IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k...

35
IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN Bab ini mengulas bagaimana metode yang diambil dan dikembangkan dalam penelitian ini dilaksanakan. Seperti telah diuraikan dalam Bab 111, penelitian ini dibagi ke dalam tiga modul pemodelan. Ke tiga modul pemodelan ini mencakup: 1. modul analisis dinamika sistem 2. modul pemodelan spasial, dan 3. modul pengembangan skenario spasial yang dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi bagi pengelolaan pesisir di Delta Mahakam yang terpadu. IV.l Modul Analisis Dinamika Sistem IV.l.l Tinjauan umum Delta Mahakam Delta Mahakam yang secara administratif berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, terletak pada posisi geografis 0" 21 ' dan 1" 10' LS dan 117" 15' dan 117" 40' BT (Gambar 27). Kawasan Delta Mahakam seluas 1.500 km2 yang dicirikan oleh kondisi biogeofisik yang sangat spesifik, ditutupi oleh vegetasi mangrove dan nipah (Bengen et al. 2003, Voss 1983). Pada awal tahun 1980-an seluruh kawasan Delta Mahakam merupakan daerah vegetasi yang lebat dan rapat dengan nipah (Nypa fruticans) sebagai vegetasi dominan dan jenis-jenis tumbuhan mangrove lainnya, seperti Api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp). Sebagai ekosistem pesisir dengan luas tutupan nipah (Nypa fruticans) terbesar di dunia, kawasan Delta Mahakam memiliki produktivitas hayati yang sangat tinggi dan mendapat pasokan bahan organik potensial sebagai hara dari lahan atas melalui aliran sungai. Oleh karena itu, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya ikan, udang dan kepiting yang besar. Selain potensi sumberdaya alam hayati (renewable resources), Delta Mahakam juga memiliki sumberdaya alam nir-hayati (non-renewable resources) (minyak dan gas bumi) potensial, yang dikelola oleh Pertamina-TotalFinaElf E & P Indonesia (Total).

Transcript of IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k...

Page 1: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN

Bab ini mengulas bagaimana metode yang diambil dan dikembangkan dalam

penelitian ini dilaksanakan. Seperti telah diuraikan dalam Bab 111, penelitian ini dibagi

ke dalam tiga modul pemodelan. Ke tiga modul pemodelan ini mencakup:

1. modul analisis dinamika sistem

2. modul pemodelan spasial, dan

3. modul pengembangan skenario spasial

yang dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi bagi pengelolaan pesisir di Delta

Mahakam yang terpadu.

IV.l Modul Analisis Dinamika Sistem

IV.l.l Tinjauan umum Delta Mahakam

Delta Mahakam yang secara administratif berada di Kabupaten Kutai Kartanegara,

Propinsi Kalimantan Timur, terletak pada posisi geografis 0" 21 ' dan 1" 10' LS dan

1 17" 15' dan 1 17" 40' BT (Gambar 27). Kawasan Delta Mahakam seluas 1.500 km2

yang dicirikan oleh kondisi biogeofisik yang sangat spesifik, ditutupi oleh vegetasi

mangrove dan nipah (Bengen et al. 2003, Voss 1983). Pada awal tahun 1980-an

seluruh kawasan Delta Mahakam merupakan daerah vegetasi yang lebat dan rapat

dengan nipah (Nypa fruticans) sebagai vegetasi dominan dan jenis-jenis tumbuhan

mangrove lainnya, seperti Api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp). Sebagai

ekosistem pesisir dengan luas tutupan nipah (Nypa fruticans) terbesar di dunia,

kawasan Delta Mahakam memiliki produktivitas hayati yang sangat tinggi dan

mendapat pasokan bahan organik potensial sebagai hara dari lahan atas melalui aliran

sungai. Oleh karena itu, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya ikan, udang dan

kepiting yang besar. Selain potensi sumberdaya alam hayati (renewable resources),

Delta Mahakam juga memiliki sumberdaya alam nir-hayati (non-renewable resources)

(minyak dan gas bumi) potensial, yang dikelola oleh Pertamina-TotalFinaElf E & P

Indonesia (Total).

Page 2: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Dengan kedua jenis sumberdaya alam potensial tersebut di atas, Delta Mahakam

memiliki nilai yang amat penting bagi pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya

alam hayati (perikanan) dan nir-hayati (minyak dan gas bumi) di Propinsi Kalimantan

Timur umumnya dan Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya. Kedua sumberdaya

alam dimaksud memiliki ciri pemanfaatan yang berbeda, dan berkaitan satu sama lain

(Bengen et al. 2003).

Page 3: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Administrasi I

KCAMAT 0 7 hggana

- Balikpapan Timur ffita Bangun

Loajanan

Loa kulu

Muara Badak

Muara Jawa

Muara Kaman

Palaran

Samarinda llir k marinda Seberang Samarinda Ulu

Samboja

Sanga-sanga

Sebulu

Tenggarong

Gambar 27 Peta Wilayah Delta Mahakam

Page 4: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Delta Mahakam merupakan suatu wilayah pesisir dengan kondisi geologis dan

ekologis spesifik, yang dicirikan oleh karakteristik geologis delta dan estuarin,

sehingga kawasan ini menjadi kawasan yang ideal bagi perturnbuhan komunitas

mangrove. Sumberdaya mangrove memiliki nilai ekonomi yang bersifat long-term

(tingkat diskonto rendah), sedangkan sumberdaya migas memiliki nilai ekonomi yang

bersifat short term (tingkat diskonto tinggi) (Bengen et al. 2003, Hopley 1999, Voss

1983). Walaupun kontribusi ekonomi secara nyata (tangible) sumberdaya mangrove

kurang signifikan, namun kontribusi intangible dan kontribusi tidak langsungnya

(misalnya sebagai pelindung pantai dan pendukung kehidupan perairan pesisir) tinggi

dan berkesinambungan, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara bijaksana dan

berkesinambungan pula.

a. Sistem ekologis

Kawasan Delta Mahakam yang didominasi oleh ekosistem mangrove seluas kurang

lebih 150.000 hektar, terbentuk dari proses sedimentasi yang cukup lama dari sungai

Mahakam yang memiliki panjang 770 km dengan debit aliran air 1.500 m3/detik dan

konsentrasi muatan padatan tersuspensi mencapai 80 mgll. Debit sungai yang tinggi

tersebut sangat mempengaruhi formasi vegetasi mangrove di Delta Mahakam. Secara

umum vegetasi yang menutupi kawasan Delta Mahakam dapat dibedakan atas

beberapa zona, yaitu (Bengen et al. 2003, Dutrieux 2001, Hopley 1999):

1. Zona PerepatIPedada (Sonneratia alba - Avicennia sp)

Zona ini merupakan zona terluar dengan variasi ketebalan antara 100 - 500

m. Pada bagian terluar ditempati oleh perepat (Sonneratia alba) disusul

dengan api-api (Avicennia sp). Pada tahun 1980 luas zona api-api di seluruh

Delta Mahakam sekitar 8.322 ha, dan pada tahun 1999 hanya tersisa sekitar

1.716 ha. Penurunan luas mangrove ini akibat kegiatan konversi hutan

mangrove menjadi tambak oleh masyarakat.

2. Zona Bakau (Rhizophora spp)

Zona ini umumnya terdapat pada sebagian besar saluran-saluran pada bagian

delta yang lebih rendah dan pulau-pulau seperti pulau Tunu dan Selete serta

beberapa tempat di muara Tambora.

Page 5: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

3. Zona Peralihan Vegetasi

Zona peralihan vegetasi pada ekosistem mangrove dengan jenis vegetasi yang

cukup bervariasi antara api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia

caseolaris), bakau (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera pawzjlora), nyirih

(Xylocarpus granatum), dan nipah (Nypa fruticans). Zona ini lebih tebal

dibandingkan dengan zona Sonneratia alba-Avicennia sp.

Zona nipah (Nypa fruticans) merupakan zona yang paling luas menempati

ruang di kawasan Delta Mahakam, yaitu mencapai 50 % dari total kawasan

delta. Pada tahun 1980 luas nipah mencapai areal seluas 58.061 ha dan pada

tahun 1999 luas nipah hanya tinggal sekitar 11.037 ha. Penurunan luas nipah

yang drastis ini disebabkan oleh kegiatan konversi lahan menjadi areal

pertambakan

5. Zona Nibung

Zona ini merupakan zona mangrove air tawar yang ditumbuhi oleh dungun

(Heritiera littoralis), tancanglmata buaya (Bruguiera sexangula), nibung

(Oncosoerma sp.) dan buta-buta (Excoecaria agallocha). Luas zona ini pada

tahun 1980 adalah 18.284 ha dan pada tahun 1999 hanya 1 1.834 ha.

Suatu analisis indeks kepekaan lingkungan yang ditujukan untuk pembangunan

rencana kontingensi (contingency plan) penanggulangan tumpahan minyak. Gambar

(28) menunjukkan bahwa wilayah yang didominasi oleh nipah serta kawasan

mangrove di sisi terluar delta memiliki indeks kepekaan lingkungan yang sangat tinggi

(Teknologi - Inventarisasi - Sumberdaya - Alam - (TISDA) 1998).

b. Kondisi geologis

Delta Mahakam kini (recent) mencerminkan propagasi deltaik dalam episode tunggal

setelah naiknya permukaan air laut sejak masa Holocene (Allen and Chambers 1998).

Delta recent ini dipengaruhi oleh dua parameter lingkungan dan stratigrafis yang

sangat penting, yaitu: regim fluvial yang tidak menggenang, dan variasi amplitudo

permukaan air laut yang sangat tinggi dan sangat cepat. Selain kedua efek tersebut,

sejak pertengahan Miocene, Delta Mahakam terkunci dalam posisi yang sama sebagai

Page 6: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

akibat dari potongan Sun& Mahskam terhadap sabuk lipatan pesisir yang terangkat.

Kejadian ini menghalangi rrrigrasi Delta secara lateral di sepanjang garis pantai, di

mping proses unauk mengubah re+ fluvialnya (Allen and Chambers 1998, Voss

1983).

Page 7: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Luas daratan delta Mahakam mencakup kira - kira 1500 km2 dan memiliki jarak

terhadap tepian lempeng Eurasia sekitar 25 km dari daratan delta tersebut. Delta

Mahakam memiliki pelepasan fluvial yang bervariasi secara musiman namun tidak ada

genangan (banjir) yang signifikan. Gelombang naik - turun pada mulut muara, yaitu

pada pantai gambut detrital tanpa pantai berpasir pada Delta tersebut.

Delta Mahakam memiliki pasokan sedimen yang berupa lumpur berpasir dengan

lumpur yang dominan. Pasimya tersusun dengan baik, halus hingga kekasaran yang

sedang, yang dihasilkan oleh campuran erosi dari Anticlinorium Samarinda, Landasan

Cretaceous, dan vulkanik Pliocene. Delta Mahakam memiliki morfologi lobate

dengan aliran sungai yang bercabang serta progradasi yang cepat (Allen and Chambers

1998, Voss 1983). Kana1 - kanal lurus berpasir dengan thalweg dan dataran pasir

lateral yang berkelok serta kanal pasang surut berlumpur yang berkelok - kelok. Delta

yang didominasi oleh arus pasang surut terdiri dari lumpur carbonaceous yang

merupakan kondisi yang baik untuk mangrove dan asosiasinya (Allen and Chambers

1998, Wolanski et al. 1992). Wilayah ini ditutupi oleh nipah dan mangrove di dataran

rendah delta, serta hutan kayu keras di daerah dataran delta yang lebih tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa kondisi geologis delta Mahakam secara umum merupakan

wilayah yang dinamis, meskipun kanal - kanal utamanya relatif stabil. Hopley (1 999)

mengindikasikan daerah yang terkena erosi di semenanjung delta yang padat dengan

pepohonan. Kebalikannya, dengan tidak ada nya wilayah dataran lumpur yang baru,

menunjukkan bahwa terjadi progradasi delta (Hopley 1999). Hal ini berlawanan

dengan fakta bahwa tingginya beban sedimen yang terbawa oleh Sungai Mahakam.

Namun demikian, ha1 ini merupakan sesuatu yang umum bagi wilayah dengan

sedimen deltaik tebal yang berat sedimen tersebut menimbulkan depresi isostatis

terhadap landasan kerak di bawahnya. Beban ini kemudian yang membuat garis tepian

air berada pada posisi yang relatif konstan. Kondisi ini merupakan faktor yang penting

dalam pengkonversian wilayah delta menjadi tambak.

c. Kondisi sosial ekonomi

Delta Mahakam mencakup empat wilayah kecamatan yaitu kecamatan Anggana,

Muara Jawa, Muara Badak, dan Samboja (Aspar 2001). Sebagaimana wilayah pesisir

Page 8: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

yang bersifat terbuka, penduduk Delta Mahakam terdiri dari penduduk lokal dan

pendatrang, terutma Suku Bugis yang b e d Sulawesi Selatan (Bourgeois et al.

2002). J d a h penduduk di kawasan Delta Mahakaan magalami perkembangan yang

sagat cepat, yaitu 3500 orang di tahun 1995, maingkat hingga 104,496 di tahun

(2002). Penelitian ylang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dm hutan -

IPB pada tahun 2002 menuqjukkan bahwa wilayah ini, kemudian memiliki keragaman

etnis yang tinggi yang membentuk dinamika komunitas tertentu. Kelompok etnis

pertama benrariasi dari golongan etnis Banjar, Jawa, Batak, Nusa Tenggm Timur, dan

keturunan Cina

Pemanfaatan kawasan Delta Mahakam yang tidak terencana konversi lahan mangrove

menjadi tarnbak (Gambar 29 dan 30). Dalam lcurun waktu 20 tahun telah terjadi

konversi mangrove sekitar 80.000 hektar, di antaranya sekitar 67.000 ha menjadi

tambak (Bmgen et al. 2003, Dutrieux 2001). hju konversi lahan mangrove menjadi

tambak menunjukkan kecendenmgan yang terus bertambah hingga saat ini.

Gambar 29 Konversi Kawasan Mangrove Delta Mahakam Menjadi Tambak

Page 9: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

I

d

J

&

L

N

- - w

Pemnfartan Lahan

u ~ ~ a t u i pbin ~ o t MWJ

Lbgrpdsd fomsl Nypa and Rhkopbm

LMgmded marsh Nypa and dbpemad Avicemnia

~ e b i c arltun, ~ r e m ~ p t b n

w biosnnia ~ t r s pa ~ k n r s ~ h k o p l l o r a s e a

Fmh.mPbar mangrovr Sonneratta

Miwed fmsh-waterforest ~ a m h k 0 5 10 20 0 yard

I 1 1 1 I I I I Khmetem

I

Gambar 30 Peta Kondisi P e t a n Lahan di Delta Mahakam pada tahun 2002. (Bourgeois et al. 2002)

Page 10: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Perubahan fungsi lahan dari kawasan mangrove menjadi tambak memberikan dampak

yang buruk terhadap proses-proses ekologi dan biofisik, seperti terjadinya erosi (abrasi

pantai), hilangnya jalur hijau pantai (green belt) yang berfungsi sebagai peredam dan

pelindung terhadap gelombang, arus kuat dan badai, menurunnya kualitas perairan,

menurunnya keanekaragaman hayati, hilangnya habitat, tempat pemijahan (spawning

ground), tempat asuh (nursery ground) dan tempat mencari makanan veeding ground)

bagi berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya (Bengen et al. 2003, Dutrieux

200 1).

Konversi mangrove, khususnya nipah (Nypa fruticans) menjadi tambak (Gambar 3 I),

telah memicu konflik pemanfaatan sumberdaya dan lahan antara berbagai stakeholders

yang memanfaatkan kawasan Delta Mahakam, seperti antara perikanan budidaya

tambak dengan perikanan tangkap tradisional, antara perikanan budidaya tambak

dengan industri minyak dan gas bumi. Konflik pemanfaatan lahan antara budidaya

tambak dengan industri minyak dan gas bumi semakin meningkat sejalan dengan

semakin meluasnya konversi mangrove hingga ke daerah yang dimanfaatkan oleh

industri minyak dan gas bumi.

Tambak

Gambar 3 1 Grafik peningkatan luas tambak sejalan dengan waktu dari tahun 1980 hingga 1999 (Dutrieux 2001)

Page 11: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, umumnya konflik pemanfaatan ditimbulkan

oleh rendahnya pengetahuan penduduk yang memiliki usaha tambak mengenai kondisi

biofisik, geofisik, dan ekonomi di wilayah Delta Mahakam pada umumnya.

Pembukaan kawasan dengan tutupan Nypa fructican yang kurang tepat untuk dijadikan

kawasan tambak udang menyebabkan produktivitas tambak rendah. Dari hasil

wawancara, terungkap bahwa produksi udang pada tahun 2003 hanya mencapai 70 kg

per hektar tambak. Produksi tambak ekstensif secara umum, dalam kondisi optimum

dapat menghasilkan menghasilkan hingga 300 kg udang per hektar tambak.

Rendahnya produksi udang, kemudian memicu pembukaan kawasan nipah lebih lanjut.

Meskipun sumur - sumur minyak dan gas bumi dan instalasi konstruksi yang berkaitan

dengan industri migas terpisah secara fisik dengan wilayah pengembangan tambak,

sejumlah pipa yang mengalirkan minyak dan gas bumi terpasang dengan melalui

wilayah tambak, bahkan ada yang membangun tambang di atas pemipaan yang ada

terlebih dahulu (Bengen et al. 2003, Hopley 1999, Hopley 2001). Saat ini peraturan

menentukan bahwa hams ada zona penyangga (buffer zone) selebar 50m di kedua sisi

pemipaan. TOTALFINAELF E&P Indonesie (TFE) telah memenuhi peraturan ini

dengan menanam kembali berbagai spesies mangrove bersama dengan masyarakat di

sepanjang pipa yang ditanam (pada Right of Way). Penanaman kembali mangrove ini

telah mencapai kurang lebih 300 hektar (Das'at 2003). Namun demikian, dipicu oleh

naiknya harga udang di pasar internasional dan krisis ekonomi tahun 1998,

perkembangan tambak ini bahkan telah merambah wilayah pemipaan bawah tanah

(terkubur) (Hopley 1999, Listy 2003). Gambar (32) merupakan peta yang

menunjukkan lokasi infiastruktur yang dibangun oleh TFE.

Page 12: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Ja ringan I nfrastruktur Pipa Sumber: PKSPL 2002

Gambar 32 Peta i n f k a s m pemipaan TFE di wilayah Delta Mahakam

Potmi konflik yang lain adalah tingginya kemmgkinan pencemaran dari industri

migas ke wilayah pertambakan udang, TFE menentukan dan memelihara standat.

lingkungan yang tinggi dan kecil sek& kemungkirm perembesan. Hal ini terutama

Page 13: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

karma tit& - tit& produksi di wilayah Delta yang kritis adalah gas, sehingga

m e n d risiko pencemaran (Hopley 1999, Hopley 2001, Listy 2003). Namun

M a n , tingginya kandungan hidmkarbon di wilayah Delta Mahakam, kemungkim

perembesan alami selalu ada. Jejak minyak terlihat pada air di beberapa lokasi

observasi meskipun bila ditelusuri, tetesan minyak tersebut berasal dari perahu

bmotor yang banyak berlalu lalang di wilayah ini.

Secara mum, konversi yang terjadi telah mengmcam keberadaan dan kualitas

sumberdaya dan lingkunp Delta Mahakam. Hal ini dapat menurunkan W i t a s

sumberdaya alam hayati di Delta M&akam.

Gambar 33 Konversi ekoeistem mangrove menjadi tambak

d. Kondisi biofisik

Lokasi Delta Mahakam yang terletak di wilayah ekuator menentukan suhu konstan

yang tinggi (rata - rata suhu t a h m 26 - 28OC) dengan variasi tahunan yang

minimum serta perbedaan suhu diurnal yang terbatas (Hopley 1999,

MREP-Project-Part-A1 1995, Voss 1983). Arus pasang surut merupakan campuran

antara komponen diurnal dan semi - d i d dengan kisaran pasang surut setinggi 2.5m

dan memiliki energi gelombang yang sangat rendah. Pasang surut ini dikombinasikan

dengan aliran yang tinggi dari Sungai Mahakam (1500rn3/detik). Berdasarkan pada

Page 14: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

data curah hujan di Kalimantan Timur dari 1988 hingga 1995, curah hujan rata - rata

di wilayah Delta Mahakam mencapai 2,460 mmltahun (MREP - Project - Part-A1

1995).

Delta Mahakam memiliki karakter pasang surut kombinasi diurnal dan semi diurnal.

Tabel 4 menunjukan periode pasang surut yang berlaku umum.

Tabel 4. Simbol periode sistem pasang surut semi - diurnal dan diurnal

Semi Diurnal :

Periode

perl=12.42 M2

Diurnal:

Pasang Surut Juni 2003 8laaiun Kutai

Periode

per5=25.82

per6=24.07

per7=23.93

Gambar 34

Simbol

0 1

P1

K1

Pasang surut pada bulan Juni 2003 di stasiun Kutai

Page 15: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Dari gambar (34) terlihat bahwa pasut mempunyai empat buah komponen penyusun.

Keempat komponen tersebut memiliki kekuatan yang beragam. Yang terkuat adalah

M2 dengan periode 12.4 jam, kemudian P1 dengan periode 24.01 jam, ketiga adalah

S2 dengan periode 21.0 jam dan yang keempat adalah 0 1 dengan periode 25.82 jam.

Jadi prediksi komponen pasut pada bulan Juni 2003 di stasiun Kutai terdiri dari

(M2,Pl,S2 dan 01). Proses demodulasi menyatakan kekuatan pasut (terrnasuk arus

pasut) ke dalam komponennya. Berikut adalah perhitungan demodulasi dari data di

atas (gambar 35):

Demodulad pasut 4 komponen 15, I I

- z res

-15 I I I I

100 200 300 400 500 600 700 800 bme (hours)

Gambar 35 Perhitungan demodulasi pasut empat komponen

Perhitungan yang sama dilakukan untuk melihat prediksi komponen dan kekuatan arus

pasang surut pada bulan Desember 2003 dan hasil perhitungan ini tersaji dalam

gambar (36) dan (37). Dari gambar dapat dilihat bahwa di Bulan Desember 2003,

prediksi komponen pasang surut terdiri dari empat komponen, yaitu: komponen M2

(pada periode 12.42 jam), S2 (pada periode 12.00 jam), komponen P1 (pada periode

24.01 jam) dan komponen 0 1 pada periode 25.82 jam).

Page 16: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Pasang S u ~ t Desamber 2003 atasiun Kutai

I I I I I 100 200 300 400 500 600 700

wakbl (lam)

Garnbar 36 Arus pasang surut dengan 4 komponen pada bulan Desember 2003

Demodulasi pasut 4 komponen 15, r I

Gambar 37 Demodulasi prediksi arus pasut empat komponen pada bulan Desember 2003

Padatan tersuspensi, seperti telah dikemukakan sebelumnya mencapai 80 mgll.

Sedang salinitas yang merupakan ukuran kadar garam di perairan sepanjang pesisir

Kalimantan Timur berkisar dari 15 per mil hingga 43 per mil. Khususnya di wilayah

penelitian, salinitas di wilayah dengan tutupan Nypa fructican yang tinggi diasumsikan

memiliki nilai salinitas yang rendah.

Page 17: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Kadar oksigen terlarut di wilayah penelitian memiliki nilai rata - rata sebesar 4.9 mgll.

Ukuran perubahan kualitas lingkungan perairan dapat diidentifikasi dengan nilai

Chemical Oxygen Demand (COD) di perairan tersebut. Di wilayah penelitian nilai

COD rata - rata mencapai sekitar 1 1.06 mug (MREPProjectPart_Al 1995).

e. Kondisi iklim ekstrim

El Nino di tahun 1997 yang menyebabkan kekeringan di wilayah Indonesia,

memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro di kawasan Delta Mahakam.

Musim kering yang berkepanjangan, peningkatan beban sedimen akibat kebakaran

hutan di bagian hulu sungai Mahakam menyebabkan peningkatan sedimentasi di

wilayah muara sungai dan delta. Karena debit air Sungai Mahakam yang tinggi,

sedimen tidak sempat mengendap di wilayah delta dan tersapu terus hingga mulut -

mulut delta yang menyebabkan proses akresi di beberapa lokasi semenanjung delta

(PKSPL 2001). Hal ini juga terlihat dalam analisis dinamika sedimen dari citra

multitemporal berikut.

IV.2.2 Analisis citra multi temporal

Serangkaian citra multi temporal dan multiformat didapatkan untuk analisis dinamika

sistem yang terjadi di kawasan Delta Mahakam, yang digunakan sebagai acuan bagi

hasil pemodelan yang dilakukan. Analisis citra yang dilakukan menghasilkan

beberapa informasi yang dapat menjelaskan dinamika perubahan yang ada. Informasi

tersebut mencakup informasi perubahan tutupan vegetasi serta aspek sedimentasi yang

berpengaruh terhadap perubahan struktur geologis wilayah Delta Mahakam.

Perhitungan luas tutupan vegetasi, akresi serta erosi karena dinamika sedimentasi

dilakukan melalui perhitungan elemen gambar (picture element - pixel) yang

dihasilkan oleh analisis.

Dari hasil analisis, dinamika sedimentasi yang diekstrak dari pantulan gelombang

mencerminkan pola pergerakan yang meluas ke arah semenanjung delta dan laut lepas

(gambar 38). Kemungkinan akresi dapat terjadi di wilayah - wilayah dengan laju

sedimentasi yang tinggi. Tingginya tingkat sedimentasi akan berpengaruh pada

struktur geologis delta. Di samping itu, tingginya tingkat sedimentasi akan

berpengaruh kualitas air di perairan muara Delta Mahakam.

Page 18: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar 38 Citra dengan data h i o n menunjukkan beban sedimen tersuspensi yang tinggi pada semenanjung delta

Peningkatan sedimentasi dimulai pada tahun 1997 (gambar 39) akibat kebakaran hutan

pada tahun 1997. Kebakaran di wilayah hulu tersebut menyebabkan meningkatnya

aliran permukaan yang membawa beban sedimen. Kondisi elcstrim dari iklim global

(El Nino) pala tahun 1997, berpengaruh kepada kondisi peningkatan sedimentasi di

wilayah Delta Mahakam. Kondisi iklim yang ekstrim juga telah menyebabkan

kwangnya curah hujan di wilayah tersebut sehingga kondisi salinitas yang d i p e n g d

oleh percampuran air tawar dari hulu, curah hujazl, serta arus pasang surut, juga

meningkat. Meningkatnya kadar salinitas secara umum akan memberikan kemudahan

tambak yang bergantung pada pamkan air dari kawasan muara.

Page 19: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar 39 Citra Landsat TM Delta Mahakam dengan beban sedimen &bat perubahan tutupan lahan karena kebakaran hutan di tahun 1997

Hasil aaalisis menunjukkan bahwa tutupan vegetasi dari tahun 1983 seluas

114.497,920 hektar menurun luasnya hingga hanya 56.654,190 hektar di tahun 2001.

Penunman luas secara drastis seluas 50.843,73 hektar ini dimulai pada tahun 1997

(gambar 40,41, 42) dengan laju yang sangat cepat (luas tutupan vegetasi pada tahun

1997 adalah 109.1 17,080 h e k ) . Dari data peningkatan luas tambak yang ada, dapat

dilihat bahwa konversi lahan untuk tambak di wilayah ini dimulai pada tahun 1997,

sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan tutupan vegetasi adalah konversi lahan

mmgrove dan nipah menjadi tambak.

Gmbar 43, Peta Tutupan Man, menampilkan overlay coverage pembukaan tambak

dari Burgeois (2002) dengan hasil analisis citra multi temporal yang merupakan

pengujian analisis dengan kondisi sebenamya. Overlay tersebut menunjukkan bahwa

andisis citm multi temporal dengan data fusion membedm hasil yang baik. Hal ini

dituqjulckm dengan ketepatan Besaran jumlah sel yang dihasilkan

Page 20: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar: 40 Tutupan mangrove pada tahutl 1983 (Data Fusion)

Page 21: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar 41 Tutupan mangrove pada tahun 1997 (Data Fusion Citra)

Page 22: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar 42 Tutupan mangrove pada tahun 2001 (Data Fusion Citra )

Page 23: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

TUTUPAN VEGETASI

Legend GRIDCODE 1 J

d .

r - . A

A N

I - 1 Kilometers 0 3.5 7 14 Vegetasi pada tahun ZOO1 overlay dengan hasil analisis citra multi temporal

Gambar 43 Overlay hasil analisis citra temporal dengan peta pemanfhtan tambak untuk @un 2001

Page 24: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

N.3 Pernodelan dinamika sistem

Seperti telah dikemukakan dalam Bab. IlI, Analisis sistem difokuskan pada tiga

sistem, yaitu: konversi lahan mangrove, produksi minyak dan gas bumi, serta produksi

tambak udang. Rentang waktu yang diadopsi model ditetapkan sepanjang 25 tahun

dengan pertimbangan pengelolaan jangka panjang. Aspek biofisik yang dicerminkan

dalam dinamika salinitas yang menentukan produktivitas tambak udang

dipertimbangkan ke dalarn pemodelan dinamika sistem. Sistem tersebut ditampilkan

pada Gambar 44 berikut.

Gambar 44 Dinamika sistem di Delta Mabakam

Tabel (5) menunjukkan besaran yang digumkan sebagai nilai dalam setity, variabel

dalam analisis ciinamika sistem ini.

Page 25: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Tabel 5. Satuan dan sumber data bagi nilai yang digunakan dalam analisis dinamika sistem

a. Sistem konversi mangrove

Sistem Konversi Mangrove terdiri dari komponen:

- Stok Mangrove Cover, yaitu luas tutupan vegetasi mangrove yang dipengaruhi

oleh regenerating sebagai inflow clan loss sebagai outflow.

- Parameter Regenerating yang dipengaruhi oleh keberadaan Mangrove Cover

dan Regenerating Time. Regenerating Time merupakan waktu yang

dibutuhkan oleh tutupan mangrove untuk kembali ke kondisi semula.

- Parameter Loss adalah luasan mangrove yang hilang. Loss dipengaruhi oleh

luas tambak, dimana luas tarnbak merupakan komponen dari sistem produksi

tambak (Shrimp Production) dan merupakan komponen sistem produksi migas

(Oil and Gas Production).

- Stok Total Land Area yang merupakan luasan Delta Mahakam sebesar 150.000

hektare yang merupakan konstanta. Total Land Area dipengaruhi oleh aliran

Change in Hectares yangrnerupakan aliran dua arah (biJlow).

Sumber

- Analisis Citra Multi Temporal

- (PKSPL-IPB 2002)

- Analisis citra multitemporal

- (Bourgeois et al. 2002)

- (Dutrieux 2001)

- (PKSPL-IPB 2002)

- Analisis citra multi temporal

- (Bourgeois et al. 2002)

- (Bourgeois et al. 2002)

Variabel

Total Land Area

Mangrove Cover

Tambak Hectares

Oil and Gas Hectares

Shrimp Production

Price

b. Sistem produksi tambak udang

Satuan

Hektare

Hektare

Hektare

Hektare

Kg per hectare

Rupiah per kg

Sistem Shrimp Production, yaitu sistem produksi tambak udang, terdiri dari tiga

komponen stok yang berkaitan satu sama lain yaitu:

- Tambak Hectares, yaitu luasan tambak dalam hektar. Tambak Hectares

memiliki inflow dan outflow berturut - turut sebagai Expansion dan Losing

Page 26: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Hectares. Tambak Hectares luasan memiliki nilai awal maximum yang

bergerak diantara nilai 420 (nilai awal luasan tambak dalam hektar di tahun

1983) dan nilai 150000 (nilai luasan delta Mahakam dalam hektar)

- Expansion adalah perluasan tambak yang dipengaruhi oleh Rate of Expansion

dan Total Land Area. Nilai Rate of Expansion 0,7 didapat dari data

pertarnbahan luasan tambak yang melonjak pada tahun 1996 dari tahun 1980

yang ditelaah.

- Shrimp Production yang terdiri dari harvest dan consumption sebagai inflow

dan outflow. Nilai inisial Shrimp Production merupakan nilai produksi ideal

yang berkisar antara 200 hingga 1000 kg per hektar tambak (2002).

- Harvest, panen, merupakan hasil produksi tambak ideal untuk dua kali masa

panen pertahun.

- Price, yang merupakan komponen harga yang dipengaruhi oleh aliran dua arah

Change in Price, yaitu perubahan harga jual dari udang. Price kemudian

mempengaruhi Profit Aquaculture, yaitu keuntungan yang diperoleh.

- Cost of Dev't merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membuka tambak per

hektar yang berkisar antara Rp. 9,760,000 hingga Rp. 13,960,000,- (2002).

- Profits aquaculture kemudian mempengaruhi profit per hectar yang kemudian

bersama - sama Tambak Hectares mempengaruhi Losing Hectares

c. Sistem produksi minyak dan gas bumi:

- Sistem Produksi Minyak dan Gas Bumi (Oil and Gas Production) tidak

dibahas secara rinci karena yang ditelaah adalah luas konversi akibat

operasi migas tersebut.

- Stok Oil and Gas Hectares yaitu luas wilayah yang digunakan untuk

produksi migas dipengaruhi oleh aliran dua arah dari OG expansion

d. Sistem biofisik:

Sistem biofisik memiliki komponensebagai berikut:

- stok nilai kadar garam (Sal) yang besarnya tergantung dari inflow SalInput

dan outflow Saloutput.

- SalInput tergantung kepada kondisi pasang surut dan arus.

Page 27: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

- Saloutput tergantung kepada debit air sungai rata - rata di Delta Mahakam

serta luas penampang rata - rata sungai tersebut. Kadar garam

mempengaruhi peroduktivitas tambak melalui komponen harvest yang

menjadi inflow bagi stok Shrimp Production.

- Aliran keluar dari sistem ini adalah Saloutput

- Variabel Currents merupakan nilai random di antara 0.07 dan 0.34

- Variabel Tidal dirumuskan sebagai nilai bilangan yang di antara -1 hingga

2,9. Secara lebih rinci, dokumentasi dari besaran dan satuan serta

formulasi yang dilakukan bagi analisis dinamika sistem dapat dilihat pada

Lampiran 111.

Tabel 6 menunjukkan komponen sistem, parameter, serta nunus yang digunakan

dalam perhitungan model STELLA.

Tabel 6. Komponen sistem dan perumusannya dalam STELLA0 versi 4.02

Sistem Produksi Tambak hectares LosingHectares) * dt

Page 28: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

IV. 4 Pemodelan Spasial

Pemodelan spasial terdiri dari analisis multi kriteria dan pemodelan spasial difusi

salinitas dengan Sistem Informasi Geografis. Berikut adalah proses pemodelan setiap

komponen modul pemodelan.

Current River current River dimension Tidal

IV.4.1 Analisis Multi Kriteria

Random 0.07 hingga 0.34 1500 300 hingga 2450 -1 hingga 29

Analisis multikriteria dilakukan untuk mengkaji keputusan dengan pertimbangan

keruangan dalam pembukaan tambak dari si petambak. Seperti telah dijelaskan dalam

BAB 111. Metode Penelitian, produksi tambak udang tergantung pada aspek ekologis,

biologis, kondisi tanah, aspek sosial ekonomi, serta luas wilayah. Analisis

multikriteria yang dilakukan membagi dua aspek analisis spasial, yaitu analisis kendala

teknis dan analisis faktor. Tabel (7) menunjukkan kriteria yang menentukan keputusan

pembukaan tambak.

Tabel 7. Kriteria keputusan pembukaan tambak

Dalam analisis kendala teknis, digunakan mekanisme analisis spasial BUFFER dalam \

ARC/INFO@ dengan menentukan jarak 500 meter dari badan air, untuk menentukan

wilayah yang memiliki kemungkinan konversi. Setelah coverage dengan

kemungkinan pembukaan lahan terbangun, overlay kembali dilakukan dengan kondisi

vegetasi yang ada pada tahun 1983 dan 200 1.

Bobot

Jarak ke pusat pasar

Vegetasi Nipah

Landuse

Analisis faktor dilakukan setelah coverage dengan kendala teknis terbangun.

Coverage tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan cost weighting terhadap

jarak pusat pasar dan kondisi pemanfaatan lahan pada saat ini.

Bobot

3

2

1

Jenis tanah

1

3

2

1

Jarak dari badan air

3

9

6

3

Vegetasi

2

6

4

2

Page 29: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Analisis faktor dilakukan setelah coverage dengan kendala teknis terbangun.

Coverage tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan cost weighting terhadap

jarak pusat pasar dan kondisi pemanfaatan lahan pada saat ini.

IV.4.2 Pemodelan Difusi Spasial Penyebaran Tambak

Ada dua tahap pemodelan difusi spasial penyebaran tambak. Yang pertama

berdasarkan pada perhitungan akumulasi aliran dan yang kedua berdasarkan hasil

perhitungan pemodelan dinamika salinitas.

a. Akumulasi Aliran

Seperti telah dikemukakan dalam metode penelitian, pemodelan difusi spasial

dilakukan berdasar pada kondisi perairan Delta Mahakam yang memiliki kanal -

kanal. Tahap pertama adalah identifikasi dan klasifikasi kanal. Diidentifikasi ada 3

(tiga) buah kanal utama yang merupakan sarana bagi aliran terbuka yang utama.

Gambar 45 menunjukkan titik-titik sampel kedalaman di sepanjang kanal-kana1 Delta.

Akumulasi aliran kemudian dimodelkan secara spasial dengan mengikuti dinamika

bentuk (morphodynamics) dari kanal yang terbentuk akibat proses pembentukan delta

(US Army Corps of Engineers, 2002).

Page 30: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

F A I

K-CAMAT

. Anggana

Balikpapan Timur

Muara Kaman

Palaran

., Samarinda Seberanf

I 1 Samarinda Ulu Samboja

Sanga-sanga

m Sebulu

m Tewgamw

A bat point 0 2.5 5 10

7

Gambar 45 Titik - titik sampel batimetri (kedalaman)

Page 31: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Dalam rumus Fick I yang menjadi dasar d i h i spasial memiliki komponen adveksi clan

difbsi seperti tercantum dalam persamaan:

= laju aliran

Dengan menggunakan model hidrodinamika mtuk lingkungan yang umum, pemun8afl

ini dimodifikasi, sehingga persamaan adveksi diganti rata - rata penampang kecepatan

_ U . Dan dalam penerapannya, pemodelan akumulasi aliran difokuskan pada komponen - - adveksi: U(&/&). Persamaan ini kemudian digunakan sebagai routing aliran dalam

- - 1 >

L'-SIG Raster yang dalam modul GRID TM - ARC/INFO@ (Gambar 46). Dalam modul

SIG tersebut algoritrne yang digunakan untuk menghitung akumulasi aliran dan arah

aliran adalah:

Qfij) = 0 -j9(i-y) Vx + ~ ( i - I , 1-1)

Struktur Aliran (Akumulasi dan Arah Aliran)

Page 32: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Komponen pemodelan akumulasi aliran diawali dengan dengan pembuatan grid lattice

dari batimetri di sepanjang kanal.

Pemodelan akumulasi flow kemudian dilakukan dengan memasukkan rule adveksi dari

persamaan di atas ke dalam perintah dalam software GRID TM - ARC/INFO@. Urutan

perintah GRIDTM secara lengkap disajikan dalam Lampiran VI. Beberapa simulasi

aliran berdasar fisiografi kanal tersebut melalui lattice batimetri yang telah dibangun.

Ada 9 (sembilan) pemodelan aliran yang dilakukan, yaitu dengan kedalaman yang

tertinggi (-50 meter dari muka laut) hingga yang terendah (-1 meter dari muka laut).

Perhitungan dan proses pengembangan model spasial akumulasi aliran dalam GRIDTM

disajikan dalam Lampiran 111.

b. Pernodelan Difusi Spasial

Dari rangkaian pemodelan yang dilakukan, pemodelan difusi spasial merupakan modul

yang paling ekstensif dilakukan. Pemodelan difusi spasial dilaksanakan berdasarkan

atas model distribusi salinitas yang merupakan persamaan beda hingga yang

bersumber dari hukum Fick I. Model distribusi salinitas merupakan fungsi dari

kecepatan arus pasut, batimetri, serta koefisien gradien salinitas. Persamaan distribusi

salinitas tersebut adalah (persamaan 3.9, persamaan 3.1 1):

Dengan 17, = A cos(ot - 6) (3.10)

Dan

gA g 2 ~ 2 u(x,t)= -cos(kr-ot)-,cos2(kr-a)- c 8c

3g2A2wxsin2(kr-cot) (3.11) 4c4

Page 33: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Dimana

A = amplitude pasut maksimum

w = fiekuensi pasut

S = salinitas

u = arus pasang surut

Kx = koefisien difbsi salinitas

A = amplitudo

n = index waktu

j = index ruang

h = kedalaman rata - rata

x = jarak

0 = fiekuensi pasang surut

g - - gaya gravitasi bumi

Arus pasut u dihitung untuk mendapatkan besaran salinitas dengan batas jarak (x) awal

j = 0 ditentukan pada titik hilir muara yang berbatasan dengan laut. Besaran u yang

ekstrim kemudian digunakan dalam perhitungan S dalam persaman 3.2. S dihitung

dengan pemrograman Qbasic sebagai berikut yang secara lengkap disajikan dalam IV.

Besaran yang digunakan adalah: DT, beda waktu = 10 detik, DX, beda jarak = 100

meter, IM, jumlah dimensi = 4, NM, jumlah iterasi = 1000, Koefisien gradien salinitas

= 0.001, E, Koefisien difusi salinitas = 0.0007

Seperti halnya pemodelan akumulasi aliran pasang surut, digunakan lattice salinitas

sepanjang kanal. Nilai kecepatan arus pasut, gradien salinitas diaplikasikan ke dalam

persamaan (3.9) dan (3.11) yang menjadi routing aliran dalam GRIDTM. Model

simulasi distribusi salinitas dilakukan untuk kondisi pasut ekstrim pada bulan basah

dan bulan kering yang memiliki kondisi salinitas ekstrim pula. Distribusi salinitas

hasil pemodelan kemudian menjadi dasar pertimbangan wilayah yang optimum bagi

pembangunan tambak. Proses dan pemrograman dalam AMLTM ARC/INFO@ yang

mengakomodasi komponen adveksi dan difusi dari penyebaran salinitas berdasarkan

pada persamaan beda hingga (3.9). disajikan dalam Lampiran IV.

Page 34: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

IV.4.3 Pengembangan skenario pengelolaan berdasarkan pada hasil pemodelan

Skenario pengelolaan yang diusulkan dikembangkan berdasarkan pada hasil

pemodelan. Analisis multi kriteria kembali digunakan dalam menentukan usulan

wilayah peruntukan pemanfaatan. Ada empat usulan zonasi yang dapat menjadi dasar

pengelolaan sumberdaya alam pesisir di Delta Mahakam. Ke empat zonasi tersebut

adalah:

a. Zona pemanfaatan bagi tambak

b. Zona pernanfaatan bagi eksplorasileksploitasi minyak dan gas bumi

c. Zona konservasi dan rehabilitasi

d. Zona pemanfaatan khusus

Seperti telah dijelaskan di muka, skenario pengelolaan kemudian dikaji berdasarkan

pada kriteria entropy yang mengukur keberagaman suatu komposisi bentang alam dan

kriteria juxtaposition yang mengukur kedekatan dan hubungan struktur lansekap yang

diusulkan. Tabel 8 menunjukkan matriks kriteria dan tujuan analisis pemanfaatan.

Tabel 8. Matriks kriteria dan tujuan

Tujuan Pernanfaatan

Zona pemadaatan tambak

Zona pemadaatan migas

Zona Konservasi dan

Rehabilitasi

Zona pemanfaatan khusus

Kriteria

Salinitas lebih besar dari 15 per mil

Jenis tanah

Kemiringan lahan (slope)

Wilayah dengan mangrove minimum

Infrastruktur pipa minyak dan gas bumi yang ada

Rencana pengembangan eksploitasi

Sempadan (right of ways) infiastruktur pipa migas

Nilai integritas ekosistem yang tinggi

Wilayah dengan tutupan mangrove

Wilayah dengan tutupan nipah

Wilayah dengan tutupan nipah

Wilayah tambak yang telah ditinggalkan

Salinitas lebih besar dari 15 per mil pada kondisi iklim

ekstrim

Page 35: IV. SISTEM ANALISIS DAN PEMODELAN - repository.ipb.ac.id · Muara Jawa Muara Kaman Palaran k Samarinda llir marinda Seberang Samarinda Ulu Samboja Sanga-sanga Sebulu Tenggarong Gambar

Gambar (47) menunjukkan tahapan analisis kesesuaian bagi pengembangan skenario

zonasi di kawasan Delta Mahakam.

/Reclassifying / Weighting

biof isik 0-5 Pemanfaatan

Khusus

Daerah bufFer IWdlBY/ CJ Kemiringan tanah yang

Area coverage I - Salinity during Gi--t

Gambar 47 Tahapan analisis kesesuaian pemanfaatan bagi pengembangan skenario zonasi di kawasan Delta Mahakam