yaitu hanya sejumlah anggota DPRsaja. Pasal 28C ayat (2) dimaksudkan memberikan hak kepadasetiap orang secara bebas bersama-sama dengan orang lain(kolektif) untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara.Dengan demikian dalil pemohon yang menyatakan bahwa Pasal85 ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Parpolbertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 tidakberalasan karena pemohon tidak kehilangan haknya untukmemajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secarakolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranyayang dijamin oleh Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa hak recallpada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan demokrasi tetapijustru dimaksudkan untuk tetap menjaga adanya hubunganantara yang diwakili dengan yang mewakili. Dalam praktekdemokrasi perwakilan dapat terjadi berbagai variasi penggunaanhak recall. Hal tersebut tidaklah berarti menghilangkan maknasistem demokrasi perwakilan. Apabila dalam praktek terjadipenyimpangan penerapan hak recall maka hal demikianbukanlah kesalahan sistem sehingga bukan sistem yang harusdikorbankan melainkan prakteknyalah yang perlu diperbaiki

Pasal 12 huruf b UU Parpol bukanlah ketentuan yangberdiri sendiri. Ketentuan tersebut terkait dengan ketentuan lain

Page 39: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

38 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

dari UU Parpol itu sendiri yaitu ketentuan yang mengaturtentang hak partai politik, sebagaimana diatur dalam Pasal 8UU Parpol yang antara lain, menyatakan bahwa partai politikberhak mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya dilembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (vide Pasal 8 huruf f UU Parpol) dan berhak pulamemberhentikan anggotanya di lembaga perwakilan rakyatsesuai dengan peraturan perundang-undangan (vide Pasal 8huruf g UU Parpol). Lahirnya hak partai politik demikian adalahsebagai konsekuensi dari adanya persyaratan “menyetujuianggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai” bagi setiapwarga negara yang hendak menjadi anggota suatu partai politik[vide Pasal 10 ayat (2) UU Parpol]. Oleh karena itu, tatkalaseorang warga negara telah menjadi anggota suatu partai politik–yang berarti bahwa orang yang bersangkutan telah menerimasyarat “menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tanggapartai” yang bersangkutan sebagaimana dimaksud oleh Pasal10 ayat (2) UU Parpol– maka sebagai konsekuensi selanjutnyaundang-undang kemudian membebankan kewajiban kepadaorang yang bersangkutan untuk mematuhi anggaran dasar dananggaran rumah tangga partai [vide Pasal 11 ayat (3) UUParpol];

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak diambildalam suara bulat, melainkan terdapat dissenting opinion didalamnya bahkan perbandingan suara hakim yang memutusdengan hakim yang melakukan dissenting opinion sangat tipisperbandingannya, yakni 5:4. Dan putusan MahkamahKonstitusi ini merupakan putusan pertama dan satu-satunyasampai saat ini yang merupakan dissenting opinion dari KetuaMahkamah Konstitusi sehingga sangat menarik untuk dianalisislebih lanjut.

Para hakim konstitusi yang melakukan dissenting opinionberpendapat bahwa recall menyebabkan seseorang anggotadewan tidak mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum, serta perlakuan yang adil dalammenjalankan tugas konstitusionalnya selaku anggota DPR,sebagaimana dijamin konstitusi berdasarkan Pasal 28D ayat (1)dan (2) UUD 1945. Pasal 12 huruf b UU Parpol, “diberhentikandari keanggotaan partai politik karena melanggar anggaran

Page 40: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

39Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

dasar dan rumah tangga”, yang dikukuhkan dalam Pasal 85 ayat(1) huruf c UU Susduk, yang menyatakan “anggota berhentiantarwaktu karena diusulkan partai politik yang bersangkutan”,sesungguhnya telah membiarkan hukum yang bersifat privat(privaatrechtelijk) mengeyampingkan hukum publik dalammasalah konstitusional hubungan antara wakil rakyat, rakyatpemilih, dan dengan lembaga negara yang memperolehkewenangannya dari UUD 1945. Meskipun tidaklah menjadimaksud untuk meniadakan peran partai politik dalam hubungan-nya dengan anggota DPR dalam menjalankan tugas konstitusionalbaik fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan menyampaikanaspirasi rakyat pemilihnya, akan tetapi dalam menjalankan perantersebut tidaklah boleh dibiarkan berlangsung tanpa batasan.Batasan yang diindentifikasi dengan menempatkan peran hukumkonstitusi sebagai hukum publik yang turut mengaturnya harusmembuka kemungkinan seluas-luasnya bagi wakil rakyattersebut memenuhi sumpah jabatannya untuk menjalankankewajibannya seadil-adilnya, dengan memegang teguh Pancasiladan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yangberlaku, untuk menegakkan demokrasi demi tujuan nasional dankepentingan bangsa serta NKRI. Peran partai politik sebagaipeserta pemilu anggota DPR dan anggota DPRD sebagaimanaditetapkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, memangmembenarkan dan sah secara konstitusional jika seorang anggotapartai politik tertentu yang menjadi anggota DPR menyatakanmengundurkan diri dari keanggotaan partai politik tertentu yangmengusungnya, untuk juga diusulkan pemberhentiannya dariDPR. Akan tetapi jika alasan yang diajukan partai politik untukmengusulkan penarikan anggotanya dari DPR berupa pelanggar-an AD/ART Partai Politik, tidak dapat dibenarkan sertamertatanpa melalui satu due process of law dalam mekanisme hukumyang dapat memeriksa kelayakan alasan tersebut.

ANALISIS

Pemilihan Umum dan Partai PolitikTiga puluh dua tahun pemerintah Orde Baru ternyata telah

gagal mewujudkan partai yang lahir melalui proses pemilu yangdemokratis dan bisa memilih pejabat-pejabat yang bertanggung-

Page 41: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

40 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

jawab atas kebijakan negara. Rezim ini juga telah mencatatsederetan kegagalan lain, seperti gagal mewujudkan partai yangbebas dari campur tangan penguasa, birokrat dan militer, partai-partai yang mempunyai dukungan luas di masyarakat, sertapartai yang mengandalkan kepemimpinan dari bawah dansecara umum dianggap mampu memimpin negara.2

Di awal Orde Baru ketika Indonesia masih membutuhkanstabilitas untuk menggerakkan pembangunan maka mobilisasi,rekayasa dari atas, pengendalian, stabilisasi masih ditolelirmasyarakat apalagi masyarakat belum begitu paham dengansegala hal yang berbau politik atau bahkan ada yang alergi politikakibat pengalaman traumatik yang memporak-porandakanekonomi. Akan tetapi, dengan matangnya kondisi ekonomi dankian mantapnya tingkat pendidikan, maka masyarakatpun kianpeduli politik untuk menuntut hak-hak asasinya terutama hak-hak politik dan hak-hak ekonomi mereka.

Memasuki era reformasi ini tuntutan, pemberdayaanrakyat berupa pengembangan inisiatif, pemberian otonomisecara lebih luas, pengembangan mekanisme politik buttom-up, perluasan hak-hak politik, maupun pengelolaan pemerintahyang lebih mendasarkan pada pendekatan konsensus akhirnyajuga menguat.

Dalam retorika politik, wajah demokrasi dan hak-hak asasimanusia selalu didengungkan. Dalam kerangka inilah elitpenguasa sering bersikap menyambut baik atau bahkanmendorong penggunaan hak-hak politik rakyat tersebut. Politikrakyat tersebut termanifestasikan melalui pemilihan umum.Akan tetapi, hal itu tetap dilakukannya melalui restriksi-restriksiyang dikendalikan dan ditentukan secara cermat. Biasanyapenguasa selalu berdalih bahwa pelaksanaan demokrasi diIndonesia selalu dihadapkan pada kebutuhan untuk melaksana-

1996), hlm. 2.2 R. William Liddle, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut

... matangnya kondisi ekonomi dan kian mantapnya tingkatpendidikan, maka masyarakatpun kian peduli politik untuk

menuntut hak-hak asasinya ...

Page 42: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

41Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

kan pembangunan dan karenanya memerlukan situasi politikyang stabil. Dengan kata lain, demi stabilitas semua elemendemokrasi dan penegakan hak asasi manusia harus dipasung.

Dalam tataran konsep kepustakaan, diakui secara luasbahwa mekanisme dasar kedaulatan rakyat dalam kehidupanbernegara adalah pemilihan umum (pemilu). Tentu saja pemiluyang dimaksud adalah pemilu yang langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil). Memang tidak ada jaminanbahwa pemilu yang luber-jurdil akan menghasilkan pemerintah-an yang demokratis. Akan tetapi dengan pemilu yang luber jurdilberarti telah menjalankan salah satu misi demokrasi, danpemerintahan yang dihasilkan akan lebih legitime. Logikanyaadalah, bahwa dengan pemilu yang sesuai dengan pilihan rakyatberarti menjalankan demokrasi, sebab sesungguhnya yangberkuasa dalam demokrasi itu adalah rakyat (demos). Olehkarena itu, seringkali ditekankan peran demos yang senyatanyadalam proses politik yang berjalan. Robert Dahl menyatakan,“The demos must have the exclusive opportunity to decide howmatters are to be placed on acceded on the agenda of mattersthat are to be decided by means of the democratic process.”3

Tidak sedikit negara di dunia ini yang menerapkan atausetidak-tidaknya mengklaim diri sebagai negara demokrasi,pemilu merupakan tolok ukur utama dan pertama daridemokrasi. Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilu merupakanrefleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasardemokrasi, di samping perlu adanya kebebasan berpendapat danberserikat yang dianggap cerminan pendapat warga negara.Alasannya pemilu memang dianggap akan melahirkan suaturepresentasi aspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan eratdengan legitimasi bagi pemerintah. Artinya, dengan melaluipemilu (luber dan jurdil) pula maka klaim bahwa jajaran elitpemerintah bekerja untuk dan atas nama kepentingan rakyatmenjadi dapat diakui.

Selain itu, harus diingat pula bahwa pemerintahandemokrasi seharusnya cara dan prosedur pemilu diselenggara-kan atas dasar prinsip universal, yakni, dari, oleh, dan untuk

Kekuasaan Politik, (Jakarta: LP3ES, 1992), hlm. 142-145.3 Robert Dahl, Democracy and Its Critics, (New Haven Connecticut:

Yale University Press, 1989), hlm. 113.

Page 43: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

42 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

rakyat. Oleh karena itu, perlu kesadaran pluralitas aspirasi masapemilu yang tidak dibatasi oleh status ruang dan waktu olehmonoloyalitas partai. Sejumlah kontestan yang ada perlu diberiporsi yang wajar, sejajar dalam mendekati massa pemilih. Porsiini tentu diberikan oleh negara yang memiliki kewenanganstruktural mulai dari tingkat pusat sampai tingkat bawah. Setiapkontestan seyogyanya memiliki peluang sama untuk berkom-petisi secara sehat, baik dalam kampanye, penawaran programmaupun peluang penggunaan media massa. Kesederajatan dankesejajaran, pemilikan peluang dan kesempatan partai untuktumbuh dan berkembang dalam alam demokrasi harusdiwujudkan.

Pemilihan umum secara secara sederhana biasa dianggapsebagai metoda untuk menerjemahkan pilihan warga ke dalamkursi badan perwakilan sebagai wujud pentransferan kedaulatanrakyat kepada wakilnya.4 Sebagai perwujudan demokrasi dan/atau kedaulatan rakyat pemilu merupakan transmission belt ofpower (pengalihan kekuasaan) dari rakyat kepada kekuasaannegara. Pemilu dianggap akan melahirkan suatu representasiaspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan erat dengan legiti-masi bagi pemerintah. Apapun alasannya hanya pemerintahyang representatif yang dianggap memiliki legitimasi dari rakyatuntuk memimpin dan mengatur pemerintahan. Dengan melaluipemilu pula, maka klaim bahwa jajaran elite pemerintah bekerjauntuk dan atas nama kepentingan rakyat menjadi dapat diakui.

Dalam konteks kepustakaan, pemilihan umum merupakansalah satu pilar dari demokrasi hampir tidak dapat dibantah. G.Brigham Powel, mensyaratkan sejumlah kriteria untuk melihatapakah demokrasi betul-betul terwujud dalam suatu negara.Kriteria tersebut sebagai berikut.1. The legitimacy of government rests on a claim to represent

the desires of its citizens. That is the claim of the governmentto obedience to its laws is based on the government’s assertionto be doing what they want it to do;

2. the organized arrangement that regulates this bargain oflegitimacy is the competitive political election. Leaders are

4 Dhororuddin Mashah, Korupsi Politik, Pemilu dan Legitimasi

Page 44: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

43Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

elected at regular intervals, and voters can choose amongalternative candidates. In practice at least two political partiesthat have a change of winning are needed to make suchchoices meaningful;

3. most adults can participate in the electoral process, both asvoters and as candidates for important political office;

4. citizens votes are secret and not coerced;5. citizens and leaders enjoy basic freedom of speech, press,

assembly, and organization. Both established parties and newones work to gain members and voters.”5

Untuk menghasilkan sistem pemilu yang ideal memangmemerlukan beberapa parameter standar. Affan Gafarmengajukan 5 (lima) parameter untuk sebuah pemilihan umumyang ideal.6 Pertama, pemilihan umum yang akan datangharuslah diselenggarakan dengan cara yang demokratis sehinggamemberikan peluang bagi semua partai dan calon legislatif yangterlibat untuk berkompetisi secara fair dan jujur. Rekayasa danmanipulasi yang sangat mewarnai penyelenggaraan pemilu masalampau jangan sampai terulang lagi. Kedua, pemilihan umumharuslah menciptakan MPR/DPR, DPRD Tingkat I dan DPRDTingkat II yang lebih baik, lebih berkualitas, dan memilikiakuntabilitas politik yang tinggi. Ketiga, derajat keterwakilan,artinya bahwa anggota MPR/DPR yang dibentuk melaluipemilihan umum haruslah memiliki keseimbangan perwakilan,baik antara wakil Jawa maupun luar Jawa atau antara pusatdengan daerah. Keempat, peraturan perundang-undanganpemilu haruslah tuntas. Kelima, pelaksanaan pemilu hendaknyabersifat praktis, artinya tidak rumit dan gampang dimengerti olehkalangan masyarakat banyak.

Dalam ilmu politik, sistem pemilihan umum diartikansebagai kumpulan metode atau cara warga masyarakat memilihpara wakil mereka. Manakala sebuah lembaga perwakilan

Pasca Orde Baru, (Jakarta: CIDES, 1999), hlm. 1.5 G. Bingham Powel, Contemporary Democracies: Participation,

Stability, and Violence, (Cambridge: Harvard University Press,1982), hlm. 3.

6 Affan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 251-255.

Page 45: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

44 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

rakyat –apakah itu DPR ataupun DPRD– dipilih, maka sistempemilihan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi.Sementara itu, pemilihan presiden, gubernur, dan bupati/walikota yang merupakan representasi tunggal dalam sistempemilihan, dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapayang menang dan siapa yang kalah. Dengan melihat kenyataanseperti itu maka betapa pentingnya sistem pemilihan dalamsebuah demokrasi.

Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalamsistem pemilihan.7 Pertama, electoral formula, yakni apakahakan menggunakan sistem pluralitas yang di Indonesia banyakdisebut sebagai sistem distrik, ataukah sistem proportionalrepresentation dengan berbagai macam variasinya, sepertisistem sisa terbanyak, single transferable vote, single non-transferable vote, d’hondt rule, sainte lague, dan lain-lain.Elektoral formula menentukan alokasi kursi yang akandiberikan kepada masing-masing partai yang bersaing. Kedua,district magnitude, yaitu jumlah wakil rakyat yang dipilih dalamsebuah distrik. Besar sebuah distrik dapat berbeda satu denganyang lain karena jumlah perbedaan penduduk. Besaran kursiyang diperebutkan bagi sebuah distrik (district magnitude)merupakan sesuatu yang sangat penting, dikarenakan akanmenentukan nasib partai-partai politik di kemudian hari. Adasatu distrik yang menyediakan lima sampai enam kursi untukdiperebutkan, ada pula distrik yang hanya menyediakan satukursi saja. Semakin besar magnitude sebuah distrik akansemakin besar partai kecil akan terlindungi. Ketiga, electoralthreshold, yakni jumlah minimum dukungan yang harusdiperoleh oleh seseorang atau sebuah partai untuk memperolehkursi di lembaga perwakilan.

Setidak-tidaknya ada dua rasio bahwa sistem pemilihanumum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuahnegara demokrasi perwakilan. Pertama, sistem pemilihanmembawa konsekuensi yang sangat besar terhadap propor-sionalitas hasil pemilihan, sistem kepartaian, macam kabinetyang akan dibentuk, akuntabilitas pemerintahan, dan derajatkeutuhan dan kesatuan partai politik. Kedua, sistem pemilihan

7 Ibid., hlm. 255-256.

Page 46: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

45Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

merupakan dimensi yang paling mudah diutak-atik dibanding-kan dengan elemen lain dari demokrasi, yakni apabila hendakmengubah wajah demokrasi dalam sebuah negara, misalnyadengan mengubah sistem pemilihan dari sistem perwakilanberimbang menjadi sistem distrik.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa terwujudnyasistem kepartaian dan terselenggaranya pemilu secara periodikdalam berbagai wacana politik sering dianggap sebagai tolokukur diterapkannya prinsip demokrasi. Argumentum acontrario-nya, bahwa sebelum adanya sistem kepartaian dantiadanya proses pemilu berarti demokrasi dikatakan tidak adakarena hak partisipasi rakyat sebagai cerminan dasar demokrasimasih dinegasikan. Akan tetapi, kehadiran sistem kepartaiandan penyelenggaraan pemilu tidak serta merta memberikangaransi bagi pelaksanaan prinsip demokrasi. Fakta politik seringmemperlihatkan betapa pemilu yang secara ideal seharusnyamenjadi ajang partisipasi akhirnya bergeser fungsi hanya sebagaisarana mobilisasi.

Menurut kepustakaan yang umum bahwa partai politikadalah kumpulan sekelompok orang yang terorganisir yangmempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dalamrangka menyampaikan kepentingan-kepentingan ideologi danmasyarakat serta bertujuan untuk mempengaruhi pemerintah-an, mengontrol pemerintahan, dan/atau menguasai pemerintah-an. Menurut Mark N. Hagopian, partai politik dalam pengertianmodern dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok yangmengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih olehrakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah.8 Sedangkan dalam Encyclopedia Britanica,partai politik didefinisikan sebagai suatu organisasi yang dibentukuntuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publikdalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentumelalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyatdalam pemilihan.

8 Mark N. Hagopian, Regimes, Movements, and Ideologies, (NewYork and London: Longman, 1978), hlm 49.

Page 47: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

46 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Partai politik merupakan peserta pemilihan umum. DalamPasal 22E ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Pesertapemilihan umum untuk memilih anggota Dewan PerwakilanRakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalahpartai politik.” Hal ini menunjukkan bahwa penempatan seoranganggota DPR adalah merupakan pemberian mandat oleh suatupartai politik.

Lintasan Sejarah “Recall” di IndonesiaDalam ketentuan peraturan perundang-undangan tidak

ditemukan makna dari terminologi recall, bahkan kata recallpun tidak terdapat di dalamnya. Namun demikian, dalamperaturan perundang-undangan pengaturan mengenai hakikatrecall terdapat di dalamnya. Recall dipahami secara umumadalah penarikan kembali anggota DPR untuk diberhentikandan karenanya digantikan dengan anggota lainnya sebelumberakhir masa jabatan anggota DPR yang ditarik tersebut.

Dalam kepustakaan definisi recall antara lain dikemuka-kan oleh sarjana Belanda, Tomassen yang menyatakan bahwa“recall recht, het rechts van een politieke partij oom een viahaar kandidaten lijst gekozen parlement lid terug te roepen.”(hak recall ialah hak suatu partai politik untuk menarik kembalianggota parlemen yang terpilih melalui daftar calon yangdiajukannya).9

Pengaturan recall dalam sejarah peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengalami dinamika. Pada masarezim Presiden Soekarno, recall terhadap anggota parlemendimungkinkan dan bahkan pelaksanaannya sangat otoriter padasaat itu. Karena penggunaan hak recall yang terlalu permisifpada waktu itu, tak kurang dari seorang Muhammad Hattamengkritik keras adanya recall tersebut.

9 Sebagaimana pula dikutip oleh Harun Al Rasyid dalam ke-terangannya sebagai Ahli dalam perkara ini.

“hak recall ialah hak suatu partai politikuntuk menarik kembali anggota parlemen yang terpilih

melalui daftar calon yang diajukan”

Page 48: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

47Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Ketentuan dan praktek recall juga terus berlangsung padarezim Presiden Soeharto di masa Orde Baru. Pengaturan recallpada zaman Orde Baru secara tegas dikonstatir dalam peraturanperundang-undangan pada waktu itu. Praktek recall zamanOrde Baru jarang terjadi. Hal itu karena situasi dan kondisiperpolitikan dalam praktek kenegaraan sangat homogen dibawah satu komando sang Presiden, yakni Soeharto. Recall padasaat itu digunakan sebagai senjata untuk membungkam politisiyang tidak mengikuti irama alunan dari sang komandan.

Pada era Orde Baru, kasus recall yang cukup dramatisadalah kasus recall Sri Bintang Pamungkas. Sri BintangPamungkas di-recall dari keanggotaannya sebagai wakil rakyatdi DPR karena dianggap melawan pemerintahan Orde Baru.Menurut pengakuan Sri Bintang Pamungkas bahwa “sebetulnyamasalah recall sudah disampaikan dengan jelas, pada tahun1990–1993, yaitu ketika Menteri Dalam Negeri Yogi S. Memetmengatakan bahwa anggota Lembaga Perwakilan Rakyat, inidalam Undang-Undang Susduk Tahun 1969, adalah wakil partai,bukan wakil rakyat dan semenjak itu maka terjadilah kegaduhannasional, sehingga ketika saya kemudian diputuskan untuk di-recall, maka muncullah pemikiran-pemikiran reformasi. Dan didalam pemikiran reformasi itu termasuk saya adalah salah satuyang ikut berbicara mengenai konsep-konsep reformasi.Sebetulnya yang terjadi pada Orde Baru itu adalah kekuasaanPresiden yang absolut. Ini adalah maunya Presiden dan Presidentidak mau diganggu gugat, tidak mau ada oposisi, bahkan dipelajaran P4 disebutkan di dalam demokrasi yang kita anut tidakboleh ada oposisi, tidak boleh ada perbedaan pendapat, makaperbedaan pendapat dianggap adalah kontra terhadap pemerin-tah, kontra terhadap Presiden dan dia harus dijatuhkan”.10

Sedemikian represifnya pemerintahan pada jaman ordebaru tersebut, sehingga pranata recall ini diidentikkan denganpranata yang berfungsi menghabisi lawan-lawan politikpemerintahan. Pranata recall tidak memiliki dimensi positifapapun, pada saat itu, sehingga persepsi masyarakat terhadappranata recall sedemikian negatifnya.

10 Disampaikan oleh Sri Bintang Pamungkas dalam kesaksiannyadalam sidang di Mahkamah Konstitusi pada 17 Juli 2006.

Page 49: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

48 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Setelah rezim Soeharto tumbang pada 1998 maka kehidup-an bermasyarakat dan bernegara di Indonesia memasuki erayang baru. Era baru ini adalah buah dari gerakan reformasiyang dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan kaum intelektualsaat itu. Pada era reformasi ini, tatanan perpolitikan juga ber-ubah. Pranata recall yang saat itu dianggap sebagai alat untukmemberangus hak-hak politik dan hak berekspresi jugadilenyapkan dari peraturan perundang-undangan. Dalamundang-undang paket politik waktu itu, yakni UU No. 2 Tahun1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentangPemilihan Umum, dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunandan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, tidak mengenal samasekali pranata recall tersebut.

Pada era awal reformasi tersebut, merupakan era di manaterjadi euforia dalam berdemokrasi sehingga sangat logis danwajar pengaturan hak-hak politik dalam berdemokrasisedemikian bebasnya termasuk kebebasan berekspresi bagianggota parlemen dengan tidak mengenal adanya recall. Bahkanseorang anggota DPR dapat keluar dari keanggotaan suatu partaipolitik dengan tetap menjadi anggota DPR. Ini terjadi ketikaseorang anggota DPR yang bernama H. Hartono Mardjono keluardari keanggotaan partai politiknya akan tetapi ia tetap menjadianggota DPR dan masuk sebagai anggota non fraksi.

Perubahan pengaturan recall terjadi ketika akan memasukipemilihan umum di tahun 2004. Undang-undang paket politik2003, yakni UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UUNo. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR, DPD, dan DPRD, serta UU No. 13 Tahun 2003 tentangPemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengaturpranata recall ini. Pranata recall dalam UU Susduk dikenaldengan nama penggantian antarwaktu (PAW). Kendatipunmakna recall tidak sama persis dengan makna penggantianantarwaktu, akan tetapi di dalam penggantian antarwaktuterdapat di dalamnya recall tersebut.

Adapun latar belakang pranata recall ini dihidupkankembali, menurut Nursyahbani Kantja Sungkana bahwa “Padasaat pembahasan memang situasi batin para anggota DPRdiliputi oleh yang juga tentunya adalah pimpinan-pimpinanParpol juga diliputi oleh kegelisahan, karena pada waktu ituada kasus di mana seorang anggota Parpol diberhentikan, akan

Page 50: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

49Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

tetapi tidak bisa di recall waktu itu. Kalau tidak salah itu kasusPak Marjono dari PBB, nah itu suasana batin yang meliputipembahasan UU Parpol dan UU Susduk. Sementara itu tuntutanmasyarakat untuk mempunyai anggota MPR, DPR, DPD danjuga DPRD yang akuntabel tehadap rakyat itu juga meningkatsekali dan oleh karena itu pembahasan juga dilingkupi olehkeinginan untuk memiliki para wakil yang accountable dan olehkarena itu dapat dinilai dari segala perilakunya, perilakupolitiknya juga sejauhmana komitmen dan kinerjanya dalammemperjuangkan aspirasi masyarakat dan bagaimanabertanggung jawab moral dan politisnya kepada pemilihkhususnya di daerah pemilihannya dan tolak ukur tersebuttidak hanya menjadi komitmen moral, melainkan harus jugadiwujudkan di dalam kenyataan.”11

Namun demikian bagi mereka yang dianggap kurangberkomitmen atau melanggar konstitusi, anggaran dasar dananggaran rumah tangga dari masing-masing anggota parpol ituharus juga melalui proses pemeriksaan dan verifikasi tentangadanya dugaan pelanggaran atau kewajiban yang dibebankanpada anggota partai tersebut oleh masing-masing partainya, dantentunya secara umum masing-masing partai-partai juga me-miliki badan kehormatan. Ini juga menunjukkan bahwapenghentian sebagai anggota parpol yang menyebabkan recallsebagaimana diatur oleh undang-undang atau pergantianantarwaktu itu tidak bisa dilakukan sewenang-wenang dantentunya harus melalui koridor undang-undang. Namun intinyaadalah bahwa berdasarkan Pasal 22E ayat (3) untuk pertamakalinya parpol itu masuk di dalam konstitusi. Hal ini memperlihat-kan pentingnya fungsi parpol di dalam mengaktualisasikankepentingan rakyat yang diwakilinya, karena memang fungsiParpol melakukan agregasi politik.

Oleh karena itu, parpol menjadi sangat penting di dalammengontrol para anggotanya yang melakukan aktualisasi politikdan/atau konstituennya. Terkait dengan itu, maka diperlukansebuah kontrol dari parpol agar para anggotanya betul-betulmenjalankan fungsi konstitusionalnya sekaligus kepentingan

11 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nursyahbani Katja-sungkana dalam sidang di Mahkamah Konstitusi pada 13 Juni 2006.

Page 51: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

50 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

parpol sebagaimana yang ditetapkan di dalam anggaran dasar,anggaran rumah tangga dan tentu saja berorientasi padakepentingan masyarakat. Oleh karena itu terhadap ketentuanmengenai penggantian antara waktu itu, tentu saja dalam risalahbanyak sekali dibicarakan oleh hampir semua fraksi untuk tidakmemunculkan sebuah dominasi parpol yang berlebihan tanpabatas, dan oleh karena itu ada ketentuan-ketentuan didalampartainya tentu saja yang memungkinkan juga hak pembelaandiri bagi para anggotanya.12

Recall sebagai Hak dari Partai PolitikDengan mengkaji lintasan sejarah recall dalam sistem

perpolitikan di Indonesia maka dapat disimpulkan bahwapengaturan racall telah mengalami dinamika yang cukupmenarik. Recall pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan sekaligus diimplementasikan dalam praktekketatanegaraan, pernah pula dihapus dalam peraturanperundang-undangan dan tidak ada praktek recall tersebut, sertapernah juga diatur dengan batasan-batasan tertentu.

Dinamika pengaturan dan praktek recall tersebut memilikikonsekuensi dan persoalan tersendiri. Pada waktu recall diaturdan diberlakukan muncul masalah bahwa pranata recalldijadikan sebagai alat untuk membungkam musuh politikpemerintah sehingga recall cenderung dimaknai sebagai alatbagi penguasa untuk menggunakan kekuasaannya secarasewenang-wenang serta menyalahgunakan wewenang. Recalldalam prakteknya pada saat demikian merupakan mesinpenghilang hak-hak berpolitik dan hak-hak berekspresikhususnya bagi anggota parlemen. Hal ini menyebabkan fungsiparlemen sebagai political control terhadap kekuasaan eksekutifmenjadi sirna. Sebagai akibat lanjutannya, hal itu akanmenggangu sistem ketatanegaraan lainnya, sehingga lahirlahapa yang dinamakan penguasa diktator dan otoriter.

Dengan demikian maka sangatlah dipahami ketika rezimOrde Baru tumbang dan digantikan dengan pemerintahan yanglebih reformis, maka pranata recall tersebut tanpa pemikiranyang komprehensif segera dihapuskan dalam ketentuan

12 Ibid.

Page 52: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

51Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

peraturan perundang-undangan. Adalah dalam UU Paket Politiktahun 1999, ketentuan mengenai recall sama sekali tidak diaturdi dalamnya. Hal ini karena stigmatisasi terhadap recall sudahsedemikian terbentuk dalam pemikiran hampir semua orang.Anggota parlemen sudah sewajarnya diberikan kebebasan dalamberekspresi serta kebebasan dalam menggunakan hak-hakpolitiknya dan tidak ada satu kewenangan lembaga apapun yangdapat menggunakan hal recall tersebut.

Dalam perjalanannya di masa awal reformasi ini, ternyatapersepsi para politisi terhadap hak recall ini tidak sepenuhnyasesuai dengan pemikirannya. Hak recall yang pada masa lalusering digunakan untuk membungkam lawan-lawan politikpenguasa menjadi tidak relevan lagi pada masa reformasi. Padamasa reformasi, kekuasaan eksekutif sudah sangat berkurangjauh jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. PascaPerubahan UUD 1945, kekuasaan-kekuasaan lembaga negaraditata ualang dengan cara memisahkan kekuasaan antara satulembaga negara dengan lembaga negara lain, yang berakibatkekuasaan eksekutif menjadi berkurang sekali sementarakekuasaan parlemen menjadi bertambah menguat.

Dengan semakin menguatnya lembaga parlemen padasatu sisi dan melemahnya kekuasaan eksekutif pada sisi lain,maka eksekutif tidak bisa atau setidak-tidaknya sangat sulitmemasuki kekuasaan legislatif termasuk hak legislatif untukmelakukan recalling. Sehingga urgensi menghilangkan pranatarecall yang pada mulanya digunakan oleh penguasa rezim dalammembungkam lawan-lawan politiknya demi melanggengkankekuasaan menjadi tidak relevan. Dengan kata lain raison d’etredari penghapusan recall menjadi tiada.

Secara praksis pasca penghapusan recall dalam UU PaketPolitik 1999, terjadi kesulitan dalam melakukan kontrol terhadapanggota DPR. Partai politik yang notabene sebagai pesertapemilu serta sebagai lembaga yang meng-endorse anggota DPRuntuk duduk di kursi parlemen mengalami kesulitan untukmelakukan kontrol terhadap anggotanya. Mungkin secarateoritik, partai politik dapat saja mengendalikan anggotanyayang duduk di parlemen dengan segala instrumen yang ada,namun demikian jika partai politik tidak diberikan kewenanganuntuk melakukan recalling dalam kaitan dengan mekanisme

Page 53: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

52 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

kontrol ini, maka partai politik tidak dapat berbuat banyak jikaterdapat anggotanya melakukan tindakan-tindakan yang tidakpatut, baik itu merugikan negara, merugikan rakyat, maupunmerugikan partai politik yang bersangkutan.

Praktek kesulitan dari partai politik untuk mendisiplinkananggotanya yang duduk di kursi parlemen pernah dialami olehPatai Bulan Bintang (PBB), di mana salah satu anggotanya yangbernama H. Hartono Marjono (Alm.) tidak dapat dikenakan sanksioleh PBB terutama berkaitan dengan keanggotaan dari yangbersangkutan. Pada akhirnya yang bersangkutan dikeluarkan daripartainya, akan tetapi keanggotaanya di parlemen tidak dapatdiganggu gugat. Sehingga muncullah anggota DPR non fraksi.Persoalan semacam ini juga tidak hanya terjadi di DPR Pusat,melainkan terjadi pula di DPR Daerah.

Dari pengalaman ini, maka pada waktu pembahasan RUUPaket Politik tahun 2003 muncul pemikiran untuk mengembali-kan wewenang partai politik untuk me-recall anggotanya yangduduk di kursi parlemen. Sebagaimana diakui oleh NursyahbaniKatjasungkana dalam keterangannya di Mahkamah Konstitusisebagai kuasa dari DPR pada pengujian UU Susduk dan UUParpol ini, bahwa pada saat pembahasan situasi para anggotaDPR diliputi kegelisahan, karena ada kasus seorang anggotaparpol diberhentikan, akan tetapi tidak bisa di-recall waktu itu.Sementara tuntutan masyarakat untuk mempunyai anggotaMPR, DPR, DPD dan DPRD yang akuntabel terhadap rakyat.

Anggota Dewan yang dianggap kurang berkomitmen ataumelanggar konstitusi, anggaran dasar dan anggaran rumahtangga dari masing-masing anggota parpol dan harus melaluiproses pemeriksaan dan verifikasi tentang dugaan pelanggaranatau kewajiban yang dibebankan anggota partai tersebut, secaraumum partai-partai memiliki Badan Kehormatan. Inimenunjukkan bahwa penghentian sebagai anggota parpol yangmenyebabkan recall sebagaimana diatur oleh undang-undang

... pada waktu pembahasan RUU Paket Politik tahun2003 muncul pemikiran untuk mengembalikan

wewenang partai politik untuk me-recall anggotanya ....

Page 54: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

53Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

atau pergantian waktu, itu tidak bisa dilakukan sewenang-wenang dan tentunya harus melalui koridor undang-undang.

Selanjutnya UU Paket politik 2003, yakni, UU No. 31Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 22 tahun 2003tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD,serta UU 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum AnggotaDPR, DPD, dan DPRD, secara normatif memasukan recall didalam ketentuannya. Di dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c UUNomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk, dan Pasal 12 huruf bUU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Parpol mengatur mengenaipenggantian antarwaktu dari anggota DPR. Pasal 85 ayat (1)huruf c UU Susduk menyatakan bahwa “Anggota DPR berhentiantarwaktu karena: c. diusulkan oleh partai politik yangbersangkutan.” Sedangkan Pasal 12 huruf b UU Parpolmenyatakan “Anggota partai politik yang menjadi anggotalembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan keanggotaan-nya dari lembaga perwakilan rakyat apabila: b. diberhentikandari keanggotaan partai politik yang bersangkutan karenamelanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.”

Pada dimensi lain, penggunaan hak recall oleh partaipolitik ini juga harus dikaitkan dengan sistem pemilu yangdigunakannya. Dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dinyatakanbahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DewanPerwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan RakyatDaerah adalah partai politik. Hal ini menunjukkan bahwapenempatan seorang anggota DPR adalah merupakanpemberian mandat oleh suatu partai politik. Sedangkan sistempemilu yang digunakan dalam Pemilu 2004 adalah sistemproporsional dengan daftar terbuka. Dalam sistem proporsionalperan partai politik masih sangat menentukan. Rakyat yangmenggunakan haknya dalam pemilu tidak secara langsungmemilih calon anggota DPR melainkan memilih partai politikyang bersangkutan.

Kendatipun sistem pemilu yang digunakan dalam Pemilu2004 dengan sistem proporsional terbuka merupakan perbaikandari sistem Pemilu 1999 yang menggunakan sistem proporsionaldaftar tertutup, akan tetapi peluang untuk mengubahketerpilihan kandidat yang ada di dalam daftar partai-partai

Page 55: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

54 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

tidak digunakan secara maksimal oleh masyarakat.13 Hal initerbukti dari anggota DPR yang mendapatkan kursi di parlemenhanya dua orang yang memperoleh suara di atas bilanganpembagi pemilih (BPP), yakni Hidayat Nur Wahid dan SalehDjasit. Ini bermakna bahwa lebih dari 99 persen anggotaparlemen terpilih karena berkah dari partai politiknya.

Melihat UU Pemilu (UU 12 Tahun 2003) di mana sistempemilu yang digunakan dalam pemilu 2004 yang masihmenggunakan sistem proporsional, meskipun dimodifikasi dengandaftar terbuka, maka peranan partai politik sangat menentukanpenempatan seorang dalam menempati kursinya di DPR.Sehingga menjadi pararel, jika dalam UU Parpol dan UU Susdukmasih mengatur mengenai recalling oleh partai politik. Adalahmenjadi logis jika keberangkatan seorang anggota DPR yanghampir 100 persen atas peran partai politik, maka partai politikberwenang untuk mengontrol keberadaan anggotanya yangmenempati kursi di Parlemen. Hal ini termasuk hak partai politikuntuk me-recall anggotanya jika dianggap tidak amanah baikterhadap kepentingan negara, kepentingan rakyat, dan bahkankepentingan internal partai politik itu sendiri.

Dalam pada itu, secara tegas dinyatakan di konstitusi bahwapeserta pemilu legislatif adalah partai politik. Hal ini berbedadengan anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD), di manaanggota DPD memperoleh kursinya adalah perorangan danbukan peran dari suatu partai politik sehingga anggota DPD tidakdikenal pemberhentian karena recalling partai politik. AnggotaDPR jelas bukan peserta pemilu dan mencalonkan diri sampaipada akhirnya terpilih adalah melalui dan atas peran dari partaipolitik. Maka menjadi suatu kewajaran jika anggota DPR yangtidak mengikuti komando partai politik, maka partai politik yangbersangkutan berwenang untuk menariknya kembali.

Hal yang dipersoalkan adalah bagaimana jika partai politiktersebut berlaku sewenang-wenang dalam melakukan recallinganggota partainya? Jawaban yang tegas adalah itu merupakanresiko dari partai politik yang bersangkutan dan konstituennya-

13 Nico Harjanto, “Sistem Pemilihan Umum Campuran”, dalambuku Disain Baru Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Penerbit CSIS,2006), hlm. 58.

Page 56: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

55Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

lah yang berwenang untuk melakukan assesment terhadap partaipolitik tersebut. Jika konstituen menilai bahwa partai politiktersebut tidak sesuai dengan aspirasinya maka konstituen partaipolitik yang bersangkutan yang akan mengenakan sanksi, yaknisanksi politik yang berupa tidak akan memilih lagi partai politikyang bersangkutan pada pemilu berikutnya. Sebaliknya, jikakonstituen yang bersangkutan menilai bahwa partai politik masihamanah dalam menyalurkan aspirasi konstituennya, maka halitu merupakan investasi politik dari partai politik yangbersangkutan.

Dalam pada itu, sebagaimana telah dijelaskan di atasbahwa hak recall oleh partai politik terhadap anggotanya yangduduk di parlemen dihapuskan dari peraturan perundang-undangan adalah karena dikhawatirkan dijadikan senjata bagipenguasa untuk membungkam lawan-lawan politiknya, makaalasan seperti ini tidak dimungkinkan lagi atau setidak-tidaknyakecil kemungkinan terjadi pada saat sekarang ini dengan melihatsistem ketatanegaraan yang ada saat ini ditambah denganrealitas politik yang ada.

Oleh karena itu penghapusan hak recall oleh partai politiksudah tidak memiliki legitimasinya. Hal ini berarti raison d’etredari penghapusan recall menjadi tiada dan karenanya hak recallmenjadi logis jika dikembalikan lagi kepada partai politik yangbersangkutan.

PENUTUPPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 008/PUU-IV/

2006 tentang Pengujian UU Parpol dan UU Susduk yangmenyatakan menolak untuk membatalkan ketentuan Pasal 85ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Parpoladalah pararel dengan sistem ketatanegaraan yang ada sebagai-mana yang diatur dalam konstitusi serta sesaui dengan realitaspolitik yang ada.

Terdapat beberapa argumentasi hukum yang memperkuatproposisi ini. Pertama, dalam konstitusi ditegaskan bahwa pesertapemilu legislatif adalah partai politik dan bukan perorangan calonanggota DPR. Di samping itu dari realitas politik yang adamenunjukkan bahwa keberadaan anggota DPR hampir absolutatas peran partai politik. Kedua, raison d’etre dari peniadaan hak

Page 57: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

56 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

recall sudah tidak ada lagi sehingga penghapusan hak recall olehpartai politik kehilangan legitimasinya. Ketiga, sistem pemilu yangmasih menggunakan sistem pemilihan proporsional, kendatipundengan daftar terbuka merupakan landasan partai politik untukmengontrol para anggotanya termasuk untuk melakukan recall.Keempat, adanya kekhawatiran terjadi penyalahgunaanwewenang atau bertindak sewenang-wenang oleh partai politikdalam menggunakan hak recall ini diserahkan pada konstituen-nya untuk mengoreksinya melalui mekanisme politik dalammempertimbangkan konstituen untuk memilih kembali atautidak partai politik yang bersangkutan dalam pemilu-pemiluberikutnya.

Daftar Pustaka

Buku dan Karangan IlmiahAsshiddiqie, Jimly, 2005. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar

Demokrasi: Serpihan Pemikiran Hukum, Media, dan HAM,Jakarta: Penerbit Konpres.

———, 2005. Format Kelembagaan Negara dan PergeseranKekuasaan Dalam UUD 1945, Yogyakarta: Penerbit FH UII.

———, 2006. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta:Yarsif Watampone.

Dahl, Robert, 1989. Democracy and Its Critics, New HavenConnecticut: Yale University Press.

Duverger, Maurice, 1996. “Political Parties: Their Organization andActivity in Modern State”, dalam buku Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: Penerbit TiaraWacanaYogya.

Gafar, Affan, 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hagopian, Mark N., 1978. Regimes, Movements, and Ideologies, NewYork and London: Longman.

Liddle, R. William, 1992. Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang SurutKekuasaan Politik, Jakarta: LP3ES.

Mashah, Dhororuddin, 1999. Korupsi Politik, Pemilu dan LegitimasiPasca Orde Baru, Jakarta: CIDES.

Nico Harjanto, 2006. “Sistem Pemilihan Umum Campuran”, dalamDisain Baru Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Penerbit CSIS.

Page 58: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

57Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Putusan

Powel, G. Bingham, 1982. Contemporary Democracies: Participation,Stability, and Violence, Cambridge: Harvard University Press.

Konvensi dan Undang-undangIndonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang

Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD.Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan

dan Kedudukan Majelis Permusyawarakatan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang PartaiPolitik.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang PartaiPolitik.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang PemilihanUmum.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunandan Kedudukan Majelis Permusyawarakatan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Page 59: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

58 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

OLEH: PROF. DR. M. SOLLY LUBIS, S.H.

MAHKAMAH KONSTITUSIDAN PUTUSANNYA:

Antara Harapan dan Kenyataan*

Guru Besar Besar Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara

PendahuluanKehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sistem

kenegaraan kita adalah dalam rangka reformasi kehidupanketatanegaraan yang menuntut penegakan hukum secara adildan demokratis.

Demikian gelegar tuntutan itu, karena pada tatanankekuasaan di masa lalu nyaris hilang kepercayaan masyarakatterhadap kesungguhan dan sikap adil lembaga-Iembaga danpara pejabat pemerintahan selaku penegak hukum, hampir disemua lini dan level, untuk benar-benar menegakkan keadilandan keberpihakan kepada rakyat. Gelegar kekhawatiran ini, jelasdapat dibaca dalam Tap MPR RI Tahun 1999 tentang GBHN,yang menilai kinerja aparat penegak hukum di pengadilan,

*) Tulisan ini pernah disajikan dalam diskusi “Dampak KeputusanMahkamah Konstitusi Bagi Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman”diselenggarakan atas kerjasama Laboratorium Konstitusi Sekolah PascaSarjana USU Medan dengan KRHN (Konsorsium Reformasi HukumNasional) Jakarta, dengan dukungan IALDF (Indonesia-Australia LegalDevelopment Facility) di Medan tanggal 14 Maret 2006. Tulisan telahdi-edit seperlunya tanpa mengurangi substansi.

Page 60: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

59Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

bahkan juga kalangan TNI dan Kepolisian, sebuah dokumenpolitik resmi yang dapat dibaca dengan gamblang oleh semuaorang, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Lebih kurang empat puluh tahun yang silam, kalanganpakar ketatanegaraan telah melontarkan pendapat dan saran agardi negara ini, dibentuk Mahkamah Konstitusi (ConstitutionalCourt) sebagai lembaga justisi untuk menilai dan memberikankeputusan hukum bagi lembaga dan pejabat negara yang didugamelanggar amanat konstitusi bahkan peraturan--peraturanorganiknya. Tetapi baru di era reformasi inilah cita-cita itu mulaiterwujud, setelah sekian jauh terjadinya deviasi, penyimpangandan penyelewengan dari aturan hukum yang berlaku.

Dewasa ini sudah makin meluas masyarakat yang tahuakan kehadiran MK ini, meskipun masih memerlukansosialisasi, karena belum terinci dan mendalam pengetahuanmasyarakat mengenai kewenangan dan tata kerja MK itu.

Tema dan fokus yang muncul di forum diskusi hari ini,tidak lagi sekedar membuktikan telah berkembangnyapengetahuan tentang kehadiran MK dan kewenangannya, tetapisudah lebih jauh, yakni memperhadapkan putusan-putusan MKitu dengan penyelenggaraan pemerintahan, bahkan lebihterfokus lagi kepada akibatnya terhadap kekuasaan kehakiman.

Mengutip dari Khaterine Lindsay, Prof. Dr. H.M. LaicaMarzuki, S.H. mengatakan bahwa pada umumnya, judicialreview merupakan nomenklatur yang berpaut dengan kegiatanjudisiil in which a superior court had power to determinequestions of constitutional validity of enactment of thelegislature.

Pengujian undang-undang terhadap Undang-undangDasar ditetapkan dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945(Perubahan Ketiga) sebagai salah satu kewenangan MahkamahKonsitusi. (Laica Marzuki, 2005 : 81).

Sesuai dengan kewenangannya sebagai pengadilan tingkatpertama dan terakhir dengan keputusannya yang bersifat finaluntuk menguji UU (undang-undang) terhadap UUD (undang-undang dasar), hingga tahun 2005, MK (Mahkamah Konstitusi)ini telah memutus 50 perkara dalam pengujian UU terhadapUUD, dan isi putusannya ada yang mengabulkan pengujian itu,ada yang ditolak, dan ada yang tidak diterima.

Page 61: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

60 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Kalau permohonan pengujian UU dikabulkan oleh MK, makatindak lanjut sebagai konsekuensinya, peraturan berupa UU ituakan diubah sebagian, ataupun keseluruhannya, oleh pihakpembuat UU.

Kalau MK menolak permohonan pengujian UU, maka siapa-pun tidak boleh mengajukan permohonan pengujian UU baik segipembuatannya ataupun segi materi muatannya (substansi materi-nya) dari UU yang sama, yang pernah diuji dan diputus oleh MKtersebut.

Kalau permohonan tidak dapat diterima maka masih ter-buka kemungkinan bagi pihak lain untuk mengajukan permohon-an pengujian yang sama. Pihak lain yang dimaksud adalah orang,kelompok atau badan hukum (natuurlijke persoon dan rechts-persoon) yang dinilai memenuhi persyaratan legal standing sebagaipemohon serta mampu menunjukkan kerugian konstitusionalnyasebagai diatur dalam Pasal 51 UU tentang MK dan yurisprudensi.

Pengujian undang-undang yang menjadi kewenanganMahkamah Konstitusi adalah menguji secara konstitusionalitassuatu undang-undang, menguji sejauh mana undang-undangyang bersangkutan bersesuai atau bertentangan (tegengesteld)dengan UUD. Constitutie is de hoogste wet, kata Laica Marzuki.Manakala Mahkamah Konstitusi memang suatu undang-undang bertentangan dengan UUD maka undang-undang ter-sebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.1

Menurut Pasal 51 ayat (3) Undang-undang Nomor 24 Tahun2003 tentang Mahkamah Konstitusi, terdapat 2 (dua) macampengujian undang-undang, yakni: pengujian undang-undangsecara formal (formele toetsing), yakni pengujian terhadap suatuundang-undang dilakukan karena proses pembentukan undang-undang tersebut dianggap pemohon tidak memenuhi ketentuanberdasarkan Undang-Undang Dasar.

Pengujian undang-undang secara materiil (materieeletoetsing), yakni pengujian terhadap suatu undang-undang dilaku-kan karena terdapat materi muatan dalam ayat, pasal, dan/ataubagian undang-undang yang dianggap pemohon bertentangandengan Undang-undang Dasar.

1 Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H. Berjalan-Jalan di Ranah Hukum,Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal. 84.

Page 62: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

61Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Dalam hal suatu pembentukan undang-undang tidakmemenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkanUUD maka undang-undang tersebut dinyatakan MahkamahKonstitusi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Apabilasuatu materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang dinyatakan mahkamah bertentangan dengan UUD makamateri muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang ter-sebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat [Pasal57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003].

Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkanpermohonan wajib dimuat dalam Berita Negara, dan dalam jangkawaktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusandiucapkan. Undang-undang yang diuji tetap berlaku, sebelum adaputusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebutbertentangan dengan UUD (Pasal 57 ayat 3 dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003).

Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan keberlakuansuatu undang-undang tetapi menyatakan bahwasanya suatuundang-undang, atau materi ayat, pasal dan/atau bagianundang-undang tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat(not legally binding). Mahkamah tidaklah dapat mengubahrumusan redaksi ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang.2

Sejak dibentuk, MK lebih banyak menangani perkarapengujian undang-undang terhadap UUD dibanding mengenaiperkara kewenangan lainnya. Tahun 2003-2004, MK menerima43 perkara dalam pengujian undang-undang terhadap UUD.Dari 43 perkara yang masuk, pada akhir 2004 MK telahmemutus 22 perkara. Pada tahun 2005 MK menerima 24permohonan pengujian undang-undang. Sepanjang 2005 MKmemeriksa 36 perkara, dan dari 36 perkara sampai dengan akhir2005 MK telah memutus 28 perkara. Dengan demikian sampaidengan akhir 2005 MK telah memutus 50 perkara dalampengujian undang-undang terhadap UUD. Putusan yangdikeluarkan Mahkamah Konstitusi ada yang mengabulkan,menolak, dan tidak diterima.

Sebagai konsekuensi dari putusan MK yang mengabulkanpermohonan, maka sejak putusan itu dibacakan, ada norma

2 Ibid., hal. 85.

Page 63: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

62 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

atau ketentuan dari sebagian peraturan perundang-undanganyang telah berubah, bahkan ada undang-undang yang dibatal-kan secara keseluruhan karena dianggap bertentangan denganUUD.

Tiga Aspek PersoalanPersoalan-persoalan yang muncul dari putusan-putusan

MK setidaknya dapat dikategorikan menjadi tiga aspek yaituaspek ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, aspekputusan yang dikeluarkan, serta implementasi putusan ataurespon para pihak (pemohon, pemerintah dan DPR) danmasyarakat terhadap putusan yang dikeluarkan.

Dari konteks peraturan perundang-undangan setidaknyaditemukan beberapa persoalan, yaitu: persoalan pertama, ruanglingkup pengujian peraturan oleh MK. Sesuai dengan ketentuan,MK hanya menguji undang-undang terhadap UUD, sementarapengujian peraturan dibawah undang-undang terhadap undang-undang menjadi kewenangan MA. Adanya dualisme dalampengujian peraturan perundang-undangan. MK tidak berwenangmelihat konstitusionalitas peraturan dibawah undang-undang,karena itu menjadi wewenang MA (Mahkamah Agung).

Menurut pemikiran penulis, antara UU dengan UU danperaturan lain yang berada di bawahnya ada jarak dan jenjanghierarkhis, misalnya PP (Peraturan Pemerintah), Perda (PeraturanDaerah), berbagai SK (surat keputusan), dsb. Di antara semuanyaitu sebagai bentuk-bentuk peraturan hukum yang disebut jugaperangkat peraturan hukum ataupun juridischvormen, ada jarakkeperingkatan (tatanan menurut peringkat) atau hierarkhi.Menurut asas hukum (rechtsbeginsel), materi atau substansiperaturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan denganmateri peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangandengan materi peraturan yang lebih tinggi daripadanya, misalnyaisi UU tidak boleh bertentangan dengan isi UUD. Isi Perda tidakboleh bertentangan dengan isi PP ataupun dengan isi UU bahkanjuga dengan isi UUD.

Dalam rangka kegiatan legislasi, misalnya oleh BadanLegislatif (Baleg) di DPR, dan juga di forum-forum pertimbangankebijakan (political consideration) dan kebijakan penetapanhukumnya (legal policy), begitu juga di pihak eksekutif (presiden,

Page 64: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

63Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

menteri-menteri, kepala-kepala daerah), harus berpegang padaasas hukum tadi.

Sewaktu asas ini diterapkan pada tahap pembuatan UU,berarti materi maupun jiwa UU itu harus disesuaikan danjangan bertentangan dengan materi maupun jiwa UUD RI 1945.Kesesuaian dan kadar kesesuaiannya dengan UUD inilah yangbiasa disebut konstitusionalitas (constitutionality, constitu-tionaliteit).

Urusan mengontrol dan mengevaluasi konstitusionalitasinilah yang menjadi kewajiban dan tugas MK melalui hak ujinya(toetsingsrecht) dengan maksud politis agar kebijakan (policy)yang menjadi muatan UU itu tidak bertentangan dengan amanatyang terkandung dalam UUD. Misalnya dari segi materiilmengenai pemerintahan daerah; jangan sampai terjadi UU yangtidak menghormati kesatuan masyarakat hukum adat besertahak-hak tradisionalnya seperti diatur dalam Pasal 18B ayat (2)UUD 1945; jangan ada UU yang mengatur ketenagakerjaansecara bertentangan dengan nilai-nilai kelayakan dan kemanusia-an seperti dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

Atau dari segi formil jangan terjadi penetapan UU olehPresiden mengadopsi hasil pertemuan dengan negara lain,padahal belum mendapat ratifikasi dari DPR sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) UUD 1945. Pengujian UUdengan memakai UUD (konstitusi) sebagai batu ujian danreferensi inilah yang menandai kekhususan wewenang MK.Maka namanya pun disebut Mahkamah Konstitusi.

Kalau pada tingkat UU sudah lolos dari ujian konstitusionali-tas seperti itu, maka peraturan hukum yang berada di bawahnya,seperti: PP, Perda, SK, dsb, tidak lagi menjadi porsi MK, dansemuanya itu menjadi sasaran kewenangan MA (MahkamahAgung). Maka jika diukur menurut prinsip keterwakilankepentingan secara nasional (representativeness of nationalinterest) dapat dikatakan bahwa kebersamaan kerja dan tanggungjawab antara Presiden sebagai top administrator dan chiefexecutive bersama-sama dengan DPR, pembuatan UU sebagaipuncak kegiatan legislasi nasional itu, apalagi jika sudahmemenuhi persyaratan keabsahannya baik dari segi materiilmaupun formil, itu saja pun -yakni UU- sudah cukup berat untukdievaluasi oleh MK.

Page 65: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

64 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Maka layak kalau di negara ini terjadi semacam distributionof power antara MK dan MA. MK menguji UU terhadap UUD,dan MA menguji peraturan yang berada di bawah UU terhadapUU itu sendiri. Jika diingat jumlah dan muatan peraturan sepertiPP, Perda, dsb, yang merupakan peraturan-peraturan organikyang akan mengatur lebih lanjut pelaksanaan UU organiekeverordeningen itu, tugas dan wewenang MA pun cukup berat,karena di kelompok peraturan-peraturan organik inilah bermuarasemua kepentingan negara dan kepentingan masyarakat, bahkansifat dan akibatnya lebih-lebih teknis-operasional.

Dari sudut dukungan beban, memang di antara keduaMahkamah ini ada beda yang sangat esensial, yakni MK bekerjasendirian, ia sebagai forum pertama dan terakhir (final) sedang-kan MA mempunyai perangkat forum pengadilan di bawahnyayang akan menangani pelbagai urusan dan kepentingan-kepentingan masyarakat.

Jangan pula disalahmengertikan bahwa MK akan me-nangani hal-hal kepentingan dan sengketa dari sudut politis, MKitu tetap dalam koridor juridis konstitusional, meski sekalipunsengketa yang dihadapinya adalah antara lembaga-lembaga politis.

Wacana seperti ini pernah bahkan sering muncul danpenulis selalu menjelaskan demikian, sebagaimana penulis alamisewaktu didengar pendapat saya dalam kapasitas sebagaipengasuh disiplin ilmu hukum tata negara, tatkala UU ini masihmerupakan rancangan, yakni RUU tentang Mahkamah Konsti-tusi, di forum dengar pendapat yang diselenggarakan oleh PansusRUU ini di gedung DPR RI di Senayan Jakarta.

Dalam kerangka itu penulis mengatakan bahwa kalaupunMK ini akan menangani sengketa antara lembaga-lembagakekuasaan ataupun antara organisasi politik, MK itu hanyamengecek dan mengevaluasi konstitusionalitas sebagai ukuranbenar ataukah salah pada sengketa antarlembaga itu, yang saatitu penulis sebut sebagai constitutio-legal aspects of their politicalacitivities, artinya hanya melihat dan menilai dari segi hukum

Jangan pula disalahmengertikan bahwa MK akanmenangani hal-hal kepentingan dan sengketa dari sudut

politis, MK itu tetap dalam koridor juridis konstitusional ...

Page 66: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

65Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

konstitusional pada kegiatan politik yang menjadi ajang per-sengketaan itu.

Maka melalui jalan fikiran dan analisa di atas, maka sayasependapat dengan apa yang telah ditetapkan sekarang, yaituadanya pembagian kerja pengujian aturan (rechtstoetsing) diantara MK dan MA itu. Mengenai kemungkinan adanya UUyang saling tumpang tindih dan bertentangan, hal ini lebih ber-ada di lahan legislatif. Jika ditinjau menurut teori hukum,overlapping dan kontradiksi seperti ini, masih termasuk dalamlingkaran ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid -lawuncertainty) dan kita harapkan dan persilakan supaya parastakeholders mengajukan usul penyederhanaan dan penyerasiankepada pihak yang kompeten melalui channel masing-masing,supaya Presiden dan DPR menanganinya. Dari sudut MK, padadasarnya urusannya muncul jika ada permohonan pengujianUU. Namun demikian, kalau dipertanyakan apakah MK harusproaktif untuk hal seperti itu, saya setuju dan sependapat, asalkanpada UU tentang MK dipacakkan dasar hukumnya terlebih dulu.

Persoalan kedua, kisi-kisi yang ada dan berlaku bagi MKmengenai batas-batas sasaran MK ialah Pasal 50 UU No. 24Tahun 2003 tentang MK yang menetapkan bahwa UU yangdapat dimohonkan untuk diuji ialah UU yang diundangkansetelah amandemen UUD 1945 yakni terhitung sejak PerubahanPertama pada tanggal 19 Oktober 1999.

Menurut Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki. S.H. (wakil ketuaMK) dalam bukunya yang dikutip terdahulu dalam tulisan ini,UU yang diundangkan sebelum perubahan UUD tidak dapatdiajukan permohonan pengujian. Maksud pembentuk UU,menurut Laica Marzuki selanjutnya, agar tidak terjadi penumpuk-an berkas perkara (een papieren muur) yang dikuatirkan bakaltidak mampu ditangani oleh mahkamah itu.

Penulis berpendapat, Pasal 50 UU No. 24 Tahun 2003 itu,sudah cukup tegas memberikan batas dan pembatasan.Tindakan yang perlu digerakkan mengenai itu, menurut penulisialah revisi kebijakan (legal policy) oleh dan berdasarkanpertimbangan politik melalui DPR, kemudian disusul denganrevisi dasar hukum (law making) sesuai dengan perkembanganketatanegaraan dan situasi politik.

Page 67: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

66 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Persoalan ketiga, mengenai hal potensial untuk terjadinyakekosongan hukum (rechts vacuum ataupun leemten) pascaputusan MK, penulis sependapat agar pihak eksekutif danlegislatif terus aktif mengisi kekosongan ini. Di sini penulis inginmengatakan lagi, bahwa urusan itu tidak khusus mengenaikewenangan MK, namun penulis ingin pula mengatakan, bahwadalam hal-hal seperti inilah perlunya law dialogue (tukar pikiranmengenai, perundang-undangan) di antara lembaga-Iembaganegara, seperti telah menjadi salah satu kesimpulan padaSeminar Pembangunan Hukum Nasional yang diselenggarakanoleh BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) DepartemenKehakiman di Denpasar Bali tanggal 14-18 Juli 2003 yang lalu,supaya ada forum koordinatif antarlembaga untuk melakukancheck and recheck khazanah peraturan perundang-undangandi negara ini. Untuk itu disarankan supaya BPHN ditugaskanmenjadi “Law Dialogue Center”.

Dari Aspek Putusan yang dikeluarkan MKMengenai hal ini nampaknya ada pendapat yang

mengatakan bahwa beberapa putusan yang dikeluarkan MKtidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan problembaru. Kebijaksanaan menghadapi masalah ini, menurut penulis,tergantung pada pihak stakeholder dan pokok masalah yangterkait. Maksudnya supaya diselesaikan secara kasuistis (kasusper kasus).

Namun demikian, dalam hal pemberlakuan asas retroaktifdan juga yang halnya inkonsisten pada putusan-putusan MK,mengingat banyak dan runyamnya masalah yang akanditanganinya, kiranya MK perlu menetapkan kriteria-kriteriauntuk keperluan teknis operasional dari tata kerja MK itu sendiri.

Dari Aspek Implementasi Putusan MKMengenai hal ini, jika memang benar demikian terjadinya

di lapangan, bahwa ditemukan indikasi adanya ketidakpatuhanpara pemangku kebijakan terhadap putusan MK, misalnyapemerintah (eksekutif) mengeluarkan PP mengatur ketenaga-listrikan yang UU-nya sudah dibatalkan oleh MK yakni munculPP untuk substansi yang sama, maka menurut pengamatansaya, miriplah ini dengan nasib putusan-putusan PTUN

Page 68: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

67Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

(Peradilan Tata Usaha Negara) yang tidak dipatuhi oleh pejabatyang terkait.

Hal seperti ini sudah termasuk dalam isi dan bahasantingkat disertasi doktor di USU (2005) dan juga pernah menjadipokok bahasan dalam diskusi yang diselenggarakan olehKementerian Pendayagunaan Aparatur Negara di Jakarta tahun2005.

Situasi dasarnya, ialah lebih dulu lahir UU mengenaiPeradilan Tata Usaha Negara, ketimbang pembuatan RUUtentang Administrasi Pemerintahan. Pada hakekatnya UUtentang PTUN itu adalah hukum formilnya bagi para pejabatatau administratur di negara, di semua lini dan level. SedangkanRUU tentang Administrasi Pemerintahan yang sedang dalamtaraf bahasan (masih RUU) adalah hukum materiilnya, yangmengatur batas hak-hak dan kewajiban para pejabat adminis-trasi negara itu.

Pendapat yang dominan dalam forum bahasan itu termasuksaya, ialah bahwa seyogyanya UU tentang AdministrasiPemerintahan ini lebih dulu lahir, supaya jelas patokan-patokanhukum untuk menertibkan kinerja para pejabat dan pegawainegara itu, dan supaya ditegaskan, bahwa jika seseorang pejabattidak merealisir putusan PTUN akan dituntut pertanggung-jawabannya, dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan sikap dantindak ketidakpatuhannya itu.

Page 69: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

68 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

OLEH: DRS. SURIAKUSUMAH ABD. MUTHALIB, DIPL. IIAP, M.PD.

STRATEGIPEMBELAJARAN KONSTITUSI

Dosen Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan SosialUniversitas Pendidikan Indonesia

PendahuluanBelum diterapkannya Konstitusi dalam kehidupan sehari-

hari siswa dan masyarakat, oleh karena bahan tersebut dipelajarisecara menghafal dan biasanya dilakukan pada waktumenghadapi ujian, tanpa mengerti makna dan tujuannya.Akibatnya setelah ujian selesai, bahan tersebut dilupakan dantidak pernah diingat kembali, apalagi dipraktekkan dalamkehidupan sehari-hari.

Sebagaimana diketahui bahan Konstitusi terdapat dalammata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikansejak Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.

Dewasa ini banyak kritik dari masyarakat yang ditujukankepada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalamkurikulum setiap jenis dan jenjang pendidikan, bahkan terhadapkeberadaan bidang studi itu sendiri. Fenomena ini bukan berartiadanya kemunduran, namun merupakan suatu petunjuk bahwabidang studi ini semakin berkembang dan mendapat tantanganmenarik untuk dapat menyesuaikan diri dengan zaman yangterus berubah.

Page 70: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

69Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Salah satu kritik yang dilontarkan masyarakat adalahbahwa Pendidikan Kewarganegaraan pada masa Orde Lama danOrde Baru telah digunakan sebagai alat indoktrinasi dari suatusistem kekuasaan untuk kepentingan pemerintah yang berkuasa.Di antara ekses yang muncul adalah para siswa atau masyarakatdikondisikan untuk tidak berani mengemukakan pendapat,berbeda pendapat apalagi mengkritik penguasa. Nilai dantindakan kreatif semakin terabaikan karena masyarakat dituntutuntuk menjadi penurut dan peminta petunjuk. Di samping itu,masyarakat cenderung lebih mendahulukan kepentingan dirisendiri atau kelompoknya daripada kepentingan negara.

Selanjutnya masuk pada tahap transisi (country intransision) menuju sistem politik yang stabil. Pada masa transisimasih terdapat kerancuan yang cukup besar yang disebabkanmasih terdapatnya budaya politik yang cenderung terpecah-belah di mana masyarakat belum menghayati orientasi yangsama terhadap tindakan-tindakan politik. Padahal menurutLucien Pye, “ Without a dominant culture to guide and shapethe various social agencies, the tendency in such societies is forpeople to turn to political action not only with quite differentexpectations but also with socially undisciplined motivation.”1

Kondisi demikian, baru berkaitan pada aspek politik,sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan, yang antara lainmembahas konstitusi meliputi ruang lingkup yang sangat luasyang meliputi ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,pendidikan, pertahanan keamanan, agama dan lain-lain disamping masalah perilaku dan sikap warga negara.

Untuk mempelajari bahan-bahan yang sangat luastersebut diperlukan suatu strategi pembelajaran, bukan saja darisegi teoritis, akan tetapi juga dari aspek praktisnya. Parapenyusun Undang-Undang Dasar (Framers of the Constitution)menyadari bagaimana sulitnya mempelajari Undang-UndangDasar. Oleh karena itu mereka mencoba memberikan semacamstrategi atau kunci dalam mempelajari Undang-Undang Dasar.Hal tersebut tercantum pada Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia sebagai berikut.

1 Pye, Lucien W., Aspects of Political Development, Boston: Little Brownand Company, 1966, hal. 3.

Page 71: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

70 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

“Memang untuk menyelidiki hukum dasar (droit consti-

tutionnelle) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-

pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutionnelle) saja, akan

tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan

bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari

Undang-Undang Dasar itu. Undang-Undang Dasar Negara

manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja.

Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang

Dasar dari suatu Negara kita harus mempelajari juga bagaimana

terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya

dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.”2

Dengan demikian mereka yang mempelajari Undang-Undang Dasar perlu menguasai sejarah bangsanya, bagaimanaprakteknya serta suasana kebatinannya, bagaimana terjadinyateks tersebut, berbagai keterangan yang ada serta suasanaperjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan.Oleh karena itu dalam setiap penerbitan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, selalu disertakanseluruh naskah mulai dari sebelum perubahan sampai kepadaPerubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat.

Pentingnya menguasai sejarah bangsa dikemukakan olehJohn J. Cogan sebagai berikut:

“All nations educate for citizenship. It is a primary responsibility

of schooling. Modern civic education in the United States dates back

to the year 1916 when the national Education Association established

the Commission on the Reorganization of Secondary Education. The

challenge was to conduct a comprehensive examination of the entire

secondary school curriculum and to make suggestions for a revised

scope and sequence framework for secondary schools.

In the process of this reassessment, a number of “study groups”

were formed in the respective discipline areas. One of these was in

the area of “civic education”. Prior to 1916, civics was taught mainly

2 Lihat Penjelasan Umum tentang Undang-Undang Dasar NegaraIndonesia dalam “Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi”, Sekretariat Jenderal MKRI, 2006, hal. 12.

Page 72: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

71Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

through the history curriculum. Indeed, the discipline of history

dominates the social subjects taught in American schools till this

day.”3

Secara bebas dapat diungkapkan bahwa semua bangsamendidik warga negaranya. Hal ini merupakan tanggung jawabutama dari sekolah. Pendidikan Kewarganegaraan modern diAmerika Serikat telah dimulai sejak tahun 1916 ketika AsosiasiPendidikan Nasional mendirikan Komisi tentang ReorganisasiPendidikan Menengah. Tantangannya adalah melakukanpengkajian yang menyeluruh terhadap semua kurikulumsekolah menengah dan menyusun rekomendasi untuk kerangkaperbaikan ruang lingkup dan susunan sekolah-sekolahmenengah.

Dalam proses pengkajian ulang ini, sejumlah “kelompokstudi” dibentuk dalam bidang disiplin masing-masing. Salah satudari bidang ini adalah bidang “pendidikan kewarganegaraan”.Sebelum tahun 1916, civics diajarkan terutama melalui kurikulumsejarah. Fakta menunjukkan bahwa disiplin sejarah mendominasimata pelajaran sosial di Amerika Serikat hingga hari ini.

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkanpeserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmenkuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Sebagaimana diungkapkan dalam RisalahSidang BPUPKI:

“Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara

kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah Negara

yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan –

atau nasionalisme– yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk

membangun masa depan bersama di bawah satu Negara yang

sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama,

ras, etnik atau golongannya.”4

3 Prof. John J. Cogan, Ph.D, Developing the Civil Society : The Role ofCivic Education, 1999, hal. 3.

4 Lihat Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,Jakarta, Sekretariat Negara R.I, 1998.

Page 73: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

72 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dansemangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secaraberkesinambungan untuk memberikan pemahaman yangmendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secarahistoris, Negara Indonesia telah diciptakan sebagai NegaraKesatuan dengan bentuk Republik.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah “Negara yangberkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada KetuhananYang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, PersatuanIndonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijak-sanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta denganmewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.”5

Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesiatelah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhannegara.

Diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmenyang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangatkebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia perludimasyarakatkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia,khususnya kepada generasi muda sebagai generasi penerus.

Untuk itu perlu dipertimbangkan strategi yang tepat dalampembelajaran Konstitusi, sehingga benar-benar dapat dipahamiserta diterapkan dalam sikap tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.

Proses PembelajaranSebagai mahluk sosial, setiap orang akan terlibat dalam

kehidupan kemasyarakatan. Hasil dari suatu aktivitas belajarhendaknya berguna bukan saja bagi individu yang bersangkut-an, akan tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Dalam hal inilah

5 Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Page 74: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

73Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

diperlukannya proses belajar bagi setiap warga negara ErnestR. Hilgard dalam bukunya Introduction to Psychologymengemukakan:

“We may define learning as the process by which an activity

originates or is changed through responding to a situation, provided

the changes cannot be attributed to growth or the temporary state of

the organism (as fatigue or under drugs).”6

Dari pendapat tersebut di atas dapat dijelaskan bahwabelajar merupakan suatu proses dimana ditimbulkan ataudiubahnya suatu kegiatan karena mereaksi terhadap suatukeadaan. Perubahan mana tidak disebabkan oleh prosespertumbuhan (kematangan) atau keadaan organisme yangsementara (seperti kelelahan atau karena pengaruh obat-obatan).

Dengan demikian dalam mempelajari konstitusi terjadisemacam “dialog” dalam diri pembelajar mengenai bahan yangdipelajarinya yang menimbulkan respon.

Selanjutnya Chester W. Harris mengungkapkan bahwa,“Learning in the context of education, refers to the growth anddecay of interests, knowledge, and skills, and to the transfer ofthese to new situations.”7

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajaradalah suatu perubahan minat, pengetahuan dan kecakapankepada situasi yang baru.

Berikut ini Stephen A. Romine mengemukakan pulapengertian belajar : “Learning is defined as the modificationorstrengthening of behavior through experiencing.”8

6 Lihat Ernest R. Hilgard, Introduction to Psychology, yang dikutipoleh Maman Achdiat Dkk., P3G, Jakarta, 1971, hal. 3

7 Lihat Chester W. Harris dalam Encyclopedia of Educational Research,The Macmillan Company, New York, 1960.

8 Lihat Stephen A. Romine, Building the High School Curriculum, TheRonald Press Company, New York, 1963.

... belajar merupakan suatu proses di manaditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan

karena mereaksi suatu keadaan.

Page 75: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

74 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Demikian pula Good and Brophy mengemukakan artibelajar dengan kata-kata yang sangat singkat yaitu, “Learningis the development of new associations as a result of experience.”9

Dengan demikian belajar menurut Good dan Brophy,bukan tingkah lakunya yang nampak, tetapi terutama adalahprosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individudalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru (newassociations). Hubungan-hubungan baru tersebut dapat berupahubungan antara perangsang-perangsang, reaksi-reaksi atauantara perangsang dan reaksi.

Bertitik tolak dari definisi-definisi tersebut di atas, dapatdisimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang sangatpenting dalam mengubah sikap, pengetahuan serta ketrampilanpeserta didik. Demikian pula dalam mempelajari Konstitusi,peserta didik diharapkan aktif berperanserta, karena merekasendiri yang kelak akan menerapkan segala pengetahuan danketrampilannya.

Belajar akan lebih mantap dan berhasil, apabila pesertadidik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, oleh karenakebutuhan, minat serta kepentingan mereka menjadi prioritasutama. Di samping itu juga hasil belajar hendaknya dikaitkandengan transfer.

Secara sederhana masalah transfer ini berkaitan denganaktivitas peserta didik lewat proses belajar untuk dapatmenerapkan informasi yang tepat, sehingga menghasilkan suatujenis perbuatan yang berguna bagi mereka maupun masyarakat.Jenis perbuatan hasil dari suatu transfer dapat bersifat positifdan dapat pula negatif.

Sebagai contoh misalnya, peserta didik setelah mempelajarisejarah Konstitusi dapat berpikir historik dalam memecahkansuatu permasalahan, maka dalam diri mereka Apabila pesertadidik mampu berpikir historik dalam mempelajari sejarahKonstitusi berarti telah terjadi transfer positif. Apabila terjadikebalikannya, yaitu menjadi tidak senang kepada pelajaransejarah Konstitusi, maka transfer yang terjadi bersifat negatif.

9 Good and Brophy, Educational Psychology: A Realistic Approach,Dikutip oleh Maman Achdiat, dkk., P3G, Jakarta, 1980.

Page 76: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

75Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Jerome S. Bruner mengungkapkan adanya tiga langkahdalam proses belajar :

“Learning a subject seems to involve three almost simultaneous

processes. First there is acquisition of new information; A second aspect

of learning may be called transformation; A third aspect of learning is

evaluation.”10

Dari pendapat Bruner tersebut di atas, dapat ditarik suatukesimpulan bahwa dalam setiap proses belajar ketiga langkahtersebut harus benar-benar mendapat perhatian, agar peserta didikdapat menemukan sendiri cara-cara pemecahan masalahnya.

Di Amerika Serikat sendiri proses pembelajaran Konstitusimelalui pelajaran Civics dimulai pada tahun 1790 berorientasi kepadapendidikan karakter, patriotisme dan civil government untuk meng-Amerika-kan bangsa Amerika (Theory of Americanization).

“Proses pembelajarannya berorientasi kepada FacultyPsychology. Menurut aliran psikologi ini, karakter warga negarayang baik dapat dihasilkan dengan melatih siswa berpikir dengancara menghafal, mengarahkan dan menasehati mereka secarateratur dengan bahan-bahan yang baik. Walaupun sampaisekarang aliran ini masih banyak yang mempraktekkannya(sadar atau tidak sadar), sejak tahun 1901 pun sudah ada yangberkeberatan. Gerakan Civic Education (1901) yang dipeloporiHoward Wilson dan gerakan Community Civics (1907) yangdipelopori oleh W.A. Dunn kurang menyetujui aliran FacultyPsychology tersebut.”11

Penelitian terhadap masalah ini kemudian dilakukan olehHartshorn dan May dengan menyimpulkan:

“(a) No one is by ‘nature’ honest or dishonest, but when dishonesty

is reward it is practiced ; (b) mere verbal promises to be honest, and

verbal formulation of the ideal of honesty do not produce habits of

honesty ; (c) basic changes are needed in school procedures to permit

10 Jerome S., Bruner, The Process of Education, Vintage Books. ADivision of Random House, New York, 1962, hal. 15.

11 Lihat Muhammad Nu’man Somantri, Menggagas PembaharuanPendidikan IPS, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 302.

Page 77: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

76 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

exercise of inititative and self-judgement, to receive the traditional

teacher pupil relationship to one of cooperation.”12

Kesimpulan tersebut pada dasarnya berkeberatan terhadappelaksanaan pengajaran Konstitusi yang berorientasi kepadaFaculty Psychology.

Peserta didik tidak akan menjadi baik dengan hanyadinasehati saja, tanpa adanya kesempatan untuk meneliti,menyelidiki serta kemudian melakukan evaluasi.

Pada tahun 1930 aliran psikologi pendidikan FieldPsychology mulai mempengaruhi metode pengajaran Civicskhususnya pengajaran Konstitusi. Aliran psikologi tersebutberanggapan bahwa, “… doctrinary teaching of ethics towardthe forming of habits was considered no longer adequate; insteadfree and dynamic student participation and active problemssolving appeared to be essential.”13

Mengajarkan secara doktriner bahan pelajaran yang bernilaietika untuk membentuk warga negara yang baik, dianggapkurang baik. Oleh sebab itu aliran Field Psychology berpendapatbahwa proses belajar yang demokratis dan dinamis dianggap lebihefektif dan akan memperoleh nilai yang sebenarnya. Aliranpsikologi ini memotivasi pengajaran Konstitusi agar berorientasikepada (a) mendorong partisipasi peserta didik secara aktif, (b)memiliki sifat-sifat penemuan (inquiry), dan (c) pendekatanpemecahan masalah.14

Dalam bidang pendidikan John Dewey dalam bukunya HowWe Think, mencoba mengungkapkan lima langkah dalam prosesberpikir yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, yaitu:1. A feeling of perpelexity (merasakan adanya masalah).2. The definition of the problem (menyusun batasan masalah).3. Suggesting and testing hypothesis ( menyarankan serta

mentes hipotesis).4. Development of the best solution by reasoning (mengembang-

kan pemecahan masalah yang terbaik dengan akal sehat).

12 Lihat Muhammad Nu’man Somantri, Menggagas PembaharuanPendidikan IPS, dengan mengutip pendapat Hartshorn dan May, hal. 302.

13 Ibid.14 Ibid., hal. 303.

Page 78: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

77Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

5. Testing of the conclusion, followed by reconsideration ifnecessary (menguji kesimpulan, diikuti dengan pemikirankembali jika diperlukan).15

Langkah-langkah berpikir yang diungkapkan oleh JohnDewey tersebut, kemudian banyak yang melakukan perubahanuntuk dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Seperti yangdiungkapkan oleh Roy Hatch, antara lain:1. Find the facts (menemukan fakta).2. Filter the facts ( menyaring fakta).3. Face the facts (menghadapi fakta).4. Follow the facts (mengikuti fakta).5. Define the problem (mendefinisikan masalah).6. Discovering important facts (menemukan fakta penting).7. List alternative conclusions (merinci/mendaftar kesimpulan

alternatif).8. State the best solution (menarik kesimpulan terbaik).16

Pada masa lalu strategi pembelajaran khususnya konstitusilebih menekankan kepada aliran Faculty Psychology yang hanyamemperhatikan bagian-bagian dari kemampuan manusia,seperti menghafal sila-sila Pancasila, menghafal pasal-pasaldalam konstitusi, menghafal macam-macam hak dan kewajib-an warga negara dalam konstitusi tanpa mengerti keterkaitanserta maknanya. Sedangkan aliran Field Psychology lebih me-nekankan kepada keseluruhan (totalitas) kemampuan manusia,baik yang berkaitan dengan penguasaan aspek coqnitive domain(pengetahuan), aspek affective domain (sikap atau perilaku) danaspek psycho-motor skill (ketrampilan). Dengan demikianpendekatan Field Psychology sudah mengajak para peserta didikuntuk mampu menghubungkan suatu peristiwa denganperistiwa lainnya, menemukan sendiri berbagai permasalahanyang timbul serta mencari pemecahan masalah yang terbaikdari berbagai pilihan. Dalam mempelajari konstitusi, kita tidakhanya menghafal bab atau pasal-pasal dalam konstitusi saja,

15 John Dewey, How We Think, 1910, Boston, D.C. Health, hal. 5.16 Lihat Muhammad Nu’man Somantri, Menggagas Pembaharuan

Pendidikan IPS, dengan mengutip pendapat Roy Hatch, hal. 303.

Page 79: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

78 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

akan tetapi yang penting adalah bagaimana konstitusi tersebutdapat dijadikan pedoman dalam pemecahan berbagai permasalah-an yang timbul di masyarakat, sehingga konstitusi itu memilikimakna dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalammembangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadarberkonstitusi. Untuk itulah diperlukan kemampuan peserta didikuntuk menguasai berbagai fakta, konsep, generalisasi, teori sertahukum.

Konsep dan GeneralisasiSebagaimana diketahui dikenal adanya peringkat dalam

ilmu pengetahuan yang dimulai dari yang rendah sampaidengan yang tinggi yaitu: fakta, konsep, generalisasi, teori danhukum. Untuk jelasnya berikut ini digambarkan peringkattersebut:

Menurut The New Lexicon Webster International Dictionaryyang dimaksud dengan fakta adalah “Fact, n. (L. factum, a thingdone, prop. Neut. of factus, pp. of facere, do, make). Somethingthat has really happened or is actually the case, as distinguishedfrom something merely believed to be so; the quality of being realand actual; a truth known by actual observation or authentic

17 The New Lexicon Webster International Dictionary, Volume I, TheEnglish Language Institute of America, Inc., hal. 352.

hukum

teorigeneralisasi

konsep

fakta

tinggi

rendah

Peringkat Ilmu Pengetahuan

Page 80: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

79Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

testimony; often pl., law, something which is alleged to be; as ,facts given but not trustworthy.”17

Dengan demikian fakta tersebut merupakan suatu kejadiannyata atau suatu kasus yang aktual yang benar-benar terjadi.Misalnya kita melihat para pekerja sedang melakukan demons-trasi menuntut kenaikan gaji, mahasiswa melakukan unjuk rasadengan membawa berbagai poster kepada rektor universitas agarSumbangan Pembiayaan Pendidikan diturunkan dan lain-lain.

Fakta tersebut tidak memiliki arti apa-apa kalau hanya tetapmenjadi fakta, akan tetapi akan memiliki makna, apabila faktaitu dikembangkan menjadi konsep. Yang dimaksud dengankonsep adalah “Concept, n. (L. conceptus, a conceiving, a thought,< concipere ). That which is conceived in the mind ; a generalnotion or idea ; a conception.”18

Dengan demikian suatu konsep merupakan suatu pengerti-an yang digambarkan dalam pikiran seseorang yang terdiri darisuatu kata. Satu kata dapat terdiri lebih dari satu konsep. Macamkonsep yang dikenal, antara lain (1) konsep nyata seperti kata:mesjid, gunung, kuda, sapi dan lain-lain, (2) konsep abstrak sepertikata: demokrasi, hak, kewajiban, makmur, adil dan lain-lain, (3)konsep alamiah seperti kata: gunung, matahari, bulan, bintangdan lain-lain, (4) Konsep buatan manusia, seperti: gedung,jembatan, gereja dan lain-lain. Selanjutnya National Council forthe Social Studies mengungkapkan bahwa konsep adalah: “Anindividual’s own way of making meaning of thing he hasexperienced.”19

Menurut Koentjaraningrat,

“Dengan proses akal individu mempunyai suatu kemampuan

untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang

18 The New Lexicon Webster International Dictionary, Volume I, TheEnglish Language Institute of America, Inc., hal.209.

19 National Council for the Social Studies, 1977, hal. 4.

... konsep adalah:“An individual’s own way of making meaning

of thing he has experienced.”

Page 81: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

80 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari

berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkrit dari

penggambaran baru itu. Dengan demikian manusia dapat

membuat suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu

di muka bumi ini, bahkan juga di luar bumi ini. Penggambaran

abstrak tadi dalam ilmu sosial disebut konsep.”20

Dengan demikian fakta berupa demonstrasi yang dilaku-kan para pekerja tersebut dapat mengandung berbagai konsepseperti: demokrasi, hak pekerja, kewajiban pekerja, keadilan danlain-lain.

Pengertian berikutnya adalah Generalisasi, yakni:“Generalization, n. The act or process of generalizing; a broador general concept, statement, or principle derived fromgeneralizing.”21 Suatu generalisasi merupakan suatu pernyataanumum yang menyatakan ruang lingkup hubungan antarakonsep yang satu dengan konsep lain.

Menurut National Council for the Social Studies, “Ageneralization is a universally applicable statement at thehighest level of abstraction relevant to all time or stated timesabout man past and/or present, engaging in a basic humanactivity.”22

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa generalisasimerupakan suatu pernyataan umum yang dapat diaplikasikansecara universal pada tingkat abstraksi yang relevan denganmasa lampau dan/atau masa sekarang yang harus menyangkutkegiatan dasar manusia.

Dalam proses pembelajaran konstitusi, para peserta didikhendaknya mampu mengungkapkan berbagai generalisasisesuai konstitusi yang kemudian dibahas bersama, baik denganguru atau dosen maupun dengan kelompok-kelompok siswayang mengadakan diskusi.

20 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, PenerbitPT Gramedia, Jakarta, 1971, hal. 103.

21 The New Lexicon Webster International Dictionary, Vol. I, The EnglishLanguage Institute of America, Inc. , hal. 404

22 National Council for the Social Studies, The Role of the Social Studies,Social Education, XX, 1962, hal. 73.

Page 82: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

81Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Beberapa contoh generalisasi yang perlu dibahas diantarapara siswa atau mahasiswa misalnya:1. Setiap hak dan kemudahan umum yang diperoleh setiap warga

negara Republik Indonesia yang berdasarkan Undang-UndangDasar 1945, membawa akibat berbagai kewajiban sepertimematuhi peraturan perundang-undangan, membayar pajak,membela negara dan lain-lain. Dari contoh generalisasipertama tersebut dapat dikembangkan berbagai topik seperti:(a) pengaruh sistem perpajakan baru terhadap kesadaranmasyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan, (b)kesadaran masyarakat terhadap tertib berlalu lintas danpengaruhnya terhadap keamanan dan ketertiban masyarakatdan lain-lain.

2. Aspirasi masyarakat, dukungan serta kritik warga negarasangat diperlukan guna memelihara jalannya sistem peme-rintahan, agar pemerintah dapat melaksanakan tugasnyamenurut Undang-Undang Dasar 1945. Dari contoh generali-sasi kedua tersebut dapat dikembangkan berbagai topikseperti: (a) pengaruh kesadaran politik warga negaraterhadap partisipasi politik, (b) tinjauan sekitar fungsi partaipolitik dalam sistem pemerintahan demokratis di Indonesiadan lain-lain.

Setiap negara mempunyai perangkat perundangan, dengandemikian pengawasan terhadap tingkah laku pemerintah danwarga negara dapat berdaya guna, sehingga tujuan negara dapatditingkatkan keberhasilannya. Dari contoh generalisasi ketigatersebut dapat dikembangkan berbagai topik seperti: (a) sistempengawasan yang dilakukan oleh masyarakat serta pengaruhnyaterhadap tingkah laku pemerintah dalam melaksanakanpembangunan, (b) peranan masyarakat terhadap programtransmigrasi dalam melaksanakan pembangunan nasional, danlain-lain.

Apabila kekuasaan pemerintahan hanya dipusatkan dalamtangan suatu kelompok tertentu maka kemungkinan terjadikediktatoran makin meningkat sedangkan kemungkinantumbuhnya demokrasi Pancasila akan semakin menurun. Daricontoh generalisasi keempat tersebut dapat dikembangkan berbagai

Page 83: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

82 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

topik seperti: (a) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadapperilaku siswa di sekolah, (b) Prosedur pengambilan keputusan sertapengaruhnya terhadap sikap demokratis siswa dalam menghadapimasalah dan lain-lain.

Pemahaman warga negara secara luas terhadap masalah-masalah politik yang berkembang di masyarakat merupakanmetode untuk melakukan politik praktis secara dewasa. Daricontoh generalisasi kelima tersebut dapat dikembangkan ber-bagai topik seperti: (a) peranan organisasi kemahasiswaandalam pembinaan pendidikan politik, (b) suatu kajian tentangpeningkatan kesadaran politik masyarakat desa serta pengaruh-nya terhadap pembangunan desa.

Uraian di atas, hanya merupakan contoh kecil darigeneralisasi yang dapat dikembangkan menjadi berpuluh bah-kan beratus topik untuk dijadikan bahan kajian atau pembahas-an dalam proses pembelajaran Konstitusi.

Selanjutnya generalisasi yang sudah diuji tingkatkebenarannya (tested generalizations) disebut dengan teori, danteori yang memiliki tingkat kebenaran yang lebih tinggi disebutdengan hukum.

Pendekatan Pembelajaran Substansi KonstitusiPembelajaran konstitusi dapat dilihat dari isi bahan yang

akan dibahas. Pembelajaran ini menggambarkan secara holistikketerkaitan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Sebagai-mana isi bahan social studies, bahan-bahan mengenai konstitusimeliputi sumber bahan sebagai berikut:

“The content for a modern social studies program is drawn from

various sources. Three sources are easily identified in school practices:

1 . That informal content found in the ongoing activities of the

several expanding communities of men in which the pupil lives.

2. The second source of social studies content is the formal

disciplines of the pure of semisocial sciences human geography,

history, political science, economics, sociology, anthropology,

social psychology, jurisprudence, philosophy and ethics, and

linguistics.

Page 84: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

83Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

3. A third source of content is found in the response of pupils both

to (a) the informal events cited as the first source, and (b) the

more formal studies refered to as the second source.”23

Sebagaimana bahan social studies, isi bahan konstitusi me-liputi aspek informal content, yaitu bahan-bahan yang diambildari kehidupan masyarakat sehari-hariyang ada di sekitarkehidupan peserta didik. Bahan informal content ini meliputibahan-bahan yang saling bertentangan dalam kehidupan masya-rakat (controversial issues), seperti masalah Sumbangan DanaSosial Berhadiah (SDSB) dimana terdapat masyarakat yang prodan kontra, demikian pula masalah lokalisasi Wanita Tuna Susila(WTS) yang dianggap sebagian masyarakat sebagai legalisasiprostitusi, masalah tempat pembuangan akhir sampah, masalahlimbah industri, masalah lumpur Lapindo, masalah penempatanpedagang kaki lima, masalah penggusuran rumah, dan ribuanmasalah lainnya. Di samping masalah controversial issues, jugamasalah-masalah yang dianggap tabu (taboo) atau yang selaluditutup-tutupi (closed area), seperti: masalah hubungan kerja diantara pejabat negara yang kurang harmonis, masalah korupsi,kolusi dan nepotisme di kalangan pejabat negara, masalahpendidikan seks dan lain-lain. Demikian pula termasuk dalaminformal content adalah masalah yang dianggap masih hangatatau sedang ngetop di masyarakat (current affairs), yangtermasuk dalam kedua aspek tersebut. Untuk itu setiap warganegara diharapkan peka terhadap berbagai informasi yang ter-dapat dalam mass-media dan lain-lain.

Materi pembelajaran konstitusi yang kedua, adalah formaldisciplines, yaitu bahan pembelajaran konstitusi yang diambildari berbagai disiplin ilmu maupun semi sosial seperti geografi,sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologisosial, hukum, filsafat, etika dan ilmu bahasa maupun dari ber-bagai peraturan perundang-undangan.

Dewasa ini di kalangan perguruan tinggi terdapat adanyakecenderungan yang kuat akan kebutuhan diterapkannya

23 Paul R. Hanna and John R. Lee, “Content in the Social Studies”. InMichaelis John. U., (ed.), 1962, Social Studies in Elementary Schools, 32nd Yearbook, Washington D.C : NCSS, hal. 62.

Page 85: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

84 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

pendekatan antar disiplin ilmu (interdisiciplinary approach)dalam membahas masalah-masalah sosial kemasyarakatan.Sebab-sebab dari timbulnya kecenderungan tersebut, diantara-nya karena spesialisasi studi salah satu disiplin seringkali melepas-kan diri dari permasalahan sosial kemasyarakatan khususnyayang menyangkut kepentingan umum. Dalam hubungannyadengan masalah tersebut, Shirley H. Engle mengungkapkan:

“…Because of their scientific and highly specialized interest, social

scientist appear at times to disassociate themselves from the practical

problems confronting ordinary citizens. The more scientific, the bent

of the investigator, the less he is concerned with over all social

problems or broad dilemma that invite speculative thinking.”24

Apabila para spesialis dalam masing-masing disiplin ilmusosial kurang memperhatikan permasalahan sosial sertaketimpangan-ketimpangan yang terdapat dalam masyarakat,maka hal itu akan berakibat dapat menjauhkan peserta didikdari masalah kehidupan masyarakat yang sebenarnya.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran Konstitusi dikenaladanya empat pengorganisasian disiplin ilmu, yaitu:1. Pengorganisasian secara terpisah (isolation): yaitu

membahas suatu permasalahan hanya dilihat dari salah satudisiplin ilmu saja. Misalnya membahas Pasal 33 UUD 1945ditinjau dari disiplin ilmu ekonomi saja, membahas pasal 24UUD 1945 ditinjau dari disiplin ilmu hukum saja, membahasPasal 22E UUD 1945 ditinjau dari disiplin ilmu politik sajadan seterusnya. Untuk jelasnya dapat dilihat gambar berikut:

24 Shirley H. Engle, The Culture Concept in the Teaching of History,Doctor’s Thesis, U. Illinois, 1953 , hal. 7.

sejarah politik hukum ekonomi geografi

Pasal 22E Pasal 24 Pasal 23

Page 86: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

85Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

2. Pengorganisasian yang saling berhubungan (correlation):yaitu membahas suatu masalah ditinjau dari berbagai disiplinilmu yang saling berhubungan. Misalnya membahasWawasan Nusantara dengan meninjau dari disiplin sejarah(mulai dari Sumpah Palapa sampai dengan sejarah kemer-dekaan bangsa), disiplin politik dengan politik bebas dan aktif,disiplin hukum membahas dasar hukum Wawasan Nusantara,disiplin ekonomi dengan aspek zone ekonomi eksklusif, dandisiplin geografi dengan menentukan letak negara Indonesia.Untuk jelasnya dapat dilihat gambar sebagai berikut:

3. Pengorganisasian yang menekankan pada satu disiplin ilmu,sedang disiplin lainnya memberikan dukungan (concentra-tion). Misalnya adanya money politics dalam pemilihan kepaladaerah. Ada kemungkinan masalah ini ditekankan kepadamasalah pelanggaran hukum, namun tidak dapat dilepaskanpada masalah ekonomi, masalah politik, masalah sosiologisdan lain-lain.

4. Pengorganisasian dengan melebur seluruh bahan menjadisatu, sehingga identitas masing-masing disiplin ilmu menjadihilang (unification) dan muncullah isi bahan yang baru.Misalnya dalam mengubah perilaku negatif bangsa Indo-nesia diperlukan pendekatan ini, dengan memberikan ataumenerapkan nilai-nilai luhur Pancasila atau di AmerikaSerikat dengan demokrasi liberalnya dan di Uni Sovyet (pada

sejarah ekonomi geografi politik ekonomi

sejarah politik geografi hukum ekonomi

Page 87: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

86 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

masa lalu) dengan doktrin komunismenya. Untuk jelasnyadapat dilihat gambaran berikut ini:

Bahan pembelajaran konstitusi yang ketiga adalah “Theresponse of pupils both to the informal and the formal studies.”Dari materi ketiga ini berarti bahan pembelajaran konstitusidiperoleh dari respon peserta didik terhadap bahan formal danbahan informal. Respon dari peserta didik tersebut dapat beruparespons positif, respon negatif atau apatis. Hal ini berarti bahanpembelajaran konstitusi harus dapat mengikuti perubahan zamandan mengalami penyesuaian diri dengan kebutuhan masyarakat.Dari respon tersebut diharapkan para pendidik dapat mengadakankoreksi, perbaikan, tambahan atau perubahan terhadap bahan-bahan yang diberikan, karena akan disesuaikan dengan kebutuh-an peserta didik, para siswa maupun masyarakat pembelajar sertapertimbangan-pertimbangan psikologis.

Pendapat Paul R. Hanna dan John R. Lee tersebut kemudiandiperkuat dan ditambahkan oleh Jack Allen dengan materi bahanyang keempat, yaitu “sintesis dari kebutuhan pribadi, masyarakatdan kebutuhan negara.”25

Dalam pembelajaran konstitusi, kesulitan yang dihadapidengan pendekatan interdisipliner adalah bagaimana materipembelajaran secara interdisipliner disusun, karena setiap disiplindan tema yang dibahas memiliki karakter tersendiri.

isi baru

25 Muhammad Nu’man Somantri, Metode Mengajar Civics, Mengutippendapat Jack Allen, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1976, hal. 99.

... bahan pembelajaran konstitusi harus dapat mengikutiperubahan zaman dan mengalami penyesuaian diri

dengan kebutuhan masyarakat.

Page 88: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

87Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

D.G. Dufty mencoba mengungkapkan adanya tiga pendekat-an, yaitu: “(1) structural approach, (2) functional approach and,(3) interfield approach.”26

Pendekatan struktural (structural approach) bertitik tolakdari disiplin ilmu. Walaupun bahan-bahan pelajaran diambil dariberbagai macam disiplin, tetapi seluruh bahan itu terlebih dahuluharus disusun secara sistematis menurut salah satu strukturdisiplin ilmu social. Yang dimaksud dengan struktur adalah (a)apa yang merupakan “fundamental” atau “organizing principles”dari suatu disiplin ilmu, (b) a method of inquiry made up of twoparts, the formation of a hypothesis and the process of proff.”27

Model pendekatan structural sebagaimana digambarkandalam peng-organisasian pembelajaran Konstitusional yaitu:isolation, correlation, concentration dan unification.

Kedua adalah pendekatan fungsional (functional approach),yang bertitik tolak bukan dari struktur disiplin, akan tetapi daripertanyaan atau masalah yang terdapat dalam masyarakat sertaberkaitan dengan masalah yang dihadapi peserta didik. Ruanglingkup dalam pendekatan fungsional lebih luas dan kompleks,karena menyangkut masalah-masalah kemanusiaan. Namun disinilah para peserta didik dilatih untuk berpikir secara kreatifdalam kehidupan sosial yang nyata.

Ketiga adalah pendekatan antarbidang (interfield approach),yaitu suatu model pendekatan yang hampir sama denganpendekatan Struktural, namun tidak hanya meliputi ilmu sosialsaja, melainkan juga ilmu pengetahuan alam, ilmu pendidikan,seni dan bahasa serta ilmu lainnya. Dalam pendekatan antar-bidang ini the area approach dapat digunakan. Misalnya dalammembahas budaya suatu suku tertentu di Indonesia, maka disamping aspek-aspek ekonomi, politik, sejarah, anthropologi,maka dapat pula dilengkapi dengan sumber-sumber alam,pendidikan serta lingkungan fisik dan sosial daerah bersangkutan.

26 Dufty, D.G., Teaching About Societies, Sidney : Roghby, 1970, revised1986, hal. 298.

27 Muhammad Nu’man Somantri, Menggagas PembaharuanPendidikan IPS, dengan mengutip pendapat Edwin Fenton, 2001, hal.2 7 1 .

Page 89: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

88 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

KesimpulanPembelajaran konstitusi yang dilakukan selama ini lebih

menekankan kepada menghafal bahan sedemikian rupa, sehinggamateri konstitusi kurang dapat dimengerti, apalagi berperilakusadar berkonstitusi serta menerapkannya dalam kehidupansehari-hari. Untuk itu diperlukan suatu strategi pembelajarankonstitusi melalui penguasaan bahan yang meliputi bahaninformal, bahan formal, respons peserta didik terhadap bahaninformal dan formal, serta keterpaduan (sintesis) dari kebutuhanpribadi, masyarakat dan negara. Cara pendekatan yang dapatdigunakan adalah pendekatan struktural, pendekatan fungsionaldan pendekatan antarbidang, melalui pengorganisasian bahanyaitu isolation, correlation, concentration dan unification. Parapeserta didik dilatih untuk mengembangkan fakta menjadikonsep, konsep menjadi generalisasi, generalisasi menjadi teoridan terakhir teori menjadi hukum. Dengan cara seperti itudiharapkan pembelajaran konstitusi akan lebih menarik, karenapeserta didik diajak untuk berpikir kreatif serta terlibat secaralangsung terhadap permasalahan yang dihadapinya.

Daftar PustakaBruner, Jerome S., 1962. The Process of Education. New York: Vintage

Books A Division of Random House.Cogan, John J., 1999. Developing the Civil Society: The Role of Civic

Education.Dewey, John, 1910. How We Think, Boston: DC Health.Dufty, D.G., 1970 rev. 1986. Teaching About Societies, Sidney:

Roghby.Engle, Shirley H., 1953. The Culture Concept in the Teaching of

History, Doctor’s Thesis, U. Illinois.Good and Brophy, 1980. Educational Psychology: A Realistic

Approach, dikutip oleh Maman Achdiat, dkk., Jakarta: P3G.Hanna, Paul R., and Lee, John R., 1962. “Content in the Social Studies”,

in Michaelis John U., (ed), Social Studies in Elementary Schools,32nd Yearbook, Washington D.C : NCSS.

Harris, Chester W., 1960. Encyclopedia of Educational Research.New York: The Macmillan Company.

Hilgard, Ernest R., 1971. Introduction to Psychology, dikutip olehMaman Achdiat dkk., Jakarta: P3G.

Page 90: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

89Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Koentjaraningrat, 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,Jakarta: PT Gramedia.

National Council for the Social Studies, 1981. “The Role of the SocialStudies”, Social Education, XX, NCSS.

Nu’man Somantri, Muhammad, 2001. Menggagas PembaharuanPendidikan IPS, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nu’man Somantri, Muhammad, 1976. Metode Mengajar Civics,Jakarta: Erlangga.

Pye, Lucien W., 1966. Aspects of Political Development, Boston: LittleBrown and Company.

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdeka-an Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,Jakarta: Sekretariat Negara.

Romine, Stephen A., 1963. Building the High School Curriculum. NewYork: The Ronald Press Company.

The New Lexicon Webster International Dictionary, 1978. TheEnglish Language Institute of America, Inc.

Page 91: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

90 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

OLEH: SEBASTIAN SALANG

PARLEMEN:ANTARA KEPENTINGAN POLITIK

VS. ASPIRASI RAKYAT

Sekjen FORMAPPI(Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia)

PendahuluanMenyakitkan. Itulah kata yang melukiskan perasaan

rakyat bila mencermati perilaku wakil rakyat kita saat ini. Ketikarakyat menjerit kelaparan dan tidak berdaya menanggung bebanhidup yang semakin berat, wakil rakyat (DPR) dan pemerintahmemutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).Ketika petani menjerit karena harga gabah yang demikianmurah, pemerintah dan wakil rakyat membuat keputusanimpor beras. Ketika di berbagai daerah mengalami busung lapar,DPR malah menaikkan gaji, tunjangan dan sejumlah fasilitaslainnya.

Sungguh merupakan potret buram peran negara terhadaprakyat yang tentu menyakitkan dan melukai hati rakyat. Potretrealitas di atas perlu diungkap secara jujur, karena hal itu dapatmenjelaskan substansi pembangunan politik Indonesia pascareformasi yang sangat jelas terlihat orientasinya secara dominanpada kepentingan negara dan elit politik daripada ke arahkepentingan rakyat.

Orientasi pembangunan politik dan kebijakan yang sepertiitu, menurut Ignas Kleden, disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

Page 92: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

91Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

civil society yang memaksa Presiden Soeharto turun dari tahtakekuasaan, kemudian dipotong oleh kekuatan-kekuatan politikyang dalam tendensinya cenderung mengembalikan keter-gantungan kepada negara. Kekuatan ini cukup dominan mem-pengaruhi proses dan praktek politik pada periode awal reformasi,saat ini dan bahkan sampai beberapa periode mendatang.

Perhatian utama pada negara dan elit politik saat inimenurut Ignas, dapat dilihat dari beberapa indikasi berikut ini.1. Isu stabilitas nasional selama Orde Baru, kini diganti oleh

isu keutuhan teritorial negara. Masalah Gerakan AcehMerdeka (GAM) di Aceh, dianggap jauh lebih gawat secaranasional dibandingkan dengan masalah konflik Maluku yangsampai sekarang sudah menelan korban puluhan ribu jiwa.Keutuhan sosial masyarakat belum dianggap sama pentingdengan keutuhan teritorial negara. Separatisme politik dilihatsebagai resiko yang secara nasional lebih gawat daripadadisintegrasi sosial dan kekerasan politik. Demikianpunmasalah korupsi yang menimbulkan disintegrasi ekonominasional dan menghabiskan keuangan publik secara ilegal,dianggap tidak segawat suatu tindakan subversi yangmenentang kedaulatan rakyat.

2. Kewajiban warga negara terhadap negaranya jauh lebihditekankan daripada kewajiban negara terhadap warganya.Para warga harus membayar pajak tetapi tidak harus men-dapat tunjangan pengangguran. Warga harus membayarlistrik tetapi tidak mendapat ganti rugi kalau listriknya seringmati. Penduduk Jakarta harus memiliki Kartu TandaPenduduk (KTP), kalau tidak mau dikerjar-kejar olehpetugas, tetapi penduduk yang sah dengan KTP tidakmendapat bantuan apapun kalau terkena bencana banjir.Para TKI diharap menyumbang devisa negara, tetapi kalaunasibnya terlunta-lunta pemerintah sangat lamban ataubahkan tidak diurus sama sekali.1

Memang ironis, reformasi yang menjanjikan terbangun-nya Indonesia yang penuh pengharapan, bebas dari penindasan,

1 Ignas Kleden, “Indonesia Setelah Lima Tahun Reformasi”, AnalisisCSIS No 2 Tahun XXXII/2003.

Page 93: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

92 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

bebas dari kemiskinan, bebas dari ketidakadilan, menjadi justrusebaliknya. Rakyat kini mengalami masa-masa suram dan tidakmenentu entah sampai kapan masa suram itu akan berakhir.

Kalau F.D. Roosevelt pada 1941, mencanangkan empatkebebasan dasar bagi rakyat, yakni bebas dari kemiskinan/kekurangan (freedom from want), bebas dari rasa takut (freedomfrom fear), bebas menyatakan pendapat (freedom of speech andexpression), dan bebas menjalankan ibadah sesuai keyakinan(freedom to worship God in one’s own way).2 Maka 57 tahunkemudian, rakyat Indonesia masih mendambakan empatkebebasan Roosevelt ini benar-benar menjadi kenyataan secarasubstansial bukan prosedural sifatnya.

Pertanyaannya, apa yang telah kita capai sampai sekarang(pasca reformasi)? Harus diakui bahwa perubahan itu ada.Reformasi di Indonesia telah membawa perubahan dalamkebebasan berpendapat dan bebas dari rasa takut. Tetapi kebebasandari kemiskinan/kekurangan sampai sekarang, walau usiareformasi hampir mencapai sepuluh (10) tahun, belum menun-jukkan tanda ke arah yang semakin baik. Demikian juga kebebasanbagi tiap kelompok agama untuk menjalankan ibadah sesuaikeyakinan mereka masing-masing masih harus dijaga oleh semuapihak agar tidak menjadi potensi sumber konflik horisontal yangbaru.

Belum terbebasnya Indonesia dari kekurangan dankemiskinan ini merupakan evaluasi penting bagi pemerintahanhasil Pemilu 1999, maupun setelah dua tahun pemerintahanhasil Pemilu 2004. Krisis ekonomi yang belum seluruhnyateratasi, pengangguran yang meningkat secara drastis, dalamkonteks yang lebih mikro merupakan indikator belum suksesnyakepala pemerintahan dalam mengatasinya. Namun dalamkonteks yang lebih luas, hal ini menunjukan bahwa reformasi1998, lebih merupakan reformasi sosial politik ketimbangreformasi dalam bidang ekonomi. Reformasi dalam bidangpolitik pun masih bertitik berat pada bidang ekspresi saja, belumbanyak menyangkut perubahan pada sistem dan strukturnya.

2 F.D. Roosevelt, empat jenis kebebasan dasar, freedom from want,freedom from fear, freedom of speech and expression, freedom to worshipGod in one’sown way.

Page 94: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

93Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Lebih jauh tentang reformasi politik, budaya politik kitasebetulnya belum banyak berubah. Misalnya, dalam budayapolitik orientasi kita masih tetap paternalistik. Pemimpin atauwakil rakyat diandaikan sebagai panutan, akan tetapi tidakdipersoalkan bagaimana membuat pemimpin atau wakil rakyatmenjadi panutan, atau sekurang-kurangnya menjadi figur yangtidak terlalu memalukan dan tidak terlalu parah dalam kinerjanya.Belum ada mekanisme yang efektif bagi rakyat yang dikonstruksiuntuk mendorong dan mengatur agar pemimpin atau wakilrakyat memiliki integritas pribadi dan bertanggungjawab padajabatan dan rakyat.

Saat ini, integritas dan kinerja pemimpin/wakil rakyat,semata-mata masih mengandalkan pada kapasitas pribadi yangbersangkutan. Belum terbangunnya suatu struktur politik yangtidak memberi pemimpin/elit politik, kesempatan untuk melaku-kan kesalahan dan penyimpangan dan sekaligus memaksakanuntuk bekerja secara optimal dan menegakan kepemimpinanyang berwibawa.

Keteladanan kepemimpinan nasional adalah suatu outputpolitik nasional, karena keteladanan itu adalah hasil darikonstruksi sosial politik. Karena itu, mustahil bila mengharapkanmunculnya pemimpin atau wakil rakyat yang baik tanpaberusaha membangun sistem politik yang mendorong kepadapemerintahan yang bersih dan efektif.

Argumentasi tersebut rasional adanya, sehingga menjadi-kan Pemilu 1999 (pemilu pertama pasca reformasi) sebagai faseawal dimulainya transisi demokrasi di Indonesia. Tujuannya jelas,yakni memperbaiki sistem yang rusak selama puluhan tahun dimasa Soekarno dan Soeharto dengan pola rekrutmennya. Pemilu1999 merupakan kritik atas pola rekrutmen sebelumnya sekaligusmemulai pola rekrutmen politik baru. Dengan demikian, hasilrekrutmen politik baru tersebut, dapat mengakhiri ketidakpastianpolitik selama masa transisi dan selanjutnya adalah upayabagaimana melembagakan berbagai agenda demokratisasi.

Resikonya adalah harapan yang terlampau besar padaPemilu 1999 untuk menghasilkan rekrutmen politik danterlembaganya berbagai agenda demokratisasi. Tidak cuma itu,espektasi yang terlampau besar pada hasil pemilu bahwa pemiludapat menyelesaikan semua persoalan adalah masalah serius

Page 95: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

94 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

pasca pemilu. Masalahnya, ketika hasil Pemilu 1999, tidakmampu memenuhi harapan rakyat, maka kekecewaan akansangat besar.

Kekecewaan pada hasil Pemilu 1999 memang menjadikenyataan. Karena ternyata arah kebijakan pemerintah danDPR hasil Pemilu 1999, lebih berorientasi pada kekuasaanketimbang rakyat. Hal itu dapat dilihat dari kebijakan yangdihasilkan kedua institusi tersebut. Secara umum dapatdisimpulkan bahwa mayoritas produk kebijkan DPR danpemerintah selama periode 1999-2004 lebih berorientasi padakepentingan kekuasaan ketimbang rakyat. Hal itu dapatdibuktikan dari 199 undang-undang yang dihasilkan selama limatahun, sebanyak 73 persen di antaranya adalah undang-undangdi bidang politik yakni terkait dengan pemekaran wilayah.Artinya, perluasan kekuasaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta penambahan perolehan kursi DPR pada Pemilu 2004.Sementara kebijakan yang terkait dengan kesejahteraan rakyathanya 6 persen selama lima tahun.3

Pada pemilu 2004, rakyat kembali diyakinkan bahwadengan sistem proporsional daftar terbuka dalam pemilu legislatif(DPR) dan (DPD), rakyat memiliki peluang untuk memilihorang yang dikenal dan dipercaya.4 Demikian juga pemilihanPresiden, pertama kali dalam sejarah Indonesia, rakyat diberikepercayaan untuk menentukan Presiden yang merekakehendaki secara langsung. Hal ini melahirkan harapan barudan optimisme bahwa Pemilu 2004 berbeda dengan pemilusebelumnya.5

Setelah dua tahun berjalan, pemerintahan dan lembagaperwakilan rakyat hasil Pemilu 2004 kini menuai banyak kritikdan cercaan. Misalnya mantan Ketua MPR Amien Rais menilaibahwa DPR Periode 2004-2009 sebagai tukang stempel kebijakanpemerintah.6 Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dinilaigagal memenuhi janji kampanyenya selama dua tahun

3 FORMAPPI, Evaluasi Lima Tahun DPR Periode 1999-2004.4 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD.5 UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden.6 www.tempointeraktif.com, Rabu, 25 Januari 2006.

Page 96: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

95Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

pemerintahannya dan sejumlah penilaian miring terhadap keduainstitusi tersebut. Belum lagi bila kita menjadikan undang-undang yang dihasilkan sebagai indikator keberpihakanpemerintahan hasil Pemilu 2004. Pada tahun pertama, DPRhanya menghasilkan 14 undang-undang dari 55 rancanganundang-undang yang ditargetkan. Secara substansial undang-undang yang dihasilkan bukanlah merupakan kebutuhanmendesak rakyat. Misalnya, yang dihasilkan pada tahun pertamaadalah UU Olahraga, UU Pengadilan Tinggi Agama dan ratifikasibeberapa konvensi internasonal, serta undang-undang APBN.7

Dari UU yang dihasilkan, jelas terlihat bahwa visi pembangunankebijakan selama lima tahun pemerintahan hasil Pemilu 2004tidak memliki kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Capaiantersebut tentu memalukan sekaligus menyakitkan bagi rakyatyang menaruh harapan begitu besar pada wakil rakyat (DPR)untuk melakukan perubahan.

Persoalannya selalu sama, setiap pasca pemilu, rakyatkecewa karena janji pemilu tak pernah menjadi kenyataan.Rakyat dibutuhkan suaranya saat pemilu, selanjutnya diabaikanketika kekuasaan telah dicapai. Persoalan mendasar yang belumterpecahkan adalah tidak atau belum terciptanya pola hubunganyang jelas dan efektif antara wakil rakyat dengan rakyat yangdiwakilinya. Secara ideal, anggota DPR (legislatif) yang mewakilikelompok masyarakat dari suatu daerah pemilihan, tugaspokoknya adalah menyerap, menampung dan memperjuangkanaspirasi dan kepentingan konstituennya untuk menjadi suatukebijakan (dalam bentuk UU) atau dalam bentuk lainnya.

Anggota DPR merupakan corong bagi konstituennya agarberbagai masalah serta kepentingan mereka terpenuhi. Aspirasidan permasalahan konstituen secara maksimal direspon yangkemudian tercermin dalam pelaksanaan tiga fungsi para anggota

7 FORMAPPI, Evaluasi Satu Tahun DPR Hasil Pemilu 2004.

... setiap pasca pemilu, rakyat kecewakarena janji pemilu tak pernah menjadi kenyataan.

Page 97: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

96 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

dewan, yaitu membuat legislasi, melakukan kontrol terhadappemerintah, dan menyusun anggaran (APBN bagi DPR) dan(APBD bagi DPRD).8 Sebaliknya, melalui para wakilnya,konstituen dapat mempelajari dan memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa secara nasional baik yangterjadi di pusat maupun daerah.

Tanggung jawab sebagai wakil rakyat mengharuskanmereka untuk menjalin hubungan secara intensif dengankonstituennya untuk mengetahui berbagai perubahan maupunpermasalahan yang terjadi. Ada tiga hal penting dan substansialterkait dengan hal ini.

Pertama, adanya konstruksi pola relasi yang jelas antara wakilrakyat dengan yang diwakilinya. Proses pembagian daerahpemilihan yang jelas, jumlah pemilih tertentu menurut UU No. 12tahun 2003 adalah upaya untuk memperjelas wilayah dan jumlahorang yang diwakili oleh seorang anggota DPR (wakil rakyat).

Kedua, adanya desain pola komunikasi politik. Komuni-kasi politik yang berjalan baik, para wakil rakyat dengan yangdiwakili, maka kemampuan untuk menghimpun informasi,kemudian melakukan identifikasi terhadap berbagai permasalahyang ada serta memikirkan kemungkinan-kemungkinantawaran solusi yang mungkin diajukan juga akan terjadi. Tanpakomunikasi yang efektif antara konstituen dengan anggotadewan, maka akan terjadi kemacetan dalam sistem politik yangmengakibatkan aspirasi dan kepentingan konstituen tidakterwujud. Kemacetan ini sering kali berakibat pada munculnyacara-cara penyaluran aspirasi dengan menggunakan metode lainseperti demonstrasi bahkan cara-cara melibatkan kekerasan.

Ketiga, adanya mekanisme yang efektif bagi konstituen/rakyat untuk meminta pertangungjawaban wakilnya (DPR)dalam berbagai pelaksanaan tugas sebagai wakil rakyat. Denganmekanisme demikian, memungkinkan konstituen/rakyat untukmenilai atau mengevaluasi kinerja wakilnya. Bila hasil evaluasiternyata wakilnya di parlemen gagal mengemban amanatkonstituen/rakyat, maka konstituen berhak menarik kembalimandatnya.

8 Pasal 25 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD,DPRD.

Page 98: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

97Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Dalam sebuah sistem politik yang berjalan baik, para wakilrakyat akan mampu melakukan fungsinya untuk melakukanagregasi dan artikulasi kepentingan konstituen yang diwakilinyasebagai input dalam proses melaksanakan fungsi-fungsinya didewan. Output yang dihasilkan dari proses pengelolaankebijakan diparlemen mencerminkan proses tawar menawardalam perdebatan diparlemen sebagai wujud kinerja wakilrakyat dalam memperjuangkan aspirasi konstituen yangdiwakilinya.

Output selain kebijakan berupa undang-undang, dapatberarti pula penyampaian informasi guna peningkatanpemahaman konstituen tentang agenda dan bagaimanapemerintahan bekerja. Pengetahuan tentang program pemerin-tah dan kemana konstituen dapat memperoleh bantuan danmendapat akses yang diperlukan, pemahaman kemana dapatmemberikan masukan terhadap program pemerintah, danmendapatkan asistensi atau rujukan terhadap permasalahanlegal ataupun sosial yang dihadapi. Umpan balik (feedback)konstituen/rakyat memainkan peran penting agar proses politikdapat berjalan secara berkelanjutan dari produk yang dikeluar-kan oleh parlemen. Disinilah konstituen dapat memberikanpenilaian apakah wakil rakyat yang telah dipilihnya benar-benarmewakili kepentingan konstituen atau tidak.

Gambaran di atas menunjukan betapa kinerja parlemenhasil dari dua pemilu pasca reformasi gagal memenuhi harapanrakyat. Gambaran tersebut, juga menunjukan ketidakmampuanwakil rakyat untuk menciptakan parlemen secara institusionaldalam menyerap dan menerima sampai memperjuangkanaspirasi rakyat.

Karenanya, dari waktu ke waktu upaya perubahan terusberlangsung, Namun dalam setiap perubahan hasilnya tidakmemperbesar pertanggungjawaban dari anggota dewan danlembaga perwakilan terhadap rakyat. Sebaliknya rakyat tidakmemiliki instrumen yang efektif untuk mengendalikan anggotadewan selain dari pemilu. Bila mencermati ciri dan sifat utamasistem perwakilan politik di Indonesia yang berkembang sejakpemilu 1955 sampai sekarang, menurut hemat saya, kurangmenunjukan kemajuan yang berarti bagi penguatan hubunganantara rakyat dan wakil-wakilnya di parlemen.

Page 99: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

98 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Konstruksi Pola RelasiUpaya membangun konstruksi pola relasi antara rakyat

dan wakil-wakilnya, merupakan pekerjaan yang terus menerusdilakukan. Upaya tersebut dalam rangka menemukan modelatau mekanisme yang tepat dan efektif dalam penguatanhubungan maupun pertanggungjawaban wakil rakyat sebagaianggota maupun sebagai institusi terhadap rakyat.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD1945), kita menemukan amanat dasar bahwa untuk mewujudkankedaulatan rakyat, perlu dibentuk lembaga permusyawaratanrakyat, lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilandaerah yang mampu memperjuangkan aspirasi rakyat termasukkepentingan daerah dalam rangka menegakan nilai-nilai demo-krasi, keadilan dan kesejahteraan rakyat.9

Selanjutnya diperjelas di dalam konsideran menimbanghuruf (a), UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR,DPD, DPRD, bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyatatas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaandalam permusyawaratan/perwakilan perlu diwujudkanlembaga permusyawaratan, lembaga perwakilan rakyat, danlembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkanaspirasi rakyat termasuk kepentingan daerah sesuai dengantuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.10

Ada dua kata kunci yang menjalaskan bagaimana polarelasi yang didesain oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan kita harus dibangun. Antara rakyat dengan wakilnyaharus ditempatkan secara proporsional dan tepat. Pertama,kedaulatan rakyat. Konstitusi secara jelas dan tegas menunjukankedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat adalah pemegang ataupemilik kedaulatan, bukan lembaga perwakilan rakyat (MPR,DPR dan DPD). Kedua, menyerap dan memperjuangkankepentingan rakyat. Konstitusi mengamanatkan kepada wakil-wakil rakyat untuk melaksanakan kedaulatan untuk dan atasnama rakyat. Lembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPD)dipilih, melalui mekanisme pemilihan umum.

9 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk, bagian Penjelasan Umum.10 Ibid., konsiderans menimbang huruf a.

Page 100: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

99Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Artinya, anggota DPR adalah orang yang diperintahkanmenurut konstitusi dan peraturan perundang-undangan untukmelaksanakan amanat rakyat dalam bentuk menyerap, me-nampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat dengan kuasapenuh yang disampaikan melalui mekanisme pemilihan umum.Sebagai orang yang dimandatkan dan diberi kuasa untukmelaksanakan suatu perintah, tugas atau pekerjaan, harusmempertanggungjawabkannya kepada pihak yang memberimandat yakni rakyat.

Konstitusi secara jelas menempatkan rakyat di satu pihaksebagai orang yang memiliki kedaulatan tertinggi, dan lembagaperwakilan dipihak yang lain sebagai pelaksana kedaulatantersebut. Walaupun desain konstitusi kita belum sempurna,karena mekanisme pertanggungjawaban kepada pemilikkedaulatan (rakyat) belum secara jelas diatur, namun kerancu-an dalam implementasi oleh wakil rakyat mestinya tidak perluterjadi bila memahami secara tepat posisi yang telah diamanat-kan konstitusi.

Para ilmuwan politik, juga membahas berbagai model polarelasi antara anggota lembaga perwakilan rakyat dan rakyat.Misalnya yang sering dijadikan rujukan untuk menjelaskanmodel pola relasi adalah pendapat Hoogerwerf yang menge-mukakan beberapa model berkenaan dengan norma-normatentang bagaimana tingkah laku politik seseorang anggota DPRharus mewakili pendirian-pendirian politik dari rakyat yangdiwakilinya.

Ada yang disebut dengan model perutusan (delegate)bahwa seorang anggota DPR dipandang sebagai seorang yangdiutus, diperintahkan dan harus menjalankan perintah darirakyat yang diwakilinya. Ada juga model penguasaan (trustee),yang memandang anggota DPR sebagai orang yang diberi kuasapenuh dari rakyat yang diwakilinya dan yang bersangkutandapat bertindak berdasarkan penilaian sendiri.11

Selain kedua model tersebut, terdapat juga suatu modelyang disebut politicos, yaitu model hubungan antara anggotaDPR dengan rakyat yang diwakilinya, disesuaikan dengan

11 Hoogerwerf, dalam bukunya Politikologi, dikutip dalam bukuFORMAPPI, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia.

Page 101: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

100 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

keadaan, kadang memilih menjadi delegate, kadang-kadangmenjadi trustee.12

Sedangkan berkenaan dengan norma-norma yangmengatur kelompok mana yang harus diwakili oleh angota DPR,Hoogerwerf mengemukakan ada dua model. Pertama, modelkesatuan yang memandang anggota DPR sebagai wakil dariseluruh rakyat. Kedua, model diversifikasi yang memandanganggota DPR sebagai wakil dari kelompok teritorial, sosial, ataupolitik tertentu (daerah pemukiman, kelompok kepentingan,partai politik).

Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang PemilihanUmum, mencoba menata dan menentukan batasan jumlah kursiper daerah pemilihan, kuota penduduk per kursi, jumlah minimalkursi yang harus dialokasikan per provinsi, termasuk untukprovinsi yang baru mengalami pemekaran setelah P1999 (3 kursi),sampai dengan range alokasi kursi per daerah pemilihan, yaitu 3-12 kursi.

Secara prinsipil terdapat tujuh hal penting yang diperhati-kan KPU pada Pemilu 1999, berkaitan dengan proses pembentuk-an daerah pemilihan. Pertama, bahwa pembentukan daerahpemilihan menggunakan basis wilayah administrasi pemerintah-an. Dengan kata lain, untuk pemilihan anggota DPR basis daerahpemilihan yang digunakan adalah provinsi atau bagian-bagianprovinsi (gabungan beberapa kabupaten/kota). Sementara itu,untuk DPRD provinsi, basis DP yang digunakan adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Untuk DPRD kabupaten/kota yang menjadi basis DP adalah kecamatan atau gabungankecamatan. Kedua, pembentukan daerah pemilihan didasarkanpada jumlah penduduk. Di sini jumlah kursi yang dimiliki olehsuatu daerah pemilihan harus proporsional dengan jumlahpenduduk yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah penduduk disebuah daerah pemilihan, berarti semakin banyak pula jumlahkursinya. Ketiga, jumlah kursi per daerah pemilihan antara 3–12kursi. Keempat, bentuk daerah pemilihan menyatu dan tidakterpisah-pisah. Dengan kata lain, daerah pemilihan merupakansuatu kesatuan wilayah yang secara geografis tidak terpisah-

12 T.A. Legowo, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, FORMAPPI,hal 74.

Page 102: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

101Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

pisahkan. Kelima, jaringan transportasi dan komunikasi yang baik,berhubungan satu dengan yang lain dalam satu daerah pemilihan.Hal ini dimaksudkan agar penduduk saling menjangkau dan wakilrakyat dapat mengunjungi para pemilih dalam satu wilayahkonstituennya. Keenam, daerah-daerah pemilihan DPRD provinsi,berada di dalam daerah pemilihan DPR-RI. Hal ini penting untukmempermudah koordinasi pelaksanaan pemilu dan pemahamanpublik tentang daerah pemilihan. Ketujuh, mempertimbangkankesamaan kepentingan aspek sosio-kultural. Hal ini dimaksudkanagar meminimalisir konflik. Akhirnya, pada Pemilu 2004 terdapat69 daerah pemilihan untuk anggota DPR-RI, 211 daerah pemilihanuntuk 32 DPRD provinsi, dan 1745 daerah pemilihan untuk paraanggota DPRD di 440 kabupaten/kota.13

Proses penyempurnaan melalui UU No. 12 Tahun 2003,merupakan upaya untuk memperjelas model keterwakilan danpola relasi wakil rakyat dengan yang diwakili. Dalam kontekspembagian wailayah pemilihan seperti yang telah diuraikan diatas, maka DPR merupakan wakil dari kelompok teritorial,sosial, atau politik tertentu (daerah pemukiman, kelompokkepentingan, partai politik).

Model pola relasi rakyat dengan lembaga perwakilan rakyatyang digambarkan di atas, dapat dijadikan alat analisis mengenaipola relasi antara rakyat dengan DPR di Indonesia, mulai darikonstruksi menurut konstitusi dan peraturan perundang-undangan, kinerjanya sampai mekanis pertanggungjawabanwakil rakyat/DPR kepada konstituen/rakyat.

Meski pembaruan parlemen Indonesia telah dilakukanmelalui proses perubahan terhadap UUD 1945, lembaga per-wakilan rakyat pasca-reformasi masih menuai kritik dantuntutan yang berlangsung terus menerus. Kritik ditujukanbukan saja terhadap kinerja tetapi juga terhadap perilakuparlemen dan anggota-anggotanya. Seiring dengan itu,tuntutan atas pemaknaan kembali atas keberadaan DPR bagirakyat pada umumnya dan konstituen yang diwakili khususnya,bukan semakin surut melainkan justru semakin berkembangsaat ini. Cercaan dan kritikan terhadap DPR terkait dengankualitas kinerja dan perannya dalam mewakili kepentingan dan

13 Surat Keputusan KPU tentang Penetapan Daerah Pemilihan.

Page 103: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

102 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

menyuarakan aspirasi rakyat semakin serius, karena harapanperubahan melalui lembaga tersebut sangat besar.

Sebagai evaluasi bahwa hampir sepuluh tahun kita refor-masi ternyata belum mampu menghasilkan parlemen yangterpercaya dihadapan rakyat yang diwakilinya. Persoalan inijuga menunjukkan bahwa sejauh ini persoalan keterwakilanpolitik rakyat untuk dan dalam pelibatan proses politik dan pe-merintahan negara belum terselesaikan. Meski berlangsungperubahan politik, kesenjangan perwakilan politik dengan rakyattetap saja terjadi.

Apa yang terjadi dengan pembaruan parlemen Indonesiaselama masa reformasi tetap menjadi pertanyaan besar. Mengapapembaruan parlemen Indonesia tidak serta merta menghasilkanketerwakilan politik yang handal bagi kepentingan dan aspirasimasyarakat dan bagaimana mengatasi persoalan ini merupakanrangkaian pertanyaan yang memerlukan jawaban demimengembangkan parlemen Indonesia yang aspiratif terhadapperkembangan tuntutan dan kepentingan rakyat tetapi jugafungsional bagi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.

Argumen utama kajian ini bahwa selama parlemenIndonesia tidak mampu mewujudkan keterwakilan politik rakyat,selama itu pula parlemen tidak akan dapat menampilkan diridengan peran yang efektif bagi penyelenggaraan pemerintahanyang demokratis. Karena itu kajian ini menyarankan konstruksibaru pola relasi antara wakil rakyat dengan yang diwakili mutlakdilakukan.

Dinamika Sistem Perwakilan di IndonesiaPerkembangan perwakilan rakyat di Indonesia dapat

ditelusuri sejak Pemilu 1955. Bila dicermati, model pola relasiantara rakyat dengan perwakilannya selalu berubah-ubahseiring dengan perkembangan dan perubahan politik yangmenyertainya. Secara khusus, model-model hubungan rakyatdengan wakilnya yang duduk dalam lembaga perwakilan rakyat

... hampir sepuluh tahun kita reformasi ternyata belummampu menghasilkan parlemen yang terpercaya

di hadapan rakyat yang diwakilinya.

Page 104: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

103Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

selama ini.Pertanyaannya, apakah model-model hubungan rakyat

dan perwakilannya dalam berbagai periode sejarah Indonesiaitu memenuhi kriteria sebagai demokrasi perwakilan di manarakyat memiliki kesempatan untuk memilih wakilnya secarabebas, dan selanjutnya, dan seterusnya mewarnai produkkebijakan yang dihasilkan wakil-wakilnya di parlemen? Situasidan kondisi politik dari masa ke masa tentu saja memberipengaruh terhadap model-model perwakilan yang terbentuk.

Pada masa pemerintahan Soeharto selama 32 tahun, telahmampu menyelenggarakan pemilihan umum secara berkalauntuk memilih wakil rakyat. Meski demikian, pemerintahanSoeharto yang berkarakter otoritarian itu telah menutup katupdemokrasi sehingga menghambat terbangunnya hubunganrakyat dan para wakilnya di parlemen. Reformasi 1998, telahmembuka katup belenggu demokrasi. Kenyataan ini dapat dilihatdari pengalaman pemilu tahun 1999, yang berlangsung relatifdemokratis untuk memilih wakil-wakil rakyat di parlemen.Namun demikian, masih ada indikasi kegagalan anggota dewandalam memenuhi harapan rakyat.14

Pola keberpihakan parlemen dari masa ke masa dapatditelusuri dari periodisasi penerapan sistem politiknya. Periodisasiyang digunakan dalam kajian ini diambil berdasarkan sistempemilu yang diterapkan dalam berbagai pemilu. Pertama,periode Pemilu 1955. Kedua, periode Pemilu 1971-1997, ketigaperiode reformasi, 1999-2004.

Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama sejakIndonesia merdeka. Pemilu ini berlangsung secara terbuka danrelatif adil. Namun begitu, pemilu ini tidak serta merta meng-hasilkan kekuatan yang mampu menegakan tata pemerintahanyang efektif. Pemerintahan yang terbentuk setelah Pemilu 1955mengalami nasib yang sama dengan pemerintahan pada masa-masa sebelumnya. Pemerintahan jatuh bangun karenaketidakmampuan dan mosi-mosi tidak percaya. Namun demi-kian hasil Pemilu 1955 menggambarkan pilihan rakyat ataspartai-partai kepercayaan mereka. Lebih jauh dari itu, Pemilu

14T.A. Legowo dkk., Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, hal 14-15, diterbitkan oleh FORMAPPI.

Page 105: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

104 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

1955 merefleksikan juga perbedaan yang mencolok antarapilihan-pilihan rakyat dan konsensus-konsensus elit politik.

Dalam kampanye pemilu, mobilisasi dukungan dilakukandengan menggunakan sentimen primordial, suku, agama, etnisdan bahkan kelas dilakukan secara sengaja dan terbuka. Tetapiada juga partai yang menggunakan isu strategis, serta tema-tema keadilan sosial dan kesejahteraan. Terlihat bahwa banyakyang mendukung partai yang mengangkat isu strategis ke-timbang partai yang menggunakan isu-isu primordial.

Namun sayangnya, partai-partai yang mendapat keper-cayaan rakyat tidak menyadari bahwa kedaulatan rakyat harusdilaksanakan secara bertanggungjawab. Justru setelah indekspopularitas didapatkan peragaan kekuasaan oleh partai politikmenjadi semakin tidak kompromis. Aturan main diantara partaibukanlah berdasarkan kemampuan, melainkan berdasarkanperaihan suara dalam pemilu. Dengan menjadikan hasil perolehansuara dalam pemilu sebagai ukuran kekuatan partai politik, elitpartai yang memperoleh suara terbanyak menjadikannya alatlegitimasi untuk berkuasa di dalam parlemen dan kabinet. Disini kekuasaan rakyat tersandera oleh elit partai, sehingga jatuhbangunnya rezim pemerintah di luar pertimbangan untukmempertanggungjawabkan kekuasaan kepada rakyat.

Beberapa faktor yang berpengaruh atas rendahnyakomitmen partai politik kepada kepentingan dan pertanggung-jawaban kepada rakyat. Pertama, penundaan pemilu sejak 1946,hinggga terlaksana tahun 1955, selain karena faktor politik mem-pertahankan kemerdekaan Indonesia, mencerminkan kekuatiranelit politik atas peluang untuk memperoleh dukungan rakyat. Iniyang disebut Herbert Feith sebagai upaya membeli waktu untukmemenangkan pemilu.

Kedua, adanya interval waktu yang terlalu lama sejakproklamasi kemerdekaan 1945 hingga Pemilu 1955 menyebab-kan elit politik Indonesia terbiasa memecahkan berbagaipermasalahan kenegaraan melalui forum yang elitis sifatnya.Pemilu tidak dilihat sebagai pelaksanaan pertangungjawabanpolitik partai kepada rakyat namun sebagai penyelesaian konflikdiantara elit politik.

Ketiga, adanya Utusan Golongan di dalam tubuh parlemenyang secara institusional dijamin oleh UUD 1945 telah menjadikan

Page 106: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

105Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

eksistensi parlemen menjadi perwujudan yang meluas sehinggasulit untuk dimintakan pertanggungjawabannya. Partai politikrelatif tidak menaruh kepedulian terhadap konstituen. Konsentrasipartai pada masa pasca Pemilu 1955 hanya di pusat ibukota negara.Partai politik kurang tertarik pada isu-isu yang lokal sifatnya.

Keempat, partai politik hanya memiliki klaim massa yangbesar, akan tetapi tidak memiliki massa riil dan terdidik secarabaik. Partai lebih merupakan gabungan dari berbagai kelompokasosiasi yang mengafiliasikan diri kepada partai. Partai politiktidak berfungsi sebagai jembatan hubungan antara rakyat dananggota partai yang menjadi anggota DPR.

Kelima, sistem pemilu proporsional dalam sistem pemerin-tahan parlementer telah mengurangi kedekatan anggota DPRterpilih dengan konstituen yang diwakilinya. Pilihan sistem Pemiluproporsional ini menurut Burhanudin Harahap merupakanpilihan yang paling dirasakan demokratis karena memungkin-kan terjaminnya semua suara yang diberikan akan memperolehwakilnya di badan perwakilan rakyat. Sistem proporsional yangditerapkan saat itu adalah proporsional dengan daftar tertutup.Faktor ini telah menjauhkan elit yang duduk dalam dewanperwakilan dengan konstituennya. Tidak saja karena sifat dasardari sistem pemilu proporsional yang tidak sensitif dengankehendak dari konstituen pemilihnya, tapi juga sistem parlementertelah menempatkan partai sebagai pihak yang secara signifikanberkuasa dalam pemerintahan.

Praktek demokrasi parlementer yang tidak bertanggungjawab oleh parpol telah menyebabkan kinerja sistem pemerin-tahan memburuk. Konflik antarpartai di dalam pemerintahanterjadi secara bersamaan dengan memburuknya perekonomiannegara akibat nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia.Kesulitan ini diperparah dengan merenggangnya hubunganantara pusat dan daerah. Kepercayaan kepada parpol menurunsecara tajam, dan yang kemudian secara intuitif mengundangPresiden Soekarno mengambil alih kekuasaan setelah terlebihdahulu diumumkan keadaan darurat perang oleh PerdanaMenteri Ali Sastroamijoyo. Dalam keadaan darurat perang,pemegang kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden.

Partai-partai kemudian juga secara politis menyepakatipenundaan pelaksanaan pemilu dan diumumkan oleh Perdana

Page 107: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

106 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Menteri Djuanda pada September 1958 bahwa pemilu yangseharusnya dilaksanakan tahun 1959 ditangguhkan sampaisuatu waktu dalam tahun 1960. Situasi ini menjadi kekuasaansepenuhnya berada di tangan Presiden.15 Presiden Soekarno,sungguhpun tidak dipilih oleh rakyat, memiliki legitimasitersendiri sebagai proklamator bersama dengan Bung Hatta.Bahkan Bung Hatta meyakini duet Soekarno dan Hatta lebihsering menjadi pelindung untuk kabinet pemerintah, bukansebaliknya sebagaimana mestinya dalam sistem pemerintahanparlementer. Di mana-mana presiden dan wakil presiden harusbertindak dengan mempergunakan kewibawaannya untukmelindungi kabinet dari kecaman dan serangan rakyat yangtidak puas.

Pada Maret 1960 Presiden membubarkan parlemen diikutidengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat GotongRoyong (DPR GR) dengan mengangkat orang-orang dari partaidan menghidupkan kembali perwakilan fungsional. Partai-partaidisederhanakan. Masyumi dan PSI dinyatakan sebagai partaiterlarang akibat keterlibatan tokoh-tokohnya pada PRRI/Permesta. Partai harus mengikuti prinsip ideologi yangditetapkan oleh pemerintah. Konfigurasi baru ini menempatkanPNI, NU, dan PKI sebagai partai politik terbesar. Denganpenataan politik yang otoriter dari Soekarno tentu sajamenjauhkan Indonesia dari prinsip-prinsip demokrasi. Tidak adasarana bagi rakyat menagih pertanggungjawaban politik kepadawakilnya di DPR karena DPR ditunjuk dan diangkat olehPresiden.

Hingga terjadinya G.30.S/PKI, praktis tatanan kehidupanpolitik tidak lagi memperhatikan suara dan kehendak rakyat.Pemilu yang mestinya diadakan tahun 1960 tidak pernah lagidiagendakan oleh Presiden Soekarno. Kekuasaan PresidenSoekarno berakhir setelah ditolaknya Nawaksara, pidato per-tanggungjawabannya, oleh MPRS dalam Sidang IstimewaMPRS. Anggota MPRS yang meminta pertanggungjawabannyaadalah bukan lagi orang-orang yang dulu dipilih tapi sudahdigantikan oleh orang-orang yang ditunjuk dan diangkat oleh

15 Parlemen Indonesia 1945-1959, hal 18.

Page 108: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

107Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Soeharto, pengendali pemerintahan yang baru.Konstruksi sistem politik Orde Baru, dialaskan pada upaya

pemulihan situasi keamanan dan penciptaan stabilitas politik.Presiden Soeharto menjalankan stabilisasi politik dengan menekanperbedaan-perbedaan ideologi yang ada di dalam masyarakatdengan mengelompokan dan menggabungkan partai-partai yangmemiliki kemiripan ideologi. Sebelum pemilu tahun 1971dilaksanakan, upaya mengontrol lembaga DPR terlebih dahuludilaksanakan. Misalnya, dari 460 orang anggota MPR, 100 orangdiantaranya tidak dipilih dalam pemilu, melainkan diangkat dariunsur Angkatan Bersenjata (TNI/ABRI). Komposisi DPR ini lahirdari kesepakatan politik antara pemerintah dengan partai-partaipolitik. Pemerintah mengajukan sistem yang digunakan dalampemilu pada saat itu adalah sistem distrik. Acuan menggunakansistem distrik pada saat itu dimaksudkan untuk menyederhanakanpartai secara alamiah tanpa intervensi dari pemerintah. Sementarapartai-partai politik menghendaki sistem pemilihan yangdigunakan adalah sistem proporsional.

Sungguhpun pemilu berlangsung secara teratur, namunterjadi banyak pelangaran dalam pelaksanaannya. Pemerintahtelah berpihak pada keuntungan Golkar lewat struktur adminis-trasi dan kekuatan keamanan, dan mengendalikan lembagapemilihan umum. Pemilu dalam rezim Soeharto teratur pelak-sanaannya mulai dari tahun ke tahun. Keteraturan pelaksanaanberturut-turut pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan terakhir 1997,diikuti pula dengan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu yangselalu mencapai angka di atas 90 persen. Angka partisipasimasyarakat yang tinggi ini tentu semakin memperkuat legitimasipolitik pemerintah Orde Baru. Sekalipun begitu, ini tidak dapatdijadikan pengukur bagi kehendak politik rakyat, namun secarapolitis sulit untuk menyangkal fakta kemenangan yang diraihGolkar.

Pemilu ala Orde Baru memastikan bahwa rakyat tidakberdaulat. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama.Pertama, banyak anggota parlemen yang diangkat. Dari 460orang anggota DPR , hanya 360 kursi yang dipilih lewat pemilu,75 kursi lainnya diangkat dari unsur ABRI dan 25 lainnya dariGolkar.

Page 109: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

108 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Kedua, kontrol rezim terhadap partai. Kontrol dilaksanakanlewat upaya-upaya: (1) fungsi (paksaan bergabung) partai-partaiberasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) menjadi PartaiPersatuan Pembangunan (PPP) dan partai-partai nasionalis(PNI, IPKI, Murba, Parkindo dan Partai Katolik) menjadi PartaiDemokrasi Indonesia (PDI); dan, (2) penunjukan pimpinanpartai politik seperti yang terlihat dengan jelas dalam konflikinternal antara PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri,yang memuncak pada peristiwa pengambil alihan kantor PDIdi Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1997.

Ketiga, kebijakan depolitisasi rakyat sehingga menjauhkanmereka dengan partai dan para wakil rakyat. Kebijakan depolitisasiini merupakan langkah lanjutan dari strategi stabilisasi politikyang diambil sejak awal Orde Baru. UU Pemilu dan UU Kepartai-an melarang partai membentuk cabang-cabang dibawah tingkatpropinsi hal ini tentu dekat dengan konstituennya.16 Bagi rakyatkebijakan ini telah mengurangi akses dan pemahamannyamengenai tata cara berpartisipasi dalam politik nasional.

Keterwakilan rakyat dengan menggunakan sistem pemiluperwakilan berimbang dengan stelsel daftar telah memberikemungkinan bagi perwakilan organisasi dalam masyarakatuntuk memilih wakil dalam lembaga DPR. Tiap-tiap daerahtingkat dua juga terjamin mendapat sekurang-kurangnyaseorang wakil yang ditetapkan secara berimbang. Pemilu sebagaipesta demokrasi ala Soeharto memenuhi kriteria adanya parti-sipasi penduduk yang tinggi namun mengabaikan akuntabilitasproses pelaksanaan Pemilu. Rekayasa terhadap sistem danstruktur politik telah mampu secara efektif mengekang aspirasipublik untuk menghasilkan perwakilan politik yang sesungguh-nya. Upaya rekayasa ini dapat dilihat bahkan melalui penerapanaturan-aturan teknis. Di antara banyak rekayasa itu adalah:

16 T.A. Legowo, dkk., Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia,FORMAPPI, hal 30 - 31.

Kebijakan depolitisasi ini merupakan langkah lanjutandari strategi stabilisasi politik yang diambil

sejak awal Orde Baru.

Page 110: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

109Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

1. Mekanisme pembuatan keputusan yang diatur sedemikianrupa sehingga tidak memungkinkan munculnya pendapat-pendapat yang berbeda di dalam persidangan. Musyawarahuntuk mufakat diutamakan dalam pengambilan keputusanketimbang suara terbanyak.

2. Pengagregasian pendapat kedalam fraksi dan bukanmenyerahkannya kepada individu. Peran fraksi secara simboliktampak pada susunan kursi anggota DPR yang dikelompok-kan menurut kelompok fraksi. Cara ini memudahkan partaiuntuk mengontrol perilaku politik anggota-anggota dalamsidang-sidang di parlemen.

3. Penyaringan anggota DPR melalui mekanisme penelitiankhusus (litsus). Mekanisme litsus diberlakukan kepada calon-calon anggota DPR, yang menyebabkan angota dewan yangterpilih dipastikan mempunyai pendirian politik yang sejalandengan rezim penguasa. Instrumen litsus dijalankan olehBakorstanas lembaga ekstra konstitusional berdasar KeppresNo. 16 Tahun 1990.

4. Mekanisme recall yang efektif untuk menghukum anggotaDPR tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.17 BahkanPDI dan PPP yang bukan partai pemerintah juga menerap-kan recall kepada anggotanya yang terlalu tajam mengeritikpemerintah.

Rekayasa rezim Soeharto tentu menjauhkan pemilu sebagaisarana bagi rakyat untuk memastikan politisi terpilih bertindakatas nama dan berdasar preferensi serta mewakili rakyat.Akibatnya, (1) semakin lemahya partai politik sebagai representasipolitik rakyat terutama karena partai dibuat tergantung dantunduk kepada kekuasaan. Kelemahan ini terjadi pada PDI, PPPmaupun Golkar; (2) hilangnya ikatan ideologis yang membawabanyak orang pada pragmatisme dalam berpolitik; (3) dalamkerangka hubungan antara rakyat dan wakilnya, menjadikanpemilu bukan lagi sebagai sarana yang efektif bagi rakyat untukmenyatakan keinginannya, apa lagi sebagai ekspresi kedaulatanrakyat.

17 Recall pada masa Orde Baru dijalankan secara tidak transparantanpa memberi kesempatan membela diri bagi anggota dewan yangterkena recall.

Page 111: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

110 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Pemilu 1999. Dengan menempatkan Pemilu 1999 sebagaibagian terpenting dari rangkaian pembaruan terhadap UUPemilihan Umum sebagai awal dari proses pembaruan politikIndonesia. Harapan untuk menjadikan Pemilu 1999 lebihberkualitas dalam menghasilkan wakil-wakil rakyat semakinbesar. Harapan tersebut terwujud dalam beberapa perubahanmendasar atas penyelenggara pemilu. Independensi penyeleng-gara pemilu misalnya terlihat melalui komposisi KomisiPemilhan Umum (KPU) yakni terdiri dari wakil partai politikdan wakil pemerintah, dan adanya lembaga pengawas danpemantau pemilu yang melibatkan unsur-unsur dalammasyarakat.18

Sementara kualitas wakil rakyat mengalami perbaikansetelah terpenuhinya beberapa faktor berikut. Pertama, jumlahangota yang dipilih langsung oleh rakyat mencapai 462 orang,hanya 38 kursi yang dialokasikan untuk wakil dari kalangan TNI.Sungguhpun masih ada anggota DPR yang diangkat darikalangan TNI, namun secara politik keterwakilan TNI tidakberpengaruh sebesar masa sebelumnya. Tidak saja karena kecildari segi jumlah, tetapi juga karena peran sosial politik TNI yangtelah berkurang. Kedua, kebebasan untuk mendirikan partaipolitik. Kebebasan ini memungkinkan partai bisa mewakili aspirasikonstituen secara spesifik seraya menyusun daftar calon anggotalegislatif yang seiring. Ketiga, UU Pemilu dan UU Kepartaianmembuka kesempatan pada partai untuk membuka kantorsampai pada tingkat ranting. Kesempatan ini memudahkan prosesmobilisasi, kaderisasi, dan sosialisasi partai kepada rakyat secaralebih masif dan terbuka.

Beberapa perubahan relatif membuka kesempatan kepadaanggota dewan untuk lebih terbuka. Mekanisme pembuatankeputusan telah menjadikan voting dengan suara terbanyaksebagai mekanisme yang lebih lazim digunakan. Dengan voting,maka suara individual anggota dewan lebih merefleksikankemandiriannya secara politis. Sementara itu, mekanismepenelitian khusus (litsus) dihapuskan sehingga calon anggotalegislatif merasa lebih bebas dalam menentukan pilihannya sejak

18 Lihat Pasal 24 UU No. 3 Tahun 1999.

Page 112: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

111Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

awal. Hak recall dari partai untuk menarik anggotanya darikeanggotaan DPR telah dihapus dengan UU No. 4 Tahun 1999.Dihilangkannya mekanisme recall ini tentu bisa menghindarioligarkis-sentralistik pada elit partai.

Adanya perubahan dalam sistem pemilihan dan perwakil-an di Indonesia pada tahun 1999 telah memperkuat kedudukananggota DPR sedemikian rupa sehingga dapat bersikapindependen terhadap kekuasaan pemerintah, bahkan terhadappartai sekalipun.19 Sayangnya, perubahan politik di Indonesiatahun 1999 tidak membawa perbaikan terhadap kualitas DPRsecara lembaga. Kekecewaan rakyat terhadap kinerja anggotadewan membuktikan adanya kelemahan dalam sistemperwakilan politik di Indonesia.20

Pemilu 2004. Sejak Pemilu 2004, Indonesia mulaimenerapkan sistem pemilu proporsional dengan daftar calonterbuka sebagai pengganti sistem pemilu pada tahun 1999 yangmenggunakan sistem proporsional dengan daftar calon tertutup.Perubahan mekanisme pemilu ini dilakukan berdasarkan salahsatu pertimbangan utama bahwa selama ini sistem proporsionaldaftar tertutup cenderung memberikan kekuasaan yang terlalubesar bagi partai politik, terutama para elit pimpinan partai,untuk menjaring dan menentukan calon anggota dewansehingga kemudian kepentingan local dari para pemilih menjaditerabaikan. Selain itu, diperkirakan juga bahwa magnitude DP(daerah pemilihan) yang diukur dengan banyaknya jumlahkursi, adalah daftar faktor lain yang menentukan perhatian paraanggota dewan terhadap konstituen yang diwakilnya.

Sistem proporsional dengan daftar calon terbuka,diperkirakan sebuah solusi yang ditawarkan untuk mengurangiterjadi permasalahan tersebut. Melalui mekanisme ini partaipolitik mengajukan para calon dalam daftar dan masyarakatyang memilih langsung calon. Calon yang memenuhi bilanganpembagi pemilih (BPP) langsung menjadi wakil rakyat daridaerahnya. Namun sayangnya sistem proporsional daftar

19 Sejak tahun 1999 sampai digantinya UU No. 4 Tahun 1999 menjadiUU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk, tidak ada anggota DPR yang di-recall oleh partai politik.

20 Evaluasi FORMAPPI 2004, tentang Kinerja DPR hasil Pemilu 1999.

Page 113: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

112 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

terbuka kita tidak dilakukan secara konsisten. Hanya calon yangperoleh suara mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP) yangdapat dinyatakan terpilih. Selain dari itu, ditetapkan berdasarkanurutan dalam daftar calon yang disusun oleh partai politik.Kesenjangan wakil rakyat, konstituen dan parpol masih terjadi,karena peran partai yang masih dominan dalam menentukancalon yang menjadi wakil di parlemen berdasarkan nomor urutyang ditentukan partai.

Selain DPR, untuk mengakomodasi kepentingan daerah,mulai Pemilu 2004, dibentuk pula Dewan Perwakilan Daerah(DPD) yang secara fungsional merepresentasikan masing-masing provinsi di tingkat nasional. Anggota DPD dipilih secaralangsung oleh rakyat. Di mana pemilih memberikan suaranyahanya untuk satu calon. Empat pemenang suara terbanyak akanmewakili provinsi bersangkutan di DPD. Untuk lebih menjaminketerwakilan daerah, tidak seperti anggota DPR/DPRD, calonanggota DPD disyaratkan domisili minimal. Sekurang-kurangnya calon anggota DPD harus telah tinggal selama tigatahun secara berturt-turut atau 10 tahun sejak berusia 17 tahundi provinsi yang diwakilinya.

Dengan sistem pemilihan yang baru, konsep daerahpemilihan menjadi lebih jelas. Walaupun magnitude-nya yangdirasakan masih terlalu besar, namun kejelasan masyarakatmana yang diwakili oleh seorang anggota dewan, mereka tinggaldi wilayah mana saja, aspirasi masyarakat mana yang perludiperjuangkan, dan kepada siapa wakil rakyat harus akuntabel,dengan sistem DP sekarang sudah semakin nyata. Dengankondisi ini seharusnya, para anggota dewan diharapakan akanlebih mudah menangkap apa persoalan konstituennya, dansebaliknya masyarakat juga akan lebih tahu kepada anggotamana aspirasi mereka perlu disampaikan.

Tantangan Bagi Proses Penataan ke DepanDemokrasi perwakilan yang kita anut memang selalu ber-

kembang seirama dengan kompleksitas masyarakat. Dengantingkat perkembangan yang demikian kompleks, tidak me-mungkinkan lagi setiap anggota masyarakat untuk berpartisipasidalam setiap pengambilan keputusan. Hal inilah yang memicupemikiran para teoritisi untuk menggagas adanya mekanisme

Page 114: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

113Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

perwakilan dimana para anggota masyarakat mewakilkankepentingannya dalam proses pengambilan keputusan melaluiwakil-wakilnya yang dipilih melalui mekanisme pemilu.

Baik sistem distrik maupun sistem proporsional merupakandua jenis dari banyak sistem pemilihan yang digunakan olehnegara-negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan.Kedua sistem tersebut, pasti mengandung unsur kelebihan dankekurangan masing-masing. Uraian panjang lebar sebelumnyatelah memberikan gambaran yang jelas bahwa berbagai upayapembaruan yang telah dilakukan untuk mendorong sistemperwakilan yang fungsional dan efektif ternyata gagal memenuhiharapan rakyat. Kegagalan tersebut bukan semata-mata karenasistem perwakilan yang kita anut, tetapi lebih dari sekedar itu,ada beberapa yang saling berhubungan yang merupakan bagianintegral yang mempengaruhi orientasi kebijakan lembagaperwakilan pada kepentingan rakyat, antara lain:

Pertama, arus utama orientasi pembangunan politikIndonesia pasca reformasi adalah pada kepentingan negara danelit politik bukan pada kepentingan rakyat. Mengapa demikian?Setidaknya ada dua argumentasi pokok yang dapat menjelaskan-nya. (1) Apa yang digambarkan Ignas Kleden sebagaipertarungan antara kekuatan-kekuatan civil society yangmemaksa Presiden Soeharto turun dari tahta kekuasaan dengankekuatan-kekuatan politik yang dalam tendensinya, cenderungmengembalikan ketergantungan kepada negara. (2) Faktabahwa hanya 6 persen dari total undang-undang yang dihasilkanDPR periode 1999–2004 yang menyangkut kesejahteraan rakyattidak dapat dipungkiri. Sementara 75 persen lainnya berorientasipada kekuasaan.

Artinya ada persoalan yang serius mengenai visipembangunan regulasi bangsa kita pasca reformasi. Persoalanini tidak saja terletak pada lembaga perwakilan rakyat khususnyaDPR, tetapi juga visi pemimpin pemerintah setiap lima tahunan.Telah dua tahun masa pemerintahan Susilo BambangYudhoyono dan DPR hasil Pemilu 2004, belum terlihat jelasvisi pembangunan regulasi bangsa ini lima tahun ke depan. Jaditidak heran bila kebutuhan dan persoalan rakyat berbeda denganapa yang diperjuangkan bahkan yang dihasilkan DPR dalambentuk undang-undang.

Page 115: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

114 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Karena itu, perlu visi pembangunan kebijakan limatahunan yang segera dikonsolidasikan oleh presiden (eksekutif)bersama DPR. Bila tidak, arah penataan kehidupan berbangsakita lima tahun ke depan akan semakin kehilangan arah dansemakin jauh dari cita-cita dan harapan rakyat. Sebelumterlambat, orientasi kebijakan yang dominan pada kepentingannegara dan elit politik, harus dikembalikan pada orientasiutamanya yakni pada kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.

Kedua, tidak efektifnya peran partai politik. Partai politikyang berkembang pasca reformasi memiliki persoalan dalamdirinya. Ketidak mampuan parpol untuk mengembangkanfungsi-fungsi penting yakni agregasi dan artikulasi kepentinganmasyarakat, pendidikan politik, kaderisasi dan rekrutmen,merupakan faktor yang mempengaruhi proses transisidemokrasi Indonesia semakin kompleks dan meninggalkanrakyat.21

Fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat sebagaikegiatan parpol untuk mengumpulkan atau menghimpunkepentingan–kepentingan yang berkembang di dalam masya-rakat yang akan diperjuangkan oleh parpol bersangkutandilembaga-lembaga legislatif. Sampai saat ini, parpol gagalmenangkap suara-suara yang berkembang di dalam masya-rakat atau bahkan mungkin tidak berusaha sama sekali untukmenangkap kepentingan tersebut karena parpol atau elit partaisudah mempunyai kepentingan sendiri. Seringkali parpolmembuat penafsiran sendiri terhadap kepentingan-kepentinganmasyarakat. Sehingga partai hanya dipahami sebagai organisasiyang hanya berorientasi kekuasaan tanpa perduli dengankepentingan rakyat.

Fungsi pendidikan politik bertujuan untuk memberikanpemahaman kepada para anggota dan masyarakat luas tentangcara-cara berdemokrasi dan menjadi pemimpin yang baik belumberjalan semestinya di Indonesia. Sebenarnya Indonesiadiuntungkan oleh paternalisme yang berkembang di dalammasyarakat karena pemimpin memainkan peranan besar. Apa

21 Maswadi Rauf, “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di IndonesiaAntara Kenyataan dan Harapan”, Jurnal Politika, Vol. 2, No. 2, 2006 ,hal 12–13.

Page 116: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

115Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

yang dikatakan pemimpin akan dituruti oleh para pengikutnya.Konflik yang terjadi pasca pemilihan kepala daerah di berbagaidaerah di Indonesia menunjukan kegagalan fungsi pendidikanpartai politik

Kaderisasi adalah fungsi yang terabaikan semenjak awalkehidupan parpol sampai masa pasca orde baru sekarang ini.Pada masa lalu kaderisasi bukan dilakukan oleh parpol, tapi olehormas-ormas yang menjadi underbouw partai. Pada masademokratisasi sekarang ini parpol gagal melakukan pendidikankader secara berjenjang dan berkesinambungan. Akibatnyapartai politik mengalami kekurangan kader yang berkualitas.Hal itu, berarti parpol tidak mampu menyediakan pemimpinnasional masa depan yang berkualitas pula.

Fungsi rekrutmen. Parpol diharapkan menjalankan fungsirekrutmen yang baik, yakni menempatkan kader kader partaipada jabatan-jabatan di dalam partai dan jabatan politik di luarpartai (di lembaga eksekutif dan legislatif) berdasarkankemampuan, kinerja, dan pengalaman kader bersangkutan.Rekrutmen yang buruk adalah rekrutmen yang dilakukan atasdasar KKN.

Singkatnya, parpol ada saat ini belum memenuhi kriteriasebagai partai modern. Karena parpol modern adalah parpolyang dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengantuntutan demokrasi. Artinya parpol yang dapat menjalankanperan perantara dalam hubungan negara dan rakyat. Rakyatmenyampaikan aspirasinya melalui parpol, kemudian parpolmemperjuangkan kepentingan kepada pemerintah melaluiparlemen agar kepentingan-kepentingan tersebut terakomodasidalam keputusan-keputusan politik yang dihasilkan.22

Kegagalan partai politik pasca reformasi mengindikasikanadanya persoalan yang serius didalam tubuh partai politik itusendiri dan sistem kepartaian kita saat ini. Kita tidak perlu maluuntuk menilai bahwa keputusan menerapkan sistem multi partaitidak terbatas terbukti kurang efektif untuk mendorong demo-krasi kita semakin berkualitas. Karena itu, penulis sepakat dan

22 Gregorius Sahdan, “Pembangunan Partisipasi Politik Rakyat dalamPemilu 2004: Studi Perbandingan UU Pemilu 1999 dan UU Pemilu 2004”,Analisis CSIS, No. 2, Tahun XXXII/2003, hal. 192.

Page 117: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

116 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

mendorong proses penyederhanaan partai dan menerapkansistem multi partai sederhana.

Ketiga, pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Dengansistem tersebut diharapkan dominasi partai politik berkurang.Namun dengan adanya nomor urut pada Pemilu 2004, selainmasih besarnya dominasi partai politik juga menimbulkan persoalanbaru. Sistem rekrutmen calon tidak berdasarkan kemampuan dankarir berjenjang dipartai. Sebaliknya, nomor urut dijadikan bisnisoleh partai maupun elit partai.

Karena itu, perubahan sistem proporsional terbuka tanpanomor urut pada pemilu mendatang diharapkan dapatmemperbaiki kekurangan sistem pemilu sebelumnya. Dengandemikian dominasi partai dapat diminimalisir sedangkan suararakyat dalam pemilu sungguh-sungguh dapat dihargai.

Keempat, merekonstruksi pola relasi dengan konstituen.Tanggung jawab sebagai wakil rakyat mengharuskan merekauntuk menjalin hubungan secara intensif dengan konstituennyauntuk mengetahui berbagai perubahan maupun permasalahanyang terjadi. Ada tiga hal penting dan substansial terkait denganupaya tersebut, (1) mengkonstruksi pola relasi yang jelas antarawakil rakyat dengan yang diwakilinya dengan menyerahkanpilihan rakyat secara utuh terhadap wakilnya. Tugas partai politikadalah menyediakan keder yang berkualitas dan memilikiintegritas agar layak dipilih rakyat.23 (2) Mengkonstruksi polakomunikasi politik yang efektif bagi wakil rakyat dalam melaku-kan penyerapan aspirasi rakyat. Dengan desain pola komunikasiyang baik, maka kemampuan para wakil rakyat untuk meng-himpun informasi, kemudian melakukan identifikasi terhadapberbagai permasalahan yang ada serta memikirkan kemungkinan-kemungkinan tawaran solusi yang diajukan juga akan terjadi.Tanpa pola komunikasi yang efektif antara konstituen denganwakilnya, akan terjadi kemacetan yang mengakibatkan aspirasidan kepentingan konstituen tidak tersalurkan. Kegagalan DPRselama ini dalam membangun desain tersebut menyebabkanmunculnya cara-cara penyaluran aspirasi dengan menggunakan

23 Maswadi Rauf, “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di IndonesiaAntara Kenyataan dan Harapan”, Jurnal Politika, Volume 2, No. 2/2006,hal. 13.

Page 118: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

117Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

metode lain seperti demontrasi bahkan cara-cara melibatkankekerasan. Bahkan tidak jarang aspirasi rakyat bertentangandengan kebijakan yang dihasilkan wakil rakyat/DPR. (3) Meng-konstruksi mekanisme yang efektif bagi konstituen/rakyat untukmeminta pertangungjawaban wakilnya (DPR) dalam berbagaipelaksanaan tugas sebagai wakil rakyat. Dengan mekanismedemikian, memungkinkan konstituen/rakyat untuk menilai ataumengevaluasi kinerja wakilnya. Bila hasil evaluasi ternyatawakilnya di parlemen gagal mengemban amanat konstituen/rakyat, maka konstituen berhak menarik kembali mandatnyadengan menyampaikan pengaduan kepada badan kehormatan(BK). Jadi mekanisme recall tidak diberikan kepada partai politik,sehingga wakil rakyat lebih bertanggungjawab kepada rakyatketimbang partai politik.

Kelima, mengkonstruksi metode pendekatan dalammenyerap dan menampung aspirasi konstituen. Reses adalahwaktu yang dialokasikan menurut peraturan tata tertip DPRuntuk mengunjungi dan menyerap aspirasi konstituen.24 Bagai-mana melakukan proses penyerapan aspirasi konstituen,bagaimana konstituen menyampaikan aspirasinya tidak diatursecara jelas di dalam tata tertib DPR. Karenanya tidak heran bilareses identik dengan waktu liburan bagi DPR. Beberapa pen-dekatan dapat dilakukan untuk mendesain model pendekatandengan konstituen. (1) Pengaturan kunjungan dan pertemuandengan konstituen. Pertemuan dengan konstituen harus diatursecara jelas mengenai waktu, tempat, peserta, agenda dan biayapertemuan. Dengan demikian, seorang anggota dapat melaksana-kan kunjungan dan melakukan pertemuan dengan konstituen.Selain itu, mekanisme yang jelas dan transparan seperti inimerupakan bentuk pertanggungjawaban publik anggota DPRatau DPD. (2) Pemanfaatan media massa. Mengingat wilayahIndonesia yang demikian luas, maka dibutuhkan sarana yangmemiliki jaringan dan daya jangkau yang cukup luas terhadapkonstituen terutama mereka yang tinggal didaerah-daerahterpencil. Pemanfaatan media massa dapat dilakukan dalamberbagai bentuk (dialog interaktif, talkshow, dan lain-lain) di radio

24 Peraturan Tata Tertib DPR tahun 2005.

Page 119: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

118 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

maupun televisi. Hal ini penting untuk menyebarkan informasikepada masyarakat luas tentang apa saja yang telah dilakukandan permasalahan yang dihadapi wakil rakyat dalam menjalan-kan fungsinya. (3) Pembentukan kantor konstituen (sebagai ru-mah aspirasi). Kantor konstituen merupakan sarana pertemuanantara wakil rakyat dengan yang diwakilinya untuk menyampai-kan aspirasi.25 Kantor konstituen juga menjadi tempat pengaduanmasyarakat atas berbagai persoalan yang dihadapi. Dengankantor konstituen, seorang wakil rakyat memiliki agenda yangjelas dan teratur ketika berada di wilayah pemilihannya saat reses.Dengan demikian, persepsi masyarakat soal reses sebagai waktulibur dapat diperbaiki dan aspirasi konstituen dapat terserapdengan baik dan diproses menjadi kebijakan dalam bentukundang-undang.

PenutupLebih dari setengah dasawarsa terakhir ini, Indonesia

mengalami beberapa perubahan penting pada aras konstitusinegara dan kemasyarakatan. Pada aras konstitusi, kita melihatadanya upaya mempertegas pemisahan kekuasaan yang lazimbekerja dalam negara demokrasi. Meskipun dalam beberapa hal,terutama berkaitan dengan lembaga legislatif, mengalamipersoalan berkaitan dengan polah relasi dan pertanggung-jawaban kepada konstituen yang belum jelas. Namun pada araskemasyarakatan, gerakan sosial dan partisipasi rakyat dalambidang politik terus berkembang dan menggunakan pola-polapartisipasi yang semakin modern.

Sistem perwakilan dan lembaga perwakilan rakyat pascapembaruan, sedang digugat eksistensi dan efektifitasnya dalammemperjuangkan kepentingan rakyat. Bangsa Indonesiamemang menghadapi persoalan yang rumit dalam mengem-bangkan sistem perwakilan yang efektif bagi pengelolaanpemerintahan yang demokratis. Model-model pembaruanparlemen di Indonesia menyangkut hubungan rakyat danperwakilannya dalam berbagai periode sejarah Indonesia, ternyatabelum memenuhi kriteria sebagai demokrasi perwakilan di mana

25 Cetro, Alamanak Anggota Parlemen RI, hal 11.

Page 120: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

119Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

rakyat memiliki kesempatan untuk memilih wakilnya secarabebas, dan selanjutnya mewarnai produk kebijakan yangdihasilkan wakil-wakilnya di parlemen.

Karena itu, tuntutan akan perlunya pembaruan sistemkeparlemenan yang berorientasi pada penguatan struktur dansistem kelembagaan akan terus menguat dihari-hari mendatang.Walau diakui, gagasan pembaruan tersebut tidak akan mencapaicita-cita ideal dalam konstruksi relasi lembaga perwakilan rakyatdengan rakyat yang diwakili, tetapi pembaruan terus menerusdalam sistem keparlemenan kita merupakan upaya untuksemakin mendekatkan tujuan ideal pembentukannya yaknimemperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat secaramaksimal, efektif dan demokratis.

Daftar Pustaka

Buku/JurnalAnonymous, Parlemen Indonesia 1945-1959.Cetro, Alamanak Anggota Parlemen RI.FORMAPPI, Evaluasi FORMAPPI 2004 tentang Kinerja DPR hasil

Pemilu 1999.FORMAPPI, Evaluasi Satu Tahun DPR Hasil Pemilu 2004.Hoogerwerf, Politikologi, dikutip dalam buku FORMAPPI, Lembaga

Perwakilan Rakyat di Indonesia.Kleden, Ignas, 2003. “Indonesia Setelah Lima Tahun Reformasi”,

Analisis CSIS No. 2 Tahun XXXII/2003.Legowo, T.A., dkk., Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia,

diterbitkan oleh FORMAPPI.Rauf, Maswadi, 2006. “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di

Indonesia Antara Kenyataan dan Harapan”, Jurnal Politika,Vol. 2, No. 2, 2006.

Sahdan, Gregorius, 2003. “Pembangunan partisipasi politik Rakyatdalam pemilu 2004: Studi perbandingan UU Pemilu 1999 danUU Pemilu 2004”, Analisis CSIS, No. 2, Tahun XXXII/2003.

www.tempointeraktif.com, Rabu, 25 Januari 2006.

PeraturanIndonesia, UU No. 3 Tahun 1999.Indonesia, UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPD,

DPRD.

Page 121: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

120 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Indonesia, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD danDPRD.

Indonesia, UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD,DPRD.

Indonesia, UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presidendan Wakil Presiden.

Peraturan Tata Tertib DPR tahun 2005.Surat Keputusan KPU tentang Penetapan Daerah Pemilihan.

Page 122: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

121Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

OLEH: ABDIL MUGHIS MUDHOFFIR

PARTAI POLITIK DAN PEMILIH:Antara Komunikasi Politik

vs Komoditas Politik

Alumni FH Universitas Brawijaya,Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Indonesia

Demokrasi dan Problem KeterwakilanPengalaman selama pemerintahan Soeharto menumbuh-

kan krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yangdianggap tidak lebih sebagai alat kekuasaan. Parpol tidak lagirepresentatif menjadi penghubung masyarakat denganpemerintah. Pasca reformasi, ketidakpercayaan itu mengarah-kan pembentukan sistem pemilu yang bisa memberikan jaminanbahwa presiden yang terpilih merupakan cerminan kehendakmayoritas masyarakat. Pemiliham Umum 2004 menjadimomen sejarah pemilu di Indonesia dilakukan secara langsungterhadap pasangan presiden dan wapres meski kondisi geografisserta total penduduk Indonesia besar dan tersebar. Sementara,pemilihan anggota dewan masih belum dilakukan sepenuhnyasecara langsung atau terbuka karena kekuasaan parpol masihcukup besar dalam menentukan wakilnya. Termasuk adanyahak recall oleh parpol, bukannya oleh konstituen. Peran pemilihatau konstituen sebatas menghantarkan aktivis parpol menjadianggota dewan. Selanjutnya, rakyat hampir tidak pernah diper-hitungkan dalam pengambilan keputusan politik. Namun,meskipun eksistensi partai cukup problematis, dalam kenyataan-

Page 123: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

122 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

nya, kontestasi politik dalam pemilu selalu diwakili oleh partai.Presiden dan wakil rakyat dipilih dalam pemilu juga mengguna-kan kendaraan partai politik.

Sementara itu, dalam dimensi yang lebih luas sistem politikdi Indonesia dari sisi komunikasi politik juga mengandungbanyak persoalan. Dalam sistem politik demokrasi, presiden danwakil rakyat ditetapkan sebagai hasil pemungutan suara dalampemilu berdasarkan suara yang paling banyak. Baik sistempemilu proporsional, distrik, atau campuran dalam pelaksanaan-nya selalu menyisakan sebagian suara yang terabaikan dansejumlah besar pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya.Namun, mekanisme demokrasi menganggapnya sebagai hasilyang sah dan legal.

Adanya pemilihan umum sebagai wujud kedaulatan rakyatini saja sudah dianggap sebagai konsepsi politik yang modernmeskipun istilah kedaulatan masih sangat problematis. Kekuasaanmengatur kehidupan masyarakat yang terletak di tangan rakyatsesungguhnya hanya dapat berdasarkan kesepakatan bersama.Akan tetapi dalam negara di mana jumlah penduduknya yangbesar serta saling terpisah begitu jauh antara satu penduduk denganlainnya, menghendaki adanya pelimpahan hak pada seorangpemimpin. Pelimpahan hak berarti pula pelimpahan tanggungjawab mengatur masyarakat. Karena tidak memungkinkanpenduduk Indonesia berdebat berhari-hari menentukan siapapemimpinnya dalam sebuah forum besar. Sistem demokrasi telahmenyediakan mekanisme yang lebih efektif dalam memutuskansebuah persoalan melalui pemungutan suara meski banyakmengandung kelemahan.

Dalam komunikasi politik, setiap keputusan yangmenyangkut kepentingan banyak orang tidak dapat semata-mata ditentukan berdasarkan suara terbanyak. Prinsipmusyawarah mufakat yang terkandung dalam Pancasilamerupakan prosedur pencapaian keputusan yang paling adil.Akan tetapi tampaknya mekanisme itu masih belum menjaditradisi masyarakat Indonesia meski dalam lingkup organisasikecil. Mengikuti polarisasi kultur masyarakat berdasarkankonstruksi primordialisme Cliffort Geertz dalam memandangstruktur masyarakat, Arbi Sanit membagi tipe budaya masya-rakat yang menjadi identitas politiknya.1 Ada tipe budaya politik

Page 124: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

123Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

tradisional dan budaya politik modern. Tradisi musyawarahmufakat menurut pembagiannya merupakan bentuk budayapolitik tradisional berakar pada masyarakat yang feodal. Semen-tara ia tidak membuat perbandingan yang jelas bagaimanabentuk tradisi musyawarah itu dalam budaya politik modern.Ia hanya menyebut bentuk komunikasi politik yang modernberupa persaingan yang fair, perundingan dan persetujuan.

Jika merujuk pada mekanisme demokrasi formal,sementara musyawarah dianggap sebagai budaya yangtradisional, maka mekanisme komunkasi politik yang iamaksudkan adalah bahwa dalam mencapai keputusan politikdilakukan melalui pemungutan suara atau voting. Dalamkonteks rasionalisme barat, dikotomi tradisional-modernmengandaikan bahwa masyarakat harus bertransformasi men-jadi modern dengan meninggalkan yang tradisional. Jadi, dalamperspektif Arbi Sanit, mekanisme musyawarah mufakat dalamproses komunikasi politik dianggap sebagai usang dan harusditinggalkan. Demikian ia menyebutkan2:

“... itulah sebabnya, disarankan supaya pergeseran dualisme

struktur identitas plitik dan ideologi masyarakat, sebaiknya

dijuruskan kepada penguatan struktur kelas, identitas politik

modern, dan ideologi masyarakat yang modern pula. Pilihan itu

dianjurkan karena rasionalitas berpolitik yang didukung dengan

teknologi politik yang sesuai lebih memudahkan para pemimpin

negara menjalankan dan mengelola pemerintahan.”

Sanit membuat dikotomi itu dalam kerangka menggolong-kan basis ideologi partai antara partai nasionalis sekuler yangtradisional dengan partai Islam atau non Islam sekuler yangmodern serta yang berbasis ideologi Islamisme atau Islamradikal. Ia mempersoalakan budaya politik tradisional sebagaifeodal dengan pemimpin kharismatik yang menjadi simbol danwujud terkokoh dari nilai budaya tersebut. Menurutnya budaya

1 Arbi Sanit, “Pembaharuan Mendasar Partai Politik”, kumpulantulisan dalam Menggugat Partai Politik (Jakarta: Lab Ilmu Politik Fisip UI,2003), hlm. 31-34.

2 Ibid., hlm. 34

Page 125: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

124 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

ini tidak hanya menjadi anutan sebagian besar rakyat tetapi jugamemotivasi penguasa untuk memanfaatkan demi kekuasaan.Namun, ia tidak menjelaskan bagaimana musyawarah mufakatmerupakan bagian dari budaya politik tersebut.

Proses politik dalam sebuah negara dilambari oleh komuni-kasi politik terutama dalam menentukan kebijaksanaan yangmenyangkut kepentingan banyak orang. Setiap keputusan harusdapat dipertanggungjawabkan terhadap kepentingan seluruhmasyarakat. Namun, alot-nya perdebatan dalam diskursus dilembaga politik seperti lembaga perwakilan seringkali berujungpada pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak. Ini demiefisiensi dan efektivitas. Dalam praktek politik disebut dengankompromi kepentingan. Beberapa perspektif yang berdebat tidaksaling meniadakan melainkan mempertahankan masing-masingperspektif dalam posisi yang tidak saling merugikan atau disebutdengan win to win solution atau loss to loss solution. Kompromipolitik tidak menghasilkan konsensus atau permufakatan.Kompromi politik juga tidak mengangkat perspektif menjadi lebihtinggi yang melampaui perspektif sebelumnya dalam sebuahdialog. Sementara lembaga perwakilan berdasar sistem politik kinihanya mewakili kelompok kepentingan melalui partai politik.Sehingga tidak ada jaminan diskursus dalam sidang anggotadewan menghasilkan keputusan yang mencerminkan pandanganseluruh masyarakat.

Kenyataannya, lembaga politik seperti lembaga perwakilanyang merupakan miniatur atau bentuk pengetatan luasnyawilayah geografis, besarnya jumlah penduduk serta beragamnyakepentingan masyarakat Indonesia, musyawarah mufakatbukannya menjadi tradisi melainkan cenderung sebagaiprosedur yang sering kali justru dihindari daripada voting yangdinilai lebih efektif. Sayangnya efektivitas itu tidak diukurberdasarkan kepentingan jangka panjang seluruh masyarakattetapi semata-mata sebagai bentuk efektivitas kerja dewan agartidak terlalu memakan waktu lama. Padahal keputusan politikyang dihasilkan dari rapat anggota dewan sangat menentukanberjalannya sistem politik suatu negara.

Proses penetapan RUU menjadi UU seringkali dipercepatmelalui lobi-lobi dan kompromi politik. Semakin cepat menyelesai-kan satu rancangan undang-undang semakin cepat pula mem-

Page 126: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

125Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

peroleh yang baru sebagai proyek ekonomis. Dalam hal ini, makaperlu pula mempersoalkan inisiatif pembuatan undang-undang.Apakah undang-undang yang selama ini menjadi legitimasi bagipemerintah menjalankan wewenangnya benar-benar merupakanpencerminan kehendak rakyat, jika bukan sekedar sebagai bagiandari proyek anggota dewan saja.

Fungsi lembaga perwakilan bukan hanya sebagai perantaramelainkan juga sebagai pembuat koridor jalannya pemerintahmelalui produk hukum yang dibuatnya. Jadi, jika ternyata produkperundang-undangan banyak lahir dari inisiatif badan eksekutif,menunjukkan bahwa lembaga legislatif tidak mempunyai visidalam pembangunan hukum. Sementara peran hukum sesung-guhnya sangat strategis dalam mengendalikan dan mengarahkansistem politik dan sistem ekonomi suatu negara. Namun, itusemua bergantung pada badan pembuat undang-undang.

Di sini, terkait pula masalah partai politik di Indonesia dalamhal pendanaan. Ketidakjelasan alur sumber dana partai politikserta tidak menentunya besaran sumber dana parpol mewarnaipersoalan yang menyebabkan terhambatnya proses komunikasipolitik yang sehat. Meski APBN telah mengalokasikan dana bagiparpol, jumlah besarannya tidak pernah dianggap mencukupiuntuk pelaksanaan program partai apalagi untuk kampanyepolitik yang akan datang. Terlebih bagi partai-partai kecil yangtidak memiliki kursi di dewan. Kondisi ini membuat para aktivisparpol mencari alternatif sumber dana lain terutama melaluijabatan yang sedang didudukinya.

Komunikasi politik konstituen dengan partai politik tidaklebih dari sekedar sebagai komoditas politik dalam mencaridukungan. Bukan program yang diajukan sebagai tawaran bagipemilih melainkan popularitas ketokohan aktivis parpol.Kampanye yang menampilkan popularitas tokoh dinilai efektifpada masyarakat yang kulturnya masih feodal (patron-klien).Terkait dengan itu, tulisan ini bermaksud mengurai persoalan-persoalan komunikasi politik antara rakyat dengan elit politikdi mana cara berpikir ekonomis berpengaruh kuat dalammengkolonisasi kehidupan sosio-kultural masyarakat. Sehinggakomunikasi politik berwujud sebagai komoditas politik para elitbelaka.

Page 127: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

126 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Komunikasi Politik dalam PerspektifDalam teori tindakan komunikatif Habermas, hubungan

antara manusia tidak melulu bermakna ekonomis. Model relasiyang lebih bersifat humanis yang menjadi karakter khasmanusia adalah relasi yang mengandung makna komunikasidengan tujuan untuk mencapai saling pengertian. Hubunganantara warga negara dengan pemerintah atau dengan lembagaperwakilan sesungguhnya adalah bentuk komunikasi yangbersifat politis. Aristoteles menyebut manusia sebagai makhlukpolitik (zoonpoliticon). Politik tidak hanya dimaknai sebagai caramemperoleh kekuasaan, melainkan sebagai sifat (politis) relasihubungan antarmanusia di ruang publik politik. Komunikasiyang fair mengandaikan kesetaraan subjek politik. Dalam halini adalah masyarakat dengan lembaga perwakilan atau denganeksekutif. Bentuk relasi itu merupakan gejala politik yangmenggambarkan tingkah laku masyarakat yang menjadi bagiandalam sistem politik. Dalam pandangan kaum strukturalis,sistem politik merupakan bagian dalam sistem sosial yang lebihluas yang terdiri dari sub sistem lainnya, meliputi pula sub sistemekonomi dan hukum. Parsons menyebutkan bahwa sistempolitik merupakan media pencapaian tujuan strategis masya-rakat. Pandangan Parsons tersebut kemudian diembangkan olehHabermas yang menyebutkan bahwa pencapaian tujuan ituditetapkan berdasarkan konsensus dalam proses komunikasipolitik.

Globalisasi ekonomi pasar serta liberalisasi ekonomi-politiktelah membentuk masyarakat menjadi demikian kompleks.Dalam konteks politik, kini negara bukan lagi sebagai pemaintunggal (single player) berhadapan dengan masyarakat tetapitelah berkembang dengan ikutnya organisasi ekonomiinternasional dalam sistem ekonomi-pasar yang sangat besarpengaruhnya dalam menentukan kebijakan politik dan hukumsuatu negara. Sedangkan dalam kehidupan sosial, masyarakatmenjadi makin plural terutama dalam pandangan hidup dan

Dalam teori tindakan komunikatif Habermas, hubunganantara manusia tidak melulu bermakna ekonomis.

Page 128: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

127Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

orientasi nilai karena doktrinasi paham liberal telah merasukhampir ke seluruh lapisan masyarakat. Namun, di samping itumasyarakat sebenarnya juga bersifat homogen terutama dalamkonsumerismenya.

Dalam masyarakat kompleks ini, negara mesti dipahamisebagai bagian dalam sistem sosial yang di dalamnya jugaterdapat sistem ekonomi kapitalisme, yaitu pasar. Sistemekonomi yang diwakili oleh pasar, dan sistem politik yangdiwakili oleh negara, bertumpu pada kehidupan masyarakat,termasuk kebudayaannya yang dalam istilah Habermas disebutLebenswelt atau dunia-kehidupan. Setiap orang berkomunikasidan bertindak dalam sebuah dunia-kehidupan, artinya ia hidupdalam sebuah alam bermakna yang dimiliki bersama dengankomunitasnya yang terdiri atas pandangan hidup, keyakinan-keyakinan moral, dan nilai-nilai bersama.3 Masyarakat dalamdunia-kehidupan ini dipahami sebagai komunitas komunikatifkarena proses integrasi sosial di dalamnya dibangun darikomunkasi para anggotanya yang terbuka dan bebas paksaan.Berkembangnya dunia-kehidupan, menyangkut nilai-nilai,budaya, pandangan hidup, juga melalui komunikasi yangberdasar pada konsensus bersama.

Namun, selain sebagai dunia-kehidupan, masyarakat jugasebagai sebuah sistem sosial yang bisa dimengerti dengan adanyainstitusi, lembaga, serta peraturan yang menata kehidupanmasyarakat. Berbagai institusi serta aturan yang dibentuk olehmasyarakat itu justru untuk meringankan beban komunikasi.4

Masyarakat tidak perlu terus-menerus melakukan diskursusuntuk mencapai keputusan tertentu. Sistem telah mempermudahpencapaian tujuan dalam masyarakat. Namun, ia juga mestirasional. Semua pihak bisa memahami dan menerimanyadikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai bersama.

Hal yang bisa dibenarkan, karena rasional, oleh masyarakatdalam pembentukan sebuah sistem adalah karena ia secara efektifmemberikan sarana kepada masyarakat dalam pencapaiantujuan tertentu. Dalam pengertian Habermas, rasionalitas sistem

3 Lihat Franz Magnis Suseno. “75 tahun Jurgen Habermas”, MajalahBasis. Yogyakarta. Mei-Juni 2004.

4 Ibid.

Page 129: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

128 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

ini disebut sebagai rasionalitas sasaran. Dalam kaitannya denganalam, rasionalitas ini berbentuk penaklukan, seperti yang di-pahami dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,dan dalam perkembangan proses produksi dalam sistem ekonomi.Sedangkan dalam dunia-keidupan, rasionalitas itu bersifatkomunikatif yang dicapai melalui diskursus, maka disebut sebagairasonalitas komunikatif. Pengetahuan, nilai, dan norma bisadimengerti tanpa melalui pemikiran reflektif. Penentuan jadwalhanya bisa dilakukan dalam masyarakat yang saling mengertitentang pembagian waktu.

Kehidupan manusia yang makin berkembang mengandai-kan bahwa tantangan yang dihadapinya juga semakin kompleks.Maka, berkembangnya institusi-institusi sosial bukan merupa-kan hal yang berlebihan karena justru akan memberikankemudahan bagi masyarakat. Artinya, makin kompleksnyasistem dengan beragam fungsinya mengandaikan bahwarasionalisasi dalam dunia-kehidupan juga makin meningkat.Rasionalisasi sistem politik telah menghasilkan banyak lembagadan institusi politik baru serta berbagai aturan hukum.

Ukuran nilai-nilai dalam pencapaian keputusan tidak bisalagi didasarkan pada moralitas tertentu dalam perspektif yangsempit. Heterogenitas dalam masyarakat, menuntut adanyaukuran normatif yang lebih bisa diterima oleh semua golongan.Jadi, yang dituntut adalah bagaimana merasionalisasikan setiappandangan yang berbeda hingga tercapai rasionalitas yang palinguniversal. Di sini, berlaku apa yang menjadi syarat bagi komunikasiyang ideal, yaitu setiap pihak mesti saling terbuka, dalam artibersedia untuk belajar5 saling memahami berbagai perspektif yangada sampai tercapai rasionalitas yang universal, tapi bukan melaluikompromi. Dalam kompromi, bukan rasionalitas yang dicapai tapitawar-menawar yang saling menguntungkan dan tidak salingmerugikan. Maka, dalam hal ini bisa kita pahami kesalingterkaitanantara sistem dan dunia-kehidupan.

Dewasa ini, yang menjadi permasalahan dalam masya-rakat bahwa sistem yang meliputi subsistem ekonomi dan sub-sistem politik pada kenyataannya semakin jauh dari rasionalisasidunia-kehidupan. Berkembangnya sistem ekonomi-pasar dan

5 Ibid.

Page 130: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

129Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

politik-birokrasi semakin terpisah dari proses komunikasi dalamdunia-kehidupan. Artinya sistem memiliki logika internalnyasendiri.6 Telah dijelaskan di atas bahwa kompleksifikasi sebuahsistem akan selalu berbarengan dengan peningkatan rasionalisasidunia kehidupan. Maka, reproduksi sistem selalu mengandaikanadanya reproduksi dunia-kehidupan. Namun, berkembangnyasubsistem ekonomi pasar dan subsistem politik (melalui kekuasa-an administratif) yang makin tak terkendali dan menjauhkannyadari rasionalisasi dunia-kehidupan, membuat reproduksi dunia-kehidupan mengalami instrumentalisasi. Keadaan ini disebutHabermas sebagai bentuk kolonisasi dunia-kehidupan.

“Koloni dunia-kehidupan terjadi manakala ranah tindakan

yang sangat penting artinya bagi bekerjanya integrasi norma,

misalnya sosialisasi atau kontrak sosial, dirubah menjadi tindakan

instrumental.”7

Sistem yang makin otonom itu mengandaikan penghapus-an berbagai kendala yang menghalangi perkembangannya,yaitu struktur-struktur normatif dalam masyarakat. Dengankata lain, struktur normatif (norma-norma yang memerlukanjustifikasi atau klaim kesahihan) yang dicapai melalui prosesdiskursus sebagai pengintegrasi alam-dalam terhadap sistemsosial semakin ditinggalkan dan bahkan telah mengalamidisfungsi sebagai pengontrol sistem.

“Semakin berkembangnya otonomi sebuah sistem dan mening-

katnya kompleksitas bentuk-bentuk organisasi masyarakat

menyebabkan runtuhnya struktur normatif yang mengekang dan

hancurnya berbagai hal yang menghambat jalan menuju partisi-

pasi, yang dalam sudut pandang pengontrol, telah mengalami

disfungsi. Proses ini dapat diamati misalnya, dalam proses

modernisasi negara-negara berkembang.8

6 Ibid.7 Joseph Heath. “Konsep Krisis dalam Karya Terbaru Jurgen

Habermas.” Pengantar dalam Jurgen Habermas, Krisis Legitimasi.(Yogyakarta: Qalam. 2004). hlm 32.

8 Jurgen Habermas, hlm 116.

Page 131: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

130 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Proses reproduksi dunia-kehidupan yang terhambat inimengakibatkan gangguan dalam struktur dunia-kehidupan.Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa untuk mencapaiprogresivitas produksi dalam sistem ekonomi kapitalis kini,kekuasaan administratif negara diperlukan untuk memperlancarjalannya produksi. Birokratisasi demi tuntutan ekonomi,mensyaratkan depolitisasi legitimasi masyarakat, melaluipembentukan sistem demokrasi formal yang memungkinkankeputusan administrasi dibuat terlepas dari berbagai kepentinganwarga. Ini juga mengakibatkan warga makin apatis terhadapproses politik dan menyerahkan begitu saja penilaian-penilaianmoralnya pada sistem. Habermas menjelaskan depolitisasiwilayah publik sebagai berikut:9

“Dalam wilayah publik yang secara struktural didepolitisir,

kebutuhan akan legitimasi direduksi hanya menjadi dua syarat.

Pertama, kebebasan individual warga –yakni larangan berpolitik

yang dikombinasikan dengan orientasi karir, kesenangan, dan

konsumsi– yang mendorong harapan terhadap penghargaan

setimpal dalam sistem tersebut (uang, waktu luang, dan

keamanan). Individualisme (privatism) seperti ini diterapkan oleh

program pengganti negara kesejahteraan, yang juga menggan-

deng unsur-unsur pencapaian ideologi melalui sistem pendidikan.

Kedua, depolitisasi struktural ini sendiri memerlukan pembenaran

yang selama ini disediakan, entah oleh teori-teori elit demokrasi

(seperti Schumpeter dan Max Weber), maupun oleh teori-teori

sistem teknokratis (seperti institusionalisme abad dua puluhan).”

Hukum Sebagai Media Komunikasi PolitikSistem sosial yang berpijak pada kehidupan masyarakat

terintegrasi melalui proses komunikasi. Hubungan manusiaterhadap sistem sosial yang di dalamnya terdapat subsistemekonomi dan politk, tidak bisa dimaknai secara instrumental.Demikian juga, patologi modernitas akibat perkembangankapitalisme, bukan lagi dimaknai sebagai akibat perkembanganrasionalitas instrumental atas kompleksifikasi sistem. Akan

9 Ibid., hlm 161.

Page 132: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

131Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

tetapi, ancaman integrasi sistem sosial itu adalah karenarasionalitas komunikatif yang makin jauh dari dunia-kehidupan.

Ancaman terhadap integrasi sistem sosial itu bisa dipulihkanmelalui komunikasi yang terbuka dan bebas paksaan. Hukumadalah elemen komunikasi yang efektif untuk merekatkan ketigakomponen sistem sosial itu. Pemisahan sistem ekonomi danpolitik dari dunia-kehidupan membutuhkan norma hukum untukmelembagakannya. Habermas menggambarkan peran hukumsebagai berikut:10

Bentuk dunia-kehidupan, sebagai sebuah kesatuan, merupa-

kan sebuah jaringan yang diciptakan oleh tindakan komunikatif.

Di bawah aspek koordinasi tindakan, maka komponen masyarakat

akan terdiri dari totalitas hubungan interpersonal yang ditata

secara legitmate. Komponen itu juga meliputi kolektivitas, asosiasi,

dan organisasi yang dispesialisasikan untuk fungsi-fungsi khusus.

Beberapa sistem tindakan yang dikhususkan berdasarkan fungsi

ini, terpisah dari (vis a vis) ranah aksi yang diintegrasikan secara

sosial, misalnya ranah aksi yang diintegrasikan melalui nilai,

norma, dan kesalingpengertian. Sistem-sistem seperti itu

mengembangkan aturan-aturannya sendiri, seperti yang dilaku-

kan oleh sistem ekonomi terhadap uang dan administrasi terhadap

kekuasaan. Meski media pengendali ini dilembagakan ke dalam

bentuk legal, namun sistem-sistem ini masih berhubungan

dengan komponen dunia-kehidupan masyarakat. Bahasa hukum

membawa komunikasi dunia-kehidupan dari ranah publik dan

privat ke dalam sebuah bentuk di mana pesannya bisa diterima

pula oleh aturan khusus sistem tindakan yang dikendalikan oleh

diri sendiri begitu pula sebaliknya.”

Demikianlah hukum itu berlaku sebagai media pengendalibagi bekerjanya sistem agar tidak lepas kontrol dari pandanganhidup masyarakat. Maka, sebenarnya hukum berdiri di dua sisi,yaitu sebagai tindakan instrumental yang berlaku sebagaipemaksa untuk mengendalikan sistem. Namun juga hukum itu

10 Habermas, “Beetwen Fact and Norms: 429”, dalam PengantarJoseph Heath, “Konsep Krisis dalam Karya Terbaru Jurgen Habermas”,dalam op.cit., hlm. 39-40.

Page 133: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

132 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

harus dihasilkan dari konsensus rasional yang menampungtindakan komunikatif dalam dunia-kehidupan sebagai sumberlegitimasi baginya.

Permasalahannya hukum yang dibentuk melalui komu-nikasi yang fair itu menjadi penghambat bagi sistem yang ber-kembang dengan logikanya sendiri. Keadaan seperti ini sangatmenguntungkan bagi para pelaku pasar dan aparat negara dimana sistem bekerja bukan untuk memberikan kemanfaatan bagimasyarakat tapi ia bekerja untuk dirinya sendiri. Perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi termasuk dalam proses produksidan dalam sistem politik bukan lagi untuk melayani kebutuhanmasyarakat, tapi masyarakat malah tetarik pada logika sistemitu. Masyarakat melulu menjadi makin teknokratis dankonsumeris yang tindakannya ditujukan semata-mata untukpamrih. Ini karena hukum makin dijauhkan dari diskursusrasional dalam dunia-kehidupan.

Pembentukan hukum yang lepas dari legitimasi yangsubstansial dari masyarakat menyebabkan ia hanya menjadialat bagi kekuasaan politik dan ekonomi. Legitimasi hanyamenjadi bersifat formal, melalui pembentukan demokrasiformal yang memungkinkan keputusan politik dibuat lepas darikepentingan warga.11

Bagi Habermas hukum yang sama bisa dilihat dari subjekhukum dan negara. Dari sisi subjek hukum, hukum adalahsebagai domain diskursus praktis yang dilembagakan.Sedangkan dari sisi negara, hukum sebagai medium melakukankolonisasi terhadap dunia-kehidupan yang terjadi dalam bentukjuridifikasi atau intervensi negara ke dalam dunia-kehidupanmelalui hukum.12 Juridifikasi ini terjadi sejak rakyat menentangbentuk negara absolut Eropa, pembentukan negara borjuiskonstitusional di abad ke-19, penetapan peran rakyat dalampolitik, dan berbagai peran negara kesejahteraan di abad ke-20.Penjaminan hak asasi melalui hukum berarti pada saat yangsama mengijinkan negara memasuki kehidupan pribadiseseorang.

11 Habermas, hlm. 12012 Dony Danardono, “Habermas; Hukum dan Demokrasi”, dalam

Tokoh dalam Montase, LKiS, 2003. hlm. 25.

Page 134: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

133Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Di sinilah pokok persoalan modernitas yaitu pada hukumyang pembentukannya tidak lagi didasarkan dari konsensusdiskursif yang rasional dalam ruang pubik. Lalu bagamanamembentuk hukum yang sah dan patut untuk dipatuhi? Hukumyang sah haruslah merupakan bentuk hukum yang memaksatapi yang tidak merusak motivasi rasional untuk mematuhinya:setiap orang harus tetap dimungkinkan mematuhi hukumberdasarkan nalarnya.13

Pertanyaan bagaimana orang bisa secara sadar mematuhihukum dijawab oleh Habermas, melalui konsep etika diskursus-nya. Etika diskursus hendak menjawab pertanyaan apa yangadil. Definisi moral tidak lagi memenuhi sebagai ukuran dalammenetapkan keadilan, baik moralitas dalam agama ataupunadat. Kenyataan kehidupan masyarakat yang makin beragamyang di dalamnya terdapat pluralitas pandangan tidakmemungkinkan untuk mempertahankan satu moralitas bagisemuanya. Setiap pihak juga berhak untuk mengklaim ukuranmoralitasnya yang paling benar. Bagi Habermas, dalammasyarakat modern moralitas kini telah berubah menjadipengetahuan budaya.

Sederhananya, penentuan apa yang adil tidak mencukupikalau dikatakan sesuai dengan ketentuan dalam agama,sedangkan dalam kehidupan beragama juga terdapat pluralitas.Klaim kesahihan mengenai apa yang adil hanya dimungkinkanmelalui diskursus yang melibatkan semua pihak. Artinya,ukuran kesahihan hanya bisa dinyatakan dalam konsensusuntuk mencari ukuran paling universal yang bisa diterima olehsemua pihak. Dari pencapaian kesepakatan yang rasional inilahdapat diharapkan kepatuhan umum dan yang memungkinkandapat memenuhi kepentingan semua pihak.

Hukum yang sah haruslah merupakan bentuk hukumyang memaksa tapi yang tidak merusak motivasi

rasional untuk mematuhinya ...

13 Jurgen Habermas, “Between Fact and Norms” hlm. 121 dikutipdari ibid., hlm. 28-29.

Page 135: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

134 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Maka, hukum yang adil sangat tergantung dari prosedurpembentukannya, yaitu yang diakukan secara fair dan adil pula.Fair berarti semua pihak mesti dilibatkan, dan ada kesetaraanantara para partisipan, serta terbuka, dalam arti semua pihakbersedia untuk belajar dari berbagai perspektif yang ada. Bukanterlibat dengan membawa pandangan yang sudah harga mati.Sedangkan adil berarti bahwa keputusan yang dicapai adalahkeputusan yang rasional yang bisa dipahami dan diterima olehsemua pihak (universalisasi), baik mengenai tuntutankepatuhan maupun konsekuensinya.

Dengan demikian, pembentukan hukum tidak lagi dapatdidasarkan pada hitungan matematis angka-angka sebagaiperwujudan mayoritas. Suara terbanyak sama sekali tidak bisamenjadi legitimasi yang sahih dalam pengambilan keputusan.Namun ini tidak berarti menuntut adanya demokrasi langsungyang absolut. Demokrasi yang dimaksud oleh Habermas adalahdemokrasi deliberatif. Dalam arti pembentukan keputusanapapun yang menyangkut kepentingan umum, termasuk dalampembentukan hukum harus terbuka terhadap pengujian dankontrol melalui diskursus publik dalam ruang publik (mediamassa, ruang kuliah, kafe, komunitas, ataupun perkumpulan).Budi Hardiman menyebutnya sebagai demokrasi perwakilan plusvitalisasi ruang pubik politis. Teori demokrasi deliberatif tidakmenganjurkan sebuah revolusi, melainkan reformasi negarahukum dengan melancarkan gerakan diskursus publik diberbagai bidang sosio-kultural-politik untuk meningkatkanpartisipasi demokratis para warga negara.14 Menurut Habermas,hanya dengan menyambungkan ruang publik dan sistem politik,masyarakat kompleks dapat membendung imperatif-imperatifkapitalisme dan desakan birokrasi negara.

Komunikasi Politik Rakyat-Partai PolitikSeperti telah dijelaskan di atas, dalam negara demokrasi

modern hubungan antara rakyat dengan pemerintah baikdalam penentuan kebijakan maupun pemilihan pemimpin tidak

14 Budi Hardiman, “Demokrasi Deliberatif Model bagi Indonesia pascaSoeharto”, dalam majalah Basis edisi September-Oktober 2005.Yogyakarta.

Page 136: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

135Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

dilakukan secara langsung melainkan melalui perantara lembagaperwakilan (DPR). Tidak seperti demokrasi awal di Yunani dimana masyarakatnya masih cukup homogen sementarawilayahnya tidak begitu luas masih dimungkinkan hubunganpolitik rakyat dengan pemerintah dilakukan secara langsung.Namun, saat masyarakat telah menjadi demikian kompleks,keberadaan partai politik menjadi pilihan dalam perluasanpartisipasi politik warga negara. Parpol juga menjadi saranapenghubung antara rakyat dengan pemerintah. Demikian puladalam pemilihan umum, kontestasi politik juga dilakukan olehpartai politik.

Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa salah satu fungsipartai politik adalah sebagai sarana komunikasi politik. Partaipolitik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masya-rakat dan mengaturnya dalam proses yang dinamakan peng-gabungan kepentingan serta perumusan kepentingan. Hal iniselanjutnya akan menjadi usul kebijakan parpol untukdiperjuangkan dan disampaikan pada pemerintah agar menjadikebijaksanaan umum. Sebaliknya, parpol juga menjadi mediabagi pemerintah menyebarluaskan rencana dan kebijaksanaanpolitik.15

Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang muncul-nya partai politik. Teori kelembagaan mengatakan bahwakemunculan partai politik karena dibentuk oleh kalangan legis-latif untuk mengadakan kontrak dengan masyarakat. Semen-tara teori situasi historik mengatakan bahwa timbulnya partaipolitik sebagai upaya untuk mengatasi krisis yang ditimbulkanoleh perubahan masyarakat secara luas, yaitu berupa krisislegitimasi, integrasi, dan partisipasi. Sedangkan teori pem-bangunan menyebutkan bahwa partai politik muncul sebagaiproduk modernisasi sosial ekonomi.16

Dalam proses komunikasi politik, partai politik selainsebagai salah satu bentuk ruang publik politik juga sebagaiperluasan sistem politik akibat makin kompleknya sistem.

15 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia,2003). hlm.163.

16 Lili Romli, Potret Buram Partai Politik di Indonesia, (Jakarta: Lab.Ilmu Politik Fisip UI, 2003), hlm.111.

Page 137: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

136 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Namun, sebagai ruang publik ia tidak banyak menawarkan dis-kursus yang rasional dalam merumuskan kepentingan bersamamelalui program. Ruang publik dalam prapol hanya berlaku bagiorang-orang yang terlibat dalam partai seperti aktivis partai,pengurus partai, ataupun donatur partai yakni para pengusaha.Jika demikian, maka sesungguhnya parpol bukan lagi sebagaimedia bagi masyarakat untuk melakukan diskursus kepentinganbersama di ruang publik tapi justru sebagai satu subjek politik yangsetara berhadapan dengan individu dalam merumuskan apa yangmenjadi kepentingan bersama dan bagaimana mewujudkannya.

Dalam kenyataannya memang tak banyak partai yangmemiliki program sebagai wujud penyelenggaraan kepentinganseluruh warga negara. Lebih banyak parpol di Indonesiaasekedar menjadi kendaraan politik bagi seseorang yang inginmemperoleh kedudukan politik baik dalam lembaga eksekutifatau legislatif. Program partai bukan sebagai wujud pencapaiantujuan partai melainkan sebagai alat untuk memperolehsimpatik pemilih. Hampir tidak mungkin membenarkan partaipolitik memperjuangkan kepentingan rakyat. Justru sebaliknyaparpol menjadi media pertarungan memperbutkan kekuasaanberdasarkan kepentingan pribadi atau golongan.

Komunikasi politik konstituen dengan partai politikdireduksi menjadi sekedar sebagai komoditas politik para elitpolitik. Politik uang dalam kampanye poitik menjadi tuntutanyang dilakukan hampir oleh seluruh partai untuk memperolehdukungan untuk pemenangan pemilu meskipun para elit parpolseringkali menggunakan bahasa yang lebih halus sebagai bagiandari pembangunan sosial.

Sumber dana partai politik ini menjadi kendala berlangsung-nya proses komunikasi politik secara sehat. Alih-alih berperanmemperluas partisipasi rakyat dalam proses komunikasi politik,partai politik malah terjebak pada pertarungan kepentingan paraelit. Parpol tak lagi berpikir bagaimana menyerap aspirasi publikdan melakukan kontrol kekuasaan, melainkan bagaimanamencari uang untuk kelangsungan partai dan kelangsungankader-kadernya.

UU No. 31 Tahun 2002 tentang Parpol menyatakan bahwasumber keuangan parpol berasal dari iuran anggotanya,

Page 138: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

137Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

sumbangan yang tidak mengikat atau usaha yang sah sertapemerintah melalui APBN. Selanjutnya, pengaturannyaditetapkan dalam PP No. 29 Tahun 2005 tentang BantuanKeuangan Parpol. Besarnya dana yang disediakan dari anggarannegara adalah sebesar Rp 21 milyar, per satu kursi dalam lembagaperwakilan. Ironisnya, ada sejumlah kalangan yang menganggapdana sebesar itu masih terlalu kecil untuk mendukung peranstrategis prapol terutama dalam mengontrol kebijakan pemerintah.Padahal, justru ketergantungan partai politik kepada pemerintahyang melemahkan fungsi kontrolnya. Apalagi, pembahasananggaran negara juga dilakukan dalam sidang di lembagaperwakilan yang terdiri dari orang-orang partai. Besarnyaanggaran bagi dana parpol bisa ditentukan oleh orang-orang partaidalam lembaga legislatif.

Peraturan hukum yang menjadi dasar penetapan besaranggaran juga ditetapkan berdasarkan persetujuan anggotadewan yang terdiri dari orang-orang partai. Jika persetujuanitu melibatkan pemerintah, orang-orang yang berada di jajaranpemerintahan dalam konteks politik di Indonesia juga terdiridari orang-orang partai. Jadi penetapan besarnya anggaran dansumber dana bagi partai politik merupakan hasil perundinganantar partai politik yang berkamuflase dalam lembaga publik.Besarnya anggaran dapat ditetapkan sesuai kepentingankebutuhan partai-partai yang memperoleh kekuasaan, secaralegal melalui proses legislasi. Cara lain juga ditempuh partaidengan memperbesar jumlah tunjangan gaji kader parpol yangmenjadi anggota dewan atau yang berada di lembagapemerintahan.

Sangat tidak beralasan jika Henry B Mayo dalamIntroducing to Democratic Theory (1960) mengatakan bahwakecilnya dana bantuan parpol berseberangan dengan semangatdemokratisasi yang kini tengah dibangun, antara lain memper-kecil tumbuhnya oposisi. Ia menjelaskan beberapa hal kaitanantara kecilnya dana bantuan parpol dengan peran strategisparpol dalam komunikasi politik, yaitu17:

17 Paulus Mujiran, Dana Bantuan Parpol dan Demokratisasi, (KompasCyber Media,Rabu, 30 Agustus 2006).

Page 139: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

138 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

1. keterbatasan dana menyebabkan parpol lebih mengedepan-kan fungsi rekrutmen politik dengan uang dari kader-kaderyang hendak berlaga dalam pemilihan yang secara otomatismereduksi fungsi-fungsi utama lainnya. Parpol berkesandemikian pragmatis, semata mementingkan kekuasaantetapi lalai akan fungsi perkaderan, pendidikan politik, dandemokrasi.

2. minimnya dana menyebabkan parpol lebih rentan perpecah-an (divergensi) dan cenderung gagal melaksanakan fungsiperkaderan dengan baik dan konsisten. Kesan demikianmenyebabkan kewibawaan partai merosot tajam dan hilang-nya kepercayaan publik.

3. belum terjadinya budaya transparansi dan akuntabilitasinternal partai. Banyak rahasia partai yang demikian tersimpanrapi ketika menyangkut masalah pendanaan dari manaberasal, berapa besarnya, dan untuk apa penggunaannya.

4. partai-partai belum mampu mewujudkan praktik demokrasicheck and balance. Ketiadaan tradisi oposisi menyebabkankegagalan pembangunan parpol yang solid, kuat, dan ber-wibawa.

5. parpol di negara kita sebagian besar oleh aktivisnya dijadikanlahan pekerjaan, bukan wahana memperjuangkan idealisme.Motivasi pragmatis itu disebabkan cara pandang yangmenempatkan politik sebagai tujuan, bukan cara atau tujuanantara yang disebabkan penyempitan pemaknaan politik itusendiri.

Padahal justru ketergantungan parpol akan dana bantuandari pemerintah yang melemahkan oposisi. Karena itu, kecilnyadana bantuan parpol perlu dicarikan terobosan jalan keluar agartak menjadi alasan kader-kader partai yang duduk di kursilegislatif dan eksekutif melakukan korupsi. Bukan denganmenuntut jumlah dana bantuan lebih besar dianggarkan untukparpol. Tetapi semestinya partai politik meningkatkan citra dankredibilitasnya di mata publik sebagai organisasi politik yangbisa dipercaya memperjuangkan kepentingan masyarakat.Setidaknya memiliki program yang realistis dan konsisitendiwujudkan. Karena melalui program partailah sebagian masya-

Page 140: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

139Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

rakat menjatuhkan pilihan politiknya pada partai tertentu.Disamping sebagian masyarakat lainnya yang tidak peduliprogram partai karena yang penting ada konsekuensi secaraekonomi yang bisa diperoleh seseorang jika ia memilih partaitertentu. Komunikasi politik menjadi komoditas tidak hanyakarena elit politik yang memanfaatkan pemilih mendapatkansumber legitimasi, tetapi keadaan ini juga dimanfaatan olehsebagian masyarakat yang berhubungan dengan partai sejauhmenguntungkan secara ekonomi. Sikap apolitis lahir karenakerja parpol tidak sampai menyentuh kepentingan rakyat, selainsekedar mempertahankan pemilih agar tetap setia padapilihannya. Padahal, parpol mestinya berperan sebagai kekuatanalternatif di luar kekuatan pemerintah dalam merumuskankebijakan publik. Lemahnya parpol karena masih berkembang-nya asumsi, masuk parpol sekadar untuk meraih kekuasaan.Parpol sekadar sebagai kendaraan politik belaka dan bukansebagai salah satu pilar demokratisasi.

Komunikasi Politik Rakyat dengan Wakil RakyatDalam teori politik ada beberapa macam sistem pemilihan

umum. Tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok antarasistem distrik dan sistem proporsional18. Sistem distrik memilihsatu wakil dalam satu daerah pemilihan. Sedangkan sistemproporsional memilih beberapa wakil dalam satu daerahpemilihan. Menentukan sistem pemilu ini berkaitan denganbaigaimana mencari model hubungan rakyat dengan anggotadewan sehingga komunikasi politik dapat berjalan secara lebihefektif.

Dalam sistem distrik, wakil yang terpilih berasal daridaerahnya sehingga ada kedekatan secara emosional dengan

18 Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Gramedia,1999), hlm. 243.

Sikap apolitis lahir karena kerja parpoltidak sampai menyentuh kepentingan rakyat, selainsekedar mempertahankan pemilih agar tetap setia ...

Page 141: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

140 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

rakyat pemilih. Pemilih juga langsung memilih wakil, bukantanda gambar partai. Hal itu merupakan dasar berlangsungnyakomunikasi politik secara lebih intensif. Namun sistem ini bukantidak mengandung kelemahan. Justru para ahli banyak meng-kritik sistem ini karena menghasilkan apa yang disebut dengandistortion effect. Yaitu hangusnya sejumlah suara pendukungcalon yang kalah, meski kemenangan calon yang unggul per-sentase suaranya tidak lebih dari 50 persen. Kelemahan ini dapatdihindari dalam sistem proporsional karena proporsi jumlahperolehan suara secara nasional sama dengan jumlah kursi yangdiperoleh dalam lembaga perwakilan. Dengan sistem ini pulaheterogenitas masyarakat dapat lebih dihargai. Sistemproporsional ini juga memiliki banyak macam dalam carapencoblosannya. Ada sistem proporsional daftar mengikatdimana pemilih hanya memilih tanda gambar parpol, bukannama atau gambar wakil. Sistem ini digunakan dalam pemiludi Indonesia pasca pemilu 1955 hingga pemilu 1998. Sistemlainnya adalah proporsional daftar bebas dimana pemilihmemilih tanda gambar calon. Ini telah dilakukan pada pemiludi Indoneisa tahun 1955. Pemilihan anggota dewan tahun 2004lalu juga menggunakan model ini meski masih setengahterbuka. Seperti di Belgia, pemilih dapat mencoblos tandagambar partai dan atau calon, sehingga sebenarya masih adakekuasaan parpol dalam menentukan siapa calon yang terpilih.Tapi umumnya diserahkan pada calon urutan teratas.

Dalam kaitannya dengan komunikasi politik, kontakantara rakyat dengan wakil dalam sistem proporsional seringkalidianggap lemah karena tidak mewakili daerah pemilihan. Dinegara maju seperti Eropa, kelemahan ini dapat diatasi denganmemperluas ruang publik politik tidak hanya melalui parpoltetapi banyak tumbuh organisasi kemasyarakatan ataukelompok kepentingan. Sistem proporsinal daftar bebassebenarnya telah memungkinkan rakyat melakukan pemilihanlangsung pada calon. Hal ini sudah merupakan modal awalkedekatan emosional pemilih dengan wakil. Setidaknya dapatdpertanggungjawabkan bahwa wakil yang terpilih benar-benarhasil pilihan rakyat, bukan hasil lobi-lobi politik dalam partaiatau antar partai politik.

Page 142: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

141Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Beberapa model sistem pemilu itu telah memberikangambaran bagaimana proses komunkasi politik rakyat denganwakilnya. Sungguhpun demikian, membangun komunikasiyang intens antara rakyat dengan wakil tidak hanya berlangsungsaat pemilu atau masa kampanye. Komunikasi politik adalahproses politik yang terus berlangsung selama sebuah negaramasih tetap ada. Maka, lebih mudahnya melihat bagaimanaproses komunikasi itu berlangsung adalah dari hasil kerja yangtelah dilakukan oleh para wakil rakyat. Hubungan rakyat denganparpol sebatas dalam kerangka kepentingan partai sesuai dnganprogram yang diajukannya. Tetapi hubungan antara rakyatdengan wakil di lembaga legislatif merupakan hubungankepentingan yang lebih luas menyangkut kepentingan seluruhmasyarkat. Jadi, jika memang diyakini bahwa pembentukanparpol pada awalnya sebagai jembatan saja dalam demokrasiperwakilan, yakni menjadi prosedur bagaimana menentukanseseorang yang menduduki lembaga legislatif, maka komunikasipolitik yang lebih esensial adalah antara rakyat dengan wakil diDPR terutama dalam proses pembentukan produk hukum.Sementara partisipasi politik tidak sebatas keterlibatan seseorangdalam pemilu, tetapi dalam proses politik yang lebih luas yaitumenjadi bagian dalam menentukan kebijakan publik. Prinsipkedaulatan rakyat mengandaikan bahwa negara bagaimanapundibentuk berdasar hasil kesepakatan masyarakat sebagai sistemsosial yang memiliki tujuan tertentu. Tujuan itu juga ditetapkanberdasar kesepakatan bersama atau setidaknya mencerminkankepentingan seluruh warga negara. Hal ini biasanya tertuangdalam konstitusi sebagai dasar negara, yang mencerminkanpandangan seluruh rakyat.

Demikian pula produk perundang-undangan yang dihasil-kan oleh lembaga legislatif mesti mencerminkan kehendak seluruhmasyarakat. Pembentukan hukum bukan semata-mata hakeksklusif lembaga legislatif. Perluasan komunikas politik dalamproses legislasi kepada seluruh warga negara menjadi pentingsebagai wujud partisipasi politik yang lebih esensial.

Berdasarkan UUD dalam proses legislasi, inisiatif membuatdan mengajukan rancangan undang-undang tidak hanya olehlembaga legislatf saja, DPR atau DPD. Presiden, dalam hal iniadalah pemerintah, juga memiliki hak inisiatif membuat dan

Page 143: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

142 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

mengajukan RUU. Setiap Rancangan Undang-Undang itukemudian dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat per-setujuan bersama. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUUyang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dandaerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomilainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuanganpusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukanmengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicara-kan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikanoleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Data dari sekretariat jenderal DPR RI, menunjukkan bahwaperbandingan RUU hasil inisiatif presiden dengan lembaga legislatifpada tahun 2006 ini masih jauh lebih besar yang diusulkan olehDPR. Dari 57 RUU ada 10 yang merupakan usulan pemerintahatau presiden. Membandingkan apakah suatu undang-undang hasildari inisiatif pemerintah atau DPR memberikan gambaranbagaimana visi lembaga perwakilan dalam pembangunan hukum.Jika ternyata produk perundang-undangan banyak lahir dariinisiatif badan eksekutif, menunjukkan bahwa lembaga legislatiftidak mempunyai visi dalam pembangunan hukum. Karena fungsistrategis hukum telah menempatkan DPR memiliki peran besardalam proses legislasi.

Sementara itu melihat perbandingan ini adalah dalamrangka bagaimana menempatkan hukum sebagai sebuah sistemmenjadi dasar dalam mengarahkan berjalannya sistem sosial.Bukan sekedar persoalan apakah sebuah rancangan undang-undang sudah memperoleh persetujuan bersama presidendengan lembaga perwakilan sehingga dapat diberlakukan secarasah. Tetapi bagaimana undang-undang itu substansinya benar-benar mencerminkan perwujudan kepentingan bersama. Yaitubagaimana undang-undang ditempatkan sebagai media yangberfungsi mengarahkan berjalannya sistem ekonomi dan sistempolitik yang rentan dari imperatif kepentingan di luar kepenting-an rakyat. Tidak memperlakukan hukum yang direduksifungsinya hanya sebagai legitimasi berlakunya sistem politikatau sistem ekonomi yang merugikan kepentingan bersama.Sistem sosial itu harus benar-benar dikontrol melalui komunikasipolitik yang intens yang bisa melibatkan seluruh warga negara.

Page 144: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

143Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Atau setidaknya konsensus yang dihasilkan dari diskursus diruang publik politik merupakan perwujudan perspektif yagpaling universal yang mencerminkan perwujudan kepentinganbersama. Jadi, keabsahan undang-undang sesungguhnya tidakberasal dari sudah diundangkannya aturan hukum. Keabsahanhukum dilihat dari substansinya, apakah mencerminkan keadilanatau tidak. Namun, kondisi sosio-kultur masyarakat Indonesiamasih jauh dari ramainya perdebatan di ruang publik politik dalamproses legislasi. Konstitusi telah mengatur mekanisme kontrolsubstansi undang-undang melalui judicial review. Meskidemikian, sikap apolitis masih menjadi warna dominan. Bahkaneksistensi negara dipandang secara apatis. Negara tidak lebihsebagai panggung kontes politik para elit memperebutkankekuasaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentinganrakyat. Kontestasi politik itu hanya menjadikan rakyat sebagaikomoditas belaka sehingga komunikasi politik tidak bermaknaapapun bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam, 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.

———, 1999. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia.Danardono, Dony, dkk. 2003. Tokoh dalam Montase. LKiS.Habermas, Jurgen, 2004. Krisis Legitimasi. Yogyakarta: Qalam.Majalah Basis. “75 tahun Jurgen Habermas”. Mei-Juni 2004.

Yogyakarta.Mujiran, Paulus, “Dana Bantuan Parpol dan Demokratisasi”, Kompas

Cyber Media, diakses 21 Oktober 2006.Sanit, Arbi, dkk. 2003. Menggugat Partai Politik, Jakarta: Lab Ilmu

Politik Fisip UI.

Page 145: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

144 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

OLEH: AAN EKO WIDIARTO, S.H., M.HUM.

HUBUNGAN RAKYAT (PEMILIH)DENGAN WAKIL RAKYAT

DAN PARTAI POLITIK

Staf Pengajar Fakultas HukumUniversitas Brawijaya

PendahuluanHubungan antara wakil rakyat dengan pemilih dan partai

politik hingga saat ini masih mengalami berbagai kendala yangmengakibatkan tidak optimalnya performance lembagaperwakilan di Indonesia. Anggota DPR dan DPRD terkesanberada pada posisi sebagai wakil partai ketimbang sejatinyasebagai wakil rakyat. Hubungan rakyat dengan wakil rakyathanya tampak tatkala pemilihan umum yakni ketika merekamemilih wakil rakyat atau gambar partainya.

Pasca pemilu, hubungan tersebut hilang dan wakil rakyatlangsung menjalankan tugasnya di gedung dewan atas namarakyat. Tidak ada mekanisme yang menetapkan dan mengukuh-kan bahwa wakil rakyat tetap sebagai bagian dari rakyat yangtidak terlepas dari problem-problem kerakyatan. Kondisi inidiperparah dengan sistem kepartaian dan susunan serta keduduk-an wakil rakyat yang mengakibatkan keterputusan hubunganrakyat dengan wakilnya. Dalam konteks ini jelas bahwa suararakyat dalam pemilu hanya sebagai legitimasi bagi wakil rakyatuntuk menduduki kursinya di parlemen.

Page 146: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

145Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Wakil rakyat pada akhirnya lebih sebagai wakil partaiakibat hubungan yang erat antara wakil rakyat dengan partaipolitik. Sistem fraksi dan recall mengukuhkan hubungan yangkuat antara wakil rakyat dengan partai politik.

Kendala YuridisKendala utama dalam kaitan hubungan antara rakyat

dengan wakil rakyat serta rakyat dengan partai politik adalahkendala di bidang hukum atau disebut dengan kendala yuridis.Kendala yuridis ini berupa kelemahan pengaturan susunan dankedudukan DPR, DPD dan DPRD, pengaturan sistem pemiludan pengaturan partai politik.

Kendala Yuridis dalam Sistem PemiluPengaturan sistem pemilu di dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2003 masih belum mampu mencerminkankedaulatan rakyat dalam konteks legitimasi suara rakyat kepadawakil-wakilnya. Hal ini dikarenakan calon yang yang dipiliholeh rakyat dan mempunyai suara terbayak belum otomatisterpilih sebagai wakil rakyat, mengingat keanggotaan wakilrakyat tersebut ditetapkan melalui dua tahap penghitungandengan menggunakan aturan Bilangan Pembagi Pemilihan(BPP) berdasarkan Pasal 105 UU Pemilu. BPP adalah bilanganpembagi yang diperoleh dari jumlah total suara sah denganjumlah kursi yang tersedia di suatu daerah pemilihan. Denganadanya sistem BPP maka penentuan seorang caleg menjadicalon terpilih adalah sebagai berikut:

Penetapan perolehan jumlah kursi tiap partai politikpeserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dilakukan dengan caramembagi jumlah suara sah yang diperoleh suatu partai politikpeserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan BPP,ketentuannya adalah:a. apabila jumlah suara sah suatu partai politik peserta Pemilu

sama dengan atau lebih besar dari BPP, maka dalampenghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursidengan kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitungdalam penghitungan tahap kedua;

b. apabila jumlah suara sah suatu partai politik peserta Pemilulebih kecil dari BPP, maka dalam penghitungan tahap per-

Page 147: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

146 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

tama tidak diperoleh kursi, dan jumlah suara sah tersebutdikategorikan sebagai sisa suara yang akan dihitung dalampenghitungan tahap kedua dalam hal masih terdapat sisakursi didaerah pemilihan yang bersangkutan;

c. penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabilamasih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam peng-hitungan tahap pertama, dengan cara membagikan jumlahsisa kursi yang belum terbagi kepada partai politik pesertaPemilu satu demi satu berturut-turut sampai habis, dimulaidari partai politik peserta Pemilu yang mempunyai sisa suaraterbanyak.

d. nama calon yang mencapai angka BPP ditetapkan sebagaicalon terpilih.

e. nama calon yang tidak mencapai angka BPP, penetapancalon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut pada daftarcalon di daerah pemilihan yang bersangkutan.

Digunakannya sistem BPP ini berdasarkan kelemahanyang ada dalam sistem Pemilu 2004. Sistem BPP di satu sisimenggunakan sistem proporsional dengan daftar caleg terbuka,dan di lain sisi menggunakan sistem distrik berwakil banyak.Sistem semacam ini akan menimbulkan ketidakpuasanmasyarakat yang tidak paham tentang penetapan calonberdasarkan mekanisme BPP. Karena calon wakil rakyat yangpopuler di suatu daerah pemilihan belum tentu mendapatkankursi. Jumlah suara terbanyak secara otomatis menunjukkanbesarnya jumlah dukungan rakyat pada calon tersebut sehinggaapabila calon dengan suara terbanyak tersebut tidak jadi karenatidak memenuhi BPP, akan mengecewakan rakyat danmenunjukkan bahwa rakyat tidak mempunyai kuasa untukmenentukan wakilnya. Padahal calon lainnya yang tidakmendapat suara terbanyak tetapi karena menempati urutanpertama pada daftar calon berdasarkan sisa suara akan menjadicalon terpilih. Sangatlah jelas UU Pemilu lebih menghargaikedaulatan partai politik daripada kedaulatan rakyat. Prosespengebirian kedaulatan rakyat terjadi dalam UU Pemilu karenacaleg yang tidak mendapatkan suara signifikan dapat ditetapkansebagai anggota legislatif.

Page 148: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

147Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Sebenarnya satu hal yang cukup progresif dalam sistemPemilu saat ini yaitu diterapkannya Daerah Pemilihan (Dapil).Ditentukan dalam Pasal 46 UU Nomor 12 Tahun 2004 bahwaPemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRDkabupaten/kota, masing-masing ditetapkan Dapil. Carapenetuan daerah pemilihan adalah sebagai berikut:a. Daerah Pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-

bagian provinsi;b. Daerah Pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/

kota atau gabungan kabupaten/kota sebagai daerah pemilihan;c. Daerah Pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah

kecamatan atau gabungan kecamatan sebagai daerahpemilihan.

Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD provinsidan DPRD kabupaten/kota ditentukan oleh KPU denganketentuan setiap daerah pemilihan mendapatkan alokasi kursiantara tiga sampai dengan dua belas kursi. Ketentuan tersebutsudah baik karena layaknya di sistem distrik rakyat bisa memilihwakilnya di daerahnya sendiri. Namun demikian, munculpersoalan ketika calon legislatif tidak disyaratkan berdomisili didaerah pilihan tersebut sehingga dimungkinkan muncul calon-calon yang berasal dari daerah lain. Selain itu, peran dominanpartai untuk menentukan daftar caleg juga menjadi problemtersendiri karena calon terbaik bagi rakyat belum tentu calonterbaik bagi partai. Akibatnya rakyat di daerah pemilihan tidakdapat secara penuh menentukan calon yang menurut merekamemenuhi syarat dan layak untuk dipilih.

Jika rakyat secara arif memaklumi sistem yang demikianini maka tidak akan terjadi masalah lebih besar, namun bilatidak maka konflik akan terjadi antar pendukung parpol maupundi dalam tubuh parpol itu sendiri. Sebagai korban tentunyarakyat itu sendiri sehingga hal yang demikian ini harus dihindaripada sistem pemilu ke depan. Partai politik sebagai saranapartisipasi publik dan media agregasi kepentingan harusmenyiasati persoalan ini secara dewasa dan bertanggung jawab.Sebab dalam konteks demokrasi berarti pemerintahan darirakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Page 149: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

148 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Rakyat adalah pemegang kedaulatan negara. Rakyatmempunyai hak sepenuhnya untuk terlibat dalam setiappengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka. DPRdan DPRD hanya berposisi sebagai wakil rakyat yang mendapatmandat untuk mewakili kepetingan rakyat. Sebagai wakil,seharusnya wakil rakyat tidak bisa melakukan hal lebih di luarmandat yang diberikan oleh rakyat sebagai pemberi mandat.Jika masih ada faktor lain yang namanya partai politik sehinggamengakibatkan terhalangnya hubungan rakyat denganwakilnya maka kedaulatan rakyat akan hilang. Seharusnyaposisi partai politik lebih pada fungsi fasilitasi kepentingan rakyatmenuju proses-proses politik dalam kehidupan ketatanegaraan.Bila hal demikian yang terjadi, maka rakyat tidak vis a visberhadapan dengan partai politik karena mempunyai kepenting-an yang bertolak belakang, namun sinergis mampu memper-juangkan kepetingan bersama dan berawal dari visi yang sama.

Kendala Yuridis dalam Susunan dan Kedudukan WakilRakyat

Salah satu ketentuan yang cukup menjadi kendala dalamkaitan hubungan rakyat dengan wakilnya adalah ketentuanpenggatian antar waktu dalam ketentuan UU Nomor 22 Tahun2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, danDPRD. Ditentukan bahwa anggota DPR berhenti antarwaktusalah satunya karena diusulkan oleh partai politik yangbersangkutan. Dengan adanya ketentuan ini maka otoritaspartai terhadap kadernya yang duduk sebagai wakil rakyat diparlemen semakin kuat. Otoritas partai tersebut dikukuhkandalam Pasal 8 huruf f dan g UU Nomor 31 Tahun 2002 tentangPartai Politik, yaitu partai politik berhak mengusulkan pengganti-an antarwaktu dan mengusulkan pemberhentian anggotanyadi lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan per-undang-undangan.

Sedangkan alasan pengusulan partai politik untuk melakukanpenggantian antarwaktu sebagaimana diatur dalam dan Pasal 12UU 31 Tahun 2002 juga sangat subjektif yakni tergantung padakepentingan partai dengan legitimasi AD dan ART partai politiktersebut. Ditentukan bahwa anggota partai politik yang menjadianggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan

Page 150: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

149Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat apabila:a. menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai

politik yang bersangkutan atau menyatakan menjadianggota partai politik lain;

b. diberhentikan dari keanggotaan partai politik yangbersangkutan karena melanggar anggaran dasar dananggaran rumah tangga; atau

c. melakukan pelanggaran peraturan perundang-undanganyang menyebabkan yang bersangkutan diberhentikan.

Mekanisme penggantian antarwaktu oleh partai ini padahakekatnya telah mengambil alih kedaulatan rakyat sebagaipemilih yang seharusnya dilengkapi pula dengan kewenanganuntuk menarik kembali pilihannya. Apabila kewenangan untukmenarik kembali pilihan berada pada partai maka akanmengaburkan kedaulatan rakyat. Partai tidak pernah menjadi-kan seorang calon sebagai wakil rakyat. Sebaliknya, rakyatlahyang menjadikan calon tersebut melalui suara yang merekaberikan. Partai hanya pada posisi fasilitasi seseorang menjadiwakil rakyat melalui pencalonan dan kampanye. Dalam konteksini sudah sewajarnya bila seorang wakil rakyat diberhentikanatau dilakukan penggantian antarwaktu maka rakyat sendirilahyang harus melakukan, bukan partai politik.

Ketentuan tentang fraksi sebagaimana diatur dalam Pasal98 ayat (6) juga menjadi penghalang hubungan antara rakyatdengan wakil rakyat. Ditentukan bahwa anggota-anggota DPR,DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota wajib berhimpundalam fraksi. Keberadaan fraksi-fraksi di DPR, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota menjadi alat pengontrol yang efektifbagi parpol di parlemen terhadap kadernya. Anggota parpolterpilih sebagai wakil rakyat tidak bisa secara murni menyuara-kan aspirasi rakyat yang diwakilinya di setiap daerah pemilihankarena melalui mekanisme fraksi mereka terkontrol oleh partai.

Mekanisme penggantian antarwaktu inipada hakekatnya telah mengambil alih kedaulatan

rakyat sebagai pemilih ...

Page 151: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

150 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Hampir setiap keputusan penting diambil tanpa dibicara-kan secara bebas, setara, bersama, dan jujur di antara anggota,dan pernyataan segelintir pimpinan fraksi seolah-olah sudahmenjadi keputusan anggotanya. Sebenarnya di dalam Penjelas-an Pasal 98 ayat (6) tersebut sudah diterangkan bahwa fraksibukan alat kelengkapan DPR, DPRD provinsi, dan DPRDkabupaten/kota. Namun apabila dilihat dari sisi pembentukan-nya yaitu pembentukan fraksi dalam DPR, DPRD provinsi, danDPRD kabupaten/kota minimal anggotanya ditentukan denganmemperhatikan jumlah alat kelengkapan DPR, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota untuk menjamin kinerja darilembaga-lembaga tersebut, tampak bahwa keberadaan fraksiini adalah sebagai bayang-bayang alat kelengkapan dewan.Seolah-olah tanpa fraksi alat kelengkapan dewan tidak terjaminkinerjanya. Dibutuhkan keberanian untuk bekerja tanpamendasarkan pada kelompok kepartaian dengan meninggalkansistem fraksi dengan bekerja berdasarkan urusan yang ditanganisebagaimana alat kelengapan dewan yang dibentuk.

Kendala Yuridis dalam Pengaturan Partai PolitikPartai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh

sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasarpersamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkankepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melaluipemilihan umum. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya,kedudukan parpol sangat kuat dalam konteks hubungan rakyat(pemilih) dengan wakil rakyat. Pasal 8 huruf f dan g UU Nomor31 Tahun 2002 menentukan bahwa partai politik berhak meng-usulkan penggantian antarwaktu dan mengusulkan pemberhenti-an anggotanya di lembaga perwakilan rakyat sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Sistem kepengurusan kepartaian di Indonesia juga masihsangat terpusat sebagaimana ketentuan Pasal 13 UU PartaiPolitik. Di dalam ayat (1) dan (2) ditentukan bahwa partai politikmempunyai kepengurusan tingkat nasional dan dapat mem-punyai kepengurusan sampai tingkat desa/kelurahan ataudengan sebutan lainnya. Kepengurusan partai politik tingkatnasional berkedudukan di ibu kota negara.

Page 152: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

151Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Sistem kepengurusan yang demikian ini mengakibatkanaspirasi pengurus ditingkat daerah seringkali bertentangandengan aspirasi pengurus tingkat pusat. Banyak contoh bahkankonflik pun terjadi terutama ketika pencalonan kepala dan wakilkepala daerah. Pengurus tingkat daerah mengusung suatu nama,namun pengurus di tingkat pusat mengusung nama lain yangberbeda dengan aspirasi pengurus tingkat daerah. Akibatnyaterjadi konflik akibat ketidakpuasan daerah. Kondisi kepengurus-an partai yang demikian ini tidak pas dengan penataanhubungan pusat dan daerah dalam konteks otonomi daerah.Meskipun tidak terkait secara langsung antara partai politik danotonomi daerah, namun partai politik mempunyai andil dalampelaksanaan otonomi daerah melalui pengisian jabatan kepaladaerah dan wakil-wakil rakyat baik di daerah propinsi maupunkabupaten/kota. Sinkronisasi sistem kepengurusan partai dengansistem penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu dilakukan.Gagasan pembentukan partai lokal sebagaimana yang saat initerjadi di Aceh bisa jadi menjadi alternatif pemecahan masalahsentralisme di dalam tubuh partai. Sudah saatnya masyarakatdi daerah diberikan hak untuk menentukan apirasi politiknyasendiri terlepas dari kontrol pimpinan pusat partai di Jakarta.

Upaya Mendekatkan Hubungan Rakyat dan Wakil RakyatSistem pemilu yang dipilih berperan menstrukturkan

hubungan pemilih dengan wakil. Struktur hubungan inilah yangakan menentukan tingkat responsivitas wakil terhadap aspirasirakyat. Maka dari itulah perlu adanya reformasi terhadap sistempemilu yang selama ini digunakan. Selama ini perdebatanelectoral reform terfokus pada pencarian salah satu sistem,plurality system atau proportional system atau kombinasinyayang cocok dengan realitas sosial-politik di Indonesia.

Pemilu di Indonesia yang diselenggarakan secara nasionallebih cenderung menenggelamkan isu-isu lokal, dan politisi lokalberada dibawah bayang-bayang politisi nasional. Isu-isu nasionalyang Jakarta sentris lebih mendominasi pewacanaan saatkampanye. Sistem ini membuat politisi lokal tidak independenberhadapan dengan politisi pusat. Ide pemisahan pemilu nasionaldan lokal menjadi relevan untuk dikaji kembali secara mendalam.Pemisahan pemilu lokal akan mampu menciptakan politisi yang

Page 153: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

152 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

berbasis daerah, mandiri dari pimpinan partai nasional, sertaresponsif terhadap aspirasi daerah. Dengan kata lain pemisahanpelaksanaan pemilu akan membebaskan politisi dan agenda lokaldari dominasi politisi dan agenda nasional.

Pemisahan itu merupakan sebuah bentuk rekayasainstitusional yang memaksa politisi lokal agar memfokuskanagenda lokal dan reponsif terhadap aspirasi daerah. Dengandemikian, program otonomi daerah benar-benar berpeluangmembangun demokrasi lokal yang berorientasi pada penguatandan pengembangan masyarakat lokal. Melalui jalan ini, demokrasiyang dihasilkan merupakan demokrasi yang bisa senyatanyaresponsif terhadap kepentingan serta aspirasi rakyat, terutamarakyat di daerah-daerah. Pemisahan jadwal pemilu tersebutmembuat pemilu di daerah lebih independen dari pengaruh politikJakarta. Kemandirian itu akan membuat isu Jakarta sentris tidaklayak jual di tingkat daerah. Efek terpenting dari fenomenatersebut adalah agenda daerah menjadi primadona dalam politikdaerah. Hal itu merupakan langkah yang maju dan berpotensimenyukseskan program otonomi daerah.

Ketentuan penentuan calon legislatif juga perlu dirubahyaitu nama calon yang mencapai angka BPP ditetapkan sebagaicalon terpilih. Sedangkan nama calon yang tidak mencapaiangka BPP, penetapan calon terpilih ditetapkan berdasarkanperolehan suara terbanyak calon di daerah pemilihan yangbersangkutan. Ketentuan yang demikian ini lebih menjaminunsur bagi calon yang memiliki jumlah suara terbesar namuntidak memenuhi BPP. Peran partai untuk menempatkan saorangcalon di nomor jadi (nomor teratas) juga akan menjadi hilangkarena rakyatlah (pemilih) yang menentukan jadi tidaknyacaleg menjadi calon terpilih. Money politics maupun praktekKKN di dalam partai tidak akan terjadi dalam proses pencalonan.Money politics bisa jadi tersempitkan pada pemilih yangsebenarnya dalam sistem apapun bisa saja terjadi money politicsterhadap pemilih. Justru dalam hal ini penegakan hukumlahyang perlu dioptimalkan agar tidak terjadi money politicsterhadap pemilih.

Selain gagasan pemisahan sistem pemilu tersebut,pembentukan partai lokal juga diperlukan. Partai lokal akanmemunculkan politisi-politisi lokal di daerah. Melalui politisi lokal

Page 154: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

153Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

inilah peran politik masyarakat di daerah akan lebih menonjoldan peran politik elit dapat dikurangi. Dengan demikian akandapat dihindari pertentangan kepentingan antara kepentinganpolitisi daerah dan pusat.

Perubahan pada sistem pemilu dan kepartaian juga perludiikuti dengan perubahan pada pengaturan susunan dankedudukan wakil rakyat. Keberadaan fraksi di DPR, DPRDprovinsi, dan DPRD kabupaten/kota sudah saatnya diakhiridengan lebih mengedepankan optimalisasi peran alat kelengkap-an dewan. Dengan demikian posisi alat kelengkapan dewantidak berada di bawah bayang-bayang fraksi. Rakyat (pemilih)akan lebih mudah menyalurkan aspirasinya secara langsungkepada wakilnya karena wakil rakyat tidak terkelompokkansuaranya pada partai melalui fraksi.

PenutupSelama ini rakyat (pemilih) terjauhkan dari wakil-wakilnya

di parlemen. Hal ini diakibatkan dekatnya hubungan antara wakilrakyat dengan partai politik. Posisi yang demikian ini perludiperbaiki dengan menempatkan partai sebagai fasilitator antararakyat (pemilih) dengan wakilnya. Hal demikian ini akanmengembalikan hakekat partai sebagai organisasi politik yangdibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesiasecara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-citauntuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat,bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.

Dalam rangka mendekatkan hubungan rakyat denganwakilnya maka setiap anggota dewan perlu membentuk pusatkegiatan konstituen dalam rangka meningkatkan konsultasipublik. Perubahan terhadap pengaturan partai politik, sistempemilu, dan susunan dan kedudukan wakil rakyat juga perludirubah. Sentralisasi kepengurusan partai perlu dipotong denganmemberikan peluang bagi berdirinya partai-partai lokal.Sedangkan kewenangan partai yang besar dengan melakukanpenggantian antarwaktu dan pemberhentian wakil rakyat jugaharus dikurangi dengan menghilangkan alasan yang sifatnyasubjektif. Alasan subjektif ini merupakan alasan pemberhentianatau penggantian antarwaktu yang tidak mendasarkan padafakta riil misalnya meninggal dunia, mengundurkan diri, dan

Page 155: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

154 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

melakukan tindak pidana. Alasan subjektif merupakan alasandiberhentikan atau digantinya anggota dewan karena tidaksesuai dengan kepentingan partai atau biasa disebut denganmelanggar AD/ART partai.

Sistem pemilu juga perlu diubah dengan lebih memberikanruang gerak pada rakyat (pemilih) di daerah melalui penerapanpemilu lokal. Dengan adanya pemilu lokal diharapkansentralisme partai tidak terjadi dan politisi-politisi lokal bisabersaing secara demokratis. Dan terakhir, fraksi perludihapuskan agar kepentingan partai tidak masuk dalampelaksanaan tugas sehari-hari anggota dewan. Sebagaiimbangannya maka alat kelengkapan dewan perlu dioptimalkanperan dan fungsinya sehingga apabila mereka menemukankendala dalam pelaksanaan tugasnya akan bertanya ataumelakukan konsultasi publik dengan konstituennya bukandengan partainya.

Daftar Pustaka

Buku dan Karangan IlmiahFatah, Eep Saefullah, 1994. Masalah dan Prospek Demokrasi di

Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.Iver, Mac, 1955. The Modern State, First Edition, London: Oxford

University Press.Kelsen, Hans, 1961. General Theory of Law And State, translated by

Anders Wedberg, New York: Russel & Russel.Logeman, J.H.A., 1975. Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara

Positif, Judul Asli: Over de theorie van een stellig staatsrecht,Penerjemah: Makkatutu dan J.C. Pangkerego, Jakarta: IchtiarBaru–Van Hoeve.

Prodjodikoro, Wirjono, 1989. Azas-Azas Hukum Tata Negara,Cetakan Keenam, Jakarta: PT Dian Rakyat.

Strong, C.F., 1966. Modern Political Constitutions, E.L.B.S. EditionFirst Published, London: The English Language Book Societyand Sidgwick & Jackson Limited.

MakalahAsshiddiqie, Jimly, “Demokratisasi Pemilihan Presiden dan Peran

MPR di Masa Depan”.Efi, Kristoforus, “Fenomena BPP”.

Page 156: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

155Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Hukum Konstitusi

Tricahyo, Ibnu, “Kebutuhan Legislasi Masyarakat dan Upaya FraksiMemperjuangkan Konstituen”.

Undang-UndangIndonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

2002 tentang Partai Politik.Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusya-waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-wakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah.

Page 157: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

156 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

TENTANG “RECALL”

Recall adalah istilah pinjaman yang belum ada padanan-nya di Indonesia. Pengertian recall di Indonesia berbeda denganpengertian recall di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat istilahrecall, lengkapnya recall election yang digunakan untukmenyatakan hak rakyat pemilih (konstituen) untuk melengser-kan wakil rakyat sebelum masa jabatannya berakhir.Prosedurnya dimulai dari inisiatif rakyat pemilih yang meng-ajukan petisi kepada para anggota badan perwakilan. Bila BadanPerwakilan Rakyat menyetujui petisi pemilih (konstituen), makadiadakan pemungutan suara yang akan menentukan apakahwakil rakyat terkait akan lengser atau tetap dijabatannya. Re-call adalah hak dari konstituen, bukan hak dari wakil rakyatalias representative.

Recall berkembang sejak tahun 1903. Di California ada117 kali percobaan untuk melengserkan para anggota legislatif.Ada tujuh kali yang sampai pada pemungutan suara pemilih,tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Pada umumnyawarganegara Amerika Serikat berpendapat bahwa masa jabatananggota legislatif yang hanya dua tahun itu cukup untuk menilaikeberhasilan seseorang. Bila seorang representative dianggaptidak berhasil maka dia tidak akan dipilih kembali.

Recall untuk eksekutif hanya berhasil melengserkanGubernur North Dakota, Lynn J. Frazier pada tahun 1921 danGubernur California Gray Davis pada tahun 2003.

Hak recall itu menimbulkan kontroversi. Hal ini di-sebabkan ada dua aliran yang bertentangan. Aliran pertamaberpendapat bahwa wakil rakyat itu seyogyanya hanya menjadi

Pengantar Redaksi:Rubrik Historika Konstitusi merupakan paparan sejarahkelahiran dan perkembangan negara Republik Indonesia,khususnya yang berkaitan dengan konstitusi dan isu-isu ketatanegaraan. Rubrik ini diasuh oleh R.M.Ananda B. Kusuma (pengajar Sejarah Ketatanegaraandan Pendidikan Kewarganegaran, Fakultas HukumUniversitas Indonesia).

Page 158: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

157Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

delegates atau messenger boy (penyalur suara), hanyamenyalurkan pesan konstituennya. Aliran kedua menyatakanbahwa wakil rakyat seyogyanya menjadi trustee (utusan yangdipercaya), yakni wakil rakyat yang menyampaikan pendapat-nya di lembaga perwakilan menurut pertimbangan danpemikirannya sendiri demi kepentingan seluruh rakyat.Penganut teori “Representative sebagai Trustee” (Teori MandatPenuh) berpendapat bahwa wakil rakyat, setelah memangkujabatan publik, baik eksekutif maupun legislatif, tidak lagibertindak untuk kepentingan partainya, melainkan harusbertindak untuk kepentingan seluruh bangsa.

Menurut Presiden Amerika Serikat ke-4 John Quincy Adams,seyogyanya konstituen memilih wakilnya bukan karena kesamaanpandangan saja, tetapi karena konstituen mengharapkan wakilyang dipilihnya mempunyai kemampuan lebih dari dirinya untukmempertimbangkan hal yang spesifik untuk kepentingan bersama(“a representative ought to be elected by his constituents, notbecause his views reflect theirs, but because they expect that inmost specific cases his particular judgement of their best interestwill be better than their own”). Menurut Adams, “representativesshould not be “instructed” by their voters or their parties, or atleast they should not be held to such instructions”.)

Kontroversi itu berujung pada ketentuan bahwa recallhanya berlaku untuk pejabat publik pada tingkat negara bagianatau munisipal (Kota Praja), baik pejabat eksekutif maupunlegislatif. Sebabnya, demokrasi langsung masih ada di munisipal(kotapraja) dan di sejumlah negara bagian, jadi recall masihdiberlakukan.

Representative di negara bagian hanya menentukankebijakan yang bersifat lokal, tetapi representative pada tingkatfederal, yang menentukan kebijakan untuk seluruh AmerikaSerikat, harus mampu membuat kebijakan untuk seluruh AmerikaSerikat, bukan hanya untuk negara bagian atau munisipalnya,oleh karena itu recall tidak dapat diberlakukan. Pada tahun 2006ini ada penegasan bahwa recall tidak berlaku untuk sistem federal.Hal itu menunjukkan bahwa untuk tingkat federal dianut prinsiprepresentative sebagai trustee. Negara bagian dapat menentukanapakah prinsip yang akan dianut. Ternyata hanya 18 negarabagian yang masih menggunakan sistem recall.

Page 159: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

158 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

Sebagaimana dikemukakan, anggota legislatif di tingkatfederal (representative maupun senator) tidak dapat dilengserkanmelalui recall election. Anggota legislatif dapat dilengserkankarena melanggar code of ethics. Istilahnya berubah menjadirecall of legislators and the removal of members of congressfrom office.

Pelengseran anggota eksekutif dan judisiil di tingkat fede-ral dilakukan dengan istilah impeachment (pendakwaan) yangprosesnya dimulai di House of Representative. Bila dua pertigaatau lebih anggota yang bertindak sebagai jaksa dan anggotasenat bertindak sebagai dewan hakim (juri).

Impeachment bagi presiden Amerika Serikat baru tiga kalidilakukan, ketiga-tiganya tidak berhasil. Pemungutan suarauntuk melengserkan Johnson dan Clinton tidak memenuhi duapertiga dari seluruh suara Kongres sedangkan Presiden Nixonmenghindari pelengseran dengan jalan mengundurkan dirisebelum pemungutan suara dilakukan. Sedangkan impeach-ment untuk anggota judisiil menyebabkan tujuh Hakim Agung/Hakim Tinggi lengser dari jabatannya.

Istilah “Recall” di IndonesiaKalau kita menyimak sejarah konstitusi kita maka akan

terlihat bahwa para penyusun konstitusi kita (framers of theconstitution) menganut teori “Representative sebagai Trustee”,bukan “Representative sebagai Delegate/Messenger Boy”. Halitu tercermin di Pasal 72 UUD Tahun 1950 yang menyatakanbahwa “Anggota-anggota DPR mengeluarkan suaranya sebagaiorang yang bebas, menurut perasaan dan kehormatanbatinnya, tidak atas perintah dan kewajiban berembuk dahuludengan orang yang menunjuknya sebagai anggota”.1

1Konstitusi RIS 1949, di Pasal 90, menyatakan bahwa “Angota-anggota Senat mengeluarkan suaranya sebagai orang yang bebas, menurutperasaan dan kehormatan batinnya, tidak atas perintah atau dengankewajiban berembuk dahulu dengan mereka yang menunjuknyasebagai anggota.” Pasal 38 Basic Law for the Federal Republic of Ger-many menyatakan, “The deputies of the German Bundestag are elected inuniversal, direct, free, equal and secret election. They are representatives ofthe whole people, are not bound by orders and instructions and aresubject only to their conscience.”

Page 160: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

159Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

Selama hampir 60 tahun kita menganut prinsip “Repre-sentative sebagai Trustee”, tetapi tiba-tiba ada coup daripimpinan partai yang merebut hak rakyat untuk melakukanrecall menjadi hak partai. Sistem pemerintahan kita tanpa teoriyang jelas berubah dari “kedaulatan rakyat” menjadi “kedaulatanpartai”.

Prinsip “Representative sebagai Trustee” sering dikemuka-kan oleh Bung Karno. Beliau sering mengucapkan kalimat, “Myloyalty to my party ends where my loyalty to my country be-gins.”2 Tetapi sayangnya, putri beliau, Megawati Sukarnoputri,tidak mau mengikuti ajaran ayahnya. Pada waktu menjadipresiden dia tetap menjadi Ketua Umum PDIP dan menegaskanbahwa dia punya hak prerogatif (sic) untuk melarang, bahkanmemecat, anggota DPR dari PDIP yang berbeda pendapatdengan pimpinan partai. Nampaknya Megawati Sukarnoputrilebih tertarik pada ajaran Presiden Soeharto dan Presiden Habibieyang punya hak prerogatif sebagai pembina Golkar.

Bagaimana pendapat RI-1 dan RI-2 yang sedangmenjabat? Pendirian Presiden Susilo Bambang Yudhoyonobelum jelas, terbukti dia masih ragu apakah akan menjadi KetuaPartai Demokrat atau akan menegaskan bahwa selama menjadipresiden dia tidak akan menjadi Ketua Partai Demokrat.

Sebaliknya pendirian Wakil Presiden Jusuf Kalla telah jelas.Dia menentang pendiri negara yang menyatakan bahwa presidenharus melepaskan jabatannya sebagai ketua partai. Para pendirinegara berpendapat bahwa lembaga kepresidenan adalah simbolintegrasi dari seluruh rakyat, solidarity maker bagi seluruhrakyat. Bagaimana mungkin akan terjadi solidarity bila wakilpresiden mengucapkan selamat dan pesan hanya pada anggotaGolkar. Bukankah kepentingan negara tidak selalu sejajardengan kepentingan partai? Bukankah kepentingan seluruhrakyat tidak selalu sama dengan kepentingan anggota partaiGolkar? Sudah pasti bahwa Jusuf Kalla kadang kala akanmenghadapi dilema untuk menentukan pilihannya, apakah akanmemilih kepentingan rakyat atau hanya untuk kepentingan

2 Mungkin dikutip dari ucapan Presiden Filipina, Manuel Quezon(1878-1944). Mohammad Natsir dari Masyumi juga mengutip ucapantersebut pada waktu menjadi Perdana Menteri, 1951.

Page 161: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

160 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

Golkar. Kadang kala dia akan menghadapi buah simalakama,dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati.3 Jusuf Kallaberpendapat bahwa representative hanyalah messenger boy. Halitu terlihat dari tindakannya yang kurang demokratis,mengeluarkan ancaman untuk me-recall Anggota DPR dariGolkar Akil Mokhtar yang mempertanyakan kebijaksanaannya.Jusuf Kalla4 seyogyanya memahami bahwa salah satu ukurandemokrasi adalah bahwa anggota DPR itu dipilih oleh rakyatbukan oleh partai5 dan tidak boleh ditentukan oleh pemerintahseperti zaman Orde Baru.

Dapat ditambahkan bahwa bentuk negara republik6 berartibahwa kita menganut paham permusyawaratan perwakilan(representative government) sebagaimana yang tercantum disila keempat. Di Indonesia, anutan kita jelas terlihat diPembukaan dan Pasal 1 UUD 1945. Di Pembukaan dinyatakanbahwa susunan negara kita adalah Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat dan demokrasi kita adalah kerakyatanyang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam per-musyawaratan perwakilan. Di Pasal 1 disebut bahwa “Negara

3 Lelucon yang tersebar adalah bagi pedagang solusi untuk buahsimalakama mudah saja. Agar bapak dan ibu tidak mati maka buahSimalakama dijual saja, solusinya menghasilkan duit.

4 Penulis gembira waktu Wakil Presiden Jusuf Kalla menutip ucapanKhalifah Abu Bakar meskipun ada bagian penting yang tidak diucapkan.Penulis hanya mempunyai kutipan dalam bahasa Inggris yang berbunyisebagai berikut: “I have been given authority over you, but I am not the bestof you. If I do well help me, and if I do ill then put me right. Dan yang tidakdiucapkan adalah: “True critism is considered a loyalty, and falseapplause is treachery.”

5 Anggota Parlemen di Cina dan Rusia dipilih oleh partai.6 Menurut James Madison, Bapak Konstitusi Amerika Serikat,

Republik adalah bentuk pemerintahan demokrasi tidak langsung,sedangkan Demokrasi adalah bentuk pemerintahan Demokrasi tidaklangsung. (Lihat Federalist Papers No. 10). Di Amerika Serikat, Form ofGovernment mencakup dua hal, yakni: Unitary atau Federal dan Type ofGovernment yang mencakup Monarchy dan Republic. Lihat Peaslee, Con-stitution of Nation, III, 1950: 550-553. Di Belanda, istilah Staatsvorm,Bestuurvorm dan Regeringsvorm sering tidak dibedakan, republik seringdisebut sebagai bentuk staatsvorm, bestuurvorm maupun regeringsvorm(Landen kun je onderscheiden naar staatsvorm. Hoewel het word‘staatsvorm’ ook wel gebruikt voor ‘regeringsvorm’). Lihat juga J.H.A.Logemann, Tentang Teori Hukum Tata Negara Positif, 1975:112-114

Page 162: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

161Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.7

Di sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdeka-an (BPUPK), pembahasan mengenai bentuk negara menimbul-kan perdebatan hangat mengenai istilah dan substansi. Ki BagusHadikusumo menyatakan bahwa istilah republik dan monarkhiitu ada setannya, artinya bisa menimbulkan perdebatan yangdapat memecah belah persatuan. Sebaiknya dikemukakan sajaapa substansi bentuk negara, tidak perlu memakai istilahrepublik. Pendapat Ki Bagus tidak diterima dan pemilihan bentuknegara tetap memakai istilah kerajaan atau republik.8 Parapendiri negara kita menganut paham demokrasi tidak langsunguntuk tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kotapraja; danuntuk desa/marga/geumpung kita menganut demokrasilangsung.

“Recall” di Mahkamah KonstitusiMahkamah Konstitusi memutuskan bahwa partai berhak

me-recall anggotanya dari DPR. Keputusan MahkamahKonstitusi itu berlawanan dengan teori representasi yang dianutoleh pendiri negara dan telah menjadi konvensi karena telahberlaku selama hampir 60 tahun. Keputusan Mahkamah

7 Para pendiri negara kita juga memakai istilah bentuk negara (formof government) yang mencakup bentuk negara dan bentuk pemerintahan(type of government). Djokosutono memakai istilah yang agak berbeda.Staatvorm ialah Republik (atau Monarki), Regeringsvorm ialahparlementaire stelsel atau presidentiele stelsel; Staatstype ialah Polizei Staat,Nachtwachter Staat atau Wohlfahrt Staat, sedangkan Staatsbouw ialahnegara kesatuan atau federasi. Lihat Prof. Mr. Djokosoetono, Hukum TataNegara, 2006:46-69.

8 Pada sidang BPUPK banyak anggota yang tidak memahamipenjabaran substansi dari republik. Yang dipahami hanyalah yang pal-ing pokok, bahwa di negara yang berbentuk republik, kepala negaranyatidak turun temurun dan harus dipilih. K.H. Sanusi memakai istilahImamat dan K.H. A.Halim memakai istilah Jumhuriah. Di BPUPK danPPKI, republik diartikan sebagai bentuk negara dan juga bentukpemerintahan. Di Konstituante, republik hanya diartikan sebagai bentukpemerintahan, tetapi para anggota Konstituante mengakui tidakmemahami arti sesungguhnya dari kata republik, sebab itu merekamenugaskan kepada Panitia Persiapan Konstitusi untuk lebih jauhmembahas isi, sifat dan macam republik. (Lihat Dr. J.C.T. Simorangkir,S.H., Tentang dan Sekitar UUD 1945, 1987:119).

Page 163: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

162 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Konstitusi

Konstitusi dilakukan dengan pemungutan suara, lima anggotasetuju dan empat anggota tidak setuju. Kiranya perlu dicatatbahwa Prof. Jimly Asshiddiqie dan Prof. Laica Marzuki, pakarkonstitusi yang mempunyai dasar teori konstitusi yang kuat,menyatakan dissenting opinion-nya. Dissenting opinion parapakar itu sudah pasti didasarkan pada norma yang dianut secarauniversal, yakni bahwa anggota parlemen tidak bisa dihukumkarena ucapannya di sidang.9

Timbul pertanyaan, apakah Putusan Mahkamah Kons-titusi yang bersifat mengikat dan final itu dapat diubah?Bagaimana caranya?

Menurut penulis, kita dapat mengubah Putusan Mah-kamah Konstitusi tersebut dengan cara seperti yang dilakukandi Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui, Supreme CourtAmerika Serikat pada tahun 1857 yang menyatakan bahwabudak yang lari, Dred Scott hanyalah “property”. Putusan itudiubah oleh Amendemen 13 tahun 1865 tentang PenghapusanPerbudakan.

Bila kita melakukan cara tersebut di atas, maka PutusanMahkamah Konstitusi dapat diubah dengan jalan amendemenUUD kita dengan jalan memasukkan prinsip “Representativesebagai Trustee” seperti yang tercantum di Pasal 72 UUD 1950.

9 Norma itu sudah dianut sejak abad ke-18. Pada tanggal 1 Juni1945 Bung Karno berpidato tentang Jean Jaures dapat mengkritik habis-habisan seorang menteri tanpa mendapat sanksi.

Page 164: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

163Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

SISTEM TATA NEGARAKERAJAAN MAJAPAHIT

AbstrakThis research aim to describes governance system of

Majapahit Kingdom. Intellectuals of Majapahit give a lot ofcultural herritage. One of idiomatic expressions from MajapahitKingdom that fills morality and spirituality is Bhinneka TunggalIka. This slogan becomes world view of the Indonesian Country.That mean is unity in diversity referring to the unity ofNusantara as the national and its ethnic diversity. This idiom istaken from the Kitab Sutasoma, created by Sang PujanggaAgung Empu Tantular. Its interpretation are indicated of theperception and imagined by ancient Javanese community inthe Kraton Majapahit. The old Javanese literature has fullwisdom and traditional education that can be considered as oneof the edutainment local genius. Pujangga Empu Prapancawrites Kitab Negara Kertagama that consist about governance,law, art, and society system completely.

Key words: governance system, Majapahit, NegaraKertagama.

PendahuluanKerajaan Majapahit sangat berpengaruh di Nusantara. Ketika

nusantara dipersatukan kembali dalam Negara Kesatuan RepublikIndonesia, gagasan warisan Majapahit tampil dalam konsepkepemimpinan nasional. Ciri kepemimpinan nasional pun

Pengantar Redaksi:Sejak edisi ini ada penambahan rubrik baru, yaituKonstitusi Klasik. Materi yang dimuat tentang konstitusidan sistem ketatanegaraan pada zaman dahulu yangdiharapkan dapat memperkaya khazanah pemikirantentang konstitusi dan ketatanegaraan kontemporer.Rubrik ini diasuh oleh Dr. Purwadi, M.Hum., pakarbudaya Jawa dari Fakultas Bahasa dan SeniUniversitas Negeri Yogyakarta.

Page 165: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

164 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

terpengaruh ide-ide kerajaan nasional kedua itu. Dengan demikian,dalam rangka memajukan kebudayaan nasional, kebudayaanMajapahit memberikan sumbangsih yang besar maknanya.Misalnya saja, semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika, adalahberasal dari kata mutiara yang dirangkai oleh Empu Tantular,seorang pujangga istana Majapahit pada abad ke-13 Masehi.

Pada zaman Majapahit perkembangan kitab-kitabkesusasteraan pesat sekali. Misalnya Parthayadnya, Nitiçastra,Nirarthaprakrêta, Dharmaçunya, Hariçraya, Tantu Panggêlar-an, Calon Arang, Tantri Kamandaka, Korawaçrama, Pararaton,Déwaruci, Sudamala Kidung Subrata, Panji angrèni dan SriTanjung (Brandes, 1896). Karya sastra pada zaman Majapahititu terdiri dari kitab-kitab Jawa Kuno yang tergolong muda dansebagian lagi berbahasa Jawa Tengah-an. Kitab-kitab ini jugamemberi pedoman tentang konsep-konsep yang berkaitandengan moralitas kenegaraan.

Filsafat kenegaraan yang hingga kini tetap populer adalahmotto kebangsaan bhinneka tunggal ika yang dikutip dari kitabSutasoma buah karya Empu Tantular. Menurut kajian ToruAoyama (1991), ahli sastra Jawa Kuno berkebangsaan Jepangdikatakan sebagai berikut, “Bhinneka tunggal ika”, a nationalslogan of the Republic of Indonesia, is customarily translated intoEnglish as “unity in diversity” referring to “the unity of Indonesiaas the national and its ethnic diversity”. The phrase is taken fromthe kakawin Sutasoma, composed by the fourteenth century poetmpu Tantular.

Kerajaan Majapahit terletak di lembah sungai Brantas disebelah tenggara kota Majakerta di daerah Tarik, sebuah kotakecil di persimpangan Kali Mas dan Kali Porong. Pada akhir tahun1292 tempat itu masih merupakan hutan belantara, penuh denganpohon-pohon maja seperti kebanyakan tempat-tempat lainnyadi lembah sungai Brantas. Berkat kedatangan orang-orangMadura, yang sengaja dikirim ke situ oleh Adipati Wiraraja dariSumenep, hutan itu berhasil ditebangi untuk dijadikan ladangyang segera dihuni oleh orang-orang Madura dan dinamakanMajapahit (Brandes, 1904).

Tulisan ini bermaksud mengkaji aspek sistem tatapemerintahan, hukum dan sosial kemasyarakatan kerajaanMajapahit.

Page 166: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

165Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Teritorial Keraton MajapahitPada permulaan tahun 1293, ketika tentara Tartar di

bawah pimpinan Shih-pi, Kau Hsing dan Ike Mesa datang kesitu, kepala desa Majapahit bernama Tuhan Pijaya, yakniNararya Sanggramawijaya. Setelah Daha runtuh dalam bulanApril 1293 berkat serbuan tentara Tartar dengan bantuanSanggramawijaya, desa Majapahit dijadikan pusat pemerintah-an kerajaan baru, yang disebut kerajaan Majapahit (SlametMulyono, 1979). Pada waktu itu wilayah kerajaan Majapahitmeliputi daerah kerajaan lama Singasari, hanya sebagian sajadari Jawa Timur. Sepeninggal Rangga Lawe pada tahun 1295,atas permintaan Wiraraja sesuai dengan janji Sanggramawijaya,kerajaan Majapahit dibelah dua.

Bagian timur, yang meliputi daerah Lumajang, diserahkankepada Wiraraja. Demikianlah pada akhir abad ke-13 kerajaanMajapahit itu hanya meliputi daerah Kediri, Singasari, Jenggala(Surabaya) dan pulau Madura. Dengan penumpasan Nambipada tahun 1316 daerah Lumajang bergabung lagi denganMajapahit seperti tercatat pada Prasasti Lamongan. Sejak tahun1331 wilayah Majapahit diperluas berkat integrasi Sadeng, ditepi sungai Badadung dan Keta di pantai utara dekat Panarukan.Pada waktu itu wilayah kerajaan meliputi seluruh Jawa Timurdan pulau Madura. Setelah seluruh Jawa Timur dikuasai penuh.Majapahit mulai menjangkau pulau-pulau di luar Jawa, yangdisebut Nusantara. Menurut Pararaton politik perluasan wilayahke Nusantara bertalian dengan program politik Gajah Madayang diangkat sebagai patih Amangkubumi pada tahun 1334.

Sebagai implementasi program politik itu, pembesar-pembesar Majapahit yang tidak menyetujui, disingkirkan olehGajah Mada. Namun pelaksanaannya baru berjalan mulaitahun 1343 dengan integrasi Bali, pulau yang paling dekat padaJawa. Antara tahun 1343 dan 1347 Empu Adityawarmanmeninggalkan Jawa untuk mendirikan kerajaan Malayapuradi Minangkabau, Sumatra, seperti diberitakan dalam PrasastiSansekerta pada arca Amoghapasa, 1347. Pada Prasasti ituAdityawarman bergelar Tuhan Patih.

Pada tahun 1377 Suwarna Dwipa diserbu oleh tentaraJawa. Tarikh integrasi Suwarna Dwipa di sekitar tahun 1350;keruntuhannya mengakibatkan jatuhnya daerah-daerah

Page 167: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

166 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

otonomnya di Sumatra dan di Semenanjung Tanah Melayu kedalam kekuasaan Majapahit. Dua belas daerah otonom SuwarnaDwipa; 1. Pahang; 2. Trengganu; 3. Langkasuka; 4. Kelantar;5. Woloan; 6. Cerating; 7. Paka; 8. Tembeling; 9. Grahi 10.Palembang 11. Muara Kampe; 12. Lamuri. Hampir semua daerahitu disebut dalam daftar daerah-daerah otonom Majapahit.Daftar itu juga menyebut nama-nama daerah otonom lainnya.Rupanya Palembang dijadikan batu loncatan bagi tentaraMajapahit untuk menundukkan daerah-daerah lainnya disebelah barat pulau Jawa.

Di daerah-daerah ini tidak dijumpai prasasti sebagai buktiadanya kekuasaan Majapahit. Hikayat-hikayat daerah, yangditulis kemudian, menjelaskan adanya hubungan antara ber-bagai daerah dengan Majapahit dalam bentuk sejarah, tidaksebagai catatan sejarah khusus. Sejarah-sejarah itu menunjuk-kan sekadar kekaguman terhadap keagungan Majapahit.Tentang kejayaan serbuah Tumasik oleh tentara Majapahitberkat belot seorang pegawai kerajaan, yang bernama RajunaTapa (Prijana, 1938). Memang setelah peperangan Rajuna Tapadan terkena umpat sebagai balasan pengkhianatannya, berubahmenjadi batu di sungai Singapura, rumahnya roboh, dan berassimpanannya menjadi tanah. Sejarah itu mengingatkan serbuanTumasik oleh tentara Majapahit di sekitar tahun 1350, karenaTumasik termasuk salah satu pulau yang harus ditundukkandalam program politik Gajah Mada, dan tercatat dalam daftardaerah otonom Majapahit. Negara Islam Samudra di SumatraUtara juga tercatat sebagai daerah otonom Majapahit.

Pulau-pulau di sebelah timur Jawa pertama-tama di sebutpulau Bali, yang ditundukkan pada tahun 1343 berikut pulaulombok atau Gurun yang dihuni oleh suku Sasak. Kedua pulauini hingga sekarang menunjukkan adanya pengaruh kuat dariMajapahit, sehingga penguasaan Majapahit atas Bali dan lomboktidak diragukan. Kota Dompo yang terletak di pulau Sumbawamenurut Negara Kertagama dan Pararaton ditundukkan olehtentara Majapahit di bawah pimpinan Empu Nata pada tahun1357 (Bratadiningrat, 1990). Penemuan Prasasti Jawa dari abadempat belas di pulau Sumbawa memperkuat pemberitaan NegaraKertagama dan Pararaton di atas, sehingga penguasaan Jawaatas pulau Sumbawa tak dapat lagi disangsikan. Prasasti itu adalah

Page 168: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

167Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

satu-satunya yang pernah dijumpai di kepulauan di luar Jawa.Rupanya Dompo dijadikan batu loncatan bagi Majapahit untukmenguasai pulau-pulau kecil lainnya di sebelah timur sampaiWanin di pantai barat Irian.

Berbeda dengan di Sumatra dan Kalimantan di daerahsebelah timur Jawa, kecuali di Bali dan Lombok, tidak adahikayat-hikayat daerah, oleh karena itu juga tidak ada sejarahtertulis tentang hubungan Majapahit dengan daerah-daerahtersebut. Daerah-daerah di luar Jawa yang dikuasai Majapahitpada pertengahan ahad empat belas, yaitu di Sumatra: Jambi,Palembang, Darmasraya, Kandis, Kahwas, Siak, Rokan,Mandailing, Panai, Kampe, Haru, Temiang, Parlak, Samudra,Lamuri, Barus, Batan, Lampung.

Di Kalimantan: Kapuas, Katingan, Sampit, Kota Lingga,Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Singkawang,Tirem, Landa, Sedu, Barune, Sukadana, Seludung, Solot, Pasir,Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutei, Malano. DiSemenanjung Tanah Melayu: Pahang, Langkasuka, Kelantan,Saiwang, Nagor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah,Jerai. Sebelah timur Jawa: Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun,Sukun, Taliwung, Dompo, Sapi, Gunung Api, Seram, HutanKadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makasar, Buton, Banggawi,Kunir, Galian, Salayar, Sumba, Saparua, Solor, Bima, Banda,Ambon atau Maluku, Wanin, Seran, Timor.

Desentralisasi PemerintahanPengertian daerah otonom pada abad empat belas berbeda

dengan pengertian koloni dalam zaman modern. Persembahanpajak yang tidak banyak nilainya, oleh daerah tertentu kepadaMajapahit sudah dapat dianggap sebagai bukti pengakuankekuasaan Majapahit atas daerah yang bersangkutan dankarenanya daerah itu dianggap sebagai daerah otonom.

Ditinjau dari sudut politik timbulnya Majapahit sebagaikekuasaan besar di Asia Tenggara yang sanggup menghimpunberbagai daerah dan kepulauan di bawah lindungan satu negara,merupakan peristiwa sejarah yang belum pernah terjadi(Darusuprapta. 1984). Penyatuan Jawa dan Nusantara di bawahkekuasaan Majapahit menyebabkan timbulnya kuasa besar yangditakuti oleh negara-negara tetangga di daratan Asia.

Page 169: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

168 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Pertumbuhan itu membawa banyak akibat, di antaranyahubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Bertambah luaswilayahnya, bertambah sukar memerintahnya dan bertambahbesar jumlah alat pemerintahannya (Slamet Mulyono, 1979).Di Jawa ada sebelas daerah otonom, masing-masing diperintaholeh raja dan lima daerah atau propinsi yang disebutmancanegara, masing-masing diperintah juru pangalasan atauadipati, yakni:1. Daha, diperintah oleh Bre Daha alias Dyah Wiyat Sri

Rajadewi;2. Wengker, diperintah oleh raja Wijayarajasa;3. Matahun, diperintah oleh raja Rajasa Wardana;4. Lasem, diperintah oleh Bre Lasem;5. Pajang, diperintah oleh Bre Pajang;6. Paguhan. diperintah oleh raja Singa Wardana;7. Kahuripan, diperintah oleh Tribuwana Tunggadewi;8. Singasari, diperintah oleh raja Kerta Wardana;9. Mataram, diperintah oleh Bre Mataram alias Wikrama

Wardana;10. Wirabumi, diperintah oleh Bre Wirabumi;11. Pawanuhan, diperintah oleh putri Surawardani.

Semua pemegang kuasa di daerah otonom adalah keluargaraja Majapahit. Lima provinsi yang disebut mancanagara disebutmenurut kiblat, yakni utara, timur, selatan barat dan pusat,masing-masing diperintah oleh juru pangalasan yang bergelarrakryan. Baik daerah otonom maupun daerah mengambil polapemerintahan pusat. Raja dan juru pangalasan adalah pembesaryang bertanggung jawab namun pemerintahannya dikuasakankepada patih sama dengan pemerintahan pusat, di mana rajaMajapahit adalah orang yang bertanggung jawab, tetapipemerintahannya ada di tangan patih amangkubumi atau patihseluruh negara. Itulah sebabnya para patih jika datang keMajapahit mengunjungi gedung kepatihan amangkubumi yangdipimpin oleh Gajah Mada. Administrasi pemerintahan Majapahitdikuasakan kepada lima pembesar yang disebut sang panca riWilwatikta yakni, patih seluruh negara, demung, kanuruhan,rangga dan tumenggung. Mereka itulah yang banyak dikunjungioleh para pembesar daerah otonom dan daerah untuk urusan

Page 170: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

169Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

pemerintahan. Apa yang direncanakan di pusat, dilaksanakan didaerah oleh para pembesar tersebut. Dari patih perintah turun kewedana, semacam pembesar distrik; dari wedana turun ke akuwu,pembesar sekelompok desa, semacam lurah zaman sekarang; dariakuwu turun ke buyut, pembesar desa dari buyut turun kepadapenghuni desa (Meinsma, 1903).

Tingkat organisasi pemerintahan di Majapahit dari pucukpimpinan negara sampai rakyat di pedesaan. Di sampingmengumpulkan pajak mereka membuat laporan tentang keadaantempat-tempat yang mereka kunjungi. Dengan jalan demikianpemerintah pusat mengetahui seluk-beluk keadaan daerah. Dapatdipastikan bahwa Empu Prapanca sebagai darmadyaksakasogatan memanfaatkan laporan para pendeta yang pernahberkunjung ke daerah-daerah.

Diplomasi PolitikNama beberapa negara yang memang mempunyai

hubungan persahabatan dengan Majapahit seperti Syangka,Ayudaputra, Darmaanagari, Marutama, Rajaputra, Campa,Kamboja dan Yawana (Slamet Mulyono, 1979). Daftar nama ituhampir serupa dengan nama-nama yang disebut tentang tamu-tamu asing yang sering berkunjung ke Majapahit, terutama parapedagang dan para pendeta. Banyak di antara para pendeta asingyang menetap di Majapahit berkat pelayanan yang baik. Merekaitu adalah penyebar kebudayaan India. Berkat usahanyahinduisme di Majapahit bertambah kuat.

Hubungan persahabatan itu didasari atas kunjungan parapedagang dan pendeta bukan karena perwakilan asing timbal balikdi negara-negara yang bersangkutan seperti sekarang. Talipersahabatan itu dimaksudkan sebagai usaha untuk menghindar-kan serbuan tentara asing ke daerah otonom Majapahit di seberanglautan, terutama di Semenanjung Tanah Melayu karena negara-negara tetangga itu kebanyakan berbatasan atau berdekatandengan daerah bawahan tersebut. Lagipula sebagian besar negara

Administrasi pemerintahan Majapahitdikuasakan kepada lima pembesar yang disebut

sang panca ri Wilwatikta ...

Page 171: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

170 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

itu menganut agama Hindu/Budha seperti Majapahit.Hubungan Sri Langka dengan Majapahit telah dimulai sejak

pemerintahan Jayanagara, karena dalam Prasasti Sidateka, 1323,raja Jayanagara menggunakan nama abiseka Sri SundarapandyaAdiswara, sedangkan unsur Pandya mengingatkan dinasti Pandyadi Sri Langka. Nama Sri Langka sudah dikenal sejak abad tigabelassebagai daerah otonom Sriwijaya. Persahabatan antara SriLangka dan Majapahit. Hubungan antara Ayuda dan Majapahitbertarikh disekitrar tahun 1350, setelah Ramadipati berhasilmenyerbu Sukhothai dan menawarkan raja Lu Thai pada tahun1349 kemudian mendirikan kerajaan Dwarawati.

Tata Birokrasi KeratonPenjelasan tata negara di sini adalah tata pemerintahan

negara Majapahit yang terjadi pada zaman pemerintahan PrabuHayamwuruk. Karena Nagara Kertagama menjelaskan tatanegara, untuk memperoleh gambaran yang agak jelas. Negaramempunyai pertalian erat dengan wilayah yang terbatas. Padatahun 1292 negara Majapahit hanya merupakan desa di sebelahtimur sungai Brantas yang dibangun dengan pembukaan hutanTarikh oleh Sanggramawijaya. Desa itu diberi nama Majapahit.Semula para penduduknya hanya orang-orang Madura yangdikirim oleh Adipati Wiraraja untuk menebang hutan Tarikh,kemudian bertambah dengan orang-orang Singasari yangbersimpati kepada Nararya Sanggramawijaya. NararyaSanggramawijaya menjadi kepala desa tersebut pada permulaantahun 1293 setelah ia meninggalkan Daha.

Demikianlah pada permulaan tahun 1293 Majapahit masihberupa desa kecil, dengan jumlah penduduk yang sangat terbatas,dikepalai oleh Nararya Sanggramawijaya. Itulah pengertianMajapahit pada tahun 1293. Setelah Nararya Sanggramawijayaberhasil mengalahkan raja Jayakatwang dari Kediri denganperantara tentara Tartar pada akhir bulan Maret dan kemudianmengusir tentara Tartar pada akhir bulan Maret dan kemudianmengusir tentara Tartar pada tanggal 24 April maka ia meng-ambil-alih kekuatan raja Jayakatwang dan wilayah kerajaanKediri. Majapahit ditingkatkan menjadi ibukota kerajaan,wilayahnya diperluas dan dan kepalanya diwisuda sebagai raja.Majapahit berubah dari desa menjadi kerajaan dan desa Majapahit

Page 172: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

171Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

menjadi pusat kerajaan Majapahit. Wilayah Majapahit semakinluas dengan adanya Patih Gajah Mada yang melakukan ekspedisike pulau-pulau luar Jawa yang biasa disebut Nusantara. Denganintegrasi berbagai pulau nusantara sesudah tahun 1334 wilayahkerajaan Majapahit bertambah luas meliputi dari pantai baratIrian sampai Langkasuka di Semenanjung Tanah Melayu (SlametMulyono, 1979). Seluas itulah wilayah kerajaan Majapahit padazaman pemerintahan Prabu Hayamwuruk. Pulau-pulau nusan-tara yang tunduk pada Majapahit menjadi bawahan kerajaanMajapahit.

Raja-raja di pulau Jawa yang mempunyai hubungandengan Prabu Hayamwuruk dan masing-masing mempunyaikekuatan penuh di negaranya seperti Tri Buwana Tungga Dewidi Kahuripan, Kerta Wardana di Singasari, Wijaya Rajasa diWengker, Dyah Wyah Rajadewi di Daha, Bre Wirabumi diWirabumi, Dyah Suwawardani di Pawawanuhan, Bre Lasem diLasem, Rajasa Wardana di Matahun, Bre Panjang di Panjang,Singa Wardana di Paguhan. Mereka itu semuanya tunduk kepadaMajapahit. Negaranya adalah bawahan Majapahit. Para raja dipulau Jawa masing-masing mempunyai negara dan Wilwatiktatempat mereka bersama menghamba raja (Priyohutomo, 1934).

Orang datang di tanah Tarikh untuk menebangi hutan danilalang. Ketika mereka lapar mereka masuk ke dalam hutan untukmencari buah-buahan, mereka bertemu dengan banyak pohonyang sedang berbuah. Segera buah dipetik lalu dimakan. Namunrasanya pahit sekali. Mereka yang tidak suka melepehnyasedangkan yang makan karenanya mabuk. Buah itu adalah buahmaja. Daerah hutan Tarikh yang sedang dibuka itu diberi namaMajapahit. Suatu kenyataan bahwa pohon maja banyak tumbuhdi daerah sungai Brantas hingga sekarang. Itu sebabnya beberapatempat di daerah sungai Brantas mengandung nama maja:Majakerta, Majawarna, Majaagung, Majajejer, Majasari,Majarata. Singkatnya nama di atas didasarkan atas nama pohonyang tumbuh di daerah yang bersangkutan. Pembentukan namayang demikian adalah peristiwa biasa (Ricklefs, 1995).

Dalam Negara Kartagama nama Majapahit sering digantidengan nama Wilwatika, Tiktawilwa atau Tiktasripala. Peristiwademikian adalah peristiwa biasa dalam rangka kakawin. Nama-nama yang sebenarnya adalah Majapahit. Pada Prasasti

Page 173: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

172 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Penanggungan 1296 terdapat persamaan antara susunanpemerintahan Majapahit dan daerah otonom Daha sepertiberikut :

Rakryan patih: Empu TambiRakryan patih Daha: Empu SoraRakryan Demung: Empu RentengRakryan Demung Daha: Empu RakatRakryan Kanuruhan: Empu ElamRakryan Kanuruhan Daha: Empu IwarRakryan Rangga: Empu SasiRakryan Rangga Daha: Empu DipaRakryan Tumenggung: Empu WahanaRakryan Tumenggung Daha: Empu Pamor

Patuh daerah otonom dan daerah mempunyai tanggungjawab langsung dalam pemerintahan di daerah. Wilayah daerahdibagi dalam beberapa bagian, masing-masing dipimpin olehwadana. Satu Kewadanan dibagi dalam beberapa kelompokdesa, masing-masing dipimpin oleh akuwu. Tiap pakuwuanterdiri dari beberapa desa masing-masing dipimpin oleh buyutatau ketua desa. Demikianlah pembagian wilayah Majapahitdalam pemerintahan yang dikendalikan dari pusat oleh patihamangkubumi sebagai pembantu utama raja dalam soalpemerintahan.

Posisi Kepala NegaraKepala negara Majapahit adalah seorang raja yang

memperoleh kekuasaan berkat keturunan kecuali raja KertarajasaJaya Wardana, raja pertama (Moedjanto, 1994). Di sampingmemegang pucuk pimpinan dalam pemerintahan, raja Majapahitjuga merupakan kepala dalam lingkungan kerabat raja, berkatkedudukannya. Pada umumnya gelar Majapahit ialah bagindamaharaja seperti tercatat pada Prasasti Penanggungan bagindamaharaja, Sri Yawabwana-parameswara, pada Prasasti KertarajasaJaya Wardana tahun 1305 maharaja Naraya Sanggramawijaya;pada prasasti Lamongan baginda maharaja, pada prasasti Sidateka1323 baginda maharaja rajadiraja parameswara sri Wiralanda-gopala; baginda maharaja Sri Wisnuwardani; pada prasastiNglawang baginda maharaja (Suyamto, 1992).

Page 174: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

173Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Gelar baginda maharaja tidak disebut, misalnya padaprasasti Trowulan 1358 paduka Sri Tiktawilwa Nareswara, SriRajasa Nagara. Sebutan maharaja terbukti tidak semata-matadiperuntukkan bagi raja Majapahit saja (Slamet Mulyono, 1979).Raja-raja daerah otonom terbukti juga menggunakan gelarmaharaja seperti tercatat pada Prasasti: Sri Barata KertaWardana maharaja, Batara Sri Wijayarajasa maharaja. Rajawanita juga menggunakan gelar maharaja bukan maharaniseperti terbukti dari Prasasti di atas. Tribuwana Tungga DewiJaya Wisnu Wardani bergelar maharaja. Pada Prasasti tercatatbaginda maharaja Sri Wisnuwardani. Dalam sejarah Majapahitkedudukan raja tidak semata-mata di peruntukkan bagi pria.Seorang wanita juga dapat menjadi raja seperti terbukti dalamprasasti tersebut di atas. Tri Buwana Tungga Dewi adalah rajawanita (rani) pertama di Majapahit yang memerintah daritahun 1328 sampai dengan 1351.

Raja wanita yang kedua ialah Khusumawardani yangdisebut prabu stri dalam pararaton; memerintah dari tahun 1427sampai dengan 1429 menggantikan suaminya Wikrama-Wardana. Berdasarkan adat keturunana Kusuma Wardaniadalah ahli waris tahta kerajaan Majapahit karena beliau adalahputri Prabu Hayamwuruk Sri Rajasa Nagara, lahir daripermaisuri Indudewi. Bre Wharabumi juga putra Sri RajasaNagara, lahir dari selir, tidak pernah menjadi raja Majapahit.Setelah raja Sri Rajasa Nagara mangkat pada tahun 1389kemudian yang menjadi raja Majapahit adalah suami putriKusuma Wardani bernama Wikrama Wardana putra Bre Pajangseorang kemanakan Hayamwuruk.

Wikrama Wardana mengambil alih hak atas tahta daritangan putri mahkota Khusumawardani. Penyerahan hak atastahta oleh putri Kusumawardani kepada Wikrama antaraKusuma Wardani dan Bre Wirabumi. Peperangan antaraWikrama Wardana dan Bre Wirabumi meletus pada tahun 1406.Raja yang ketiga adalah Dewi Suhita, putri Wikrama Wardanadalam pernikahanya dengan Kusuma Wardani; memerintah daritahun 1492 sampai dengan 1447 (Pigeaud, 1924). PenobatanTribuwana Tungga Dewi sebagai raja Majapahit berlangsungsepeninggalan raja Jayanagara pada tahun 1328. Beliau adalahsalah seorang di antara dua wanita ahli waris tahta kerajaan

Page 175: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

174 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Majapahit. Kedua-duanya lahir dari Sri Rajapatni bukan daripermaisuri Tribuana, sedangkan Jayanagara adalah putra rajaKertarajasa lahir dari putri Indreswari alias Dyah Dara Petak.Berdasarkan Prasasti kertajasa tahun 1305, Jayanagara putrapermaisuri Tribuwana.

Dewan Penasehat RajaTanggung jawab negara sepenuhnya ada di tangan raja.

Dalam melaksanakan pemerintahan raja dibantu oleh berbagaipejabat berbagai bidang yang diangkat oleh Ingkang SinuwunPrabu. Dalam menetapkan kebijaksaanaan pemerintah danmengambil keputusan yang penting seperti misalnya pengangkat-an patih amangkubumi atau pejabat penting lainnya raja dibantuoleh para kerabat karena urusan negara dalam kerajaan adalahurusan kerabat raja. Sebelum mengambil keputusan mengenaiperkara yang penting Ingkang Sinuwun mengadakan musya-warah dengan para kerabat. Mengenai pengangkatan calonpengganti Patih Gajah Mada pada tahun 1364. Yang hadir padamusyawarah tahun 1364 ialah Ingkang Sinuwun sebagai kepalanegara dan kepala kerabat, Tri Buwana Tungga Dewi dan SriKerta Wardana, Dyah Wiyah Rajadewi dan Sri Wijayarajasa, BreLasem dan Sri Rajasa Wardana, Bre Pajang dan Sri SingaWardana.

Kerabat raja itu dapat di sebut Dewan PertimbanganAgung pemerintah Majapahit. Pada tahun 1364 terdiri darisembilan orang, termasuk Ingkang Sinuwun. Jumlah ke-anggotaannya bergantung kepada jumlah anggota kerabat yangada. Rupanya dewan pertimbangan agung itu bersidang setiapkali Ingkang Prabu akan mengambil keputusan mengenaiperkara penting yang menghendaki kebulatan pendapat daripara kerabat. Namun tidak semua keputusan musyawarahDewan Pertimbangan Agung itu sampai kepada kita. PrasastiSingasari 1351.

Sebelum mengambil keputusanmengenai perkara yang penting Ingkang Sinuwunmengadakan musyawarah dengan para kerabat.

Page 176: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

175Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Prasasti tersebut menguraikan tentang pembangunan candipasareyan Empu Prapancasara yang dibuat oleh Tri BuwanaTungga Dewi Jaya Wisnu Wardani sebagai kepala negra dankepala kerabat (Poerbatjaraka, 1964). Jumlah kerabat raja yangdisebut dalam prasasti di atas hanya lima orang yakni, Tri BuwanaTungga Dewi Jaya Wisnu Wardani, Sri Kerta Wardana, DyahWiyah Rajadewi, Sri Wijayarajasa dan Prabu Hayamwuruk SriRajasa Nagara yang telah diangkat sebagai raja muda dikahuripan. Prasasti itu telah menyebut nama Empu Mada sebagaipatih Majapahit. Jadi Prasasti itu harus dikeluarkan sesudahtahun 1334. Pada waktu itu Prabu Hayamwuruk masih kanak-kanak.

Tahun 1351, pembangunan candi Singasari untukmemperingati maha brahmana dan bekas patih Singasari yanggugur bersama-sama dengan Prabu Kerta Negara. Keputusanmembangun candi Singasari diambil oleh tujuh kerabat rajayang dikepalai oleh Tri Buwana Tungga Dewi Jaya WisnuWardani. Pengemban keputusan ialah patih amangkubumiEmpu Mada. Pelaksanaannya diserahkan kepada patihJirnodara. Pada Prasasti itu disebutkan dengan jelas bahwaEmpu Mada, patih Majapahit saksat pranala kta de batara saptaprabu: perintah tujuh prabu.

Dua orang kerabat raja itu adalah dua orang adinda wanitaPrabu Hayamwuruk, yang disebut dalam Nagara Kertagama,yakni Bre Lasem dan Bre Pajang. Kedua-duanya belum lagikawin (Slamet Mulyono, 1979). Demikianlah jumlah anggotakerabat raja dalam Dewan Pertimbangan Agung pada taun 1351adalah tujuh orang yaitu, Tri Buwana Tungga Dewi, Sri KertaWardana, Dyah Wiyah Rajadewi, Sri Wijayarajasa, PrabuHayamwuruk, Sri Rajasa Nagara, Bre Lasem dan Bre Pajang.Setelah Bre Lasem kawin dengan raja Matahu Sri RajasaWardana, dan Bre Pajang kawin dengan Sri Singa Wardana daripaguhan, jumlahnya menjadi sembilan.

Hierarki Jabatan dan PangkatPada zaman Majapahit para pegawai pemerintahan

disebut tanda, masing-masing diberi sebutan atau gelar sesuaidengan jabatan yang dipangkunya. Dalam pembahasan soalkepegawaian dan gelar sebutannya kita harus membatasi diri

Page 177: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

176 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

sampai zaman Majapahit saja karena pangkat dan gelar sebutanitu berubah dari zaman Mataram dan Majapahit, misalnya gelarrakai atau rake, berbeda maknanya. Demikian pula jabatanmangkubumi pada zaman Majapahit berbeda maknanyadengan mangkubumi pada zaman Surakarta dan Yogyakarta.Ditinjau dari gelar sebutannya seperti yang terdapat padaberbagai Prasasti, para tanda Majapahit dapat di bagi atas tigagolongan yaitu:

1. Golongan rakryan.2. Golongan arya.3. Golongan dang acarya.

Golongan rakryan. Beberapa Prasasti, di antaranyaPrasasti Surabaya meggunakan gelar reka yang maknanya samatepat dengan rakrira. Jumlah jabatan yang disertai gelar rakriraterbatas sekali. Pada tanda yang berhak menggunakan rakriraatau reka seperti berikut, Mahamantri Kartini. Tiga sajajumlahnya yakni, mahamantri Hino, mahamantri Sirikan, danmahamantri Halu. Misalnya pada Prasasti Kudadu: rakryanmantri Hino, Dyah Pamasi; rakryan mantri Sirikan, DyahPalisir; rakryan mantri Halu, Dyah Singlar.

Pasangguhan. Jabatan ini dapat disamakan denganhulubalang. Pada zaman Majapahit hanya ada dua jabatanpasungguhan yakni, pranaraja dan narapati. Misalnya padaPrasasti kudadu, 1294: mapasanggahan sang pranaraja, rakryanmantri Empu Sina. Pada zaman awal Majapahit ada empatorang pasangguhan yakni dua orang tersebut di atas ditambahrakryan mantri dwipantara sang Arya Adikara dan pasangguhansang arya Wiraraja. Sang panca Wilwatikta yakni lima orangpembesar yang diserahi urusan pemerintahan Majapahit.Mereka itu ialah patih seluruh negara atau patih Majapahit,demung, kanuruhan, rangga, dan tumenggung. MisalnyaPrasasti Penanggungan menyebutkan: rakria apatih: EmpuTambi; rakria demung: Empu Renteng; rakria kanuruhan:Empu Elam; rakria rangga: Empu Sasi; rakria tumenggung:Empu Wahana.

Juru pengalasan yakni pembesar daerah mancanegara.Prasasti penanggungan menyebut raja Majapahit sebagairakryan juru Kertarajasa Jaya Wardana atau rakryan mantri

Page 178: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

177Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

Sanggramawijaya Kertarajasa Jaya Wardana. PrasastiBendasari menyebut reka juru pengalasan Empu Petul. Parapatih negara-nesara bawahan. Misalnya pada Prasasti Sidateka1323: rakryan patih Kapulungan: Empu Dedes; rakryan patihMatahun: Empu Tanu. Prasasti penanggungan, 1296, menyebutsang panca ri Daha dengan gelar sebutan rakria karena Dahadianggap sejajar dengan Majapahit.

Golongan Arya. Pada tanda arya mempunyai kedudukanlebih rendah dari pada golongan rakryan dan disebut dalamprasasti-prasasti sesudah sang panca wilwatikta. Ada berbagaijabatan yang disertai gelar sebutan arya. Tentang hal ini sebutanPrasasti Sidateka memberikan gambaran yang agak lengkap,misalnya:

1. Sang arya patipati: Empu Kapat2. Sang arya wangsaprana: Empu Menur3. Sang arya jayapati: Empu Pamor4. Sang arya rajaparakrama: Panji Elam5. Sang arya suradiraja: Empu Kapasa6. Sang arya rajadikara: Empu Tanga7. Sang arya dewaraja: Empu Aditya8. Sang arya diraraja: Empu Narayana

Karena jasa-jasanya seorang arya dapat dinaikkan menjadiwredramantri atau mantri sepuh. Baik sang arya dewaraja EmpuAditya maupun sang arya diraraja Empu Narayana mempunyaikedudukan wredramantri dalam Prasasti Surabaya. Golongandang acarya. Sebutan ini diperuntukkan khusus bagi para pendetaSiwa dan Buda yang diangkat sebagai darmadyaksa: hakim tinggi,atau upapati: pembantu darmayaksa alias hakim (Zoetmulder,1985). Jumlah darmayaksa ialah dua yakni darmayaksa dalamke Siwa-an dan darmayaksa dalam ke Budha-an. Jumlah upapatisemua hanya lima, semua dalam ke Siwa-an, kemudian ditambahdua upapati kebudaan di Kandanganm Tuha dan Kandanga Raresehingga jumlahnya menjadi tujuh dalam pemerintahan PrabuHayamwuruk Sri Rajasa Nagara.

1. Darmayaksa Kasaiwan: Dang Acarya Darmaraja2. Darmayaksa Kasogatan: Dang Acarya Nadendra3. Pamegat Tirwan: Dang Acarya Siwanata4. Pamegat Manghuri: Dang acarya Agreswara

Page 179: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

178 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

5. Pamegat Kandamuhi: Dang acarya jayasmana6. Pamegat Pamwatan: Dang acarya Widyanata7. Pamegat Jambil: Dang acarya Siswadipa8. Pamegat Kandangan Tahu: Dang acarya Srigna9. Pamegat Kandangan Rare: Dang acarya Matajnyana

Pembesar-pembesar pengadilan ini biasanya disebutsesudah para arya. Contoh susunan pengadilan di atas disebutkandalam Prasasti Trowulan, 1358, yang menyebut dua orangdarmayaksa dan tujuh orang upapati.

KesimpulanKitab Hukum Negara Kertagama adalah karya Empu

Prapanca pada zaman Keraton Majapahit. Dari segi maknanya,Negara Kertagama berarti kisah pembangunan negara. Isinyamenguraikan keagungan Prabu Hayam Wuruk khususnya dankeagungan negara Majapahit pada umumnya. Selain itu jugamenguraikan kebesaran raja-raja leluhurnya. Oleh karenakerajaan Majapahit dianggap sebagai lanjutan kerajaan Singasari(1222-1292), maka kitab ini juga meliputi sejarah raja-rajaSingasari dari pendirinya Raja Rajasa sampai Sinuwun PrabuKerta Negara, raja terakhir Singasari yang mangkat pada tahun1292. Atas dasar itu judul Negara Kertagama jauh lebih berkesandari pada judul Desa Warnana artinya: uraian tentang desa-desa, yang disarankan oleh Sang Pujangga Besar.

Empu Prapanca adalah putra seorang DarmadyaksaKasogatan yang diangkat oleh Sri Rajasa Nagara sebagai peng-ganti ayahnya. Nama aslinya terdiri dari lima aksara: pancaksara.Tentang alasan penyamarannya diuraikan dalam karya sangpujangga Lambang, 1366. Karya Lambang dimulai sebelum peng-gubahan Negara Kertagama, namun baru siap sesudahnya.Dikatakan bahwa sang pujangga sengaja mengambil namasamaran dan diam di suatu desa sunyi-sepi, karena takut kalau-kalau diketahui namanya yang benar. Beliau akan tetap tinggaldi sana sampai akhir hidupnya.

Kita sungguh berterima kasih kepada Sang Pujangga, se-hingga pada akhir abad ke-21 ini, kita masih bisa memahamiTata Pemerintahan dan Peradilan yang pernah berlaku dinusantara. Bagi para penyelenggara pemerintahan, baik yang

Page 180: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

179Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Klasik

duduk di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sertamasyarakat umum di negeri ini, bisa menjadikan Kitab NegaraKertagama sebagai bahan referensi yang penting.

Daftar PustakaBrandes, 1896. Pararaton at het Boek der Koningen van Tumapel en

van Majapahit.______. 1904. Negara Kertagama. Lofdicat van Prapantja op Koning

Radjasanagara Hayam Woeroek van Majapahit.Bratadiningrat, 1990, Asalsilah Warna Warni, Surakarta.Darusuprapta. 1984. Babad Blambangan Pembahasan, Suntingan

Naskah, Yogyakarta: Disertasi UGM.Meinsma. 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam

Dumugi ing Tahun 1647. S’GravenhageMoedjanto, 1994. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh

Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius.Pigeaud, 1924. De Tantu Panggelaran Uitgegeven, Vertaald en

Toegelicht. Disertasi Leiden.Poerbatjaraka, 1964. Kapustakan Jawi, Jakarta : Djambatan.Prijana, 1938. Sri Tanjung, een dud Javaansch Verhaal. Disertasi

Leiden.Priyohutomo, 1934. Nawaruci. Groningen: JB. Wolters Uitgevers

Maatschapij.Ricklefs, 1995. Sejarah Indonesia Modern. Terjemahan Dharmono

Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Slamet Mulyono, 1979. Negara Kertagama dan Tafsir Sejarahnya.

Jakarta: Bhatara.Suyamto, 1992. Refleksi Budaya Jawa dalam Pemerintahan dan

Pembangunan. Semarang: Dahana Prize.Toru Aoyama, 1991, Kitab Sutasoma. Canberra : Australisan National

University.Zoetmulder, 1985. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang

Pandang. Jakarta: Djambatan.

Page 181: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

180 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Tokoh

i penghujung kekuasaan Orde Baru, salah satu perdebatanyang muncul di kalangan akademisi adalah pandangan

negara integralistik yang dominan sebagai kerangka pikir dalampenafsiran dan pelaksanaan UUD 1945 sehingga melahirkanrezim yang otoritarian. Perdebatan tersebut mengemuka setelahadanya karya Marsillam Simanjutak yang menelusuri akar teoritisdan filosofis dari konsep integralistik dalam UUD 1945.

Salah satu sumber utama yang digunakan untuk menitipenelusuran tersebut adalah pemikiran-pemikiran Soepomodalam proses pembahasan dan penyusunan UUD 1945 olehBPUPK. Penelusuran tersebut berujung pada penemuan bahwapandangan integralistik dalam UUD 1945 berakar dari pemikiranorganis-totaliter berdasarkan pemikiran Hegel dan Spinoza yangmemang banyak dikutip oleh Soepomo sebagai argumentasimempertahankan dan menjelaskan pandangannya tentangdasar-dasar bernegara. Menurut pandangan Jimly Asshiddiqieyang dituangkan dalam buku Gagasan Kedaulatan Rakyat di

DDDDD

Pengantar Redaksi:Motivasi kehadiran rubrik ini tidak lain adalah untukmemberikan pengetahuan dan informasi perihal paratokoh pemikir dan tokoh praktisi hukum, konstitusimaupun ketatanegaraan, yang ada dan dikenal melaluipemikiran dan perjuangannya. Diasuh oleh MuchamadAli Safaat (redaktur Jurnal Konstitusi).

SOEPOMO(1903 -1958)

Page 182: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

181Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Tokoh

Indonesia, pemikiran dan pandangan Soepomo tersebutmewakili pandangan demokrasi yang menekankan kolektivismebersama dengan Soepomo. Sedangkan pandangan demokrasiyang cenderung individualisme diwakili oleh sosok Moh. Yamindan Moh. Hatta.

Perdebatan tersebut memunculkan berbagai versi pandanganterhadap sosok Soepomo. Ada yang menilai negatif sosokSoepomo sebagai penyusun UUD 1945 yang cenderung melahir-kan kekuasaan otoriter. Terdapat pandangan yang membelapemikiran Soepomo dan menyatakan bahwa negara integralistikadalah konsep negara yang sesuai dengan jati diri bangsa.

Di sisi lain, juga terdapat pandangan yang lebih jernih.Pemikiran integralistik Soepomo harus diletakkan dalam konteksruang dan waktu pada saat pemikiran tersebut dikemukakan.Pada awal kemerdekaan, sikap anti penjajahan sangat kuatsehingga hampir semua hal yang berasal dari negara-negara pen-jajah akan ditolak. Termasuk sistem demokrasi liberal jugamendapat resistensi dan terdapat keinginan kuat untuk mengem-bangkan sistem demokrasi tersendiri berdasarkan akar budayatimur, yaitu kolektivisme yang mendapatkan legitimasi teoritisdan filosofis dalam pemikiran Hegel dan Spinoza.

Dengan bergulirnya waktu dan berkembangnya kondisimasyarakat dan lingkungan internasional, pemikiran Soepomopun mengalami perubahan. Perubahan tersebut sudah dapatdilihat dari materi Penjelasan tentang UUD 1945 yang dibuatoleh Soepomo. Penjelasan UUD 1945 tersebut memberikanprinsip-prinsip dasar organisasi negara yang lebih rinci dandemokratis. Tidak banyak kalangan yang mengetahui bahwaPenjelasan UUD 1945 yang pada masa lalu menjadi satukesatuan dengan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945tidak dibuat oleh BPUPK ataupun PPKI, melainkan dibuat olehSoepomo. Penjelasan tersebut kemudian diundangkan dalamBerita Negara Republik Indonesia.

Perubahan pemikiran Soepomo juga dapat dapat dilihatdari Konstitusi RIS yang sangat maju dalam pengaturandemokrasi dan perlindungan hak asasi manusia secara rinci.Soepomo berperan besar dalam pembuatan Konstitusi RIS inidan kemudian menjabat sebagai menteri kehakiman.

Page 183: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

182 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Tokoh

Prof. Dr. Mr. Soepomo lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah,22 Januari 1903. Beliau berasal dari keluarga aristokrat Jawa.Kakek Soepomo dari pihak ayah pada waktu pemerintahankolonial adalah Bupati Anom Sukoharjo (Raden TumenggungReksowardono), sedangkan dari pihak ibu ketika itu adalah BupatiNayaka Sragen (Raden Tumenggung Wirjodiprodjo).

Sebagai keluarga priyayi, Soepomo mendapatkan pendidikanuntuk orang-orang Eropa mulai tingkat dasar. Soepomomengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) diBoyolali pada tahun 1917, kemudian MULO (Meer UitgebreidLagere Onderwijs) di Solo pada tahun 1920, dan menyelesaikanpendidikan tingginya di Bataviasche Rechtshoogeschool di Bataviapada tahun 1923. Ia kemudian menjadi pegawai negeri yangdiperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.

Pada tahun 1924 Soepomo melanjutkan pendidikan keRijskuniversiteit Leiden di Belanda. Pendidikan ini dilakukan dibawah bimbingan salah satu profesor hukum adat Indonesiadari Belanda, yaitu Cornelis van Vollenhoven. Soepomomemperoleh gelar doktor pada tahun 1927 dengan disertasiberjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het GewestSoerakarta (Reorganisasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta).Disertasi ini mengupas sistem agraria tradisional di Surakartadan hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahandi wilayah Surakarta. Soepomo meninggal di Jakarta pada 12September 1958 karena serangan jantung.

* * *Sebagai ahli hukum generasi pertama yang dimiliki oleh

bangsa Indonesia, Prof. Dr. Soepomo adalah salah seorang arsitekUUD 1945 dan pembentukan sistem hukum nasional hingga akhirhayatnya. Peran Soepomo dimulai pada saat menjadi anggotaBPUPK. Soepomo merupakan salah satu anggota BPUPK yangmenyampaikan pandangan tentang dasar negara pada sidang29 Mei 1945 yang mengusulkan pula lima asas yaitu: (1)persatuan; (2) mufakat dan demokrasi; (3) keadilan sosial; (4)kekeluargaan; (5) musyawarah. Setelah rumusan dasar negaraberhasil disusun oleh panitia sembilan dan menghasilkan PiagamJakarta pada tanggal 22 Juni 1945, Soepomo kemudian menjadiketua merangkap anggota panitia kecil dari perancang UUD yangbertugas menyempurnakan dan menyusun kembali naskah UUD

Page 184: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

183Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Tokoh

yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, ada pula panitiapenghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr.Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.

Dua hari setelah Proklamasi, dibentuklah Kabinet Presidensilatau yang dikenal dengan Kabinet Wiranatakoesoemah. Dalamkabinet ini, Soepomo menjadi menteri kehakiman. Jabatansebagai menteri kehakiman selalu dipercayakan kepada Prof. Dr.Mr. Soepomo hingga kabinet RI (20 Desember 1949–6 September1950). Prof. Dr. Mr. Soepomo juga pernah menjabat sebagaiRektor Universitas Indonesia, yaitu pada tahun 1951 sampaidengan 1954. Karya Soepomo di antaranya adalah tesisnyadengan judul De Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in hetHewest Soerakarta, Bab-bab tentang Hukum Adat (Chapters onAdat Law, dan Sistem hukum di Indonesia sebelum Perang DuniaII. (MAS)

Page 185: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

184 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

OLEH AHMAD SUBHAN

Rajutan GagasanHukum Progresif

Pustakawan IRE(Institute for Research and Empowerment) Yogyakarta

“Hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya, ... dan

hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu

yang lebih luas, yaitu, ... untuk harga diri manusia, kebahagiaan,

kesejahteraan, dan kemuliaan manusia.”

(Satjipto Rahardjo)

Dalam sebuah forum seminar di Universitas Gadjah Mada,seorang mahasiswa secara kritis melontarkan pendapat perihalbanyaknya pengacara yang ia nilai tak mendahulukan hatinurani. Para pengacara tersebut, yang populer dengan istilahpengacara hitam, nampak benar mengomersialkan keahliannyadalam bersilat pasal kala membela para tersangka yangumumnya tersangkut kasus kejahatan kerah putih. Seorangpengacara yang saat itu menjadi narasumber dan sekaligussasaran kritik sang mahasiswa dengan enteng menjawab,“Apabila penegakan hukum mesti berdasarkan hati nurani,maka bubarkan saja fakultas-fakultas hukum, lalu dirikanfakultas-fakultas hari nurani.”

Cuplikan peristiwa tadi penulis pungut dari tumpukan –bahkan gunungan– potret nyata ulah para penegak hukum diIndonesia yang kerap kali melukai rasa keadilan masyarakat.

Judul Buku: Membedah Hukum ProgresifPenulis: Joni Emirzon, I Gede A.B. Wiranata,Firman Muntaqo Penerbit: Penerbit BukuKompas Halaman: xix + 275 halaman Edisi:Pertama Cetakan: cetakan pertama, Oktober2006

Page 186: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

185Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

Saking seringnya, “Lambat-laun kinerja penegakan hukum tidaklagi mengundang sakit hati maupun rasa kecewa. Bukan karenasudah berjalan semestinya, namun hati telah kebas akibat perihyang berulang-ulang,” tulis seorang warga dalam majalah terbit-an Mahkamah Konstitusi (Berita Mahkamah Konstitusi No. 11.Juli-Agustus 2005. hal. 5).

Mereka, para penegak hukum, sungguh lihai memper-mainkan konsepsi tentang kebenaran dan keadilan demi me-menangkan perkara, bukannya demi menegakkan kebenarandan keadilan. Keahlian itu, menurut Direktur Eksekutif PusatKajian Korupsi Fakultas Hukum Unversitas Gadjah Mada, samahalnya dengan kebiasaan kaum Sophis. Kaum intelektual di masaYunani Klasik yang beranggapan bahwa kebenaran adalahsesuatu yang bisa dibuat, tergantung bagaimana membangunargumentasi ilmiah terhadapnya (Hasrul Halili, “WabahSophisme dalam Pendidikan Hukum” dalam Kompas Jogja, 15November 2006).

Selanjutnya, Halili melontarkan kecurigaannya bahwajangan-jangan kecenderungan praktek hukum ala kaum Sophisoleh para penegak hukum kita sebenarnya terpola sejak merekamenjalani fase pendidikan hukum di perguruan tinggi. Mereka,ribuan sarjana hukum yang setiap tahun terus bertambahjumlahnya; yang ketika masih sebagai mahasiswa barumemasuki masa perkuliahan dengan terlihat begitu innocentkemudian berubah menjadi “monster” dalam profesi sebagaipolisi, jaksa, hakim, dan pengacara yang mahir memanipulasikonsepsi keadilan dengan bekal keahlian yang mereka pelajari.

Pendidikan menjadi salah satu kata kunci guna menelusuridan mengurai carut-marut persoalan hukum di Indonesia. Lebihspesifik lagi, ilmu hukum seperti apa yang dianggap biangpersoalannya. Konsekuensinya, kita perlu mengupas lapis-lapismasalah hingga ke akar penopang cara berpikir serta berperilakupara penegak hukum. Pada titik inilah kita sampai pada tahapkritik atas mazhab ilmu hukum yang dikupas dalam bukuMembedah Hukum Progresif.

Kritik atas Mazhab Positivisme“Hukum hendaknya mengikuti perkembangan zaman,

mampu menjawab perkembangan zaman dengan segala dasar

Page 187: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

186 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

di dalamnya.” Demikian bunyi pengantar dari editor bukukumpulan tulisan Satjipto Rahardjo (Prof. Tjip). Berdasarkansemangat mengikuti perkembangan zaman itulah gagasanprogresivitas hukum dibangun. Itulah alasan mengapa dalamberbagai tulisannya, Prof. Tjip sering kali membubuhkan kata-kata primitif, konvensional, klasik, dan status quo; yangmenyuratkan bahwa ilmu dan praktek hukum di Indonesia sudahketinggalan zaman karena terus menganut mazhab positivisme.

Sebagaimana yang berlaku pula dalam berbagai cabangilmu lain, positivisme yang mengagung-agungkan obyektivitasdan diktum bebas nilai, berambisi mensterilkan ilmu hukumdari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Salah satupremis mazhab positivisme hukum ialah, bahwa tata hukumsuatu negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalamkehidupan sosial maupun dalam jiwa bangsa. Mazhab ini me-muat obsesi bahwa ilmu haruslah netral dan universal, sehinggabisa menjadi sebuah struktur mekanis yang dapat menyelesai-kan masalah apabila diterapkan secara konsisten. Pada tataranpraktek, penegak hukum ibarat sekedar pencet tombol makamesin hukum akan bekerja sebagaimana mestinya danpersoalan pun selesai. Dalam proses itu, para penegak hukumlaksana tukang yang mengoperasikan mesin hukum lewat caramengeja pasal-pasal yang sesuai kebutuhan kemudianmenerapkannya.

Positivisme dalam hukum inilah yang membentukkarakter para penegak hukum hingga tercerabut dari nilai-nilaiserta rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat. Mereka, parapenegak hukum pun jadi berwatak pragmatis. “Jikalau hukumadalah soal mengutak-atik pasal semata, maka buat apa repot-repot berpikir keras demi tegaknya keadilan. Toh sudah adaskema perundang-undangan yang tinggal dipraktekkan.”Barangkali demikian pemikiran kebanyakan penegak hukumyang telah terjangkit positivisme. Lebih buruk lagi, cara berpikiritu kemudian menjelma jadi sikap pragmatis demi segepok uang,dengan dalih bahwa proses hukum sudah dijalankan sesuaiprosedur dan logika rasionalitas hukum.

Watak penegak hukum seperti itulah yang menimbulkankegelisahan Prof. Tjip. Ia berkali-kali menulis –semacamhimbauan– agar para penegak hukum tak sekadar bersilat pasal,

Page 188: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

187Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

namun juga mengedepankan hati nurani serta nilai keadilanyang berlaku di masyarakat. Gagasan Prof. Tjip perihal bagai-mana semestinya penegak hukum bersikap, tersebar dalambeberapa tulisannya seperti: Siapa Bilang Jaksa Tak ButuhKeberanian?; “Para Penegak Hukum Pukullah “GenderangPerang”; Perang di Balik Toga Hakim; Melupakan Hukum,Memedulikan Hati Nurani; Menunggu Hakim PartisanAntikorupsi; serta Bersatulah Kekuatan Hukum Progresif.

***Dalam hal praktek kenegaraan, mazhab positivisme

menyakini satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaanyang tertinggi pada suatu negara. Dengan demikian, hukumadalah perintah dari kekuatan politik di suatu negara yangmemegang kekuasaan tertinggi. Dari segi bentuk maka hukumsebatas dilihat sebagai undang-undang yang diberlakukan ter-hadap pihak yang dikuasai. Keyakinan yang bercorak Hobbesianinilah yang kemudian melahirkan praktek otoritarianisme sepertiyang nyata terjadi di era Orde Baru.

Semasa Orde Baru, penguasa memanipulasi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber kekuasaannya sehingga jaditak terbatas. Sakralisasi UUD 1945 menjadikan konstitusi negeriini seakan mumi angker yang bakal mendatangkan malapetakaapabila ada yang berani menggugatnya. Rumusan bernegaradalam formalisme semacam itu bagaikan formalin yangmengawetkan hegemoni penguasa atas rakyat.

Sejatinya, premis bahwa tata hukum suatu negara berlakubukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial,maupun dalam jiwa bangsa amat bertentangan dengan UUD1945. Prof. Tjip mencatat bahwa UUD 1945 sebenarnya ber-semangat progresif karena memuat aspek kultur hukum.Padahal, saat para pendiri negeri ini menyusun konstitusi, aspekkultur hukum belum banyak dibicarakan dunia saat itu. Bahkandi kalangan akademisi ilmu hukum, aspek ini baru diperhitung-kan sebagai unsur sistem pada tahun 1960-an (hal. 5).

UUD 1945 memuat pengakuan bahwa bangsa ini terdiridari beragam etnik serta komunitas-komunitas adat yangmemiliki sistem hukum dan pemerintahan yang otonom. Iniberarti konstitusi mengakui berlakunya keberagaman pranatahukum di masyarakat (dikenal sebagai konsep living law). Orde

Page 189: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

188 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

Baru mengingkari pluralisme living law tersebut denganmemberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentangPemerintahan Desa. Terjadi penyeragaman bentuk pemerintah-an komunitas adat seperti marga, nagari, dan gampong menjadidesa. Dengan cara tersebut, Orde Baru dapat menancapkankekuasaannya atas rakyat hingga ke tataran komunitas denganmemanfaatkan aparat kepala desa sebagai penguasa tunggal.Maka terbangunlah suatu sistem pemerintahan yang hierarkisdan sentralistis sejak dari desa hingga ke Jakarta. Inilah contohnyata praktek mazhab positivisme yang kemudian melahirkanpenguasa yang rakus akan kekuasaan ekonomi dan politik.

Unifikasi hukum nasional yang menihilkan peran living lawmemerangkap masyarakat dalam ketidakberdayaan. Hasilpenelitian Institute for Research and Empowerment (IRE)Yogyakarta di lima komunitas adat Nusantara (2002 s.d. 2005)menunjukkan bahwa negara melakukan kooptasi atas komunitasadat -yang sudah tergerogoti otoritasnya oleh aparat desa–semata-mata demi kepentingan ekonomi politik Orde Baru.Misalnya di Musirawas, Sumatera Selatan, selain legitimasi politikyang merosot tajam, krisis yang dialami marga meluas hinggake persoalan ekonomi. Hak-hak ekonomi masyarakat, sepertitanah ulayat milik marga, dianeksasi pemerintah melaluipemerintah desa dan pemerintah daerah untuk dieksploitasi(Majalah Flamma Edisi 18, Vol. 9, Oktober 2003-Januari 2004,hal. 30).

***Firman Muntaqo, salah satu editor buku Membedah Hukum

Progresif yang juga adalah mahasiswa Prof. Tjip, menulis bahwadalam perkembangan ilmu hukum bermunculan beberapamazhab yang mengkritik positivisme. Seperti Mahzab SejarahHukum yang beranggapan bahwa hukum bukan hanya dikeluar-kan oleh penguasa publik dalam bentuk undang-undang, namunhukum juga jiwa bangsa; yang isinya berupa aturan-aturantentang kebiasaan hidup masyarakat. Kekuatan pembentukhukum terletak pada rakyat yang notabene terdiri dari kom-pleksitas unsur individu dan kelompok-kelompok masyarakat.

Kemudian, muncul Mahzab Sociological Jurisprudence.Mahzab ini menyatakan bahwa hukum yang baik adalah hukumyang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living

Page 190: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

189Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

law). Ada pula Mahzab Realisme Hukum yang berpendapatbahwa hukum sebenarnya adalah hukum yang dipraktekkandalam kenyataan. Hukum bukanlah apa yang tertulis denganindah dalam undang-undang, melainkan apa yang dipraktekkanoleh para penyelenggara hukum atau siapa saja yang melaksana-kan fungsi pelaksanaan hukum. Salah satu kredo dalam mahzabini ialah, “Yang menentukan nasib kejahatan bukanlah rumusansanksi dalam undang-undang, melainkan pertanyaan dan ke-putusan hakim.” Di Jerman, ajaran realisme hukum dikembang-kan lebih lanjut dan melahirkan ajaran hukum bebas yangmenuntut agar pengadilan berhak mengubah hukum (peraturanperundang-undangan) apabila hukum tersebut justru melahirkanmalapetaka. Sejalan dengan prinsip ajaran hukum bebas inilahmuncul gagasan perlunya judicial review.

Perkembangan mutakhir menampilkan Mazhab HukumKritis yang menolak pandangan hukum liberal dan positivistikbahwa hukum memuat netralitas, kemurnian dan otonomihukum. Mahzab Hukum Kritis berpandangan bahwa hukumtidaklah muncul di atas lahan yang benar-benar netral dan bebasnilai, namun merupakan hasil dari perumusan yang berakarpada kepentingan ekonomi-politik kelompok tertentu.

Mengurai Gagasan Hukum ProgresifKilasan perkembangan mazhab ilmu hukum di atas

menunjukkan betapa telah usangnya mazhab hukum diIndonesia. Tak heran apabila Prof. Tjip gencar mengingatkankita bahwa hukum mesti mengikuti perkembangan zaman danmasyarakat. Lantaran itulah Prof. Tjip melontarkan gagasanhukum progresif.

Meski istilah progresif bertaburan dalam buku ini dandigandeng dengan kata-kata lainnya hingga muncul istilah-istilah pendidikan hukum progresif, penegakan hukum progresif,pengadilan progresif, keadilan progresif, dan lain-lain; sebetulnyabelum jelas benar apa definisi istilah hukum progresif.

Batasan paling ketat datang dari editor, yang formulanyadirangkai dalam baris kalimat berikut ini:

“Benang merah yang dapat ditarik dari lontaran gagasan

mengenai hukum progresif adalah, seyogianya penegak hukum

Page 191: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

190 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

bahkan kita semua harus berani keluar dari tradisi penegakan

hukum yang hanya bersandarkan kepada peraturan perundang-

undangan an sich. Sebab hukum bukanlah semata-mata ruang

hampa yang steril dari konsep-konsep non hukum. Hukum harus

pula dilihat dari perspektif sosial, perilaku yang senyatanya dan

dapat diterima oleh dan bagi semua insan yang ada di dalamnya.”

(pengantar editor, hal. xiii)

Agar lebih terang, penulis memberanikan diri untukmemetakan perbedaan antara mazhab hukum positivismedengan hukum progresif berdasarkan dari mana sumber dancirinya, bagaimana model penegakannya, serta apa tujuannya;yang penulis susun dalam tabel di bawah ini.

Dari peta kasar tadi, nampak betul bahwa gagasan hukumprogresif merupakan sintesa dari beragam mazhab yang

Positivis Progresif

Sumber & Ciri

Hukum tidak mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, maupun dalam jiwa bangsa.

Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan tertinggi pada suatu negara.

Hukum merupakan sistem logika yang tertutup. Oleh karena itu harus steril dari unsur nilai.

Hukum tidaklah muncul dari ruang hampa, karena itu hukum haruslah bersumber dari kenyataan serta nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Hukum merupakan sistem yang terbuka, sehingga selalu ada kemungkinan untuk merombak sistem apabila hukum tersebut justru mendatangkan malapetaka bagi masyarakat.

Model Penegakan

Hanya menggunakan logika rasional.

Pengadilan hanyalah sebagai corong undang-undang atau suatu tempat di mana penegak hukum menerapkan pasal-pasal tertulis.

Unifikasi hukum nasional.

Melibatkan empati, determinasi, dan nurani.

Selain logika rasional, juga menggunakan logika kepatutan sosial dan logika keadilan.

Mengakomodasi kemajemukan living law yang berlaku di masyarakat yang plural.

Tujuan Hukum

Hukum diciptakan dan digunakan sebagai instrumen rekayasa sosial, untuk mendorong dan menciptakan perubahan masyarakat.

Hukum ditegakkan semata-mata demi harga diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia.

Page 192: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

191Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

muncul sebagai kritik terhadap mazhab positivis.Usai membaca Membedah Hukum Progresif muncul

pertanyaan, “Apakah ini berarti Prof. Tjip tengah mengintrodusirsemacam mazhab baru yang masih perlu dikontekstualisasidengan kondisi Indonesia dan sedang dalam proses pembentuk-an?” Barangkali ujaran tak langsung dari Prof. Tjip di bawahini bisa jadi petunjuknya.

“Kita sudah cukup lama terpuruk dalam pemaknaan hukum

sebatas hitam-putih. Maka biarlah gagasan progresif itu kalian

cermati, diskusikan dan kembangkan, karena hukum itu sedang

‘ditulis’. Anda, saya dan kita semua ada dalam proses pembentukan

hukum itu.”

Page 193: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

192 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

OLEH ZAKI HABIBI, S.I.P.

Perjuangan Hak BuruhBelum Berakhir

Staf CIRCLE(Cooperative for Civil Society Resources Development) Yogyakarta

Setiap tahun persoalan buruh tak pernah luput mengisiruang-ruang utama pemberitaan media massa. Terlebih lagipada bulan Mei lalu saat kaum buruh menolak rencana revisiUndang-Undang Ketenagakerjaan pada peringatan Hari BuruhSedunia atau yang akrab disebut May Day. Sayangnya, setelahitu banyak pihak yang acuh tak acuh. Padahal, buruh terusmenghadapi persoalan setiap hari entah itu di dalam maupundi luar tempat kerjanya.

Di penghujung tahun seperti saat ini, buruh jugadihadapkan pada persoalan yang tak kalah pelik. Hampirserentak sejumlah pemerintah daerah menetapkan UpahMinimum Kota/Kabupaten (UMK) untuk tahun 2007. Dan,penetapan itu lagi-lagi mendapat penolakan dari mayoritasburuh di berbagai daerah. Kebijakan yang berlaku kini memangmemungkinkan setiap kabupaten/kota menentukan UMKmasing-masing melalui instrumen Dewan Pengupahan Provinsidan Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten. Meski begitu,masalah tidak selesai dan setiap akhir tahun -di kala UMK untuktahun berikutnya ditetapkan- masih tetap saja menuai proteskalangan buruh.

Judul Buku: Pengadilan Perburuhan diIndonesia: Tinjauan Hukum Kritis atas Undang-Undang PPHI Penulis: Marsen SinagaPenerbit: Perhimpunan Solidaritas Buruh(PSB) Yogyakarta Halaman: xvi + 112halaman Edisi: Pertama Cetakan: cetakanpertama, Mei 2006

Page 194: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

193Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

Terdapat begitu banyak penyebab hadirnya protes tersebut.Beberapa di antaranya adalah soal representasi buruh di tubuhDewan Pengupahan, tingkat inflasi, serta perbedaan tolok ukurstandar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dan KebutuhanHidup Layak (KHL) yang menjadi acuan penentuan UMK.Meskipun setiap tahun nilai nominal UMK di setiap kota hampirselalu meningkat, kaum pekerja merasakan bahwa nilai riilnyatetap sama. Bahkan, di berbagai kota nilai riilnya justru dinilaimenurun dari tahun sebelumnya. Daya beli buruh pun tidakpernah lebih baik secara struktural. Akibatnya, tingkatkesejahteraan buruh makin terpuruk.

Dalam cakupan lebih luas, hal tersebut berpotensi menuaimasalah yang lebih besar. Seperti yang Marsen Sinaga tulisdalam buku ini, ketegangan permasalahan perburuhan selaluterkait dengan dua faktor, yakni stabilitas dan kepuasan kerjabagi buruh (hal. 1). Apabila kesejahteraan kalangan pekerja/buruh makin terpuruk akibat kebijakan yang menindas, antaralain lewat UMK yang tidak realistis bagi buruh maka stabilitasdan kepuasaan kerja akan terancam. Akibatnya, apa yangdisebut Marsen dengan “ketenangan industrial” sebagai faktorpenting dalam menjalankan roda perekonomian bangsa jugaakan terpengaruh. Padahal, sebagai negara berkembang kitamasih tergantung pada investasi dari luar negeri. Investasi jugaakan gonjang-ganjing apabila jaminan atas ketenanganindustrial tersebut tidak ada.

Hal tersebut kian menunjukkan bahwa isu upah adalahsalah satu isu perburuhan yang paling sering mengemuka. Isuupah menjadi titik awal sekaligus muara dari seluruh isuperburuhan. Persoalan pengupahan hadir sejak di level tempatkerja, serikat buruh/serikat pekerja, di tingkat kota, negara,hingga menjadi agenda besar gerakan buruh di level regionalmaupun internasional. Pasalnya, dari soal pengupahan inilahseluruh permasalahan lainnya hadir. Artinya, jika dalam soalpengupahan saja sudah banyak menuai polemik yang takterselesaikan, masalah-masalah berikutnya juga akan lebih sulitterpecahkan.

Oleh karena itu, agenda-agenda gerakan buruh yangsifatnya lebih strategis sekarang terasa tersendat-sendat di negeriini. Gerakan buruh dihadapkan pada isu-isu tak berkesudahan

Page 195: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

194 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

sebagai derivasi persoalan pengupahan. Sebut saja di antaranya,penetapan UMK, perselisihan hubungan industrial antara buruhdengan pengusaha, pemutusan hubungan kerja (PHK), danpenetapan pesangon. Selain itu, persoalan yang kini juga tengahmendapat sorotan adalah perihal status pekerja, yakni buruhkontrak atau outsourcing. Gerakan buruh pun akhirnya lebihdisibukkan dengan agenda-agenda yang sifatnya reaktif dalammenghadapi hal-hal tersebut. Agenda yang lebih strategis gunamengatasi permasalahan secara lebih sistematis dan strukturalmenjadi terabaikan karena energi para pegiatnya sudah lebihbanyak terkuras melakukan langkah-langkah reaktif.

Telaah Historis Produk PerundanganDalam Era Reformasi, sejumlah instrumen -yang

diharapkan menjadi penjamin keterpenuhan seluruh hak buruh-telah diciptakan. Salah satunya adalah instrumen hukum. Lebihkhusus lagi, Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Namun,ternyata UU tersebut juga tidak luput dari berbagai kelemahan.Buku ini berupaya menunjukkan letak kelemahan atauketidakefektifan produk perundangan tersebut. Marsenmengujinya melalui tiga aspek, yaitu aspek isi/substansi (legalsubstance), aspek struktur hukum (legal structure), dan aspekbudaya hukum atau legal culture (hal. 88).

Sayangnya, penjelasan berikutnya di buku ini tidakterperinci tentang uraian satu persatu aspek tersebut. Pengujiandilakukan secara simultan dari ketiga aspek itu terhadap produkperundangan yang mengatur PPHI. Selain itu, kajian historisjuga menjadi penekanan dalam mengkritisi UU No. 2 Tahun2004. Melalui telaah historis tersebut, pembaca mendapatgambaran bahwa sebenarnya persoalan perburuhan selalumendapat perhatian khusus dalam setiap era, baik itu di masaOrde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi. Di sampingitu, telaah historis juga mencakup kemunculan awal pengaturansoal perburuhan di Inggris pada masa Revolusi Industri yangmenjadi perintis produk perundangan di bidang perburuhan.Termasuk juga di dalamnya telaah tentang standar perburuhaninternasional.

Page 196: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

195Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

Melalui telaah historis tersebut, tampaklah bahwapemerintahan Orde Lama telah menjadi alat kekuasaan yangaktif dalam hal pengaturan perburuhan. Di masa itu tujuhperaturan tingkat UU dikeluarkan pemerintah. Ketujuh UU ituadalah UU Kecelakaan - UU No. 33 Tahun 1947, UU Kerja -UU No. 12 Tahun 1948, UU No. 23 Tahun 1948 tentangPengawasan Perburuhan, UU No. 21 Tahun 1954 tentangPerjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan, UUNo. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripada Hak untukBerorganisasi dan untuk Berunding Bersama, UU No. 22 Tahun1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan UUNo. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja diPerusahaan Swasta. Kondisi sosial politik dan gagasan yangdominan waktu itu amat termanifestasikan dalam seluruhproduk perundangan tersebut. Fenomena ini sekaligusmenunjukkan bahwa posisi gerakan buruh cukup dominansecara politis selama Orde Lama (hal. 19).

Selanjutnya, di masa Orde Baru yang berjalan denganpendekatan militeristik dalam segala bidang termasuk soalperburuhan, hanya ada satu peraturan setingkat UU yangdikeluarkan. Itupun baru hadir pada penghujung kekuasaanorde ini, yaitu UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.Selama UU yang dilahirkan pada masa Orde Lama belumdicabut, pemerintahan Orde Baru kerap melahirkan peraturandi bawah UU terutama di tingkat Peraturan Menteri atauKeputusan Menteri yang bertentangan dengan UU perburuhanyang ada. Di samping itu, gerakan buruh juga mendapatkansatu tafsir makna berdasarkan versi pemerintah. Sehingga,pengorganisasian buruh yang diakui pemerintah kala itu hanyadapat dilakukan melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(SPSI) yang notabene adalah kepanjangan tangan rezim yangberkuasa kala itu. Akhirnya, jaminan perlindungan hak-hakburuh tidak benar-benar terwujud secara nyata.

Ketika era keterbukaan dan demokratisasi menjadi warnautama Orde Reformasi, sejumlah perubahan terjadi termasukdalam hal produk perundangan perburuhannya. Sejak awal OrdeReformasi hingga kini, telah lahir tiga UU yang menjadi paket

Page 197: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

196 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

produk perundangan perburuhan, yakni UU No. 21 Tahun 2000tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No. 13 Tahun 2003tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Pandangan Kritis dari Kalangan BuruhUU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI akhirnya disahkan

pada 16 Desember 2003 setelah melalui pembahasan selamatiga tahun tujuh bulan. UU ini terdiri dari delapan bab, 126 pasal,dan 204 ayat (hal. 81). Berbagai telaah yang diuraikan dalambuku ini menunjukkan bahwa UU ini ternyata mengandungdua keprihatinan utama jika dilihat dari sudut standar perburuh-an internasional.

Keprihatinan pertama yaitu upaya mendorong perunding-an bersama dan mencegah terjadinya perselisihan perburuhantidak cukup kuat tampak dalam UU PPHI. Tidak ada kewajibanbagi buruh dan pengusaha untuk berunding dengan niat baikjika terjadi perselisihan. Begitu pula sanksi bagi yang tidak mauberunding juga tidak jelas diatur. Tidak heran jika kemudianbanyak kritik terhadap minimnya peran pemerintah dalammendorong terbentuknya mekanisme pencegahan dan penye-lesaian perselisihan di tingkat perusahaan.

Keprihatinan kedua menyangkut soal dicantumkannyasecara eksplisit perselisihan kepentingan (interest dispute) sebagaisalah satu perselisihan yang bisa diselesaikan melalui PengadilanPHI. Dampak dari hal ini adalah kekhawatiran bahwa mogoksebagai hak dasar buruh menjadi sangat dibatasi. Dengan begitu,sarana yang tersedia bagi serikat buruh untuk memperjuangkankepentingan anggotanya menjadi sangat terbatas (hal. 96-97).

Selain mengenai peraturan perundangannya, PPHI jugamendapat sorotan negatif pada level pelaksanaannya. Hal inimemang tidak bisa dilepaskan dari kondisi umum negeri ini yanghingga kini masih menunjukkan kinerja peradilan yang korupdan belum efektif. Akibatnya, masyarakat pun cenderung apatisterhadap lembaga peradilan dalam bentuk apapun, termasukPengadilan PHI. Dalam suatu diskusi dengan kalangan serikatburuh di Surabaya dan Gresik yang pernah saya ikuti padapertengahan Oktober lalu, terkuaklah sejumlah kelemahan

Page 198: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

197Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

PPHI. Jumlahnya hanya satu di tingkat provinsi sehinggamenyulitkan bagi kalangan buruh yang tidak berada di ibukotaprovinsi tempat Pengadilan PHI berada saat harus beracara.

Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa PengadilanPHI tidak murah biayanya, tidak cepat prosesnya, danputusannya kerap tidak berpihak pada kepentingan/hak buruh.Mereka mencontohkan, penyelesaian satu kasus saja bisasembilan kali bolak-balik pengadilan dan itupun belum tentusudah mendapatkan keputusan final. Belum lagi berbagai biayapenggandaan berkas-berkas beracara yang masing-masingharus bermaterai. Hal ini tentu amat menyulitkan baik bagiburuh yang mayoritas berpenghasilan rendah maupun serikatburuh yang mendampinginya. Minimnya pengetahuan tentangperadilan perdata dan kemampuan beracara juga menjadikendala tersendiri bagi para pendamping buruh saat harusmenyelesaikan kasus melalui Pengadilan PHI.

Sejauh mana peran PPHI dalam memberikan kepastianatau jaminan hak-hak buruh menjadi hal yang masih harusdinantikan. Tidak heran jika kemudian Teri L. Caraway, AssistantProfessor pada Department of Political Science University ofMinnesota, dalam pengantar buku ini juga melontarkan sebuahpertanyaan tentang efektivitas PPHI. “Adakah PPHI ini sebuahlangkah maju atau justru kemunduran?”

Kritik atas PPHI tidak berhenti sampai di situ saja. Paraaktivis serikat buruh dan pemerhati perburuhan juga melihatadanya agenda kepentingan berskala global yang mempengaruhisegala kebijakan perburuhan di Indonesia. Berbagai perubahankebijakan di bidang perburuhan dipicu oleh adanya teknologikekuasaan yang dimainkan oleh kekuatan neoliberalisme.Terdapat tiga teknologi kekuasaan neoliberal yang beroperasi diIndonesia, yakni teknologi kekuasaan melalui perundang-undangan, melalui wacana-wacana berkedok demokratisasi,dan melalui kendali utang luar negeri. Intervensi kekuatanneoliberal ini menggiring seluruh kebijakan dan agendapemerintahan kini hanya “memuaskan” negara atau institusiglobal pemberi dana seperti Bank Pembangunan Asia (ADB),Dana Moneter Internasional (IMF), dan Organisasi Perdagang-an Dunia (WTO).

Page 199: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

198 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Buku

Kalangan yang berpikir demikian menengarai, salah satuwujud beroperasinya teknologi kekuasaan neoliberal adalahhadirnya paket perundangan di bidang perburuhan pada rentangtahun 2000-2004, yakni UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UUKetenagakerjaan, dan UU PPHI. Lewat produk perundangantersebutlah kemudian sekarang gencar munculnya praktekoutsourcing maupun isu buruh kontrak/buruh harian lepasyang mendapat tentangan dari berbagai kalangan buruh.

Akan tetapi, kita sudah tidak bisa mengelak dari paketperundangan ini. Dengan segala substansi dan kepentingan yangmelatarbelakanginya, seluruh produk perundangan itu sekarangmenjadi acuan dalam praksis perburuhan di negeri ini. Tantangan-nya kemudian adalah bagaimana kalangan buruh dapatmeningkatkan posisi tawarnya sebagai “kelompok penekan” agarseluruh hak dasar buruh terpenuhi. Dari segi penegakan hukumsendiri, mengutip apa yang ditulis Satjipto Rahardjo dan disitirdalam buku ini, kini menjadi penting bagi kita untuk mengindah-kan bahwa hukum bukan hanya soal ketentuan/aturan (businessof rules) tetapi juga soal perilaku (matter of behavior). Tampak-nya, perjuangan hak-hak buruh memang belum berakhir di sini.Ada begitu banyak agenda perjuangan ke depan yang menjaditugas kita bersama. Dan semoga, hidup layak tidak lagi menjadisebatas mimpi bagi kaum buruh yang sudah terlalu lama berkutatdengan masalah.

Page 200: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

199Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Biodata Penulis

Aan Eko WidiartoAsisten Ahli di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini

memiliki segudang pengalaman penelitian yang pernah ialakukan. Pria kelahiran Lumajang, 17 April 1976 ini juga sederetpengalaman mengikuti diklat serta pernah juga ikut serta dalampenyusunan beberapa peraturan perundang-undangan. Pos-el.:[email protected]

Abdil Mughis MudhoffirKetertarikan terhadap bidang sosiologi membawa alumnus

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini melanjutkanstudi ke Jakarta. Saat ini mendalami studi Sosiologi di ProgramMagister Pascasarjana Universitas Indonesia.

Ahmad SubhanPeminat kajian perbukuan ini lahir pada tanggal 12 Januari

1980 di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Menyelesaikanpendidikan dasar dan menengah di Pangkal Pinang danPalembang, kemudian melanjutkan pendidikan tinggi diYogyakarta. Belajar ilmu perpustakaan di jurusan DiplomaKomunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas GadjahMada, dan meneruskan jenjang sarjana di UIN Sunan KalijagaYogyakarta. Saat ini bergabung sebagai pustakawan di Institutefor Research and Empowerment Yogyakarta.

Ananda B. KusumaAdalah pengajar mata kuliah Sejarah Ketatanegaraan dan

Pendidikan Kewarganegaraan di Fakultas Hukum UniversitasIndonesia. Ia merupakan penyusun buku Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 yang mengulas mengenai sejarah pem-bentukan UUD 1945 disertai dengan salinan dokumen otentikdari rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Badan OentoekMenyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).Ia juga tercatat pernah menangani Pendidikan Kewarganegaraan/

Page 201: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

200 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Kewiraan dan mata kuliah dasar umum di DepartemenPerguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (kini menjadi bagian dariDepartemen Pendidikan Nasional).

Jimly AsshiddiqieAdalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2006 dan

2006-2009, sekaligus Guru Besar (Luar Biasa) Hukum TataNegara Universitas Indonesia. Terlahir pada tanggal 17 April 1956di Palembang. Meraih gelar sarjana hukum tahun 1982 dariFakultas Hukum UI, kemudian menjadi pengajar dialmamaternya. Pada tahun 1987 menyelesaikan pendidikan S-2di FH UI. Meraih gelar Doktor tahun 1990 dalam programkerjasama Fakultas Pasca Sarjana UI, Rechtssfaculteit Rijks-Universiteit, dan Van Vollenhoven Institute.

M. Hadi ShubhanAdalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Airlangga

sebagai pengajar mata kuliah Sengketa Pemerintahan. GelarDoktor Ilmu Hukum, Magister Hukum, dan Sarjana Hukum,semuanya diperoleh di Universitas Airlangga. Ia pernahmemperoleh beasiswa untuk melanjutkan studinya di PascasarjanaUnair dari program University Research for Graduate Education(URGE). Ia aktif menulis di berbagai harian nasional, sepertiKompas, Jawa Pos, Media Indonesia, dan Surya, serta aktifmelakukan penelitian dan kajian terhadap lembaga-lembaganegara. Pos-el. : [email protected]

PurwadiLahir di Grogol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur

pada 16 September 1971. Gelar sarjana diperoleh di Fakultas SastraUGM, kemudian melanjutkan pada Program Pascasarjana UGM.Gelar doktor di UGM diperoleh tahun 2001. Kini bekerja sebagaidosen FBS Universitas Negeri Yogyakarta, dosen Pasca SarjanaIAID Ciamis Jawa Barat, dan dosen Universitas WidyagamaMalang. Selain itu, juga mengelola Pustaka Raja, sebuah jaringankerja yang menjadi wadah aktivitas sosial dan budaya dariberbagai elemen masyarakat.

Page 202: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

201Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Sebastian SalangSebagai pria kelahiran Benteng Jawa, 14 November 1970

ia telah memulai terjun dalam dunia aktivis sejak masih di bangkukuliah. Sebagai seorang alumni STIE Tri Dharma, Jakarta iapernah ikut dalam lembaga pemantau pemilu (KIPP) sejak tahun1997 dan 1999. Selain itu, ia juga pernah aktif di Parliament Watchsebelum menjadi Sekjen Forum Masyarakat Peduli ParlemenIndonesia (Formappi).

Suriakusumah A. MuthalibLektor Kepala di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

ini merupakan lulusan S-1 Civics Hukum UPI tahun 1970 danjuga pernah menempuh pendidikan di Institut Internationald’Administration Publique (IIAP) Paris tahun 1977 denganmemperoleh gelar Diplome d’Administration Publique.Sementara untuk pendidikan S-2 ia tempuh dan memperolehgelar Magister Pendidikan Administrasi di UPI pada tahun 2002.

Zaki HabibiAlumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, ini

dilahirkan di Yogyakarta,17 Juli 1981. Sejak tahun 2000 aktivitaskesehariannya banyak dihabiskan di dunia media massa sebagaiseorang jurnalis yang kerap bersentuhan dengan beragamkelompok masyarakat. Selain itu, saat ini ia juga mengajar diJurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia (UII),Yogyakarta.

Page 203: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

202 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

PEDOMAN PENULISPEDOMAN PENULISPEDOMAN PENULISPEDOMAN PENULISPEDOMAN PENULISAN AN AN AN AN JURNJURNJURNJURNJURNAL KAL KAL KAL KAL KONSTITUSIONSTITUSIONSTITUSIONSTITUSIONSTITUSI

Jurnal Konstitusi adalah salah satu media dwi-bulanan yangditerbitkan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mah-kamah Konstitusi sebagai upaya mempublikasikan ide dan gagasanmengenai hukum, konstitusi dan isu-isu ketatanegaraan. JurnalKonstitusi ditujukan bagi pakar dan para akademisi, praktisi,penyelenggara negara, kalangan LSM serta pemerhati dan penggiathukum dan konstitusi serta masalah ketatanegaraan.

Sebagaimana jurnal pada umumnya, Jurnal Konstitusitampil dalam format ilmiah sebuah jurnal sehingga tulisan yangdikirim untuk dimuat hendaknya memenuhi ketentuan tulisanilmiah. Untuk memudahkan koreksi naskah, diharapkan penulisancatatan kaki (footnote) mengikuti ketentuan:1 . Emmanuel Subangun, Negara Anarkhi, (Yogyakarta: LKiS,

2004), hlm. 64-65.2. Tresna, Komentar HIR, Cetakan Ketujuhbelas, (Jakarta: PT

Pradnya Paramita, 2001), hlm. 208-9.3. Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, Terjemahan dari De

Structuur der Rechtswetenschap, Alih bahasa: Arief Sidharta,(Bandung: PT Alumni, 2003), hlm. 7.

4. “Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50”, Republika, 19 Oktober2005.

5. Prijono Tjiptoherijanto, “Jaminan Sosial Tenaga Kerja di In-donesia”, http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari2005.

Sedangkan untuk penulisan daftar pustaka sebagai berikut.1 . Asshiddiqie, Jimly, 2005. Sengketa Kewenangan Antar-

lembaga Negara, cetakan pertama, Jakarta: Konstitusi Press.2. Burchi, Tefano, 1989. “Current Developments and Trends in

Water Resources Legislation and Administration”. Paper pre-sented at the 3rd Conference of the International Associationfor Water Kaw (AIDA) Alicante, Spain: AIDA, December 11-14.

3. Anderson, Benedict, 2004. “The Idea of Power in JavaneseCulture”, dalam Claire Holt, ed., Culture and Politics in Indo-nesia, Ithaca, N.Y.: Cornell University Press.

4. Jamin, Moh., 2005. “Implikasi Penyelenggaran Pilkada PascaPutusan Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Konstitusi, Volume 2Nomor 1, Juli 2005, Jakarta: Mahkamah Konstitusi.

Page 204: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

203Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

5. Indonesia, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi.

6. Republika, “Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50”, 19 Oktober2005.

7 . Tjiptoherijanto, Prijono. Jaminan Sosial Tenaga Kerja diIndonesia, http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2Januari 2005.

Kami menerima tulisan yang berbobot mengenai tema-tema hukum, konstitusi dan isu-isu ketatanegaraan. Secara khusussetiap edisi kami menyajikan tema sesuai hasil rapat redaksiberdasarkan perkembangan perkara yang ada di MK dankontekstualisasi masalah yang sedang marak terkait denganputusan MK tersebut, termasuk implikasi putusan itu.

Kami mengharapkan setiap tulisan ilmiah yang dikirimkepada kami juga memenuhi spesifikasi penulisan sebagaiberikut.1 . Penulisan artikel bertema hukum, konstitusi dan ketata-

negaraan, ditulis dengan jumlah kata antara 6.500 sampaidengan 7.500 kata (25-30 Halaman, Times New Roman,Spasi 2, huruf 12);

2. Penulisan analisis putusan Mahkamah Konstitusi, ditulisdengan jumlah kata antara 5.000 sampai dengan 6.500 kata(20-25 Halaman, Times New Roman, Spasi 2, huruf 12);

3. Penulisan resensi buku ditulis dengan jumlah kata antara1.500 sampai dengan 1.700 kata (7-9 Halaman, Times NewRoman, Spasi 2, huruf 12);

4. Tulisan dilampiri dengan biodata dan foto serta alamat email,tulisan dikirim via email ke alamat: [email protected]

Page 205: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

204 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Page 206: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

205Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Formulir Berlangganan Jurnal Konstitusi

Nama : ..........................................................

TTL : ..........................................................

Profesi/Organisasi : ..........................................................

: ..........................................................

: ..........................................................

Pendidikan Terakhir : ..........................................................

: ..........................................................

Alamat Kiriman : ..........................................................

: ..........................................................

: ..........................................................

Telepon/Fax. : ..........................................................

E-mail : ..........................................................

Jurnal Konstitusi merupakan jurnal berkala yang diterbit-kan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI untukdisebarluaskan secara cuma-cuma kepada masyarakat luas.

Pembaca yang menginginkan untuk mendapat kiriman JurnalKonstitusi, silakan mengisi formulir tercantum di bawah danmengirimkannya kepada Bagian Hubungan Masyarakat (Humas)Mahkamah Konstitusi RI, dengan alamat Jalan Medan MerdekaBarat No. 7 Jakarta Pusat 10110.

Page 207: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen

206 Jurnal Konstitusi, VOLUME 3, NOMOR 4, DESEMBER 2006

Page 208: J u r n a l - mkri.id · memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen