IV. METODE PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Tujuan studi kasus untuk memberikan gambaran...

13
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Barru, Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Mei 2005 sampai Juli 2005. 4.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Tujuan studi kasus untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus, tipe pendekatan dan penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif (Faisal 2001). Satuan kasusnya adalah areal ekosistem mangrove yang secara administratif terletak di Kecamatan Barru, terdiri atas Kelurahan Coppo, Kelurahan Mangempang, Desa Siawung, Kabupaten Barru dan seluruh masyarakat yang berada di sekitar hutan mangrove baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan hutan mangrove. Penentuan lokasi yang menjadi satuan kasus tersebut dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa hanya ketiga lokasi tersebut yang mempunyai komunitas mangrove di Kecamatan Barru. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di sekitar ekosistem mangrove, baik yang terkait langsung maupun tidak dengan keberadaan ekosistem mangrove dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Adapun metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel tidak secara acak melainkan berdasarkan pertimbangan tertentu atau sengaja. Metode ini dipergunakan untuk menilai manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat keberadaan. Pertimbangannya adalah bahwa sampel/ responden tersebut bersifat spesifik, sehingga penentuannya harus dilakukan secara sengaja (purposive). Jumlah responden yang menjadi sampel sebanyak 138 orang atau 4% dari populasi responden sebanyak 3.639 rumah tangga. Responden manfaat langsung berupa petambak yang berada di sekitar hutan mangrove,

Transcript of IV. METODE PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Tujuan studi kasus untuk memberikan gambaran...

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Barru, Kabupaten Barru

Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Mei 2005 sampai Juli 2005.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study).

Tujuan studi kasus untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, sifat-sifat

serta karakter yang khas dari kasus, tipe pendekatan dan penelaahannya terhadap

satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif

(Faisal 2001). Satuan kasusnya adalah areal ekosistem mangrove yang secara

administratif terletak di Kecamatan Barru, terdiri atas Kelurahan Coppo,

Kelurahan Mangempang, Desa Siawung, Kabupaten Barru dan seluruh

masyarakat yang berada di sekitar hutan mangrove baik yang terlibat secara

langsung maupun tidak langsung dengan hutan mangrove. Penentuan lokasi yang

menjadi satuan kasus tersebut dilakukan secara purposive (sengaja) dengan

pertimbangan bahwa hanya ketiga lokasi tersebut yang mempunyai komunitas

mangrove di Kecamatan Barru.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di

sekitar ekosistem mangrove, baik yang terkait langsung maupun tidak dengan

keberadaan ekosistem mangrove dan instansi-instansi yang terkait dalam

pengelolaan ekosistem mangrove. Adapun metode pengambilan sampel/responden

yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel

tidak secara acak melainkan berdasarkan pertimbangan tertentu atau sengaja.

Metode ini dipergunakan untuk menilai manfaat langsung, manfaat tidak

langsung, dan manfaat keberadaan. Pertimbangannya adalah bahwa sampel/

responden tersebut bersifat spesifik, sehingga penentuannya harus dilakukan

secara sengaja (purposive). Jumlah responden yang menjadi sampel sebanyak 138

orang atau 4% dari populasi responden sebanyak 3.639 rumah tangga. Responden

manfaat langsung berupa petambak yang berada di sekitar hutan mangrove,

kegiatan pemanfaatan (hasil kayu bakar, kayu bangunan, bibit alam (nener dan

benur), bibit bakau, kepiting dan tude/kerang). Manfaat tidak langsung, dimana

sampelnya adalah nelayan, dipilih berdasarkan lokasi penangkapan (fishing

ground) dan jenis alat tangkap. Lebih jelasnya jumlah sampel dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Perincian Jumlah Sampel

No Jenis Pemanfaatan Jumlah Sampel (RTP)

Prosentase (%)

1. Polikultur (Udang,Ikan Bandeng 10 8,47 2. Monokultur Ikan Bandeng 28 23,72 3. Monokultur Udang 2 1,69 4. Kayu Bangunan 7 5,93 5. Kayu Bakar 11 9,32 6. Kepiting 6 5,08 7. Kerang/Tude 1 0,84 8. Bibit Alam (Benur + Nener) 11 9,32 9. Bibit Bakau 2 1,69 10 Nelayan 50 42,37

Jumlah 118 100,00 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2005

Jumlah RTP untuk nelayan lebih banyak dengan pertimbangan karena

nelayan di lokasi penelitian menggunakan berbagai jenis alat tangkap diantaranya

jaring, pancing, bagan perahu, bagan tancap, jaring insang hanyut, pancing tonda,

pukat, sehingga jumlah sampel yang diambil sudah dianggap mewakili komunitas

nelayan. Responden untuk mengetahui manfaat keberadaan diperoleh dari

masyarakat yang berada di sekitar hutan mangrove atau yang dipengaruhi

langsung oleh hutan mangrove, maupun masyarakat yang tidak dipengaruhi hutan

mangrove atau yang bukan rumah tangga perikanan, atau yang berprofesi sebagai

pegawai negeri sipil, wiraswasta atau pedagang serta mahasiswa, dimana jumlah

responden untuk manfaat keberadaan tersebut sebanyak 103 orang.

Berdasarkan tujuan penelitian dan metode penelitian yang digunakan, maka

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas dua sumber data, yaitu :

(1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung di

lapangan, dengan metode wawancara yang mendalam (depth interview)

kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan (questionnaire) yang telah

disusun sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian.

(2) Data sekunder, yaitu data penunjang yang dikumpulkan dari pemerintah

daerah, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Barru, Kantor BPS dan

lembaga-lembaga yang berhubungan dengan materi penelitian, maupun yang

berasal dari publikasi dan hasil penelitian yang pernah dilakukan. Data yang

dikumpulkan berupa data masalah penduduk, produksi perikanan dan

pemasarannya, sarana prasarana yang ada, kebijakan pemerintah, kegiatan

ekonomi di lokasi penelitian.

4.4 Analisis Data

Untuk memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan penelitian tersebut

di atas, maka digunakan beberapa analisis yaitu :

1) Identifikasi Pemanfaatan Hutan Mangrove

Proses identifikasi dilakukan dengan cara wawancara yang mendalam

untuk menganalisis 4 (empat) komponen menurut Kovacs (1999)

diantaranya:

¬ Identifikasi jenis mangrove yang dimanfaatkan

¬ Pemanfaatan yang potensial

¬ Pemanfaatan nyata yang sedang dilakukan

¬ Pilihan untuk perbedaan lingkungan dan kesesuaian pemanfaatan dari

mangrove

2) Pendugaan Fungsi Permintaan terhadap Sumberdaya Mangrove

Fungsi Permintaan Untuk Direct Uses Value (Adrianto 2005) n

nXXXQ ββββ ...22

110

= di mana : Q = Jumlah sumberdaya yang diminta (Ikan, udang, kayu bangunan, kayu bakar, bibit alam, kepiting, kerang/tude, bibit bakau) X1 = Harga X2, X3, ….Xn = Karakteristik sosial ekonomi konsumen/rumah tangga

nn LnXLnXLnXLnQ ββββ ...22110+++=

11220 ))(..)((( LnXXLnXLnLnQ nnββββ +++=

11' LnXLnQ ββ +=

Transformasi fungsi permintaan ke fungsi permintaan asal 1' ββ XQ =

Menduga Total Kesediaan Membayar (Nilai Ekonomi Sumberdaya)

∫=a

dQQfU0

)(

di mana : U = utilitas terhadap sumberdaya a = batas jumlah sumberdaya rata-rata yang dikonsumsi/diminta f(Q) = fungsi permintaan Menduga Konsumen Surplus

tPUCS −=

QXPt ×= 1 LPaNET ..=

di mana : CS = konsumen surplus Pt = harga yang dibayarkan Q(a) = rata-rata jumlah sumberdaya yang dikonsumsi/diminta X1 = harga per unit sumberdaya yang dikonsumsi/diminta L = Luas Lahan

NET = Nilai ekonomi total 3) Optimal Pemanfaatan Sumberdaya Ekosistem Mangrove

Optimal pemanfaatan ekosistem mangrove menggunakan pendekatan

model rumah tangga (household models) untuk rumah tangga perikanan

dengan mengikuti formula:

);,,(:.

.,,

qa

iiixaalxq

zlxqfts

lwxpqpMaxiii

a

−−=π

dimana keuntungan/profit marjinal akibat perubahan output, input, tenaga

kerja dan modal. Penggunaan yang optimum apabila first order condition

(FOC) sama dengan nol.

Perhitungan nilai optimal dari output, input, tenaga kerja dan modal

dipecahkan secara numerik dengan perangkat lunak MAPLE 9.5.

dimana π = Keuntungan bersih/profit dari responden (Rp) qa = Output (Kg) pa = Harga output (Rp) px = Harga input x (Rp) x = Variabel input (unit) w = Upah tenaga kerja (Rp) l = Jumlah tenaga kerja (Org)

zq= Modal tetap (unit) i = Jenis output (hasil hutan, hasil perikanan, satwa lain) 4) Penilaian fungsi ekologi melalui identifikasi manfaat ekonomi dari

ekosistem mangrove sebagai berikut : a). Manfaat Langsung (ML)(Actual Use)

ML = ML1 + ML2 + ML3............+ ML4

dimana :

ML1= Manfaat langsung dari hasil tambak Polikultur dan Monokultur ML2= Manfaat langsung, total hasil hutan seperti kayu bangunan,

ranting dan kayu bakar. ML3= Manfaat langsung, total dari hasil perikanan seperti kepiting, kerang.

ML4= Manfaat langsung, total dari hasil bibit alam berupa benur dan nener dan bibit bakau

Pengukuran manfaat langsung ini dilakukan pendekatan nilai pasar

untuk mengkuantifikasi harga berbagai komoditas yang langsung dapat

dipasarkan. Teknik pengukuran untuk manfaat langsung dari hasil

usaha tambak (ML1), hasil hutan (ML2), hasil perikanan (ML3), dan

hasil bibit (ML4) dilakukan

Survey rumah tangga (household) membutuhkan data-data

berupa, pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan, keterlibatan anggota

keluarga dalam pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat

ketergantungan pada ekosistem mangrove dengan melihat jumlah

prosentase (%) dari total responden yang bergantung pada ekosistem

mangrove.

Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis ini yaitu :

¬ Harga bayangan untuk sarana produksi untuk setiap usaha rumah

tangga didasarkan pada harga aktual karena subsidinya telah

ditiadakan dan telah dapat diproduksi dalam negeri atau karena

tidak adanya kebijakan pemerintah yang mengatur langsung

sehingga distorsi pasar amat kecil dan mendekati pasar

persaingan sempurna.

¬ Untuk jenis produk ekspor yang dihasilkan oleh rumah tangga

perikanan digunakan harga perbatasan pelabuhan bongkar muat

(free on board).

¬ Nilai tukar bayangan yang digunakan yaitu Rp9.315,00 per US$.

Nilai kurs Rupiah terhadap US$ diperoleh dari kurs tengah

Rupiah terhadap Dollar AS (Bank Indonesia) yang diambil pada

pertengahan bulan Mei 2005 dengan harga beli Rp9.310,00 dan

harga Jual Rp9.320,00, sehingga kurs tengah sebesar Rp9.315,00

¬ Nilai yang digunakan adalah nilai/harga nominal, karena dalam

analisis manfaat-biaya selama jangka waktu 10 tahun tidak

menggunakan harga rill setiap tahunnya, sehingga tidak terjadi

perubahan nilai baik manfaat (benefit) maupun biaya (cost)

pertahunnya.

¬ Output dari pemanfaatan dianggap tetap setiap tahun selama

jangka waktu analisis.

b). Manfaat Tidak Langsung (MTL)

Manfaat tidak langsung melakukan pendekatan harga tidak

langsung karena mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada

komposisi sumberdaya yang diteliti. Estimasi manfaat hutan

mangrove sebagai penahan abrasi pantai didekati dengan pembuatan

beton pantai yang setara dengan fungsi hutan mangrove sebagai

penahan abrasi pantai. Metode yang digunakan untuk mengukur nilai

tersebut adalah replacement cost atau biaya pengganti. Biaya dari

pembuatan beton tersebut sebagai biaya pengganti akibat dampak

lingkungan, dapat digunakan sebagai perkiraan minimum dari manfaat

yang diperoleh untuk memelihara maupun memperbaiki lingkungan.

Estimasi manfaat hutan mangrove sebagai nursery ground,

spawning ground dan feeding ground bagi biota perairan didekati dari

hasil tangkapan nelayan untuk ikan di wilayah perairan laut sekitarnya.

Menurut Adrianto (2004) teknik pengukuran untuk menilai manfaat

tersebut adalah pendekatan produktivitas (productivity approach),

karena ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai tempat

pembesaran ikan (nursery ground), sehingga luas ekosistem menjadi

input bagi produktivitas hasil tangkapan ikan yang menjadi produk

akhir bagi masyarakat.

c). Manfaat Pilihan

Nilai manfaat pilihan (option value) diperoleh dengan menggunakan

metode benefit transfer, mengacu pada nilai keanekaragaman hayati

hutan mangrove Indonesia, yaitu US$ 1,500 per km2 per tahun

(Ruittenbeek 1992).

d). Manfaat Eksistensi

Pengukuran manfaat eksistensi tersebut didekati dengan pengukuran

langsung terhadap preferensi individu melalui Contingent Valuation

Method (CVM), mengukur seberapa besar keinginan membayar

(Willingness to Pay, WTP) dari responden terhadap keberadaan dan

perbaikan ekosistem mangrove, mengukur seberapa besar keinginan

oleh responden untuk menerima (Willingness to Accept, WTA) dari

kerusakan suatu ekosistem mangrove.

Pengukuran nilai keberadaan tersebut dilakukan kepada

responden yang dipilih secara sengaja (purposive) dengan

memperhatikan karakteristik tingkat pendidikan dan mata pencaharian

masyarakat disekitar ekosistem mangrove. Metode yang digunakan

untuk mengukur besarnya WTP/WTA setiap responden, yaitu model

referendum atau discrete choice (dichotomous choice).

Menurut Fauzi (2004), pada metode pengukuran dengan teknik

ini, responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan

setuju atau tidak. Dalam operasionalnya untuk melakukan pendekatan

CVM dilakukan lima tahapan kegiatan atau proses. Tahapan tersebut

yaitu :

1) Membuat hipotesis pasar

Pada awal proses kegiatan CVM, terlebih dahulu membuat

hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi.

2) Mendapatkan nilai lelang (bids)

Nilai lelang diperoleh melalui survey langsung dengan kuesioner

untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP)

dari responden terhadap perbaikan lingkungan. Nilai lelang

biasanya dilakukan dengan teknik yaitu pertanyaan terstruktur,

pertanyaan terbuka dimana responden bebas menyatakan nilai

moneter (rupiah yang ingin dibayar) dan model referendum

(tertutup) dimana responden diberikan suatu nilai rupiah,

kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

3) Menghitung rataan WTP dan WTA

Setelah survey dilaksanakan, tahap berikutnya adalah

menghitung nilai rataan dari WTP dan WTA dari setiap

responden. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang (bids)

yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini didasarkan pada

nilai mean (rataan) dan nilai median (nilai tengah). Apabila ada

nilai yang sangat jauh menyimpang dari rata-rata, biasanya tidak

dimasukkan ke dalam perhitungan.

Nilai rataan dapat diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah

mengikuti formula sebagai berikut (FAO 2000 diacu dalam

Adrianto 2004) :

∑=

=n

iiy

nMWTP

1

1

dimana n = Jumlah responden yi = Besaran WTP/WTA yang diberikan responden ke-i

4) Memperkirakan kurva lelang (bid curve)

Kurva lelang diperoleh dengan meregresikan WTP/WTA sebagai

variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa

variabel bebas.

karena ,......),,( AEIfWi =

dimana I = Pendapatan E = Pendidikan A = Umur

Untuk mengetahui hubungan antara WTP dengan karakteristik

responden, yang mencerminkan tingkat penghargaan responden

terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkan, dapat

dihitung dengan menggunakan formula (Adrianto 2004) :

∑=

+=n

iiio XWTAWTP

1

/ ββ

dimana

WTP = Kemampuan membayar responden terhadap sumberdaya WTA = Keinginan menerima kompensasi terhadap kehilangan Sumberdaya βo = Intersep atau standar terendah βI = Koefisien peubah Xi = Parameter pengukuran ke-i (pendapatan, pendidikan, umur.. ……dsb)

5) Mengagregatkan data

Tahap terakhir dari CVM adalah mengagregatkan rataan lelang

yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi

dari data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan

dengan mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga

di dalam populasi (N).

Kelemahan Contingent Valuation Method adalah timbulnya bias, bias

karena timbul nilai yang overstate maupun understate yang biasanya

disebabkan karena strategi dalam melakukan wawancara.

Kuantifikasi Seluruh Manfaat

Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) merupakan penjumlahan dari

seluruh manfaat yang telah diidentifikasi, yaitu :

NET = ML + MTL + MP + ME

dimana :

NET = nilai ekonomi total (TEV) ML = nilai manfaat langsung (DUV) MTL = nilai manfaat tidak langsung (IUV) MP = nilai manfaat pilihan (OV) ME = nilai manfaat keberadaan (XV).

5). Penilaian Alokasi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove

Penilaian masing-masing alternatif untuk penentuan alokasi

pemanfaatan ekosistem mangrove yang efisien dilakukan dengan

menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA), yaitu Net Present Value (NPV)

atau nilai manfaat bersih sekarang dan Benefit Cost Ratio (BCR) atau

perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang didiskon untuk masing-

masing alternatif pengelolaan akan mengikuti persamaan berikut :

∑= +

−=n

tttt

rCB

NPV1 )1(

)(

( )

( )∑

=

=

+−+−

= n

tttt

n

tttt

rBC

rCB

BCR

1

1

1

1

dimana :

Bt = Manfaat langsung yang diperoleh pada waktu t (Rp) Ct = Biaya langsung yang dikeluarkan pada waktu t (Rp) t = Tahun r = discount rate

NPV = Net Present Value (nilai manfaat bersih sekarang) BCR = Benefit Cost Ratio (ratio manfaat-biaya)

Kriteria penilaian masing-masing alternatif alokasi pemanfaatan sumberdaya

layak dan efektif dikembangkan dari segi ekonomi jika NPV > 0 atau bila

BCR > 1. Nilai BCR menentukan tingkat efisiensi dalam pemanfaatan

sumberdaya alam. Tingkat suku bunga (discount rate) yang dipakai adalah

suku bunga rill 4,12%, karena mengikuti tingkat suku bunga nominal

(12,24%) yang berlaku pada saat penelitian (Mei 2005), kemudian 10%

(suku bunga untuk analisis ekonomi dalam pengelolalaan sumberdaya

adalah < 10% (Fauzi 2004)), dan 3,55% (suku bunga rill bulan oktober

2005). Jangka waktu analisis adalah sepuluh tahun, dengan asumsi bahwa

waktu yang diperlukan oleh ekosistem mangrove untuk dapat dimanfaatkan

kembali dan pemeliharaan alam minimal 10 tahun.

6). Multi Criteria Analysis (MCA)

Berdasarkan hasil dari Cost Benefits Analysis maka untuk tujuan

pengambilan keputusan secara keseluruhan dilakukan penilaian terhadap

kriteria lain yang dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengelolaan

ekosistem mangrove. Kriteria penilaian yang dianalisis yaitu efisiensi,

equity dan ekologi (sustainable).

Uraian dan penetapan indikator dari masing-masing kriteria tersebut yaitu :

1) Kriteria Efisiensi

¬ Keuntungan usaha, berdasarkan kelayakan usaha (CBA)

2) Kriteria Equity (Keadilan)

¬ Pemerataan pendapatan, ditunjukkan dengan rata-rata keuntungan

dari masing-masing jenis pemanfaatan ekosistem mangrove.

¬ Keharmonisan masyarakat, ditunjukkan oleh potensi terjadinya

konflik pemanfaatan lahan dari ekosistem mangrove.

3) Kriteria Ekologi (Sustainable)

¬ Perubahan luas lahan ekosistem mangrove dari masing-masing

alternatif.

Berdasarkan kondisi aktual ekosistem mangrove di lokasi penelitian

(tambak udang 2,50 ha, tambak Ikan Bandeng 104,05 ha, tambak polikultur

21,00 ha dan hutan mangrove 6,23 ha), maka dapat ditentukan alternatif

pemanfaatan yaitu,

(1) Alternatif Pemanfaatan I (kondisi optimum yaitu tambak udang 2,50

ha, tambak Ikan Bandeng 104,05 ha, tambak polikultur 21,00 ha dan

hutan mangrove 6,23 ha)

(2) Alternatif Pemanfaatan II (tambak udang 0 ha, tambak Ikan Bandeng

106,55 ha, tambak polikultur 21,00 ha dan hutan 6,23)

(3) Alternatif Pemanfaatan III (tambak udang 0,tambak Ikan Bandeng

104,05 ha, tambak polikultur 23,50 ha dan hutan mangrove 6,23)

(4) Alternatif Pemanfaatan IV (tambak udang 0 ha, tambak Ikan Bandeng

104,05 ha, tambak polikultur 21,00 ha : hutan mangrove 8,73 ha)

(5) Alternatif Pemanfaatan V (Tambak 0 ha : hutan mangrove 100% atau

133,78 ha)

Untuk pengambilan keputusan secara keseluruhan dengan mengikuti

langkah-langkah :

¬ Menentukan sebuah alternatif yang dapat memenuhi semua kriteria.

¬ Membagi/mendefinisikan beberapa kegiatan yang sesuai dengan

kriteria.

¬ Merangking alternatif strategi dari yang sangat tertinggi hingga yang

terendah.

¬ Penetapan skala prioritas dari alternatif pengelolaan tersebut.

Analisis ekonomi berupa nilai NPV dan BCR yang menjadi indikator

untuk kriteria efisiensi, pemerataan pendapatan untuk kriteria equity dan

perubahan luasan lahan mangrove dengan tambak untuk kriteria ekologi

(sustainable). Hasil perhitungan masing-masing indikator dari kriteria,

selanjutnya distandarisasi dengan mengikuti formula (Briguglio 1995;

Atkinson et al. 1997) diacu dalam Adrianto and Matsuda (2004).

,10, <<−

−=

ijj

jijij SV

jMinMax

MinSV

χχχχ

Dimana : SVij = Standarisasi Variabel Xij = Variabel ke – j Min Xj = Nilai Minimum Variabel ke – j Max Xj= Nilai Maximum Variabel ke – j j = Jenis Pemanfaatan ekosistem hutan

4.5 Definisi Operasional

1) Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pohon yang khas di pantai

tropis, tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut dan perairan asin.

2) Sumberdaya alam adalah segala sesuatu di alam yang menyediakan barang

dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia.

3) Nilai ekonomi sumberdaya alam adalah pengukuran dari barang dan jasa ke

dalam satuan moneter.

4) Alokasi optimal sumberdaya alam adalah pemanfaatan sumberdaya alam

yang mempertimbangkan unsur keberlanjutan (lingkungan).

5) Manfaat sumberdaya alam adalah besarnya hasil yang diperoleh dari

sumberdaya dalam satuan moneter

6) Biaya adalah besarnya satuan moneter yang harus dikeluarkan/dikorbankan.

7) Keuntungan adalah selisih antara total manfaat yang diperoleh dengan biaya.

8) Rumah Tangga Perikanan (RTP) adalah rumah tangga atau kelompok

terkecil dalam masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya perikanan.

9) Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan ditingkat konsumen

yang berdasarkan selisih keinginan membayar dari konsumen dengan apa

yang sebenarnya dia bayar.

10) Willingnes to pay adalah keinginan membayar dari konsumen.