IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung...

34
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Asal Usul dan Perkembangan Suku Moronene Suku Moronene merupakan suku tertua yang mendiami daratan Sulawesi Tenggara berdalnpingan dengan Suku Tolaki dan Suku Mekongga. Nama Moronene berasal dari suatu jenis tumbuhan dengan ciri-ciri fisik kulit batangnya dapat dikupas untuk dijadikan tali, daunnya digunakan untuk pembungkus nasi atau sejenis kue yang disebut lemper (Tarimana dalartz SHK 2001; Tahyas, 1999). Gambar pohon nene dapat dilihat pada Lam piran 4. Secara etimologis, kata Moronene terdiri atas dua suku kata yakni Moro yang berarti serupa dan Nene berarti pohon resam (Gleichenia linearis). Sehingga Moronene berarti orang (yang menyerupai) Moro yang tinggal di sekitar pohon resam, Sebagaimana pohon resam yang biasanya hidup mengelompok di daerah- daerah subur seperti lembah atau pinggiran sungai yang kaya akan sumber air, maka nama Moronene melambangkan peradaban leluhur yang hidup mengelolnpok sebagai peramu, petnburu dan petani tradisional di daerah-daerah yang subur, dekat dengan sungai dan aman dari gangguan musuh (Tahyas, 1999). Daerah sebaran pernukiman Suku Moronene merupakan salah satu wilayah yang subur dan kaya akan sumberdaya alam di Sulawesi Tenggara. Dari ciri-ciri fisiknya, orang Moronene dapat diidentifikasi sebagai suku bangsa yang tergolong rumpun Melayu Tua, yanz datang dari Hindia Belakang pada zaman pra sejarah atau zaman batu muda kira-kira 2000 sebelum Masehi (Monografi Sultra, 1975). Sumber lain yang dikutip dari Tengku Solihin dari Johor dalanz Monografi Sultra (1 975) niengungkapkan bahwa Suku Moronene

Transcript of IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung...

Page 1: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Asal Usul dan Perkembangan Suku Moronene

Suku Moronene merupakan suku tertua yang mendiami daratan Sulawesi

Tenggara berdalnpingan dengan Suku Tolaki dan Suku Mekongga. Nama

Moronene berasal dari suatu jenis tumbuhan dengan ciri-ciri fisik kulit batangnya

dapat dikupas untuk dijadikan tali, daunnya digunakan untuk pembungkus nasi

atau sejenis kue yang disebut lemper (Tarimana dalartz SHK 2001; Tahyas, 1999).

Gambar pohon nene dapat dilihat pada Lam piran 4.

Secara etimologis, kata Moronene terdiri atas dua suku kata yakni Moro

yang berarti serupa dan Nene berarti pohon resam (Gleichenia linearis). Sehingga

Moronene berarti orang (yang menyerupai) Moro yang tinggal di sekitar pohon

resam, Sebagaimana pohon resam yang biasanya hidup mengelompok di daerah-

daerah subur seperti lembah atau pinggiran sungai yang kaya akan sumber air,

maka nama Moronene melambangkan peradaban leluhur yang hidup

mengelolnpok sebagai peramu, petnburu dan petani tradisional di daerah-daerah

yang subur, dekat dengan sungai dan aman dari gangguan musuh (Tahyas, 1999).

Daerah sebaran pernukiman Suku Moronene merupakan salah satu wilayah yang

subur dan kaya akan sumberdaya alam di Sulawesi Tenggara.

Dari ciri-ciri fisiknya, orang Moronene dapat diidentifikasi sebagai suku

bangsa yang tergolong rumpun Melayu Tua, yanz datang dari Hindia Belakang

pada zaman pra sejarah atau zaman batu muda kira-kira 2000 sebelum Masehi

(Monografi Sultra, 1975). Sumber lain yang dikutip dari Tengku Solihin dari

Johor dalanz Monografi Sultra (1 975) niengungkapkan bahwa Suku Moronene

Page 2: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

berasal dari Hindia Belakang yang masuk melalui Jawa tepatnya di sekitar

Mataram, kemudian menyebar ke Timur dan masuk daratan Sulawesi dan

bermukim di sekitar Danau Matana pada waktu kira-kira tahun 719 Masehi.

Sehingga kedatangan Suku Moronene di Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga

berlangsung dalam dua tahap:

a. Tahap pertama, mereka datang dari Hindia Belakang melalui sebelah utara

Sulawesi, masuk ke Sulawesi Tengah bersama-sama suku lainnya seperti

Suku Mori, Suku Bungku, dan Suku Menui. Selama di Sulawesi Tengah

terdapat beberapa daerah yang diduga menjadi tempat tinggal mereka sebelum

melanjutkan perjalanan ke arah selatan yaitu kampung Molore (sekarang Desa

Molore Sultra). Istilah Molore berasal dari bahasa Moronene yang berarti

1 icin. Demikian pula dengan nama daerah disekitar danau Matano (Matana)

berasal dari Moronene yang berarti hulu sungai.

Dari Sulawesi Tengah kemudian menyebar ke selatan (Sulawesi Tenggara).

Mereka menyebar dengan berjalan kaki atau menggunakan rakit menyelusuri

Sungai Konawe dan Sungai Eha. Beberapa nama sungai, bukit, gunung,

kampung yang dapat dijadikan petunjuk bahwa nenek moyang Suku

Moronene dahulu pernah mendiami atau melalui beberapa wilayah di

Kabupaten Kendari dan Kolaka (sekarang didiami Suku Tolaki di Kendari dan

Suku Mekongga di Kolaka). Melihat persamaan nama, maka cukup mendasar

jika dikatakan bahwa yang memberi nama tersebut adalah penduduk yang

pertama kali mendiami daerah tersebut. Tahap inilah yang diduga paling

akurat sebagai proses masuknya Suku Moronene di Sulawesi Tenggara.

Menurut Tahyas (1999) Suku Moronene seketurunan dengan Suku Moro di

Page 3: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Filipina Selatan yang datang melalui daratan Sulawesi Utara dan bergeser ke

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah di sekitar Danau Towuti, Sungai

Lasolo dan Danau Matana

b. Tahap kedua, mereka datang melalui Pulau Jawa dan kemudian mendarat di

pantai barat (di Labu'a-wilayah pantai timur Poleang sekarang). Kemudian

mereka rnenyebar ke pedalaman dan pesisir pantai untuk mencari daerah-

daerah subur dan tempat perburuan dan kemudian menjadi perkampungan.

Tahyas (1999) mengatakan disamping menyebar di daratan Sulawesi,

orang Moronene kemudian setelah itu ada yang menyebar ke pulau-puiau

disekitarnya seperti Pulau Kabaena sejak abad XVI yang mendiami pesisir pantai

Kabaena Timur seperti di Desa Tapuhaka dan Dongkala. Kemudian setelah itu

disusul kedatangan Suku Bugis-Selayar dan Suku Bajo sekitar awal abad XX.

Suku Moronene mempunyai pertalian darah dengan Suku Mori di Malili,

Bungku (Sulawesi Tengah), Toraja (Sulawesi Selatan), Laiwui, Mekongga dan

Tolaki (Sulawesi Tenggara) yang mendiami daratan Kendari, Pulau Wawonii,

Pulau Menui dan daratan Kulisusu.

Mereka yang mendiami daratan besar Sulawesi lazim disebut to Wite Ea

(orang yang tinggal di daratan besar) dan yang tinggal di pulau disebut to Wite Ate

(orang yang tinggal di pulau atau daratan kecil). Menurut beberapa riwayat bahwa

mereka yang menyebrang ke Pulau Kabaena konon mereka yang tidak bersedia

membayar upeti kepada Belanda.

Secara ekologis saat ini orang Moronene tinggal dan menyebar di sebagian

wilayah Kecamatan Tinanggea Kabupaten Kendari hingga Kecamatan

Watubangga Kabupaten Kolaka, yaitu mulai dari Pu'u Olo (pantai timur

Page 4: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

33

Tinanggea) dengan melalui Sungai Eha, Sungai Pohara, Sungai Rumbia sampai

pantai sebelah barat (Teluk Bone). Kemudian dari Watubangga di sebelah Timur

Sungai Toari Kolaka hingga Sungai Oko-Oko di Tangketada Kabupaten Kolaka.

Secara adminsitratif pemukiman orang Moronene menyebar di tujuh

wilayah kecamatan, yakni enam wilayah di Kabupaten Buton yaitu Kecamatan

Kabaena dan Kabaena Timur (Pulau Kabaena), Rumbia, Poleang, Poleang Timur

dan Rarowatu. Satu wilayah di Kabupaten Kolaka yaitu Kecamatan Watubangga.

Ketujuh wilayah tersebut merupakan wilayah kerajaan "cultur area" Moronene

yang berpusat di Taubonto (Kecamatan Rarowatu sekarang). Namun karena

hubungan perkawinan atau alasan lain sehingga orang Moronene ada yang

menyebar di wilayah sekitarnya (Kabupaten Kendari). Untuk jelasnya peta

penyebaran Suku Moronene dapat dilihat pada Lampiran 1.

Wilayal~ sebaran Suku Moronene mempunyai luas keseluruhan kira-kira

3.973 krn2 yang saat ini telah dihuni oleh penduduk kurang lebih 121.448 jiwa

yang berasal dari berbagai etnis dan merupakan wilayah Kawasan Pengembangan

Ekonomi Terpadu Buton-Kolaka-Kendari (Kapet Bukari) (Anonim, 2001).

4.2. Sejarah Singkat Terbentuknya Kecamatan Rarowatu

Ibukota Kecamatan Rarowatu adalah di Kelurahan Taubonto, merupakan

salah satu kecamatan dari 14 kecamatan di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

yang terbentuk secara resmi pada tanggal 7 Mei 1999 berdasarkan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 1999, tanggal 25 Maret 1999 Tentang

Pemekaran Wilayah Kecamatan di Seluruh Indonesia.

Page 5: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

3 4

Monografi Kecamatan Rarowatu (2000) mencatat bahwa sejarah

terbentuknya Kecamatan Rarowatu tidak terlepas dari sejarah keberadaan Suku

Moronene yang mempunyai latar belakang pemerintahan kerajaan dibawah

Kesultanan Buton pada abad ke-19 dan Kecamatan Rumbia sebagai kecamatan

induk. Sebagai bagian dari kerajaan Kesultanan Buton yang berpusat di Wolio

(Bau-Bau), masyarakat Moronene membentuk penvakilan pemerintahan yang

disebut dengan Dewan Perwakilan (Bonto) yang awal pemerintahannya

dipusatkan di Lakomea dan tidak lama kemudian secara resmi pemerintahan

kerajaan Moronene dipindahkan ke Taubonto (ibukota Kecamatan Rarowatu

sekarang).

Di Rarowatu, pemerintahan raja (Mokole) mulai berlangsung dengan

Raja I bernama Sangia Iweli, Raja I1 bernama Sangia Ngkinale, Raja I11 bernama

Sangia Rahawatu, Raja IV bernama Munara, Raja V bernama H. Ipimpie dan

tahun 2002 telah dialihkan kepada Sahrun Munara sebagai pemangku adat

(Mokole) Suku Moronene.

Pada awalnya Kecamatan Rarowatu berinduk pada Kecamatan Rumbia.

Kemudian sejak tahun 1994, Rarowatu dibentuk menjadi kecamatan perwakilan

sebagai persiapan pembentukan kecamatan baru. Berdasarkan hasil evaluasi

pemerintah terhadap dinamika kependudukan, luas wilayah dan potensi

sumberdaya alam, maka pada tahun 1999 tepatnya tanggal 7 Mei Kecamatan

Rarowatu reslni menjadi kecamatan baru yang terpisah dari Kecamatan Rumbia

dengan camat pertama sampai sekarang Nasrun Mbolu, SE (Monografi

Rarowatu, 2000).

Page 6: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4.3. Letak dan Luas Wilayah

4.3.1. Letak Wilayah

Kecamatan Rarowatu yang secara astronomi terletak pada 23,03'- 44,51°

Lintang Selatan dan 12 1,43O - 122,06' Bujur Timur, dengan batas-batas

adininistratif wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tinanggea (Kabupaten Kendari)

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Poleang Timur

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Poleang Barat

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rumbia dan Selat Tiworo

Secara geografis, Kecamatan Rarowatu merupakan salah satu kecamatan

di Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara yang terletak di jazirah selatan

daratan Sulawesi Tenggara (Pulau Sulawesi). Kecamatan Rarowatu adalah

pemekaran dari Kecamatan Rumbia mempunyai luas 649,lO kilometer persegi

(km2) atau 64.910 hektar (Ha) dan saat ini merupakan salah satu dari delapan

kecamatan yang menjadi lokasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu

Buton-Kolaka-Kendari (Kapet Bukari) yang berpusat di Kecamatan Poleang

Timur.

Untuk mencapai ibukota kecamatan, jarak yang harus ditempuh dari

ibukota Propinsi (Kendari) adalah 208 km yang dapat dicapai dengan kendaraan

darat sekitar empat sampai lima jam perjalanan. Dari ibukota kabupaten (Bau-

Bau) dapat di tempuh dengan perjalanan laut dengan menggunakan kapal motor

selama 10 jam melalui Kasipute (ibukota Keca~natan Rumbia), dan selanjutnya

menggunakan kendaraan darat sekitar 17 k n ~ .

Page 7: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4.3.2. Luas Wilayah

Kecamatan Rarowatu mempunyai wilayah seluas 649,lO km2 atau 64.9 1 0

Ha, yang terbagi atas sebelas desa dan satu kelurahan dengan garnbaran luas

wilayah yang dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1: Luas Wilayah Kecamatan Rarowatu Menurut Desa dan Kelurahan

Luas (Ha) No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1

Prosentase ( % ) 10,09 10,53 13,94 4,62 3,46 9,02 4,65 12,05 10,32 9,82 6,89

DesaIKelurahan

Taubonto Rau-Rau Pangkuri Lakomea Rarowatu Ladumpi Lantawua Hukaea Wumbubangka Aneka Marga Lomba Kasih

12 1 Lantari Jumlah

I I I

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

2.982 64.910

Dari Tabel 1, nampak bahwa ada beberapa desa yang mempunyai luas

wilayah yang cukup besar disebabkan oleh luasnya wilayah sementara

penduduknya kecil. Dari sebelas desa dan satu kelurahan yaitu Taubonto terdiri

dari sembilan desa tertinggal. Desa tertinggal umumnya mudah dicapai karena

kondisi jalan yang cukup baik. Dua desa lainnya tergolong desa terpencil

sehingga sulit dicapai karena keterbatasan transportasi dan prasarana jalan seperti

Desa Wumbubangka dan Desa Rau-Rau. Kondisi ini juga berakibat pada

koordinasi pemerintahan yang relatif lambat karena kondisi geografis yang luas.

Page 8: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4.4. Gambaran Umum Kawasan

4.4.1. Keadaan Agroekologi

Secara umum wilayah Kecamatan Rarowatu mempunyai kondisi topografi

yang cukup beragam dengan kemiringan berkisar antara 0' - 40' dengan

pembagian sebagaimana pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2: Topografi Kecamatan Rarowatu

I Kemiringan I Luas(Ha) I % / Keterangan

1 2-15 1 22.069,4 / 34 1 Berombak

1 15-40 1 32.455,O 1 50 1 Berombak berbukit

0-2

1 > 40 1 3.894,6 1 6 1 Bergunung

10 6.491,O Landai

Dari Tabel 2 nampak bahwa topografi Kecamatan Rarowatu mempunyai

kemiringan terbesar antara 15' - 40' yang berarti sebagian besar daerah ini

mempunyai topografi berombak berbukit. Ini karena hampir seluruh wilayah

Kecainatan Rarowatu berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Roraya mempunyai

gunung yang tinggi dan sumber mata air bagi wilayah di sekitarnya misalnya

Kecamatan Poleang Timur, Poleang Barat dan Ruinbia. Sedangkan daerah landai

sekitar 10 % berada disekitar pantai yang berbatas dengan laut (Selat Tiworo).

Gunung yang terdapat di wilayah Rarowatu dalam gugus pegunungan

Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m),

dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Kabupaten Kendari. Konsekuensi sebagai daerah berombak dan bergunung,

wilayah pemukiman masyarakat Kecamatan Rarowatu mempunyai ketinggian

I I I

100 Jumlah

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

64.910

Page 9: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

antara 0-400 meter dari permukaan laut (dpl) sehingga mempunyai rejim suhu

panas. Jenis tanah adalah mediteran dengan pH rata-rata netral sampai agak asam

(5,5-6,7), ketebalan gambut sekitar 1,5 m dengan kondisi drainase baik-sedang.

Morfologi wilayah secara umum dikelompokkan dalam 4 satuan yakni

pegunungan, perbukitan, karts dan pendataran. Struktur geologi yang dijumpai

adalah struktur lipatan, kekar dan sesar. Struktur lipatan merupakan lipatan lemah

baik antiklin maupun siklin dijumpai pada batu-batauan neogen dengan arah dari

sumbu lipatan relatif utara-selatan (Bukari, 2001).

Kedalaman air tanah untuk air tanah dangkal antara 3-1 8 meter sedangkan

air tanah dalam antara 175 meter. Sumber air di Kecamatan Rarowatu mempunyai

potensi yang sangat besar yang terdiri dari sungai besar, sungai kecil dan kali.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3: Sungai dan Debit Air di Kecamatan Rarowatu

Disamping sungai-sungai yang cukup besar tersebut terdapat beberapa

Debit (m3/detik) No.

1 2 3 4 5 6 7

sungai kecil yang mempunyai debit dibawah 0,5 m3/detik seperti Sungai Kemata,

Sungai

Sungai Jawi-Jawi, Lantari, Sungai Watu-Watu, Sungai Le~nbululu, Sungai

<umber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Tangkari Langkowala Lausu Doule Laea Lampopala Mandumuadule

Membaho serta beberapa kali seperti Kali Lawaea, Kali Langkapa, KaJi

0,5 6,5 3,5 4

1,5 4

3,5

Lampeantani.

Page 10: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Hasil curah hujan yang diamati oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) dan tiga stasiun curah hujan setempat tercatat bahwa curah hujan rata-rata

di wilayah Kecamatan Rarowatu berkisar antara 1500-2000 mm per tahun.

Kecamatan Rarowatu mempunyai iklim panas-sedang dengan suhu berkisar 27-

33' C, dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan (Desember-Juni) dengan

tujuh bulan basah dan musim kemarau (Juli-Nopember) dengan lima bulan kering.

Luas lahan di Kecamatan Rarowatu berdasarkan ekosistemnya terbagi

empat hagian yaitu lahan sawah, lahan kering, wilayah pantai dan perairan umum.

Adapun yang sudah diusahakan adalah lahan sawah, lahan kering dan sebagian

wilayah pantai. Pembagian lahan menurut ekosistem dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4: Pola Penggunaan Lahan Menurut Ekosistem

I 1 / Lahan basah I No

1 2 1 Lahan kering I

Tipe Ekosistem

) 3 1 Pantai I 1 4 / Perairan umum I

Luas (Ha)

I Jumlah I Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Dari Tabel 4 tergambar bahwa lahan kering merupakan ekosistem yang

cukup luas yaitu 21.061 Ha atau 32,424 dari total wilayah Keca~natan Rarowatu.

Ini sangat potensial bagi pengembangan komoditas perkebunan dan usaha

pemeliharaan ternak yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup baik. Ekosistem

lahan basah (ekosistem pantai dan perairan) umumnya hampir sama, sisanya

inerupakan hutan, bangunan dan pekarangan dan padang rumput.

Page 11: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

40

Kondisi lahan kering yang cukup luas sebab sebagian Taman Nasional

Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) yang mempunyai luas 106.703 Ha, sekitar

20 % berada di wilayah Kecamatan Rarowatu. Ekosistem TNRAW ini terdiri atas

hutan, rawa, padang rumput dan pantai. Luas lahan menurut penggunaannya di

Kecamatan Rarowatu dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5: Luas Lahan Menurut Penggunaannya

I No 1 Penggunaan Lahan I I

1 I Hutan 1 1 2 1 Sawah (irigasi & tadah hujan) / 1 4 1 Perkebunan besar I

1 5 / Perkebunan rakyat

Padang rumput

Tanah kosong

Tambak

Kolam

Pekaranganltanah bangunan

Lain-lain

Luas (Ha) I

I Jumlah I Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Dari Tabel 5 tampak bahwa luas lahan menurut pengunaannya, luas hutan

menempati urutan terbesar dari seluruh luas Kecamatan Rarowatu yaitu 35.699 Ha

(55,00%) disusul perkebunan besar 15.000 Ha (23,11%), perkebunan rakyat 1 769

Ha (2,72%), padang rumput 3.725 Ha (5,74%), sawah 3.244 (5,00%) dan lain-

lain (perairan umum) 3.1 18 Ha (4,80). Sisanya 221 8 Ha (3,73%) adalah ladang,

tanah kosong, tambak, bangunan pekarangan.

Hutan di Kecamatan Rarowatu termasuk Bagian Kesatuan Pemangkuan

Hutan (BKPH) Poleang-Rumbia rnerupakan hutan lindung. Perkebunan besar

Page 12: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4 1

adalah Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT. Barito Pacific Timber. Potensi

padang rumput cukup besar untuk peternakan, sawah merupakan mata

pencaharian utama dan Suku Moronene. Potensi lain yang cukup besar dan belum

tergarap adalah perairan umum untuk perikanan dan obyek wisata bahari.

4.4.2. Sosial

A. Kependudukan

- Jumlah Penduduk

Dari luas wilayah 649,10 km2 dan jumlah penduduk 12.029 jiwa,

Kecamatan Rarowatu memiliki kepadatan penduduk rata-rata 18,53 per km2

dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,8% pertahun. Kepadatan penduduk akan

sangat menentukan seberapa ruang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia di

dalamnya untuk mendukung kehidupan. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6: Jumlah Penduduk Kecamatan Rarowatu Menurut Jenis Kelamin dan KK

Kelurahan

Taubonto Rau-Rau Pangkuri Lakomea Rarowatu Ladumpi Lantawua Hukaea Wum bu bangka Aneka Marga Lomba Kasih Lantari Jumlah

I Jenis Kelamin I Jurnlah

Laki-Laki Perempuan

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

%

7,9 3,3 2,9 5,5 6,3 4,2 5,2 7,7 431 15,8 15,7 21,l 100

Jurnlah

KK

249 104 9 3 167 195 128 134 211 108 515 471 590

2965

Page 13: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Dari Tabel 6 menunjukan bahwa pada umumnya desa yang banyak

penduduknya adalah desa transmigrasi seperti Desa Aneka Marga, Desa Lomba

Kasih dan Desa Lantari. Sedangkan lainnya adalah desa yang ditempati oleh Suku

Moronene mempunyai penduduk relatif sedikit kecuali Kelurahan Taubonto.

- Komposisi Penduduk Menurut Umur

Komposisi penduduk menurut umur Kecamatan Rarowatu menunjukan

bahwa penduduk yang berusia muda jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan

penduduk yang berusia tua. Untuk lebih jelasnya keadaan penduduk menurut

umur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7: Keadaan Penduduk Menurut Umur

Umur

0-4 5-9

10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 >75

Jumlah

1.307 1.236 936 803

1.538 84 1 712

1.254 792 678 667 312 436 294 152 62

Jumlah 12.029

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Page 14: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

- Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan

Dari aspek pendidikan, sebagian besar penduduk Kecamatan Rarowatu

berpendidikan SLTP, SD dan SLTA, sedangkan yang berpendidikan akademi dan

perguruan tinggi jumlah sangat sedikit. Usia belum sekolah dan tidak sekolah

tergolong cukup banyak. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8: Keadaan Penduduk Kecamatan Rarowatu Menurut Tingkat Pendidikan

Belum sekolah

Tidak sekolah

40 18

No ( Tingkat Pendidikan

SLTP

SLTA

AkademiJDiploma

Perguruan Tinggi

Jumlah

Dari Tabel 8 menunjukan bahwa penduduk Kecamatan Rarowatu sebagian

besar (70,26%) sudah melaksanakan wajib belajar sembilan tahun, sementara

untuk akademi dan perguruan tinggi jumlahnya sedikit (1,05%). Hal ini

disebabkan oleh kondisi ekonomi yang miskin dan tempat melanjutkan

pendidikan mempunyai jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka yaitu

harus ke ibukota provinsi atau kabupaten. Jumlah penduduk yang tidak sekolah

relatif sedikit (9,06%) dan mereka ini umumnya mempunyai usia yang sudah

lanjut.

YO

Jumlah

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

12.029 100

Page 15: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Kondisi komposisi penduduk menurut pendidikan, terlihat bahwa

masyarakat Rarowatu mempunyai kondisi sumberdaya manusia yang masih

rendah sehingga perlu ada peningkatan melalui penambahan jumlah sarana dan

prasarana pendidikan dan subsidi untuk keluarga tidak mampu.

- Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan

Mata pencahariaan utama kepala keluarga (KK) masyarakat Rarowatu

terbanyak adalah bertani kemudian disusul peternak dan pegawai negeri sipil,

tentara dan polisi (PNS/TNI/Polri). Sementara nelayan, pedagang, pensiunan,

pengrajin dan sebagainya jumlahnya sangat sedikit. Untuk jelasnya komposisi

penduduk menurut pekerjaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9: Keadaan Penduduk Kecamatan Rarowatu Menurut Pekerjaan

Data pada Tabel 9, menunjukan bahwa penduduk Kecamatan Rarowatu

No 1 2 3 4 5 6 7 8

lebih besar yang menjadi petani (75.21%), disusul peternak (8,16%), nelayan

(7,01%), PNS/TNI/Polri (4,05%). Selebihnya pedagang, tukang, pensiunan dan

Pekerjaan Petani Peternak Nelayan Pengusahafpedagang PNS/TNI/Pol ri Tukang Pensiunan Lain-lain

pekerjaan lain-lain (2,70%). Banyaknya petani dan peternak daerah ini sangat

Jumlah

subur dan kaya akan sumberdaya alam serta potensi air besar dan lahan cukup

Jumlah (KK) 2230 242 208 35 120 10 5 2 60

luas. Nelayan umumnya berkerja membuka tambak dan mencari ikan di laut,

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

O/O

75,2 1 8,16 7,Ol 1,18 4,05 0,34 1,75 2,70

2965

sementara PNS,TNI/Polri umumnya berasal dari pendatang yang kemudian

100

Page 16: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4 5

menetap menjadi penduduk Kecamatan Rarowatu. Pekerjaan lainnya adalah

pensiunan dan tukang yang jumlahnya kecil. Pekerjaan lain adalah mereka

melakukan berbagai pekerjaan seperti buruh tani, tukang ojek atau sopir

kendaraan umum. Pekerjaan ini dilakukan karena mereka tidak metnpunyai lahan

pertanian atau modal untuk berdagang.

- Komposisi Penduduk Menurut Suku

Penduduk Kecamatan Rarowatu berasal dari berbagai daerah di tanah air

dengan suku terbesar adalah Suku Moronene, Suku Jawa, Suku Bali, dan Suku

Bugis-Makassar. Sementara yang kecil adalah Suku Tolaki, Suku Buton, Suku

Muna, Suku Toraja dan Suku Manado. Untuk jelasnya komposisi penduduk

menurut Suku dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10: Keadaan Penduduk Kecamatan Rarowatu Menurut Suku

Sumber : Kantor Canzat Rarowatu, (2002)

Dari Tabel 10 tampak bahwa Suku Moronene merupakan suku terbesar

atau 60,71 persen dari total penduduk Rarowatu, kemudian disusul Suku Jawa

(20,70%), Suku Bali dan Suku Lombok (8,17%), Suku Bugis-Makassar (5,45%)

dan sisanya dari berbagai suku. Suku Moronene terbesar karena daerah ini

merupakan pusat kebudayaan dan sosial ekonomi secara turun temurun. Suku

Moronene umumnya bertnukim di daerah pegunungan seperti Desa Rau-Rau,

No

1 2 3 4 5

Jumlah

7303 655 2490 1031 550

12.029

Suku

Moronene Bugis Makassar Jawa BaliILombok Lain-lain

O h

60,71 5,45 20,7 8,17 4 3 7 100 Jumlah

Page 17: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

46

Desa Pangkuri, Desa Lakomea, Desa Taubonto, Desa Wumbubangka, Desa

Rarowatu dan Desa Ladumpi. Sedangkan Suku Jawa, Suku Bali dan Suku

Lombok adalah transmigrasi yang datang secara masal pada tahun 1982-1984,

sehingga komposisinya menduduki posisi kedua setelah penduduk asli. Mereka

hidup dari pertanian dan sebagian kecil mengusahakan ternak dan kerajinan dan

bermukim di lokasi transmigrasi seperti di Desa Lantari, Desa Lomba Kasih dan

Desa Aneka Marga.

Sedangkan Suku Bugis-Makassar merupakan pendatang di tanah

Moronene sejak awal abad ke-20 dan mereka bermukim di sekitar pantai,

umumnya bekerja sebagai nelayan, petani, berdagang. Mereka bermukim di Desa

Hukaea, Desa Lantawua. Sedangkan Suku lain berasal dari berbagai daerah di

Indonesia yang berprofesi sebagai PNS, TNIIPolri, dan petani.

- Komposisi Penduduk Menurut Agama

Penduduk Kecamatan Rarowatu sebagian besar beragama Islam sedangkan

sisanya beragama Kristen, Hindu dan Budha. Penganut agama di Kecamatan

Rarowatu berjalan harmonis dan saling toleransi. Untuk jelasnya komposisi

penduduk menurut agama dapat dilihat pada Tabel 1 1.

Tabe! 11 : Keadaan Penduduk Kecamatan Rarowatu Menurut Agama

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

No

1

2

3

4

Jumlah

10.530

5 13

967

19

12.029

Agama

Islam

Kristen

Hindu

Budha

O h

87,54

4,26

8,04

0,16

100 Jumlah

Page 18: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4 7

Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk

Rarowatu (87,54%) dan masyarakat Moronene pada umumnya sebab sejak turun

temurun penduduk di daerah ini sudah lama mengenal Agama Islam baik karena

intensifnya da'wah maupun interaksi yang cukup lama dengan Suku Bugis-

Makassar yang berdiam di Kecamatan Rarowatu dan sekitarnya. Agama Kristen

umumnya dianut oleh penduduk asli Moronene. Agama Hindu dianut oleh

masyarakat dari Suku Bali dan Agania Budha dianut oleh masyarakat yang berasal

dari Suku Jawa.

B. Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana sangat menentukan keberhasilan suatu

wilayah dalam pembangunan termasuk di dalamnya peningkatan kualitas

kehidupan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya.

Penyajian kondisi sarana dan prasarana ditekankan pada aspek yang

berhubungan dengan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, seperti lembaga

ekonomi pertanian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan pariwisata yang

berada di wilayah Kecamatan Rarowatu.

- Sosial Ekonomi Pertanian

Kondisi kelembagaan ekonomi yang berada di Kecamatan Rarowatu

masih dalam kategori kurang baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga

perlu ada perhatian dan dukungan pemerintah serta partisipasi sektor swasta.

Berikut ini disajikan kondisi kelembagaan ekonomi di wilayah Rarowatu

sebagaimana tercantum dalam Tabel 12.

Page 19: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Tabel 12: Banyaknya Lembaga Ekonomi Pertanian di Kecamatan Rarowatu

Jumlah

Bengkel

1 5 1 Koperasi tani 1 1 Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Tabel 12 menunjukan jumlah kelembagaan sosial ekonomi pertanian yang

paling banyak adalah koperasi tani sementara lainnya relatif kecil. Ini menunjukan

tingkat perekonomian masyarakat lnasih rendah apalagi pasarnya adalah pasar

tradisional yang dilakukan dua kali dalam seminggu. Di pasar dilakukan transaksi

jual beli, dimana petani memasarkan hasil kebunnya dan membeli kebutuhan

hidup seperti gula, garam, minyak tanah, rokok, pakaian dan ikan kering.

- Pendidikan

Kemajuan pendidikan di Kecamatan Rarowatu dapat dilihat dari sarana

dan prasarana pendidikan tercermin dari kondisi murid dan guru serta sarana

pendidikan seperti gedung sekolah, tenaga pengajar dan siswa yang dapat dilihat

pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13: Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid di Kecamatan Rarowatu

No 1

2

3

4

Sumber : Kantor Cangat Rarowatu, (2002)

Jenis Sekolah TK

SD

SLTP

SLTA

Jumlah Sekolah

1

13

2

1

Guru ( G )

2

77

18

5

Murid (M)

47

2095

679

5 4

Rasio G/M

1 : 23,5

1 : 27,2

1 : 37,7

1 : 10,s

Page 20: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Dari Tabel 13 terlihat bahwa jumlah sekolah cukup sedikit kalau

dibandingkan dengan jumlah usia sekolah. Rasio murid dan guru pada sekolah

lanjutan pertama belum memadai, karena masih banyak guru dari luar daerah

enggan untuk ditempatkan di daerah terpencil. Sedikitnya murid dan jumlah

sekolah karena kesadaran masyarakat dan kemampuan ekonomi yang rendah.

Setelah menamatkan di SLTP mereka memilih untuk kawin bagi wanita dan

bekerja di kebun untuk laki-laki untuk membantu ekonomi keluarga. Demikian

pula dengan letak sarana pendidikan yang cukup jauh sehingga tidak ada kelnauan

untuk bersekolah. Kalau ingin sekolah harus pergi di daerah lain.

- Transportasi

Dari segi transportasi, kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat Rarowatu

adalah kendaraan roda dua, roda empat dan sepeda. Untuk jelasnya kondisi

transportasi di Kecamatan Rarowatu dapat lihat pada Tabel 14.

Tabel 14: Banyaknya Transportasi di Kecamatan Rarowatu

I No. I Jenis transportasi I Jumlah I 1 m a t :1 Sepeda 356

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Dari Tabel 14 menunjukan bahwa kendaraan terbanyak adalah jenis

sepeda yang umumnya dimiliki oleh transmigrasi dari Jawa dan Bali. Kendaraan

bermotor roda dua ada 81 unit yang terdiri dari kendaraan dinas dan milik

masyarakat. Roda empat meliputi pick up, minibus dan truk, umumnya dimiliki

oleh masyarakat dari Suku Bugis dan Suku Bali. Kendaraan yang masuk ke

Kecamatan Rarowatu berasal dari kecamatan disekitarnya.

Page 21: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

- Kesehatan

Dari segi kesehatan jumlah sarana dan prasarana kesehatan masih

tergolong sedikit baik tenaga kesehatan, maupun fasilitas kesehatan. Sehingga

untuk memenuhi pelayanan, tenaga kesehatan umumnya direkrut dari masyarakat

yang dilatih seperti dukun bayi maupun kader kesehatan lainnya. Untuk lebih

jelasnya kondisi sarana dan prasarana kesehatan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 : Banyaknya Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Rarowatu

Dari Tabel 15 terlihat bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

berjumlah 1 buah, sehingga pelayanan tiap desa dilakukan dengan mengaktifkan

puskesmas pembantu. Keterhatasan fasilitas kesehatan ini mengakibatkan

pelayanan kesehatan menjadi berkurang sehingga untuk menjangkau masyarakat

di desa terpencil menjadi terbatas. Dokter umum 1 orang dan tenaga kesehatan

lainnya dirasakan cukup memadai dengan meningkatkan jumlah kader kesehatan

baik untuk pelayanan di Posyandu dan kesehatan lingkungan melalui pelatihan

dan penyuluhan kesehatan. Penyakit yang diderita masyarakat Rarowatu

umumnya adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), alergi kulit, penyakit

otot dan jaringan pengikat, malaria klinis, bronkhitis, gastritis, diare, asma dan

hipertensi.

No

1 2 3 4 5 6 7 8

Tenaga Kesehatan

Dokter umum Perawat Bidan Dukun terlatih Sanitarian Pembantu ahli gizi Kader kesehatan Administrasi

Sumber : Kantor Carnat Rarowatu, (2002)

Jumlah

1 5

30

1 4 2

Jumlah

1 5 7 16 1 1

112 1

No

1 2 3 4 5 6 7

Fasilitas Kesehatan

Puskesmas Puskesmas pembantu Posyandu Toko obat Pos obat Polindes Klinik KB

Page 22: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

5 1

Masalah yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan adalah letak geografis

yang terpencar seperti Desa Rau-Rau dan Desa Wumbubangka, tingkat

pengetahuan masyarakat dan kondisi ekonomi yang miskin sehingga mereka

umumnya mendatangi dukun atau mencari obat-obatan tradisional.

- Keagamaan

Sarana keagamaan adalah Mesjid, Gereja dan Pura. Gambaran mengenai

sarana peribadatan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut :

Tabel 16: Banyaknya Sarana Peribadatan di Kecamatan Rarowatu

Tabel 16 menggambarkan bahwa 75% dari seluruh tempat ibadah di

Kecamatan Rarowatu adalah Mesjid. Hal ini sangat lumrah mengingat penduduk

terbesar kecamatan ini adalah beragama Islam. Kemudian Pura berjumlah 7 buah

yang dimiliki oleh suku Bali yang umumnya beragama Hindu dan Gereja tiga

buah. Meskipun ada Agama Budha namun Wihara tidak ada karena jumlah

penganutnya sangat sedikit.

No.

1 2 3 4

- Obyek Wisata

Potensi pariwisata andalan di Kecamatan Rarowatu adalan Taman

Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) yang sebagian wilayahnya ada di

kecamatan ini. Luas TNRAW ini adalah 106.703 Ha yang memiliki sahva langka

(anoa, rusa,haya) dan puspa langka (anggrek serat puspa). Selain itu terdapat

Taman Buru Mata Osu di Desa Rau-Rau serta potensi wisata di wilayah pantai.

Sumber : Kantor Camat Rarowatu, (2002)

Tempat ibadah

MesjidMushollah Gereja Pura Wihara

Jumlah

30 3 7 -

Page 23: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

4.4.3. Ekonomi

Kondisi ekono~ni masyarakat umumnya tergolong miskin dengan

pendapatan rata-rata perbulan 250.0U0,- (lihat Tabel 24). Mata pencahariaan

utama adalah pertanian karena masyarakat Rarowatu memandang bahwa sistem

pertanian adalah bagian dari sistem kehidupan (way of life) (lihat Tabel 9).

Sehingga daiam pertumbuhan ekonominya didasarkan pada kondisi

perkembangan sektor pertanian.

A. Produksi Pertanian Utama

Pertumbuhan ekonomi Kecamatan Rarowatu tahun 2001 tercatat 20%

yang merupakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada saat krisis karena

hampir semua komoditas pertanian utama adalah produk ekspor seperti hasil

perkebunan dan perikanan. Komoditas pertanian utama dilihat pada Tabel 1 7.

Tabel 17: Komoditas Utama Menurut Sub Sektor

Komoditas menurut Sub sektor

1. Tanaman pangan -Padi sawah -Jagung -Ubi kayu -Kacang tanah

2. Perkebunan -Jambu mete -Kopi -Kelapa -Kakao

3. Peternakan -Sapi -Kambing -Ayam buras -1tik

4. Perikanan (tambak) -Udang -Bandeng

$umber : PPL Kecamatan Rarowatu, (2002)

Luas (Ha)

2960 100 69 5

880 119 136 3 76

Luas panen (Ha, ekor)

2760 100 69 5

418 100 130 160

6076 500

5 1.485 2500

626 262

Produksi (ton, ekor)

8556 160 966 7,5

167 I5 80 80

1805 110

23.160 420

200 19 1

Produktifitas (tonlha, kgle kor)

3,l 1,6 14,O 1,5

0,4 0,15 0,5 0 3

105 2 5

0,75 1

0,32 0,72

Page 24: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

53

Luas tanaman pangan dari luas panen relatif sama, berarti bahwa hasil

pertanian pada umumnya dalam kondisi yang cukup baik. Produktifitas masih

cukup rendah karena ditangani secara tradisional padahal ada peluang untuk

ditingkatkan. Tanaman perkebunan menunjukan penurunan luas panen

dibandingkan luas lahan yang diusahakan dan produktifitasnya masih rendah

karena serangan hamalpenyakit seperti babi, walang sangit, busuk akar dan

kerusakan buah dan bij i.

Sub sektor peternakan dan perikanan masih diusahakan secara sambilan

sehingga produktifitasnya masih rendah. Padahal prospek peternakan cukup tinggi

mengingat luas lahan kering masih luas (21.061 Ha). Sektor perikanan dikelola

secara tradisional sehingga produktifitasnya rendah yaitu udang (320 kg/Ha) dan

ikan bandeng (720 kg/Ha). Sub sektor perikanan tambak tidak dapat ditingkatkan

luas Lahan karena keterbatasan lahan tambak. Kalau akan ditingkatkan, maka akan

merusak populasi mangrove yang ada karena dari luas pantai 2.913 Ha hanya

tinggal 500 Ha adalah hutan mangrove.

B. Pola Kepemilikan Lahan

Dari wawancara dengan dan Kepala Desa dan tokoh masyarakatladat

terungkap bahwa pola kepemilikan lahan di Kecamatan Rarowatu awalnya

bersumber dari warisan atau membeli, sehingga suku lokal semuanya memiliki

lahan untuk perurnahan maupun untuk pertanian. Kepemilikan lahan mulanya

adalah tanah negara dan hak ulayat, kemudian dialihkan menjadi ha1 milik.

Pendatang seperti Bugis-Makassar, pemilikan lahan bersumber dari

membeli dari penduduk lokal. Suku Bali dan Suku Jawa memiliki lahan karena

pembagian melalui program transmigrasi di Desa Lantari, Desa Aneka Marga dan

Page 25: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

5 4

Desa Lomba Kasih dengan luas lahan rata-rata 2 Ha tiap KK. Sehingga suku lokal

inaupun pendatang sama memiliki lahan sendiri yang diperuntukan untuk kegiatan

pertanian sawah, tambak, kebun maupun ladang.

Pola bagi hasil yang terjadi bilamana seseorang mengerjakan atau

menggarap lahan orang lain, lnaka berlaku ketentuan adat melalui perjanjian yang

disepakati bahwa : (1) pihak penggarap akan rnemperoleh bagian dari hasil

sebesar 113, jika pemilik lahan yang menyediakan biaya pengolahan tanah,

penyediaan bibit, sarana produksi lainnya; (2) pihak penggarap akan menerima

bagian dari hasil sebesar 213, jika penggarap sendiri yang rnenyediakan biaya

pengolahan lahan, penyediaan bibit dan sarana produksi lainnya. Pola bagi hasil

ini berlaku secara umum pada semua kegiatan pertanian di Kecainatan Rarowatu.

Dari pengamatan lapangan dan wawancara dengan masyarakat terungkap

umumnya pola kepemilihan lahan di sekitar pantai umumnya dikuasai oleh

pendatang (Suku Bugis-Makassar) terutama yang berada dijalan poros yang

digunakan untuk kegiatan perdagangan dan perikanan (tambak). Penduduk asli

umumnya bermukim dan berusaha di daerah pegunungan. Suku Jawa-Bali

bermukim di lokasi transmigrasi.

Rata-rata luas lahan garapan petani dan keluarganya di Kecamatan

Rarowatu adalah 1,4 Ha dan status pemilikan lahan adalah sebagai pemilik dan

sebagian sewa gadai (sakap), sementara sebagai buruh tani hanya sebagian kecil.

Sehingga dilihat dari jumlah rumah tangga petani (2230 KK) dan potensi lahan

pertanian (25.159 Ha) adalah 1 berbanding 1 1,3, maka Kecamatan Rarowatu

masih sangat kekurangan tenaga kerja di bidang pertanian (Tabel 5 dan Tabel 9).

Page 26: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

55

C. Pola Usaha Tani

Pola usaha tani masyarakat Rarowatu umumnya berusaha di lahan basah,

mengusahakan tanaman padi dan atau kemudian diberokan. Sementara di lahan

kering petani mengusahakan ternak, tanaman perkebunan (kopi, kakao, kelapa dan

jambu mete), mengusahakan sayur-sayuran, kacang-kacangan dan ubi. Di pantai

yang ditumbuhi hutan mangrove mengusahakan ikan bandeng dan udang.

Jelasnya lihat pada Tabel 18.

Tabel 18: Pola Usaha Tani di Kecamatan Rarowatu

Pola Usaha Tani

Lahan Basah Tanam I : padi + padi Tanam 11: padi + palawija Tanam 111: padi + bero Ternak Sapi Kambing Ayam buras Lahan kering Tanam I: jagung + padi gogo Tanam 11: kacang tanah Tanam 11: Ubi kayu Sayuran Tambak u d a n ~ & bandeng Perkebunan Kelapa + kakao Jambu mete Kopi

Areallpopulasi (Ha, ekor)

Petani yang Mengusahakan

--

Sumber : PPL Kecamatan Rarowatu, (2002)

Dari Tabel 18 terlihat petani yang mengusahakan tanam padi dan bero

lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam dua kali setahun Hal ini terjadi

karena disamping pengelolaan lahan yang tradisional juga teknologi rendah dan

sumber air yang lnasih mengandalkan irigasi desa yang sederhana. Disamping

sebagai petani tanaman pangan, penduduk Rarowatu juga ada yang mengusahakan

Page 27: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

56

ternak dan tanaman perkebunan, dan yang mengusakan tambak umumnya

berprofesi sebagai nelayan yang mencari ikan di laut.

Pada lahan kering petani disamping mengusahakan ternak juga menanam

tanaman perkebunan seperti kakao yang dipadukan dengan tanaman kelapa,

jalnbu mete dan kopi. Perpaduan kelapa dan kakao dimaksudkan untuk efisiensi

penggunaan lahan, disamping itu tanaman kelapa dapat dijadikan sebagai tanaman

naungan. Banyak petani yang mengusahakan tanaman perkebunan karena

mempunyai harga yang cukup tinggi dipasaran lokal terutama kakao dan jambu

mete mempunyai harga rata-rata Rp. 5.000,- per kilogram, sementara di pasar

ekspor harga tanaman perkebunan lebih tinggi lagi. Dari pola usaha tani terlihat

bahwa komoditas yang diusahakan petani adalah komoditas pertanian yang

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

D. Tingkat Penerapan Teknologi

Tingkat penerapan teknologi pada petani di Kecamatan Rarowatu

umumnya rata-rata diatas 50 persen untuk tanaman yang menjadi komoditas

primadona seperti pada tanaman padi dan tanaman kakao dan jambu mete,

sementara pada peternakan dan perikanan penerapan teknologinya masih rendah.

Rendahnya penerapan teknologi tersebut mulai dari pemilihan bibitlbenih,

pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan, pemupukan

sampai dengan pasca panen. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pada

petani dapat dilihat pada Tabel 19.

Page 28: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

Tabel 19: Tingkat Penerapan Teknologi Pada Petani di Kecamatan Rarowatu

No

1

2

3

4

5

Dari Tabel 19 nampak bahwa penerapan teknologi yang paling tinggi

hanya pada kegiatan pemupukan (80%), sementara yang paling rendah kisarannya

adalah pada pemilihan bibit dan benih (30%). Namun secara umum penerapan

teknologi masih mempunyai fluktuasi yang cukup besar sehingga sangat

mempengaruhi produktifitas hasil pertanian. Rendahnya tingkat penerapan

teknologi yang menyebabkan adanya fluktuasi produksi disebabkan oleh kondisi

ekonomi masyarakat (petani) umumnya miskin dan tingkat pengetahuan yang

masih rendah serta keterampilan berusaha tani yang tidak merata. Penerapan

teknologi yang rendah umumnya dilakukan oleh petani lokal (suku asli),

sementara pendatang umumnya sudah lebih maju terutama dalam penerapan

teknologi dan keterampilan berusaha tani.

Rata-rata penerapan teknologi masih terbilang rendah karena sebagian

petani masih ada yang mengusahakan pertaniannya secara tradisional sementara

petani lain sudah mengadopsi teknologi walaupun belum memadai.

Rata-rata

Kegiatan Pertanian

Pembibitanlpembenihan

Pengolahan lahan

Pemupukan

Pengendalian hamdpenyakit

Pasca panen

55

Tingkat Penerapan (%)

30-75

50-75

60-80

40-60

50-75

Sumber: PPL Kecamatan Rarowatu, (2002)

Page 29: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

E. Karateristik Kelompok Tani

Karateristik kelompok tani menunjukan dinamika kehidupan pertanian dan

tingkat penyerapan dan penerapan teknologi yang diberikan oleh penyuluh. Untuk

mengetahui dinalnika dan tingkat inovasi teknologi pada masyarakat Rarowatu

terlihat pada karateristik kelompok tani pada Tabel 20.

Tabel 20: Karateristik Kelornpok Tani di Kecanlatan Rarowatu

No. 1 Desal

Dari Tabel 20 nampak kelompok tani terbesar adalah kelas lanjut (49

kelompok) yang berarti bahwa kelolnpok ini sudah rnenerapkan teknologi yang

disalnpaikan oleh penyuluh namun masih tetap dalam pengawasan dan

bimbingan. Kelnudian kelas pelnula sebanyak 31 kelornpok berarti bahwa

kelompok ini penerapan teknologi baru dalam tahap sosialisasi dan perkenalaii

yang sampaikan ole11 penyuluh. Kelas Madya sebanyak sembilan kelompok yang

berarti bahwa baru sembilan kelompok tani yang benar-benar telah menyerap dan

rnenerapkan teknologi walaupun tetap dalanl bimbingan penyuluh pel-tanian

Kelas Kelompok Tani I Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kelurahan

Taubonto Rau-Rau Pangkuri Lakomea Rarowatu Ladumpi Lantawua Hukaea Wumbubangka Aneka Marga Lomba Kasih Lantari

Jumlall

Pemula

1 2

6

3 2 2 2 3 6 4

Sumber : PPL Kecanlatan Raro~vatu, (2002)

31

Lanjut

4 - 4 - 5 -

9 2 8 7 10

49

Madya

- -

- -

- -

4 3 2

Utama

- -

-

-

-

-

9 -

Page 30: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

59

lapangan (PPL). Kelas Madya semuanya berada pada masyarakat desa dari Suku

Jawa dan Suku Bali yang merupakan transmigrasi dan umumnya suku ini sudah

lama mengenal sistem pertanian modern.

Desa-desa transmigrasi merupakan desa yang paling banyak memiliki

kelompok tani. Desa ini umumnya merupakan desa yang secara sosial ekonomi

relatif maju dibanding daerah yang kelompok taninya sedikit. Sejalan dengan

pernyataan PPL Kecamatan Rarowatu (Isnain, BSc), bahwa pada desa yang telah

maju perekonomian melalui pertanian akan ditandai dengan banyaknya kelompok

tani terutarna yang berada pada kelas yang levelnya lebih tinggi. Desa banyak

kelompok tani dan maju pertanian adalah desa transmigrasi seperti Desa Lomba

Kasih, Desa Lantari dan Desa Aneka Marga. Sedangkan yang pertanian masih

tradisional dan tingkat sosial ekonomi relatif rendah adalah Desa Rau-Rau dan

Desa Lantowua. Sedangkan desa yang tingkat kemajuan pertaniannya agak maju

adalah Desa Hukaea, Kelurahan Taubonto, Desa Rarowatu dan Desa Lakomea.

Jadi pada daerah yang dihuni oleh pendatang umumnya mempunyai pertanian

yang lebih maju dibandingkan dengan masyarakat asli.

F. Prospek dan Segmen Pasar Produk Pertanian

Prospek pasar komoditas pertanian di Kecamatan Rarowatu yang berasal

dari tanaman pangan adalah padi sawah. Dari tanaman perkebunan didominasi

kakao, kelapa dan jambu mete, dari peternakan umumnya adalah ternak sapi, dari

perikanan adalah udang dan bandeng.

Tanaman padi merupakan tanaman yang dominan diusahakan oleh Suku

Moronene maupun oleh pendatang karena mereka memang mempunyai keahlian

Page 31: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

60

dalam sistem pertanian lahan basah. Luas lahan yang diusahakan untuk kegiatan

pertanian, padi sawah adalah yang terluas. Tanaman umbi-umbian pada lahan

kering diusahakan untuk kebutuhan konsumsi dan selebihnya untuk dijual. Kakao

dan jambu mete merupakan tanaman perkebunan dominan karena disamping

cocok dengan kondisi tanah dan iklim, juga merupakan tanaman yang mempunyai

peluang pasar cukup baik. Demikian pula dengan ternak sapi dan perikanan

mempunyai prospek pasar.

Segmen pasar pada tanaman pangan lebih diutamakan untuk kebutuhan

lokal sedangakan tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan diutamakan

memenuhi permintaan antar pulau maupun untuk kebutuhan ekspor melalui

perusahaan di ibukota kabupaten dan ibukota propinsi.

4.4.4. Budaya

Kelembagaan dalam sistem pertanian Suku Moronene tidak dapat

dilepaskan dalarn kelembagaan adat yang ada sejak turun temurun. Walaupun

dalam berapa daerah sudah tidak efektif namun marsih ada daerah atau kampung

(Tobu) yang masih konsisten menggunakan kelembagaan adat dalam sistem

kemasyarakatan yang berdampingan dengan sistem pemerintahan.

Sistem adat masih berpedoman pada struktur dan pemerintahan Tobu yang

pernah ada. Walaupun masih terkesan feodalisme karena keputusan dari atas,

narnun pengambil keputusan adalah orang yang teruji kepernirnpinan dan

kemampuan, sehingga masyarakat masih mematuhi mekanisme yang lahir dari

pemimpin mereka. Dalam kesehariaan, peranan lembaga adat masih diakui

oleh masyarakat Moronene dan prakteknya masih dilakukan dibeberapa Tobu

Page 32: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

6 1

seperti di Hukaea Laea. Untuk memahami kelembagaan adat Suku Moronene di

dapat dilihat pada struktur lembaga adat pada Gambar 2.

Garis Struktural .................... Garis Koordinasi

................ . .......

Gambar 2: Struktur Lembaga Adat Suku Moronene

MOKOLEI PUU TOBU

, . . . . . . . . , . , . . . . . . . . . . . . . . . . BONTOI

WAKILI MOKOLEI PUU TOBU

TOLEA

JURU TULISI

- KAMOTUANO KARlPO

L

Kapala

INALAHI

Kapala

- TOTONGANO LOMBO

1 Serea

L TOTONGANO

KADADI

Ra'yati (rakyat)

Serea Serea Serea

Page 33: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

62

Secara garis besar, struktur pelnerintahan adat Suku Moronene terbagi

dalam beberapa bidang yang masing-masing bidang mempunyai tanggung jawab

secara otonom atas bidangnya masing-masing. Bidang tersebut adalah :

- Mokole/Puu tobu bertugas membantu Apua (penasehat), menentukan Apua

(dewan kerajaan), mengatur dan menetukan wilayah kekuasaan tapal batas.

- Wakili Mokole/Puu Tobu bertugas mewakili tugas-tugas Mokole/Puu Tobu

apabila berhalangan atau mendapat tugas khusus.

- Bonto adalah dewan penvakilan yang bertugas memberi nasehat, mengatur

penyelesaian atas semua persoalan yang tidak selesai serta memutuskan denda

- Limbo bertugas mematuhi dan menjalankan perintah Mokole dan Apua dengan

sungguh-sungguh sebagai panglima perang (Tamalaki).

- Adati Pabitara sebagai juru damai dan mendamaikan segala perselisihan di

masyarakat baik perdata maupun pidana

- Tolea, mengatur soal hukum adat perkawinan, mempersiapkan bahan, alat dan

memirnpin upacara perkawinan dan ritual upacara adat.

- Totongano Lombo, bertanggungjawab menangani urusan kehutanan dan

lingkungan, mengatur pembagian dan penentuan lahan yang akan dijadikan

areal pertanian dan menentukan luas areal lahan setiap warga.

- Totongano Inalahi, bertugas menentukan jumlah dan jenis hasil hutan yang

dapat diambil, menjaga kelestarian air dan mengawasi pengelolaan hutan.

- Kalnotuano Kainpo bertugas rnernberi pengayoman dan ketertiban dalam

Kampung serta tempat bertanya oleh masyarakat berbagai masalah.

- Totongano Kadadi bertanggung jawab menangani urusan yang berhubungan

dengan satwa atau hewan yang boleh diburu dan perlindungannya.

Page 34: IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4... · Tompobatu adalah Gunung Wumbubangka (605 m), Gunung Taubonto (53 1 m), dan Gunung Watuinohai (532 m) serta Gunung Medoke (1010 in) diperbatasan

63

- Kapala, adalah kepala kampung untuk menyampaikan dan menyebarluaskan

di wilayahnya sehubungan dengan kebijakan Mokole dalam pengelolaan

sumberdaya daya alam dan lingkungan serta pemerintahan adat

- Serea, bertugas menyampaikan perintah kepala kampung kepada masyarakat

dari rumah-kerumah atau RT sekarang ini.

- Juru tulisi bertugas sebagai sekretaris untuk Inencatat segala ha1 yang

berkaitan dengan tugas bidang-bidang otonomi.

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi lembaga adat, masyarakat Moronene

mempercayakannya pada turunan Raja (Mokole) untuk mengendalikan sistem adat

dalam melindungi segenap warga baik Suku Moronene maupun warga lain yang

bermukim di tanah Moronene. Untuk mengingkat persaudaraan antara warga asli

dan pendatang dilakukan suatu mekanisme adat yang bernama Tanduale yaitu

sumpah atau perjanjian persahabatan untuk saling membantu dan melindungi

dalam situasi apapun. Praktek Tanduale ini sampai saat ini masih dipegang teguh

oleh Suku Moronene dengan Suku Bugis.