J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil...

92

Transcript of J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil...

Page 1: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe
Page 2: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Sekretariat :Gedung Biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

Telp./Fax (0721) 704625 Ext. 705 e-mail : [email protected]

Ilustrasi cover:Mus musculus L.

(sumber: http://www.bat-rodents.eu/cms/batrodentsen/products/hlodavci/mys.jpg)

J – B E K HJURNAL BIOLOGI EKSPERIMEN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

SUSUNAN PENYUNTINGPenanggung Jawab :

Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D.(Dekan FMIPA Universitas Lampung)

Pengarah:Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc.

(Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung)Ketua Redaksi :

Rochmah Agustrina, Ph.D.(Universitas Lampung)

Sekretaris :Priyambodo, M.Sc.

(Universitas Lampung)Bendahara :

Dr. Emantis Rosa, M.Biomed.(Universitas Lampung)

Reviewer:Dr. Noverita Dian Takarina (Universitas Indonesia)

Dr. Herawati Soekardi (Taman Kupu-kupu Gita Persada Lampung)Nismal Nukmal, Ph.D. (Universitas Lampung)

Dr. Emantis Rosa, M.Biomed. (Universitas Lampung)Rochmah Agustrina, Ph.D. (Universitas Lampung)

Administrasi :Ambar Widiastuti N.Ali Suhendra, S.Si.

Page 3: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

i

Pengantar Redaksi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keaneka Ragaman Hayati (JBEKH) dapat kembali terbit.

Volume pertama JBEKH (Vol I) diterbitkan pada Tahun 2013, namun karena sesatu hal,

pada tahun 2015 JBEKH tidak dapat terbit. Volume 3 JBEKH yang diterbitkan saat ini

merupakan edisi lanjutan dari edisi sebelumnya, tahun 2014. Kami optimis, untuk

selanjutnya JBEKH dapat terbit secara berkelanjutan.

Akhirnya kami berharap JBEKH dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu, khususnya di

bidang biologi dan memberikan manfaat bagi seluruh pembaca.

Tim Redaksi

Page 4: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

DIVERSITAS PHYTOTELMATA DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS DEMAMBERDARAH DENGUE DI PROVINSI LAMPUNG, INDONESIA

DIVERSITY OF PHYTOTELMATA IN SEVERAL DENGUE FEVER ENDEMIC AREA IN BANDARLAMPUNG PROVINCE, INDONESIA

Yulianty1, Emantis Rosa1*

Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

*e-mail: emantisrosa@g mail.com

ABSTRAKProvinsi Lampung termasuk wilayah yang subur dan kaya akan keanekaragaman tumbuhan termasuktumbuhan golongan phytotelmata. Phytotelmata adalah tumbuhan yang dapat menampung genangan airpada organ atau bagian tubuhnya, yang dimanfaatkan oleh berbagai organisme sebagai tempat berkembangbiak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diversitas phytotelmata di beberapa wilayah endemisDemam Berdarah Dengue di Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan ditemukan 18 jenisphytotelmata yang termasuk ke dalam 14 famili tumbuhan meliputi Araceae, Arecaceae, Asparagaceae,Bromeliaceae, Costaceae, Euphorbiaceae, Gnetaceae, Malvaceae, Oxylidaceae, Musaceae, Oxylidaceae,Pandanaceae, Poaceae, Ruscaceae, dan Sapindaceae; ditemukan enam tipe phytotelmata yaitu: tipekelopak daun (KD), lobang akar (LA), lobang pohon (LP), kelopak bunga (KB), lobang buah (LB) dan tunggulbambu (TG). Volume genangan air yang paling banyak ditemukan pada tipe lobang buah yaitu jenis Cocosnucifera (50-60 ml); tipe tunggul bambu yaitu pada jenis Bambusa sp.(80-95 ml).

Kata kunci: diversitas, fitotelmata, endemis DBD

ABSTRACTLampung province including the fertile and rich diversity of plants, including plants phytotelmata group.Phytotelmata is a plant that can hold stagnant water in the organ or body part, which is used by a variety oforganisms as a breeding ground. This study aimed to determine the diversity Phytotelmata in some endemicareas of dengue hemorrhagic fever in the province of Lampung. The results showed more than 18 types ofphyitotelmata belonging to the 14 families of plants include Araceae, Arecaceae, asparagaceae, bromeliad,costaceae, Euphorbiaceae, Gnetaceae, Malvaceae, Oxylidaceae, musaceae, Oxylidaceae, Pandanaceae,Poaceae, Ruscaceae, and Sapindaceae; phytotelmata found six types, namely: the type of sepals (KD), rootholes (LA), tree holes (LP), petals (KB), pit fruit (LB) and bamboo stumps (TG). Volume puddle mostcommonly found on the type of fruit pit that is the type of Cocos nucifera (50-60 ml); ie the type of bamboostump on the type of Bambusa sp. (80-95 ml).

Keywords : diversity, phytotelmata, endemic dengue

PENDAHULUANProvinsi Lampung mempunyai kondisi

topografi yang bervariasi, secara geografis

provinsi Lampung terletak antara 105045’-

1030 48’ BT dan 30 45’- 60 45’ LS (Profil

Lampung, 2011). Provinsi Lampung terbagi

atas dataran rendah di daerah pesisir dan

dataran tinggi, daerah ini dilalui oleh jalur

Bukit Barisan yang berada di Pulau Sumatra,

dan curah hujan yang cukup tinggi

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 1-7ISSN : 2338-4344

Page 5: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Diversitas Phytotelmata di Beberapa ... / 2

menyebabkan Provinsi Lampung termasuk

daerah yang subur yang dibuktikan dengan

banyak terdapat areal perkebunan.

Kesuburan tanah di suatu daerah salah

satunya ditandai dengan banyak berbagai

jenis tumbuhan yang ditemukan di daerah

tersebut termasuk phytotelmata.

Phytotelmata dideskripsikan sebagai tum-

buhan yang dapat menampung genangan air

pada bagian tubuh/organnya berdasar-kan

klarifikasi Kitching (1971). Phytotelmata dapat

ditemukan hidup di mana saja, terutama

tempat lembab, seperti di daerah tropis

dengan jenis yang beranekaragam. Informasi

tentang phytotelmata telah dilaporkan dari

beberapa peneliti sebelum-nya, antara lain:

komposisi dan struktur larva diptera pada

phytotelmata di daerah endemis demam

berdarah dengue (Rosa, dkk., 2013); jenis

dan tipe phytotelmata di beberapa lokasi di

Sumatera Barat, Indonesia (Rosa dkk., 2012);

Phytotelmata: habitat air tawar yang tidak

terlihat tetapi mendukung kehidupan fauna.

(Mogi, 2004); Serangga yang mendiami

genangan air pada tanaman (Greeney,

2001); Studi tentang genangan air pada

lobang pohon dalam ekosisitem hutan

(Kitching,1971). Namun di Indonesia

informasi tentang keberadaan phytotelmata

khususnya tentang jenis dan tipe

phytotelmata belum banyak informasinya.

Untuk itu dilakukan penelitian ini untuk

mengetahui diversitas phytotelmata di

beberapa daerah endemis demam berdarah

dengue di Provinsi Lampung.

METODE PENELITIANPenelitian dilakukan pada Juni sampai

Agustus 2015 di beberapa wilayah di Provinsi

Lampung yang termasuk daerah endemis

Demam Berdarah Dengue, meliputi

Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar

Lampung, dan Kota Metro. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan cara

mengambil bagian batang, daun, bunga dan

buah dari tumbuhan yang tergolong

phytotelmata, selanjutnya dibawa ke

laboratorium untuk diidentifikasi mengguna-

kan buku identifikasi (Woong, 2004; Corner,

1969; Wijaya, 2001; Van Steenis, 2006) dan

untuk beberapa jenis tumbuhan yang sudah

diketahui nama ilmiahnya langsung dicatat.

Volume air yang tertampung pada bagian

tumbuhan diambil menggunakan pipet yang

sesuai dengan tipe phytotelmata dimasukkan

ke botol sampel untuk selanjutnya diukur

volumenya. Data hasil pengamatan dianalisis

secara deskriptif dan direkontruksikan dalam

bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil identifikasi sampel phytotelmata yang

sudah dilakukan di laboratorium yang berasal

dari beberapa daerah endemis demam

berdarah dengue (DBD) di Provinsi Lampung

yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kota

Bandar Lampung, dan Kota Metro

didapatkan keanekaragaman jenis

phytotelmata pada ketiga wilayah endemis

Demam Berdarah Dengue di Provinsi

Lampung seperti pada Tabel 1.

Page 6: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

3 / Jurnal Bologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Yulianty

Tabel 1. Diversitas jenis phytotelmata di tiga daerah endemis Demam Berdarah Dengue di

Propinsi Lampung.

No Taxa Habitus Volume air dalam phytotelmata (ml)Famili/Jenis Tipe phytotelmata Lamsel Balam Metro

1 AraceaeAlocasia indica Herba KD 10 15 10Alocasia cupra Herba KD 8 10 7

Colocasia esculenta Herba KD 52 Arecaceae

Cocos nucifera Pohon LB 50 603 Asparagaceae

Dracaena fraggrans Herba KD 5 3 44 Bromeliaceae

Ananas comosus Perdu KD 8 8 35 Costaceae

Costus speciosus Perdu KB 4 4 56 Euphorbiaceae

Havea brasiliensis Pohon LA 57 Gnetaceae

Gnetum gnemon Pohon LP 08 Malvaceae

Hibiscus tiliaceus Pohon LP 09 Musaceae

Musa paradisiaca Herba KD 4 5 810 Oxylidaceae

Averhoa balimbi Pohon LP 511 Pandanaceae

P. amarylifollius Perdu KD 10 12 10Bambusa sp. Pohon TB 80 95 95S.officinarum Perdu KD 5 4Gygantochloa apus Pohon TB 20

13 RuscaceaeSansiviera trifaciata Perdu KD 5 4

14 SapindaceaeNephelium lapaceum Pohon LP 5

Keterangan: LP = lobang pohon KB = Kelopak bungaLA = lobang akar LB = Lobang buahKD = kelopak daun TG = Tunggul bambuLamsel= Lampung Selatan Balam = Bandar lampung

Page 7: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Diversitas Phytotelmata di Beberapa ... / 4

Hasil pengamatan pada beberapa wilayah

endemis DBD di Provinsi Lampung

ditemukan 14 famili tumbuhan phytotelmata

yaitu: Araceae, Arecaceae, Asparagaceae,

Bromeliaceae, Costaceae, Euphorbiaceae,

Gnetaceae, Malvaceae, Oxylidaceae,

Musaceae, Oxylidaceae, Pandanaceae,

Poaceae, Ruscaceae, dan Sapindaceae,

serta 18 jenis tumbuhan yang tergolong

phytotelmatan, jenis-jenis tumbuhan

tersebut adalah: Alocasia indica, Alocasia

cupra, Colocasia esculenta ,Cocos nucifera,

Dracaena fraggrans, Ananas comosus,

Costus speciosus, Havea brasiliensis,

Gnetum gnemon, Hibiscus tiliaceus, Musa

paradisiaca, Averhoa balimbi, Pandanus

amarylifollius, Bambusa sp., Sacharum

officinarum, Gygantochloa apus, Sansiviera

trifaciata, Nephelium lapaceum.

Pengamatan terhadap tipe phytotelmata

ditemukan enam tipe phytotelmata dari ke-

tiga lokasi pengamatan yaitu: tipe kelopak

daun (KD), lobang akar (LA), lobang pohon

(LP), kelopak bunga (KB), lobang buah (LB)

dan tunggul bambu (TG). Tipe phytotelmata

yang paling banyak ditemukan adalah tipe

kelopak daun sebanyak sembilan tipe pada

sembilan jenis phytotelmata; tipe lobang

pohon sebanyak empat tipe pada enam jenis

phytotelmata; tipe kelopak bunga satu jenis

phytotelmata; tipe lobang akar pada satu

jenis phytotelmata; tipe lobang buah satu

jenis phytotelmata dan tipe tunggul bambu

sebanyak dua tipe.

Untuk hasil pengukuran volume genangan air

pada phytotelmata di peroleh hasil yang

bervariasi pada setiap jenis phytotelmata.

Tetapi pada jenis phytotelmata Cocos

nucifera dan Bambusa sp. volume genangan

airnya lebih banyak dibandingkan jenis

phytotelmata lainnya.

DISKUSIHasil pengamatan terhadap jumlah

phytotelmata yang berasal dari tiga lokasi

penelitian (Tabel.1) terdapat 14 famili dan

18 jenis phytotelmata. Namun bila dilihat dari

setiap lokasi, Lampung Selatan merupakan

lokasi yang paling banyak ditemukan jenis

phytotelmatanya yaitu 18 jenis yang terdiri

dari: Alocasia indica, Alocasia cupra,

Colocasia esculenta, Cocos nucifera,

Dracaena fraggrans, Ananas comosus,

Costus speciosus, Havea brasiliensis,

Gnetum gnemon, Hibiscus tiliaceus, Musa

paradisiaca, Averhoa balimbi, Pandanus

amarylifollius, Bambusa sp., Sacharum

officinarum, Gygantochloa apus, Sansiviera

trifaciata, Nephelium lapaceum.

Di Bandar Lampung ditemukan 10 jenis yang

terdiri dari: Alocasia indica, Alocasia cupra,

Cocos nucifera, Dracaena fraggrans, Ananas

comosus, Costus speciosus, Musa

paradisiaca, Pandanus amarylifollius,

Sacharum officinarum, Nephelium lapaceum.

Sedangkan di Kota Metro ditemukan

sebanyak sembilan jenis phytotelmata yang

terdiri dari: Alocasia indica, Alocasia cupra,

Dracaena fraggrans, Ananas comosus,

Page 8: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

5 / Jurnal Bologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Yulianty

Costus speciosus, Musa paradisiaca,

Pandanus amarylifollius, Bambusa sp.,

Sacharum officinarum.

Secara keseluruhan jenis phytotelmata yang

ditemukan pada penelitian ini, masih

berada di bawah hasil penelitian yang

dilaporkan Rosa (2012) di Sumatera Barat,

yaitu sebanyak 21 jenis phytotelmata.

Sedangkan menurut Fish (1983) lebih 1500

jenis, 60 genera dan 29 famili tumbuhan yang

tergolong phytotelmata. Adanya perbedaan

ini mungkin disebabkan karena lokasi

pengambilan sampel yang tidak terlalu luas

hanya disekitar pemukiman, di mana jenis

dan jumlah tumbuhannya sangat terbatas,

sedangkan penelitian di Sumatera Barat

pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi

meliputi pemukiman, perkebunan dan hutan

yang arealnya lebih luas. Adanya perbedaan

jenis lokasi dan luas areal akan berpengaruh

terhadap jumlah dan jenis phytotelmata yang

ditemukan.

Bila dilihat jumlah famili (Tabel 1.) ditemukan

14 famili phytotelmata dari ketiga lokasi, bila

dibandingkan dengan hasil penelitian Kitcing

(2009) ditemukan sekitar 25 famili

tumbuhan yang tergolong phytotelmata yang

terdapat di alam. Hal ini diduga mungkin

juga disebabkan karena kurang luasnya

lokasi pengambilan sampel sehingga

berpengaruh terhadap jumlah famili

phytotelmata yang ditemukan

Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata

dari hasil penelitian ditemukan sebanyak

enam tipe yang terdiri dari: tipe kelopak daun

(KD), lobang akar (LA), lobang pohon (LP),

kelopak bunga (KB), lobang buah (LB) dan

tunggul bambu (TG). Dari hasil ini tipe yang

ditemukan sudah bervariasi tidak terlalu jauh

berbeda dengan hasil deskripsi yang

dikemukan Kitching (1971). Dalam deskripsi

tipe phytotelmata menurut Kitching (1971)

ada tujuh kriteria tipe phytotelmata yaitu

kelopak bunga, kelopak daun, lobang buah,

lobang pohon, tunggul bambu, tanaman kendi

(pitcher plant), bagian tanaman yang lepas.

Hasil pengukuran terhadap volume genangan

air yang tertampung pada bagian tubuh

phytotelmata dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa di Lampung Selatan

volume air yang paling banyak ditemukan

pada phytotelmata jenis Bambusa sp.

sebanyak 80ml dan Cocos nucifera 50 ml.

Demikian juga dengan yang di Bandar

Lampung juga ditemukan pada jenis

phytotelmata yaitu Cocos nucifera dan

Bambusa sp. dengan masing-masing volume

air sebanyak 60ml dan 95ml, sedangkan di

Metro hanya pada Bambusa sp. sebanyak 95

ml.

Data volume air ini menunjukkan bahwa

banyaknya genangan air pada phyitotlmata

sangat terkait dengan tipe phytotelmatanya.

Cocos nucifera adalah termasuk tipe lobang

buah dan Bambusa sp. termasuk tipe tunggul

Page 9: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Diversitas Phytotelmata di Beberapa ... / 6

bambu, kedua tipe ini bila diamati sangat

berpotensi menampung jumlah genangan air

lebih banyak dibandingan dengan tipe

phytotelmata lainnya seperti tipe seperti

kelopak daun. Hal ini mungkin disebabkan

karena tipe lobang buah dan tunggul bambu

secara morfologi mempunyai bentuk yang

berbeda di mana desain ruang tempat

penampungan genangan airnya yang lebih

luas, dalam, seperti tabung sehingga,

mampu mempertahankan volume air dalam

waktu yang lebih lama dibandingan tipe

phytotelmata lain.

Tetapi secara umum jumlah volume air yang

tertampung pada phytotelmata pada

penelitian jauh lebih sedikit. Sedikitnya

volume air yang tertampung diduga terkait

dengan waktu pengambilan sampel yaitu

bulan Juni – Agustus yang termasuk musim

kemarau sehingga curah hujan sangat

rendah. Kondisi ini sangat berpengaruh

terhadap volume genangan air pada

phytotelmata, karena genangan air yang

terdapat pada phytotelmata selain berasal

dari tumbuhan itu sendiri, juga berasal dari

air hujan yang masuk. Hal ini yang

menyebabkan tumbuhan phytotelmata

berpotensi sebagia tempat perindukan dari

berbagai jenis serangga termasuk beberapa

jenis nyamuk vektor Demam Berdarah

Dengue.

KESIMPULANDari hasil penelitian yang telah dilakukan ini

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keanekaragaman phytotelmata yang

ditemukan di beberapa wilayah endemis

DBD di provinsi Lampung hasil dari

identifikasi ditemukan 14 famili yaitu:

Araceae, Arecaceae, Asparagaceae,

Bromeliaceae, Costa-ceae,

Euphorbiaceae, Gnetaceae, Mal-vaceae,

Oxylidaceae, Musaceae, Oxy-lidaceae,

Pandanaceae, Poaceae, Rus-caceae,

dan Sapindaceae, yang ter-masuk

kriteria phytotelmata ada 18 jenis

tumbuhan yang terdiri dari: Alocasia

indica, Alocasia cupra, Colo-casia

esculenta, Cocos nucifera, Dracaena

fraggrans, Ananas comosus, Costus

speciosus, Havea brasiliensis, Gnetum

gnemon, Hibiscus tiliaceus, Musa

paradisiacal, Averhoa balimbi, Pandanus

amarylifollius, Bambusa sp., Sacharum

officinarum, Gygantochloa apus,

Sansiviera trifaciata, dan Nephelium

lapaceum.

2. Tipe phytotelmata dari ke tiga lokasi yaitu

tipe kelopak daun (KD), lobang akar (LA),

lobang pohon (LP), kelopak bunga (KB),

lobang buah (LB) dan tunggul bambu

(TG).

3. Volume genangan air yang paling banyak

ditemukan pada tipe lobang buah yaitu

jenis Cocos nucifera dengan kisaran

volume air sebanyak 50-60 ml; tipe

tunggul bambu yaitu pada jenis

Bambusa sp., dengan kisaran volume air

sebanyak 80-95 ml

Page 10: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

7 / Jurnal Bologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Yulianty

DAFTAR PUSTAKACorner,E.J.H., K Watanabe. 1969. Ilustrated

Guide to Tropical Plants. HirokawaPublishing Company Inc. Tokyo.

Fish,D1983. Phytotelmata flora and Fauna.In: Phytotelmata teresterial plantsashostfor aquatic insect. Frank,J.H&L.P. Launibos (eds). Plexus.Medford, pp: 161 -190.

Greeney, H. F. 2001. The Insects of Plant-Held Waters: A Review andBibliography, Department ofEntomology. Journal of TropicalEcology. 17: 241 - 260.

Kitching, R. L. 1971. An Ecology study afwater filled tree-holes and theirposition in them woodlandecosystem. Journal of AnimalEcology 40:281-302

Kitching, R. L. 2009. Food Webs andContainer Habitats : The Naturalhistory anad Ecology of phytotelmata.Auatralian School of EnvironmentalStudies, Grifith University. CambridgeUniversity Press.

Mogi, M. 2004. Phytotelmata: hiddenfreshwater habitats supporting uniquefaunas eds Freshwater invertebtrate ofthe Malaysia on region. Kuala LumpurMalaysia Academy of SciencesMalaysia 13-22.

Profil Lampung. 2011. Letak GeografisLampung.www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/18/lampung

Rosa, E. Dahelmi, S.Salmah danSyamsuardi. 2012. Jenis dan TipePhytotelmata sebagai PerindukanAlami Nyamuk di Beberapa Lokasi diSumatera Barat. Prosiding NasionalSains Matematika Informatika danAplikasinya III (SN-SMIAP).

Rosa, E. S.Salmah dan Syamsuardi .2013.Komposisi dan Struktur Larva Dipterapada Phytotelmata di Daerah EndemisDemam Berdarah Dengue (DBD).Seminar Nasional dan RapatTahunan BKS-PTN Bidang MIPA(SEMIRATA) BKS Barat. UniversitasLampung

Van Steenis .2006. Flora. Penerbit. PradnyaParamita. Jakarta.

Woong, K. M. 2004. Bamboo the AmazingGrass: A Guide tothe diversity andstudy of bamboos in Southeast Asia.International Plant Genetic ResoursesIntitute (IPGRI) and University ofMalaya.

Widjaya, E.A .2001. Identikit Jenis-jenisBambu di Kepulauan Sunda Kecil.Pusat Penelitian PengembanganBiologi. Balai Penelitian Botani-Herbarium Bogoreinse. Bogor,Indonesia.

Page 11: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Diversitas Phytotelmata di Beberapa ... / 8

Page 12: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIANEKSTRAK ETANOL RIMPANG TEKI (Cyperus rotundus L.)

SPINAL STRUCTURES OF MICE FETUS (Mus musculus L.) AFTER TREATED BYRHIZOME ETHANOL EXTRACT (Cyperus rotundus L.)

Etika Julitasari1*, Nuning Nurcahyani1, Hendri Busman1

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1, Bandar Lampung, 35145

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Cyperus rotundus adalah rumput-rumputan yang tumbuh di berbagai habitat, digunakan dalam pengobatantradisional karena dapat menormalkan siklus menstruasi, menghambat fertilisasi dan implantasi sehinggaproses kehamilan sulit terjadi dan jika terjadi akan menyebabkan keliainan fetus. Rimpang teki mengandungalkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, seskuiterpen dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh ekstrak etanol rimpang teki pada berat dan panjang fetus, serta struktur tulang belakang fetus.Percobaan dilakukan selama November 2015-Januari 2016 di Laboratorium Zoologi untuk pemeliharaan danperlakuan hewan uji mencit (Mus musculus L.) dan di Laboratorium Kimia Organik untuk pembuatan ekstraketanol rimpang teki. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.Perlakuan pemberian dosis ekstraks etanol rimpang teki teridiri dari: kontrol diberi 0,4 ml aquabides ( A), 45mg dalam 0,4 ml aquabides (B), 90 mg dalam 0,4 ml aquabides (C), dan 135 mg dalam 0,4 ml aquabides (D).Ekstrak etanol rimpang teki diberikan pada mencit hamil pada hari ke 6-17 kehamilan secara oralmenggunakan sonde lambung. Berat dan panjang fetus dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNTpada taraf α = 5%. Struktur tulang belakang fetus dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkanbahwa rata-rata berat fetus yang diberi perlakuan menurun dibandingkan dengan kontrol, yaitu: 1,746 gram(A), 1,599 gram (B), 1,386 gram (C), dan 1,524 gram (D). Panjang rata-rata fetus yang diberi perlakuanmeningkat dibandingkan dengan kontrol, yaitu : 2,84 cm (A), 2,95 cm (B), 3,22 cm (C), dan 3,13 cm (D).Diduga ekstrak rimpang teki mengandung zat aktif yang bersifat sitotoksik bagi fetus mencit. Ekstrak rimpangteki tidak menyebabkan kelainan pada struktur tulang belakang fetus. Hal ini diduga karena ekstrak rimpangteki juga mengandung kalsium sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan tulang.

Kata kunci: Cyperus rotundus, rimpang, Mus musculus, fetus, struktur tulang belakang

ABSTRACTCyperus rotundus is a nut grass that grows in a variety of habitats. The C. rotundus rhizome is used intraditional medicine because it can normalize the menstrual cycle, inhibiting fertilization, and implantation sothe process of pregnancy is difficult to occur and if a pregnancy occurs will cause fetal abnormalities. The nutgrass rhizomes contain alkaloids, flavonoids, tannins, glycosides, sesquiterpenes and saponins. This researchwas conducted to observe the effect of C. rotundus nut grass rhizome ethanol extract on weight, length, andspinal structures of fetus. The experiments conducted during November 2015-January 2016 at the Laboratoryof Zoology for maintenance and treating the test animals, mice (Mus musculus L.) and in Organic ChemistryLaboratory to prepare the extract ethanol of C. rotundus rhizome. This experiment used a completelyrandomized design with 4 treatments and 5 replications. The treatment dose of ethanol extract of C. rotundusrhizomes C consists of: control (A) 0.4 ml aquabidest, 45 mg extract in 0.4 ml aquabidest (B), 90 mg extract in0.4 ml aquabidest (C), and 135 mg extract in 0 , 4 ml aquabidest (D). Nut grass rhizome ethanol extract wasgiven to mice pregnant on 6-17 days of pregnancy orally using a stomach sonde The weight and length offetuses analyzed using ANOVA and followed by LSD test at level α = 5%. Fetal spinal structures wereanalyzed descriptively. The results showed that the average weight of fetuses treated decreased comparedwith controls, namely: 1,746 grams (A), 1.599 grams (B), 1.386 grams (C), and 1.524 gram (D). The averagelength of fetuses treated increased compared with controls, ie: 2.84 cm (A), 2.95 cm (B), 3.22 cm (C), and 3.13cm (D). This is presumably C. rotundus rhizome extract contained active substances that are cytotoxic to themice fetus. C. rotundus rhizome ekstract does not cause abnormalities in spinal structures of fetus. This ispresumably because C. rotundus rhizome extract contain calcium so that it can sustain the growth anddevelopment of bones.

Keyword: Cyperus rotundus, rhizome, Mus musculus, fetus, spinal structures

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 9-16ISSN : 2338-4344

Page 13: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Tulang Belakang Fetus ... / 10

PENDAHULUAN

Rumput teki (Cyperus rotundus L.) merupakan

tumbuhan liar yang hidup di berbagai tempat

terbuka sehingga termasuk sebagai gulma

(Dalimartha, 2009). Masyarakat di berbagai

daerah di Indonesia telah memanfaatkan rumput

teki sebagai obat tradisional. Bagian rimpang

digunakan untuk pengobatan karena memiliki

khasiat sebagai antibakteri, obat peluruh haid

dan kontrasepsi, menghambat penetrasi

sperma, menghambat fertilisasi dan implantasi,

sehingga proses kehamilan sulit terjadi dan

apabila terjadi maka kemungkinan fetus akan

mengalami kecacatan (Winarno dan Sundari,

1997).

Komponen aktif dalam rimpang teki adalah

seskuiterpen dan berbagai bahan kimia yaitu

alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida, dan

saponin (Subhuti, 2005). Dengan adanya

berbagai zat kimia tersebut maka dilakukan

penelitian mengenai uji teratogenik dari ekstrak

rimpang teki untuk mengetahui ada atau

tidaknya kelainan pada fetus hewan uji berupa

mencit (Mus musculus L.). Pada penelitian ini

dilakukan pengamatan terhadap penurunan

berat badan dan panjang fetus, serta kelainan

pada struktur tulang belakang fetus mencit,

dimana proses pembentukan dan

perkembangan tulang (osifikasi) pada fetus

mencit terjadi pada hari kehamilan ke-11 sampai

ke-17 sehingga pada masa itu sangat rentan

terhadap senyawa teratogen (Rugh, 1968).

BAHAN DAN METODEAlat dan BahanAlat- yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kandang mencit beserta penutup yang terbuat

dari kawat sebanyak 20 unit, wadah pakan

mencit, botol minum mencit, sonde lambung

yang dihubungkan dengan alat suntik,

mikropipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi,

erlenmeyer, gelas ukur, seperangkat alat bedah,

kertas label, kamera tipe SM-J500G, botol film,

jangka sorong, dan timbangan digital.

Bahan yang digunakan adalah 20 ekor mencit

betina dan 20 ekor mencit jantan berumur 3-4

bulan dengan berat sekitar 40 gram, sekam

padi, pelet, air minum mencit, ekstrak rimpang

teki, aquabides, kloroform, kapas, alkohol 90%,

larutan KOH 1%, larutan Alizarin Red, dan

alkohol 70%.

Cara Kerja1. Persiapan kandang dan hewan uji

Kandang mencit beserta penutupnya

sebanyak 20 unit dibersihkan dengan

alkohol dan diberi alas berupa sekam padi.

Mencit kemudian diaklimatisasi selama 1

minggu dengan diberi pakan berupa pelet

dan air minum setiap harinya.

2. Persiapan dan Pembuatan EkstrakRimpang TekiPembuatan ekstrak rimpang teki dengan

metode maserasi. Rimpang teki

dibersihkan, dicuci, dan dijemur hingga

kering kemudian digiling hingga menjadi

serbuk. Dilakukan maserasi dengan cara

merendam 500 gram serbuk rimpang teki

Page 14: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

11 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Etika Julitasari

dalam 2 liter larutan etanol selama 24 jam.

Kemudian disaring menggunakan kertas

saring. Cairan hasil saringan tersebut lalu

dipekatkan menggunakan alat rotary

evaporator selama 4 jam dengan suhu 50oC

dan tekanan 120 atm.

3. Pemberian PerlakuanSatu ekor mencit betina disatukan secara

alami dengan satu ekor mencit jantan ke

dalam satu kandang dan diberi pakan

berupa pelet dan air minum. Pada pagi hari

dilakukan pengamatan di daerah vagina

pada mencit betina. Apabila ditemukan

sumbat vagina, maka mencit dinyatakan

telah melakukan kopulasi dan dihitung

sebagai kehamilan hari ke-0 (Silvia, 2011).

Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5

kali pengulangan. Pemberian ekstrak

rimpang teki dilakukan dengan cara dicekok

(secara oral) menggunakan alat sonde

lambung mulai dari kehamilan hari ke 6

sampai ke 17 dengan dosis:

1. Kontrol, diperlakukan dengan diberi 0,4

ml aquabides (A)

2. Dosis 45 mg dalam 0,4 ml aquabides (B)

3. Dosis 90 mg dalam 0,4 ml aquabides (C)

4. Dosis 135 mg dalam 0,4 ml aquabides

(B)

4. PengamatanPada kehamilan hari ke 18 mencit dibedah

dan fetus dikeluarkan dari uterus, kemudian

dibersihkan dengan air mengalir dan

dilakukan penimbangan berat badan dan

pengukuran panjang fetus. Selanjutnya

dikeluarkan organ dalam fetus dan dilakukan

preparasi tulang belakang fetus dengan

pewarna Alizarin Red. Pembuatan larutan

Alizarin Red dengan cara menambahkan 6

mg bubuk Alizarin Red ke dalam 1 liter

larutan KOH 1% (Manson et al., 1982).

Pengamatan struktur tulang belakang fetus

dilakukan secara deskriptif untuk melihat

ada atau tidaknya kelainan dibandingkan

dengan fetus normal (kontrol).

5. Analisis dataData hasil penelitian berupa anatomi tulang

belakang fetus dianalisis secara deskriptif.

Panjang dan berat fetus dianalisis

menggunakan Analisis Ragam (ANARA).

Apabila terdapat perbedaan yang nyata,

maka akan dilakukan uji lanjut dengan uji

beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Berat Badan dan Panjang Fetus

Pada kehamilan hari ke 18, induk mencit

dibedah dan fetus dikeluarkan dari uterus.

Data berat badan fetus mencit disajikan pada

Gambar 1.

Gambar 1. Penurunan berat badan fetus setelahpemberian ekstrak rimpang teki. Angkayang diikuti huruf superskrip berbedamenunjukkan beda nyata berdasarkan ujiBNT 5%

1,746a1,599ab

1,386b 1,524b

00,5

11,5

2

Kontrol (A) Dosis 45 mg(B)

Dosis 90 mg(C)

Dosis 135 mg(D)

Ber

at (g

ram

)

Perlakuan

Page 15: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Tulang Belakang Fetus ... / 12

Berdasarkan Gambar 1, rata-rata berat

badan fetus mencit yang diberi perlakuan

mengalami penurunan berat badan apabila

dibandingkan dengan fetus yang tidak diberi

perlakuan (kontrol). Setelah dilakukan

analisis varian dengan taraf signifikasi 5%,

menunjukkan hasil yang signifikan dan uji

lanjut menggunakan BNT dengan taraf 5%

menunjukkan adanya perbedaan nyata

antara kontrol dengan perlakuan dosis 90 mg

(C) dan perlakuan dosis 135 mg (D), namun

tidak ada perbedaan nyata antara kontrol

dengan perlakuan dosis 45 mg (B) dan antar

perlakuan B, C, dan D. Data panjang fetus

mencit disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertambahan panjang badan fetussetelah pemberian ekstrak rimpang teki.Angka yang diikuti huruf superskripberbeda menunjukkan beda nyataberdasarkan uji BNT 5%

Berdasarkan Gambar 2, rata-rata panjang

fetus mencit yang diberi perlakuan

mengalami penambahan panjang badan

apabila dibandingkan dengan fetus yang

tidak diberi perlakuan (kontrol). Setelah

dilakukan analisis varian dengan taraf

signifikasi 5% dan uji lanjut menggunakan

BNT dengan taraf 5% menunjukkan adanya

perbedaan nyata antara kontrol dengan

perlakuan C, kontrol dengan perlakuan D,

perlakuan B dengan perlakuan D, namun

tidak ada perbedaan nyata antara kontrol

dengan perlakuan B, perlakuan B dengan D,

serta perlakuan C dengan D.

2. Tulang Belakang FetusFetus mencit yang sudah dikeluarkan dari

uterus dan dibersihkan organ dalamnya

kemudian dilakukan preparasi tulang

belakang fetus menggunakan larutan

Alizarin Red.

(a) (b)

(c) (d)Gambar 3. Fetus dari perlakuan ekstrak etanol (a)

Kontrol, (b) dosis 45 mg, (c) Dosis 90 mg,(d) Dosis 135 mg.

Berdasarkan Gambar 3, pengamatan

terhadap tulang belakang fetus mencit

dilakukan dengan cara mengamati struktur

2,84a2,95a

3,22b3,13bc

2,62,833,23,4

Kontrol (A) Dosis 45mg (B)

Dosis 90mg (C)

Dosis 135mg (D)

Panj

ang

(cm

)

Perlakuan

Page 16: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

13 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Etika Julitasari

tulang belakang fetus meliputi servikalis,

torakalis, dan lumbalis. Setelah

dibandingkan antara tulang belakang fetus

normal dan yang diberi perlakuan, tidak

ditemukan adanya kelainan pada tulang

belakang pada semua tingkatan dosis.

Pembahasan1. Berat Badan dan Panjang Fetus

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan

terhadap berat badan fetus. Berat badan

merupakan parameter penting untuk

mengetahui efek teratogenik suatu senyawa

terhadap fetus hewan uji yang ditandai

dengan penurunan berat badan fetus (Wilson

dan Warkany, 1965 dan Setyawati, 2009).

Pada penelitian ini, berat badan fetus yang

tidak diberi perlakuan (kontrol) lebih rendah

dibandingkan fetus yang diberi perlakuan

ekstrak rimpang teki

Penurunan berat badan fetus adalah efek

dari pemberian ekstrak rimpang teki pada

fase organogenesis sehingga menyebabkan

kelainan berupa berat badan yang tidak

normal. Berat badan yang tidak normal

terjadi karena senyawa teratogen pada

ekstrak rimpang teki mempengaruhi

proliferasi sel, sehingga terjadi hambatan

pada sintesis asam nukleat, protein, atau

polisakarida (Wilson, 1973 dan Siburian dan

Marlinza, 2009).

Pada saat fetus, sel-sel tubuh mampu

membelah dengan cepat sehingga sangat

rentan terhadap senyawa yang bersifat toksik

yang diberikan kepada induk mencit saat

kehamilan. Hal itu dapat terjadi karena

ekstrak yang diberikan kepada induk mencit

akan berpindah ke fetus melalui plasenta,

yaitu melalui jalan yang sama yang dilalui

oleh zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan fetus

(Suryawati, 1990 dan Muna dll., 2011).

Ekstrak rimpang teki mengandung komponen

aktif yaitu α-cyperone, β-selinene, cyperene,

cyperotundone, patchoulenone, sugeonol,

kobusone, dan isokobusone serta berbagai

bahan kimia yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,

pati, glikosida, dan saponin (Subhuti, 2005).

Berbagai senyawa yang terkandung dalam

ekstrak rimpang teki membuat ekstrak

rimpang teki memiliki efek sitotoksik (Lawal

dan Adebola, 2009). Dengan adanya efek

sitotoksik dari ekstrak rimpang teki ini

dimungkinkan dapat menyebabkan kematian

beberapa sel sehingga menyebabkan berat

badan fetus yang diberi perlakuan lebih

rendah dibandingkan dengan kontrol.

Pertambahan panjang fetus dipengaruhi oleh

hormon pertumbuhan yang akan

mempengaruhi metabolisme protein,

elektrolit, karbohidrat, dan lemak. Sekresi

hormon pertumbuhan dikontrol oleh

hipotalamus dengan cara mensekresi Growth

Hormone-Releasing Hormone (GHRH) dan

Growth Hormone-Inhibiting Hormone (GHIH)

ke dalam darah yang akan mempengaruhi

sel-sel tubuh dalam memproduksi hormon

Page 17: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Tulang Belakang Fetus ... / 14

pertumbuhan. Pertambahan panjang badan

fetus yang diberi perlakuan tersebut diduga

karena kerja hipotalamus dalam mensekresi

GHRH dan GHIH terganggu oleh adanya

alkaloid, flavonoid, dan saponin dalam

ekstrak rimpang teki yang merupakan

xenobiont (zat asing dalam tubuh)

(Widyastuti dll., 2006).

2. Tulang Belakang FetusPengamatan terhadap tulang belakang fetus

dilakukan secara visual dengan memban-

dingkan tulang belakang fetus kontrol

dengan fetus yang diberi perlakuan. Pada

fetus normal (kontrol) terdapat 7 tulang

servik, 13 tulang thorak, 6 tulang lumbalis, 6

tulang sakral, dan 2 atau 3 tulang kaudal

(Sukandar dll., 2008). Setelah dibandingkan

dengan fetus normal, pada fetus yang diberi

perlakuan tidak ditemukan adanya kelainan

pada tulang belakang fetus pada tingkatan

dosis.

Terdapat 3 cara untuk mengetahui pertum-

buhan dan perkembangan skeleton, yaitu

jumlah komponen skeleton dan tingkat

osifikasinya (sempurna atau tidaknya proses

osifikasi), dan ada atau tidaknya kelainan

dalam pembentukan skeleton. Berdasarkan

hasil pengamatan pada penelitian ini

menunjukan bahwa tidak terdapat kelainan

pada struktur tulang belakang fetus mencit

setelah diberi perlakuan ekstrak rimpang teki.

Hal ini diduga karena di dalam ekstrak

rimpang teki mengandung kalsium sebanyak

(16,40 ± 0,32) mg/100 g. Menurut Dewoto

(2007), nutrisi yang paling penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan tulang

adalah kalsium. Kalsium memegang dua

peranan fisiologis penting di dalam tubuh. Di

dalam tulang, garam-garam kalsium

berperan pada proses kalsifikasi, sehingga

tulang menjadi keras. Pengerasan tulang

berfungsi untuk menopang berat badan.

Sedangkan di dalam cairan ekstraseluler dan

sitosol, kalsium berperan pada berbagai

proses biokimia tubuh dalam bentuk ion-ion

kalsium (Setiyohadi, 2009).

Tidak terjadinya kelainan struktur tulang

belakang pada fetus setelah diberi perlakuan

ekstrak rimpang teki juga disebabkan oleh

fetus yang sedang tumbuh mengambil

prioritas dari banyaknya jenis nutrisi dalam

cairan induk sehingga tulang fetus dapat

terus tumbuh dan berkembang. Hal ini

berhubungan dengan fungsi plasenta

sebagai tempat penyimpanan nutrisi bagi

fetus. Plasenta menyimpan sejumlah besar

nutrisi seperti kalsium, besi, protein, dan

glukosa yang digunakan untuk pertumbuhan

fetus. Selain plasenta, sebagian kalsium

juga disimpan dalam tubuh induk seperti

pada gigi dan tulang. Apabila kebutuhan

kalsium fetus berkurang maka simpanan

kalsium pada tulang dan gigi inilah yang akan

dimobilisasi untuk osifikasi tulang pada fetus

(Guyton, 1990).

Page 18: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

15 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Etika Julitasari

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil

kesimpulan bahwa pemberian ekstrak rimpang

teki pada mencit hamil memberikan pengaruh

menurunkan berat badan fetus dan menambah

panjang fetus mencit. Namun, tidak menyebab-

kan kelainan pada struktur tulang belakang fetus

mencit.

SaranPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

zat atau kandungan spesifik dalam ekstrak

rimpang teki yang dapat menyebabkan efek

teratogen terhadap fetus mencit.

DAFTAR PUSTAKADalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia Jilid 6. Pustaka Bunda. Jakarta.p 157

Dewoto, H.R. 2007. Farmakologi dan Terapi:Vitamin dan Mineral Edisi 5. Balai PenerbitFK UI. Jakarta.

Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran.Terjemahan Dharrna, A., dan P.,Lukmanto. EGC. Jakarta.

Lawal, O.A. dan Adebola, O.O. 2009. ChemicalComposition of The Essential Oils ofCyperus rotundus L. from South Africa.Journal Molecules. 14 (150). pp 2909-2917.

Manson, J.M., Zenick, H., and Costlow, R.D.1982. Teratology Test Method forLaboratory Animals. Ravent Press. NewYork.

Muna, L., Astirin, O.P., dan Sugiyarto. 2011. UjiTeratogenik Ekstrak Pandanus conoideusvarietas buah kuning TerhadapPerkembangan Embrio Tikus Putih(Rattus norvegicus). NusantaraBioscience. 2. pp 126-134.

Rugh, R. 1968. The Mouse : Its Reproductionand Development. New York. BurgerPublishing Company. p 20

Setiyohadi, B. 2009. Peran Kalsium dan VitaminD Pada Metabolisme Tulang. SubbagianReumatologi, Bagian Ilmu Penyakit DalamFKUI/RSCM. Jakarta.

Setyawati, I. 2009. Penampilan Reproduksi DanPerkembangan Skeleton Fetus MencitSetelah Pemberian Ekstrak Buah NanasMuda. Jurnal Veteriner. 12 (3). pp 192-199.

Siburian, J. dan Marlinza, R. 2009. EfekPemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi(Eurycoma Longifolia Jack) Pada TahapPrakopulasi Terhadap Fertilitas Mencit(Mus Musculus L.) Betina. Biospesies. 2(2). pp 24-30.

Silvia, G.A. 2011. Pengaruh PemberianSuspensi Sari Akar Manis TerhadapPerkembangan Janin Pada MencitBunting. (Skripsi). FMIPA UniversitasIndonesia. Jakarta. p 14-15.

Subhuti, D. 2005. Cyperus Primary OilRegulating Herb of Chinese Medicine.Institute For Traditional Medicine. OregonPortland. p 2.

Sukandar, E.Y., Fidrianny, I., dan Garmana,A.N. 2008. Pengaruh Kombinasi EkstrakUmbi Lapis Bawang Putih dan EkstrakRimpang Kunyit Tehadap Janin MencitSwiss-Webster. JKM. 8(1). pp 36-44.

Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat PadaKehamilan. Laboratorium FarmakologiKlinik Fakultas Kedokteran UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta.

Page 19: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Tulang Belakang Fetus ... / 16

Widyastuti, N., Widiyani, T., dan Listyawati, S.2006. Efek Teratogenik Ekstrak BuahMahkota Dewa (Phaleria macrocarpa(Scheff.) Boerl.) pada Tikus Putih (Rattusnorvegicus L.) Galur Winstar.Bioteknologi. 3 (2). pp 56-62.

Wilson, J.G. 1973. Environment and BirthDefects. Academic Press. New York. pp.6-8.

Wilson, J.G. and Warkany, J. 1965. Teratology -Principles and Techniques. University ofChicago Press. Chicago and London. p16-18.

Winarno, W.M. dan Sundari, M. 1997. InformasiTanaman Obat Untuk KontrasepsiTradisional. Pusat Penelitian DanPengembangan Farmasi. BadanPenelitian Dan Pengembangan KesehatanDepartemen Kesehatan RI. Jakarta.

Page 20: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

17 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Faizatin Nadya Roza

EFEK TERATOGENIK EKSTRAK RIMPANG RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.)TERHADAP JUMLAH FETUS, PANJANG EKSTREMITAS DEPAN DAN BELAKANG,

SERTA MALFORMASI FETUS MENCIT (Mus musculus L.)

TERRATOGENITY EFFECT OF RHIZOME NUTGRASS (Cyperus rotundus L.) EXTRACTTOWARD FETUS NUMBER, ANTERIOR-POSTERIOR EXTREMITIES’ LENGTH, AND

MALFORMATION OF MICE FETUS (Mus musculus L.)

Faizatin Nadya Roza1*, Nuning Nurcahyani1, Hendri Busman1

1Jurusan Biologi, FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Rumput teki (C. rotundus) mengandung senyawa yang zat-zat aktif yang dapat mempengaruhi proseshormonal jika digunakan secara langsung sehingga dapat memberikan efek samping khususnya jikadikonsumsi oleh wanita hamil. Pada periode organogenesis, embrio sangat sensitif terhadap masuknyasuatu zat ke dalam tubuhnya. Penelitian yang dilakukan pada 23 Desember 2015 hingga 22 Januari 2016di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Lampung bertujuan untukmengetahui pengaruh teratogenik dari ekstrak rimpang rumput teki terhadap jumlah fetus, pertumbuhanpanjang ekstremitas depan dan belakang, serta malformasi (kecacatan) fetus mencit (M. musculus L.)secara anatomi. Dua puluh mencit betina dibagi menjadi 4 kelompok. Ekstrak diberikan secara oral padatiga kelompok perlakuan dengan dosis 45 mg/40 gBB (B); 90 mg/40 gBB (C); dan 135 mg/gBB (D),dalam 0,4 mL aquabides sedangkan satu kelompok tanpa ekstrak (A) sebagai kontrol. Perlakuandiberikan pada hari ke-6 samapai ke-13 kehamilan (periode organogenesis). Hasil menunjukkan bahwapemberian ekstrak rimpang rumput teki tidak mengurangi jumlah fetus yang dikandung namunmenyebabkan kematian pada beberapa fetus. Selain itu, ekstrak rimpang rumput teki tidak menghambatpertumbuhan panjang ekstremitas depan fetus tetapi menghambat pertumbuhan panjang ekstremitasbelakang fetus secara signifikan terhadap kontrol. Pemberian ekstrak rimpang rumput teki menyebabkanperbedaan panjang antara ukuran ekstremitas depan dan belakang kanan dibanding bagian kirinya sertamenyebabkan malformasi fetus dan salah satu induk mencit mati akibat pemberian ekstrak.

Kata Kunci: rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.), ekstremitas depan dan belakang,malformasi, mencit (Mus musculus L.)

ABSTRACT

Nutgrass contain compounds active substances that can affect hormonal processes if used directly sothat it may give side effects, especially if taken by pregnant women. In the period of organogenesis, theembryo is very sensitive to the inclusion of a substance into their body. This research has beenconducted from December 23rd, 2015 until January 22nd, 2016 in Zoology Laboratory and OrganicChemistry Laboratory Lampung University. It was done to examine the teratogenic effect from rhizomenutgrass (C. rotundus L.) toward fetus number, the growth of anterior and posterior extremities length,and other malformation of mice fetus (M. musculus L.) anatomically. Twenty female mice were randomlydivided into four groups. The extract was given orally to three treatment groups with dosage 45mg/40gBW (B); 90 mg/40grBW (C); and 135 mg/40grBW (D) in 0.4 ml aquabidest whereas one groupwithout extract as control. Treatment was given from day 6 to day 13 of gestation (organogenesis period).The results showed that giving rhizome nutgrass extract didn’t deduct the fetus number which gestatedbut caused the mortality to several fetuses. In addition, rhizome nutgrass extract didn’t obstruct thegrowth of anterior extremities fetus length but obstruct the growth of posterior extremities fetus lengthmarked by significant difference toward control groups. Giving rhizome nutgrass extract caused theanterior and posterior extremities have length differences between its right and its left as caused asmalformation existences to fetus and one of mice mother died because of giving extract.

Keyword: rhizome nutgrass extract (Cyperus rotundus L.), anterior-posterior extremities,malformation, mice.

PENDAHULUANIndonesia merupakan negara tropis yang

banyak ditumbuhi tanaman sebagai

sumber bahan obat. Masyarakat Indonesia

sudah menggunakan sumber bahan obat

dari alam sebagai obat tradisional dari

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 17-26ISSN : 2338-4344

Page 21: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang ... / 18

nenek moyang secara turun- temurun

(Agusta, 2001). Rumput teki merupakan

herba menahun yang tumbuh liar dan

kurang mendapat perhatian, padahal

tanaman ini merupakan tanaman yang

dapat dilihat di berbagai tempat. Ciri khas

dari tanaman ini adalah memiliki rimpang

yang ternyata memiliki banyak manfaat.

Menurut Murnah (1995), rimpang rumput

teki ini mengandung komponen-komponen

kimia antara lain minyak atsiri, alkaloid,

flavonoid, polifenol, resin, amilum tanin,

triterpen dan seskuiterpen. Tanaman

tersebut merupakan tanaman yang banyak

digunakan sebagai obat gangguan

menstruasi yang memberikan pengaruh

terhadap siklus haid. Bila ditinjau dari zat-

zat aktif yang terdapat pada tanaman

tersebut, bila digunakan sebagai obat

peluruh haid dan kontrasepsi secara

langsung dapat mempengaruhi proses

hormonal sehingga dapat memberikan

efek samping apabila dikonsumsi oleh

wanita hamil. Pada periode

organogenesis, embrio sangat sensitif

terhadap masuknya suatu zat ke dalam

tubuhnya. Ekstremitas depan dan

belakang mencit hampir mirip dengan

manusia. Perlunya dilakukan pengamatan

terhadap ekstremitas dikarenakan pada

saat periode organogenesis, ekstremitas

depan merupakan organ luar yang

pertama kali terbentuk. Sedangkan

pengamatan pada ekstremitas belakang

dilakukan sebagai perbandingan terhadap

ekstremitas depan. Sehingga penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh

teratogenik dari ekstrak rimpang rumput

teki (Cyperus rotundus L.) terhadap

pertumbuhan panjang ekstremitas depan

dan belakang fetus mencit (Mus musculus

L.) secara anatomi.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Kimia Organik, Jurusan Kimia FMIPA Unila

untuk pembuatan eksrtak rimpang teki dan

Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi

FMIPA Unila untuk tempat pemberian

perlakuan pada mencit dan pengamatann

pada 23 Desember 2015 hingga 22

Januari 2016.

Alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kandang mencit yang

berukuran 50x30 cm, tempat makan dan

minum mencit sebanyak 20 unit,

seperangkat alat bedah, sondae lambung,

kertas label, kertas millimeter blok, jangka

sorong, mikrometer sekrup, 20 ekor mencit

betina dan jantan yang berumur 3-4 bulan

dengan berat sekitar 40 gram, alkohol

96%, kapas, kloroform, makanan mencit,

aquabidest, aquadest, air dan ekstrak

rimpang rumput teki.

Persiapan Kandang dan Hewan UjiHewan uji diaklimatisasi selama 10 hari

dalam kondisi laboratorium Di dalam

kandang yang telah disiapkan,

ditempatkan satu ekor mencit jantan dan

satu ekor mencit betina serta diberi makan

dan air minum secukupnya setiap hari.

Pembuatan Ekstrak Rimpang RumputTekiRimpang rumput teki yang telah diperoleh

dibersihkan dan dijemur hingga kering; lalu

Page 22: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

19 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Faizatin Nadya Roza

digiling hingga menjadi serbuk. Serbuk

tersebut dibuat ekstrak dengan pelarut

ethanol dengan cara soklet. Ekstrak

dipekatkan menggunakan rotary

evaporator dengan suhu 35 oC dan

kecepatan 60 rpm selama 1 jam (Busman,

2013).

Pemberian PerlakuanDua puluh ekor mencit betina yang hamil

dibagi dalam empat kelompok yakni satu

kelompok sebagai kontrol dan tiga

kelompok lainnya adalah kelompok yang

diberi perlakuan. Masing-masing kelompok

terdiri dari lima ekor mencit sebagai

pengulangan.Pemberian ekstrak rimpang

rumput teki pada penelitian ini dilakukan

secara oral dengan menggunakan sondae

lambung untuk mempermudah masuknya

ekstrak ke dalam tubuh mencit betina yang

hamil melalui saluran pencernaan

sehingga ekstrak cepat masuk ke dalam

embrio melalui tali plasenta sehingga

persen pemberian ekstrak digunakan

adalah 1%. Dosis yang diberikan kepada

setiap mencit betina yang hamil adalah

terdiri dari empat kelompok dimana satu

kelompok kontrol diperlakukan dengan

diberi 0.4 ml aquabides (A), dan tiga

kelompok perlakuan diberikan dosis 45

mg/40 gBB (B), 90 mg/40 gBB (C), dan

135 mg/40 gBB (D) dalam 0,4 ml

aquabides.

LaparaktomiPada hari ke-18 kehamilan, semua mencit

betina yang hamil dimasukkan ke dalam

desikator. Laparaktomi dilakukan untuk

mengeluarkan fetus dengan cara

membedah pada bagian abdomen ke arah

atas sampai terlihat uterus yang berisi

fetus. Fetus kemudian dikeluarkan dengan

memotong uterus dan plasenta untuk

selanjutnya diamati. Fetus dari masing-

masing mencit dikeringkan dengan tissue

dan dihitung jumlah yang hidup dan mati,

serta diamati ada atau tidaknya kelainan

secara visual (Wilson dan Warkany (1975)

dalam Setyawati, 2009).

Fiksasi dan Pengamatan StrukturAnatomiSetelah diamati ada atau tidaknya

malformasi pada fetus mencit, dilakukan

pengamatan struktur anatomi pada

penelitian ini adalah dengan melihat dan

mengukur panjang penulangan

ekstremitas depan dan belakang fetus.

Pengukuran panjang dilakukan dengan

menggunakan kertas millimeter block dan

alat ukur berupa mikrometer sekrup untuk

mempertajam ketelitian ukuran panjang.

Analisis DataData yang diperoleh terdiri dari panjang

ekstremitas depan dan belakang yang

dianalisis secara statistik dengan

menggunakan ANOVA (analysis of variant)

dan diuji lanjut dengan menggunakan uji

BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf uji α

= 5%. Data jumlah fetus dan malformasi

yang ditemukan dianalisis secara

deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil penelitian, data yang

diperoleh terdiri dari jumlah fetus tiap

Page 23: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang ... / 20

kelompok, panjang ekstremitas depan dan

belakang fetus mencit baik kanan dan

kirinya, serta malformasi fetus.

Jumlah Fetus MencitTabel 1. Jumlah fetus mencit dari indukyang diinduksi ekstrak rimpang rumput teki

No. KelompokPerlakuan

JumlahInduk(Ekor)

Jumlah Fetus(Ekor)

Hidup Mati1 A 5 25 -2 B 5 24 -3 C 5 33 54 D 4 19 -

Ket.: rata-rata setiap induk melahirkan 49 ekoranak mencit. A: kontrol; B: dosis 45 mg;C: dosis 90 mg; D: dosis 135 mg.

Mangkoewidjojo dan Smith (1988)

menyatakan bahwa rerata jumlah anak

mencit yang lahir adalah 6 ekor, meskipun

mencit dapat melahirkan 15 ekor per

kelahiran. Pada penelitian ini, tanpa

membedakan kelompok perlakuan dan

kontrol, rata-rata tiap induk mencit

melahirkan 4-9 ekor anak. Ini sesuai

dengan pernyataan Mangkoewidjojo dan

Smith (1988) menyatakan bahwa rata-rata

jumlah anak yang dilahirkan induk mencit

adalah 6 ekor.

Besarnya jumlah anak yang dilahirkan

dipengaruhi oleh jenis hewan, umur induk,

musim kelahiran, makanan, faktor

persilangan genetik dan kondisi

lingkungan. Faktor lingkungan yang

sangat mempengaruhi jumlah kelahiran

antara lain kualitas dan kuantitas pakan

yang diberikan pada induk, musim kawin,

jumlah sel telur yang dihasilkan serta

tingkat kematian embrio yang sangat

berpengaruh terhadap jumlah anak yang

dilahirkan (Somala, 2006). Apabila hewan

kekurangan zat makanan pada saat

kehamilan, maka pengambilan zat

makanan oleh embrio yang sedang

tumbuh akan merusak badannya.

Kematian fetus dalam uterus atau

kelahiran anak yang lemah dapat terjadi.

Jumlah fetus hidup menurun dengan

meningkatnya dosis ekstrak yang

diberikan. Kematian fetus tidak terjadi

pada setiap induk karena kemampuan

yang berbeda dari masing-masing induk

dalam memetabolisir ekstrak rimpang

rumput teki (Setyawati, 2009). Diduga

fetus yang mati sejak dalam kandungan

belum selesai mengalami perkembangan

sehingga memiliki ukuran lebih kecil

dibanding fetus yang lahir dalam keadaan

hidup. Selain ukurannya yang lebih kecil

dibandigkan dengan fetus yang hidup,

kemampuan untuk tumbuh dan

berkembang menjadi semakin lemah

karena tingginya dosis ekstrak rimpang

rumput teki yang diberikan. Akibat dari

tingginya dosis ekstrak rimpang rumput

teki yang diberikan, terdapat terdapat 1

ekor induk yang mati sebelum saat

kelahiran atau pembedahan pada

kelompok dosis 135 mg/0.4 ml aquabidest.

Page 24: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

21 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Faizatin Nadya Roza

Ekstremitas Depan Fetus MencitTabel 2. Rata-rata panjang ekstremitas depan fetus mencit

No. KelompokPerlakuan

Panjang Ekstremitas Depan Fetus MencitKanan Kiri

1 A 3.4550 ± 0.37599 a 3.4550 ± 0.37599 a

2 B 3.4975 ± 0.35132 a 3.4525 ± 0.45434 a

3 C 3.2175 ± 0.44192 a 3.3575 ± 0.48849 a

4 D 3.5900 ± 0.18129 a 3.4456 ± 0.15650 a

Ket.: A: kontrol; B: dosis 45 mg; C: dosis 90 mg; D: dosis 135 mg.

Gambar 1. Rata-rata panjang ekstremitas depan fetus mencit

Berdasarkan hasil pengamatan,

pemberian ekstrak rimpang rumput teki

tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan panjang ekstremitas depan

fetus mencit. Hal ini dapat dilihat pada

Tabel 2 dimana rata – rata panjang

ekstremitas depan fetus pada tiap

kelompok perlakuan (B, C, dan D) tidak

memberikan hasil berupa perbedaan yang

signifikan terhadap kelompok yang tidak

diberikan perlakuan atau kelompok kontrol

(A).

Akan tetapi, terdapat perbedaan ukuran

panjang antara ekstremitas depan sebelah

kanan dan panjang ekstremitas sebelah

kiri pada tiap kelompok perlakuan (B, C,

dan D). Hal ini membuktikan bahwa

pemberian ekstrak rimpang rumput teki

memberikan pengaruh teratogenik

terhadap panjang ekstremitas depan

karena ekstrak rimpang rumput teki secara

nyata mempengaruhi perkembangan fetus

dan menimbulkan efek yang berubah-ubah

mulai dari kematian sampai kelainan

bentuk (malformasi) dan hambatan

pertumbuhan (Young, 2001).

Selain itu, pada pemberian dosis 90

mg/0.4 ml akubiades (kelompok perlakuan

C), ekstremitas depan fetus mencit

mengalami pengurangan ukuran panjang

apabila dibandingkan dengan kelompok

kontrol (Gambar 1).

Page 25: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang ... / 22

Ekstremitas Belakang Fetus MencitTabel 3. Rata-rata panjang ekstremitas belakang fetus mencit

No. Kelompok Perlakuan Panjang Ekstremitas Belakang Fetus MencitKanan Kiri

1 A (Kontrol) 4.2600 ± 0.30670 a 4.2600 ± 0.30670 a

2 B (Dosis 45 mg) 3.4150 ± 0.13178 b 3.4400 ± 0.22672 b

3 C (Dosis 90 mg) 3.5425 ± 0.20353 bc 3.5875 ± 0.17933 bc

4 D (Dosis 135 mg) 3.5150 ± 0.40249 bd 3.7033 ± 0.12897 bd

Ket : perbedaan huruf superskrip pada tabel menunjukkan adanya perbedaan nyata yang signifikan padatiap perlakuan setelah dilakukan uji BNT.

Gambar 2. Rata-rata panjang ekstremitas belakang fetus mencit.

Pada Tabel 3, kelompok perlakuan yang

diberi ekstrak rimpang rumput teki (B, C,

dan D) menunjukkan perbedaan yang

signifikan terhadap kelompok kontrol (A).

Setelah dilakukan uji lanjut, semua

kelompok perlakuan menunjukkan hasil

yang berbeda nyata dengan kelompok

kontrol. Namun antar tiap kelompok

perlakuan tidak menunjukkan hasil yang

berbeda nyata. Selain itu, panjang antara

ekstremitas belakang sebelah kanan dan

ekstremitas ekstremitas sebelah kiri pada

tiap kelompok perlakuan (B, C, dan D)

berbeda-beda bila dibandingkan dengan

kelompok kontrol yang memiliki panjang

ekstremitas yang sama antara kanan dan

kirinya. Oleh karena itu, pemberian ekstrak

rimpang rumput teki memberikan

pengaruh teratogenic terhadap ekstremitas

belakang berupa penurunan pertumbuhan

panjang dan perbedaan ukuran

ekstremitas belakang kanan dan kiri fetus

mencit.

Hambatan pertumbuhan dan

perkembangan tulang yang terjadi dalam

penelitian ini dimungkinkan berkaitan

dengan adanya hambatan mitosis pada

sel-sel yang berperan dalam osteogenesis,

yaitu kondrosit dan osteoblas. Hambatan

terjadi melalui mekanisme cAMP yang

mengontrol mitosis. Pozner (1986)

menyatakan bahwa pertumbuhan sel

berhubungan dengan konsentrasi cAMP.

Adanya reduksi konsentrasi cAMP

biasanya diikuti dengan meningkatnya

aktivitas pertumbuhan, sebaliknya

peningkatan konsentrasi cAMP di dalam

sel dan jaringan akan menurunkan tingkat

pertumbuhan sel, dan pada peningkatan

konsentrasi cAMP yang tinggi dapat

menyebabkan hambatan akselerasi

Page 26: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

23 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Faizatin Nadya Roza

pertumbuhan. Kenyataan ini terjadi karena

rimpang rumput teki yang diberikan ke

induk mencit melalui oral mampu melewati

tali plasenta dan masuk ke dalam cairan

intraseluler (Sawynok dan Yaksh (1993)

dalam Santoso, 2006).

Menurut Robbinson (1995), senyawa

flavonoid yang terkandung dalam rimpang

rumput teki dapat menghambat aktivitas

enzim fosfodiesterase yang menghidrolisis

cAMP, sehingga mengakibatkan

peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel

dan jaringan fetus (Santoso, 2004).

Malformasi Pada Fetus MencitPada

penelitian ini, ditemukan beberapa fetus

yang mati pada saat sebelum kelahiran.

Fetus mati tersebut ditemukan pada induk

mencit yang diberikan ekstrak pada dosis

90 mg/0.4 ml akuades (kelompok C).

Fetus mati ini kemungkinan disebabkan

kematian sel-sel pada tahap akhir

proliferasi sehingga hanya sebagian sel

yang dapat diperbaiki dan pada saat

pembedahan proses resorbsi oleh induk

belum sempurna sehingga biasanya fetus

yang mati ditemukan dalam keadaan

cacat. Fetus yang hidup mempunyai daya

tahan paling tinggi terhadap zat asing yang

masuk. Fetus ini mampu mengadakan

perbaikan kembali sel-sel yang rusak atau

mati dengan sel yang baru sehingga

memungkinkan fetus untuk bertahan

hidup. Kematian intrauterus seperti

resorbsi dan fetus mati kemungkinan

dapat pula disebabkan oleh adanya

kontraksi otot uterus selama masa

organogenesis akibat pemberian ekstrak

rimpang rumput teki (Sumastuti, 2004).

(a) (b)Gambar 3. Perbandingan gambar fetus yang

hidup dan mati. Keterangan : A.Fetusyang lahir hidup, B. Fetus yang lahirmati dan mengalami hemoragi padabagian kepala (yang ditunjuk anakpanah)

Pada salah satu fetus yang mati sebelum

kelahiran atau pada saat pembedahan

dilakukan, ditemukan adanya salah satu

fetus yang mengalami kelainan berupa

hemoragi. Menurut Price dan Wilson 1984,

Hemoragi merupakan keluarnya darah dari

sistem kardiovaskuler, disertai

penimbunan dalam ruangan atau jaringan

tubuh (Setyawati, 2009).

Kelainan berupa hemoragi kemungkinan

terjadi karena ekstrak rimpang rumput teki

diberikan berulangkali pada dosis cukup

tinggi hingga konsentrasinya tinggi dalam

darah sehingga terjadi ketidakseimbangan

osmotik. Dosis tertinggi pada penelitian ini

adalah 135 mg/0.4 ml akuabides

(kelompok D). Adanya penyebab

pemberian dosis tinggi ini juga

menyebakan salah satu induk mencit

sebelum saat pembedahan atau saat

kelahiran.

Page 27: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang ... / 24

Pada keadaan normal, embrio

berkembang dalam cairan amnion yang

isotonis dengan cairan tubuh. Menurut

Wilson (1975), zat asing dalam jaringan

dapat mengubah tekanan osmosis.

Ketidakseimbangan osmotik dapat

disebabkan gangguan tekanan dan

viskositas cairan pada bagian embrio yang

berbeda, antara plasma darah dan ruang

ekstra-kapiler. Perbedaan ini

menyebabkan pembuluh darah pecah dan

terjadi hemoragi (Setyawati, 2009).

Kecacatan visual lainnya adalah adanya

fetus mengalami pembentukan kepala

yang tidak sempurna dan ekor yang

mebengkok apabila diandingkan dengan

kontrol (Gambar 2).

Gambar 4. Perbandingan kecacatan fetus.Keterangan : A. Fetus yangmengalami kecacatan (bentukkepala tidak sempurna dan ekorbengkok), B. Fetus normal

Senyawa aktif seperti alkaloid dan saponin

yang terkandung di dalam ekstrak rimpang

rumput teki dimungkinkan dapat memacu

kontraksi otot polos uterus (Sa’roni dan

Wahyoedi, 2002). Adanya tekanan

mekanik berupa kontraksi otot polos uterus

tersebut pada masa kehamilan dapat

menyebabkan gangguan pada janin dan

juga dapat mengubah arah pertumbuhan

tulang (Ritter, 1977).

Individu yang mengalami malformasi

(kecacatan) umumnya lebih kecil

dibandingkan individu normal. Oleh

karena itu, sebelum menyatakan adanya

abnormalitas pada suatu individu maka

berat hewan yang diuji harus dibandingkan

dulu dengan kontrol untuk memastikan

bahwa hambatan pertumbuhan suatu

organ merefleksikan hambatan

pertumbuhan secara umum. Beberapa

agen teratogen juga dapat mengakibatkan

kelainan visceral maupun skeletal tanpa

menunjukkan adanya kelainan morfologi

eksternal (Santoso, 2006).

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini adalah pemberian ekstrak

rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.)

tidak mengurangi jumlah fetus yang

dikandung namun menyebabkan kematian

pada beberapa fetus yang dilahirkan oleh

induk mencit (Mus musculus L.). Selain itu,

ekstrak rimpang rumput teki tidak

menghambat pertumbuhan panjang

ekstremitas depan fetus mencit namun

menghambat pertumbuhan panjang

ekstremitas belakang fetus mencit (Mus

musculus L.) ditandai dengan adanya

perbedaan nyata yang signifikan terhadap

kontrol. Ekstrak rimpang rumput teki juga

menyebabkan perbedaan ukuran panjang

antara kanan dan kiri pada ekstremitas

depan dan belakang serta menyebabkan

adanya malformasi pada fetus dan salah

Page 28: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

25 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Faizatin Nadya Roza

satu induk mencit mati akibat pemberian

ekstrak.

Saran yang dapat diberikan dari penelitian

ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut tentang senyawa – senyawa pada

ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

rotundus L.) yang sekiranya berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan dan

perkembangan fetus mencit (Mus

musculus L.) dan mengkaji ulang

mengenai dosis pemberian ekstrak

rimpang rumput teki sehingga dapat

menentukan dosis yang sangat

berpengaruh terhadap terhadap

pertumbuhan dan perkembangan fetus

mencit (Mus musculus L.)

DAFTAR PUSTAKAAgusta, A. 2001. Awas! Bahaya

Tumbuhan Obat. [internet].(diunduh pada 19 Maret 2016).Tersedia pada :http://www.indomedia.com/

Busman, H. 2013. Histologi Ulas Vaginadan Waktu Siklus Estrus MasaSubur Mencit Betina SetelahPemberian Ekstrak RimpangRumput Teki. ProsidingSemirata FMIPA UniversitasLampung.

Mangkoewidjojo dan Smith. 1988.Pemeliharaan, Pembiakan, danPenggunaan Hewan Percobaandi Daerah Tropis. UI Press.Jakarta

Murnah. 1995. Pemeriksaan Kualitatif danKuantitatif Minyak Atsiri DanTannin Dalam Umbi Teki. JurnalKedokteran Diponegoro. 30(3,4). 234-238.

Pozner, J.A.B., A.E. Papatestas, R.Fagerstrom, I. Schwartz, J.

Saevitz, M Feinberg, A.H.Anfsea. 1986. Association oftumor differentiation with caffeinin intake in woman with breastcancer.Surgery. 100(3). 482-486.

Price, S.A., and L.M. Wilson. 1984.Patofisiologi, CV EGC, Jakarta,hal.468.

Robbinson, T. 1995. The Basic of HigherPlants. 6th Edition. Terjemahan.

Ritter, E.J. 1977. Altered biosynthesys In:Wilson, J.G. and F.C. Fraser(eds.) Hand Book of Teratology.Vol.2. New York:Plenum Press.

Sa‘roni dan Wahyoedi. 2002. PengaruhInfuse Rimpang Cyperusrotundus L. Terhadap SiklusEstrus dan Bobot Uterus PadaTikus Putih. Jurnal Bahan AlamIndonesia. Jakarta. Hlm 45-47.

Santoso, H.B. 2004. Kelainan StrukturAnatomi Skeleton Fetus MencitAkibat Kafein. JurnalBioscientiae. 1 (2):23-30.

Santoso, H.B. 2006. Pengaruh Kafeinterhadap PenampilanReproduksi dan PerkembanganSkeleton Fetus Mencit (Musmusculus L). Jurnal Biologi. X:39-48.

Sawynok, J. dan Yaksh, T.L. 1993.Caffeine as an analgesicadjuvant : A review ofpharmacology & mechanism ofaction. PharmacologicalReviews 45 1: 4546.

Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit(Mus musculus L.) SetelahPemberian Ekstrak DaunSambiloto (Andrographispaniculata Nees). Jurnal Biologi.XIII (2) : 41-44

Somala, L. 2006. Sifat Reproduksi Mencit(Mus musculus) Betina yangMendapat Pakan TambahanKemangi (Ocimum basilicum)Kering. Skripsi. Program StudiTeknologi Produksi Ternak

Page 29: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang ... / 26

Fakultas Peternakan, InstitutPertanian Bogor

Sumastuti, R. 2004. Pengaruh Infus Daundan Buah Makuta Dewa PadaRahim Marmot. Medika 30(1).16-23.

Toelihere, M. R. 1979. FisiologiReproduksi pada Ternak.Penerbit Angkasa, Bandung.

Wilson, J.G. and J. Warkany. 1975.Teratology Principles andTechniques. University ofChicago Press. Chicago IL.

Young, V. S. L. 2001. “Teratogenicity andDrugs in Breast Milk”. In:KodaKimble, Anne, M.; andBing, M. 2001. AppliedTherapeutics: the Clinical Useof Drugs. Lippincott Williamsand Wilkins.

Page 30: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

27 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Puty Orlando Arismedi

STRUKTUR HISTOLOGI KARTILAGO EPIFISIALIS FETUS MENCIT (Mus musculusL.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK METANOL RIMPANG TEKI (Cyperus

rotundus L.)

HISTOLOGYCAL STRUCTURE OF FETUS MICE (Mus musculus L.) EPIPHYSEALCARTILAGE TREATED BY Cyperus rotundus L. RHIZOME METHANOL EXTRACT

Puty Orlando Arismedi1*, Nuning Nurcahyani1, Hendri Busman1

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Rimpang teki (Cyperus rotundus L.) mengandung senyawa saponin, sineol, pinen, siperon, rotunol,siperenon, tanin, siperol, alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida dan furochromones, sertaseskuiterpenoid. Dengan hadirnya senyawa ini diperlukan untuk menguji efek samping penggunaannyapada janin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian ekstrak rimpang rumput tekiterhadap kelainan struktur histologi tunas anggota depan fetus mencit (Mus musculus L) yang diberikanpada masa prenatal. Dosis ekstrak rimpang rumput teki yaitu: 45 mg/40g BB dalam 0,4 ml aquabides(P2), 90 mg/40g BB dalam 0,4 ml aquabides (P3), 135 mg/40g BB dalam 0,4 ml aquabides (P4), dan 0,4ml aquabides (K) sebagai kontrol. Parameter yang diamati mencakup zona cadangan kondrosit, zonaproliferasi, zona maturasi, dan zona kartilago yang mengalami mineralisasi. Data dianalisis dengananalisis ragam dan diuji lanjut dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa peningkatan perlakuan dosis ekstrak rimpang rumput teki memberikan pengaruhnyata terhadap penurunan ketebalan zona cadangan kondrosit, zona proliferasi, dan zona maturasi.Perlakuan dosis 135 mg/40g BB dalam 0,4 ml aquabides (P4) memberikan pengaruh terhadappenurunan ketebalan zona kartilago yang mengalami mineralisasi yaitu dari rerata 563,33µm menjadi481,66µm.

Kata kunci : efek teratogen, Cyperus rotundus L., mencit (Mus musculus L.), dan tunas anggotadepan

ABSTRACT

Rhizome of Cyperus rotundus L. contains of saponin, cineol, pinene, siperon, rotunol, siperenon, tannins,siperol, alkaloids, flavonoids, tannins, starch, glycosides, furochromones, and sesquiterpenoids. With thepresence of these compounds it is necessary to observe the side effects of those on the fetus of mice(Mus musculus L). The purpose of this study to determine the effect of Cyperus rotundus L. rhizomemethanol extract on histologycal structure abnormalities of fetus epiphyseal cartilage treated duringprenatal. The dosage of Cyperus rotundus L. rhizome extract were: 45 mg/40g BB in 0.4 ml aquabidest(P2), 90 mg/40g BB in 0.4 ml aquabidest (P3), 135 mg/40g BB in 0.4 ml aquabidest (P4), and 0.4aquabidest ml (K) as a control. The parameters observed include chondrocytes reserve zone, proliferativezone, maturation zone, and zone of mineralized cartilage. Data were analyzed using Anova and followedwith LSD test with significancy 5%. The results of this study showed that the dose of Cyperus rotundus L.rhizome methanol extract increased significant effect on the reduction in thickness of chondrocytesreserve zone, proliferative zone, and maturation zone. The dose of 135 mg/40g BB in 0.4 ml aquabidest(P4) to decrease the thickness of the mineralized zone of cartilage with of the average 563,33μm be481,66μm.

Key words : teratogenic effects, Cyperus rotundus L., mice (Mus musculus L.), and epiphysealcartilage

PENDAHULUANPemakaian obat tradisional berkembang

dengan baik sebagai salah satu alternatif

untuk menanggulangi masalah kesehatan

(Agusta, 2001). Salah satu tumbuhan obat

yang digunakan oleh masyarakat sebagai

obat tradisional adalah rumput teki

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 27- 33ISSN : 2338-4344

Page 31: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Histologis Kartilago Epifisialis ... / 28

(Cyperus rotundus L.) yang tergolong famili

Cyperaceae (Sudarnadi et al., 1996).

Rimpang teki berkhasiat menormalkan

siklus haid, melancarkan vital energi yang

tersumbat, tonik pada lever, meredakan

nyeri, penenang, dan antibakteri (Hariana,

2007). Studi fitokimia sebelumnya pada

rimpang teki mengungkapkan adanya

senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, pati,

glikosida, furochromones, serta

seskuiterpenoid (Lawal dan Adebola,

2009). Adanya senyawa kimia tersebut

dapat digunakan sebagai bahan

kontrasepsi yang menyebabkan sulit

terjadinya proses kehamilan, namun

apabila terjadi kehamilan maka

kemungkinan embrio akan mengalami

abnormalitas karena mempengaruhi proses

hormonal, reproduksi, serta perkembangan

embrio (Winarno dan Sundari, 1997).

Besarnya potensi yang dimiliki oleh teki

sebagai tumbuhan berkhasiat obat serta

minimnya informasi mengenai efek

samping pemanfaatan, termasuk pema-

kaian pada masa kehamilan memerlukan

adanya suatu uji untuk mengetahui ada

tidaknya efek samping pemakaiannya

terhadap janin oleh induk yang

mengonsumsi. Salah satu metode

pengujian yang dilakukan adalah uji

teratogenik. Suatu teratogen yang bekerja

pada tahap organogenesis akan

menyebabkan embrio mati atau tumbuh

abnormal sesuai tingkatan dosis teratogen

yang diberikan (Yelvita et al., 2014). Tunas

anggota depan merupakan bagian

ekstrimitas yang pertama kali tumbuh,

sehingga dapat diamati adanya kelainan

akibat pemberian suatu zat asing.

Berdasarkan kenyataan diatas, maka

dilakukan penelitian mengenai uji efek

teratogenik ekstrak metanol rimpang teki

terhadap kelainan tunas anggota depan

fetus mencit (Mus musculus L.) yang

ditinjau secara histologi.

METODE PENELITIANWaktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan

November 2015 – Februari 2016 bertempat

di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam untuk pemeliharaan

dan pemberian perlakuan. Pembuatan

ekstrak dilaksanakan di Laboratorium Kimia

Organik Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

sedangkan pembuatan preparat histologi

dilaksanakan di Balai Veteriner regional III

Bandar Lampung.

Alat dan BahanAlat-alat dalam penelitian ini antara lain

kertas label, seperangkat alat bedah,

desikator, spuit yang telah ditumpulkan,

kamera, botol 100 ml yang telah dilubangi

disertai pipa aluminium sebagai tempat

minum mencit, dan kandang mencit yang

terbuat dari kawat dan papan sebanyak 20

unit. Bahan yang digunakan antara lain 20

ekor mencit betina dan jantan berumur 3-4

bulan dengan berat sekitar 40 gram, eter,

alkohol 70%, formalin 10%, kapas, pelet

sebagai makanan mencit, aquabides, air,

dan ekstrak rimpang rumput teki.

Page 32: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

29 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Puty Orlando Arismedi

Prosedur PenelitianPersiapan kandang dan hewan ujiKandang disiapkan sebanyak 20 unit dari

bahan kawat berukuran 15x15 mm

kemudian disiapkan hewan uji yaitu mencit

betina dan jantan dengan kondisi fertil yang

berumur 10 minggu dengan berat sekitar

40 gram yang diperoleh dari Balai Veteriner

regional III Bandar Lampung. Hewan uji

kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu.

Di dalam kandang ditempatkan 1 ekor

mencit jantan dan 1 ekor mencit betina.

Setiap hari diberi makanan berupa pelet

dan air minum secukupnya.

Persiapan dan pembuatan ekstrakRimpang teki dibersihkan dengan dicuci,

dijemur hingga kering, kemudian digiling

hingga menjadi serbuk. Serbuk tersebut

dibuat ekstrak dengan cara soklet dengan

pelarut metanol. Lalu ekstrak dipekatkan

dengan rotary evaporator pada suhu 35oC

dengan kecepatan 60 rpm selama 1 jam

(Busman, 2013).

Pemberian perlakuanPada penelitian ini ekstrak rimpang teki

diberikan secara oral. Dosis ekstrak

rimpang teki yang dipakai pada penelitian

ini dihitung berdasarkan pemakaian ekstrak

rimpang teki pada penelitian sebelumnya

yang menggunakan hewan percobaan tikus

putih. Setelah dikonversikan terhadap

mencit, maka pada hari kebuntingan ke 6-

17 mencit diberi perlakuan sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol, diperlakukan

dengan diberi 0,4 ml aquabides (K)

2. Kelompok dosis 45 mg/40 g BB dalam

0,4 ml aquabides (P2)

3. Kelompok dosis 90 mg/40 g BB dalam

0,4 ml aquabides (P3)

4. Kelompok dosis 135 mg/40 g BB

dalam 0,4 ml aquabides (P4)

Pada hari ke-18 kebuntingan fetus di

keluarkan dari uterus dengan cara

pembedahan bagian perut. Fetus

dibersihkan dan diambil bagian ekstremitas

posteriornya dengan cara amputasi.

Preparat kemudian difiksasi dengan larutan

formalin 10% selama 2 jam. Sampel tulang

tersebut kemudian dipreparasi dengan

metode parafin, diwarnai dengan

menggunakan pewarnaan Hematoxylin-

Eosin (Balai veteriner, 2014).

PengamatanPengamatan terhadap sediaan penampang

membujur tunas anggota depan mencakup

zona cadangan kondrosit, zona proliferasi,

zona maturasi, dan zona kartilago yang

mengalami mineralisasi. Secara deskriptif

kualitatif, juga diamati struktur sel kondrosit

terhadap ada tidaknya kerusakan sel pada

masing-masing zona.

Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang digunakan

pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5

pengulangan.

Analisis DataData hasil penelitian berupa rerata tebal

lapisan setiap zona dalam tunas anggota

depan fetus dianalisis menggunakan

analisis ragam (ANARA) dan di uji lanjut

dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada

taraf 5%.

Page 33: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Histologis Kartilago Epifisialis ... / 30

HASIL DAN PEMBAHASANPengamatan terhadap kartilago epifisialis

fetus dilakukan untuk mengetahui

terjadinya osteogenesis endokondralis

ekstrimitas. Pengamatan meliputi tebal

zona cadangan kondrosit, zona proliferasi,

zona maturasi dan zona kartilago yang

mengalami mineralisasi. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ekstrak rimpang teki

mampu menghambat proses osifikasi

kartilago epifisialis fetus yang ditandai

dengan semakin menipisnya zona

cadangan kondrosit, zona proliferasi, dan

zona maturasi. Sedangkan ketebalan pada

zona kartilago yang mengalami

mineralisasi tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata (Gambar 4).

Zona cadangan kondrositHasil pengamatan tebal lapisan zona

cadangan kondrosit kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan menunjukkan adanya

kartilago hialin yang terdiri dari kondrosit

yang berbentuk bundar (ovoid). Kondrosit

berada dalam keadaan istirahat dan tidak

mengalami perubahan morfologi (Gambar

5). Hasil pengamatan tebal zona cadangan

kondrosit kartilago epifialis tercantum pada

Gambar 1.

Dari uji lanjut dengan uji BNT antar

kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan didapatkan adanya penurunan

ketebalan zona. Hal ini menunjukkan

bahwa ekstrak rimpang teki mempunyai

efek terhadap pertumbuhan kondrosit pada

zona cadangan kondrosit.

Gambar 1. Rerata ketebalan zona cadangankondrosit kartilago epifisialis fetusmencit dari induk yang diberi ekstrakmetanol rimpang teki selama masaorganogenesis. Keterangan: angkayang diikuti oleh huruf yang samatidak berbeda nyata pada BNTdengan α=5%.

Zona proliferasiHasil pengamatan zona proliferasi

kelompok kontrol menunjukkan adanya

kondrosit yang membelah diri secara

mitosis menjadi banyak, sel-sel pipih dan

saling berdekatan, serta tidak membentuk

deretan kumpulan sel yang sejajar dengan

sumbu panjang tulang (Gambar 5). Pada

zona proliferatif terdapat sel-sel proliferatif

berbentuk sel kolumnar yang mengalami

maturasi seluler (bermitosis). Hasil

pengamatan tebal zona proliferasi kartilago

epifisialis tercantum pada Gambar 2.

Gambar 2. Rerata ketebalan zona proliferasikartilago epifisialis fetus mencit dariinduk yang diberi ekstrak metanolrimpang teki selama masaorganogenesis. Keterangan: angkayang diikuti oleh huruf yang samatidak berbeda nyata pada BNTdengan α=5%.

Page 34: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

31 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Puty Orlando Arismedi

Dari hasil uji statistik pada taraf 5%

didapatkan adanya perbedaan yang nyata

pada kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan. Dari uji lanjut dengan uji BNT

antar kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan menunjukkan perbedaan yang

nyata pada kelompok dosis 90 mg/40g BB

dan 135 mg/40g BB. Hal ini menunjukkan

bahwa pada kelompok perlakuan terjadi

gangguan pada zona proliferatif. Diduga

hal ini disebabkan oleh ekstrak rimpang

teki yang berinteraksi pada proses

pembelahan sel dengan menghambat

kecepatan mitosis, sehingga terjadi

hambatan proliferasi sel. Menurut Bennet,

Proffit, dan Norton (1967), adanya

intervensi zat asing pada proses mitosis

yang terjadi pada zona proliferasi akan

menyebabkan perubahan integritas DNA

dan menghambat sintesis protein. Jika

ekstrak rimpang teki mempunyai

kemampuan merusak integritas DNA dan

menghambat sintesis protein maka

selanjutnya dapat menghambat proliferasi

sel pada zona ini sehingga akan

mempengaruhi kondrosit pada zona-zona

selanjutnya dalam kartilago epifisialis.

Zona maturasiHasil pengamatan zona maturasi kelompok

kontrol menunjukkan menunjukkan adanya

kondrosit yang hipertrofi, yaitu kondrosit

tidak lagi membelah diri, tetapi bertambah

besar dan bervakuola (Gambar 5). Hasil

pengamatan tebal zona maturasi kartilago

epifisialis fetus tercantum pada Gambar 3.

Dari hasil uji statistik pada taraf 5%

didapatkan adanya perbedaan yang nyata

antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan. Dari uji lanjut dengan uji BNT

antar kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan juga didapatkan adanya

perbedaan yang nyata pada dosis

135 mg/40g BB. Hal ini berarti ekstrak

rimpang teki menghambat kecepatan

mitosis kondrosit dalam zona proliferasi

sehingga zona-zona dibawahnya akan

semakin tipis ketebalannya. Menurut Ham

dan Cormack (1979), kondrosit yang

hipertrofi akan selalu diganti oleh kondrosit

yang baru sebagai hasil proliferasi

kondrosit dalam zona proliferasi. Jika

proliferasi kondrosit dalam zona proliferasi

dihambat oleh ekstrak rimpang teki maka

kondrosit yang hipertropi dalam zona

maturasi juga akan semakin menipis jika

dibanding kontrol. Pada zona maturasi ini

ekstrak rimpang teki juga mempunyai

pengaruh yang nyata, sehingga semakin

tinggi dosis ekstrak rimpang teki yang

diberikan, maka semakin menurun pula

ketebalan zona maturasinya.

Gambar 3. Rerata ketebalan zona maturasikartilago epifisialis fetus mencit dariinduk yang diberi ekstrak metanolrimpang teki selama masaorganogenesis. Keterangan: angkayang diikuti oleh huruf yang sama

Page 35: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Histologis Kartilago Epifisialis ... / 32

tidak berbeda nyata pada BNTdengan α=5%.

Zona kartilagoHasil pengamatan pada kelompok

perlakuan menunjukkan adanya zona

kartilago mengalami pendarahan (Gambar

5). Beberapa mekanisme yang memung-

kinkan terjadinya pendarahan yaitu akibat

ketidakseimbangan osmotik (Widiyani dan

Sagi, 2001). Hasil pengamatan tebal zona

kartilago yang mengalami mineralisasi

pada kartilago epifisialis fetus tercantum

pada Gambar 4.

Gambar 4. Rerata ketebalan zona kartilagoyang mengalami mineralisasikartilago epifisialis fetus mencit dariinduk yang diberi ekstrak metanolrimpang teki selama masaorganogenesis.

Pengamatan zona kartilago yang

mengalami mineralisasi pada kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan menun-

jukkan adanya beberapa lapisan kondrosit

yang hipertrofi dan mati (Gambar 5). Matrik

kartilago dalam zona ini mulai mengalami

kalsifikasi dengan adanya pengendapan

hidroksiapatit sehingga tampak septa tipis

atau sekat pembatas di sekeliling kondrosit

yang hipertrofi dan mati. Dari hasil uji

statistik pada taraf 5% didapatkan tidak

adanya perbedaan yang nyata antara

kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan.

Gambar 5. Fotomikroskopi kartilago epifisialisfetus Mencit (Mus musculus L.)penampang longitudinal denganpewarnaan Hematoxylin-Eosin danperbesaran 100x. Keterangan: (a)zona cadangan kondrosit, (b) zonaproliferasi, (c) zona maturasi, (d)zona kartilago yang mengalamimineralisasi, (K) kelompok kontrol;(P2) kelompok perlakuan dosis 45mg/40 g BB; (P3) kelompokperlakuan dosis 90 mg/40 g BB; (P4)kelompok perlakuan dosis 135mg/40 g BB.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerdasarkan hasil penelitian didapatkan

simpulan bahwa pemberian ekstrak

rimpang teki per oral dosis 45 mg/40g BB,

90 mg/40g BB, dan 135mg/40g BB

mengakibatkan penurunan ketebalan zona

cadangan kondrosit, zona proliferasi, dan

zona maturasi, sedangkan dosis 45 mg/40g

BB, 90 mg/40g BB, dan 135 mg/40g BB

mengakibatkan peningkatan ketebalan

Page 36: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

33 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Puty Orlando Arismedi

zona kartilago yang mengalami

mineralisasi.

SaranPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terhadap zat aktif ekstrak rimpang teki

sehingga peran masing-masing zat dalam

pertambahan panjang kartilago epifisialis

menjadi jelas.

DAFTAR PUSTAKAAgusta, A. 2001. Awas! Bahaya Tumbuhan

Obat. [internet]. (diunduh 17 Oktober2015). Tersedia pada.http://www.indomedia.com/.

Balai Penyidikan dan Pengujian VeterinerRegional III (BPPV Regional III).2014.Metode Uji Histopatologi. BPPVRegional III. Bandar Lampung.

Bennet, J.C., W.R. Proffit, & L. A. Norton.1967. Determination of growthinhibitory concentration of tetracyclinefor bone in organ culture. NatureLondon 216: 176-177.

Busman, H. 2013. Histologi Ulas Vaginadan Waktu Siklus Estrus Masa SuburMencit Betina Setelah PemberianEkstrak Rimpang Rumput Teki.Prosiding Semirata FMIPAUniversitas Lampung.

Ham, A.W. dan D. H. Cormack. 1979.Histology. 8 ed. J.B. LippincotCompany. Philadelphia

Hariana, A. H. 2007. Tumbuhan Obat danKhasiatnya. Penebar Swadaya.Jakarta.

Lawal , O. A. dan O. Adebola. 2009.Chemical Composition Of TheEssential Oils Of Cyperus RotundusL. From South Africa. JournalMolecules.

Sudarnadi, Pujirianto, A. Gunawan, D.Wahyono, S. Donatus, I .A, Drajat, M.Wibowo, dan Ngatidjan. 1996.Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian,Sifat-sifat dan Penggunaan. PusatPenelitian Obat Tradisional (PPOTUGM), Yogyakarta. P 112-117.

Widiyani, T. dan M. Sagi. 2001. Pengaruhaflatoksin B1 terhadap pertumbuhandan perkembangan embrio danskeleton fetus mencit (Mus musculusL.). Teknosains 14 (3): 409-427.

Winarno, W.M. dan M., Sundari. 1997.Informasi Tanaman Obat UntukKontrasepsi Tradisional. PusatPenelitian Dan PengembanganFarmasi. Badan Penelitian DanPengembangan KesehatanDepartemen Kesehatan RI.

Yelvita, S., M. Warnety, dan A.Yohanes.2014. Uji Teratogenitas EkstrakBungo Timah (Peperomia pellucida L.Kunth.,) terhadap Organ ViseralEmbrio Mencit Putih (Mus musculusL.). Jurnal ilmiah biologi.

Page 37: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Struktur Histologis Kartilago Epifisialis ... / 34

Page 38: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

35 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Putri Dara Yunda

PENINGKATAN PERTUMBUHAN Daphnia sp. MENGGUNAKAN MEDIA KOTORANAYAM YANG DICAMPUR DEDAK PADI DENGAN KONSENTRASI BERBEDA

INCREASE THE GROWTH OF Daphnia sp. USE MIXED OF CHICKCEN MANURE ANDRICE BRAN CULTURE MEDIA WITH DIFFERENT CONCENTRATION

Putri Dara Yunda1*, Sri Murwani1, Endang Linirin Widiastuti1

1Jurusan Biologi FMIPA, Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

*e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan populasi dan laju pertumbuhan populasispesifik Daphnia sp. pada media kotoran ayam yang dicampur dedak padi dengan konsentrasiberbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler II Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Bulan Desember 2014. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan yaitu P1 (kotoran ayam100%), P2 (dedak padi 100%), P3 (kotoran ayam 75% + dedak padi 25%), P4 (kotoran ayam 50% +dedak padi 50%), dan P5 (kotoran ayam 25% + dedak padi 75%) dengan pengulangan sebanyak 4kali pada masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah kepadatan populasi, lajupertumbuhan populasi spesifik, dan kualitas air. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA)dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkanbahwa kepadatan tertinggi populasi Daphnia sp. adalah pada media campuran kotoran ayam 75% +dedak padi 25% yaitu dengan jumlah 970 ind/L, sedangkan kepadatan populasi terendah yaitu padamedia menggunakan dedak padi 100% sebesar 730 ind/L. Media kultur terbaik adalah campurankotoran ayam75% + dedak padi 25% dengan laju pertumbuhan populasi spesifik tertinggi Daphnia sp.yaitu sebesar 43,11%/hari.

Kata kunci: Daphnia sp., dedak padi, kepadatan populasi, kotoran ayam

ABSTRACT

This aims of the study was to determine the increase in population size and the population growth rateof Daphnia sp. on chicken manure media mixed with rice bran with different concentrations. Thisresearch had been done in Aquatic Laboratory of Faculty of Mathematics and Natural Sciences,University of Lampung on December 2014. This study used a completely randomized design (CRD),with five treatments, namely: P1 (100% chicken manure), P2 (rice bran 100%), P3 (chicken manure75% + 25% rice bran), P4 (chicken manure 50% + 50% rice bran), and P5 (chicken manure 25% +75% rice bran) with 4 replications. The observed parameters were the population density of Daphniasp., a specific population growth rate, and water quality. Anova was used for analizing with 5% LSD.The results showed that the population density of Daphnia sp. of P3 treatment showed the highestpopulation density of 970 ind/L, while the lowest population density was showed by P2 with 730 ind/Lfrom this study. The best quality of cultur media for Daphnia sp. was consisted of 75% chickenmanure and 25% rice bran of growth rate of Daphnia sp. of 43.11%/day.

Keywords : Daphnia sp., Rice bran, Population density, Chicken manure

PendahuluanDalam sistem budidaya perikanan,

kegiatan pembenihan ikan sangat

bergantung pada ketersediaan pakan

alami untuk mendukung pertumbuhan dan

kecukupan gizi ikan. Pakan alami sangat

diperlukan karena menunjang

kelangsungan hidup benih ikan, dari saat

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 35- 44ISSN : 2338-4344

Page 39: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Peningkatan Pertumbuhan Daphnia... / 36

telur ikan baru menetas sampai makanan

cadangan di dalam tubuhnya habis. Pada

fase ini benih ikan membutuhkan pakan

yang sesuai dengan bukaan mulutnya.

Pemberian pakan alami biasanya

menggunakan jenis renik yang hidup di

perairan berupa fitoplankton maupun

zooplankton (Djarijah, 1995). Hal ini

karena pakan alami memiliki ukuran yang

sesuai dengan bukaan mulut ikan serta

gerakan yang ditimbulkan dapat

merangsang larva ikan untuk mengejar

dan memakannya (Casmuji, 2002). Di

samping itu, fitoplankton dan zooplankton

dapat berkembangbiak dalam waktu

yang relatif singkat yaitu pada umur 4–6

hari (Mokoginta, 2003).

Salah satu jenis zooplankton yang

berkembangbiak relatif singkat dan mudah

dibudidayakan adalah Daphnia sp.

Menurut Sayuti (2003) pada musim

pemijahan ikan, Daphnia sp. banyak dicari

pembudidaya ikan untuk dimanfaatkan

sebagai pakan larva, karena kandungan

nutrisi yang tinggi. Kandungan nutrisi

yang dimiliki Daphnia sp. berdasarkan

hasil analisis proksimat adalah 94,04 %

air, 2,98 % protein, 0,43 % lemak, 0,16 %

serat yang dibutuhkan larva ikan untuk

pertumbuhannya, sehingga perlu

dilakukan kultur Daphnia sp. sebagai

pakan alami untuk benih ikan air tawar

(Hadadi, 2004).

Kultur Daphnia sp. telah banyak dilakukan

melalui berbagai macam teknik dengan

penambahan bahan nutrisi atau pakan

yang berbeda, misalnya penelitian

Sulasingkin (2003) dengan menggunakan

kotoran ayam, penelitian Mubarak (2009)

dengan penambahan bekatul, dan

penelitian yang dilakukan Arief (2012)

dengan penambahan bungkil kelapa.

Bahan organik tersebut memiliki nutrisi

yang tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh

Daphnia sp. dalam berkembangbiak.

Kandungan nutrisi yang terdapat dalam

pakan sangat berpengaruh terhadap hasil

panen, karena nutrisi yang baik dapat

memacu pertumbuhan yang baik pula

(Makmur, 2004).

Penggunaan kotoran ayam sebagai media

kultur Daphnia sp. memberikan

pertumbuhan populasi yang baik karena

memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi dengan protein 10-11%. Dedak padi

juga mempunyai bahan organik yang

relatif tinggi dengan kandungan protein

13%. Selain kandungan protein yang

tinggi dedak juga mudah diperoleh

dibandingkan dengan kotoran ayam,

karena produksi dedak padi di Indonesia

cukup besar dan hanya terbatas pada

pakan ternak saja padahal dedak dapat

dimanfaatkan dengan lebih maksimal.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian

tentang pemanfaatan kotoran ayam yang

dikombinasikan dengan dedak padi

sebagai media kultur Daphnia sp.

Page 40: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

37 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Putri Dara Yunda

Disamping itu, peneltian ini bertujuan

untuk mengetahui kombinasi campuran

kotoran ayam dan dedak padi yang terbaik

untuk kultur Daphnia sp.

Bahan dan MetodePenelitian ini dilaksanakan pada bulan

Desember 2014 bertempat di

Laboratorium biologi molekuler II Jurusan

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Alat yang digunakan selama penelitian

adalah toples kaca dengan tinggi 25 cm,

diameter 14 cm sebanyak 20 unit yang

dilengkapi dengan aerator untuk memasok

oksigen terlarut agar kualitas lingkungan

hidup Daphnia sp. terjaga. Alat-alat

penunjang yang digunakan yaitu kain

jaring sebagai penutup bagian atas toples

kaca, timbangan dan alat sampling seperti

cawan petri, gelas ukur dan pipet tetes,

alat untuk mengukur kualitas air terdiri dari

termometer yang digunakan untuk

mengukur suhu pada media

pemeliharaan, DO meter untuk mengukur

jumlah oksigen terlarut pada media, kertas

indikator (pH stick) untuk mengukur pH.

Bahan yang digunakan selama penelitian

adalah kotoran ayam, dedak padi, bibit

Daphnia sp. 800 ekor dan setiap wadah

kultur diisi Daphnia sp. sebanyak 20

ekor/liter pada awal pemeliharaan

kemudian diisi air tawar sebanyak 2 liter.

Penelitian ini menggunakan Racangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan

dan 4 ulangan yaitu :

Perlakuan 1: Pemberian kotoran ayam

100 % (2,4 g/L) (Sulangsikin,

2003).

Perlakuan 2 : Pemberian dedak padi 100

% (2,4 g/L)

Perlakuan 3 : Pemberian kotoran ayam 75

% (1,8 g/L) + dedak padi 25 %

(0,6 g/L)

Perlakuan 4 : Pemberian kotoran ayam 50

% (1,2 g/L) + dedak padi 50 %

(1,2 g/L)

Perlakuan 5 : Pemberian kotoran ayam 25

% (0,6 g/L) + dedak padi 75 %

(1,8 g/L)

Pemeliharaan Daphnia sp. dilakukan

selama 13 hari. Pemberian pakan

dilakukan pada hari pertama dan hari ke 7.

Sedangkan penghitungan jumlah Daphnia

sp. dilakukan dua hari sekali dalam waktu

13 hari. Sampel air diambil sebanyak 100

ml dengan menggunakan gelas ukur.

Sampel yang berada dalam gelas ukur

dituangkan sedikit demi sedikit kedalam

cawan petri, kemudian dihitung.

Laju pertumbuhan populasi spesifik

Daphnia sp. dihitung dengan

menggunakan rumus modifikasi Becker

(1994) yaitu:

Page 41: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Peningkatan Pertumbuhan Daphnia... / 38

µ = x 100 %Keterangan :

µ : Laju Pertumbuhan Populasi (%/hari)

No : Kepadatan awal populasi (Ind/L)

Nt : Kepadatan akhir populasi (Ind/L)

t : Waktu (hari)

Pengukuran kualitas air, suhu, oksigen

terlarut, pH, dan ammonia dilakukan pada

hari ke 0, ke 6, dan hari ke 13. Parameter

yang diamati dalam penelitian ini adalah

kepadatan populasi Daphnia sp., laju

pertumbuhan populasi spesifik, dan

kualitas air.

Hasil dan PembahasanKepadatan populasi Daphnia sp. tertinggi

untuk semua perlakuan terjadi pada hari

ke 9 (Gambar 1).

Gambar 1. Kepadatan populasi Daphnia sp.

(ind/L) pada berbagai media kultur

selama 13 hari pemeliharaan

Namun demikian, kepadatan populasi

Daphnia sp. pada hari ke 9 yang tertinggi

dimiliki oleh perlakuan ketiga (P3) yaitu

media dengan penambahan campuran

kotoran ayam dengan dedak padi

sebanyak 75% dan 25 % sedangkan yang

terendah dimiliki oleh perlakuan dengan

pemberian dedak padi saja 100% (p<0,05)

(Tabel 1).

Tabel 1. Kepadatan puncak populasi

Daphnia sp. pada hari ke 9

(ind/L)

Perlakuan Rerata ± Standar Deviasi*P 1 765 ± 51,96 b

P 2 730 ± 49,66 b

P 3 970 ± 41,63 a

P 4 910 ± 69,76 a

P 5 940 ± 36,51 a

Keterangan: ⃰Nilai yang diikuti oleh hurufsuperskrip yang berbedamenunjukkan berbeda nyata padauji BNT α 0,05

Masing-masing kepadatan pada media

yang terdiri dari campuran kotoran ayam

dan dedak padi memiliki nilai yang jauh

berbeda dibandingkan dengan media

kotoran ayam saja atau dedak padi saja.

Pada Gambar 1 kepadatan puncak

populasi Daphnia sp. terjadi pada hari ke-

9, diduga karena kandungan nutrisi telah

mencukupi untuk meningkatkan

pertumbuhan Daphnia sp. Dugaan ini

berdasarkan pernyataan Zahidah (2012),

bahwa pertumbuhan Daphnia sp. akan

meningkat jika ketersediaan pakan

tercukupi. Pakan yang dibutuhkan

Daphnia sp. adalah berupa bakteri,

detritus, protozoa, dan bahan organik

tersuspensi. Pertumbuhan bakteri serta

detritus, protozoa dan lainnya tergantung

dengan penguraian kandungan bahan

0

200

400

600

800

1000

1200

1 3 5 7 9 11 13

Kepa

data

n po

pula

si (i

nd/li

ter)

Hari Pengamatan Ke-

P1

P2

P3

P4

P5

Page 42: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

39 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Putri Dara Yunda

organik pada media tersebut. Dari ke 5

perlakuan tersebut masing-masing bahan

organik memiliki total nilai 33,33% - 68,96

% (Tabel 2). Menurut Sulasingkin (2003)

bahwa jumlah Daphnia sp. dipengaruhi

oleh ketersediaan pakan yang sesuai

dengan jumlah individu yang berada pada

wadah budidaya dan didukung dengan

kondisi lingkungan yang baik. Hal ini juga

yang diduga terjadi pada media dari ke 5

perlakuan tersebut yang mencapai kondisi

baik untuk Daphnia sp. pada hari ke 9.

Tabel 2. Hasil analisis proksimat media

kultur Daphnia sp.

No Namasampel

Protein Le-mak

Karbo-hidrat

(%)

1Kotoranayam100%

2,21 1,82 29,30

2 Dedak100% 6,59 8,99 53,38

3

Kotoranayam75% +dedakpadi 25%

4,45 4,47 44.84

Dari tingkat kepadatan populasi Daphnia

sp dan kandungan protein hasil uji

proksimat, media yang menggunakan

dedak padi 100% menunjukkan nilai yang

terendah, namun media tersebut memiliki

kadar protein yang lebih besar. Hal ini

diduga karena protein yang tinggi akan

mengakibatkan kadar amoniak yang tinggi

(Tabel 4) sebagai hasil penguraian protein

yang terjadi di media tersebut selama 9

hari. Faktor lain yang menyebabkan

rendahnya populasi pada media 100%

dedak adalah adanya pengendapan dedak

yang tidak semua dikonsumsi oleh

Daphnia sp. Pengendapan ini terjadi di

dasar media yang diduga dapat menjadi

racun bagi Daphnia sp. ini. Sebagai

akibatnya populasi Daphnia sp. menjadi

lebih kecil dibandingkan perlakuan

lainnya. Dugaan ini berdasarkan

pendapat Radini (2006) yang mengatakan

bahwa amoniak merupakan salah satu

pemicu stres bagi Daphnia sp. Kadar

amoniak dari ke 5 perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 5. Stres ini selanjutnya

menyebabkan Daphnia sp. memproduksi

telur yang akhirnya menjadi organisme

berjenis kelamin jantan. Selanjutnya

populasi Daphnia sp. menjadi turun

karena reproduksi tidak dapat dilakukan

secara partenogenesis (Kusumaryanto,

1988).

Perlakuan 3 merupakan perlakuan

tertinggi pada fase kematian terlihat

penurunan rata rata individu dari Tabel 1

dan Tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan populasi Daphnia sp.

pada hari ke 11 (ind/L)Perlakuan Rerata ± Standar Deviasi*

P 1 410 ± 21.60 c

P 2 285 ± 61.91 b

P 3 485 ± 28.87 a

P 4 430 ± 47.61 a

P 5 315 ± 30.00 b

Keterangan : ⃰ Nilai yang diikuti oleh hurufsuperskrip yang berbedamenunjukkan berbeda nyata padauji BNT α 0,05

Page 43: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Peningkatan Pertumbuhan Daphnia... / 40

Penambahan media kultur hari ke 6

diduga tidak dimanfaatkan sebagai

makanan oleh Daphnia sp. justru malah

menjadi racun karena terjadi

pengendapan sisa pakan di dasar media.

Hal ini dapat dilihat pada masing-masing

media/wadah kultur, warna air pada media

kultur sudah berubah menjadi lebih keruh

(Gambar 2).

(a)

(b)Gambar 2. Media / wadah kultur pemeliharaan

Daphnia sp. di awal penelitian (a)

dan di akhir penelitian (b).

Pernyataan tersebut didukung oleh

Mubarak (2009), bahwa kandungan

amoniak yang beracun dalam media

pemeliharaan berasal dari dekomposisi

bahan organik. Disamping itu kandungan

amoniak yang beracun juga dapat berasal

dari sisa hasil metabolisme serta

penumpukan pakan yang tidak

dimanfaatkan oleh Daphnia sp. Fase

kematian disebabkan oleh beberapa faktor

di antaranya adalah temperatur tinggi,

kurangnya nutrisi dalam perairan,

perubahan pH, kontaminasi, serta

berkurangnya proses fotosintesis yang

dilakukan oleh fitoplankton selain sebagai

pakannya juga penghasil oksigen.

Selain itu, faktor lain yang diduga juga

berpengaruh terhadap penurunan populasi

Daphnia sp. adalah terjadinya persaingan

ruang karena populasi Daphnia sp. yang

tinggi pada puncak populasi hari ke 9 yaitu

970 ind/l sehingga terjadi persaingan

dalam mendapatkan oksigen. Dugaan ini

berdasarkan pendapat Prasetiya (2009),

yang mengatakan apabila kepadatan

Daphnia sp. terlalu tinggi maka aktivitas

metabolisme akan meningkat, kandungan

amoniak juga akan meningkat, sehingga

kebutuhan oksigen juga meningkat.

Selanjutnya dari data hari ke 9 ditentukan

laju pertumbuhan Daphnia sp.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa pemberian

pakan yang berbeda mempengaruhi laju

pertumbuhan populasi spesifik Daphnia

sp. (Tabel 4).

Page 44: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

41 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Putri Dara Yunda

Tabel 4. Laju pertumbuhan populasi

spesifik Daphnia sp.Perlakuan Rerata±Standar Deviasi*

P 1 40,46 ± 0,73 b

P 2 39,94 ± 0,75 b

P 3 43,11 ± 0,47 a

P 4 42,39 ± 0,82 a

P 5 42,77 ± 0,43 a

Keterangan : ⃰ Nilai yang diikuti oleh hurufsuperskrip yang berbedamenunjukkan berbeda nyata padauji BNT α 0,05

Pertumbuhan populasi Daphnia sp.

menggunakan media kultur yang berbeda

menunjukkan peningkatan yang berbeda

setelah mencapai puncak populasi dan

menurun dengan rata rata laju

pertumbuhan populasi spesifik yang

berbeda. Pola pertumbuhan Daphnia sp.

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain kondisi fisik perairan, jenis pakan, dan

konsentrasi pakan. Apabila ketiga faktor

tersebut ada, maka laju pertumbuhan

Daphnia sp. akan berlangsung lebih cepat

dan menghasilkan populasi yang lebih

tinggi (Ninuk, 2011).

Laju pertumbuhan spesifik Daphnia sp.

pada media dengan kombinasi kotoran

ternak dan dedak memiliki nilai yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

pada media yang menggunakan dedak

atau kotoran ternak saja. Perbedaan ini

diduga karena kondisi fisik dan kimiawi

media tersebut. Sesuai dengan pendapat

Hermawan dkk. (2001) bahwa laju

pertumbuhan populasi zooplankton

banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti kandungan nutrisi, suhu, dan

aerasi. Selain itu dugaan ini diperkuat

oleh Djarijah (1995), sumber energi

organisme aquatik diperoleh dari protein,

lemak dan karbohidrat. Hasil analisis

proksimat yang dilakukan menunjukkan

protein yang terkandung pada dedak

cukup tinggi dibandingkan dengan kotoran

ayam 100% ataupun dibandingkan

dengan kombinasi kotoran ayam 75% +

dedak 25% (Tabel 2). Sumber energi

yang terkandung didalam pakan berupa

dedak padi dan kotoran ayam dapat

dimanfaatkan bagi pertumbuhan dan

perkembangan Daphnia sp.

Kualitas air sangat mempengaruhi

pertumbuhan kultur organisme. Hasil

pengukuran kualitas air yaitu berupa suhu,

pH dan DO pada media kultur dengan

perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 5.

Page 45: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Peningkatan Pertumbuhan Daphnia... / 42

Tabel 5. Kualitas air media selama pemeliharaan

Perlakuan

Parameter Pengamatan

Suhu (°C) pH DO (mg/l) Amoniak (mg/l)

Hari ke- Hari ke- Hari ke- Hari ke-1 6 13 1 6 13 1 6 13 1 6 13

P1 28 27 26 7 7-8 7-8 5,1 5,9 6,3 0,08 0,08 0,1

P2 28 27 26 7 7-8 7-8 5,1 5,4 6,2 0,08 0,11 0,3

P3 28 27 26 7 7-8 7-8 5,1 5,1 6,0 0,08 0,09 0,19

P4 28 27 26 7 7-8 7-8 5,1 5,9 6,2 0,08 0,12 0,26

P5 28 27 26 7 7-8 7-8 5,1 5,9 6,2 0,08 0,11 0,22

Standarkelayakan

22-31°C(Wiadnya,

1994)

7,1-8,0(Mokoginta,

2003)

>3mg/l (Radini,2006)

<0,2mg/l(Delbare and Dhert,

1996)

Seluruh parameter kualitas air, baik suhu,

pH, DO serta amoniak untuk seluruh

perlakuan masih layak untuk kultur

Daphnia sp. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wiadnya (1994) bahwa

standar kelayakan suhu pada media kultur

Daphnia sp. berkisar antara 22-31°C.

Suhu adalah faktor fisika yang dapat

mempengaruhi aktifitas dan metabolisme

maupun perkembangan organisme. Suhu

berpengaruh terhadap proses pertukaran

zat metabolisme suatu organisme (Effendi,

2000). Hermawan dkk, (2001)

berpendapat bahwa proses pencernaan

yang dilakukan oleh Crustaceae berjalan

sangat lambat pada suhu rendah,

sebaliknya lebih cepat pada suhu media

yang hangat.

Derajat keasaman (pH) selama penelitian

masih dalam keadaan baik dengan

kisaran pH yaitu 7-7,6 dengan standar

kelayakan pH untuk plankton air tawar 7,1-

8,0 (Mokoginta, 2003). Kadar oksigen

yang terlarut (DO) pada masing masing

wadah kultur masih berada dalam

keadaan baik, yaitu berkisar 5,1-6,3 mg/l

dengan standar kelayakan yang baik bagi

pertumbuhan Daphnia sp. yaitu >3mg/l

(Radini, 2006).

Kadar amoniak akan meningkat seiring

dengan meningkatnya suhu dan pH, kadar

amoniak yang tinggi dapat menurunkan

tingkat reproduksi Daphnia sp. Kadar

amoniak pada hari pertama dan hari ke

enam masih dalam keadaan baik dengan

kisaran 0,08-0,12, tetapi pada hari terakhir

(P2), (P4) dan (P5) dengan kadar amoniak

0,3, 0,26, 0,22 mg/l melebihi baku mutu

yaitu >0,2 mg/l (Delbare and Dhert, 1996).

Hal ini diduga karena penumpukan sisa

pakan yang tidak dimanfaatkan oleh

Daphnia sp. Menurut Mubarak dkk (2009)

bahwa amoniak dalam media

pemeliharaan berasal dari sisa hasil

Page 46: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

43 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Putri Dara Yunda

metabolisme serta penumpukan pakan

yang tidak termanfaatkan oleh Daphnia

sp. Amoniak merupakan salah satu

pemicu stres bagi Daphnia sp. karena

yang melakukan reproduksi adalah telur

mictic sehingga dapat menyebabkan

Daphnia sp. memproduksi telur yang

berjenis kelamin jantan sehingga populasi

Daphnia sp. menjadi turun karena

reproduksi tidak terjadi secara

partenogenesis (Mubarak, 2009).

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kepadatan populasi

Daphnia sp. pada pemberian kotoran

ayam 75 % + dedak padi 25 %

menunjukkan kepadatan populasi tertinggi

Daphnia sp. yaitu dengan jumlah 970

ind/L, sedangkan kepadatan populasi

terendah dengan pemberian dedak padi

100 % yaitu sebesar 730 ind/l. Media

kultur terbaik adalah campuran kotoran

ayam 75% + dedak padi 25% dengan laju

pertumbuhan populasi spesifik tertinggi

Daphnia sp. yaitu sebesar 43,11%/hari.

Faktor lingkungan yang paling

berpengaruh terhadap pertumbuhan

Daphnia sp. adalah peningkatan kadar

amonia dalam perairan.

Daftar PustakaArief, M. A.N. Ratika dan M. Lamid. 2012.

Pengaruh Kombinasi MediaBungkil Kelapa Sawit dan DedakPadi yang Difermentasi TerhadapProduksi Manggot Black SoldierFly (Hermetia Illucens) SebagaiSumber Protein Pakan Ikan. Jurnalilmu perikanan dan Kelautan.4(1):33-37.

Becker, E. W. 1994. MicroalgaeBiotechnology and Microbiology.Cambridge University Press. GreatBritain England.

Casmuji. 2002. Penggunaan SupernatanKotoran Ayam dan Tepung Terigudalam Budidaya Daphnia sp.Skripsi. Program Studi BudidayaPerairan. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan. Institut PertanianBogor.

Delbare, D and P. Dhert. 1996.Cladocerans, Nematodes andTrocophara Larvae. In Manual onProduction and Use of Live Food(P. Lavens and P. Sorgelos, ens).

Djarijah. A.S. 1995. Pakan Alami.Yogyakarta :Kanisius.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.

Hadadi, A. 2004. Pengaruh PemberianPakan Tambahan Berbeda PadaProduksi Daphnia sp. di Kolam.Direktorat Jenderal Perikanan BalaiBudidaya Air Tawar. Sukabumi

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D.Tillman. 1990. Tabel KomposisiPakan untuk Indonesia. GajahMada University Press.

Hermawan, A., Anindiastuti., K.A. Wahyunidan E. Julianty. 2001. KajianPendahuluan Penggunaan PakanFermentasi Untuk Kultur MassalCyclops sp. Buletin Budidaya Laut13:14-23.

Page 47: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Peningkatan Pertumbuhan Daphnia... / 44

Makmur, A. 2004. Proses MetabolismeProtein Pakan pada Ikan.Palembang: Balai Riset PerikananUmum.

Mokoginta, I. 2003. Budidaya Pakan AlamiAir Tawar. Modul Daphnia sp.Direktorat Pendidikan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional.Bidang Budidaya Ikan ProgramKeahlian Budidaya Ikan Air Tawar.

Mubarak, A.S. 2009. Pemberian Dolomitpada Kultur Daphnia sp. SistemDaily Feeding Pada PopulasiDaphnia sp. dan KestabilanKualitas Air. Jurnal IlmiahPerikanan dan Kelautan.

Ninuk. 2011. Dinamika Fitoplankton.Indonesian Aquaculture. TequisaIndonesia.Jakarta.

Prasetiya.J.D.W.2009. Pemanfaatan AirBuangan Budidaya Lele Dumbo(Clarias gariepinus) sebagai MediaBudidaya Daphnia sp. BandarLampung: Unila

Radini. D, 2006. Optimasi Suhu, pH SertaJenis Pakan pada Kultur Daphniasp. Sekolah Ilmu dan TeknologiHayat. Bandung.

Rasyaf, M. 1994. Beternak AyamPedaging. Penebar Swadaya,Jakarta.

Sayuti. 2003. Budidaya Koki Pengalamandari Tulung Agung. AgromediaPustaka. Jakarta.

Subagyo, S.H., 1981. Daur Ulang LimbahTernak Ayam : PengaruhPenggunaan Tinja Ayam dalamRansum Terhadap PenampilanAnak Ayam Remaja Tipe Medium .Fakultas Peternakan, InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Sulasingkin, D. 2003. PengaruhKonsentrasi Ragi yang Berbedaterhadap Pertumbuhan PopulasiDaphnia sp. Skripsi. FakultasPerikanan dan Ilmu KelautanInstitut Pertanian Bogor.

Wiadnya, D. R. 1994. Bahan KuliahAnalisis Laboratorium Kualitas Air.Jurusan PTA. Fakultas PascaSarjana. Universitas Brawijaya.Malang.

Zahidah, 2012. Pertumbuhan PopulasiDaphnia sp. Yang Diberi PupukLimbah Budidaya KarambaJaraing Apung (KJA) Di WadukCirata Yang Telah DifermentasiEM4. Jurnal Akuatika.

Page 48: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

KOMBINASI KOTORAN TERNAK (AYAM, KAMBING, DAN KUDA) SEBAGAI MEDIAKULTUR PERTUMBUHAN Daphnia sp.

COMBINATION OF ANIMAL WASTE (CHICKEN, GOAT, AND HORSE) FOR CULTUREMEDIA Daphnia sp.

Fadilah Suci1*, Sri Murwani1, Tugiyono1, Endang Linirin Widiastuti1

1Jurusan Biologi FMIPA, Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

*e-mail : [email protected]

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan populasi dan laju pertumbuhan Daphnia sp.pada beberapa media yang menggunakan kotoran ayam, kotoran kuda, kotoran kambing, dankombinasi kotoran tersebut serta mengetahui media kultur terbaik dalam menunjang peningkatanpopulasi Daphnia sp. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui korelasi antarakepadatan fitoplankton media dengan kepadatan Daphnia sp. Penelitian ini menggunakanRancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan yang diulang 3 kali, yaitu P1:kotoran ayam 100%, P2: kotoran kambing 100%, P3: kotoran kuda 100%, P4: kotoran ayam 50% +kotoran kambing 25% + kotoran kuda 25%, P5: kotoran kambing 50% + kotoran ayam 25% + kotorankuda 25%, P6: kotoran kuda 50% + kotoran ayam 25% + kotoran kambing 25%. Parameter yangdiamati adalah kepadatan populasi Daphnia sp., laju pertumbuhan populasi spesifik, pertumbuhanfitoplankton sebagai pakan Daphnia sp., uji proksimat (kotoran ayam, kambing, kuda, dankombinasinya), dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi kotoran ternak(ayam, kambing, dan kuda) memberikan pengaruh yang nyata terhadap kepadatan populasi Daphniasp. (p<0,05) serta berpengaruh nyata juga terhadap laju pertumbuhan populasi spesifik Daphnia sp.(p<0,05). Perlakuan P4 kombinasi kotoran ayam 50% + kotoran kambing 25% + kotoran kuda 25%menghasilkan kepadatan puncak populasi Daphnia sp. terbaik sebesar 1.840 individu/L dan lajupertumbuhan populasi spesifik sebesar 56,51%/hari.

Kata kunci: Daphnia sp., kotoran ternak, laju pertumbuhan spesifik

ABSTRACT

This aims of the study was to determine the increase in population and the growth rate of Daphnia sp.in media consisted of manures : chicken, horse, and goat, as well as their combinations, and also toidentify the best quality of media which support the Daphnia sp. population growth. The study wasalso to determined corelation between density of phytoplankton on the media and Daphnia sp. Thisstudy used a completely randomized design (CRD), which consisted of six treatments with each threereplications, namely P1: 100% chicken manure, P2: 100% goat manure, P3: 100% horse manure, P4:50% chicken manure + 25% goat manure + 25% horse manure, P5: 50% goat manure + 25% chickenmanure + 25% horse manure, P6: 50% horse manure + 25% chicken manure + 25% goat manure.The observed parameters were the population density of Daphnia sp. , a specific population growthrate, the growth of phytoplankton, proximate values (chicken manure, goats, horses, and combinationsthereof), and water quality. The results showed that the combination of animal manure (chicken,goats, and horses) provided significant effect on population density of Daphnia sp. (p <0.05) and asignificantly effect also on the specific growth rate of Daphnia sp. population (p <0.05). The treatmentP4 which was combination of chicken manure 50% + 25% goat manure + 25% horse manure yieldedthe highest density populations of Daphnia sp. of 1.840 ind /l and the specific population growth ratewas 56,51% / day.

Keywords: Daphnia sp. , manure, specific growth rate

PENDAHULUANKetersediaan nutrisi dari pakan alami

sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan benih ikan. Menurut

Djarijah, (1955) umumnya pakan alami

untuk ikan merupakan jenis renik yang

hidup di dalam air seperti fitoplankton dan

zooplankton. Hal ini karena pakan alami

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 45-55ISSN : 2338-4344

Page 49: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 46

seperti fitoplankton dan zooplankton

memiliki beberapa kelebihan seperti

ukurannya yang sesuai dengan bukaan

mulut ikan dan gerakan menarik yang

ditimbulkan pakan alami tersebut dapat

merangsang larva ikan untuk

memangsanya (Casmuji, 2002).

Daphnia sp. merupakan salah satu jenis

zooplankton yang dimanfaatkan sebagai

pakan alami karena mengandung protein

yang cukup tinggi yaitu sekitar 42,65 %

dan sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan ikan (Djarijah, 1995 dan

Mufidah dkk., 2009 ). Di samping itu

Daphnia sp. merupakan salah satu

zooplankton yang mudah dikultur dengan

media yang baik untuk pertumbuhan yaitu

pada kualitas air yang sesuai dengan

pertumbuhannya dan tersedianya sumber

makanan yang cukup untuk tumbuh dan

perkembangannya (Hadiwigeno, 1984).

Menurut (Casmuji, 2002) pupuk organik

dapat menumbuhkan fitoplankton yang

berfungsi sebagai pakan Daphnia sp.

dalam media kultur. Kotoran ternak

sebagai sumber pupuk organik dapat

dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi

pertumbuhan fitoplankton.

Kotoran hewan ternak pada umumnya

mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium.

Nitrogen dan fosfor berperan penting

dalam menumbuhkan fitoplankton sebagai

pakan Daphnia sp. serta kalium berfungsi

untuk menambah daya tahan tubuh

Daphnia sp. (Casmuji, 2002). Namun

demikian, pemanfaatan kotoran ternak

yang dikombinasikan belum diketahui

peranannya dalam pengulturan Daphnia

sp. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

kultur Daphnia sp. yang menggunakan

kotoran ternak ayam, kambing, dan kuda

untuk mencari komposisi kotoran ternak

yang dikombinasikan sebagai media

kulturnya yang dapat meningkatkan

pertumbuhan optimal dari Daphnia sp.

BAHAN DAN METODE PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan pada bulan

Desember 2014 di Laboratorium Bio

Molekuler II Jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung. Alat yang

digunakan selama penelitian adalah toples

kaca dengan tinggi 25 cm dan berdiameter

14 cm sebanyak 36 unit yang dilengkapi

aerator untuk memasok oksigen terlarut

agar kualitas lingkungan hidup Daphnia

sp. terjaga. Alat-alat penunjang yang

digunakan yaitu kain kasa sebagai

penutup bagian atas toples kaca,

timbangan dan alat sampling seperti gelas

bekker, cawan petri, dan pipet tetes, alat

untuk mengukur kualitas air yang terdiri

dari termometer, DO meter, dan pH test

kit, kemudian alat untuk menghitung

fitoplankton yang terdiri dari

haemocytometer dan mikroskop. Bahan

yang digunakan selama penelitian adalah

Daphnia sp. sebanyak 720 ekor, kotoran

ayam, kotoran kambing, dan kotoran kuda.

Page 50: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

47 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Fadilah Suci

Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 6

perlakuan dengan 3 kali ulangan yaitu:

P1 = kotoran ayam 100% (2,4 g/L)

sebagai pembanding (Sulasingkin,

2003)

P2 = kotoran kambing 100% (2,4 g/L)

P3 = kotoran kuda 100% (2,4 g/L)

P4 = kotoran ayam 50% (1,2 g/L) +

kotoran kambing 25% (0,6 g/L) +

kotoran kuda 25% (0,6 g/L)

P5 = kotoran kambing 50% (1,2 g/L) +

kotoran ayam 25% (0,6 g/L) + kotoran

kuda 25% (0,6 g/L)

P6 = kotoran kuda 50% (1,2 g/L) + kotoran

ayam 25% (0,6 g/L) + kotoran

kambing 25% (0,6 g/L).

Semua toples yang akan digunakan

sebagai wadah pemeliharaan dicuci

dengan bersih dan didiamkan hingga

benar-benar kering. Selanjutnya toples

diisi dengan air sawah yang dicampur

dengan air tawar dengan perbandingan

1:3 sebanyak 2 liter lalu diaerasi,

kemudian ditebar Daphnia sp. dengan

kepadatan 20 ekor/liter. Daphnia sp.

didapatkan dari penjual pakan ikan hias di

Jalan Hayam Wuruk No. 1 Tanjung

Karang, Bandar Lampung.

Kotoran ternak yang digunakan (kotoran

ayam, kambing, dan kuda) sebelumnya

dikeringkan terlebih dahulu selama

seminggu. Setelah dilakukan penebaran

Daphnia sp., 2 jam kemudian media kultur

diberi kotoran ayam, kambing, dan kuda,

serta kombinasi kotoran dengan dosis

sesuai perlakuan yaitu P1: kotoran ayam

100%, P2: kotoran kambing 100%, P3:

kotoran kuda 100%, P4: kotoran ayam

50% + kotoran kambing 25% + kotoran

kuda 25%, P5: kotoran kambing 50% +

kotoran ayam 25% + kotoran kuda 25%,

P6: kotoran kuda 50% + kotoran ayam

25% + kotoran kambing 25%. Pemberian

kotoran ternak dilakukan setiap 6 hari

sekali.

Pemeliharaan Daphnia sp. dilakukan

selama 12 hari. Sedangkan penghitungan

jumlah Daphnia sp. dilakukan dua hari

sekali dalam waktu 12 hari. Sampel air

diambil sebanyak 100 ml dengan

menggunakan gelas bekker dituangkan

sedikit demi sedikit kedalam cawan petri

kemudian dihitung.

Laju pertumbuhan populasi spesifik

Daphnia sp. dihitung dengan

menggunakan rumus modifikasi Becker

(1994), yaitu :

= Ln Nt − Ln Not × 100%Keterangan :

No : kepadatan awal populasi (Individu/L)

Nt : kepadatan akhir populasi fase

eksponensial (Individu/L)

t : waktu (hari) dari No ke Nt

μ : laju pertumbuhan populasi spesifik

(%/hari).

Page 51: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 48

Pada penelitian ini juga dilakukan

penghitungan kepadatan fitoplankton pada

air media kultur Daphnia sp. yang

bertujuan untuk melihat korelasi antara

pertumbuhan fitoplankton dengan

pertumbuhan populasi Daphnia sp.

Kepadatan fitoplankton dihitung dengan

cara mengambil sampel air pada media

kultur lalu diteteskan di haemocytometer

kemudian ditutup dengan cover glass lalu

dihitung. Kepadatan fitoplankton dihitung

dengan menggunakan rumus menurut

Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) yaitu :

Jumlah sel = n × 25 × 104= ... sel/ml

Keterangan:

n : rata-rata jumlah sel (dari 5 kotak)

25 : jumlah chamber

104 : volume kepadatan chamber

Pengukuran kualitas air suhu, oksigen

terlarut, pH, dan amonia dilakukan pada

hari ke 0, hari ke 6, dan hari ke 12.

Data kepadatan puncak dan laju

pertumbuhan populasi spesifik Daphnia

sp. dianalisis dengan menggunakan sidik

ragam (ANOVA), jika terdapat hasil yang

berbeda nyata antar perlakuan dilanjutkan

dengan uji BNT pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil1. Kepadatan Populasi Daphnia sp.Kepadatan populasi Daphnia sp.

meningkat pada hari pertama hingga hari

ke 8 dan terjadi penurunan populasi pada

hari ke 9 hingga hari ke 12 pengulturan.

Kepadatan populasi Daphnia sp. pada

masing-masing perlakuan dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kepadatan populasi Daphnia sp.

Rata-rata kepadatan puncak Daphnia sp.

dari yang terendah sampai tertinggi adalah

pada media P2 yaitu 170 individu/L, P3

yaitu 670 individu/L, P5 yaitu 960

individu/L, P6 yaitu 980 individu/L, P1

yaitu 1.770 individu/L, dan P4 yaitu 1.840

individu/L. Kepadatan populasi Daphnia

sp. tertinggi pada hari ke 8 terdapat pada

perlakuan ke 4 yaitu pada pemberian

kombinasi kotoran ayam 50% + kotoran

kambing 25% + kotoran kuda 25%

sebanyak 1.840 individu/L. Sedangkan

kepadatan populasi terendah terdapat

pada perlakuan ke 2 yaitu pada pemberian

0200400600800

1.0001.2001.4001.6001.8002.000

0 2 4 6 8 10 12

P1

P2

P3

P4

P5

P6

Hari ke-

Kepa

data

n po

pula

si (i

ndiv

idu/

L)

Page 52: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

49 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Fadilah Suci

kotoran kambing 100% sebanyak 170

individu/L dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata kepadatan puncak

populasi Daphnia sp. hari ke 8

(individu/L)

Perlakuan Rerata±SDP1 1.770±26,45 aP2 170±10,00 dP3 670±112,69 cP4 1.840±52,91 aP5 960±52,91 bP6 980±20,00 b

Keterangan: Nilai rerata pada kolom yangsama dan diikuti oleh huruf yangsama menunjukkan tidak berbedanyata pada α 5%.

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa pada

media P4 berbeda nyata dengan media

P2, P3, P5, dan P6 (p<0,05) terhadap

kepadatan puncak populasi Daphnia sp. ,

tetapi tidak berbeda nyata dengan media

P1. Kemudian pada media P5 tidak

berbeda nyata dengan media P6.

2. Laju Pertumbuhan Populasi SpesifikDaphnia sp.

Hasil rerata laju pertumbuhan populasi

spesifik Daphnia sp. yang tertinggi

terdapat pada kombinasi kotoran ayam

50% + kotoran kambing 25% + kotoran

kuda 25% (P4) yaitu 56,51%/hari,

sedangkan laju pertumbuhan populasi

spesifik Daphnia sp. terendah terdapat

pada media kultur yang diberi kotoran

kambing 100% (P2) yaitu 26,73%/hari

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata laju pertumbuhan populasispesifik Daphnia sp. (%/hari)

Perlakuan Rerata (%/hari)±SDP1 56,03±0,19 aP2 26,73±0,73 dP3 43,78±2,02 cP4 56,51±0,35 aP5 48,37±0,69 bP6 48,64±0,25 b

Keterangan: Nilai rerata pada kolom yangsama dan diikuti oleh huruf yangsama menunjukkan tidak berbedanyata pada α 5%.

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa pada

media P4 berbeda nyata dengan media

P2, P3, P5, dan P6 (p<0,05) terhadap laju

pertumbuhan populasi spesifik Daphnia

sp., tetapi tidak berbeda nyata dengan

media P1. Kemudian pada media P5 tidak

berbeda nyata dengan media P6.

3. Korelasi Kepadatan Daphnia sp.dengan Kepadatan Fitoplankton

Korelasi kepadatan Daphnia sp. dengan

kepadatan fitoplankton pada berbagai

media kotoran ternak dan korelasi

kepadatan Daphnia sp. dengan kepadatan

fitoplankton pada berbagai media kultur

Daphnia sp dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 korelasi antara kepadatan

Daphnia sp. dengan pertumbuhan

fitoplankton pada berbagai media kultur

Daphnia sp. memiliki nilai r = 0,40 dengan

persamaan y = 221,7x + 84720.

Sedangkan korelasi antara kepadatan

Daphnia sp. dengan pertumbuhan

fitoplankton pada berbagai media kotoran

Page 53: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 50

ternak adalah r = 0,87 dengan persamaan

y = 1609 x + 500.000 + 06. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan

positif antara kedua korelasi tersebut.

Gambar 2. Korelasi kepadatan Daphnia sp. dengan kepadatan fitoplankton dalam mediakultur dan korelasi kepadatan Daphnia sp. dengan kepadatan fitoplankton padaberbagai media kotoran ternak

4. Analisis ProksimatData hasil uji proksimat kotoran ayam, kambing, kuda, serta kombinasinya disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Analisis proksimat kotoran ayam, kambing, kuda, serta kombinasi kotoranNo Nama Sampel Protein Lemak Karbohidrat

(%)1 Kotoran Ayam 100% 2,21 1,81 29,292 Kotoran Kambing 100% 2,25 3,53 25,783 Kotoran Kuda 100% 3,32 4,26 26,254 Kotoran Ayam 50% + Kotoran Kambing 25%

+ Kotoran Kuda 25%3,00 2,37 37,55

Sumber : Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung (2015)

5. Kualitas AirHasil pengukuran kualitas air yang berupa suhu, DO, dan pH pada media kultur masih dalam

kisaran layak untuk pertumbuhan Daphnia sp. Sedangkan pada kandungan amonia terjadi

peningkatan hingga hari ke12. Hasil pengukuran parameter kualitas air media pemeliharaan

selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Page 54: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

51 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Fadilah Suci

Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian

PerlakuanParameter

Suhu (˚C) DO (ppm) pH Amonia (mg/l)Hari ke-

1 6 12 1 6 12 1 6 12 1 6 12P1 28 27,5 27 3,5 3,6

3,87 7-8 7-8 0,08 0,12

0,67P2 28 27,4 27 3,5 3,7

3,87 7-8 7-8 0,08 0,20

0,41P3 28 27,5 27 3,5 3,6

3,77 7-8 7-8 0,08 0,17

0,64P4 28 27,5 27 3,5 3,6

3,87 7-8 7-8 0,08 0,09

0,36P5 28 27,6 27 3,5 3,6

3,87 7-8 7-8 0,08 0,09

0,33P6 28 27,3 27 3,5 3,7

3,87 7-8 7-8 0,08 0,084

0,12Standar

kelayakan22-32 >3,5 7,1-8,0 <0,2

Referensi (Kusumaryanto,1988)

(Kusumaryanto,1988)

(Mokoginta,2003)

( Delbare andDhert, 1996)

PembahasanKepadatan puncak populasi Daphnia sp.

pada media yang diberi kotoran ayam

50% + kambing 25% + kuda 25% (P4)

menunjukkan hasil rerata kepadatan

puncak populasi tertinggi yaitu 1.840

individu/L. Tingginya kepadatan populasi

Daphnia sp. pada media yang diberi

kotoran ayam 50% + kambing 25% + kuda

25% (P4) karena pada media kultur

memiliki kandungan protein yang cukup

tinggi yaitu 3,00% dan karbohidrat 37,55%

(Tabel 3). Suryanti dkk. (1997)

menyatakan bahwa protein dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya

pertumbuhan, sedangkan karbohidrat

berfungsi sebagai sumber energi (Nuraini

dan Nuraini, 2008). Kondisi media dengan

nutrisi yang baik atau cukup menurut

Zahidah (2012) dapat membuat Daphnia

sp. muda akan tumbuh dan berganti kulit

sehingga menjadi individu dewasa dan

bereproduksi yang akhirnya dapat

meningkatkan populasi Daphnia sp.

Pada media kultur yang diberi kotoran

kambing 100% (P2) menunjukkan hasil

rerata kepadatan puncak populasi

terendah yaitu 170 individu/L (Tabel 1).

Rendahnya kepadatan populasi Daphnia

sp. pada media P2 karena pada media

memiliki kandungan protein dan

karbohidrat yang lebih rendah

dibandingkan dengan P4 yaitu masing-

masing sebesar 2,25% dan 25,78% (Tabel

3). Suryanti dkk. (1997) menyatakan

bahwa kekurangan protein akan

berpengaruh negatif terhadap konsumsi

pakan yang berdampak terjadinya

penurunan berat tubuh, sedangkan

kekurangan karbohidrat menyebabkan

kurangnya sumber energi (Nuraini dan

Nuraini, 2008).

Page 55: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 52

Kepadatan populasi Daphnia sp. juga

dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton

dalam media kultur. Menurut Suwignyo

(1989), pakan Daphnia sp. selain bahan

organik tersuspensi dan bakteri adalah

fitoplankton. Pertumbuhan populasi

Daphnia sp. pada hari pertama sampai

tahap puncak disebabkan oleh kandungan

unsur hara yang berasal dari kotoran

ternak yang terdapat dalam media kultur

dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk

pertumbuhan. Pada media yang diberi

kotoran ayam 50% + kambing 25% + kuda

25% (P4) memiliki kepadatan populasi

fitoplankton yang cukup tinggi sehingga

ketersediaan pakan bagi Daphnia sp.

tercukupi.

Pemakaian kotoran ternak sebagai bahan

media kultur diduga dapat merangsang

pertumbuhan mikroorganisme dan

fitoplankton yang berfungsi sebagai pakan

Daphnia sp. Hal ini berdasarkan pendapat

Setyamidjaja (1986), bahwa kotoran

ternak mengandung semua unsur hara

yang dapat dimanfaatkan fitoplankton

sebagai nutrisi bagi pertumbuhannya.

Sedangkan pada media yang diberi

kotoran kambing 100% (P2) memiliki

kepadatan puncak populasi fitoplankton

yang cukup rendah. Rendahnya populasi

fitoplankton pada P2 karena media yang

diberikan adalah kotoran kambing 100%

sehingga kandungan unsur hara dalam

media kultur kurang maksimal bagi

pertumbuhan fitoplankton. Kemudian

rendahnya kepadatan populasi Daphnia

sp. pada media P2 disebabkan oleh

kandungan amonia yang tinggi yaitu

mencapai 0,41mg/l (Tabel 4). Menurut

Delbare dan Dhert (1996) kadar amonia

yang tinggi dapat menurunkan tingkat

reproduksi Daphnia sp.

Penurunan populasi Daphnia sp. terjadi

pada hari ke 9 (Gambar 1), diduga karena

bahan organik dalam media kultur

semakin berkurang dan kandungan

amonia yang meningkat (Tabel 4).

Dugaan ini berdasarkan pernyataan

Firdaus (2004), bahwa penyebab

terjadinya penurunan populasi Daphnia

sp. setelah puncak populasi karena

semakin berkurangnya bahan organik

terlarut. Pernyataan tersebut didukung

oleh Mubarak (2009), bahwa kandungan

amonia berasal dari dekomposisi bahan

organik, sisa hasil metabolisme yaitu feses

dan urine, serta pemupukan pakan yang

tidak dimanfaatkan oleh Daphnia sp. yang

memiliki sifat racun dalam media

pemeliharaan.

Laju pertumbuhan populasi spesifik

Daphnia sp. pada media dengan

kombinasi kotoran ayam 50% + kambing

25% + kuda 25% (P4) menunjukkan laju

pertumbuhan populasi tertinggi,

sedangkan laju pertumbuhan populasi

Daphnia sp. pada media yang diberi

kotoran kambing 100% (P2) menunjukkan

hasil rerata laju pertumbuhan populasi

terendah (Tabel 2). Kondisi ini diduga

berhubungan dengan kandungan nutrisi

Page 56: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

53 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Fadilah Suci

yang ada dalam media kultur tersebut.

Dugaan ini sesuai pendapat Hermawan

dkk. (2001), bahwa laju pertumbuhan

populasi zooplankton dipengaruhi oleh

media nutrien, suhu, dan kadar oksigen

dalam air.

Tingginya laju pertumbuhan populasi

spesifik Daphnia sp. pada media P4,

karena memiliki kandungan protein dan

karbohidrat yang cukup tinggi yaitu

masing-masing sebesar 3,00% dan

37,55%, sehingga dapat mencukupi

kebutuhan nutrisi Daphnia sp. Sedangkan

pada pemberian kotoran kambing 100%

(P2) memiliki kandungan protein dan

karbohidrat yang lebih rendah

dibandingkan dengan media P4 yaitu

masing-masing sebesar 2,25% dan

25,78% (Tabel 3) sehingga kurang

maksimal untuk kebutuhan nutrisi Daphnia

sp.

Kemudian pada media P4 memiliki

kepadatan puncak populasi fitoplankton

yang cukup tinggi sedangkan pada media

P2 memiliki kepadatan puncak fitoplankton

yang lebih rendah dibandingkan dengan

media P4. Semakin tinggi populasi

fitoplankton yang ada dalam media kultur

maka ketersediaan pakan bagi Daphnia

sp. juga meningkat, sehingga dapat

mencukupi kebutuhan energi untuk

pertumbuhan Daphnia sp. yang ditandai

dengan peningkatan populasi.

Peningkatan kepadatan fitoplankton

karena unsur hara yang terkandung dalam

kotoran ternak dapat memenuhi

kebutuhan nutrisi fitoplankton untuk

pertumbuhannya. Pertumbuhan

fitoplankton dapat mendukung

pertumbuhan Daphnia sp. oleh salah satu

faktor yaitu konsentrasi pakan, jika faktor

tersebut terpenuhi maka pertumbuhan

Daphnia sp. berlangsung baik dan

menghasilkan populasi yang tinggi (Ninuk,

2011).

Suhu selama penelitian berkisar antara

27-28 ˚C dan masih berada dalam kisaran

optimum pertumbuhan Daphnia sp. (Tabel

4). Menurut Kusumaryanto (1988), suhu

optimum pertumbuhan Daphnia sp.

berkisar antara 22-32 ˚C. Oksigen terlarut

dalam media kultur secara keseluruhan

berkisar antara 3,5-3,8 ppm dan masih

berada dalam kisaran optimum

pertumbuhan Daphnia sp. (Tabel 4).

Menurut Kusumaryanto (1988), oksigen

terlarut yang baik untuk pertumbuhan

Daphnia sp. yaitu >3,5 ppm. Secara

keseluruhan pH pada penelitian ini

berkisar antara 7-8 dan masih berada

dalam kisaran optimum pertumbuhan

Daphnia sp. (Tabel 4). Menurut

Mokoginta (2003) pH netral dan relatif

basa pada kisaran 7,1-8,0 adalah pH yang

baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Nilai

amonia selama penelitian berkisar antara

0,08-0,67 mg/l. Pada air media kultur

terjadi peningkatan amonia hingga hari

ke12 yang mengakibatkan terjadinya

penurunan populasi Daphnia sp. (Tabel 4).

Delbare dan Dhert (1996) menyatakan

Page 57: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 54

kadar amonia yang tinggi dapat

menurunkan tingkat reproduksi Daphnia

sp. Kadar amonia yang aman bagi kultur

Daphnia sp. adalah di bawah 0,2 mg/L.

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian diperoleh

kesimpulan yaitu penggunaan kombinasi

kotoran ayam 50% + kotoran kambing

25% + kotoran kuda 25% (P4) dalam

media kultur menunjukkan kepadatan

populasi tertinggi Daphnia sp.

dibandingkan dengan media lain yang diuji

yaitu 1.840 individu/L dengan laju

pertumbuhan populasi spesifik tertinggi

Daphnia sp. yaitu 56,51%/hari.

DAFTAR PUSTAKABecker, E. W. 1994. Microalgae

Biotechnology And Microbiology.Cambridge University Press. GreatBritain England.

Casmuji. 2002. Penggunaan SupernatanKotoran Ayam dan Tepung TeriguDalam Budidaya Daphnia Sp.[Skripsi]. Departemen BudidayaPerairan. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan. Institut PertanianBogor. Bogor.

Delbare, D and P. Dhert. 1996.Cladocerans, Nematodes andTrocophara Larvae. In Manual onProduction and Use of Live Food(P. Lavens and P. Sorgelos, ens).page 283-295.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami. Kansius.Yogyakarta.

Firdaus, M. 2004. Pengaruh BeberapaCara Budidaya TerhadapPertumbuhan Populasi DaphniaSp. [Skripsi]. Program StudiBudidaya Perairan Fakultas

Perikanan dan Ilmu KelautanInstitut Pertanian Bogor. 47 hlm.

Hadiwigeno, S. 1984. Kultur MakananAlami (Daphnia sp.). DepartemenPertanian. Direktorat JendralPerikanan, BBAT. Sukabumi.

Hermawan, A., Anindiastuti., K.A. Wahyunidan E. Julianty. 2001. KajianPendahuluan Penggunaan PakanFermentasi Untuk Kultur MassalCyclops sp. Buletin Budidaya Laut13:14-23.

Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995.Teknik Kultur Fitoplankton danZooplankton. Pakan Alami UntukPembenihan Organisme Laut.Kanisius. Yogyakarta.

Kusumaryanto, H. 1988. Pengaruh JumlahInokulasi Awal TerhadapPertumbuhan Populasi, Bimassadan Pembentukkan EpipiumDaphnia sp. Skripsi. FakultasPerikanan. Institut PertanianBogor.

Mokoginta, I. 2003. Budidaya Pakan AlamiAir Tawar. Direktorat JenderalPendidikan Dasar dan Menengah.Departemen Pendidikan Nasional.

Mubarak, A.S. 2009. Pemberian DolomitPada Kultur Daphnia sp. SistemDaily Feeding Pada PopulasiDaphnia sp. dan KestabilanKualitas Air. Jurnal IlmiahPerikanan dan Kelautan. 1(1): 67-72.

Mufidah, N., B.S. Rahardja, dan W.H.Satyantini. 2009. PengkayaanDaphnia sp. Dengan ViternaTerhadap Kelangsungan Hidupdan Pertumbuhan Larva LeleDumbo (Clarias gariepinus). JurnalIlmiah. Universitas Airlangga.Surabaya.

Ninuk. 2011. Dinamika Fitoplankton.Indonesian Aquaculture. TequisaIndonesia. Jakarta.

Page 58: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

55 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Fadilah Suci

Nuraini dan Nuraini. 2008. Pertumbuhandan Kelulushidupan Benih IkanBaung Yang Diberi Pakan BokashiDipelihara di Air Rawa. TerokaRiau. 8(3): 43-57.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk danPemupukan. Jakarta: Simplex.hlm.122

Suryanti, Y., A. Priyadi, dan N. Suhenda.1997. Pemberian Pakan BuatanUntuk Ikan Gabus (Chana striatus)Dalam Keramba di KalimantanTimur. Jurnal Penelitian PerikananIndonesia. 3(3): 35-40.

Suwignyo, S.T. 1989. Avertebrata Air.Lembaga Sumberdaya Informasi,IPB. 127 hal.

Sulasingkin, D. 2003. PengaruhKonsentrasi Ragi yang BerbedaTerhadap Pertumbuhan PopulasiDaphnia sp. Skripsi. FakultasPerikanan dan Ilmu KelautanInstitut Pertanian Bogor.

Zahidah, 2012. Pertumbuhan PopulasiDaphnia sp. Yang Diberi Pupuk LimbahBudidaya Karamba Jaring Apung (KJA) diWaduk Cirata Yang Telah DifermentasiEM4. Jurnal Akuatika. III(1): 84-94.

Page 59: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Kombinasi Kotoran Ternak ... / 56

Page 60: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

1 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Lia Anggraini

PENGARUH PEMBERIAN STRESS OSMOTIK TERHADAP KADAR TOTAL LIPIDMIKROALGA Porphyridium sp. DAN Isochrysis sp. PADA SALINITAS YANG

BERBEDA

THE EFFECT OF GIVING OSMOTIC STRESS TOWARD THE LEVEL OF LIPID TOTAL OFPorphyridium sp. AND Isochrysis sp. MICROALGAE AT DIFFERENT SALINITY

Lia Anggraini1*, Endang Linirin Widiastuti1, Sri Murwani1

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

*e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Mikroalga merupakan salah satu produsen primer yang diduga memiliki kandungan lipid tinggi untukdimanfaatkan sebagai energi alternatif. Mikroalga yang memiliki kandungan lipid cukup tinggidiantaranya adalah Porphyridium sp. dan Isochrysis sp. Pemberian stress osmotik diduga dapatmeningkatkan kadar total lipid mikroalga Porphyridium sp. dan Isochrysis sp. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh pemberian stress osmotik berupa perbedaan salinitas terhadap kadar totallipid pada mikroalga Porphyridium sp. dan Isochrysis sp. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulanJanuari - Februari 2016 di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkapdengan faktorial yang terdiri dari 2 jenis mikroalga serta 4 taraf salinitas 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, dan 35ppt, serta 3 kali ulangan. Parameter yang diamati yaitu kepadatan populasi, laju pertumbuhan, dan kadartotal lipid. Data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan diuj lanjut dengan Uji Tukey HSDpada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi tertinggi terjadi pada perlakuanIsochrysis sp. pada salinitas 35 ppt. Mikroalga yang menyumbang lipid tertinggi pada tiap selnya adalahPorphyridium sp. pada salinitas 20 ppt sebesar 6x10-6 g/sel dan Isochrysis sp. pada salinitas 20 pptsebesar 45x10-7 g/sel.

Kata Kunci: Porphyridium, Isochrysis, salinitas, stress osmotik, kadar total lipid

ABSTRACT

Microalgae is one of the primary producers that presumably have high lipid contents used as analternative energy. Microalgae which have sufficient high lipid contents are Porphyridium sp. andIsochrysis sp. It was expected that giving osmotic stress to microalgae Porphyridium sp. and Isochrysissp. may increase the level of lipid total themselves. This research purposed to determine giving osmoticstress in different salinity levels to the total lipid content of microalgae Porphyridium sp. andIsochrysis sp.This research was conducted on January until February 2016 in Biomolecular Laboratory, Department ofBiology, Mathematics and Natural Sciences Faculty, University of Lampung. This experiment were usingcomplete randomized design with factorial within two species of microalgae and four levels of salinitynamely 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, and 35 ppt with three replicantions. Observed parameters are populationdensity, growth rate, and the level of lipid total. Data were analyzed by using Analysis of Variant (Anova)and advanced test using Tukey - HSD Test with significance level at a = 5%. The result showed that thehighest level of lipid total is Isochrysis sp. with treatment 35 ppt of salinity. Microalgae that contribute thehighest level of lipid total each cell is Porphyridium sp. with treatment 20 ppt of salinity are 6x10-6 g/celland Isochrysis sp. with treatment 20 ppt of salinity 45x10-7 g/cell.

Keywords: Porphyridium, Isochrysis,salinity, osmotic stress, the level of lipid total

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016: hal. 57 - 65ISSN : 2338-4344

Page 61: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Pengaruh Pemberian Stress Osmotik ... / 58

PENDAHULUAN

Mikroalga merupakan mikroorganisme

bersel tunggal yang berbentuk seperti

benang. Hidupnya melayang-layang di

dalam air dan keberadaannya sangat

dipengaruhi oleh gerakan air (Davis, 1951).

Alga sangat berperan penting sebagai

produsen primer. Hal ini karena mikroalga

memiliki kemampuan untuk berfotosintesis

dengan cara mengubah sinar matahari, air,

dan karbondioksida menjadi energi seperti

layaknya tumbuhan tingkat tinggi (Kawaroe,

2010). Pertumbuhan dari Porphyridium sp.

sendiri bergantung pada ketersediaan

nutrien, suhu, intensitas cahaya, pH,

karbondioksida, dan salinitas (Sleigh, 1989).

Porphyridium sp. merupakan mikroalga

yang memiliki kecepatan pertumbuhan

tinggi dan masa panennya cepat, memiliki

kandungan asam lemak tinggi, bersifat

dapat terbaharukan dan ramah lingkungan

sehingga berpotensi untuk dikembangkan

sebagai biodiesel (Kabinawa, 2005). Selain

Porphyridium sp. terdapat mikroalga yang

diduga mengandung lipid yang cukup tinggi,

salah satunya yaitu Isochrysis sp. (Christi,

2007).

Lipid merupakan sejumlah senyawa yang

terdapat di alam. Lipid sukar larut atau

tidak dapat larut dalam air, namun dapat

larut dalam pelarut organik non polar seperti

pentana, benzen, dietil eter, alkohol dan

kloroform. Lipid memiliki fungsi biologis

sebagai komponen struktural membran

serta penyimpanan energi (Panggalo,

2012).

Pertumbuhan dan perkembangan mikroalga

Porphyridium sp. dan Isochrysis sp.

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah salinitas. Salinitas atau

kadar garam dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan

mikroalga. Salinitas yang tidak sesuai,

berpengaruh langsung terhadap kelang-

sungan hidup dan tingkat pertumbuhannya

(Odum, 1993). Kondisi lingkungan dan

tempat tumbuh mikroalga yang tidak sesuai

berpengaruh terhadap kandungan lipid

mikroalga tersebut. Saat mikroalga me-

ngalami tekanan, akumulasi lipid cenderung

mengalami peningkatan (Kawaroe et al.,

2010). Hal ini merupakan bentuk adaptasi

yang dilakukan organisme terhadap

salinitas yang tidak optimal untuk tumbuh

sehingga cenderung tidak mengeluarkan

banyak energi. Perbedaan salinitas ini

berpengaruh terhadap tekanan osmosis dan

mekanisme osmoregulasi yang bertujuan

untuk menyamakan konsentrasi garam

internal dengan konsentrasi garam yang

berada di lingkungan luar (Widianingsih,

2011). Pada kondisi tidak normal, mikroalga

tetap berfotosintesis dengan bantuan CO2

dan mengakumulasi hasilnya dalam bentuk

karbohidrat dan lipid (Schenk et.al, 2008).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh pemberian stress osmotik

terhadap kadar total lipid mikroalga

Porphyridium sp. dan Isochrysis sp. pada

salinitas yang berbeda.

Page 62: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

59 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Lia Anggraini

BAHAN DAN METODEBahanPenelitian ini dilaksanakan pada bulan

Januari sampai Februari 2016 di

Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian yaitu air laut steril, air tawar steril,

mikroalga uji Porphyridium sp. dan

Isochrysis sp. yang didapat dari

Laboratorium Pakan Alami Balai Besar

Perikanan Budidaya Laut Lampung, Pupuk

Conwy, Garam Krosok, Formalin, Kaporit,

Alkohol 70 %, NaOH, Aquades, Kloroform,

dan Metanol untuk proses ekstraksi

pengukuran kadar total lipid mikroalga.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan rancangan

acak lengkap (RAL) dengan faktorial yang

terdiri dari 2 jenis mikroalga, Porphyridium

sp. dan Isochrysis sp. masing masing pada

level salinitas 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, dan 35

ppt.

Kultur kedua mikrolaga pada salinitas yang

berbeda tersebut dilakukan selama 8 hari

dan dihitung kepadatannya setiap hari

dengan menggunakan alat haemocytometer

di bawah mikroskop. Adapun rumus

kepadatan sel menurut Mudjiman (2007)

adalah sebagai berikut:

Ʃ Sel / ml = N x 104

Keterangan:

N : Jumlah rata-rata sel

Setelah didapatkan nilai kepadatannya

kemudian dihitung laju pertumbuhan

spesifik menggunakan rumus modifikasi

menurut Becker (1994) yaitu:

µ = x 100 %Keterangan :No : Kepadatan awal populasi (Ind/L)

Nt : Kepadatan puncak populasi (Ind/L)

t : Waktu (hari)

µ : Laju Pertumbuhan Populasi (%/hari)

Ekstraksi LipidEkstraksi dilakukan dengan cara

mensentrifugasi hasil kultur untuk

memisahkan mikroalga dengan air

pelarutnya. Setelah mengendap, air

pelarutnya dibuang untuk mendapatkan

mikroalga basah berbentuk natan. Natan

yang telah terpisah tersebut kemudian

ditimbang sebanyak 3 g. Tahap selanjutnya

adalah menguji kandungan lipid dengan

menggunakan metanol dan kloroform

dengan perbandingan 1 : 1 (1 ml : 1 ml) lalu

dihomogenkan selama kurang lebih 1 menit

kemudian didiamkan di dalam kulkas

selama 15 menit. Setelah didiamkan, natan

tersebut diberi akuades 1 ml lalu kemudian

disentrifugasi hingga terpisah larutan

lipidnya. Lipid tersebut diambil dan ditaruh

di cawan petri steril untuk dikeringkan.

Setelah itu tahap selanjutnya dilakukan

evaporasi atau dikeringkan menggunakan

alat desikator kemudian dilakukan

penimbangan. Padatan yang telah kering

ini sebagai hasil perhitungan kadar total

lipid. Lipid yang telah diketahui berat

Page 63: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Pengaruh Pemberian Stress Osmotik ... / 60

keringnya kemudian dilarutkan kembali

menggunakan akuades untuk diukur

dengan spektrofotometer menggunakan

panjang gelombang 680 nm (Wayan et al,

2012). Data dianalisis dengan one way

Anova dan dilakukan uji lanjut dengan Uji

Tukey HSD.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil

1. Kepadatan PopulasiKultur mikroalga skala laboratorium

dilakukan selama 8 hari. Kepadatan

populasi dihitung setiap hari hingga akhir

pengkulturan. Dari perhitungan kepadatan

didapatkan data seperti yang disajikan pada

tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Kepadatan populasi malga pada salinitas berbeda (Ind/ml)

Harike

Jenis mikroalga / salinitasPorphyridium sp Isochrysis sp

20 ppt 25 ppt 30 ppt 35 ppt 20 ppt 25 ppt 30 ppt 35 ppt1 1500 + 0a 1500 + 0 a 1500 + 0 a 1500 + 0 a 2000 + 0 a 2000 + 0 a 2000 + 0 a 2000 + 0 a

2 953 + 89 c 1232 + 138c

1570 + 18 b 1563 + 24bc

2233+ 14a

2358 +142a

2217 + 176a

2408 + 188a

3 708 + 81 c 935 + 74 c 1630 + 5 b 1608 +36 b 2467 +184a

2525 + 75a

2525+ 241 a 2667 + 142a

4 533 + 104d

700 + 156 cd 1385 + 152bc

1653 + 28b

1967 +593b

1902 +258b

2750 + 241a

2887 + 137a

5 370 + 133b

467 + 178 b 1005 + 161b

1530+ 289b

1317+ 401b

1325 + 25b

2760 + 910a

2853 + 568a

6 193 + 65 b 328 + 136 b 775 + 152 b 1220 +220ab

900 + 327b

767 + 250b

2170 + 930a

2483 + 726a

7 115 + 10 c 180 + 72 c 475 + 109 bc 945 + 157abc

250 + 175 c 408 + 404bc

1708 +969ab

1903 + 871a

8 50 + 0 b 75 + 25 b 175 + 25 ab 583 + 339ab

67 + 29 b 125 + 109b

1067 +682ab

1200 + 736a

Keterangan :- Angka pada baris yang sama diikuti dengan huruf superscriptyang sama tidak berbeda nyata

padataraf α = 0,05- Angka yang diarsir menunjukkan kepadatan tertinggi

Tabel 1 menunjukkan kepadatan puncak

terjadi pada hari yang berbeda pada

masing-masing perlakuan. Perlakuan

Porphyridium sp. pada salinitas 20 ppt dan

salinitas 25 ppt tidak mengalami

peningkatan pada hari kedua. Namun pada

salinitas 30 ppt memiliki tingkat kepadatan

yang berbeda nyata dibandingkan pada

salinitas lebih rendah yaitu salinitas 20 ppt

dan salinitas 25 ppt, serta pada salinitas 30

ppt dan pada salinitas 35 ppt pada hari ke-

4. Demikian pula untuk perlakuan Isochrysis

sp., puncak kepadatan populasi pada media

kultur terjadi di hari ke 4 dan pada salinitas

yang tinggi yaitu pada salinitas 35 ppt dan

salinitas 35 ppt.

2. Laju PertumbuhanHasil pengukuran rata-rata laju

pertumbuhan dari mikroalga Porphyridium

sp. dan Isochrysis sp. yang diberi perlakuan

salinitas yang berbeda disajikan pada

Gambar 1.

Page 64: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

61 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Lia Anggraini

Gambar 1. Rata-rata laju pertumbuhanmikroalga (%). Por = Porphyridiumsp. dan Iso = Isochrysis sp.

Gambar 1 menunjukkan rata-rata laju

pertumbuhan spesifik. Terdapat dua

perlakuan yang laju pertumbuhannya

sangat rendah atau di bawah 0%, yaitu

pada perlakuan Porphyridium sp. pada

salinitas 20 ppt dan perlakuan Porphyridium

sp. pada salinitas 25 ppt. Hal ini

menunjukkan bahwa pada kedua salinitas

tersebut laju kematiannya lebih tinggi dari

laju pertumbuhannya. Kemudian pada

mikroalga Isochrysis sp. rata-rata laju

pertumbuhan tertinggi pada salinitas 25 ppt

yaitu sebesar 0,12 %.

3. Kandungan LipidHasil perhitungan kandungan lipid pada

mikroalga Porphyridium sp. dan Isochrysis

sp. yang diberi perlakuan salinitas berbeda

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Berat kering lipid mikroalga (g). Por =Porphyridium sp. dan Iso =Isochrysis sp.

Berat kering lipid tertinggi adalah terjadi

pada perlakuan Isochrysis sp. pada salinitas

35 ppt, dan berat kering lipid yang paling

rendah terjadi pada dua perlakuan yaitu

pada perlakuan Porphyridium sp. pada

salinitas 25 ppt dan pada perlakuan

Isochrysis sp. salinitas 20 ppt.

Untuk memverifikasi kandungan lipid, maka

sample lipid dari masing-masing kelompok

mikroalga diuji kandungan lipidnya dengan

menggunakan spektrofotometri. Kandungan

lipid dengan uji spektrofotometri disajikan

pada gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3. Sampel lipid menggunakanspektrofotometri (Abs)

Seperti halnya pengukuran kandungan lipid

dengan gravimetri (berat kering), nilai

tertinggi pengukuran kandungan lipid

menggunakan spektrofotometri yaitu pada

perlakuan Isochrysis sp. pada salinitas 35

ppt yaitu sebesar 0,328. Sedangkan nilai

terendah pengukuran menggunakan

spektrofotometri adalah pada perlakuan

Porphyridium sp. pada salinitas 20 ppt dan

Porphyridium sp. pada salinitas 25 ppt yaitu

sebesar 0,003.

Jumlah lipid yang telah diketahui dihitung

kembali untuk mengetahui perkiraan kan-

dungan lipid yang dihasilkan oleh satu sel.

Perkiraan kandungan lipid per sel mikroalga

Porphyridium sp. yang dikultur pada

salinitas berbeda disajikan pada Tabel 2.

Page 65: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Pengaruh Pemberian Stress Osmotik ... / 62

Tabel 2. Perkiraan kandungan lipid per sel mikroalga Porphyridium sp. dan Isochrysis sp.Perlakuan Por 20 Por 25 Por 30 Por 35Kepadatan 50x104 sel/ml 75x104 sel/ml 175x104 sel/ml 583x104 sel/ml

Berat Kering Lipid 0,0029 g= 2,9 mg

0,0017 g= 1,7 mg

0,0064 g= 6,4 mg

0,007 g= 7 mg

Kepadatan terambil 483sel/ml

425sel/ml

3.733sel/ml

13.603sel/ml

Lipid yang dihasilkan 1sel

0,006 mg/sel=6x10-6 g/sel

0,004 mg/sel= 4x10-6 g/sel

0,0017 mg/sel= 17x10-7 g/sel

0,00051 mg/sel= 51x10-8 g/sel

Perlakuan Iso 20 Iso 25 Iso 30 Iso 35Kepadatan 66 x 104 sel/ml 125 x 104 sel/ml 1066 x 104

sel/ml1200 x 104 sel/ml

Berat Kering Lipid 0,0017 g= 1,7 mg

0,0029 g= 2,9 mg

0,0154 g= 15,4 mg

0,0187 g= 18,7 mg

Kepadatan terambil 374sel/ml

1.208 sel/ml 54.741 sel/ml 74.800 sel/ml

Lipid yang dihasilkan 1sel

0,0045 mg/sel= 45x10-7 g/sel

0,0024 mg/sel= 24x10-7 g/sel

0,00028 mg/sel= 28x10-8 g/sel

0,00025 mg/sel= 25x10-8 g/sel

Pada tabel 2 perkiraan lipid tertinggi yang

dihasilkan tiap satu sel yaitu pada perlakuan

Porphyridium sp. pada salinitas 20 ppt

sebesar 0,006 mg/sel. Demikian pula

perkiraan kandungan lipid per sel mikroalga

Isochrysis sp. tertinggi terdapat kultur

salinitas 20 ppt.

Pembahasan1. Kepadatan PopulasiKepadatan populasi Porphyridium sp. pada

salinitas 20 ppt dan 25 ppt lebih cepat

mengalami death phase atau fase kematian

dibanding Porphyridium sp. pada salinitas

yang lebih tinggi yaitu 30 ppt dan 35 ppt.

Pada perlakuan Porphyridium sp. dengan

salinitas 30 ppt, puncak kepadatan terjadi

pada hari ketiga, demikian juga pada

perlakuan Porphyridium sp. dengan

salinitas 35 ppt, puncak kepadatan terjadi

pada hari keempat. Sama halnya dengan

perlakuan pada mikroalga Porphyridium sp.,

pada perlakuan Isochrysis sp. puncak

kepadatan juga terjadi pada hari yang

berbeda pada masing-masing perlakuan.

Setelah fase puncak, semua perlakuan

menunjukkan penurunan populasi hingga

masuk ke dalam fase kematian.

Pertumbuhan mikroalga sendiri dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya nutrien,

intensitas cahaya, CO2 , pH, temperatur,

serta salinitas yang dibutuhkan dalam

proses fotosintesis (Fogg, 1965). Pada

awal pengkulturan, nutrien dari pupuk yang

diberikan masih tinggi dan dimanfaatkan

dengan baik sehingga terjadi peningkatan

populasi. Sebaliknya, setelah fase puncak,

jumlah populasi mikroalga terus meningkat

namun jumlah nutrien tidak mencukupi

kebutuhan mikroalga sehingga terjadi

persaingan antara mikroalga satu dengan

yang lainnya dan mengakibatkan

penurunan populasi (Round, 1973).

Selain itu, perbedaan puncak kepadatan ini

disebabkan oleh stress osmotik berupa

salinitas yang diberikan pada perlakuan.

Salinitas yang tidak sesuai dengan salinitas

hidup mikroalga yang diberikan pada

Page 66: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

63 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Lia Anggraini

perlakuan ini mempengaruhi tekanan

osmosis antara sel dan medium kultur.

Media kultur yang bersifat bersifat hipertonis

dan hipotonis terhadap sel mikroalga ini

mengganggu keseimbangan osmotik sel.

Terganggunya keseimbangan osmotik sel

ini membuat sel melakukan adaptasi

dengan cara penyeimbangan osmotik pada

lingkungan dalam sel dan lingkungan luar

sel (Erdmann dan Hagemann, 2001).

Keadaan ini membuat sel melakukan

respon dengan cara menarik ion. Namun

pada saat yang bersamaan, penarikan

osmotik air dari vakuola terus berlangsung.

Hal ini mengakibatkan penyusutan sel dari

dinding sel (Hart et al, 1991). Toleransi

terhadap perlakuan salinitas yang dilakukan

oleh mikroalga ini membuat nutrien yang di

dapat dari pupuk conwy kurang terserap

dengan baik (Hastuti dan Djunaidah, 1991).

Pada mikroalga Porphyridium sp. hanya

pada salinitas 30 ppt dan 35 ppt saja yang

menunjukkan kepadatan yang tinggi karena

sesuai dengan salinitas normal untuk kultur

mikroalga yaitu ± 32 - 36 ppt (Effendi,

2003). Berbeda dengan mikroalga

Isochrysis sp. yang pertumbuhannya cukup

tinggi pada semua salinitas. Hal ini karena

mikroalga Isochrysis sp. memiliki toleransi

yang tinggi pada salinitas (euryhaline).

Isochrysis sp. sendiri dapat hidup pada

kisaran salinitas 10 – 30 ppt (Sudjiharno,

2002).

2. Laju PertumbuhanLaju pertumbuhan merupakan tolak ukur

untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan

mikroalga yang dihitung persatuan waktu

kultur (Myers, 1995). Laju pertumbuhan

pada mikroalga Isochrysis sp. cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan mikroalga

Porphyridium sp. Hal ini dimungkinkan

karena ukuran sel Isochrysis sp. lebih kecil

dibandingkan ukuran sel mikroalga

Porphyridium sp. sehingga dapat lebih

mudah melakukan perbanyakan sel.

Menurut Bouterfas et al, (2006), sel yang

memiliki ukuran lebih kecil memiliki masa

tumbuh yang lebih cepat dibandingkan

dengan sel yang berukuran besar. Selain

ukuran sel, stress osmotik yang diberikan

pada perlakuan mempengaruhi laju

pertumbuhan mikroalga. Dalam memper-

tahankan kelangsungan hidupnya dari

keadaan yang ekstrim tersebut, mikroalga

cenderung tidak melakukan perbanyakan

sel (Schenk et al, 2008).

3. Kandungan LipidKandungan lipid dihitung berdasarkan berat

kering dan nilai absorbansi dengan

spektrofotometri. Kandungan lipid tertinggi

pada jenis mikroalga Porphyridium sp. pada

perlakuan dengan salinitas 35 ppt,

sementara kandungan lipid tertinggi pada

jenis mikroalga Isochrysis sp. pada

perlakuan dengan salinitas 35 ppt.

Perlakuan yang memiliki kepadatan rendah,

hasil perhitungan berat kering dan

spektrofotometri menunjukkan lipid yang

rendah pula. Hal ini menunjukkan bahwa

kandungan lipid meningkat seiring

meningkatnya kepadatan dan laju

pertumbuhan sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Safitri (2013).

Page 67: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Pengaruh Pemberian Stress Osmotik ... / 64

Pada perhitungan perkiraan kandungan lipid

per sel, perlakuan yang menyumbang lipid

tertinggi tiap sel nya pada kedua mikroalga

adalah pada salinitas 20. Salinitas 20 ppt

merupakan salinitas di bawah salinitas

hidup mikroalga Porphyridium sp. Pada

salinitas ini mikroalga mengalami cekaman

yang ekstrim sehingga menghasilkan

kepadatan yang rendah. Namun menyum-

bang kandungan lipid yang cukup tinggi

dalam pengukuran per individunya. Diduga

mikroalga dalam cekaman osmotik tersebut

mempertahankan diri dengan menghasikan

lipid pada pertumbuhan secara alami

tubuhnya. Pada proses ini pula, pertum-

buhan cenderung melambat agar tidak

mengeluarkan banyak energi saat

beradaptasi (Widianingsih, 2011). Secara

alami, dalam kondisi tidak normal atau

dalam keadaan stress osmotik yang terjadi,

dapat mengganggu keseimbangan osmotik

antara lingkungan luar dan lingkungan

dalam sel (Erdmann dan Hagemann, 2001).

Untuk menghindari keluarnya air maka perlu

dibentuk dinding sel yang memiliki

kemampuan mempertahankan keluarnya air

dari sel. Dalam keadaan ekstrim ini, laju

pertumbuhan semakin rendah namun

kandungan lipid yang diperoleh semakin

tinggi (Duan et al, 2012).

SIMPULAN DAN SARANSimpulanKesimpulan dari penelitian ini adalah

kepadatan populasi tertinggi terjadi pada

perlakuan Isochrysis sp. pada salinitas 35

ppt. Mikroalga yang menyumbang lipid

tertinggi pada tiap selnya adalah

Porphyridium sp. pada salinitas 20 ppt dan

Isochrysis sp. pada salinitas 20 ppt. Stress

osmotic mempengaruhi kandungan lipid

mikroalga.

SaranSaran dalam penelitian ini adalah perlu

dilakukan penelitian lanjutan dengan

pemberian stress osmotik berupa salinitas

yang berbeda terhadap mikroalga sejenis

maupun dengan jenis lainnya. Selain itu

perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

uji lipid secara kuantitatif dengan metode

yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, E.W. 1994. MicroalgaeBiotechnology and Microbiology. NewYork Cambridge.

Bouterfas, R., M. Belkoura, A. Dauta. 2006.The effects of irradiance andphotoperiod on the growth rate ofthree freshwater green algae isolatedfrom a eutrophic lake. Limnetica,25(3): 647–656.

Chisti, Y. 2007. Biodiesel From Microalgae.BiotechnologyAdvances, Vol.25.

Davis, C.C. 1951. The Marine FreshwaterPlankton. Michigan State UniversityPress. USA.

Duan, X., Ren., Guang., Yue., L.Liu., Zhu.,W.Xue. 2012. Salt-induced OsmoticStress For Lipid Overproduction inBatch Culture of Chlorella vulgaris.AfricanJ. Biotechnol., Vol.11 (27) :7072-7078.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air BagiPengelolaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. UGM Press.Yogyakarta.

Page 68: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

65 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Lia Anggraini

Erdmann, N and M. Hagemann. 2001. SaltAcclimation of Algae andCyanobacteria: A Comparison. In: L.CRai and J.P Gaur. Algal Adaptation toEnvironmental Stres. Physiological,Biochemical and MolecularMechanism. Springer-Verlag BerlinHeidelberg. German.pp. 324-350.

Fogg, G.E. 1965. Algal Cultures andPhytoplankton Ecology. TheUniversity of Wisconsin Press.Medison.

Hart, B.T., Bailey., P.Edwards., K.Hortle.,K.James., and A.Mc Mahon. 1991. AReview of the Salt Sensitivity of theAustralian Freshwater Biota.Hydrobiologia 210:105-144.

Hastuti, W dan Djunaidah. 1991. Heavymetal activate Synthesis Of PeptidesIn Chlamydomonas Reinhardtii, Plant,Physiol, 98: 127 –136.

Kabinawa and Miyamoto. 1994. Cultivationof Algae Cells Chlorella pyrenoidesa.Annual Report of IC Biotech.International Center of Cooperative inBiotechnology, Engineering Faculty ofOsaka. Osaka – Japan.

Kawaroe, M. 2010. The Prospect of MarineMicroalgae as Biofuel (Oilgae) forFuture Alternative of Energy Source.Pusat Penelitian Surfaktan danBioenergi Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Kawaroe, M., T.Partono., A.Sunnudin.,S.W.Sari., D.Agustine. 2010.Mikroalga : Potensi danPemanfaatannya untuk Produksi BioBahan Bakar. untuk Biofuel. InstitutPertanian Bogor Press. Bogor.

Mudjiman, A.2007.MakananIkan PT.PenebarSwadaya, Jakarta.

Myers, J. 1995.Growth Characteristic OfAlgae In Relation To TheProblem OfMass Culture. Carnigie Institution OfWashingtonPublication, DC.

Odum. 1993. Fundamental of Ecology. W.B.Souders Company. Toronto. 577 pp.

Panggalo, E.S. 2012. Identifikasi PengaruhVariabel Kultur PertumbuhanTerhadap Total Lipid MikroalgaMenggunakan Metode PermukaanRespon [skripsi] UniversitasIndonesia. Jakarta.

Round, F.E. 1973. The Biology Of Algae.Edward Arnold. 278 pp. London

Safitri, M.E., R. Diantari., Suparmono., danM. Muhaemin. 2013. KandunganLemak Total Nannochloropsis sp.Pada Fotoperiode Yang Berbeda e-Jurnal Rekayasa dan TeknologiBudidaya Perairan Volume I No 2ISSN: 2302-3600

Schenk, P. M., Griffiths., and Harisson.2008. Second Generation Biofuel :High Efficiency Microalgae forBiodesel Production. Bioenergy.

Sleigh, M.A. 1989. Adaptations of ciliarysystems for the propulsion of waterand mucus. Comp. Biochem. Physiol.94A:359-364.

Sudjiharno. 2002. Budidaya Fitoplanktondan Zooplankton. DepartemenKelautan dan Perikanan DirektoratJenderal Perikanan Budidaya, BalaiBudidaya Laut Lampung.

Wayan, N.S.A., M.Afriastini., Maulida,Yoana. 2012. Potensi Asam LemakDari Mikroalga Nannochloropsis sp.Sebagai Antioksidan Dan Antibakteri.Seminar Nasional XI PendidikanBiologi FKIP UNS 3-204.

Widianingsih., R.Hartati., E.H.Endrawati.,M.Hilal. 2011. Kajian Kadar Total Lipiddan Kepadatan Nitzschia sp. yangDikultur dengan Salinitas Berbeda.Undip E-Journal 4030-8655-1.

Page 69: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Pengaruh Pemberian Stress Osmotik ... / 66

Page 70: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

1 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

PREVALENSI NEMATODA USUS PADA KAMBING (Capra sp.) DENGAN PEMBERIANPAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DI KELURAHAN SUMBER AGUNG,

KECAMATAN KEMILING, BANDAR LAMPUNG

THE PREVALENCE OF INTESTINAL NEMATODES IN GOATS (Capra sp.) BY FEEDINGFORAGE AND ARTIFICIAL FOOD (CONCENTRATE) IN SUMBER AGUNG VILLAGE,

KEMILING, BANDAR LAMPUNG

Amanda Amalia Putri1*, Sri Murwani1, Suratman Umar1

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kambing merupakan salah satu hewan ternak yang menguntungkan karena pakannya mudah danmurah, produktivitasnya tinggi, dan tidak perlu tempat yang luas untuk pemeliharaannya.Nematodiasis yang disebabkan oleh nematoda parasit yang berasal dari pakan hijauan adalahmasalah yang banyak dialami peternak kambing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuigenus nematoda usus dan prevalensi telur cacing nematoda usus yang ditemukan pada feseskambing, serta untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah telur cacing nematoda usus antarakambing yang diberi pakan hijauan dan pakan tambahan konsentrat. Sampel feses kambing diambildi Kelurahan Sumber Agung dan diperiksa di Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Lampungpada Desember 2015 sampai Januari 2016. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan: P1 sebagai kontrol (100% hijauan), P2 (75% hijauan + 25%konsentrat), dan P3 (50% hijauan + 50% konsentrat). Data dianalisis menggunakan One WayANOVA dengan taraf signifikasi α = 5% dan uji lanjut dengan LSD. Hasil penelitian menunjukkanterdapat 6 genus telur cacing nematoda usus yaitu Haemonchus, Mecistocirrus, Oesophagustomum,Strongyloides, Trichuris, dan Trichostrongylus. Terjadi penurunan rerata jumlah telur cacingnematoda usus pada kambing yang diberi pakan tambahan konsentrat (P2 dan P3) dibandingkandengan kontrol (P1). Prevalensi genus telur cacing nematoda usus terdapat pada Strongyloides danterendah terdapat pada Mecistocirrus. Disimpulkan bahwa pemberian pakan tambahan konsentratmembantu menurunkan tingkat infeksi cacing nematoda usus pada ternak.

Kata kunci: Prevalensi, kambing, hijauan, konsentrat, nematoda usus

ABSTRACT

Goats are one of the lucrative livestock because feed is easy and cheap, high productivity, and doesnot need a spacious place for their maintenance. Nematodiasis caused by parasitic nematode inforage is a problem for the breeders. The purpose of this research were to know the genuses ofintestinal nematode and prevalenceof intestinal nematode worm egg that found in goat feces and toknow the difference in average of the worm eggs intestinal nematode in goat feces with forage andartificial food (concentrate). Goat feces samples were taken in Sumber Agung village and examinedin Laboratory of Parasitology, Balai Veteriner Lampung on December 2015 untill January 2016. Theexperiment was arranged under completely randomized design (RAL) with 3 treatments and 6replications: P1 as control (100% forage), P2 (75% forage + 25% concentrate), and P3 (50% forage +50% concentrate). Data were analyzed with the variance (Anova) and will be continued by LSD testperformed at 5% significance level. The results showed that there were 6 genus of intestinalnematode worm eggs Haemonchus, Mecistocirrus, Oesophagustomum, Strongyloides, Trichuris, andTrichostrongylus. There was a decrease in average of the worm eggs intestinal nematode in goatfeces with artificial food treatment (P2 dan P3) compared with control (P1). The highest prevalence ofintestinal nematode worm eggs was Strongyloides and the lowest was Mecistocirrus. The conclutionof this research was the artificial food (concentrate) could decrease the worm infection on livestock.

Key words: Prevalence, goat, forage, concentrate, intestinal nematode

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 67-75ISSN : 2338-4344

Page 71: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Prevalensi Nematoda Usus ... / 68

PENDAHULUANKambing merupakan jenis ternak

ruminansia yang lebih kecil dibandingkan

dengan sapi dan kerbau. Memelihara

kambing tidak sulit dan hanya memerlukan

modal sedikit daripada ternak ruminansia

lain dan biasanya sebagai usaha

rumahan, sehingga pakannya pun cukup

beragam, salah satunya adalah pakan

hijauan. Berbagai jenis hijauan yang

digemari oleh kambing antara lain daun

turi, lamtoro, dan nangka (Pamungkas

dkk., 2009). Namun ada kendala yang

dialami oleh peternak yaitu kambing yang

terinfeksi cacing parasit pada saluran

pencernaan yang dapat mengganggu

kesehatan, serta menurunkan

produktivitas, dan menyebabkan

kematian. Kontaminasi cacing parasit

berasal dari pakan hijauan yang

dikonsumsi dan telah terinfestasi larva

parasit (Safar dan Ismid, 1989).

Pakan utama ternak ruminansia berupa

hijauan, namun pemberian pakan hijauan

saja belum cukup untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi, oleh karena itu harus

dikombinasikan dengan pakan konsentrat

untuk melengkapi kekurangan gizi dari

pakan hijauan dan untuk meningkatkan

produktivitas (Malibu, 2014). Peranan

pakan tambahan konsentrat sebagai

pakan pelengkap dan pemenuhan

kebutuhan hewan agar tumbuh dan

berkembang secara sehat (Akoso, 1996).

Pakan hijauan yang diduga telah

terinfestasi larva parasit menjadi salah

satu faktor utama cacingan yang akhirnya

dapat menyebabkan penyakit bila

dikonsumsi oleh ternak (Safar dan Ismid,

1989).

Penyakit tersebut salah satunya

disebabkan oleh cacing nematoda yang

berada di dalam saluran pencernaan.

Telur nematoda tersebut masuk ke dalam

tubuh hospes dalam bentuk infektif melalui

mulut dan dalam bentuk larva melalui kulit

(Garcia dan David, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian Novese dkk.

(2013), prevalensi nematoda di Rumah

Pemotongan Hewan (RPH) Kota

Pontianak masih tinggi sebesar 56,25%

menyebabkan kerugian ekonomi yang

cukup tinggi bagi peternak karena

menyebabkan pertumbuhan ternak

menjadi tidak optimal (Tiuria, 2004).

Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk

mengetahui keanekaragaman nematoda

usus pada kambing dengan pemberian

pakan yang berbeda melalui pemeriksaan

feses. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui keanekaragaman

nematoda usus yang ditemukan pada

feses-feses kambing, perbedaan rerata

jumlah telur cacing nematoda usus antara

kambing yang diberi pakan hijauan dan

kambing yang diberi pakan tambahan

konsentrat, dan prevalensi telur cacing

nematoda usus yang ditemukan pada

feses kambing.

Page 72: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

69 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

BAHAN DAN METODESampel feses diambil dari ternak milik

warga di Kelurahan Sumber Agung pada

Desember 2015 sampai Januari 2016.

Penelitian menggunakan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

3 perlakuan dan 6 ulangan. Pemberian

pakan diberikan pada pagi dan sore hari

selama 14 hari dengan rincian pemberian

pakan: P1 (100% hijauan), P2 (75%

hijauan + 25% konsentrat), dan P3 (50%

hijauan + 50% konsentrat). Pengambilan

sampel feses kambing dilakukan

sebanyak 3 kali yaitu sebelum kambing

diberi perlakuan, seminggu setelah

kambing diberi perlakuan, dan 2 minggu

setelah kambing diberi perlakuan.

Pemeriksaan sampel feses kambing

diidentifikasi secara kualitatif dan

kuantitatif dengan menggunakan metode

Mc.Masteryang dilakukan di Laboratorium

Parasitologi, Balai Veteriner Lampung.

Sampel feses ditimbang sebanyak 2 gram

dan diaduk dalam mortar sambil

ditambahkan NaCl jenuh sebanyak 28 ml

hingga larut, kemudian saring dengan

menggunakan saringan 100 mesh. Filtrat

yang dihasilkan ditampung di dalam

beaker glass lain. Sisa feses yang masih

ada dalam saringan, dilarutkan kembali

dengan menggunakan NaCl jenuh

sebanyak 30 mL dan filtrat yang dihasilkan

tetap ditampung dalam beaker glass yang

sama. Filtrat dalam beaker glass

digoyang perlahan agar tercampur rata,

setelah itu filtrat dipipet dan dimasukkan

ke dalam Mc.Master plate hingga penuh

lalu didiamkan selama 4 - 5 menit.

Preparat kemudian diperiksa di bawah

mikroskop dengan perbesaran 100x dan

dipotret untuk dicocokkan dengan buku

acuan menurut Soulsby (1977). Jumlah

telur cacing yang ditemukan dikalikan

dengan 100 per jenis telur sesuai dengan

rumus pembacaan hasil EPG (Egg Per

Gram) seperti berikut :

Nilai EPG = 100 X

X = Jumlah telur cacing yangditemukan

(Colville, 1991).

Data yang diperoleh dianalisis

menggunakan uji One Way ANOVA

dengan taraf signifikasi α = 5% dan uji

lanjuut LSD untuk mengetahui perbedaan

rerata jumlah telur cacing nematoda usus

yang ditemukan antara kambing yang

diberi pakan hijauan dan kambing yang

diberi pakan tambahan konsentrat.

Prevalensi nematoda dihitung

menggunakan rumus menurut Fuentes

dkk (2004):

Prevalensi= X 100%

Keterangan:i : Jumlah kambing yang diperiksa dan

terinfeksi nematoden : Jumlah seluruh kambing yang diperiksa

Page 73: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Prevalensi Nematoda Usus... / 70

HASIL DAN PEMBAHASANHasil1. Genus-genus dari telur cacing

nematoda usus yang ditemukanpada feses kambing

Hasil identifikasi menggunakan metode

Mc.Master ditemukan 6 genus telur cacing

nematoda usus yaitu Hamonchus,

Mecistocirrus, Oesophagustomum,

Strongyloides, Trichuris, dan

Trichostrongylus yang dapat dilihat pada

Gambar 1.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 1. Telur cacing nematoda usus padafeses kambing (a) Haemonchus, (b)Mecistocirrus,(c) Oesophagustomum,(d) Strongyloides, (e) Trichuris,(f) Trichostrongylus

Hasil pemeriksaan menggunakan metode

Mc.Master diperoleh stadium telur yang

belum dapat diidentifikasi sampai tingkat

spesies, meskipun Thienpont dan

Rochette (1979) menyatakan bahwa

cacing dari jenis Strongylus equinus dapat

diidentifikasi sampai tingkat spesies

karena memiliki 16 lingkaran usus yang

terdapat di dalam tubuhnya pada saat

larva stadium 3.

Haemonchus yang sering disebut dengan

cacing lambung mempunyai ciri yaitu

bentuk telurnya yang agak bulat dan

berukuran panjang mencapai 71,80 µm

serta lebar 49,52 µm. Telur Haemonchus

memiliki dinding yang tipis dan di

dalamnya terdapat 16 - 32 sel (Rahayu,

2007).

Ciri dari telur Mecistocirrus hampir mirip

dengan telur Haemonchus yang

membedakan adalah bentuk telur

Mecistocirrus agak lonjong dibandingkan

dengan telur Haemonchus. Panjang telur

Mecistocirrus mencapai 47,53 µm dan

lebar 26,16 µm (Darma dan Putra, 1997).

Oesophagustomum sering disebut dengan

cacing bungkul karena di dalam telurnya

terdapat bungkul-bungkul yang berisi

larva. Bentuk telurnya oval berwarna

keputih-putihan dengan panjang mencapai

39,02 µm dan lebar 23,55 µm (Akoso,

1996).

Strongyloides sering disebut dengan

cacing benang karena di dalam telur

terdapat larva yang melengkung mirip

dengan benang. Bentuk telurnya agak

lonjong dan memiliki lapisan dinding telur

yang tipis dengan panjang telur mencapai

Page 74: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

71 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

81,27 µm serta lebar 42,06 µm (Schad,

1989).

Ciri dari telur Trichuris adalah berwarna

kecoklatan dan bentuknya yang mirip

seperti tempayan dengan terdapat dua

kutub di ujungnya. Panjang telur Trichuris

mencapai 52,75 µm dan lebar 22,38 µm

(Natadisastra, 2009).

Trichostrongylus sering disebut dengan

cacing rambut karena bentuknya yang

tipis dan halus seperti rambut. Telur

Trichostrongylus berbentuk lonjong

dengan salah satu ujungnya yang

meruncing. Panjang telur

Trichostrongylus mencapai 41,48 µm dan

lebar 21,09 µm (Taylor, 2007).

2. Rerata jumlah telur cacingnematoda usus yang ditemukanpada feses kambing

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh

rerata jumlah telur cacing nematoda usus

antara kambing yang diberi pakan hijauan

dan pakan tambahan konsentrat pada

minggu ke 0, 1, dan 2. Perbedaan rerata

jumlah telur cacing nematoda usus pada

kambing yang diberi pakan hijauan 100%

(P1) berbeda nyata (α = 5 %) dengan

kambing yang diberi pakan tambahan

konsentrat (P2 dan P3). Hasil rerata

jumlah telur cacing dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rerata jumlah telur cacingnematoda usus pada kambing

yang diberi perlakuan pakan yangberbeda

Perla-kuan

Waktu pengamatan (Rerata ± Std. Dev *)Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2

P1 8,00 ±5,020a

16,50 ±3,271a

12,00 ±2,828a

P2 1,17 ±0,408b

1,50 ±0,548b

2,17 ±1,169b

P3 3,50 ±2,074b

3,00 ±1,095b

2,33 ±1,966b

Keterangan:(*)= Angka yang diikuti indeks huruf yangsama dalam satu kolom menunjukkanperlakuan tidak berbeda nyata pada tarafsignifikasi α 5 %.Perlakuan 1 (P1) : 100% hijauanPerlakuan 2 (P2) : 75% hijauan + 25%konsentratPerlakuan 3 (P3) : 50% hijauan + 50%konsentrat

Hasil penelitian menunjukkan adanya

penurunan jumlah telur cacing nematoda

usus yang terdapat pada feses kambing

setelah diberi pakan tambahan konsentrat

pada P2 dan P3 yang berbeda nyata (α =

5 %) dibandingkan dengan P1 (Tabel 1).

Rerata jumlah telur cacing nematoda usus

sebelum diberi perlakuan (P1) cukup tinggi

baik pada minggu ke 0, 1, dan 2 yang

berkisar antara 8,00 sampai dengan

16,50. Kemudian pada minggu ke 2

setelah diberi pakan tambahan konsentrat

terlihat penurunan yang nyata pada P2

dan P3 dengan rerata yang berkisar

antara 2,17 sampai dengan 2,33

dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1).

3. Prevalensi genus telur cacingnematoda usus yang ditemukanpada feses kambing

Berdasarkan hasil pengamatan terdapat

beberapa genus telur cacing nematoda

Page 75: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Prevalensi Nematoda Usus... / 72

usus yang menginfeksi kambing antara

lain Hamonchus, Mecistocirrus,

Oesophagustomum, Strongyloides,

Trichuris, dan Trichostrongylus dengan

prevalensi yang berbeda-beda seperti

terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Prevalensi genus telur cacing nematoda usus pada feseskambing minggu ke 0 sebelum diberi perlakuan sampaiminggu ke 2 setelah diberi perlakuan

Keterangan:HMC = Haemonchus; MEC = Mecistocirrus; OPG = Oesophagustomum; SGD = Strongyloides;TCS = Trichuris; TCT = Trichostrongylus

Prevalensi Strongyloides adalah

prevalensi tertinggi dibandingkan dengan

jenis telur cacing lainnya yaitu sebesar

72,22% pada minggu ke 0, 94,44% pada

minggu ke 1, dan 61,11% pada minggu ke

2. Prevalensi Mecistocirrus adalah

terendah dibandingkan dengan prevalensi

jenis telur cacing lainnya yaitu sebesar

5,55% pada minggu ke 0, kemudian 0%

pada minggu ke 1, dan 5,55% pada

minggu ke 2.

PembahasanPemberian pakan tambahan konsentrat

berpengaruh nyata terhadap jumlah telur

cacing nematoda usus yaitu semakin

menurun baik pada P2 dan P3

dibandingkan dengan kontrol. Hal ini

diduga pakan hijauan mengalami

kontaminasi larva atau telur cacing yang

lebih besar berkurang ketika hijauan

dicampur dengan konsentrat. Dugaan ini

berdasarkan pendapat Gaddie dan

Douglas (1977) bahwa cacing menyukai

bahan organik sebagai media tumbuhnya

yang berasal dari tumbuhan yang segar

dan seresah daun. Namun tidak

menyukai tumbuh-tumbuhan yang telah

lapuk dan terdekomposisi. Minnich (1977)

menambahkan bahwa cacing memakan

bahan organik yang sedang mengalami

proses dekomposisi dibanding yang sudah

terdekomposisi.

Perbedaan prevalensi telur cacing yang

ditemukan pada feses kambing di

Kelurahan Sumber Agung mungkin karena

dipengaruhi oleh faktor makanan,

44,44

5,55

16,66

72,22

05,55

22,22

0

50

94,44

16,66

5,55

38,88

5,55

61,11 61,11

11,11

22,22

0102030405060708090100

HMC MEC OPG SGD TCS TCT

Prev

alen

si (%

)

Genus telur cacing yang ditemukan

Minggu ke 0

Minggu ke 1

Minggu ke 2

Page 76: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

73 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

kebersihan dan lingkungan. Kemungkinan

ini berdasarkan pendapat Gasbarre dkk

(1990) bahwa cacing gastrointestinal

dipengaruhi oleh cara pemeliharaan yang

efisien dan pemberian makanan bagi

ternak. Di sekitar kandang ternak

kambing di Kelurahan Sumber Agung

masih terdapat tumbuhan semak yang

cukup lebat dan saluran air atau selokan

yang dapat mendukung berkembangnya

vektor parasit, sehingga kemungkinan

kelanjutan siklus hidup cacing masih

cukup tinggi.

Perbedaan prevalensi terlihat pada

kambing yang diberi pakan hijauan saja

dan yang diberi pakan tambahan

konsentrat. Perbedaan ini diduga

disebabkan oleh kambing yang diberi

pakan hijauan dicampur dengan pakan

tambahan konsentrat kemungkinan

terinfeksi oleh stadium infektif dari cacing

lebih kecil dibandingkan dengan kambing

yang hanya diberi pakan hijauan saja. Hal

ini berdasarkan hasil penelitian Putra dkk

(2014) yang menyatakan bahwa

perbedaan prevalensi cacing trematoda

pada sapi di Bali yang diberi pakan

hijauan sebesar 38% berbeda nyata (P <

0,05) dibandingkan dengan sapi yang

diberi pakan hijauan yang ditambahkan

konsentrat dengan prevalensi sebesar

16%.

Prevalensi Strongyloides tertinggi diduga

bahwa cacing ini mudah dan cepat

menetas dalam waktu singkat. Dugaan ini

karena larva Strongyloides yang tertelan

masuk ke dalam tubuh hospes mampu

bersembunyi dalam usus dan telurnya

menetas dengan cepat dalam waktu 24

jam (Levine, 1994). Mardiana (2008)

menambahkan tanah yang tercemar

dengan feses juga diduga penyebab

terjadinya transimisi telur cacing dari tanah

ke tubuh hospes melalui kulit atau kuku

yang mengandung telur cacing, lalu

masuk ke mulut bersama makanan.

Prevalensi Mecistocirrus terendah diduga

disebabkan morfologinya yang mirip

dengan Haemonchus sehingga sulit

dibedakan. Dugaan ini berdasarkan

pendapat Urquhart (1996) bahwa

Mecistocirrus pada ternak muda jarang

ditemukan, tapi yang lebih sering

ditemukan adalah Haemonchus diduga

karena Mecistocirrus dan Haemonchus

memiliki kemiripan dari segi habitat yang

sama yaitu abomasum, morfologi serta

gejala klinis sehingga relatif sulit untuk

dibedakan.

SIMPULAN DAN SARANSimpulanKesimpulan yang diperoleh dari penelitian

ini adalah ditemukannya 6 genus telur

cacing nematoda usus yaitu Haemonchus,

Mecistocirrus, Oesophagustomum,

Strongyloides, Trichuris, dan

Trichostrongylus. Terjadi penurunan

rerata jumlah telur cacing nematoda usus

pada kambing yang diberi pakan

Page 77: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Prevalensi Nematoda Usus... / 74

tambahan konsentrat dibandingkan

dengan kontrol. Prevalensi genus telur

cacing tertinggi yaitu Strongyloides,

sedangkan prevalensi terendah adalah

Mecistocirrus.

SaranSaran dalam penelitian ini adalah perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

pemberian pakan hijauan pada ternak

yang telah dilayukan terlebih dahulu

dengan rentang waktu pengamatan yang

lebih lama.

DAFTAR PUSTAKAAkoso, B., T. 1996. Kesehatan Sapi.

Kanisius.Yogyakarta.

Colville, J. 1991. Diagnostic Parasitologyfor Veterinary Technicians.American Veterinary Publications,Inc.5782. Thormwood. DriveGolete. California 93117 Page 19-24.

Darma, D.M.N., dan A. A. G. Putra. 1997.Penyidikan Penyakit Hewan, BukuPegangan. CV. Bali MediaAdhikarsa. Denpasar. 161-175

Fuentes, S.V., M. Saez, M. Trelis.,C.Munos-atoli, dan G. J.Esteban.2004. The Helminth Community ofApodemus Sylvaticus(Rodentia,Muridae) in the Sierra deGredos (Spain). Arxius de Miscel-Idnia Zoologica 2:1-6. Spain.

Gaddie, R. E., dan D. E. Douglas.1977.Earthworm for Ecologyand Profit.Vol II. Bookworm PublishingCompany Ontario.California.

Garcia, L. S., dan David. 1994. DiagnostikParasitologi Kedokteran. BukuKedokteran EGC.Jakarta.

Gasbarre, L.C., E.A. Leighton, dan C. J.Davies. 1990. Genetic control ofimmunity to gastrointestinalnematodes of cattle. J VeterinParasitol 37:257–272.

Levine, N. D. 1994. Parasitology Veteriner.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Mardiana, D. 2008. Prevalensi CacingUsus Pada Murid Sekolah DasarWajib Belajar Pelayanan GerakanTerpadu Pengentasan KemiskinanDaerah Kumuh Di Wilayah DKIJakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan.Vol 7 No 2 Agustus 2008.

Malibu, Y . 2014. Pengaruh PemberianKonsentrat Yang MengandungTepung Daun Gamal, Vitamin BKompleks Dan Obat CacingTerhadap Pertambahan BobotBadan dan Konversi Pakan PadaSapi Bali. [internet]http://PengaruhPemberianKonsentratYangMengandungTepungDaunGamal,VitaminBKompleksDanObatCacingTerhadapPertambahanBobotBadanDanKonversiPakanPadaSapiBali. Diakses pada 21 Oktober2015 pukul 13:31 WIB.

Minnich, J. 1977. The Earthworm BookHow to Raise and Use Earthwormsfor Your Farm and Garden. RodalePress Emmaus, P.A. United Statesof America.

Natadisastra, D dan R. Agoes. 2009.Parasitologi Kedokteran: Ditinjaudari Organ Tubuh yang Diserang.Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Novese, T., R.T. Setyawati, S.Khotimah.2013. Prevalensi dan IntensitasTelur Cacing Parasit pada FesesSapi (Bos sp.) Rumah PotongHewan (RPH) Kota PontianakKalimantan Barat. JurnalProtobiont. Vol 2 (2): 102-106.

Page 78: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

75 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

Pamungkas, F.A., A. Batubara, M.Doloksaribu, dan E. Sihite. 2009.Potensi Beberapa Plasma NutfahKambing Lokal Indonesia. Juknis.Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan,Badan Penelitian danPengembangan Pertanian,Departemen Pertanian.

Putra, R. D., N.A Suratma, I. B. M. Oka.2014. Prevalensi Trematoda padaSapi Bali yang Dipelihara Peternakdi Desa Sobangan, KecamatanMengwi, Kabupaten Badung. FKH,Universitas Udayana. Bali.Indonesia Medicus Veterinus 2014.3(5) : 394402 ISSN : 2301-7848.

Rahayu, R.Y. 2007. Komposisi KimiaRabbit Nugget dengan KomposisiFiller Tepung Tapioka yangBerbeda [Skripsi]. FakultasPeternakan Universitas GajahMadaYogyakarta.

Safar, R., D., dan Ismid. 1989. Parasit-parasit intestinal yang ditemukanpada murid Sekolah Dasarpusat kota, derah perkebunan,daerah pertanian, dan daerahnelayan kotamadya, PadangSumatera Barat. Prosiding SeminarParasitologi Nasional V.P41. Jakarta. Hal: 222.

Schad, G. A. 1989. Morphology and lifehistory of Strongyloides stercoralis.In: Grove DI, editor.Strongyloidiasis a majorroundworm infection of man.London: Taylor and Francis.

Soulsby, E. J. L. 1977. Helminth,Arthropods dan Protozoa ofDomesticated Animals. LeaFebiger, Sixth Edition. Phildelphia.

Taylor, M.A., R. L. Coop, dan R. L Wall.2007. Veterinary Parasitology.Blackwell Publishing. Navarra,Spain.

Thienpont, D., dan F. Rochette.1979.Diagnosing Helminthiasis byCoprological Examination, Firstedition. Jansenn ResearchFoundation. Beerse, Belgium.

Tiuria, R. 2004. Immunologi PenyakitParasiter Metazoa dan ProspekPengembangan Vaksin, ProsidingSeminar Parasitology danToksikologi Veteriner 2004. PusatPenelitian dan PengembanganPeternakan. Bogor.hal : 45-50.

Urquhart, G. M.1996. VeterinaryParasitology. Blackwell Science.Malden USA.

Page 79: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Prevalensi Nematoda Usus... / 76

Page 80: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

1 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Amanda Amalia Putri

Page 81: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

1 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Welmi Nopia Ningsih

KEANEKARAGAMAN PHYTOTHELMATA DI KAWASAN PEMUKIMAN DANPERKEBUNAN DESA TAMAN SARI, GEDONG TATAAN, PESAWARAN

DIVERSITY OF PHYTOTHELMATA AT RESIDENTIAL AND PLANTATION AREA INTAMAN SARI VILLAGE, GEDONG TATAAN, PESAWARAN

Welmi Nopia Ningsih1*, Emantis Rosa1, Jani Master1

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Nyamuk merupakan vektor dari beberapa jenis penyakit yang merugikan manusia. Jumlah populasinyamuk dapat dipengaruhi oleh tempat perindukan. Tempat perindukan nyamuk sangat beragam,salah satunya phytothelmata yang termasuk ke dalam tempat perindukan alami nyamuk.Phytothelmata merupakan tumbuhan penampung genangan air sehingga dapat digunakan sebagaitempat perindukan serangga termasuk nyamuk. Tujuan penelitian ini adalah mengetahuikeanekaragaman phytothelmata di lokasi beberapa pemukinan dan perkebunan sekitar kawasanDesa Taman Sari, Gedong Tataan, Pesawaran yang dilaksanakan dari Januari-Maret 2016. Prosesidentifikasi nyamuk dilakukan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Universitas Lampung. Analisis data menggunakan Indeks KeanekaragamanShanon-Wiener dan Indeks Dominansi Simpons. Jenis phytothelmata yang ditemukan di areapemukiman sebanyak delapan jenis dan di perkebunan sebanyak tujuh jenis. Hasil penelitianmenunjukkan keanekaragaman phytothelmata di area pemukiman dan perkebunan dalam kategorisedang (1,835 dan 1,613) dan kategori rendah untuk indeks dominansi (0,182 dan 0,262).

Kata kunci: keanekaragaman, dominansi, phytothelmata, tempat perindukan

ABSTRACT

Mosquitoes are vectors of several types of diseases that harm humans. Total population may beaffected by the mosquito breeding places. Breeding places are very diverse, one of them isphytothelmata which included into natural breeding place. Phytothelmata are water container plantthat can be used as breeding place of insects including mosquito. The purpose of this research wereto know the diversity of phytothelmata at residental area in Taman Sari village, Gedong Tataan,Pesawaran on January-March 2016 in a few of residential and plantation area. Identification processwere conducted in Botanical Laboratory, Biology Departement, Math and Science Faculty, LampungUniversity. Data were analyzed with Shanon-Wiener diversity index and Simpons domination index.Phytothelmata type found in residential areas as much as eight types and in plantations of seventypes. The result showed that diversity of phytothelmata in residential and plantation area were atmedium category (1,835 and 1,613) and low for the category domination index (0,182 and 0,262).

Keyword: diversity, dominantion, phytothelmata, breeding place

PENDAHULUANPhytothelmata merupakan salah satu

tempat perindukan alami yang digunakan

nyamuk untuk menyelesaikan siklus hidup

(Rosa et al., 2012). Phytothelmata pada

awalnya didefinisikan oleh Varga dalam

Kitching (2000) sebagai tumbuhan yang

dapat dijadikan sebagai tempat

penampungan air. Hal ini didasari hasil

penemuan Varga yang melihat adanya

jenis tumbuhan yang dapat menampung

genangan air dan sebagai tempat

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016 : hal. 77-83ISSN : 2338-4344

Page 82: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Keanekaragaman Phytotelmata di Kawasan ... / 78

berlangsungnya interaksi berbagai jenis

flora dan fauna. Famili Culicidae

merupakan salah satu famili yang banyak

ditemukan mendiami sebagian besar

phytothelmata.

Gedong Tataan merupakan salah satu

daerah di provinsi Lampung dengan luas

wilayah perkebunan 25,88% dan kawasan

hutan negara 27,99% dari luas wilayah

total kabupaten Pesawaran

(Pesawarankab, 2013). Banyak dan

luasnya area perkebunan diduga bahwa

kawasan Gedong Tataan memiliki

berbagai jenis phytothelmata yang dapat

digunakan sebagai tempat perindukan

nyamuk. Hal ini juga didukung oleh

adanya kasus Demam Berdarah Denguedi

Gedong Tataan yang cukup tinggi,

demikian juga dengan penyakit lainnya

yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

meningkat (Dinkesprov, 2012).Penelitian

tentang phytothelmata juga sebelumnya

telah dilakukan oleh Prasetyo (2015),

dengan ditemukannya 17 jenis

phytothelmata di kota Metro, provinsi

Lampung yang berpotensi sebagai tempat

perindukan alami nyamuk vektor demam

berdarah. Untuk itu, penelitian ini

dilakukan guna menemukan keberadaan

tumbuhan yang termasuk kedalam

golongan phytothelmata serta kaitannya

sebagai tempat perindukan alami nyamuk.

BAHAN DAN METODEPenentuan lokasi sampling dilakukan

dengan menggunakan metode Purposive

sampling di dua area pemukiman dan dua

area perkebunan tiap dusun pada enam

dusun yang ada di Desa Taman Sari,

Gedong Tataan, Pesawaran.

Pengambilan sampel dilakukan secara

langsung di titik pengambilan sampel.

Sampel phytothelmata yang ditemukan

akan langsung diamati dan difoto lalu

diidentifikasi. Bagi tanaman yang belum

diketahui jenisnya akan diambil beberapa

bagian tubuh tanaman dan kemudian akan

diidentifikasi lebih lanjut di Laboratorium.

Phytothelmata akan diidentifikasi

menggunakan buku identifikasi Van

Steenis (2006). Data yang didapatkan

dianalisis menggunakan Indeks

Keanekaragaman Shanon-Wiener

(Michael, 1984) dengan rumus :

H’ = -∑ Pi ln Pi,dimana Pi = ni/ NKeterangan:H’ : Indeks Shanon-Wienerni : Jumlah individu spesies ke-iN : Jumlah total individu

Untuk mendapatkan nilai dominansi data

juga akan dianalisis menggunakan Indeks

Dominansi Simpsons (Odum, 1993)

dengan rumus :

Ds = ∑ (Pi)2,

dimana Pi = ni/ NKeterangan :Ds : Indeks Simpsonni : Jumlah individu spesies ke- iN : Jumlah total individu

Page 83: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

79 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Welmi Nopia Ningsih

HASIL DAN PEMBAHASANPengamatan terhadap phytothelmata yang

ditemukan di Desa Taman Sari,

Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

Pesawaran didapatkan hasil sebagai

berikut :

Tabel 1. Komposisi jenis-jenis phytothelmata yang ditemukan di area pemukiman danperkebunan

NoArea pemukiman Area perkebunan

Famili Jenis Tipe ∑ Vol.air Famili Jenis Tipe ∑ Vol.

air1

2

3

4

5

6

7

Araceae

Bromeliaceae

Dracaenaceae

Malvaceae

Musaceae

Ruscaceae

Sapindaceae

A. macrorhizaC. esculenta

G. sanguinea

D. fragrans

T. cacao

M paradisiaca

P angustifolia

N. lappaceum

KDKD

KD

KD

KB

KD

KD

LP

16

4

6

1

8

3

1

28121

460

180,35

126

331,75

105,75

97

Arecaceae

Bromeliaceae

Dracaenaceae

Malvaceae

Musaceae

Pandanaceae

Bambusaceae

C. nucifera

A. comosus

D. fragrans

T. cacao

M paradisiaca

P. amaryllifolius

Bambusa sp.

KBdanTG

KD

KD

KBdanLP

KD

KD

TB

8

2

1

4

10

1

13

519,5

22,8

39

84,25

305,5

5,75

692,4

Keterangan: KD = kelopak daun, TG = tanaman gugur, KB = kulit buah, TB =tunggul bambu,LP = lubang pohon, Vol. air = volume air (ml), dan ∑ = jumlah individu

Pada Tabel 1, phytothelmata yang

ditemukan di area pemukiman sebanyak

tujuh famili dengan delapan jenis

tumbuhan. Dari tujuh famili tumbuhan,

yang paling banyak ditemukan jenisnya

adalah famili Araceae dengan jenis

tumbuhan Alocasia macrorhiza dan

Colocasia esculenta sedangkan yang

lainnya seperti famili Bromeliaceae

dengan jenis Guzmania sanguinea, famili

Dracaenaceae dengan jenis Dracaena

fragrans, famili Malvaceae dengan jenis

Theobrema cacao, famili Musaceae

dengan jenis Musa paradisiaca,

Ruscaceae denganjenis Pleomele

angustifolia dan Sapindaceae dengan

jenis Nephelium lappaceum hanya

ditemukan satu jenis tiap familinya.

Musa paradisiaca merupakan jenis yang

paling banyak ditemukan di lokasi

penelitian yaitu sebanyak delapan individu

sedangkan jenis yang paling sedikit

adalahAlocasia macrorhiza yaitu sebanyak

satu individu. Di area pemukiman, volume

air paling banyak pada phytoythelmata

yaitu jenis Guzmania sanguinea sebanyak

460 ml dan yang paling sedikit pada

Alocasia macrorhiza sebanyak 28 ml.

Jenis phytothelmata di area perkebunan

sebanyak tujuh jenis yang terdiri dari tujuh

famili tumbuhan yaitu, famili

Arecaceaedengan jenisCocos nucifera,

famili Bromeliaceaedengan jenisAnanas

comosus, famili Dracaenaceaedengan

jenisDracaena fragrans, famili

Malvaceaedengan jenisTheobrema cacao,

Page 84: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Keanekaragaman Phytotelmata di Kawasan ... / 80

famili Musaceaedengan jenisMusa

paradisiaca, famili Pandanaceae dengan

jenisPandanus amaryllifolius dan famili

Bambusaceaedengan jenisBambusa sp..

Tiap famili hanya diwakili oleh satu jenis

tumbuhan saja.

Bambusa sp. merupakan jenis phytothel-

mata yang banyak ditemukan di lokasi

penelitian sebanyak 13 individu.

Dracaena fragrans dan Pandanus

amaryllifolius merupakan jenis yang jarang

ditemui di area perkebunan karena hanya

ditemukan sebanyak satu individu. Pada

area perkebunan, volume air terbanyak

ditampung oleh Bambusa sp. sebanyak

692,4 ml sedangkan paling sedikit pada

Pandanus amaryllifolius sebanyak 5,75 ml.

Tabel 2. Indeks keanekaragaman dandominansi phytothelmata yangditemukan di area pemukimandan perkebunan

No Tipe area H’ Ds1 Pemukiman 1,835 0,1542 Perkebunan 1,756 0,213

Keterangan: H’: indeks keanekaragaman; Ds:indes dominansi

Indeks keanekaragaman di area

pemukiman sebesar 1,835 dan di area

perkebunan sebesar 1,756. Nilai

dominansi phytothelmata di area

pemukiman sebesar 0,154 dan di area

perkebunan sebesar 0,213.

PembahasanTabel 1. menunjukkan pada area

pemukiman famili tumbuhan yang memiliki

jenis tumbuhan paling banyak adalah

famili Araceae dengan jenis Alocasia

macrorhiza dan Colocasia esculenta. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo

(2015), yang menemukan jenis

phytothelmata seperti Alocasia indica,

Colocasia esculenta dan Dieffenbachia

amoena yang merupakan famili Araceae

sebagai jenis yang paling banyak

ditemukan dibandingkan dengan famili

lainnya.

Jenis phytothelmata yang paling banyak

ditemukan adalahMusa paradisiaca. Hal

tersebut karena jenis tanaman ini banyak

ditanam oleh penduduk di sekitar

lingkungan rumahnya untuk digunakan

sebagai tanaman konsumsi yang diambil

buah, jantung, dan daunnya. Jenis

tanaman yang jarang ditemukan adalah

Alocasia macrorhiza, Nephelium

lappaceum, dan Theobrema cacao.

Alocasia macrorhiza dan Nephelium

lappaceum jarang ditemukan karena

merupakan jenis tanaman hias dan

tanaman buah yang ditanam sesuai

dengan keinginan penduduknya

(Werdiningsih, 2007), sedangkan jenis

Theobrema cacao jarang ditemukan di

area pemukiman karena termasuk

kedalam jenis tanaman perkebunan yang

juga banyak tersebar di sekitar area

pemukiman walaupun dengan jumlah

yang sedikit.

Volume air paling banyak pada

phytoythelmata yaitu Guzmania sanguinea

sebanyak 460 ml dan yang paling sedikit

Page 85: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

81 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Welmi Nopia Ningsih

pada Alocasia macrorhiza sebanyak 28

ml. Hal ini dikarenakan Guzmania

sanguinea memiliki morfologi tanaman

dengan kelopak daun yang lebar dan lebih

terbuka sehingga genangan air dapat

tertampung secara maksimal sedangkan

Alocasia macrorhiza memiliki ketiak daun

yang cenderung menyempit sehingga

genangan air menjadi terbatas.

Tumbuhan yang mewakili perkebunan

hanya ditemukan satu jenis yang mewakili

tiap familinya. Jenis yang paling banyak

ditemukan di area perkebunan

adalahBambusa sp. dan Musa

paradisiaca. Hal tersebut karena wilayah

Gedong Tataan merupakan daerah yang

banyak digunakan sebagai area

perkebunan terutama bagi komoditi kakao,

pisang, kelapa, dan jagung (Febryano et

al., 2009), sehingga jumlah tanaman

seperti bambu dan pisang masih banyak

ditemukan. Jenis yang sedikit ditemukan

adalah Dracaena fragrans yang

merupakan jenis tanaman hias dan

Pandanus amaryllifolius yang merupakan

jenis tanaman pangan yang banyak

ditanam di area pekarangan rumah

sehingga jarang ditemui pada area

perkebunan.

Phytothelmata di area perkebunan yang

paling banyak menampung genangan air

yaitu, Bambusa sp. sebanyak 692,4 ml

sedangkan paling sedikit pada Pandanus

amaryllifolius sebanyak 5,75 ml. Bambusa

sp. merupakan jenis phytothelmata yang

tergolong tipe tunggul bambu yang

memiliki bentuk silinder atau pipa

sehingga jumlah air yang tertampung lebih

banyak dibandingkan dengan Pandanus

amaryllifolius yang merupakan tipe

kelopak daun yang luas area

genangannya lebih kecil. Bentuk pipa

pada bambu juga diketahui memiliki suhu

genangan air yang lebih dingin

dibandingkan dengan tipe kelopak daun

sehingga kadar penguapan air semakin

berkurang (Rosa et al., 2016).

Penelitian Rosa et al. (2012), juga

menyatakan bahwa pada phytothelmata

tipe ketiak daun memiliki bentuk morfologi

daun yang lebih terbuka sehingga terjadi

adanya proses penguapan yang

menyebabkan berkurangnya volume air

yang tertampung.Semakin banyak volume

air yang tertampung, maka akan semakin

baik bagi tempat perindukan

nyamuk.Kepadatan larva nyamuk paling

dipengaruhi oleh volume air yang

tertampung didalam phytothelmata selain

oleh temperatur, pH, dan kandungan kimia

air (Rosa et al., 2016).

Keanekaragaman di area pemukiman dan

perkebunan tergolong dalam tingkatan

sedang dengan nilai indeks sebesar 1,835

dan 1,756. Dominansi phytothelmata di

area pemukiman dan perkebunan

tergolong dalam katergori rendah dengan

nilai indeks 0,154 dan 0,213.

Page 86: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Keanekaragaman Phytotelmata di Kawasan ... / 82

Phytothelmata di area pemukiman lebih

beranekaragam dibandingkan dengan

area perkebunan karena jenis

phytothelmata yang ada di area

pemukiman lebih banyak dibandingkan

area perkebunan. Hal tersebut

dikarenakan jumlah jenis yang ditemukan

akan berpengaruh terhadap nilai

keanekaragaman. Menurut Kendeigh

(1980), jika jumlah jenis yang ditemukan

disuatu lokasi banyak maka indeks

keanekaragaman akan tinggi. Area

perkebunan memiliki jenis tanaman yang

mendominansi dengan jumlah lebih

banyak dibandingkan area

pemukimansehingga nilai indeks

dominansi di area perkebunan lebih tinggi.

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis

phytothelmata yang ditemukan di area

pemukiman sebanyak delapan jenis

dengan jenis yang paling banyak

ditemukan adalah Musa paradisiaca.

Jenis phytothelmata yang ditemukan di

area perkebunan sebanyak tujuh jenis

dengan jenis yang paling banyak

ditemukan adalah Bambusa sp.. Indeks

keanekaragaman total phytothelmata di

area pemukiman sebesar 1,835 dan di

area perkebunan sebesar 1,613 dan

termasuk dalam keanekaragaman tingkat

sedang. Dominansi total phytothelmata di

area pemukiman sebesar 0,182 dan di

area perkebunan sebesar 0,262 termasuk

dalam dominansi rendah.

DAFTAR PUSTAKA(Dinkesprov) Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung. 2012. Profil DinasKesehatan Provinsi LampungTahun 2012. [Internet]. Terdapatpada : Dinas kesehatan provinsilampung. htm. Diakses pada :19November 2015.

Febryano, I.G. Suharjito, D., Soedotomo,S. 2009. Pengambilan KeputusanPemilihan Jenis Tanamandan Pola Tanam di Lahan HutanNegara dan Lahan Miliki : StudiKasus di Desa SungaiLangka, Kecamatan GedongTataan, Kabupaten Pesawaran,Lampung. Forum PascaSarjana. 32(2) : 129-143.

Kendeigh, S.C. 1980. Ecology WithSpecies Reference to Animal andMan.Prentice Hall of India. NewDelhi.

Kitching, K. L. 2000. Food Webs andContainer Habitats : The NaturalHistory and Ecology ofPhytothelmata. CambridgeUniversity Press. New York.

Michael, P. 1984. Ecological Methods forField and Laboratory Investigation.Tata McGraw-Hill PublishingCompany Limited. New Delhi.

Odum, E. P. 1993. Dasar- Dasar Ekologi.Gajah Mada UniversityPress.Yogyakarta.

(Pesawarankab). Kabupaten Pesawaran.2013. Potensi PertanianKabupaten Pesawaran.[Internet].Terdapat pada :Pesawarankab.go.id. Diakses pada: 3 Januari 2016.

Prasetyo, A., Rosa, E., Yulianty. 2015.Keanekaragaman PhytothelmataSebagai Tempat Perindukan AlamiNyamuk Demam Berdarah di KotaMetro Provinsi Lampung.SeminarNasional Sains danTeknologi. 578- 583.

Page 87: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

83 / Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati Welmi Nopia Ningsih

Rosa, E., Salmah, S., Dahelmi,Syamsuardi. 2012. Jenis dan TipePhytothelmata Sebagai TempatPerindukan Alami Nyamuk diBeberapa Lokasi diSumateraBarat. Prosiding SNSMAIP.Sumatera Barat.

Rosa, E., Dahelmi, Salmah, S.,Syamsuardi. 2016. Some Factor inWater Chemistery andPhysics that Determines theDensity of Diptera Larvae onPhytothelmata in Endemic Area’sof Dengue Hemmoragic Fever.ARPN Journal of Agricultural andBiological Science. 11 (2).

Van Steenis, C.G. 2006. Flora. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.

Varga, L. 1928. Ein Interessater Biotop derBioconose vonWasserorganismen.BiologischesZentralblatt. 41. 143-162.

Werdiningsih, H. 2007. KajianPenggunaan Tanaman SebagaiAlternatif Pagar Rumah.JurnalIlmiah Perancangan Kota danPemukiman.

Page 88: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Keanekaragaman Phytotelmata di Kawasan ... / 84

Page 89: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

PEDOMAN PENULISANJURNAL BIOLOGI EKSPERIMEN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Jurnal Biologi Eksperimen dan Keaneka-ragaman Hayati menerima naskah hasilpenelitian atau ulas balik (review/mini review)yang ditulis baik dalam Bahasa Indonesia atauBahasa Inggris, yang belum pernah diterbitkan,atau tidak sedang dalam pertimbangan untukditerbitkan di jurnal atau prosiding lain.

Naskah diketik dengan program microsoft wordpada kertas A4 dengan jenis huruf arial font 11.Jumlah halaman termasuk gambar dan tabelmaksimal sebanyak 10 halaman. Gambardibuat dalam betuk JPEG.

Naskah disusun dengan urutan sebagai berikut :a. Judul

Ditulis dalam Bahasa Indonesia dan BahasaInggris

b. Nama Lengkap PenulisDitulis tanpa gelar akademik/kesarjanaan.Untuk naskah dengan penulis lebih dari satuorang, maka nama penulis untuk korespon-densi diberi tanda asterisk dan dilengkapidengan catatan kaki yang mencangkupnomor telepon/fax dan alamat e-mail.

c. Nama Lembaga/InstitusiDitulis dengan alamat lengkap serta kodepos

d. AbstrakBerisi ringkasan pokok bahasan lengkapdari keseluruhan naskah. Ditulis dalam satuparagraf dalam Bahasa Indonesia danBahasa Inggris dengan jumlah katamaksimal 250 kata.

e. Kata KunciDitulis dalam Bahasa Indonesia dan BahasaInggris dengan jumlah maksimum 5 kata,yang dimulai dari kata khusus sampai katayang paling umum

f. Alamat KorespondensiBerisi alamat penulis yang dapat dihubungi,terdiri dari nomor telepon/fax, alamat e-mail,serta alamat lain yang dapat dihubungiselain alamat lembaga/institusi.

g. PendahuluanBerisi latar belakang masalah, tinjauanpustaka dan tujuan, ditulis secara singkat,jelas, dan sistematis.

h. Bahan MetodeBerisi uraian tentang bahan dan alat yangdigunakan, cara kerja termasukpengambilan sampel, dan teknik analisisdata.

i. Hasil dan PembahasanBerisi uraian dalam urutan logis tentanghasil penelitian beserta sajian data dalambentuk gambar dan/atau tabel yangdilengkapi dengan pembahasan secarailmiah dan komprehensif.

j. KesimpulanBerisi pernyataan singkat, padat, tegas, danpasti dari hasil penelitian.

k. Ucapan Terima KasihMemuat ucapan penghargaan terhadapInstitusi penyandang dana penelitian atauorang yang membantu pelaksanaanpenelitian dan/atau penulisan laporan.

l. Daftar PustakaDitulis dengan memakai sistem nama-tahundan disusun secara abjad yang merupakanpustaka 5 tahun terakhir dan 50%-nyaadalah artikel dalam jurnal ilmiah

m. Gambar dan TabelGambar dan tabel dibuat mengikuti naskahartikel. Gambar dikirim denganmenggunakan JPEG.

Contoh Penulisan Tanda Matematika :Penulisan tanda matematika digabunguntuk : 2,50x21%, 13-24, dll.Penulisan tanda matematika yang tidakdigabung : 9 x 10-3, 34 < 45, 45 kg, 17 0C,dll.

Contoh Penulisan Daftar Pustaka :Contoh artikelAmin, B. 2000. Kandungan Logam Berat Pb,

Cd, dan Ni pada Ikan Gelodok DariPerairan Dumai. Jurnal Ilmu KelautanUniversitas Diponegoro. 17:19-33.

Contoh bukuKateren. 1986.Minyak dan Lemak Pangan.

Jakarta. UI-Press.Contoh Bab dalam bukuMarkham, K. R. and Geiger, H. 1981.

Nuclear Magnetic SpectrociencearchSscopy of Flavonoids and TheirGlycosides in Hexadentero-dimethylsulfoxide. di dalam Harborn, J. B.(ed). The Flavonoids Advance inResearch Science. London. Chapman &Hall, Ltd.

Contoh Skripsi/Thesis/DisertasiElfizar. 2001. Deteksi Gerakan

Menggunakan Alur Optik UntukOtomatisasi Sistem Keamanan BerbasisKamera. Thesis Pasca Sarjana.Yogyakarta. UGM.

Contoh InternetESTCP FY95 Projects.1996. Plant Enhance

Bioremidiation of Contaminated Soil andGroundwater Avaliable.http://www.acg.osd.mil/ens/ESTCP.Proj-sum.html (9 Mei 1996)

Catatan:Gambar ditampilkan dalam kondisi hitam danputih. Jika gambar diinginkan tampil dalamkondisi berwarna, maka dikenakan biayatambahan sebesar.Rp. 25.000,- per halaman.

Page 90: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

FORMULIR BERLANGGANAN

Untuk berlangganan Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati, mohon isidata berikut dan kirim kembali formulir berikut ke alamat sekretariat Jurnal di bawahini.

Kepada Yth.Ketua Pengelola JurnalBiologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayatidi Tempat.

Dengan ini saya bermaksud untuk berlangganan Jurnal Biologi Eksperimen danKeanekaragaman Hayati yang terbit 3 (tiga) kali setahun dengan biaya langgananRp. 250.000,- (dua ratus lima ribu rupiah) termaksuk ongkos kirim. Untuk yang berada diluar Sumatera ditambah Rp. 30.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).

CARA PEMBAYARAN :Saya telah melakukan transfer uang sebesar (beri tanda pada kotak yang sesuai) : Rp. 250.000,- / Rp. 280.000,-*) untuk berlangganan Jurnal Biologi Eksperimen dan

Keanekaragaman Hayati selama satu tahun Rp. 500.000,- / Rp. 550.000,-*) untuk berlangganan Jurnal Biologi Eksperimen dan

Keanekaragaman Hayati selama dua tahun

ke rekening a.n. Emantis Rosa di Bank BNI Cabang Universitas Lampung dengan NomorRekening 0070700373 Bersama ini ssaya sertakan juga fotocopi bukti transfer tersebut.

DATA ANDA :Nama (berikut gelar akademik) : ...........................................................................................................Institusi : ...........................................................................................................Alamat Kirim : ...........................................................................................................

...........................................................................................................

...........................................................................................................Kode Pos ..........................

ALAMAT SEKRETARIAT JURNAL :Gedung Biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas LampungJl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145Telp./Fax (0721) 704625 Ext. 705, E-mail : [email protected]

*) coret yang tidak perlu

Page 91: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

Program Studi Magister BiologiFMIPA Universitas LampungBerdiri sejak tahun 2012, berdasarkan SK Mendikbud RI No.404/E/O/2012.Terakreditasi B (SK BAN PT. No. 1263/SK/BAN-PT/Akred/M/XII/2015)

PROSES DAN LAMA PENDIDIKANProgram Magister diselenggarakan dalam 4 semester (2 tahun) dengan beban kredit minimal36 sks termasuk tesis dalam bidang : Bioteknologi, Biologi Perairan, serta Biokonservasi dan

Keanekaragaman Hayati, dengan batas maksimum masa studi 4 tahun.

PEMBIAYAANBiaya Perkuliahan per semester berkisar Rp. 7.000.000,- s/d Rp. 9.000.000,-. Bagi calonmahasiswa dari perguruan tinggi yang memenuhi syarat dimungkinkan untuk mendapatkanbeasiswa dari program BUDIDN RISTEKDIKTI. Tata cara memperoleh beasiswa tersebutdapat ditanyakan langsung ke sekretariat PTN/kopertis setempat atau dapat dilihat di websiteresmi RISTEKDIKTI (ristekdikti.go.id).

TEMPAT PENDAFTARANSekretariat Program Pascasarjana

Gedung Rektorat Lt. 4, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1Bandar Lampung 35145, telepon 0721-783682 Fax: 0721-783682

PENDAFTARANMasa kuliah Semester Gasal TA. 20162017 : 5 Januari – 5 Maret 2016 (Gelombang I)

: 22 Maret – 22 Mei 2016 (Gelombang II): 7 Juni – 25 Juli 2016 (Gelombang III)

Awal Kuliah : 1 September 2016

Informasi lebih lanjut dapat dilihat di www.unila.ac.id

Contact Person :Dr. Sumardi, M.Si. (HP. 085216391087)

Page 92: J – B E K Hfmipa.unila.ac.id/web/biologi/wp-content/uploads/2014/11/Volume-3... · Hasil pengamatan terhadap tipe phytotelmata dari hasil penelitian ditemukan sebanyak enam tipe

J-BEKHJurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman HayatiVol. 3 No. 1 Juni 2016

A1. Diversitas Phytotelmata di Beberapa Wilayah Endemis Demam Berdarah Dengue di ProvinsiLampung, IndonesiaYulianty, Emantis Rosa.................................................................................................................... 1

A2. Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian EkstrakRimpang Teki (Cyperus rotundus L.)Etika Julitasari, Nuning Nurcahyani, Hendri Busman ..................................................................... 9

A3. Efek Teratogenik Pemberian Ekstrak Rimpang Teki (Cyperus rotundus L.) terhadap JumlahFetus, Panjang Ekstremitas Depan dan Belakang, serta Malformasi Fetus Mencit(Mus musculus L.)Faizatin Nadya Roza, Nuning Nurcahyani, Hendri Busman ........................................................... 17

A4. Struktur Histologi Kartilago Epifisialis Fetus Mencit (Mus musculus L.) setelah PemberianEkstrak Metanol Rimpang Teki (Cyperus rotundus L.)Puty Orlando Arismedi, Nuning Nurcahyani, Hendri Busman ......................................................... 27

A5. Peningkatan Pertumbuhan Daphnia sp.Menggunakan Media Kotoran Ayam yang DicampurDedak Padi dengan Konsentrasi BerbedaPutri Dara Yunda, Sri Murwani, Endang Linirin Widiastuti .............................................................. 35

A6. Kombinasi Kotoran Ternak (Ayam, Kambing, dan Kuda) sebagai Media Kultur PertumbuhanDaphnia sp.Fadilah Suci, Sri Murwani, Tugiyono, Endang Linirin Widiastuti ..................................................... 45

A7. Pengaruh Pemberian Stress Osmotik terhadap Total Lipid Mikroalga Polhyridium sp. danIsochrysis sp. pada Salinitas yang BerbedaLia Anggraini, Endang Linirin Widiastuti, Sri Murwani ..................................................................... 57

A8. Prevalensi Nematoda Usus pada Kambing (Capra sp.) dengan Pemberian Pakan HijauanDan Konsentrat di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Bandar LampungAmanda Amalia Putri, Sri Murwani, Suratman Umar ..................................................................... 67

A9. Keanekaragaman Phytotelmata di Kawasan Pemukiman dan Perkebunan Desa Taman Sari,Gedong Tataan, PesawaranWelmi Nopia Ningsih, Emantis Rosa, Jani Master ......................................................................... 77