IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten...

26
18 IV. Pembahasan 4.1. Produksi Sampai saat ini sektor pertanian masih berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Morowali sebagai Kabupaten Si’e 2012 (lumbung pangan) maka diperlukan keberhasilan dari program-program pembangunan yang diadakan oleh pemerintah pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor diantaranya sub sektor perkebunan. Di dalam sub sektor perkebunan itu sendiri, masih terbagi lagi dalam berbagai komoditi, diantaranya kelapa, kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh dan lain-lain. Tabel 4.1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Menurut Kecamatan Tahun 2010 No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao kering (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) 1 Menui Kepulauan 159 19,00 119,50 2 Bungku Selatan 1.043 672,80 645,06 3 Bahodopi 1.191 340,00 285,47 4 Bungku Tengah 2.008 639,00 318,23 5 Bungku Barat 1.011 360,00 356,08 6 Bumi Raya 1.265 559,80 442,53 7 Witaponda 867 366,60 422,84 8 Lembo 1.788 617,40 345,30 9 Mori Atas 1.925 596,00 309,61 10 Mori Utara(*) …… ……. …….. 11 Petasia 1.901 821,80 432,30 12 Soyo Jaya 1.269 501,20 394,96 13 Bungku Utara 408 435,00 1066,18 14 Mamosalato 357 20,10 56,02 Total 15192 5948,70 5194,36 rata-rata kecamatan 1169 457,59 391,57 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali Catatan *) : Data masih gabung dengan kecamatan induknya (Mori Atas)

Transcript of IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten...

Page 1: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

18

IV. Pembahasan

4.1. Produksi

Sampai saat ini sektor pertanian masih berperan penting dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Morowali sebagai

Kabupaten Si’e 2012 (lumbung pangan) maka diperlukan keberhasilan dari

program-program pembangunan yang diadakan oleh pemerintah pada sektor

pertanian. Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor diantaranya sub sektor

perkebunan. Di dalam sub sektor perkebunan itu sendiri, masih terbagi lagi dalam

berbagai komoditi, diantaranya kelapa, kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh

dan lain-lain.

Tabel 4.1.

Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten

Morowali Menurut Kecamatan Tahun 2010

No. Kecamatan Luas (Ha) Produksi kakao

kering (Ton)

Produktivitas

(Kg/Ha)

1 Menui Kepulauan 159 19,00 119,50

2 Bungku Selatan 1.043 672,80 645,06

3 Bahodopi 1.191 340,00 285,47

4 Bungku Tengah 2.008 639,00 318,23

5 Bungku Barat 1.011 360,00 356,08

6 Bumi Raya 1.265 559,80 442,53

7 Witaponda 867 366,60 422,84

8 Lembo 1.788 617,40 345,30

9 Mori Atas 1.925 596,00 309,61

10 Mori Utara(*) …… ……. ……..

11 Petasia 1.901 821,80 432,30

12 Soyo Jaya 1.269 501,20 394,96

13 Bungku Utara 408 435,00 1066,18

14 Mamosalato 357 20,10 56,02

Total 15192 5948,70 5194,36

rata-rata

kecamatan

1169 457,59 391,57

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali

Catatan*)

: Data masih gabung dengan kecamatan induknya (Mori Atas)

Page 2: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

19

Salah satu komoditi perkebunanan unggulan Kabupaten Morowali adalah

kakako. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.1. dimana keempatbelas kecamatan yang

berada di Kabupaten Morowali semuanya memiliki perkebunan kakao yang

dikekola oleh masyarakat atau perkebunan rakyat. Dari Tabel 4.1., terlihat bahwa

rata-rata kecamatan di Kabupaten Morowali pada tahun 2010 memiliki perkebunan

kakao seluas 1.169 Ha dengan produksi 457,59 ton. Setiap kecamatan memiliki luas

perkebunan kakao yang berbeda-beda, demikian juga dengan hasil produksi dan

produktivitasnya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas

dari perkebunan kakao diantaranya perbedaan tingkat kesuburan tanah, perbedaan

umur tanaman kakao (belum menghasilkan, menghasilkan dan tidak menghasilkan

atau rusak), serangan hama dan perubahan iklim. Perkebunan kakao terluas bereda

di Kecamatan Bungku Tengah yaitu 2.008 Ha atau 13,22% dari total luas

perkebunan kakao Morowali tahun 2010, berikut kecamatan Mori Atas 1.925 Ha

(12,67%) sebelum pemekaran Kecamatan, dan Kecamatan Petasia 1.901 Ha

(12,51%). Kecamatan yang memiliki luas perkebunan kakao paling sedikit adalah

Kecamatan Menui Kepulauan yaitu 159 Ha atau hanya 1,05% dari luas perkebunan

kakao Kabupaten Morowali. Produksi terbesar pada tahun 2010 berasal dari

Kecamatan Petasia sebesar 821,80 Ton atau menyumbang 13,81% total produksi

kakao Kabupaten Morowali, berikut Kecamatan Bungku Selatan dengan produksi

672,80 ton (11,31%). Kecamatan yang kontribusinya paling sedikit adalah

Kecamatan Mamosalato (0,34%) dan Menui Kepulauan (0,32%).

Produktivitas perkebunan kakao di tingkat Kecamatan pada tahun 2010 cukup

bervariasi dengan 391,57 kg/Ha. Banyaknya masalah seperti keterbatasan biaya

produksi, perubahan iklim, penyakit dan hama yang dihadapi petani dalam

pengolahan perkebunan kakao di berbagai Kecamatan di Kabupaten Morowali

membuat produktivitas perkebunan pun bervariasi. Walaupun satu Kecamatan

Page 3: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

20

memiliki perkebunan kakao yang lebih luas, tetapi jika dibandingkan dengan

kecamatan lain produktivitas Kecamatan tersebut justru lebih rendah (Tabel 4.1.).

Kecamatan Bungku Utara yang luas perkebunanya mecapai 2.008 Ha, tingkat

produktivitasnya hanya 318,23 kg/Ha. Demikian juga dengan Kecamatan Mori Atas

yang produktivitasnya hanya 309,61 kg/Ha dengan luas areal perkebunan 1.925 Ha.

Lain halnya dengan Kecamatan Bungku Selatan yang memiliki luas perkebunan

1.043 Ha atau hampir seribu hektar lebih sedikit dari Kecamatan Bungku Utara dan

Mori Atas justru produktivitasnya dua kali lebih besar dari kedua kecamatan

tersebut yakni 645,06 kg/Ha. Dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten

Morowali, Kecamatan yang memiliki produktivitas perkebunan kakao paling tinggi

adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 1.066,18 kg/Ha dengan lahan perkebunan

hanya 408 Ha. Sedangkan Kecamatan dengan produktivitas perkebunan kakao

terendah adalah Kecamatan Mamosalato dengan luas perkebunan 357 Ha dan

produktivitasnya hanya 56,02 kg/Ha. Secara keseluruhan pada tahun 2010,

produktivitas perkebunan kakao Kabupaten Morowali yang rata-rata 391,57 kg/Ha

masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan kakao

Sulawesi Tengah yaitu 832,51 kg/Ha.

Produksi atau hasil dari suatu usaha pertanian dalam hal ini produksi komoditi

kakao, akan dijadikan sebagai suatu patokan apakah komoditi kakao memiliki

potensi untuk diusahakan dan dikembangkan sebagai komoditi unggulan di

Kabupaten Morowali. Secara keseluruhan luas dan produksi perkebunan kakao

Kabupaten Morowali dari tahun 2007- 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Page 4: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

21

Tabel 4.2.

Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao

Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010

Tahun Luas (ha) Produksi Biji

Kakao Kering (ton)

Produktivitas

(Kg/Ha)

2007 11.742 5489.09 467.47

2008 11.81 5535.16 468.68

2009 13.84 6383.79 461.26

2010 15.192 5948.7 391.56

Rata-rata 13.146 5,839.16 447.25

Sumber: BPS Kabupaten Morowali

Dari tahun ke tahun luas perkebunan kakao di Kabupaten Morowali terus

mengalami peningkatan dengan rata-rata produksi 5.839,16 ton per tahun. Dengan

bertambahnya luas perkebunan kakao dari tahun ke tahun, maka diharapakan

produksi dan produktivitasnya akan ikut meningkat. Dari Tabel 4.2. dapat dilihat

bahwa pada tahun 2010 produksi dan produktivitas kakao mengalami sedikit

penurunan. Namun tahun sebelumnya yaitu tahun 2007-2009 produksi kakao terus

meningkat. Pada tahun 2009 produksi kakao mengalami peningkatan sebesar 848,67

ton atau meningkat 13,29% dari tahun 2008. Jika dilihat dari produktivitas, tahun

2007-2010 produktivitas perkebunan kakao cenderung stabil dengan rata-rata

447.25 kg/Ha. Apabila dibandingkan dengan produktivitas Kakao Sulawesi Tengah

dengan rata-rata 696,62 kg/Ha, produktivitas perkebunan kakao Kabupaten

Morowali masih rendah. Dari Tabel 4.2. tentunya memberikan gambaran bahwa

luas dan produksi komoditi kakao di Kabupaten Morowali semakin maningkat dan

memiliki peluang atau potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu

komoditi unggulan, menjadi sumber pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan

bagi masyarakat.

Page 5: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

22

4.1.1. Usaha Perkebunan Kakao di Desa Peleru

Usaha pertanian yang dikelola oleh masyarakat di setiap kecamatan (Tabel

4.1.) adalah komoditi kakao. Kecamatan penghasil kakao tersebut diantaranya

adalah Kecamatan Mori Utara. Kecamatan yang baru terbentuk pada tahun 2009

dan merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Mori Atas ini, berada di sebelah

Barat Kabupaten Morowali dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Poso. Luas

perkebunan kakao di Kecamatan Mori Utara yang tersebar di delapan Desa pada

tahun 2011 mencapai 589,75 Ha dengan produktivitas lebih tinggi dari rata-rata

Kabupaten dan Propinsi yaitu 800 kg/Ha atau sama dengan 471,8 ton per tahun

(BPK kecamatan Mori Utara). Selanjutnya, dari data BPK (Badan Penyuluhan

Kecamatan) kecamatan Mori Utara, luas perkebunan kakao terbesar berada di Desa

Peleru yaitu 570,4 Ha atau 96,7% dari luas perkebunan kakao di Kecamatan Mori

Utara.

Tanaman kakao memiliki habitat di lingkungan hutan tropis, tanah yang

lembab dengan naungan yang cukup. Kakao akan berproduski secara maksimal

apabila di lingkungan atau iklim yang tepat seperti cukupnya ketersediaan air dan

hujan yang relatif merata di sepanjang tahun. Desa Peleru memiliki potensi dan

iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao. Sebagian besar pekebunan

kakao petani berada di lembah sepanjang Sungai Kuse. Kondisi tanah yang lembab

dan ketersediaan air yang cukup membuat lokasi ini sangat cocok untuk perkebunan

kakao.

Sebagian besar penduduk Desa Peleru memiliki lahan dan mata pencaharian

sebagai petani kakao. Inilah yang membuat Desa Paleru menjadi salah satu kantong

penghasil komoditi kakao di Kecamatan Mori Utara. Keseharian petani dijalani

dengan mengolah dan memelihara perkebunan kakao yang merupakan lapangan

pekerjaan dan sumber pendapatan terbesar petani. Dari 30 responden, rata–rata

Page 6: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

23

petani di Desa Peleru memiliki luas perkebunan kakao sebesar ≤ 2 Ha (86.67%)

dengan lama bertani rata-rata 10-20 tahun (70%). Budidaya, pemeliharaan dan

produksi tanaman kakao yang dilakukan oleh petani berskala perkebunan rakyat di

Desa Peleru dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman tentunya yang terpenting adalah ketersediaan

bibit dan lahan dengan luas tertentu yang sudah siap untuk ditanami. Biji

kakao yang dijadikan sebagai bibit adalah biji kakao yang berasal dari buah

terpilih dari pohon kakao yang telah ada sebelumnya. Sebelum ditanam,

terlebih dahulu dilakukan pembibitan, baik menggunakan polibek berukuran

kecil maupun di lahan yang suduah disiapkan khusus untuk pembibitan.

Setelah bibit kakao berumur kurang lebih tiga sampai enam bulan, bibit

tersebut dipindakah ke lahan perkebunan dengan jarak tanam 3x3 meter.

Petani melakukan penanaman kakao secara berkala sesuai dengan

ketersediaan bibit dan luas lahan yang siap ditanami. Dari hasil wawancara

lapangan, hanya 23.33% petani responden yang mengetahui jenis kakao

yang mereka tanam yaitu jenis trinitario/hibrida sedangkan 76.67%

responden lainya menjawab tidak mengetahui jenis kakao yang mereka

tanam. Kakao yang ditanam petani jenisnya sudah bercampur, hal ini terjadi

karena bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang berasal dari pohon

kakao yang ditanam sebelumnya, baik dari kerabat sesama petani atau milik

petani itu sendiri.

2. Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk menyuburkan dan mengembalikan unsur hara

pada tanah sehingga meningkatkan dan merangsang pertumbuhan tanaman

kakao baik batang, daun dan buah. Umur tanaman kakao petani responden

Page 7: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

24

Desa Peleru yang berumur ≤ 10 tahun sebesar 16.67% dan 76.67% berumur

10-20 tahun sedangkan umur diatas duapuluh tahun hanya 6,67%. Umur

tanaman kakao ini merupakan umur produktif sehingga Pengunaan pupuk

sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis pupuk yang

digunakan petani adalah pupuk urea dan beberapa pupuk lainya seperti TSP,

KCL dan NPK. Skala penggunaan pupuk urea lebih besar daripada pupuk

lainya dan terkadang pula petani mencampur jenis tersebut dengan pupuk

urea. Pemupukan dilakukan satu kali dalam setahun dengan rata-rata

penggunaan pupuk urea sebanyak 208 kg/Ha.

3. Penyemprotan

Penyemprotan dilakukan untuk mengatasi dan membasmi hama serta

penyakit yang menyerang tanaman kakao. Dari tahun ke tahun hama dan

busuk buah ditambah dengan iklim yang tidak menentu semakin membuat

resah para petani. Berbagai jenis hama pengganggu pada pertumbuhan dan

pada produksi kakao adalah hama PBK (penggerek buah kakao), penggerek

daun, dan batang. Masalah lain adalah timbulnya penyakit seperti hitam

buah yang diakibatkan curah hujan yang terlalu tinggi, mati pucuk dan

serangan jamur batang yang dapat menyebabkan matinya pohon kakao.

Berbagai upaya dilakukan oleh para petani untuk mengatasi hal tersebut

khususnya pada serangan hama. Pemberantasan hama dilakukan dengan

melakukan penyemprotan pestisida. Rata-rata petani atau 96.67% petani

responden melakukan penyemprotan dua kali dalam sebulan. Janis pestisida

yang digunakan petani cukup bervariasi seperti Vigor, Unisait, Nordoks,

Akodag, Sidametrin, Capture, Kloromit, Topplus dan lain-lain. Dalam

satukali penyemprotan petani mencampurkan 2-3 jenis pestisida dengan

skala 1/2-1 liter setiap jenis pestisida, sehingga total penggunaan pestisida

Page 8: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

25

dalam satu kali penyemprotan berkisar 1-2 liter. Karena kebutuhan tanaman

akan pupuk cukup tinggi dan juga tujuan untuk meningkatkan produksi

maka terkadang dalam penyemprotan hama, petani juga mencampurkan

pestisida dengan pupuk cair perangsang pertumbuhan daun dan buah seperti

Ronsaid dan Agrodite.

4. Penyiangan

Penyiangan diperlukan untuk menjaga lahan perkebunan tetap bersih dan

bebas dari gulma atau rumput yang akan mengganggu pertumbuhan kakao

seperti akan terbaginya makanan dengan rumput liar. Pada saat kakao

menghasilkan buah, penyiangan dilakukan untuk menghindari hama tikus

dan pemakan buah lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, jika dahulu

penyiangan dilakukan dengan arit, tenaga kerja dan waktu yang panjang,

maka sekarang dengan alat-alat pertanian modern seperti mesin pemangkas

dan herbisida yang digunakan dengan tangki penyemprot, sangat membantu

petani untuk mengusahakan lahan pertanian secara efisien.

5. Pemangkasan

Walaupun pada awal penanaman tanaman kakao harus memiliki naungan

(pelindung), tetapi setelah pohon itu bertumbuh besar dan lebat maka

tanaman pelindung tersebut tahap demi tahap harus dikurangi. Seiring

dengan hal itu, kerimbunan dari daun atau cabang kakao harus diatur dengan

pemangkasan cabang yang terlalu rimbun dan tunas air yang dianggap

mengganggu pertumbuhan kakao. Pemangkasan dilakukan agar tanaman

mendapatkan intensitas cahaya yang cukup secara keseluruhan sehingga

dapat menghasilkan buah atau berproduksi secara maksimal.

Page 9: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

26

6. Panen

Buah kakao memiliki warna yang cukup beragam. Warna kakao yang pada

waktu muda berwarna hijau, setelah masak akan berwarna kuning.

Sedangkan jenis lain, yang awalnya berwarna merah setelah masak akan

berwarna oranye. Apabila buah tersebut sudah masak maka petani

melakuakn pemetikan buah (panen). Buah kakao yang telah dipetik tersebut

akan dikumpulkan di salah satu tempat (biasanya ditumpuk dipinggir kebun)

kemudian dilakukan pemeraman buah maksimal satu minggu agar

kematangan buah kakao merata. Namun petani responden tidak melakukan

proses pemeraman buah tersebut, akan tetapi langsung melakukan

pemecahan buah. Pemecahan buah dapat dilakukan menggunakan beberapa

alat diantaranya pisau, golok dan sepotong kayu yang bertujuan untuk

memisahkan biji dari kulit kakao, kemudian dimasukan kedalam karung dan

langsung diangkut ke rumah petani. Panen buah kakao di Desa Peleru

dilakukan dalam dua musim, petani menyebutnya dengan musim panen raya

dan panen antara (panen semester). Musim panen raya dilakukan antara

bulan April sampai Juni sedangkan panen semester dilakukan antara bulan

Agustus sampai November. Intensitas panen raya pada petani responden

Desa Peleru ≥ 5 kali (60%) dan 3-4 kali (40%), sedangkan untuk panen

antara ≥ 5 kali (70%) dan 3-4 kali (23,3%) dalam setahun. Rata–rata dalam

bualan-bulan panen, baik panen raya maupun panen semester adalah dua kali

pemanenan dalam sebulan (panen setiap dua minggu sekali).

7. Penjemuran

Setelah biji kakao yang sudah di panen diangkut ke rumah petani, kakao

tersebut dibiarkan berada di dalam karung selama 2-3 hari dengan tujuan

mengurangi kandungan air dari biji yang basah, kemudian biji kakao

Page 10: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

27

dikelurakan dari karung dan siap dijemur. Tempat penjemuran yaitu di balai-

balai yang terbuat dari bambu, namun penjemuran ditempat ini sudah jarang

dilakukan petani karena petani lebih memilih menjemur di daerah lapang

halaman rumah dengan menggunakan karoro (tikar atau jaring penjemuran).

Lama penjemuran biji kakao sampai kering yaitu 3-4 hari bahkan bisa lebih,

tergantung pada cuaca atau sinar matahari. Penjemuran juga dapat dilakukan

dengan menggunakan mesin khusus pengering biji kakao. Namun sampai

sekarang belum ada petani responden yang memiliki dan menggunakan

mesin pengering tersebut. Setelah biji kakao kering, petani melakukan

pengemasan di dalam karung goni dan biji kakaopun siap untuk dijual.

Pengolahan komoditi kakao di Desa Peleru masih terbilang sederhana serta

kurang memperhatikan standar dan mutu yang baik. Sistem pengolahan kakao

petani masih sebatas panen, jemur sampai dianggap kering lalu dijual. Sedangkan

untuk menghasilkan komoditi kakao yang berkualitas diperlukan pengolahan yang

lebih teliti. Beberapa proses pengolahan masih dilewatkan oleh para petani seperti

proses fermentasi atau pemeraman dengan tujuan melepas lendir-lendir yang

melekat pada biji dan menambah aroma khas biji kakao, belum melakukan

pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang masih

melekat pada biji, serta sortasi (membersikan kotoran dan memisahkan biji yang

baik dan yang kurang baik).

Dengan intensitas dua kali panen dalam sebulan, maka panen raya petani

sebanyak 4-6 kali dan panen antara sebanyak 4-8 kali dalam satu tahun. Perbedaan

intensitas panen baik panen raya dan panen semester antara responden tergantung

dari produktivitas perkebunan kakao masing-masing responden dan juga karena

dipengaruhi oleh cara pemeliharaan seperti pemberian pupuk, pemangkasan,

Page 11: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

28

kebersihan lahan dan penyemprotan hama. Total hasil produksi kakao kering rata-

rata untuk panen raya dan panen semester petani responden adalah 1,6 ton per

tahun.

Usaha pertanian kakao tentunya berkaitan erat dengan sarana produksi

(saprodi) sebagai pendukung berjalannya usaha perkebunan tersebut. Sarana

produksi yang digunakan diantaranya pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian.

Pupuk dan pestisida diperoleh petani dari kelompok tani, kios-kios lokal dan pasar

Kecamatan. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea dengan harga Rp.

100.000/50 kg (tahun 2011) dan beberapa pupuk lainnya seperti TSP, KCL dan

NPK. Sedangkan pestisida yang digunakan oleh petani cukup beragam dan

harganyapun bervariasi (Tabel 4.3.).

Tabel 4.3.

Daftar Jenis, Fungsi dan Harga Pestisida

Sumber: Data Primer

No. Pestisida Fungsi Harga /botol (RP)

1 Vigor Untuk membasmi hama penggerek buah,

batang dan daun pada tanaman kakao.

75.000

2 Unisait Untuk membasmi hama penggerek buah,

batag dan daun pada tanamn kakao.

75.000

3 Nordoks Mencegah jamur dan hitam buah kakao. 125.000

4 Alika Membasmi serangga, ulat penggerek

batang, daun dan buah kakao.

50.000

5 Akodan Untuk membasmi hama penggerek buah,

batang dan daun pada tanaman kakao.

85.000

6 Capture Mencegah serangan hama pengerek dan

mencegah busuk buah.

75.000

7 Kloromit Untuk membasmi hama semut. 130.000

8 Seprint Untuk mencegah serangan Hama

penggerek batang, daun dan buah kakao.

50.000

9 Sidametrin Untuk memberantas ulat atau hama

penggerek tanaman kakao.

30.000

10 Topplus Perangsang buah. 35.000

11 Ronsaid Perangsang buah. 10.000

Page 12: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

29

Selain pupuk dan pestisida, sarana produksi yang juga digunakan dalam

pengolahan perkebunan kakao adalah alat-alat pertanian. Sebagian besar petani

kakao sudah menggunakan alat pertanian yang moderen seperti mesin pemangkas,

gunting buah dan lain-lain. Beberapa alat pertanian yang digunakan oleh petani

kakao di Desa Peleru dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4.

Alat-Alat Pertanian Yang Digunakan Petani Serta Fungsinya

di Lahan Perkebunan Kakao

No. Alat Pertanian Fungsi/ Kegunaan

1 Arit Untuk penyiangan

2 Cangkul Untuk penggali lubang dalam penanaman kakao

serta penggalian saluran air di lahan perkebunan.

3 Gerobak Dorong Sebagai alat pengangkut buah kakao saat panen.

4 Golok (Parang) Untuk penyiangan dan digunakan pula untuk

memisahkan biji kakao dari kulitnya (Pemecahan

buah).

7 Grobak menggunakan

tenaga sapi (roda)

Sebagai alat transportasi petani ke lahan

perkebunan dan sebagai alat pengangkut biji

kakao dari perkebunan ke rumah petani.

8 Gunting

Buah/Daun/Ranting

Untuk memetik buah dan pemangkasan ranting

kakao

9

Pemetik Buah

(Poncada)

Alat pertanian kakao mirip angka 7 yang

disambungkan pada sebatang bambu dengan

panjang tertentu. Berfungsi untuk pemetik buah

dan alat pemangkas dahan kakao.

10 Jaring Penjemuran

( Karoro)

Untuk menjemur biji kakao yang masih basah.

11 Terpal Untuk menjemur biji kakao yang sudah setengah

kering.

10 Karung goni Untuk menyimpan biji kakao setelah dipanen

serta biji kakao yang sudah kering dan siap dijual.

11 Mesin Pemangkas

Rumput

Untuk alat pemangkas rumput di lahan

perkebunan kakao.

13 Tangki Penyemprot Untuk penyemprotan rumput dan juga hama pada

perkebunan kakao.

Sumber: Data primer

Petani kakao tidak semua mengerjakan proses pengolahan perkebunan

kakaonya seorang diri. Untuk proses produksi, dibutuhkan tenaga kerja untuk

kegiatan penyemprotan, pemangkasan, pemupukan, panen dan pengangkutan.

Page 13: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

30

Tenaga kerja tersebut berasal dari dalam keluarga (anggota keluarga) maupun

tenaga kerja dari luar keluarga (jasa tenaga kerja).

Tabel 4.5.

Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Tenaga Kerja

Dalam Produksi Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru

No. Proses

Produksi

Jumlah dan Presentase Responden

Hanya dari

dalam kel

Hanya dari

luar kel

Dari dalam

dan luar kel

Total

jumlah % Jumlah % Jumlah % jumlah %

1 Penanaman 30 100 - - - - 30 100

2 Pemupukan 13 43 9 30 8 27 30 100

3 Penyemprotan 13 43 8 27 9 30 30 100

4 Penyiangan 18 60 8 27 4 13 30 100

5 Pemangkasan 16 53 8 27 6 20 30 100

6 Panen 6 20 14 47 10 33 30 100

7 Pengangkutan 18 60 12 40 - - 30 100

8 Penjemuran 30 100 - - - - 30 100

Sumber: Data Primer

Dalam proses produksi perkebunan Kakao, petani pemilik perkebunan

terkadang mengerjakan sendiri proses pengolahan karena dipengaruhi beberapa

faktor seperti keterbatasan biaya dan lahan pertanian yang tidak terlalu luas

sehingga dapat di kerjakan sendiri oleh petani tersebut. Dapat dilihat pada Tabel

4.5. dimana proses penanaman kakao di lahan pertanian dan proses penjemuran,

dilakukan oleh tenaga kerja (TK) hanya dari dalam keluarga dengan presentase 100

% yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terkadang ikut membantu. Namun

berbeda halnya dengan beberapa proses produksi yang membutuhkan bantuan

tenaga kerja dari luar keluarga seperti untuk proses pemupukan yang walaupun

hanya dilakukan satu tahun sekali, petani yang menggunakan TK dari dalam

keluarga sebesar 43%, TK dari luar keluarga 30% dan yang menggunakan TK dari

dalam dan dari luar keluarga presentasenya sebesar 27%. Untuk penyemprotan,

petani yang menggunakan TK hanya dari dalam keluarga 43%, TK hanya dari luar

keluarga 27% dan responden yang menggunakan TK dari dalam dan luar keluarga

Page 14: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

31

berjumlah 30%. Untuk proses penyiangan, sebagian besar petani menggunakan TK

hanya dari dalam keluarga yaitu sebesar 60%, sedangkan sisanya TK hanya dari luar

keluarga sebnyak 27% dan 13% lainnya menggunakan TK dari dalam dan luar

keluarga. Proses pemangkasan, yang menggunakan TK hanya dari dalam keluarga

yaitu sebanyak 53%, yang menggunakan TK hanya dari luar keluarga 27%

sedangkan TK dari dalam dan luar keluarga 20%. Proses panen merupakan proses

yang cukup lama dan membutuhkan banyak tenaga kerja dari luar keluarga.

Responden yang menggunakan TK hanya dari dalam keluara pada proses panen

20% saja sedangkan 47% lainnya menggunakan TK hanya dari luar keluarga serta

yang menggunakan TK dari dalam dan luar keluarga sebanyak 33% responden.

Untuk proses pengangkutan 60% petani responden memilih mengangkut sendiri

kakao yang telah di panen (menggunakan TK hanya dari dalam keluarga) sedangkan

40% lainnya memakai TK hanya dari luar keluarga.

Sebagian besar masyarakat Desa Peleru adalah petani kakao, sehinga selain

kepala keluarga (bapak), ibu rumah tangga atau TK wanita juga ikut membantu

dalam beberapa proses produksi walaupun presentasenya sangat kecil. Proses yang

menggunakan tenaga kerja wanita adalah proses pemupukan yaitu 13% (masuk

dalam data TK dari dalam keluarga Tabel 4.5.) dan dalam proses panen sebanyak

23% responden menggunakan TK wanita dari dalam keluarga (ibu rumah tangga)

dan 43% lainnya menggunakan TK dari luar keluarga.

Page 15: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

32

Tabel 4.6.

Rata- Rata Penggunaan Tenaga Kerja

dan Jumlah Hari Kerja Menurut Jenis Kelamin

untuk Proses Produksi Kakao di Desa Peleru

Proses produksi

Rata-rata jumlah TK Rata-rata jumlah HK

No. TK dalam

kel

TK dari luar

kel

TK dalam

kel

TK dari

luar kel

P W P W P W P W

1 Penanaman 1 - - - - - - -

2 Pemupukan 1 1 2 - 3 3 3 -

3 Penyemprotan 1 - 2 - 3 - 2 -

4 penyiangan 1 - 2 - 7 - 4 -

5 Pemangkasan 1 - 2 - 9 - 6 -

6 Panen 1 1 3 3 3 3 3 3

7 Pengangkutan 1 - 1 - 1 - 1 -

8 Penjemuran 1 1 - - - - - -

Sumber: Data Primer

Tabel 4.6. dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penanaman: Petani melakukan

penanaman di lahan perkebunannya dengan hari dan waktu kerja yang fleksibel atau

berkala, hal ini dilakukan sesuai ketersediaan lahan dan bibit yang siap ditanam. 2)

Pemupukan: Selain menggunakan dua orang TK (ayah,ibu) dari dalam keluarga

dengan tiga hari kerja (HK), jumlah TK yang dibutuhkan dari luar keluarga dalam

satukali pemupukan rata-rata dua orang TK dengan tiga HK. 3) Penyemrpotan:

Rata-rata penggunaan TK pada proses penyemprotan yang berasal dari luar keluarga

adalah dua orang dengan dua HK. Pada proses penyemprotan ini, pemilik kebun

ikut bekerja namun waktu kerjanya lebih lama yaitu rata-rata tiga HK. 4)

Penyiangan: Untuk penyiangan dengan luas lahan ≤ 2 Ha, petani menyewa rata-rata

dua orang TK dari luar keluarga dengan empat HK, sedangkan petani responden

lainya yang tidak menyewa tenaga kerja menghabiskan waktu kerja selama satu

minggu untuk proses penyiangan. 5) Pemangkasan: Dalam pamangkasan, petani

Page 16: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

33

responden menggunakan rata-rata dua orang TK dari luar keluarga dengan rata-rata

enam HK. Apabila petani hanya melakukan pemangkasan dengan tenaga sendiri,

maka jumlah hari kerja yang dibutuhkan lebih panjang yakni sembilan HK. 6)

Panen: Proses panen ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak

dibandingkan dengan proses-proses sebelumnya. Untuk satu kali panen, petani

menyewa rata-rata tiga orang TK pria dari luar keluarga dan tiga orang TK wanita,

ditambah dengan anggota dalam keluarga petani itu sendiri dengan rata-rata tiga HK

per satukali panen. Dalam proses pemanenan buah kakao, TK pria bertugas untuk

memetik buah sedangkan wanita sebagai tenaga pemecah buah kakao. Namun tidak

jarang TK pria juga ikut melakukan proses pemecahan buah. 7) Pengangkutan:

Pada hari panen pertama, kedua dan ketiga, biji kakao langsung diangkut sendiri

oleh petani pemilik perkebunan pada hari itu juga dengan menggunakan gerobak

atau sepeda motor atau oleh tenaga kerja pria dengan cara dipikul (ndalembara).

Selain itu, ada beberapa petani yang menggunakan jasa pengangkutan gerobak

dengan biaya Rp. 20.000- Rp. 25.000 per karung. Rata–rata petani responden

maupun tenaga kerja lainya mulai bekerja di perkebunan kakao dari pukul 08.00-

16.00 WITA (8 jam per HK). Upah rata-rata tenaga kerja baik upah penyemprotan,

pemupukan, penyiangan dan panen adalah Rp. 40.000/ HK.

Berbagai persoalan atau masalah yang sering di hadapi oleh para petani dalam

hal pengolahan dan produksi perkebuan kakao seperti keterbatasan modal, sumber

daya manusia (SDM) dan serangan hama. Usaha pertanian perkebunan kakao

membutuhkan modal sebagai biaya operasional produksi. Dengan modal yang

cukup, petani dapat membiayai keperluan usaha seperti pengadaan saprodi (alat-alat

pertanian, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja). Modal yang digunakan petani

responden untuk membiayai operasional produksi diperoleh dari hasil penjualan biji

kakao. Terbatasnya akses modal oleh petani baik dari lembaga kauangan Bank dan

Page 17: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

34

lembaga pinjaman lainya membuat petani harus membagi pendapatan dari hasil

penjualan biji kakao untuk kebutuhan pokok sehari-hari dengan biaya operasional

produksi. Keterbatasan akses modal ini, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

dan pemahaman petani mengenai akses peminjaman modal di bank, sehingga petani

enggan untuk meminjam modal. Saat terjadi penurunan produksi bahkan saat gagal

panen pada tanaman kakao, petani membiayai operasinal pertanian seadanya saja

(megurangi pupuk dan jumlah pestisida), petani kadang menempuh cara lain seperti

mengutang saprodi (sarana produksi) pada pembeli (pengumpul biji kakao) yang

akan dilunasi setelah memperoleh hasil panen kakao.

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam

pengolahan perkebunan yang baik. Pengetahuan dan informasi yang diperoleh

petani Desa Peleru mengenai pengolahan perkebunan kakao masih sangat sedikit

sehinga cara budidaya tanaman kakao yang dipraktekan petani hanya berdasarkan

pengalaman dan informasi dari sesama petani dan dari pembeli kakao. Keterbatasan

ini juga dikarenakan masih kurangnya pelatihan, seminar-seminar dan sosialisai

pertanian yang diberikan oleh pemerintah atau instansi terkait lainya. Belum

maksimalnya kinerja Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang ditempatkan disetiap

desa dalam memberikan pendampingan bagi petani, khususnya petani kakao.

Akibatnya petani tidak dapat berbuat banyak selain mengandalkan pengetahuan dan

informasi terbatas yang mereka miliki dalam mengolah perkebunan kakao tersebut.

Dalam pertanian kakao, masalah terbesar petani adalah serangan hama.

Serangan hama sangat merugikan petani karena akan menyebabkan menurunnya

hasil produksi. Hama yang menyerang perkebunan petani diantaranya hama

penggerek batang dan daun yang menyebabkan daun dan batang kakao menjadi

rusak dan bahkan mati. Hama pengerek buah juga menjadi musuh terbesar petani,

karena akan menyebabkan busuk dan kangker buah sehingga produksi dapat

Page 18: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

35

menurun drastis. Selain itu, jamur batang dan mati pucuk juga dapat membuat

pohon kakao akan perlahan-lahan mati. Cuaca yang tidak menentu, seperti curah

hujan yang terlalu tinggi membuat buah kakao yang masih muda menjadi hitam dan

akhirnya petani akan mengalami gagal panen. Berbagai upaya dilakukan petani

untuk mengatasi masalah ini seperti melakukan pemangkasan pucuk yang telah

mati, peremajaan kembali, dan penyemprotan perstisida yang tetap dilakukan

walaupun dengan harga pestisida yang cukup mehal bagi petani.

4.2. Pemasaran

Setelah melalui proses produksi yang cukup panjang mulai dari penanaman,

pemeliharaan, pemetikan dan penjemuran, petani memperoleh output atau hasil dari

usaha pertanian tersebut berupa biji kakao kering. Biji kakao kering dikemas dengan

baik di dalam karung goni kemudian siap untuk dijual. Sebanyak 93,33% petani

responden menggunakan sistem penjualan langsung ke rumah pembeli, sedangkan

hanya 6,66% saja yang didatangi oleh pembeli. Alat transportasi dan angkutan yang

digunakan oleh petani dalam penjualan kakao adalah sepeda motor (66,7 %),

gerobak yang ditarik oleh sapi (13,3 %), sedangkan sisanya menggunakan mobil

dan tenaga manusia (dipikul).

Ada beberapa jenis pedagang kakao diantaranya pengumpul (tengkulak),

kelompok tani, pedagang antar kecamatan, pedagang antar kabupaten, dan pedagang

antar pulau (eksportir antar pulau). Pengumpul adalah pedagang yang langsung

membeli kakao di rumah-rumah petani dan kemudian kembali menjualnya kepada

pengumpul tingkat kecamatan bahkan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga beli

yang ditetapkan oleh pengumpul tersebut cukup bervariasi. Kelompok tani, adalah

kelompok yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat dan beranggotakan para

petani kakao dengan jumlah anggota tertentu. Tujuan utama dibentuknya kelompok

Page 19: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

36

tani atau organisasi tani ini adalah untuk menjadi lembaga musyawarah dan diskusi

bagi petani mengenai masalah-masalah dalam pertanian kakao. Selain itu, tujuan

dibentuknya kelompok tani di Desa Peleru yaitu untuk membendung masuknya

tengkulak atau pedagang baru dari luar desa yang dianggap merugikan pengumpul

lokal yang telah lama bekerja sama dengan petani. Terbentuknya organisasi petani

(kelompok tani) akan mempermudah penyaluran bantuan dari pemerintah dan

mempermudah petani dalam penyediaan saprotan (sarana produski pertanian).

Sebanyak 56,66% petani responden menjual kakaonya kepada kelompok Tani,

36,66% menjual ke pengumpul biasa, dan hanya 6,66% yang menjual ke pedagang

besar antar kabupaten. Di Desa Peleru, Penjualan kakao ke kelompok tani sama

dengan penjualan ke pengumpul biasa (tengkulak), hal ini terjadi karena yang

menjadi pembeli sebenarnya adalah pengumpul lokal yang merupakan anggota dan

bahkan ketua dari kelompok tani tersebut. Namun demikian, ada perbedaan

pengumpul biasa (pengumpul dari luar kelompok tani) dengan pengumpul lokal

yang berada di dalam keanggotaan kelompok tani. Perbedaan tersebut diantaranya

adalah penetapan harga. Harga beli pengumpul biasa lebih rendah karena

berdasarkan harga di tingkat kecamatan, sedangkan harga pengumpul yang berasal

dari kelompok tani cenderung lebih tinggi karena pengumpul tersebut berpatokan

dari harga kakao pengumpul besar di tingkat kabupaten. Selain itu, kerjasama dan

relasi yang baik yang sudah berlangsung cukup lama antara petani dengan

pengumpul lokal, membuat petani lebih memilih untuk menjual komoditi kakaonya

pada pengumpul lokal yang juga merupakan anggota kelompok tani daripada ke

pengumpul biasa. Pengumpul tingkat kecamatan biasanya membeli langsung ke

rumah-rumah petani dan juga dari para pengumpul biasa yang sudah menjalin relasi

dengannya. Pengumpul tingkat kabupaten adalah pengumpul yang membeli kakao

dari pedagang antar kecamatan dan juga dari pengumpul-pengumpul lokal di tingkat

Page 20: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

37

desa. Pengumpul besar tingkat kabupaten menjual langsung ke pedagang antar

pulau (ekportir antar pulau) dan bahkan langsung ke sektor industri pengolahan.

Berikut digambarkan rantai pemasaran dan pelaku usaha dalam pertanian komoditi

kakao di Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah (Gambar 4.1.). Model ini

diadopsi dari model Kameo dkk tahun 2011 mengenai rantai nilai dan pelaku usaha

komoditas kopi.

Gambar 4.1.

Rantai Pemasaran dan Pelaku Usaha Dalam Usaha Pertanian Kakao

di Kabupaten Morowali

Di Desa Peleru dan Kabupaten Morowali bahkan di Sulawesi Tengah, belum

tersedia sarana industri pengolahan kakao yang dapat mengolah biji kakao menjadi

coklat bubuk, coklat cair, permen dan jenis olahan lainnya. Untuk itu sebagian besar

pengumpul tingkat Kabupaten di Sulawesi Tengah menjual biji kakao ke eksportir

antar pulau yang ada di Kota Palu. Sebagian kecil lainnya menjual ke industri

pengolahan di Makasar Sulawesi Selatan. Menurut penelitian Tuti Millias tahun

2009 mengenai Analisis Permintaan Ekspor Biji Kakao Sulawesi Tengah Oleh

Malaysia, tahun 2002 sebesar 77,61% biji kakao Sulawesi Tengah di ekspor ke luar

negeri antara lain ke Malaysia dan beberapa negara lainnya (Tuty Millias 2009: 92).

Page 21: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

38

Untuk mendapatkan harga yang tinggi sebelum dijual kembali, para pembeli

atau pengumpul lokal hanya melakukan penjemuran kembali agar tingkat

kekeringan kakao merata dengan standar kekeringan kadar air 7%. Pada pengumpul

tingkat kabupaten, pembeli kembali melakukan penjemuran dan mencampur biji

kakao yang dibeli dari beberapa pengumpul tingkat desa dan kecamatan agar

kualitas kakao merata. Sampai pada eksportir barulah dilakukan penyortiran biji

kakao yaitu dengan membersihkan kotoran yang masih bercampur dengan biji

kakao dan memisahkan biji kakao berdasarkan bentuk dan tingkat kualitasnya.

Keuntungan yang diperoleh pengumpul lokal berasal dari selisih harga kakao

dengan harga pada pengumpul antar kabupaten yaitu Rp. 2.000/kg pada tahun 2011

dan beberapa tahun sebelumnya. Apabila harga pada pengumpul tingkat kabupaten

sebesar Rp. 15.000/kg maka harga beli pengumpul lokal pada petani kurang lebih

Rp. 13.000/kg atau 15% dari harga beli. Keuntungan bersih pengumpul lokal Rp.

1.500/kg karena Rp. 500/kg untuk biaya angkutan dan pemeliharaan kendaraan.

Penetapan kualitas dan harga kakao sampai saat ini masih ditentukan oleh

pembeli. Cara penetapan harga kakao adalah dengan mengukur dan melihat standar

mutu pada kakao. Standar dan mutu tersebut berkaitan dengan kadar air (atau

tingkat kekeringan), warna, dan kebersihan dengan menggunakan alat ukur tester

(alat ukur kadar air). Walaupun di Desa Peleru 47% petani responden menjawab

penentuan kualitas kakao menggunakan terster, namun langkah tersebut hanya

sebagai formalitas yang terkadang dilakukan. Menurut pembeli dan 53% petani

responden, cara pengukuran standar dan mutu kakao hanya dengan meraba dan

melihat biji kakao tersebut. Hal ini dilakukan karena pembeli sudah berpengalaman

dan sudah lama menggeluti jual beli kakao kering, sehingga hanya dengan meraba

dan melihat maka pembeli sudah mengetahui tingkat kekeringan kakao tersebut.

Penggunaan terster belum diterapkan secara serius karena menurut pembeli, petani

Page 22: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

39

belum mengerti tentang penetapan standar kakao yang mengunakan tester dan

banyaknya potongan yang akan dilakukan pembeli terhadap kakao yang dibeli

sehingga menimbulkan keluhan dari petani.

Permasalahan yang sering dihadapai petani dalam pemasaran adalah tidak

menentunya harga (fluktuasi harga), yang kemudian akan menyebabkan pendapatan

petani tidak menentu. Selain itu, sistem pembayaran dan jual beli kakao petani

menggunakan sistem bayar tunai dan bukan sistem ijon. Sistem ijon adalah sistem

bukingan harga berdasarkan kesepakatan bersama, yang dilakukan antara petani dan

pembeli dalam rentang waktu tertentu sebelum kakao sampai ke tangan pembeli.

Sebagai contoh, harga untuk kakao petani sudah ditetapkan untuk empat hari

kedepan, ketika harga kakao hari kesepakatan (hari pertama) Rp. 20.000/kg maka

harga pada saat penjualan kakao pada hari ke empat adalah Rp. 20.000/kg walaupun

harga pada hari ke empat sudah naik menjadi Rp. 23.000/kg.

Harga pada komoditi kakao sering berubah-ubah bahkan dalam satu minggu

dapat terjadi dua kali perubahan harga. Untuk itu, informasi harga untuk petani

sangat diperlukan. Kenyataan di lapangan bahwa 50% petani responden tidak

mengetahui informasi harga minimal harga pedagang tingkat kabupaten. Informasi

dan selisih harga yang diperoleh petani lainya hanya berasal dari sesama petani dan

dari pengumpul lokal.

Tabel 4.7.

Harga Komoditi Kakao Bulan September 2011 di Kabupaten Morowali

No Komoditi Sat Harga bulan September 2011

Minggu I Minggu II Minggu II Minggu IV

1. Kakao Kg 17.000 18.000 19.000 19.000

Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Morowali

Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa harga kakao di tingkat kabupaten pada

bulan September mengalami tiga kali perubahan. Walaupun dari minggu pertama

sampai minggu kelima ada peningkatan harga dari Rp. 17.000 menjadi Rp. 19.000,

Page 23: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

40

namun harga di tingkat petani pada waktu penelitian yaitu pertengahan bulan

Desember sampai awal Januari mengalami penurunan sampai pada level Rp.

11.000- Rp. 14.000/ kg. Harga pada bulan ini menurut petani adalah harga terendah

yang pernah mereka peroleh selama penjualan komoditi kakao.

4.3. Pendapatan

Hasil dari usaha pertanian perkebunan kakao adalah biji kakao kering, yang

kemudian dijual untuk memperoleh uang atau pendapatan yang akan digunakan

untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagai sumber dana operasional

pengolahan perkebunan kakao selanjutnya. Sumber pendapatan terbesar petani

responden adalah dari hasil perkebunan kakao. Selain perkebunan kakao, untuk

memenuhi kebutuhan pangan, sebanyak 73,33% petani responden memiliki usaha

pertanian lain seperti menanam palawija, padi ladang, padi sawah dan jagung.

Harga- harga saprodi (sarana produksi) yang telah di jelaskan sebelumnya

tentunya akan mempengaruhi pengeluaran dan pendapatan petani. Dari hasil

perhitungan diperoleh total pengeluaran rata-rata petani resmponden baik pembelian

pupuk, pestisida dan pengeluaran upah TK dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8.

Rata-Rata Pengeluaran Usaha Perkebunan Kakao Petani Desa Peleru

Per Tahun

Sumber: Data primer

Dengan harga pupuk urea Rp.100.000 /50 kg ditambah dengan pengeluaran

pupuk jenis lainya dengan penggunaan rata-rata 208 kg/Ha pupuk urea per tahun,

maka total pengeluaran pupuk adalah Rp.943.300 per tahun. Sedangkan hasil

No. Pengeluaran Jumlah per tahun (Rp)

1 Pupuk 943.300

2 Pestisida 2.101.500

3 Upah Tenaga Kerja 6.040.000

4 Lain-Lain 518.000

Total 9.056.133

Page 24: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

41

perhitungan dengan jenis dan harga pestisida yang bervariasi (Tabel 4.3.) maka rata-

rata pengeluaran pestisida Rp.2.101.500 per tahun. Pengeluaran terbesar petani

dalam produksi perkebunan kakao adalah pengeluaran upah TK. Rata-rata

pengeluaran petani responden pada upah TK mulai dari penyemprotan sampai pada

pemetikan adalah Rp. 6.040.000 per tahun. Lain-lain pengeluaran berasal dari sewa

angkutan kakao basah yang baru dipanen dari kebun menuju rumah petani dan hal

ini hanya dilakukan oleh beberapa petani dengan upah Rp. 15.000- Rp. 25.000 per

karung (tergantung jarak kebun ke rumah petani) dengan skala angkutan 5-10

karung kakao basah, maka rata-rata pengeluaran petani Rp. 518.000 per tahun.

Dengan demikian rata-rata pengeluaran sarana produksi dan upah TK adalah

Rp.9.056.133 per tahun.

Dari total biaya produksi pada Tabel 4.8. maka diperoleh hasil rata-rata

produksi komoditi kakao kering 1,6 ton per tahun. Selain karena faktor fluktuasi

harga, perbedaan waktu penjualan, perbedaan kualitas biji kakao membuat

pendapatan petani tidak menentu dan berbeda-beda antara petani satu dengan yang

lainnya. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat perhitungan pendapatan rata-rata, pendapatan

perkapita petani responden dengan menggunakan kisaran harga saat penelitian di

tingkat petani.

Tabel 4.9.

Perhitungan Pendapatan Rata-rata Petani Kakao Desa Peleru

dan Pendapatan Perkapita Berdasarkan Harga Saat Penelitian

N0. Variasi harga

Harga

(Rp)

Pendapatan

kotor/tahun

(Rp)

Pendapatan

bersih/tahun

(Rp)

Pendapatan

perkapita/tahun

(Rp)

1. Harga kakao saat

penelitian

12.767 20.430.922 11.347.789 2.967.336

Sumber: Data primer

Page 25: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

42

Kisaran harga kakao saat penelitian di tingkat petani dengan rata-rata

Rp.12.767/kg (Tabel 4.9.) dijadikan sebagai patokan untuk melihat atau

memperkirakan pendapatan petani kakao per tahun. Dengan harga tersebut

diperoleh rata-rata pendapatan bersih petani sebesar Rp.11.347.789 per tahun.

Sedangkan untuk pendapatan perkapita petani yang diperoleh dari total pendapatan

bersih dibahagi dengan total anggota keluarga responden maka diperoleh

pendapatan perkapita Rp. 2.967.336 per tahun.

Apabila dibandingkan dengan PDRB perkapita Kabupaten Morowali atas

dasar harga berlaku tahun 2011 sebesar Rp. 21.846.250 (dengan migas) dan Rp.

17.343.642 (tanpa migas), maka pendapatan perkapita petani kakao Desa Peleru

dengan rata-rata harga kakao Rp.12.767/kg, sangat rendah yaitu hanya Rp.

2.967.336 per tahun atau 13,58% dan 17,11% dari besar PDRB perkapita kabupaten

(Tabel 4.9.). Demikian juga saat dilihat dari garis kemiskinan Kabupaten Morowali

tahun 2010 yaitu Rp. 248.568 per bulan (Statistik Daerah Kabupaten Morowali,

BPS Kabupaten Morowali 2011), pengeluaran perkapita per bulan petani Desa

Peleru berada sedikit lebih rendah dibawah garis kemiskinan yaitu Rp. 247.278

(pendapatan perkapita petani dibagi 12 bulan). Kondisi ini tentunya sangat

memprihatinkan karena menunjukan indikasi kemiskinan pada petani kakao.

Dengan melihat hasil perhitungan dan perbandingan tersebut, maka diperlukan

usaha yang lebih keras lagi dalam hal pengembangan, peningkatan produksi

pertanian dari petani sebagai pelaku usaha perkebunan dan pemerintah sebagai

pengambil kebijakan melalui berbagai program budidaya tanaman kakao serta

penetapan harga yang wajar untuk dapat mendorong peningkatan produksi,

pendapatan dan kesejahteraan petani kakao.

Pendapatan dari hasil penjualan biji kakao digunakan petani untuk modal

produksi selajutnya, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai sumber

Page 26: IV. Pembahasan 4.1. Produksi...Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Kakao Kabupaten Morowali Tahun 2007-2010 Tahun Luas (ha) Produksi Biji Kakao Kering (ton) Produktivitas

43

pembiayaan bagi sekolah anak. Sebagian besar anak-anak usia sekolah di Desa

Peleru sudah dan sedang mengenyam pendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA

dan bahkan ada yang sedang duduk di bangku kuliah. Namun jika dilihat secara

keseluruhan dari hasil pengamatan dan perhitungan menunjukan bahwa sumbangan

atau pendapatan petani dari perkebunan kakao, belum dapat mengangkat dan

meningkatkan kesejahteraan petani kakao.