ITS Paper 19992 Paperpdfpdf
-
Upload
sisqha-luciiajja -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of ITS Paper 19992 Paperpdfpdf
UJI TOKSISITAS FRAKSI SPONS Callyspongia sp. DENGAN METODE Brine Shrimp Test (BST) DARI PERAIRAN PASIR PUTIH SITUBONDO
Mayang Puspita Krisyuninda – 1506100035 Aunurohim, DEA ; Drs. Agus Wahyudi M.S
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Raya ITS, Sukolilo-Surabaya 10111
ABSTRACT
Callyspongia sp. marine sponges of the genus have a variety of products of secondary metabolites have pharmacological activity. In this research, the identification of compounds to determine the type of secondary metabolites from Callyspongia sp. qualitatively by Thin Layer Chromatography (TLC). The isolation by preparative TLC with chloroform and acetone (6:5)(v/v). The identification results obtained are steroid compounds with Rf value of 0.66 and alkaloid compound with value of 0.81, are characterized by a blue-green discoloration with Liebermann Burchard reagent for steroid and a brown color with Wagner reagent for alkaloid. Toxicity tests conducted on Artemia salina steroid and alkaloid by using test Brine Shrimp Test (BST) as an initial screening for biological activity by counting the number of larvae that died after treatment at 24 hours. Percent of deaths used to calculate the LC50 by probit analysis method. Toxicity test results of steroid showed LC50 values in 1821.05 µg/mL and toxicity result of alkaloid showed LC50 values in 2021.50 µg/mL. These results indicate that the fraction of steroid and alkaloid from extracts Callyspongia sp. is not toxic because it has LC50 values>1000 µg/mL. Key Word : Callyspongia sp., alkaloid, steroid, Brine Shrimp Test PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut sangat luas. Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan laut sehingga memiliki potensi sumber daya alam hayati laut yang besar (Suparno, 2005). Sumber daya alam hayati laut sampai saat ini masih belum banyak diketahui dan dimanfaatkan secara optimal (Suryati dan Ahmad, 1996). Salah satu sumber daya alam hayati laut adalah spons.
Spons merupakan binatang multiselular primitif (metazoa) (Wibowo, dkk, 2003) yang tumbuh di kawasan terumbu karang. Habitat spons terdapat pada daerah perairan jernih dan menempel pada permukaan substrat (Suryati dan Ahmad, 1996). Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan Indonesia (Endang, dkk, 2005). Spons ini berbentuk tube atau pipa dengan conules yang tajam (Van Soest, 1989) dan termasuk dalam tropical leuconoid demosponge (Ruppert, et al., 2004). Spons ini juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi (Voogd, 2007).
Spons mengeluarkan senyawa kimia hasil metabolisme yang digunakan sebagai upaya
untuk mempertahankan eksistensinya di dasar perairan. Senyawa tersebut dikenal sebagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang memiliki kemampuan bioaktifitas (Lenny, 2006). Salah satu metode uji toksisitas spons untuk mengetahui tingkat ketoksikannya adalah dengan menggunakan metode Brine Shrimp Test (BST). Metode ini dikembangkan oleh Meyer et al., (1982) dalam Montanher et al., (2002) dengan menggunakan peralatan sederhana dimana salah satu respon biologi yang diamati adalah kematian. Metode ini relatif mudah dalam perlakuan dan murah (Ghisalberti, 1993 dalam Pisutthanan et al., 2004).
Penelitian ini menggunakan metode uji toksisitas BST dengan larva Artemia salina menggunakan fraksi spons Callyspongia sp. yang diperoleh melalui proses Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Penelitian menunjukkan bahwa spons Callyspongia sp. memiliki fraksi alkaloid seperti derivate 3-alkylpiridine (Voogd, 2007) dan fraksi terpenoid seperti isoakaterpin (Gray, et al., 2006). Terkait dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan isolasi senyawa bioaktif yang dominan pada
Callyspongia sp. untuk diketahui tingkat toksisitasnya. BAHAN DAN CARA KERJA Pembuatan Larutan Pereaksi Spesifik
a. Pereaksi Wagner Pereaksi ini berfungsi untuk menunjukkan
adanya senyawa alkaloid. Sebanyak 1,25 gram iodine dengan 2,5 gram kalium iodide dilarutkan dalam 5 ml akuades, kemudian larutan ini diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades (Simbala, 2009).
b. Pereaksi Liebermann-Burchard Pereaksi ini berfungsi untuk menentukan
adanya senyawa terpenoid dan steroid. Sebanyak 20 tetes asam asetat anhidrat dengan 6 tetes asam sulfat pekat dan dilarutkan dalam 10 ml akuades.
c. Pereaksi Besi(III)Klorida Pereaksi ini untuk menunjukkan adanya
senyawa fenolik dan flavonoid. Sebanyak 2,7 gram FeCl3.6H2O ditambahkan 1 ml HCl 12M dan diencerkan dengan akuades sampai 100ml. Isolasi Senyawa Bioaktif dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak kasar Callyspongia sp. yang telah kering diambil ± 1 gr dan dilarutkan dalam ethanol ± 2 ml. Larutan ekstrak dalam ethanol selanjutnya ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler dengan jarak ± 1 cm dari tepi dasar. Sementara itu bejana pengembang dijenuhkan dengan fasa gerak yang sesuai dengan menggunakan pelarut-
pelarut antara lain etil asetat, kloroform, ethanol dan n-heksana. Setelah totolan kering, lempengan dimasukkan dalam bejana dan dielusi hingga jarak ± 1 cm dari tepi atas. Kromatogram dideteksi dengan sinar UV 254 nm dan UV 365 nm (Astuti, dkk, 2005).
Uji Kuantitatif terhadap ekstrak spons Callyspongia sp.
Senyawa yang dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), disemprot dengan Besi(III)Klorida, Lieberman-Burchard dan Wagner. Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan perubahan warna menjadi cokelat dengan reagen Wagner. Adanya kandungan senyawa fenolik ditandai dengan terbentuknya warna biru ungu setelah penyemprotan dengan besi (III) klorida. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna jingga sampai merah terhadap besi (III) klorida. Adanya terpenoid ditandai dengan perubahan warna merah dengan pereaksi Lieberman-Burchard, sedangkan warna biru atau ungu menunjukkan adanya steroid dengan pereaksi Lieberman-Burchard (Harborne, 1987). Dihitung nilai Rf (Retardation Factor) dengan menggunakan rumus : Rf = Jarak yang ditempuh substansi
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
*Nilai Rf dikatakan baik apabila 0<Rf<1 (Stahl, 1985).
Tabel Uji Kuantitatif Senyawa Bioaktif dengan Menggunakan Pereaksi Spesifik Jenis senyawa Pereaksi Warna
Alkaloid Wagner Cokelat Terpenoid Lieberman-Burchard Biru ungu
Steroid Lieberman-Burchard Biru hijau Flavonoid Besi (III) klorida Jingga sampai merah Fenolik Besi (III) klorida Biru ungu
Isolasi Senyawa Bioaktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Ekstrak Callyspongia sp. yang dilarutkan dalam etanol ditotolkan pada plat KLTP berupa garis lurus menggunakan pipa kapiler dengan jarak ± 2 cm dari dasar. Lalu dielusi dengan fasa gerak yang didapat dari KLT hingga berjarak ± 2 cm dari tepi atas. Senyawa yang berupa fraksi dikerok dengan menggunakan spatula berdasarkan nilai Rf yang didapat dari KLT. Fraksi hasil
pengerokan ditampung dalam beaker glass lalu dilarutkan dalam etanol dan disaring untuk memisahkan senyawa dengan silika gel. Hasil penyaringan dikeringkan dalam aerator (Gritter, dkk, 1991). Uji Toksisitas Pembuatan Larutan Stok dan Larutan untuk Uji Perlakuan
Fraksi yang didapat dari KLT, dikerok dengan spatula, masing-masing dilarutkan dalam air laut untuk dibuat larutan stok dengan konsentrasi 1000 µg/mL, 500 µg/mL, 250
µg/mL, 100 µg/mL dan 10 µg/mL. Kemudian kontrol disiapkan, hanya media air laut tanpa penambahan ekstrak spons. Konsentrasi 1000 µg/mL digunakan untuk larutan stok. Kemudian dibuat larutan dengan konsentrasi 500 µg/mL, 250 µg/mL, dan 100 µg/mL dan 10 µg/mL. Penetasan Larva Udang
Telur Artemia salina ditetaskan dalam air laut. Telur dimasukkan dalam wadah penetasan yang berisi 500 ml air laut. Aerasi diberikan selama 48 jam. Pakan Artemia salina berupa ragi diberikan dengan konsentrasi 3 mg dalam 5 ml air laut sebanyak 1 tetes. Jumlah kepadatan telur yang ditetaskan adalah 5 g/L. Oksigen disuplai melalui aerator yang dihidupkan selama penetasan. Telur ini akan menetas dalam jangka waktu 24-48 jam dan larvanya disebut nauplius. Uji Brine Shrimp Test (BST)
Masing-masing fraksi yang telah dipisahkan saat KLT dibuat larutan stok dengan konsentrasi 1000 µg/mL, 500 µg/mL, 250 µg/mL, 100 µg/mL, 10 µg/mL dengan 0 µg/mL sebagai kontrol. Pembuatan larutan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (A, B, dan C) terhadap masing-masing konsentrasi dengan masing-masing pengisian pada botol ampul sebanyak 1 ml dari masing-masing konsentrasi dan diberi dengan 5 ml air laut. Larutan ini ditempatkan pada tiga botol ampul untuk masing-masing fraksi pada masing-masing konsentrasi dan diisi dengan 20 ekor Artemia salina yang berumur 48 jam. Selanjutnya tabung yang telah berisi larutan dan Artemia salina tersebut dibiarkan selama 24 jam. Kontrol dibuat dari air laut dan 20
ekor Artemia salina. Setelah 24 jam, dihitung jumlah Artemia salina yang hidup dan yang mati. HASIL Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Penentuan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak spons Callyspongia sp. diperoleh dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Suatu metode sederhana yang digunakan untuk menentukan jenis suatu senyawa dengan memisahkan komponen senyawa menggunakan fasa gerak dan fasa diam. Senyawa metabolit yang dihasilkan spons Callyspongia sp. selama proses KLT adalah alkaloid dan steroid. Proses KLT pada spons Callyspongia sp. menggunakan campuran pelarut kloroform dan aseton ( 6 : 5 ) (v/v) sebagai fasa gerak sehingga menghasilkan dua jenis spot fraksi. Pelarut yang sesuai tersebut membawa komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan ke atas membasahi plat berdasarkan asas kapilaritas (Singh, 1980) yaitu merambatnya suatu larutan atau zat cair ke atas karena adanya suatu perbedaan molekul pada setiap zat yang dilewati.
Pengelusian plat KLT dengan pelarut kloroform dan aseton berpendar bila diamati dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. Kekuatan energi pada panjang gelombang 254 nm relatif lebih kuat dibanding 365 nm dan terlihat dua spot fraksi. Fraksi yang didapat pada KLT memiliki ikatan terkonjugasi sehingga dapat menangkap panjang gelombang 254 nm lebih kuat daripada panjang gelombang 365 nm.
Tabel 4.1 Hasil kuantitatif jenis senyawa bioaktif yang dihasilkan dari ekstrak spons Callyspongia sp.
Jenis senyawa yang dihasilkan Perubahan warna Hasil uji Alkaloid Oranye sampai merah bata + Steroid Biru hijau +
Terpenoid Merah atau ungu - Fenolik Biru ungu -
Flavonoid Jingga sampai merah -
Fraksi-fraksi hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) berbentuk pita-pita. Pita-pita tersebut menunjukkan perjalanan komponen senyawa yang dipisahkan dengan pelarut, sehingga akan membentuk jarak migrasi suatu senyawa terhadap jarak yang ditempuh oleh pelarut, yang dinamakan dengan Rf (Retardation factor). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai Rf senyawa
alkaloid adalah 0,81 sedangkan untuk senyawa steroid adalah 0,66, sehingga kedua nilai Rf pada kedua senyawa tersebut dapat dikategorikan baik. Nilai Rf ini digunakan sebagai penunjuk letak pengambilan suatu senyawa yang terdapat pada spons melalui proses KLTP (Stahl, 1985).
Uji Toksisitas Fraksi Spons Callyspongia sp. dengan Metode Brine Shrimp Test (BST)
Hasil uji toksisitas fraksi senyawa alkaloid dan steroid dari spons Callyspongia sp. ditunjukkan dengan % kematian selama 24 jam dalam tabel sebagai berikut. Tabel Hasil Uji Brine Shrimp Test (BST) untuk fraksi alkaloid yang didapat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Konsentr
asi (µg/mL)
Pengulangan
Jumlah Hewan
Uji
Jumlah Larva yang mati
Jumlah Larva yang
Hidup
Jumlah Larva total yang mati
Rata-rata
larva yang mati
% Kematian
0 1
20 0 0 0
20 20 20
0 0 0 2 3
10 1
20 0 1 0
20 19 20
1 0.33 1.67 2 3
100 1
20 4 1 3
16 19 17
8 2.67 13.33 2
3
250 1
20 4 3 2
16 17 18
9 3.00 15 2 3
500 1
20 2 2 1
18 18 19
5 1.67 8.33 2 3
1000 1
20 4 5 3
16 15 17
12 4.00 20 2 3
Hasil penelitian selama 24 jam tidak
menunjukkan adanya kematian hewan uji pada tabung kontrol. Mangkoediharjo, dkk (2009), menyatakan bahwa uji toksisitas dapat dilakukan dengan waktu paparan sehari (24 jam), sehingga nilai LC50 yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai LC50 dari uji penelitian selama 24 jam. Perlakuan konsentrasi yang digunakan adalah 10 µg/ml, 100 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, dan 0 µg/mL sebagai kontrol.
Hasil uji senyawa alkaloid pada konsentrasi 10 µg/mL didapat persen kematian sebesar 1.67%, konsentrasi 100 µg/mL sebesar 13.33%, konsentrasi 250 µg/mL sebesar 15%, konsentrasi 500 µg/mL sebesar 8.33%, dan konsentrasi 1000 µg/mL sebesar 20%. Hasil perlakuan pada konsentrasi yang digunakan tidak menunjukkan adanya kematian 50%. Kematian hewan uji yang paling besar yaitu sebesar 20% terdapat pada konsentrasi 1000 µg/mL. Oleh karena itu, digunakan analisa probit dengan program komputasi MINITAB untuk memprediksi nilai LC50. Hasil perhitungan dengan analisa probit-MINITAB menunjukkan bahwa prediksi kematian 50% hewan uji pada fraksi alkaloid akan diperoleh apabila dilakukan perlakuan konsentrasi sebesar 2021.50 µg/mL.
Konsentrasi tersebut dapat dikatakan tidak bersifat toksik, karena nilai LC50 ≥ 1000 µg/mL (Meyer et al., 1982). Tabel Hasil Uji Brine Shrimp Test (BST) untuk fraksi steroid yang didapat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Konsentr
asi (µg/mL)
Pengulangan
Jumlah Hewan
Uji
Jumlah Larva yang mati
Jumlah Larva yang
Hidup
Jumlah Larva total yang mati
Rata-rata
larva yang mati
% Kematian
0 1
20 0 0 0
20 20 20
0 0 0 2 3
10 1
20 0 5 3
20 15 18
8 2.67 11.67 2
3
100 1
20 5 4 3
15 16 17
12 4.00 20 2 3
250 1
20 3 4 2
17 16 18
9 3.00 15 2 3
500 1
20 5 5 4
15 15 16
14 4.67 23.33 2
3
1000 1
20 5 3 7
15 17 13
15 5.00 25 2 3
Hasil pengamatan selama 24 jam untuk
fraksi steroid tidak terdapat adanya kematian hewan uji pada kontrol, sehingga penelitian ini dapat berlanjut. Perlakuan konsentrasi yang digunakan sama dengan konsentrasi yang digunakan pada pengujian terhadap fraksi alkaloid yang didapat dari proses KLT, yaitu 10 µg/ml, 100 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, dan 0 µg/mL sebagai kontrol. Persen kematian yang diperoleh pada senyawa steroid dengan konsentrasi 10 µg/mL sebesar 11.67%, konsentrasi 100 µg/mL sebesar 20%, konsentrasi 250 µg/mL sebesar 15%, konsentrasi 500 µg/mL sebesar 23.33%, dan konsentrasi 1000 µg/mL sebesar 25%. Kematian hewan uji paling besar terdapat pada konsentrasi 1000 µg/mL sebesar 25%. Persen kematian yang diperoleh tersebut juga tidak mencapai kematian 50% sehingga perlu dilakukan analisa probit menggunakan MINITAB untuk memprediksi LC50. Hasil perhitungan terhadap fraksi steroid dengan analisa probit-MINITAB menunjukkan bahwa prediksi kematian 50% akan diperoleh bila dilakukan pemaparan fraksi steroid dengan konsentrasi sebesar 1821.05 µg/mL (lampiran 1). Hal ini sama dengan senyawa alkaloid dimana konsentrasi tersebut dapat dikatakan tidak bersifat toksik, karena nilai LC50 ≥ 1000 µg/mL (Meyer et al., 1982).
Pada pengamatan terhadap jumlah kematian larva hewan uji, pengujian fraksi senyawa alkaloid memiliki nilai prediksi yang
lebih tinggi bila dibandingan dengan fraksi senyawa steroid, hal ini disebabkan senyawa alkaloid yang mengandung susunan basa nitrogen dan merupakan bagian cincin heterosiklik, sehingga alkaloid termasuk senyawa yang bersifat semipolar, sedangkan senyawa steroid bersifat non polar (Sastrohamidjojo, 1985 dalam Nurhayati, dkk, 2006). Steroid termasuk dalam senyawa yang bersifat non polar karena steroid dalam strukturnya memiliki kandungan oksigen dalam ikatan karbonnya. Keadaan ini menyebabkan perbedaan cara senyawa-senyawa tersebut untuk masuk ke dalam membran sel. Alkaloid yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat semipolar, dalam pergerakannya masuk ke dalam sel diperlukan adanya transport aktif pada membran, tidak seperti senyawa steroid, yang dalam pergerakannya untuk masuk ke dalam membran sel tidak mengalami kesulitan karena masuk melalui difusi membran. Alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki tingkat polar yang yang rendah dan dapat larut dalam air, sedangkan senyawa steroid merupakan golongan senyawa non polar yang tidak bisa larut dalam air. Hal ini yang menyebabkan senyawa alkaloid memiliki prediksi LC50 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan senyawa metabolit steroid, atau dengan kata lain tingkat toksisitas senyawa alkaloid lebih kecil bila dibandingkan dengan senyawa steroid.
Hasil perhitungan prediksi kematian senyawa alkaloid menggunakan LC50 menunjukkan hasil prediksi lebih tinggi dari senyawa metabolit steroid. Hal ini dapat dikatakan senyawa steroid lebih bersifat toksik bila dibandingkan dengan senyawa alkaloid, karena senyawa metabolit steroid memiliki efek negatif bagi makhluk hidup lebih tinggi dari senyawa metaboit alkaloid. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada hasil penelitian yang sudah dilakukan, bahwa senyawa steroid memberi efek berupa kematian hewan uji lebih banyak bila dibanding dengan senyawa alkaloid. Untuk itu perlu dilakukannya uji sesungguhnya agar dapat diketahui potensi senyawa alkaloid dan steroid terhadap sel makhluk hidup.
Kematian hewan uji Artemia salina disebabkan adanya senyawa alkaloid dan steroid yang masuk ke dalam tubuh hewan uji melalui difusi dan transport aktif. Kemudian senyawa tersebut akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pada permeabilitas membran sehingga dapat mengacaukan transport ion dan menyebabkan penurunan produksi ATP (Connell dan Miller, 1995). Dalam hal ini, senyawa - senyawa tersebut menghambat daya makan dengan cara bertindak sebagai racun perut atau stomach poisoning, yaitu sebuah interaksi penyerangan yang dapat membunuh suatu hewan uji dengan menyerang sistem pencernaan. Senyawa-senyawa tersebut masuk melalui saluran pencernaan dan menyebabkan alat pencernaan menjadi terganggu. Selain menyerang alat pencernaan, Nguyen, dkk, (1999) menunjukkan bahwa senyawa – senyawa tersebut dapat menghambat reseptor perasa pada daerah mulut Artemia salina. Hal ini dapat mengakibatkan Artemia salina tidak mendapatkan stimulus rasa sehingga hewan tersebut tidak mampu mengenali makanannya, akibatnya hewan ini mati kelaparan. Hewan uji Artemia salina dalam mengambil makanan bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter feeder), sehingga hal ini menyebabkan apa saja yang dapat masuk mulut Artemia salina seakan-akan menjadi makanannya karena hewan tersebut sudah kehilangan stimulus rasa (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Widyastuti, 2005).
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Senyawa bioaktif yang diperoleh
selama penelitian spons Callyspongia sp. menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah senyawa steroid dan alkaloid.
2. Hasil prediksi kematian menggunakan LC50 pada senyawa steroid dari hasil uji Brine Shrimp Test (BST) adalah 1821.05 µg/mL sedangkan senyawa alkaloid sebesar 2021.50 µg/mL sehingga dapat dikatakan prediksi kemampuan toksisitas senyawa steroid lebih besar bila dibanding dengan senyawa alkaloid.
DAFTAR PUSTAKA Amir, I dan Budiyanto., 1996. Mengenal
Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana, Volume XXI, Nomor 2, 1996: 15 – 31.
Connel, D.W. dan Gregory J. Miller, 1995. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI-Press. Jakarta
Coutinho, A., Chanas, B., Souza, T.
Frugrulhetti, I., dan Epifanio, 2002. Anti HSV-1 Alkaloids from a Feeding Deterrent Marine Spongse of The Genus Aaptos. Heterocycles, vol. 57. 2002. Pp. 1265-1272
Faried, A., 2007. Bagaimana Sel Kanker
Berjalan. Graduate School of Medicine, Gunma University: Japan
Gritter, R.J., James M.B., Arthur E., 1991.
Pengantar Kromatrografi Edisi Kedua. ITB. Bandung.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia :
Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi Kedua. ITB. Bandung.
Harwig, J.A.P.M., Scott., 1971. Brine Shrimp
(Artemia salina L.) Larvae as a Screening System for Fungal Toxins. Applied Microbiology. 21(6); 1011-1016
Kobayashi M, dan Rachmaniar R., 1999.
Overview of Marine Natural Product Chemistry. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14-15 Oktober 1998: 23-32. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta.
Kristanti,A.N., N.S. Aminah, M. Tanjung, dan
B. Kurniadi., 2008. Buku Ajar Fitokimia. Unair Press. Surabaya
Lenny, S., 2006. Senyawa Terpenoida dan
Steroida. Karya Ilmiah. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Mangkoedihardjo, S., dan Ganjar S., 2009.
Ekotoksikologi Teknosfer. Penerbit Guna Widya. Surabaya
Mc-laughlin, J.L., 1988. Brine Shrimp and
Crown Gall Tumors : Simple Bioassays for The Discovery of Plant
Antitumor Agents. Proceedings. NIH Workshop. Bioassays for Discovery of Antitumor and Antiviral Agents from Natural Sources. Bethesda
Meyer, B.N., N.R. Ferrigini, J.E. Putman, L.B.
Jacobsen, D.E. Nichols, and J.L., McLaughlin., 1982. Brine Shrimp A Convenient General Bioassay For Actice Plant Constituent. Plant Medica
Muliani, Suryati E, Tompo A, Parenrengi A,
Rosmiati, 1998. Isolasi Bioaktif Bunga Karang Sebagai Fungisida pada Benih Udang Windu Penaeus monodon. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vo.IV No. 2 Tahun 1998.
Muniarsih T, dan Rachmaniar R., 1999. Isolasi
Subtansi Bioaktif Antimikroba dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14-15 Oktober 1998: 151-158.
Muniarsih T, dan Rachmaniar R., 2001.
Identifikasi Senyawa Sterol dari Spons Aaptos sp. Asal Spermonde. Prosiding Seminar Nasional IV Kimia dalam Pembangunan. Yogyakarta 27-28 Maret 2001. ISSN : 0854-4778
Munro M.H.G, Luibrand R.T, and Blunt J.W.,
1989. The Search for Antivaral and Anticancer Compounds from Marine Organisms. Di dalam Scheuer PJ (ed.). Bioorganic Marine Chemistry. Volume 1. Springer – Verlag. Hlm 94 – 176
Nguyen H.H, Widodo S. Momordica L., In:
Medicinal and Poisinous Plant Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N. Bunyapraphatsana and R. H. M. J. Lemmens (eds.). Pudoc Scientific Publisher. Wageningen, the Netherland;1999. p.353-359.
Northcote, P.T., dan Raymond J.A., 1988.
Xestenone, A New Bicylic C19 Terpenoid From The Marine Sponge Xestospongia vanilla. Tetrahedron Letters 29(35); 4357-4360
Nuraini, L.A., Ita Fauziah N., Abdul Hakim M., Eko F.,R.Darmawan., 2009. Produktivitas Etanol Proses Fermentasi Kontinyu Dengan Zymomonas Mobilis Teknik Immobilisasi Sel Ca-Alginat Dan K-Karagian Di Bioreaktor Packed-Bed. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia ISBN 978-979-98300-1-2
Oxtoby,D.W., Gillis, H.P., dan Nachtrieb,
N.H., 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta
Pechenik, J.A., 2000. Biology of Invertebrates.
4th edition. McGraw Hill. New York. Pisutthanan, S., P. Plianbangchang, N.
Pisutthanan, S. Ruanruay, O. Muanrit, 2004. Brine Shrimp Lethality Activity of Thai medical Plants in the Family Meliceae. Naresuan University Journal 2004; 12(2): 13-18.
Simbala, H.E.I., 2009. Analisis Senyawa
Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal. Juli 2009. Vol 1 (4):489-494
Sladić, D., and Miroslav J. Gašić., 2006.
Reactivity and Biological Activity of the Marine Sesquiterpene Hydroquinone Avarol and Related Compound from Sponges of the Order Dictyoceratida. Molecules. 2006 (11) 1-33
Soediro, I.S., 1999. Produk Alam Hayati
Bahari dan Prospek Pemanfaatannya di Bidang Kesehatan dan Kosmetika. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 41 – 52. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, 1999.
Stahl, E., 1985. Analisis obat Secara
Kromatografi dan Mikroskopi. ITB. Bandung.
Sukardiman, A.R., dan Nadia, F.P., 2004. Uji
Praskrining Aktivitas Antikanker Ekstrak Eter dan Ekstrak Metanol
Marchantia cf. planiloba Steph. dengan Metode Uji Kematian Larva Udang dan Profil Densitometri Ekstrak Aktif. Jurnal Universitas Airlangga. Vol. 4 No. 3.
Suparno, 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut
(Forifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia dalam Bidang Farmasi. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPs 7002). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Suryati, E., dan T. Ahmad., 1996. Peluang
Pemanfaatan Bioaktif Spons untuk Bakterisida. Temu Ilmiah Veteriner, Maret. Bogor.
Swantara, IM.D., A. Supriyono, M. Trioviani.,
2007. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Toksik pada Spons dari Perairan Gili Sulat-Lombok. Jurnal Kimia 1 (1), Juli 2007: 67-79. ISSN 1907-9850
Wibowo, A.E., Agus S., Subintoro, Yudi R.,
2003. Studi Eksplorasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Biota Laut. Volume VII.IIB.07. Jurnal Saint dan Teknologi BPPT. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika. Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi.
Widyastuti, S., 2008. Uji Toksisitas Ekstrak
Daun Iprih (Ficus Glabella Blume) Terhadap Artemia salina Leach Dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.