NOVI HANDAYANI - repository.ipb.ac.id · ABSTRAK . NOVI HANDAYANI. Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu...
Transcript of NOVI HANDAYANI - repository.ipb.ac.id · ABSTRAK . NOVI HANDAYANI. Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu...
SIFAT KOROSI ZAT EKSTRAKTIF KAYU MAHONI
(Swietenia macrophylla King) TERHADAP BESI DAN BAJA
NOVI HANDAYANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Korosi Zat
Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macropylla King) terhadap Besi dan Baja
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Novi Handayani
NIM E24100045
ABSTRAK
NOVI HANDAYANI. Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia
macrophylla King) terhadap Besi dan Baja. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang
terkandung dalam kayu mahoni (Swietenia macrophylla King), menguji sifat
korosi zat ekstraktif tersebut terhadap besi dan baja, dan menganalisis komponen
kimia dari fraksi teraktif yang mengakibatkan korosi. Ekstrak aseton difraksinasi
dengan metode solvent-solvent extraction dan memperoleh 3 fraksi, yaitu fraksi n-
heksana, fraksi etil eter, dan fraksi residu. Serbuk asli, serbuk bebas ekstraktif, dan
ekstrak diuji sifat korosinya secara laboratorium. Korosi yang terjadi pada besi
dan baja terlihat dari nilai kehilangan beratnya. Pengujian korosi menggunakan
serbuk asli menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk
bebas ekstraktif. Ekstrak etil eter memberikan nilai kehilangan berat tertinggi
dalam pengujian laboratorium. Hasil identifikasi komponen kimia menunjukkan
bahwa didalam fraksi etil eter terdapat empat senyawa dominan yaitu pirokatekol,
phloroglucinol dihidrat, 4-propilkatekol, dan etanol 1-(2-butoxyethoxy).
Kata kunci: analisis kimia, ekstraktif, kehilangan berat logam, korosi, Swietenia
macrophylla King
ABSTRACT
NOVI HANDAYANI. Corrosion Properties of Mahagony extractive (Swietenia
macrophylla King) on Iron and Steel. Supervised by WASRIN SYAFII.
The objective of this research was to determine extractive content in
mahagony (Swietenia macrophylla King), to test its corrosion against iron and
steel, and analyze chemical components from the active fractions resulted in
corrosion. The acetone extract was fractionated using solvent-solvent extraction
method and its have 3 fractions are n-hexane fraction, ethyl ether fraction, and
residue fraction. Original sawdust, free extractives sawdust, and extract tested
corrosion properties in laboratory. Corrosion testing using the original sawdust
show higher value than free extractive sawdust. Ethyl ether extract gave the
highest value of weight loss in laboratory. The results show that the identification
of chemical components in the ethyl ether fraction contained four dominant
compounds that are pyrocatechol, phloroglucinol dyhidrate, 4-propylcatechol, dan
ethanol 1 - (2-butoxyethoxy).
Keywords: chemical analysis, corrosion, extractives, Swietenia macrophylla King,
weight loss of metal
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
SIFAT KOROSI ZAT EKSTRAKTIF KAYU MAHONI
(Swietenia macrophylla King) TERHADAP BESI DAN BAJA
NOVI HANDAYANI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla
King) terhadap Besi dan Baja
Nama : Novi Handayani
NIM : E24100045
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2014
ialah Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King)
terhadap Besi dan Baja.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Wasrin Syafii MAgr
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam mengerjakan
skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Alm Bapak Budiono,
Ibu Eti Suhaeti, Adik Nike Dwi Astuti dan Farras Fibo Nanci Zakaria, serta
seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Supriatin dan Gunawan selaku
teknisi di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (KHH), teknisi di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan
teknisi di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada teman-teman Teknologi Hasil Hutan (THH) 47
khususnya divisi KHH 47, teman-teman Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) 47,
sahabat khususnya penghuni Kost Panineungan 2, dan semua pihak yang telah
membantu dalam pelaksaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Novi Handayani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Bahan 2
Alat 3
Prosedur 3
Persiapan Bahan Baku 3
Pengujian Sifat Korosi Lapang 3
Proses Ekstraksi dan Fraksinasi 4
Penentuan Kadar Zat Ekstraktif 4
Pengujian Sifat Korosi Laboratorium 5
Perhitungan Kehilangan Berat Paku 5
Analisis Komponen Kimia 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kadar Zat Ekstraktif 6
Kehilangan Berat Logam 7
Analisis Komponen Kimia 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Kadar ekstraktif kayu teras mahoni 6
2 Kehilangan berat logam pada pengujian lapang 7
3 Kadar air disk pengujian lapang 8
4 Komponen senyawa kimia dominan dalam fraksi etil eter 10
DAFTAR GAMBAR
1 Pola penempatan paku pada disk 3
2 Kehilangan berat logam secara laboratorium menggunakan serbuk
selama 4 jam ( ), 8 jam ( ), dan 12 jam ( ) 9
3 Kehilangan berat pada paku di pengujian laboratorium menggunakan
ekstrak pada paku besi ( ) dan baja ( ) 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil identifikasi daun mahoni 15
2 Daftar nama senyawa dominan fraksi etil eter 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan rakyat merupakan penghasil kayu bagi penduduk sekitarnya. Kayu
yang berasal dari hutan rakyat antara lain kayu nangka (Artocarpus heterophyllus),
kayu mahoni (Swietenia spp.), kayu akasia (Acacia spp.), kayu karet (Hevea
brasiliensis), kayu jati (Tectona grandis), dan lain-lain (Soendjoto et al. 2008).
Suprapto (2010) menyatakan bahwa produksi kayu yang cukup tinggi dari hutan
rakyat dapat dijadikan sumber bahan bangunan, bahan perabotan rumahtangga,
dan sumber kayu bakar bagi penduduk. Kekurangan kayu yang berasal dari hutan
rakyat yaitu memiliki kelas kuat sedang hingga rendah dan berdiameter kecil.
Sadiyo dan Wulandari (2012) menyatakan bahwa keterbatasan kekuatan maupun
ukuran kayu khususnya untuk bahan bangunan memerlukan suatu sambungan
pada batang-batang kayu untuk bisa mencapai bentang struktur yang dikehendaki.
Alat sambung yang digunakan berupa logam seperti paku, sekrup, dan engsel.
Schofield (2010) menyatakan bahwa kontak logam dengan kayu dapat
mengakibatkan korosi sehingga alat yang menempel pada kayu menjadi rusak.
Kayu memiliki zat ekstraktif sehingga dapat menyebabkan terjadinya korosi.
Korosi merupakan penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungan (Gauvent et al. 2006). Menurut Unger et al. (2001), faktor yang
dapat menimbulkan korosi antara lain yaitu air, asam, basa, garam, gas, dan metal.
Selain itu, Kamiski et al. (2005) menyatakan bahwa korosi elektrokimia pada
baja yang terkontak dengan kayu basah sangat tergantung dengan jenis kayu yang
digunakan (terkait dengan pH, konten tanin dan lain-lain) serta temperatur sekitar.
Schofield (2010) menyatakan bahwa kayu dapat menyebabkan korosi pada metal
karena asam. Asam dalam kayu yang semakin tinggi dapat meningkatkan derajat
keasaman dan menyebabkan korosi. Zat ekstraktif merupakan salah satu
penyumbang asam dalam kayu. Sjostrom (1995) menyatakan bahwa ekstraktif
dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, terbentuk dari senyawa-
senyawa ekstraseluler dan memiliki bobot molekul yang rendah. Ekstraktif terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu terpenoid dan steroid, lemak dan lilin, serta senyawa
aromatik (fenolat). Kandungan asam yang terkandung dalam ekstraktif tersebut
yang dapat menimbulkan terjadinya korosi. Pengujian sifat korosi kayu yang
masih mengandung ekstraktif terhadap sekrup logam melalui metode lapang
(Djarwanto 2011), metode laboratorium (Djarwanto 2013), dan metode jamp spot
(Djarwanto 2010) mendapatkan hasil positif (terjadi korosi). Selain itu, korosi
yang terjadi pada kayu dapat juga mengurangi masa pakai kayu karena memicu
terjadinya pelapukan pada kayu. Djarwanto dan Suprapti (2008) menyatakan
bahwa korosi logam pada sekrup dalam kayu berpengaruh terhadap pelapukan
empat kayu yang berasal dari Sukabumi.
Kayu mahoni termasuk dalam kayu yang berasal dari hutan rakyat
(Soendjoto et al. 2008) yang bersifat komersial dan memiliki nilai guna yang
cukup tinggi (Park et al. 2005). Martawijaya et al. (1981) menyatakan bahwa
kegunaan dari kayu mahoni antara lain dapat digunakan untuk mebel, perkapalan, balok percetakan, kayu lapis, dan barang kerajinan. Gapsari dan Setyarini (2010)
menyatakan bahwa kayu mahoni dijadikan bahan utama dalam pembuatan ukiran
2
topeng karena dapat meningkatkan nilai ekonomi dan nilai tambah. Menurut
Cornelius et al. (2004), kayu mahoni dapat digunakan sebagai bahan dasar
furnitur, flooring, pintu, rangka jendela, dan vener dekoratif. Stabilitas dimensi
yang baik, awet, mudah dikerjakan, dan unsur dekoratif dari kayu mahoni
membuat permintaan kayu mahoni semakin meningkat. Hal ini menandakan
bahwa kayu mahoni banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan
maupun bahan perabotan rumahtangga lainnya. Penggunaan kayu di masyarakat
dapat meningkatkan potensi kontak dengan logam.
Mahoni tergolong dalam famili Meliaceae. Salah satu kandungan ekstraktif
yang terkandung dalam famili Meliaceae adalah limonoid (Mondal et al. 2011).
Menurut NCBI (2008), limonoid memiliki tingkat oksidasi yang tinggi. Oksidasi
yang tinggi dari limonoid dapat berpotensi korosi. Informasi mengenai kayu
mahoni khususnya zat ekstraktif yang dapat berpengaruh korosi pada logam masih
sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat korosi zat
ekstraktif kayu mahoni terhadap logam berbentuk paku besi, dan baja.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif yang
terkandung dalam kayu teras Mahoni, menguji sifat korosi zat ekstraktif dari kayu
teras Mahoni, dan menganalisis komponen kimia dari fraksi teraktif yang
mengakibatkan korosi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang sifat korosi yang dapat ditimbulkan pada bahan bangunan
maupun peralatan rumahtangga lainnya yang menggunakan kayu Mahoni.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2014. Kegiatan
penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB,
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, dan Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu kayu teras Mahoni berdiameter ±29 cm yang
berasal dari Cisaat Sukabumi, paku besi, dan paku baja. Bahan kimia yang
digunakan antara lain air destilata, aseton, n-heksana, etil eter, etil asetat, dan
etanol 96%.
3
Empulur
Contoh uji bagian dalam (teras dekat empulur)
Contoh uji bagian tengah (teras tengah)
Contoh uji bagian luar (teras dekat gubal)
Alat
Alat yang digunakan antara lain golok, palu, moisture meter, willey mill,
mesh screen ukuran 40-60 mesh, toples, kertas saring, tisu, spatula, rotary vacuum
evaporator, cawan petri, funnel separator, timbangan analitik, peralatan gelas
laboratorium lainnya, oven, shaker, desikator dan kromatografi gas-
spektofotometri massa (GC-MS).
Prosedur
Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku untuk analisis kimia mengacu pada TAPPI T-257 om
85. Kayu teras mahoni dipotong-potong menjadi potongan kecil dan
dikeringudarakan hingga mencapai kadar air ± 15%. Potongan kecil kayu tersebut
digiling menggunakan willey mill dan disaring menggunakan mesh screen
berukuran 40-60 mesh. Serbuk tersaring diukur kadar airnya dengan mengambil
sampel sebanyak 2 g lalu dioven pada suhu 103±2 ˚C hingga beratnya konstan.
Persiapan bahan lain seperti paku besi dan baja mengacu pada prosedur
yang telah dilakukan oleh Djarwanto (2010) dengan beberapa modifikasi. Paku
yang digunakan harus dibersihkan dari segala kotoran yang menempel.
Pembilasan menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1) dilakukan pada paku
tersebut dan dibiarkan kering. Paku yang telah kering dimasukkan kedalam oven
selama 15-20 menit, kemudian dimasukkan ke dalam desikator. Paku tersebut
dapat digunakan untuk pengujian tetapi perlu ditimbang berat awal paku (M1)
terlebih dahulu.
Pengujian Sifat Korosi Lapang
Kayu mahoni yang digunakan untuk pengujian lapang berbentuk disk
dengan ketebalan ±10 cm. Pengujian lapang dilakukan dengan membenamkan
paku ke dalam disk kayu mahoni selama 1 bulan. Penempatan paku ke dalam disk
dilakukan pada posisi yang berbeda, yaitu teras dekat empulur, teras tengah, dan
teras dekat gubal (Gambar 1). Pada akhir pengujian, paku dicabut dari kayu, dan
dibersihkan dari segala kotoran menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1). Paku
dikeringkan dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir paku (M2) (Djarwanto
2010).
Gambar 1 Pola penempatan paku pada disk
4
Proses Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstraksi serbuk kayu teras mahoni menggunakan metode maserasi. Serbuk
sebanyak ± 2000 g kering udara yang telah diketahui kadar airnya diekstraksi
dengan pelarut aseton dalam toples besar yang ditutup rapat dan gelap.
Pencampuran antara pelarut aseton dan serbuk dilakukan secara bertahap agar
seluruh serbuk dapat terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3.
Waktu perendaman dilakukan selama 24 jam yang disertai dengan beberapa kali
pengadukan menggunakan spatula. Larutan ekstrak lalu disaring menggunakan
kertas saring, dan ampasnya diekstraksi kembali dengan pelarut aseton beberapa
kali hingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih. Proses ekstraksi ini
menggunakan acuan Agoes (2007) dengan modifikasi serbuk dan pelarut.
Larutan ekstrak aseton yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator pada suhu 50-60 oC dengan tekanan 400 mmHg hingga mencapai
ekstrak pekat sebanyak 1000 mL. Ekstrak pekat sebanyak 10 mL diambil dan
dikeringkan hingga konstan untuk mendapatkan nilai kadar ekstrak aseton.
Ekstrak aseton yang kering lalu diencerkan dan dimasukkan kembali kedalam
larutan ekstrak sisa agar volumenya tetap 1000 mL. Larutan ekstrak tersebut lalu
dipekatkan kembali hingga mencapai ekstrak pekat sebanyak 100 mL. Pemekatan
larutan ekstrak ini menggunakan acuan Harborne (1987) dengan modifikasi suhu.
Fraksinasi ekstrak pekat dilakukan secara berturut-turut dengan n-heksana
dan etil eter. Ekstrak pekat sebanyak 100 mL dimasukkan kedalam funnel
separator, kemudian ditambahkan pelarut n-heksana sebanyak 75 mL dan air
destilata sebanyak 20 mL. Campuran tersebut dikocok dan dibiarkan hingga
terjadi pemisahan antara fraksi terlarut n-heksana dan residu. Fraksinasi dengan
pelarut n-heksana dilakukan berulang-ulang hingga mendapatkan fraksi terlarut n-
heksana berwarna bening. Residu fraksinasi pelarut n-heksana lalu ditambahkan
dengan pelarut etil eter sebanyak 75 mL. Campuran dikocok dan dibiarkan
sehingga terjadi pemisahan antara fraksi terlarut etil eter dan residu. Proses
fraksinasi etil eter akan dilakukan secara menerus hingga didapat fraksi terlarut
etil eter berwarna bening. Metode fraksinasi ini menggunakan acuan dari
Houghton dan Raman (1998) dengan modifikasi pelarut.
Penentuan Kadar Zat Ekstraktif
Larutan ekstrak aseton, larutan fraksi terlarut n-heksana dan etil eter, serta
residu akhir diambil sebanyak 10 mL lalu ditaruh dalam cawan petri dan
dimasukkan kedalam oven pada suhu ± 40-60 °C hingga diperoleh berat
konstannya. Perhitungan kadar zat ekstraktif yang diperoleh dari masing-masing
larutan menggunakan rumus berikut:
Keterangan: KE = Kandungan Ekstraktif (%)
Wa = berat padatan ekstraktif (g)
Wb = berat kering oven serbuk (g)
5
Pengujian Sifat Korosi Laboratorium
Pengujian korosi yang dilaksanakan di laboratorium dibagi menjadi dua
yaitu pengujian menggunakan serbuk dan ekstrak. Serbuk yang digunakan dalam
pengujian korosi yaitu serbuk asli (tanpa perlakuan) dan serbuk bebas ekstraktif
(setelah ekstraksi aseton). Serbuk tersebut ditimbang sebanyak 3 g dan
dimasukkan kedalam botol uji. Air destilata sebanyak 30 mL ditambahkan
kedalam botol uji dan dikocok hingga tercapai konsentrasi larutan jenuh. Paku
dimasukkan kedalam botol uji dan ditutup rapat. Botol uji dimasukkan kedalam
shaker dengan kecepatan 80 rpm. Pengujian dilakukan dengan kombinasi antara
suhu dan waktu uji. Suhu pengujian dilakukan pada suhu ruang dan 75 ˚C,
sedangkan waktu uji dilakukan selama 4 jam, 8 jam, dan 12 jam. Pada akhir
pengujian, paku dikeluarkan dan dibersihkan secara hati-hati serta dibilas
menggunakan etanol 96% dan aseton (2:1). Paku yang telah tiris akan ditimbang
untuk mendapatkan berat akhir paku (M2).
Pengujian ekstrak menggunakan ekstrak yang berasal dari proses fraksinasi,
yaitu ekstrak n-heksana, ekstrak etil eter, dan residu. Pelarut aseton sebanyak 20
mL dimasukkan kedalam botol uji dan ditambahkan ekstrak sesuai dengan kadar
masing-masing. Campuran tersebut lalu dikocok hingga homogen dan
dimasukkan paku. Botol uji ditutup rapat lalu dimasukkan kedalam shaker pada
suhu ruang dengan kecepatan 80 rpm selama 4 jam. Pada akhir pengujian, paku
dikeluarkan untuk bersihkan secara hati-hati dan dibilas menggunakan etanol 96%
dan aseton (2:1). Paku tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat akhir paku
(M2). Pengujian korosi terhadap serbuk dan ekstrak mengacu pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Krivlov (1986) dengan modifikasi suhu dan waktu.
Perhitungan Kehilangan Berat Paku
Perhitungan kehilangan berat berdasarkan metode yang dilakukan oleh
Djarwanto (2010). Kehilangan berat dari paku yang telah dilakukan pengujian
dapat diketahui dengan melakukan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan : KB = Kehilangan berat (%)
M1 = Berat awal paku (g)
M2 = Berat akhir paku (g)
Analisis Komponen Kimia
Analisis komponen kimia fraksi teraktif korosi menggunakan alat GC-MS
merek Agilent Technologies 6890N series. Larutan ekstrak sebanyak 6 µL
diambil dan dimasukkan kedalam inlet. Pengolahan data menggunakan software
GC-MS data analysis. Pemisahan senyawa dan analisis kuantitatif komponen
dilakukan pada GC dengan kolom kapiler diameter 0.25 mm dan panjang 60 m
dengan suhu awal 70 ˚C, kenaikan suhu 15 ˚C/menit hingga suhu 290 ˚C dan
waktu akhir 20 menit. Identifikasi senyawa dilakukan dengan mencocokkan data
pada spektrum massa dengan data yang ada dalam WILEY 9th library. Analisis
komponen kimia mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Schauer et al.
(2005).
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Zat Ekstraktif
Ekstraksi dengan pelarut aseton dan fraksinasi bertingkat dengan pelarut n-
heksana dan etil eter menghasilkan kadar zat ekstraktif dari kayu teras mahoni
yang bervariasi. Tabel 1 menunjukan kadar ekstraktif yang terkandung dalam
kayu teras mahoni. Aseton memiliki tingkat kepolaran medium yang dapat
melarutkan sebagian besar kandungan dalam suatu bahan (kayu) selama proses
ekstraksi (Reichardt 1988). Kadar ekstrak aseton sebesar 3.78% diasumsikan
mengandung seluruh ekstraktif dalam kayu mahoni. Jenis-jenis kandungan kimia
yang dapat diekstrak oleh aseton antara lain alkaloid, aglikon, dan glikosida.
Tabel 1 Kadar ekstraktif kayu teras mahoni
No Jenis ekstrak /
fraksi terlarut Bobot (g)
1)
Kadar dalam kayu
teras (%) 2)
Kadar dalam
ekstrak aseton
(%) 3)
1 Ekstrak aseton 70.83 3.78 -
2 Fraksi n-heksana 13.99 0.75 19.75
3 Fraksi etil eter 31.06 1.65 43.85
4 Residu 25.78 1.38 36.40 Keterangan :
1) Bobot kering tanur (BKT)
2) BKT (bobot fraksi terhadap bobot awal serbuk kayu mahoni)
3) BKT (bobot fraksi terhadap bobot ekstrak aseton)
Ekstrak aseton lalu dipisahkan menjadi beberapa fraksi sesuai dengan
tingkat kepolarannya. Metode fraksinasi yang digunakan merupakan metode
solvent-solvent extraction (Houghton dan Raman 1998). Reichardt (1988)
menyatakan bahwa hal yang dibutuhkan dalam melakukan fraksinasi antara lain
sistem pelarut harus mencukupi, selektivitas tinggi, tidak terjadi emulsi, dan dapat
berpisah secara cepat. Jika faktor tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dapat terjadi
ketidaksempurnaan dalam fraksinasi seperti ketidakpisahan fase. Perbedaan
pelarut sangat dibutuhkan untuk memisahkan kelarutan tersebut. Menurut
Harborne (1987), kelarutan berdasarkan prinsip “like dissolve like” yaitu pelarut
polar akan melarutkan senyawa polar sebaliknya pelarut non-polar akan
melarutkan senyawa non-polar.
Kadar ekstrak yang berasal dari fraksi etil eter (1.65%) memiliki nilai lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar ekstrak yang berasal dari fraksi n-hekasana
(0.75%). Pelarut etil eter memiliki tingkat polaritas medium sehingga dapat
melarutkan lebih banyak kandungan ekstraktif yang terdapat dalam ekstrak aseton.
Kandungan yang diekstrak oleh pelarut etil eter antara lain aglikon dan alkaloid.
Houghton dan Raman (1998) menyatakan bahwa alkaloid memang biasa diekstrak
menggunakan pelarut yang memiliki kepolaran medium seperti etil eter.
Kandungan alkaloid yang terdapat dalam ekstrak aseton awal memungkinkan
dapat diekstrak cukup banyak oleh etil eter sehingga membuat kadar fraksi etil
eter menjadi lebih besar. Pelarut n-heksana memiliki tingkat polaritas yang rendah (non-polar). Minyak, lilin, dan minyak jenuh/minyak atsiri merupakan kandungan
alami yang bersifat non-polar dan paling cocok diekstraksi oleh pelarut seperti n-
heksana. Nilai kadar ekstrak yang kecil dalam kadar fraksi n-heksana
7
mengindikasikan bahwa kandungan ekstrakstif berupa lilin, lemak, dan minyak
yang terkandung dalam ekstrak aseton berjumlah kecil.
Kehilangan Berat Logam
Pengujian lapang yang dilakukan selama satu bulan menyebabkan
kehilangan berat logam dan menunjukkan telah terjadi korosi. Kontrol pengujian
yang diletakkan sekitar disk kayu mahoni tidak menunjukkan kehilangan berat
logam. Nilai kehilangan berat logam yang dibenamkan dalam disk kayu mahoni
dipengaruhi oleh kandungan yang terdapat dalam kayu tersebut. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kayu mahoni dapat menimbulkan korosi. Korosi yang terjadi
karena kayu yang lembab dan zat ekstraktif yang bersifat asam bereaksi dengan
logam (Djarwanto 2011).
Tabel 2 menunjukkan bahwa kehilangan berat logam pada sampel luar
ruangan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel dalam ruangan. Zelinka et al.
(2011) menyatakan bahwa faktor luar ruangan yang menyebabkan korosi adalah
cuaca, khususnya intensitas hujan, panas, temperatur, relative humidity (RH),
radiasi matahari dan kecepatan angin. BMKG (2012) menyatakan bahwa pH air
hujan normal sebesar 5.6. Unger et al. (2001) menyatakan bahwa faktor yang
dapat menimbulkan korosi antara lain air dan asam. Kandungan air yang lebih
banyak karena terpaan air hujan, dan sifat asam yang berasal dari air hujan yang
menyebabkan korosi lebih tinggi terjadi pada sampel di luar ruangan.
Tabel 2 Kehilangan berat logam pada pengujian lapang
Penempatan paku
Kehilangan berat (%) *)
Luar ruangan Dalam ruangan
Besi Baja Besi Baja
Dekat empulur 0.20 0.09 0.08 0.02
Tengah teras 0.19 0.05 0.10 0.04
Peralihan gubal 0.16 0.04 0.08 0.03
Keterangan : *)
Rerata dari 3 ulangan
Kehilangan berat pada logam pengujian lapang luar ruangan terlihat
semakin besar dari peralihan gubal menuju teras dekat empulur. Fengel dan
Wegener (1985) menyatakan bahwa teras yang mendekati empulur memiliki
kadar ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan teras yang berdekatan
dengan gubal. Menurut Lukmandaru (2011), kayu teras bagian dalam dan tengah
memberi nilai pH lebih rendah dibandingkan gubal. Keasaman kayu diakibatkan
oleh ion-ion yang dilepaskan terutama dari asam-asam organik dalam bentuk
bebas maupun terikat dari ekstraktif atau polisakarida nonselulosa, serta fenol-
fenol sederhana maupun kompleks. Kandungan ekstraktif dalam kayu teras yang
bersifat asam membuat terjadinya korosi sehingga nilai kehilangan berat dari
logam besi maupun baja menjadi meningkat.
Pengujian lapang yang ditempatkan dalam ruangan menunjukkan nilai
kehilangan berat yang menurun pada teras dekat empulur. Selain kandungan zat
ekstraktif dalam kayu, penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air dalam disk
pengujian mempengaruhi terjadinya korosi. Schofield (2010) menyatakan bahwa
kadar air yang tinggi membuat dinding sel dan lumen berisi air bebas dan
8
berpotensi menyebabkan korosi. Tabel 3 menunjukan nilai kadar air disk sebelum
dilakukan pengujian lapang. Penurunan nilai kehilangan berat paku dari teras
bagian dalam menuju teras dekat empulur pada sampel uji luar ruangan
dipengaruhi oleh kadar ekstraktif dalam kayu dan kandungan air yang berasal dari
air hujan. Salah satu penduga terjadinya hal tersebut yaitu kandungan air dalam
disk kayu, khususnya bagian dekat empulur. Kadar air yang terkandung dalam
teras dekat empulur di dalam ruangan memiliki nilai paling kecil (31.9%) diantara
kadar air teras bagian tengah maupun teras dekat gubal. Air merupakan salah satu
faktor pendukung terjadinya korosi. Kandungan air yang rendah dalam disk dapat
mengurangi potensi terjadinya korosi karena salah satu faktor pendukungnya
berkurang dan menghasilkan nilai kehilangan berat paku yang tidak besar.
Tabel 3 Kadar air disk pengujian lapang
Bagian teras Kadar air (%)
Luar ruangan Dalam ruangan
Dekat empulur 29.5 31.9
Tengah 28.8 35.4
Peralihan gubal 25.5 36.3
Pengujian laboratorium menggunakan serbuk mengalami korosi pada
masing-masing contoh uji yang terlihat pada Gambar 2. Kontrol uji menggunakan
air destilata tidak menghasilkan nilai kehilangan berat dibandingkan dengan
sampel uji yang menggunakan serbuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa air
destilata tidak mengakibatkan korosi dan serbuk kayu yang berpengaruh terhadap
terjadinya korosi pada logam. Serbuk asli memiliki nilai kehilangan berat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk bebas ekstraktif. Serbuk asli masih
memiliki kandungan ekstraktif didalamnya, sedangkan serbuk bebas ektraktif
(serbuk setelah ekstraksi aseton) diasumsikan tidak memiliki kandungan ekstraktif.
Kandungan ekstraktif yang terdapat dalam contoh uji berpengaruh terhadap proses
terjadinya korosi (Singh et al. 2011). Menurut Lukmandaru (2011), kandungan
ekstraktif yang tinggi pada kayu teras berbanding terbalik dengan nilai pH (asam).
Nilai pH yang rendah menandakan kondisi asam, dan dapat menyebabkan korosi
pada logam.
9
Gambar 2 Kehilangan berat logam secara laboratorium menggunakan serbuk
selama 4 jam ( ), 8 jam ( ), dan 12 jam ( ).
Paku besi dan baja memiliki nilai persentase kehilangan berat paku yang
berbeda. Djarwato (2010) melakukan pengujian korosi menggunakan paku besi
dan menghasilkan korosi pada paku yang jelas. Kehilangan berat pada paku besi
lebih besar menghasilkan nilai kehilangan berat dibandingkan dengan kehilangan
berat pada paku baja. Paku besi memiliki unsur asli Fe sehingga seluruh
kandungan Fe didalamnya dapat bereaksi dengan ekstraktif dari kayu. Penelitian
yang dilakukan oleh Zelinka dan Stone (2011) membuktikan bahwa baja juga
dapat terjadi korosi pada kayu. Paku baja mempunyai komponen dasar yaitu Fe
tetapi terdapat komponen lainnya seperti C, Si, Mn, P, S, Cr, Ni, Cu, Ti, dan Co
(Singh et al. 2011). Hal tersebut yang membuat paku baja kurang bereaksi
maksimal dengan ekstraktif sehingga korosi yang terjadi sedikit. Korosi yang
sedikit menyebabkan nilai kehilangan berat pada paku baja menjadi rendah.
Pengujian serbuk menggunakan suhu 75 ˚C menghasilkan nilai kehilangan
berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian menggunakan suhu
ruangan. Sartika (2009) menyatakan bahwa suhu yang tinggi dapat mengoksidasi
asam lemak dan mengeluarkan kandungan air yang terdapat dalam partikel.
Serbuk yang terkena suhu panas akan mengeluarkan air dan kondisi pengujian
semakin jenuh sehingga dapat menimbulkan korosi. Selain itu, kandungan
ekstraktif seperti lemak akan keluar pada suhu lebih tinggi sehingga membuat
aktivitas korosi semakin bertambah. Lama waktu pengujian juga berpengaruh
dalam aktivitas terjadinya korosi. Zelinka et al. (2011) menyatakan bahwa
semakin lama waktu uji maka korosi yang terjadi semakin besar. Penelitian yang
dilakukan oleh Nawawi (2002) juga membuktikan bahwa semakin lama pengujian
akan meningkatkan laju korosi pada suatu bahan.
Pengujian korosi menggunakan ekstrak menunjukan terjadi korosi. Kontrol
menggunakan pelarut aseton tidak menyebabkan kehilangan berat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kehilangan berat logam yang terjadi dikarenakan oleh
0.000.020.030.050.060.080.090.110.120.140.150.170.18
Besi Baja Besi Baja Besi Baja Besi Baja
Suhu Ruangan Suhu 75˚C Suhu Ruangan Suhu 75˚C
Sebuk Asli Serbuk bebas ekstraktif
Keh
ilan
gan
Berat
(%)
Sampel Uji
10
ekstrak. Gambar 3 menunjukkan bahwa ekstrak etil eter memiliki nilai tertinggi
dibandingkn ekstrak n-heksana, dan residu. Ekstrak etil eter tersebut menandakan
bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas korosi yang cukup tinggi sehingga
terjadi kehilangan berat pada paku.
Gambar 3 Kehilangan berat pada paku di pengujian laboratorium menggunakan
ekstrak pada paku besi ( ) dan baja ( ).
Analisis Komponen Kimia
Analisis komponen kimia dilakukan pada ekstrak etil eter yang memiliki
aktivitas korosi tertinggi terhadap paku besi dan baja. Tabel 3 menunjukkan hasil
analisis 4 senyawa dominan yang terkandung oleh ekstrak etil eter. Konsentrasi
senyawa dominan berkisar 2.32% hingga 16.85%.
Tabel 4 Komponen senyawa kimia dominan dalam fraksi etil eter
No Namasenyawa Konsentrasi relatif (%)
1 Pirokatekol 16.85
2 Ploroglucinol dihidrat 8.29
3 4-propilkatekol 4.17
4 Etanol, 1-(2-butoxyethoxy) 2.32
Pirokatekol adalah nama lain dari senyawa 1,2 Benzenediol dan tergolong
dalam senyawa fenol. Senyawa tersebut merupakan agen pengoksidasi sehingga
berpotensi sebagai pemacu terbentukanya korosi melalui oksidasi Fe (EC 2008).
LB (2009) menyatakan bahwa phloroglucinol dihydrate adalah nama lain dari
1,3,5-benzenetriol, dyhydrate. Menurut RSC (2014), senyawa ini juga termasuk
dalam kelompok fenol karena memiliki senyawa aromatik. Senyawa fenol dapat
menyumbangkan asam sehingga mempercepat proses terbentuknya korosi. NCBI
(2005) menyatakan bahwa senyawa 4-propilkatekol dapat memberikan ikatan
hidrogen sebanyak satu buah dan menerima ikatan hidrogen sebanyak 2 buah.
Ikatan hidrogen yang ada akan mempercepat proses oksidasi dalam terbentuknya
korosi. Senyawa yang memiliki nama lain 1,2-Benzenediol,4-propyl- ini juga
termasuk dalam senyawa fenol.
0.04
0.07
0.03 0.03
0.05
0.02
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
n-heksana etil eter residu
Keh
ilan
gan
Berat
(%)
Ekstrak
11
Senyawa etanol, 1-(2-butoxyethoxy tergolong kompenen alami dan
ekstraktif (TGSC 2014). Menurut NCBI (2005), senyawa ini dapat memberikan
ikatan hidrogen sebanyak satu buah dan menerima ikatan hidrogen sebanyak 2
buah. Pranoto (2013) menyatakan bahwa ikatan hidrogen yang terdapat dalam
senyawa tersebut dapat berinteraksi dengan unsur lain melalui atom elektronegatif.
Berdasarkan Schofield (2010), kandungan Fe pada logam akan mengalami
oksidasi pada saat terjadi kontak dengan kayu. Gas oksigen yang tersedia dalam
kayu akan mengalami reduksi dan dapat berikatan dengan unsur lain seperti Fe
didalam kayu. Hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya senyawa baru yaitu
karat dan terjadi korosi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kadar ekstrak aseton, fraksi n-heksana, fraksi etil eter, dan residu yang berasal
dari kayu teras mahoni memiliki nilai berturut-turut yaitu 3.78%, 0.75%, 1.65%, dan
1.38%. Pengujian lapang dalam ruangan menghasilkan nilai kehilangan berat yang
lebih rendah dibandingkan dengan pengujian lapang di luar ruangan. Pengujian
laboratorium menggunakan serbuk asli menghasilkan nilai kehilangan berat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk bebas ekstraktif. Kandungan ekstraktif
dalam serbuk merupakan salah satu faktor terjadinya korosi. Ekstrak fraksi n-heksana,
ekstrak fraksi etil eter, dan residu yang diuji menghasilkan aktivitas korosi pada besi
dan baja. Nilai kehilangan berat tertinggi terdapat pada ekstrak fraksi etil eter.
Senyawa dominan yang berasal dari hasil analisis komponen kimia fraksi etil eter
kayu teras yaitu pirokatekol, phloroglucinol dihidrat, 4-propilkatekol, dan etanol 1-(2-
butoxyethoxy) yang mengakibatkan aktivitas korosi pada besi dan baja semakin
tinggi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis komponen kimia
kayu yang terdapat dalam kayu teras mahoni setelah terjadinya korosi dan
penelitian mengenai korosi pada bagian gubal kayu mahoni.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes G. 2007. Seri Farmasi Industri Teknologi Bahan Alam. Bandung(ID): ITB.
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2012. Informasi Kimia
Air Hujan.[Internet]. [diunduh 2014 Jun 28]. Tersedia pada:
http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Klimatologi/Informasi_Kimia_Air_H
ujan.bmkg.
Cornelius JP, Wightman KE, Grogan JE, Ward SE. 2004. Swietenia (American
mahagony). Tropical Ecosystems 1720-1726.
12
Djarwanto, Suprapti S. 2008. Pengaruh pengkaratam logam terhadap pelapukan
empat jenis kayu asal Sukabumi. JITHH 1(2):55-59.
Djarwanto. 2010. Sifat pengkaratan besi pada sebelas jenis kayu. JITHH
28(3):255-262.
________. 2011. Sifat pengkaratan lima jenis kayu yang disimpan di temat
terbuka terhadap besi. JITHH 29(2):104-114.
________. 2013. Sifat pengkaratan lima jenis kayu asal Ciamis terhadap besi. J
Penelitian Hasil Hutan 31(3):186-192.
[EC] Environnement Canada. 2008. 1,2 Benzenediol. [Internet]. [2014 Jun 25].
Tersedia pada: http://www.ec.gc.ca/ese-ees/04FDC10E-0C72-41B2-8040-
91B7BB43AE38/batch1_120-80-9_en.pdf.
Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, dan Reaksi-reaksi.
Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood: Chemistry,
Ultrastructure, Reactions.
Gauvent M, Rocca E, Meausoone PJ, Brenot P. 2006. C orrosion of materials used
as cutting tools of wood. Wear 261:1051-1055.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Padmawinata K dan Soediro I, penerjemah; Niksolihin S,
editor. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: Phytochemical methods.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts. London(UK): Chapman & Hall.
Kaminski J, Rudnicki J, Nouveau C, Savan A, Beer P. 2005. Resistance to
electrochemical corrosion of CrxNy-and DLC-coated steel tools in the
environment of wet wood. Surfcoat Technol 200:83-86.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Yogyakarta(ID): Cakrawala Media.
Krilov A. 1986. Corrosion and wear of sawblade steels. Wood Sci. Technol. 20:
361-368.
[LB] Landolt Bornstein. 2009. 1,3,5-benzenetriol, dyhydrate. [Internet]. [2014
Jun 28]. Tersedia pada: http://lb.chemie.uni-hamburg.de/search/index.php?
content=176/nO1emAjU0.
Lukmandaru G. 2011. Sifat kelarutan dalam air, keasaman, dan kapasitas
penyangga pada kayu jati. Prosiding seminar nasional Masyarakat peneliti
kayu indonesia (MAPEKI) XIV. 875-882.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia.
Bogor(ID): Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.
Mondal S, Roy N, Laskar RA, Ismail SK, Basu S, Mandal D, Begum NA. 2011.
Biogenic synthesis of Ag, Au and bimetallic Au/Ag alloy nanoparticles
using aqueous extract of mahagony (Swietenia mahagoni JACQ.) leaves.
Colsurfb: Biointerface 82: 497-504.
Nawawi DS. 2002. The acidity of five tropical woods and its influence on metal
corrosion. JTHH 15(2): 19-24.
[NCBI] National Center for Biotechnology Information. 2005. 1-(2-
butoxyethoxy)ethanol. [Internet]. [2014 Jun 24]. Tersedia pada:
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=41088.
13
_____________________________________________________. 2005. 4-
propylcatechol. [Internet]. [2014 Jul 7]. Tersedia pada: http://pubchem.
ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=97638.
____________________________________________________.2008. Limonoid.
[Internet]. [2014 Sept 2]. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/16462017.
Park A, Justiniano MJ, Frederiksen TS. 2005. Natural regeneration and
enviromental relationships of tree species in logging gaps in a Bolivisn
tropical forest. Foreco and Management 217: 147-157.
Pranoto YP. 2013. Ikatan Hidrogen. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 7]. Tersedia
pada: http://prananto.lecture.ub.ac.id/files/2013/12/Ikatan-Hidrogen1.pdf .
Reichardt C. 1988. Solvents and Solvent Effects in Organic Chemistry . 2nd
Ed.
New York(US): Verlagsgesell S.Chaft.
[RSC] Royal Society of Chemistry. 2014. Phloroglucinol dihydrate. [Internet].
[2014 Jun 28]. Tersedia pada: http://www. chemspider. com / Chemical-
Structure.72441.html.
Sadiyo S, Wulandari EY.2012. Pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap
kekuatan sambungan geser ganda balok kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus) dan rasamala (Altingia excelsa Noronha) dengan pelat baja.
J Perennial 8(1): 36-42.
Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains 13(1): 23-28.
Schauer N, Steinhauser D, Strelkov S, Schomburg D, Allison G, Moritz T,
Lundgren K, Tunali UR, Forbes MG, et al. 2005. Hypothesis gc-ms
libraries for the rapid identification of metabolites in complex biological
samples. FEBS Letters 579:1332-1337.
Schofield MJ. 2010. Corrosion by wood. Liquid Corenv: 1323-1328.
Singh A, Sharma C, Lata S. 2011. Microbial corrosion due to Desulfovibrio
desulfuricans. Anti-Cor Methods and Materials 58(6): 315-322.
Soendjoto MA, Suyanto, Hafiziannoor, Purnama A, Rafiqi A, Sjukran S. 2008.
Keanekaragaman tanama pada hutan rakyat di Kabupaten Tanah Laut,
Kalimantan Selatan. Biodiversitas 9(2):142-147.
Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar dan Penggunaan. Sastrohamidjojo
H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry Fundamental and
Application. Ed ke-2.
Suprapto E. 2010. Hutan Rakyat : Aspek Produksi, Ekologi, dan Kelembagaan.
[Internet]. [diunduh 2014 Jun 3]. Tersedia pada : http://arupa.or.id/sources/
uploads / 2010 / 08 / Hutan - Rakyat – Aspek - Produksi - Ekologi - dan -
Kelembagaan.pdf.
[TGSC] The Goods Scents Company. 2014. 1-(2-butoxyethoxy)ethanol. [Internet].
[2014 Jun 24]. Tersedia pada: http://www.thegoodscentscompany.com/
data/rw1124831.html.
Unger A, Schniewind AP, Unger W. 2001. Conservation of Wood Artifacts. New
York (US): Spinger-Verlag Berlin Heidelberg.
14
Zelinka SL, Derome D, Glass SV.2011. Combining hygrothermal and corrosion
models to predict corrosion of metal fasteners embedded in wood.
Buildenv 46:2060-2068.
Zelinka SL, Stone DS. 2011. Corrosion of metal in wood: comparing the results of
a rapid test method with long term exposure test across six wood
treatments. Corsci. 53:1708-1714.
Zhang H, Tan J, VanDeveer D, Wang X, Wargovich MJ, Chen F. 2009.
Khayanolides from African mahagony Khaya senegalensis (meliaceae): a
revision. Phytochemistry 70:294-299.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil identifikasi daun mahoni
16
Lampiran 2 Daftar nama senyawa dominan fraksi etil eter
Pk
#
RT Area
(%)
Library ID Qual
1 5.22 0.22 Thiophene 43
2 5.41 45.80 4-hydroxy-4-methyl-2-pentanone 74
3 5.50 0.33 1-Methoxy-2-propyl ester of acetic acid 43
4 5.60 0.42 Ethyl Benzene 70
5 5.66 0.30 1-3-dimethyl- Benzene 95
6 5.88 0.39 2-butoxy-ethanol 27
7 6.47 0.20 1-ethyl-3-methyl- Benzene 91
8 6.79 0.51 1,3,5-trimethyl- Benzene 95
9 7.10 0.25 1,2,4-trimethyl- Benzene 95
10 8.05 0.19 1,2,3,5-tetramethyl- Benzene 94
11 8.19 0.34 o,o’-di(3-methylbut-2-enoyl) 1,5-Pentanediol 45
12 8.58 2.32 1-(2-butoxyethoxy)- ethanol 90
13 8.66 16.85 1,2-Benzenediol 93
14 8.87 2.85 1,2-Benzenediol 91
15 9.07 0.67 1,2-Benzenediol 90
16 9.56 0.47 4-methyl-1,2-Benzenediol 95
17 10.70 0.21 4-hydroxy-3-methoxy-benzaldehyde 70
18 10.93 0.38 2,1,3-Benzothiadiazole 50
19 11.54 0.61 2,4-BIS(1,1-Dimethylethyl)- Phenol 94
20 11.79 0.31 3,4-Homotropilidene-3-methyl-2,6-
dicarbonitrile
78
21 12.10 8.29 1,3,5-Benenetriol,dyhydrate 95
22 12.31 4.17 1,2-dihydroxy-4-(1-propyl) benzene 72
23 12.47 3.18 1,7-dihydro-1-methyl- 6H-Purin-6-one 43
24 12.90 0.48 Phloroglucinol 83
25 13.69 0.20 Benzaldehyde, 3-4-dimethoxy-,
methylmonoacetal
59
26 14.51 0.18 Hexadecanoic acid, methyl ester 97
27 14.72 0.46 n- Hexadecanoic acid 98
28 15.70 0.49 3-exo-7-exo-Dimethylbicyclo [3.3.1]nonan-
2,9-dione
53
29 15.79 0.53 (1,4-phenylene)-5, 5-bis (penta-dien-1-al) 96
30 16.09 0.69 Octadecanoic acid 93
31 16.88 0.52 4-[3’,4’ –dimethoxyphenyl]-pyridine 52
32 17.45 4.50 1H- Indene, 2,3-dihydro-1, 1-dimethyl 60
33 17.58 0.39 2-Ethyl-3,4- Dimethyl-5-Phenyl-1,2-
Oxaborolane
62
34 17.87 1.54 Phenyl- Butanedioic acid 52
35 19.06 0.73 2,4,5-Trichlorophenyl cinnamate 55
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm
Bapak Budiono dan Ibu Eti Suhaeti yang lahir di Cirebon pada tanggal 15
November 1992. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 5 Cirebon dan diterima di
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah mengikuti kegiatan lapang
seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Barat dan
Gunung Kamojang pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, dan Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi pada tahun 2013,
serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin
Cimanggu pada tahun 2013. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan organisasi di
kampus, diantaranya staf departemen informasi dan relasi publik (IRP) Ikatan
Kekeluargaan Cirebon (IKC) tahun 2011-2012, staf departemen kekeluargaan
IKC tahun 2012-2013, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda
Gentra Kaheman 2010-2013, anggota divisi internal Himpunan mahasiswa hasil
hutan (Himasiltan) IPB tahun 2011-2012, dan anggota kelompok minat kimia
hasil hutan Himasiltan IPB tahun 2012-2013.
Dalam menyelesaikan masa studi di IPB, penulis melaksanakan penelitian
dan menulis skripsi yang berjudul “Sifat Korosi Zat Ekstraktif Kayu Mahoni
(Swietenia macrophylla King) terhadap Besi dan Baja” dibawah bimbingan Prof
Dr Ir Wasrin Syafii MAgr.