ITS-paper-31581-2209100023-Paper
-
Upload
iqbal-saeful -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of ITS-paper-31581-2209100023-Paper
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Abstrak Media hiburan dan periklanan saat ini mulai
berkembang ke arah yang lebih inovatif dan menawan melalui
teknologi Projection Mapping, yang memungkinkan proyektor
untuk memproyeksikan gambar pada bidang non-planar di sisi-
sisi bidang tanpa terlihat terdistorsi. Teknologi ini membutuhkan
model dimensi tiga dari media proyeksi. Penelitian ini
melakukan otomasi dalam proses permodelan dimensi tiga
dengan menggunakan kamera kinect sebagai salah satu
perangkat yang mampu memindai depth dari suatu objek,
sampai didapatkan model dimensi tiga dari objek yang di pindai.
Kemudian dilakukan pengujian dari model dimensi tiga yang
digunakan dalam projection mapping. Data tersebut kemudian
difilter dengan Bilateral Filtering dan disatukan dengan
menggunakan metode Iterative Closest Point (ICP). Hasil yang
diperoleh dari penilitian ini adalah untuk memberikan solusi
dalam permodelan dimensi tiga untuk Projection Mapping dalam
waktu + 35 menit dibandingkan dengan cara manual yang
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam. Tingkat keberhasilan
proyeksi rata-rata berdasarkan survei terhadap penonton
sebesar 79.25%.
Kata KunciIterative Closest Point, Kinect, Projection
Mapping, dan Rekonstruksi 3D.
I. PENDAHULUAN
ROJECTION Mapping saat ini adalah sebuah teknik yang
dapat menjadikan segala bentuk permukaan menjadi
sebuah media tampilan video yang dinamis. Teknik ini dapat
digunakan sebagai sarana hiburan, maupun sarana periklanan,
bergantung dari konten video yang ditampilkan [1]. Untuk
menggunakan teknik ini, tentu dibutuhkan suatu metode untuk
permodelan tiga dimensi dari bidang yang akan diproyeksikan
yang cepat dan akurat agar gambar dan bidang proyeksi
menyatu dengan sempurna. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
metode untuk merubah bentuk model tiga dimensi bidang
nyata kedalam bentuk digital.
Pembuatan model dimensi tiga untuk projection mapping
dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak Computer Aided Design (CAD). Namun
untuk melakukan hal ini tentu saja diperlukan ketelitian dan
mata yang lihai dari seorang perancang agar model dimensi
tiga yang dihasilkan sesuai dengan bidang proyeksi.
Untuk membantu tugas ini, ada beberapa perangkat yang
dapat digunakan untuk membantu membuat model dimensi
tiga secara otomatis dan cepat. Namun perangkat yang tersedia
biasanya memiliki harga yang mahal, sulit diperoleh, dan
metode penggunaan yang tidak praktis.
Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasikan
penggunaan perangkat Kinect yang merupakan perangkat
dengan kamera RGB-D (Depth) untuk melakukan pembuatan
model dimensi tiga. Fokus dari penelitian ini adalah untuk
menciptakan suatu solusi untuk membuat model dimensi tiga
dengan cepat dengan hasil yang mampu digunakan dalam
projection mapping.
II. DESAIN SISTEM DAN IMPLEMENTASI
Gambar 1 adalah alur desain program yang digunakan
untuk melakukan rekonstruksi dimensi tiga dengan otomatis.
Berdasarkan rujukan [2], proses yang dilakukan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu dalam tahap pengolahan data
kedalaman dan tahap pengolahan point cloud.
Projection Mapping Pada Bidang Non Planar
Sebagai Media Proyeksi Dengan Model
Dimensi Tiga Dari Perangkat Kinect Dengan
Metode Iterative Closest Point Farandi Kusumo, Surya Sumpeno, dan Christyowidiasmoro
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]. [email protected], [email protected]
P
Gambar 1 Design program rekonstruksi dimensi tiga.
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
Gambar 2 Proses pengolahan data point cloud dengan menggunakan
metode Iterative Closest Point.
Gambar 3 Alur proses pengolahan depth map sampai berubah
menjadi point cloud.
A. Pengolahan Data Kedalaman
Tahap yang ditunjukan pada Gambar 3 dilakukan untuk
mengolah data mentah yang diperoleh dari perangkat kinect
agar dapat digunakan untuk proses rekonstruksi. Proses
rekonstruksi membutuhkan point cloud dari kinect. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut mengenai proses yang
dilakukan.
1) Pengambilan data kedalaman dari kinect
Data mentah yang diperoleh dari kinect sebetulnya adalah
data kedalaman (depth map). Data kedalaman adalah data
matriks dari wilayah pindai yang berisi jarak kedalaman dari
objek dengan perangkat pindai untuk tiap piksel dalam satuan
sesuai perangkat pindai.
2) Melakukan filter pada data kedalaman
Data kedalaman yang diperoleh dari kinect masih
merupakan data yang memiliki banyak error. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan kinect dalam memproses data
kedalaman. Sehingga data kedalaman yang diperoleh perlu
dilakukan filter. Filter yang digunakan dalam proses ini adalah
Bilateral Filter.
Bilateral Filter mampu melakukan smoothing dengan
memproses tiap piksel dari data kedalaman dan menghitung
ulang nilainya berdasarkan dari nilai dari piksel disekitarnya
[3]. Dengan demikian, error dari data kedalaman yang dimiliki
dapat berkurang.
3) Menghitung Point Normal
Setelah mendapatkan data kedalaman yang telah terfilter,
tahap selanjutnya adalah memperhitungkan arah normal dari
tiap point yang ada pada data kedalaman. Tujuan dari
perhitungan point normal ini adalah untuk mengetahui arah
orientasi normal dari sebuah piksel terhadap piksel-piksel lain
yang ada disekelilingnya. Arah ini kemudian akan disimpan
dalam tiap piksel tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa langkah filtering yang dilakukan
sebelumnya sangat berpengaruh dalam perhitungan arah
normal. Noise yang dimiliki pada data kedalaman berdampak
besar karena arah normal dihitung dengan melihat piksel
sekitar, tidak hanya piksel itu sendiri.
4) Konversi ke Point Cloud
Data kedalaman yang didapatkan dari kinect sebenarnya
hanyalah data matriks dua dimensi. Matriks ini tidak dapat
digunakan begitu saja. Perlu ada pemrosesan data matriks dua
dimensi ini menjadi data point cloud. Untuk itu digunakan
metode triangulasi untuk menghitung koordinat pada tiap
piksel pada data kedalaman. Hal ini dikarenakan proses yang
akan dilakukan setelahnya membutuhkan properti data tiga
dimensi seperti posisi pada koordinat x, y, dan z.
B. Pengolahan Point Cloud
Proses pengolahan data point cloud pada penelitian ini
menggunakan metode Iterative Closest Point (ICP). Metode
ini memiliki fungsi untuk menggabungkan dua data set point
cloud agar berkorespondensi dengan baik.
Alignment dengan Iterative Closest Point (ICP)
Setelah melalui tahap dalam pemrosesan data kedalaman,
memori seharusnya sudah menyimpan minimal 2 frame data
point cloud. Kedua data point cloud tersebut harus memiliki
perbedaan yang tidak terlalu jauh. Jika perbedaan antara kedua
frame sangat jauh maka tahap ini akan gagal dan proses harus
diulangi dari awal. Hal ini disebabkan karena algoritma ICP
menggunakan metode penghitungan jarak terdekat antara
kedua titik untuk mencari korespondensi. Perbedaan yang jauh
akan membuat algoritma ini gagal mencari korespondensi
karena kesalahan estimasi yang akhirnya menghasilkan error
yang sangat besar.
Selain kedua point cloud harus memiliki perbedaan yang
minim, untuk meningkatkan akurasi dari ICP juga dibutuhkan
arah normal dari tiap point cloud. Oleh karena itu pada
langkah pemrosesan data kedalaman, penghitungan point
normal dibutuhkan. Arah normal dapat meningkatkan hasil
dikarenakan arah normal memberikan satu properti baru untuk
sebuah point cloud yang menunjukan orientasinya terhadap
sekelilingnya.
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3
( ) * + ( ) (1)
ICP mendapatkan titik-titik korespondensi dengan
menggunakan persamaan (1). Dengan adalah jarak antar titik dengan Euclidian distance, adalah titik dari point cloud yang diproses, dan adalah data set dari target [4].
Pada Gambar 4 ditunjukan langkah-langkah yang dilakukan
dalam melakukan ICP. Dimulai dari pembagian wilayah
spasial dengan k-d tree sampai ditemukan semua titik
korespondensi. Keluaran dari proses ICP ini adalah matriks
transformasi berukuran 4x4 [4].
C. Projection Mapping
Gambar 5 menunjukan bagaimana proses yang dilakukan
agar implementasi pada proyektor dapat dilakukan. Untuk
melakukan implementasi tentu saja kita membutuhkan materi-
materi dari hasil yang sudah kita dapatkan dari tahap-tahap
sebelumnya, yaitu gambar dan file 3D mesh. Gambar yang
digunakan merupakan bentuk geometri primitif (kotak,
lingkaran, segilima). Tujuannya adalah untuk melihat
keakuratan proyeksi dengan lebih mudah. File 3D mesh yang
digunakan adalah hasil pindai dari program rekonstruksi yang
telah dirancang.
Posisi proyektor dan posisi penonton diinisialisasikan pada
tiap pengujian. Dengan demikian dapat dihasilkan bentuk
distorsi perspektif dari gambar yang akan diproyeksikan
melalui renderer.
III. HASIL PENGUJIAN
Pengujian dilakukan untuk melihat seberapa handal sistem
yang dirancang dalam membentuk model dimensi tiga dalam
melakukan projection mapping dan membandingkan waktu
yang dibutuhkan jika melakukan projection mapping secara
manual [1] serta menghitung tingkat keberhasilan. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan tiga jenis objek proyeksi
dengan bentuk bidang yang berbeda-beda.
Tabel 1 Spesifikasi komputer
Komponen Spesifikasi
Sistem Operasi Windows 7 Ultimate 64-bit
Processor Intel Core i5 CPU @2.4 GHz
(2CPUs)
Memory 8192MB RAM
Versi DirectX DirectX 11
Versi DxDiag 6.01.7601.17514 64-bit Unicode
Display Adapter Name NVIDIA GeForce GT 330M
Total Display Memory 256MB
Tabel 2 Spesifikasi proyektor
Komponen Spesifikasi
Merk / Jenis Optoma ES520
Brightness 2600 ANSI
Contrast 2500:1
Throw Distance (meter) 1.6 -10
Native Display (piksel) 800 x 600
Spesifikasi komputer dan proyektor ditampilkan pada Tabel
1 dan Tabel 2 sebagai variabel kontrol dari penelitian ini.
A. Pengujian pada Objek Sederhana
Pengujian pada objek sederhana dilakukan untuk
mengetahui apakah hasil penelitian dapat digunakan untuk
objek dengan bentuk bidang paling sederhana. Objek yang
Gambar 4 Langkah langkah dalam proses ICP
Gambar 5 Alur implementasi projection mapping
Gambar 6 (a) Objek pengujian. (b) Inisialisasi objek dengan
proyektor.
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Gambar 7 Hasil tampilan efek timbul pada sudut pandang
penonton yang telah terinisialisasi
digunakan berbentuk objek dimensi tiga primitif yaitu balok
yang digunakan dari kardus.
Gambar 6 menunjukan posisi proyektor (penanda merah)
yang digunakan dalam pengujian berada + 175 centimeter dari
benda (penanda kuning) dan menghadap arah -60o
dari sumbu
x.
Dari sistem yang dibuat dan dirancang dilakukan pengujian
untuk mengetahui seberapa baik performa sistem dengan
memproyeksikan suatu gambar geometri pada bidang objek
yang akan tampil pada sisi bidang objek tersebut. Percobaan
kali ini akan menggunakan tiga buah gambar geometri yaitu
kotak, lingkaran, dan segilima agar dapat menunjukan akurasi
dari projection mapping pada bidang objek dan waktu yang
dibutuhkan.
Tabel 3 menunjukan hasil yang diperoleh dengan
membandingkan gambar yang telah terdistorsi dengan hasil
proyeksil yang terlihat pada bidang proyeksi. Pada percobaan
dengan geometri kotak, lingkaran, dan segilima dapat terlihat
bahwa hasil dari projection mapping pada bidang terlihat
cukup baik dengan melihat gambar geometri yang mampu
terproyeksi pada sisi bidang yang berbeda. Pada percobaan
dengan menggunakan gambar geometri kotak, dapat terlihat
bahwa hasil dari projection mapping pada bidang terlihat
cukup baik dengan melihat gambar geometri yang mampu
menyerupai sisi-sisi dari bidang. Untuk percobaan dengan
menggunakan geometri lingkaran, walaupun gambar geometri
lingkaran mampu menyerupai sisi-sisi dari bidang, namun
pada beberapa sisi terlihat ada penonjolan pada sisi geometri.
Sedangkan pada percobaan dengan menggunakan geometri
segilima yang ditampilkan pada sisi atas bidang juga
menunjukan tampilan geometri segilima yang baik tanpa
terlihat terdistorsi. Hal ini menunjukan bahwa gambar
geometri akan terproyeksi dengan lebih baik apabila bentuk
dari geometri tersebut menyerupai bentuk bidang objek.
Proses menampilkan gambar pada objek bidang membutuhkan
waktu selama 31 menit terhitung dari pembuatan model 3D
dengan menggunakan kinect.
Tampilan gambar geometri pada lebih dari satu bidang
Dari sistem yang dibuat dilakukan pengujian dengan
memproyeksikan gambar pada sudut media proyeksi dan
Tabel 3 Hasil tampilan gambar pada sisi objek
Gambar asli terdistorsi Proyeksi pada bidang objek
Gambar 8 Hasil tampilan gambar pada sudut pandang penonton
yang telah terinisialisasi
Tabel 4 Hasil tampilan gambar dilihat dari berbagai sudut pandang
lain
Gambar Dari Sudut Pandang Lain
Horizontal 40o (kiri)
Horizontal 20o (kiri)
Horizontal 20o (kanan)
Horizontal 40o (kanan)
Vertikal 10o (atas)
Vertikal 10o (bawah)
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
Tabel 5 Hasil tampilan e dilihat dari berbagai sudut pandang
lain.
Gambar dari sudut pandang lain
Horizontal 10o (kiri)
Horizontal 10o (kanan)
Horizontal 15o (kanan)
Horizontal 5o (kanan)
Gambar 10 (a) Objek pengujian. (b) Inisialisasi objek dengan
proyektor.
Gambar 9 Hasil tampilan gambar kotak pada sepatu dari sudut
pandang penonton yang telah terinisialisasi
Tabel 6 Hasil tampilan gambar kotak pada sepatu jika dilihat
dari sudut pandang lain
Gambar dari sudut pandang lain
-20o
-10o
+5o
+10o
mampu terlihat tak terdistorsi pada sudut pandang penonton
terinisialisasi. Pengujian ini bertujuan untuk melihat besar
toleransi dari posisi penonton agar tetap dapat melihat
tampilan gambar tanpa terlihat terdistorsi.
Gambar 8 menunjukan hasil tampilan gambar dari
pengujian yang didapatkan dari sudut pandang penonton yang
telah terinsialisasi. Sedangkan Tabel 5 menunjukan hasil
tampilan yang diperoleh selain dari sudut pandang yang
diinisialisasi. Dari hasil yang didapatkan dari Tabel 5
disimpulkan bahwa tampilan gambar terlihat terditorsi cukup
jelas saat sudut pandang penonton digeser dengan arah
horizontal dan vertikal ke atas. Sedangkan pada saat sudut
pandang digeser pada arah vertikal ke bawah sebanyak 10o
masih ada sedikit distorsi namun penonton masih dapat
melihat gambar.
Gambar 7 menunjukan hasil tampilan gambar tonjolan
dimensi tiga pada media proyeksi yang diambil dari sudut
pandang penonton. Tabel 4 menunjukan hasil tampilan yang
diambil dari sudut pandang lain selain sudut pandang yang
diinisialisasi. Dapat dilihat bahwa pada toleransi untuk melihat
tonjolan dimensi tiga didapat maksimal pada pergeseran maks
5o horizontal. Jika sudut pandang digeser lebih dari 5
o maka
tampilan tonjolan dimensi tiga terlihat palsu.
B. Pengujian Dengan Objek Tak Beraturan
Dari sistem yang dibuat, dilakukan pengujian dengan
menggunakan objek dengan bidang yang tak beraturan. Objek
dengan bidang tak beraturan yang dimaksud adalah objek
yang bidangnya tidak merupakan bagian dari model bangun
ruang dimensi tiga primitif (kubus, balok, limas, dan lain-
lain). Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk melihat
seberapa handal sistem dalam memberikan distorsi yang tepat
pada objek yang bentuk bidangnya tidak beraturan.
Pada Gambar 10 (a) dapat dilihat bahwa objek (penanda
kuning) yang direpresentasikan dengan warna abu-abu
terletak pada titik pusat, sedangkan proyektor (penanda
merah) direpresentasikan dengan warna biru berada sekitar 50
centimeter dari objek dengan kemiringan sudut 5o terhadap
sumbu x.
Gambar 9 menunjukan hasil tampilan geometri yang
diharapkan dari sudut pandang yang diinisialisasi. Pada Tabel
6 menunjukan hasil tampilan geometri yang didapatkan dari
sudut pandang lain selain sudut pandang yang diinisialisasi.
Tampilan geometri yang didapat dari sudut pandang lain
menunjukan bahwa toleransi untuk melihat geometri dengan
cukup baik adalah + 5o arah horizontal. Jika lebih dari sudut
toleransi maka akan terlihat distorsi yang cukup terlihat.
Proses pengujian ini membutuhkan waktu selama 17 menit
terhitung dari selesainya proses kalibrasi.
C. Pengujian Keberhasilan Implementasi
Dari implementasi sistem yang dibuat, dilakukan survey
pada beberapa responden sebagai penonton untuk melihat
seberapa baik implementasi yang dilakukan. Survey dilakukan
dengan 15 responden.
Dari Tabel 7 pada pertanyaan pertama yang menjawab lebih
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
Tabel 7 Hasil dari survey pada lima belas responden
Pertanyaan ke- Respon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0 0 0 0 1 0 4 8 2 0
2 Tidak = 1 Ya = 14
3 0 0 0 0 0 4 1 4 4 2
dari 6 sebanyak 14 responden (93%). Sedangkan 1 responden
(6.7%) menjawab kurang dari sama dengan 6. Dengan rata-
rata penilaian responden sebesar 7.6 dari 10, maka dapat
disimpulkan bahwa implementasi mampu memberikan hasil
yang mampu dinikmati penonton namun masih terlihat
kekeliruan dengan tingkat keberhasilan 76%.
Pertanyaan kedua bertujuan untuk melihat apakah
responden melihat tonjolan dimensi tiga pada media proyeksi.
Sebanyak 14 responden (93%) menjawab ya dan 1 responden
(6.7%) menjawab tidak. Dengan demikian implementasi
tampilan tonjolan bidang dimensi tiga pada media proyeksi
dapat disimpulkan berjalan dengan baik.
Pada pertanyaan ketiga, responden yang menjawab lebih
dari 6 sebanyak 11 responden (73.3%) dan yang menjawab
kurang dari sama dengan 6 sebanyak 4 responden (26.6%).
Penilaian rata-rata responden sebesar 7.93 dari 10. Dengan
demikian dapat disimpulkan tampilan geometri kotak pada
bidang tak beraturan memiliki tingkat keberhasilan 79.3%.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil perancangan dan pengujian sistem dalam
penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan objek sederhana, hasil kalibrasi menunjukan titik-titik
referensi dapat diinisialisasi pada media proyeksi
dengan tepat. Total waktu yang dibutuhkan untuk
pengujian pada benda sederhana adalah 31 menit
yang terbagi dalam 19 menit pada waktu pemindaian
media proyeksi dan kalibrasi, dan 12 menit pada
proses proyeksi.
2. Hasil pengujian dengan menggunakan objek dengan bidang tak beraturan menunjukan bahwa sistem
masih handal dengan mampu untuk memproyeksikan
gambar geometri pada bidang yang berlekuk dan tak
beraturan. Namun proses yang dilakukan
membutuhkan waktu yang lebih lama dengan total
waktu 38 menit yang terbadi dalam 21 menit pada
waktu proses pemindaian media proyeksi dan
kalibrasi, dan 17 menit pada proses proyeksi.
3. Hasil tampilan geometri pada lebih dari satu bidang dengan bidang sederhana dan pada bidang tak
beraturan menunjukan bahwa tampilan geometri
dapat terlihat baik dengan toleransi + 5o dari posisi
sudut pandang penonton yang diinisialisasi.
4. Keberhasilan pada proses proyeksi yang ditunjukan dengan pengujian fisik gambar pada media proyeksi
menunjukan derajat kekeliruan pada sisi atas sebesar
6.4o dan sisi bawah 23.9
o disebabkan karena posisi
proyektor dan media yang memiliki perbedaan jarak.
Dimana sisi atas media lebih dekat dengan proyektor
dibanding sisi bawah.
5. Hasil survey pada 15 responden menunjukan bahwa proyeksi gambar pada sudut media proyeksi bidang
sederhana memiliki tingkat keberhasilan sebesar
76%. Proyeksi geometri kotak pada media proyeksi
bidang tak beraturan memiliki tingkat keberhasilan
79.3%. Proyeksi geometri lingkaran pada media
proyeksi bidang tak beraturan memiliki tingkat
keberhasilan 68.6%. Sedangkan untuk tampilan
tonjolan dimensi tiga pada objek sederhana
menunjukan tingkat keberhasilan sebesar 93%.
Dari ketiga proses pengujian yang dilakukan, proses
pengujian hanya membutuhkan total waktu + 35 menit. Hal ini
tentu jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan melakukan
projection mapping secara manual yang memakan waktu
sekitar 3 hari [1]. Hasil proyeksi hanya dapat dinikmati
dengan perbedaan toleransi maksimal 5o dari sudut pandang
penonton dengan tingkat keberhasilan rata-rata sebesar
79.255%.
B. Saran
Pada sistem yang telah dibuat, projection mapping yang
digunakan masih dalam tahap awal / sederhana. Untuk
melakukan implementasi dan pengujian dengan lebih baik,
disarankan untuk melibatkan desainer projection mapping
yang sudah handal dan mampu untuk melakukan projection
mapping pada tahap yang lebih lanjut dan melakukan animasi
yang lebih menarik.
Selain itu, hadirnya desainer projection mapping yang
sudah handal juga dapat dijadikan tolok ukur secara lebih
akurat dalam membandingkan kecepatan proses pembuatan
projection mapping.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Video Mapping Web Site. Video Mapping. 2011.
[2] Maier, Robert. Real-time 3D Reconstruction and Localization.
[Presentation] Mnchen : Institut fr Informatik der Technischen
Universitt Mnchen, 2012.
[3] Tomasi, C. Bilateral Filtering for Gray and Color Images. Bombay:
IEEE International Conference on Computer Vision. 1998.
[4] Besl, P.J. A Method for Registration of 3D Shapes. IEEE Transaction
on Pattern Analysis and Machine Intelligence. Vol. 14. 1992.