ITS-paper-28367-4109100087-Paper

5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 AbstakPada perancangan kapal selam mini sangat diperhatikan masalah hambatan yang terjadi terutama viscous resistance. Dengan hambatan yang kecil maka gaya dorong yang dibutuhkan menjadi lebih kecil, sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis terhadap tenaga penggerak yang dibutuhkan. Perhitungan viscous resistance dapat dilakukan dengan pengujian pada wind tunnel dan simulasi CFD. Penambahan dan pengaturan posisi vertical fin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga C T . Pengujian wind tunnel dan simulasi CFD menunjukkan root mean square error (RMSE) pada variasi I sebesar 2.48 x 10 -3 , variasi II sebesar 3.18 x 10 -3 dan variasi III sebesar 2.88 x 10 -3 . Kata KunciCFD, Fin, Kapal Selam Mini, Resistance, Wind Tunnel I. PENDAHULUAN uas lautan Indonesia mencapai 70% dari luas seluruh permukaan Indonesia, sehingga potensi yang dimiliki perlu mendapatkan perhatian dan teknologi untuk menggali potensi yang ada. Melimpah ruahnya kekayaan laut Indonesia memang mampu memberikan dukungan terhadap perekonomian Indonesia pada bidang perikanan dan kelautan. Akan tetapi, masih terdapat berbagai kendala dalam menggali potensi yang sudah ada. Teknologi merupakan sarana yang perlu dikembangkan untuk menyelesaikan berbagai kendala yang terjadi. Terdapat metodologi yang telah dikembangkan untuk memonitoring kondisi bawah laut, mulai dari konvensional maupun dengan menggunakan teknologi modern. Metode konvensional dilakukan dengan bantuan para penyelam tradisional, sedangkan metode berteknologi tinggi menggunakan kapal selam mini. Kapal selam mini merupakan sebuah kendaraan yang dikendalikan dengan menggunakan remote control. Akan tetapi, kendaraan ini masih sangat mahal dari segi ekonomi. Banyak penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya mengenai kapal selam mini. Pada tahun 2009 telah dilakukan perancangan kapal selam mini sebagai monitoring pada daerah pesisir pantai. Kapal selam mini ini beroperasi untuk mengatasi masalah polusi dan sewage pada daerah pesisir pantai. Awal dari penelitian kapal selam mini mempunyai ukuran yang relatif kecil dengan panjang 1 meter. Kemudian pada penelitian ini juga dihasilkan masalah mengenai dynamics stability pada pengoperasian bawah air [1,2]. Akan tetapi, dalam perjalanannya dilakukan inovasi pada desain kapal selam mini mengenai ukuran utama. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan peralatan yang akan di pasang karena beroperasi tanpa awak. Banyak peralatan elektronik yang akan dipasang untuk tujuan pengoperasian, seperti kamera, perangkat wireless sebagai transfer data, perangkat control dan perlengkapan navigasi. Pada perkembangan kapal selam mini tersebut dipakai panjang sebesar 2 meter, yang mana mengalami perubahan panjang dari penelitian sebelumnya. Kemudian pada penelitian tersebut dibuat model dengan ukuran skala 1:1 yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada peneltian tersebut dilakukan analisis secara numerik bahwa kapal selam mini memiliki performance hidrodinamika yang baik, yang mana terbukti dengan grafik evolusi gerakan yang mampu mencapai kondisi stabil dalam waktu kurang dari 30 detik. Kemudian berdasarkan analisis dynamic control kapal selam mini mampu mencapai kondisi stabil dengan delay time yang kecil dalam waktu settle time kurang dari 10 detik [3]. Dalam proses perancangan kapal selam mini sangat diperhatikan masalah hambatan yang terjadi. Dengan melakukan perancangan kapal selam mini yang seminimal mungkin mengenai hambatan, maka memberikan keuntungan pada pemilihan tenaga penggerak. Hambatan yang utama merupakan viscous resistance yang terjadi pada kapal selam mini. Sebuah perhitungan dengan berbagai metode baik dengan metode pendekatan maupun dengan percobaan perlu dilakukan guna mengetahui hambatan yang terjadi pada kapal selam mini. Sehingga pada akhirnya dapat dilakukan inovasi untuk mendapatkan hambatan yang kecil. II. HAMBATAN Satu dari beberapa studi kapal selam untuk memprediksi jumlah power yang diminta untuk memindahkan lambung pada kecepatan yang telah ditentukan, atau sebaliknya untuk memprediksi kecepatan dengan jumlah power yang diberikan. Seperti prediksi yang dibuat berdasarkan basis kondisi steady state pada level flight tanpa maneuvering yang dihitung secara sederhana. Dalam persamaan gerak, semua persamaan gelombang dapat dihapus karena asumsi pada level flight dan tanpa maneuvering sehingga mengurangi koefisienkoefisien karena diasumsikan nilainya nol [4]. Drag atau hambatan pada saat pergerakan kapal selam pada saat penyelaman sepanjang longitudinal axis diberikan sebagai : R T = R BH + R APP (1) dimana R T merupakan hambatan total (N), kemudian R BH merupakan hambatan kapal kosong (N), R APP merupakan Analisis Viscous Resistance Kapal Selam Mini dengan Metode Computational Fluid Dynamics dan Pengujian pada Wind Tunnel Ardi Nugroho Yulianto, Ketut Suastika, Aries Sulisetyono Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected], [email protected] L

description

its

Transcript of ITS-paper-28367-4109100087-Paper

Page 1: ITS-paper-28367-4109100087-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

1

Abstak—Pada perancangan kapal selam mini sangat

diperhatikan masalah hambatan yang terjadi terutama viscous

resistance. Dengan hambatan yang kecil maka gaya dorong

yang dibutuhkan menjadi lebih kecil, sehingga memberikan

keuntungan secara ekonomis terhadap tenaga penggerak yang

dibutuhkan. Perhitungan viscous resistance dapat dilakukan

dengan pengujian pada wind tunnel dan simulasi CFD.

Penambahan dan pengaturan posisi vertical fin tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap harga CT. Pengujian

wind tunnel dan simulasi CFD menunjukkan root mean square

error (RMSE) pada variasi I sebesar 2.48 x 10-3, variasi II

sebesar 3.18 x 10-3 dan variasi III sebesar 2.88 x 10-3.

Kata Kunci—CFD, Fin, Kapal Selam Mini, Resistance, Wind

Tunnel

I. PENDAHULUAN

uas lautan Indonesia mencapai 70% dari luas seluruh

permukaan Indonesia, sehingga potensi yang dimiliki

perlu mendapatkan perhatian dan teknologi untuk menggali

potensi yang ada. Melimpah ruahnya kekayaan laut Indonesia

memang mampu memberikan dukungan terhadap

perekonomian Indonesia pada bidang perikanan dan

kelautan. Akan tetapi, masih terdapat berbagai kendala dalam

menggali potensi yang sudah ada.

Teknologi merupakan sarana yang perlu dikembangkan

untuk menyelesaikan berbagai kendala yang terjadi. Terdapat

metodologi yang telah dikembangkan untuk memonitoring

kondisi bawah laut, mulai dari konvensional maupun dengan

menggunakan teknologi modern. Metode konvensional

dilakukan dengan bantuan para penyelam tradisional,

sedangkan metode berteknologi tinggi menggunakan kapal

selam mini. Kapal selam mini merupakan sebuah kendaraan

yang dikendalikan dengan menggunakan remote control.

Akan tetapi, kendaraan ini masih sangat mahal dari segi

ekonomi.

Banyak penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya

mengenai kapal selam mini. Pada tahun 2009 telah dilakukan

perancangan kapal selam mini sebagai monitoring pada

daerah pesisir pantai. Kapal selam mini ini beroperasi untuk

mengatasi masalah polusi dan sewage pada daerah pesisir

pantai. Awal dari penelitian kapal selam mini mempunyai

ukuran yang relatif kecil dengan panjang 1 meter. Kemudian

pada penelitian ini juga dihasilkan masalah mengenai

dynamics stability pada pengoperasian bawah air [1,2]. Akan

tetapi, dalam perjalanannya dilakukan inovasi pada desain

kapal selam mini mengenai ukuran utama. Hal ini dilakukan

dengan mempertimbangkan peralatan yang akan di pasang

karena beroperasi tanpa awak. Banyak peralatan elektronik

yang akan dipasang untuk tujuan pengoperasian, seperti

kamera, perangkat wireless sebagai transfer data, perangkat

control dan perlengkapan navigasi. Pada perkembangan

kapal selam mini tersebut dipakai panjang sebesar 2 meter,

yang mana mengalami perubahan panjang dari penelitian

sebelumnya. Kemudian pada penelitian tersebut dibuat model

dengan ukuran skala 1:1 yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pada peneltian tersebut dilakukan analisis secara numerik

bahwa kapal selam mini memiliki performance hidrodinamika

yang baik, yang mana terbukti dengan grafik evolusi gerakan

yang mampu mencapai kondisi stabil dalam waktu kurang

dari 30 detik. Kemudian berdasarkan analisis dynamic

control kapal selam mini mampu mencapai kondisi stabil

dengan delay time yang kecil dalam waktu settle time kurang

dari 10 detik [3].

Dalam proses perancangan kapal selam mini sangat

diperhatikan masalah hambatan yang terjadi. Dengan

melakukan perancangan kapal selam mini yang seminimal

mungkin mengenai hambatan, maka memberikan keuntungan

pada pemilihan tenaga penggerak. Hambatan yang utama

merupakan viscous resistance yang terjadi pada kapal selam

mini. Sebuah perhitungan dengan berbagai metode baik

dengan metode pendekatan maupun dengan percobaan perlu

dilakukan guna mengetahui hambatan yang terjadi pada kapal

selam mini. Sehingga pada akhirnya dapat dilakukan inovasi

untuk mendapatkan hambatan yang kecil.

II. HAMBATAN

Satu dari beberapa studi kapal selam untuk memprediksi

jumlah power yang diminta untuk memindahkan lambung

pada kecepatan yang telah ditentukan, atau sebaliknya untuk

memprediksi kecepatan dengan jumlah power yang diberikan.

Seperti prediksi yang dibuat berdasarkan basis kondisi steady

state pada level flight tanpa maneuvering yang dihitung

secara sederhana. Dalam persamaan gerak, semua persamaan

gelombang dapat dihapus karena asumsi pada level flight dan

tanpa maneuvering sehingga mengurangi koefisien–koefisien

karena diasumsikan nilainya nol [4]. Drag atau hambatan

pada saat pergerakan kapal selam pada saat penyelaman

sepanjang longitudinal axis diberikan sebagai :

RT = RBH + RAPP (1)

dimana RT merupakan hambatan total (N), kemudian RBH

merupakan hambatan kapal kosong (N), RAPP merupakan

Analisis Viscous Resistance Kapal Selam Mini

dengan Metode Computational Fluid Dynamics

dan Pengujian pada Wind Tunnel Ardi Nugroho Yulianto, Ketut Suastika, Aries Sulisetyono

Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected]

L

Page 2: ITS-paper-28367-4109100087-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

2

hambatan appendages (N) [4,5].

RBH = ½ r A V2 CT (2)

dimana r merupakan massa jenis (kg/m3), kemudian A

merupakan luasan lambung dibawah air (m2), V merupakan

kecepatan dari kapal selam mini (m/s) dan CT merupakan

koefisien hambatan [5,6].

Koefisien hambatan dikumpulkan dengan particular

reference area. Desainer harus hati – hati agar tetap

konsisten dengan penggunaan area. Koefisien hambatan

dapat diperoleh dalam 4 komponen, yaitu:

CT = Cƒ + DCƒ + Cr + Cw (3)

Cƒ merupakan koefisien dari hambatan gesek, DCƒ

merupakan korelasi dari hambatan gesek yang diijinkan, Cr

merupakan koefisien hambatan sisa yang nilainya tergantung

pada jenis dan bentuk kapal dan Cw merupakan koefisien

dari gelombang [7].

Pada dasarnya rumus antara RBH dan RAPP hampir sama,

yang membedakan antara hambatan kapal kosong dengan

hambatan appendages adalah nilai koefisien dari hambatan

(CT). Pada kasus ini harga CT sebesar 0.005 [4].

III. COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

Computational fluid dynamics (CFD) merupakan salah

satu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode

numerik dan algoritma untuk menyelesaikan dan

menganalisis masalah yang terjadi pada aliran fluida. Dalam

CFD penggunaan computer sangat penting karena harus

melakukan jutaan perhitungan untuk mensimulasikan

interaksi fluida dan gas yang digunakan pada bidang

engineering. Ketika kita menggunakan CFD dengan

dukungan perangkat keras yang canggih sekalipun, maka

yang didapatkan hanya berupa pendekatan [8]. Inilah salah

satu aspek yang terus dibenahi dalam pengembangan metode

CFD. Secara ringkas CFD merupakan cara untuk

memprediksi secara kuantitatif apa yang akan terjadi ketika

terjadi aliran fluida dan seringkali terjadi kombinasi dengan

aliran perpindahan kalor, perubahan fase benda, reaksi kimia,

pergerakan komponen mekanik, tegangan dan perpindahan

yang terjadi di dalam struktur benda solid maupun yang

terjadi di sekitarnya

Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan

ketika melakukan simulasi CFD, yaitu: preprocessor,

processor dan postprocessor. Preprocessor merupakan

tahap dimana data dimasukkan mulai dari pendefinisian

domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary

condition. Ditahap preprocessor sebuah benda atau ruangan

yang akan dianalisis dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu

atau sering disebut juga dengan meshing. Kemudian tahap

processor merupakan tahap dimana dilakukan proses

penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat

secara literatif, yang mana perhitungan dilakukan hingga hasil

menunjukkan error terkecil atau mencapai nilai yang

konvergen. Perhitungan dilakukan secara menyeluruh

terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan

diskrit. Postprocessor merupakan tahap dimana hasil

perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik

bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu [9].

Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD banyak

sekali digunakan dalam dunia industri karena dengan CFD

dapat dilakukan analisis terhadap suatu sistem dengan

mengurangi biaya eksperimen, yang mana membutuhkan

waktu yang panjang dalam melakukan sebuah pengujian pada

laboratorium. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep

CFD adalah pemahaman lebih dalam suatu masalah yang

akan diselesaikan. Dalam hal ini pemahaman lebih mengenai

karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik,

vektor, kontur dan animasi.

IV. WIND TUNNEL EXPERIMENTAL

Wind tunnel digunakan untuk mempelajari efek aliran

udara yang melewati benda solid. Saat ini pengujian

terowongan angin sudah banyak diaplikasikan pada mobil,

aerofoil dan benda uji lainnya. Ada dua tipe dasar dari wind

tunnel, yaitu open circuit tunnel dan closed circuit tunnel.

Sedangkan berdasarkan kecepatan udara, wind tunnel

dibedakan menjadi subsonic wind tunnel (Mach number < 1),

transonic wind tunnel (Mach number = 1), supersonic wind

tunnel (Mach number > 1), hypersonic wind tunnel (Mach

number > 5) [10].

Pada penelitian ini percobaan dilakukan dalam sebuah

open circuit tunnel dengan tipe subsonic wind tunnel dengan

kapasitas kecepatan udara antara 20 hz sampai 50 hz.

Terowongan angin tersebut mempunyai ukuran panjang 2980

mm dengan test section berbentuk bujur sangkar berukuran

300 x 300 mm2 dan panjang 450 mm. Pengukuran dilakukan

dengan menggunakan timbangan gaya aerodinamik

(aerodynamic force balance) yang mempunyai ketelitian

sebesar 1 mN.

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Studi Literatur

Studi literatur yang dilakukan berkaitan dengan konsep

perhitungan hambatan baik secara numerik maupun dengan

melakukan simulasi pada perangkat lunak. Selain itu juga

dilakukan studi mengenai teori dan metode analisis pada

Computational Fluid Dynamics (CFD) dan Wind Tunnel

Experiments. Proses studi literatur dilakukan dengan

referensi penelitian–penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, buku literatur, pencarian lewat internet

kemudian melakukan survei/pembelajaran langsung pada

pihak laboratorium yang bersangkutan.

B. Persiapan Model Pengujian

Persiapan model dilakukan dengan pembuatan model

dengan bantuan software AutoCAD. Dalam model kapal

selam mini mempunyai ukuran utama dengan panjang 2000

mm, lebar 250 mm, tinggi 250 mm. Kemudian dari model

tersebut divariasikan menjadi 3 variasi vertical fin. Pada

simulasi CFD dan wind tunnel experiments dilakukan skala

Page 3: ITS-paper-28367-4109100087-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

3

model 1:4 untuk model tiga dimensi. Proses skala ini

menyesuaikan dengan peralatan pada Laboratorium

Mekanika Fluida Teknik Mesin ITS. Berikut variasi

ditunjukkan pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.

C. Simulasi CFD

Pada proses simulasi CFD dilakukan terhadap 3 variasi

sesuai pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3. Secara umum

langkah – langkah pada proses CFD dilakukan dalam 3

tahap, yaitu Preprocessor, Processor/Solver, Post-processor.

Pada tahap preprocessor terdiri dari input masalah aliran

melalui interface kemudian mengubahnya menjadi bentuk

yang sesuai dengan format yang dikehendaki oleh bagian

solver. Tahap solver merupakan tahap dimana telah

dilakukannya tahap preprocessor. Perkiraan variabel yang

tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana.

D. Evaluasi Hasil Pengujian Wind Tunnel dan CFD

Evaluasi hasil simulasi dan pengujian digunakan untuk

mengetahui keakuratan hasil yang telah didapatkan. Terdapat

banyak metode untuk melakukan perhitungan kesalahan.

Beberapa metode yang digunakan yaitu root mean square

error (RMSE) dan mean absolute percentage error

(MAPE).

(4)

dimana N merupakan jumlah data yang digunakan, yi

merupakan data pengujian wind tunnel dan ŷi merupakan

data simulasi CFD

(5)

(6)

dimana yi merupakan data pengujian wind tunnel kemudian

ŷi merupakan data simulasi CFD [11].

VI. ANALISIS CFD DAN PENGUJIAN WIND TUNNEL

Pada proses perbandingan antara data hasil pengujian

kapal selam mini pada wind tunnel dengan simulasi

computational fluid dynamics dapat dilihat pada gambar 43

sampai gambar 8 dan tabel 1 sampai tabel 4

pada gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan

harga dari coefficient of drag dari masing – masing harga

Reynolds number pada variasi I, II dan III. Pada masing –

masing variasi memiliki harga CT yang relatif konstan

terhadap perubahan dari angka Reynolds. Namun jika dilihat

nilai CT pada masing – masing variasi tidak memperlihatkan

perbedaan yang signifikan. Variasi dari posisi vertical fin dari

variasi I, II, dan III tidak memberikan pengaruh yang besar

terhadap harga dari coefficient of drag (CT) sehingga nilai

hambatan total dari ketiga variasi tidak memberikan

perbedaan yang signifikan.

Gambar 2. Submarine variasi II

Gambar 1. Submarine variasi I

Gambar 3. Submarine variasi III

Gambar 4. Harga CT pada pengujian wind tunnel

Gambar 5. Harga CT pada simulasi CFD

Page 4: ITS-paper-28367-4109100087-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4

pada gambar 5 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan

harga dari coefficient of drag dari masing – masing harga

Reynolds number pada variasi I, II dan III. Pada masing –

masing variasi memiliki harga CT yang relatif mengalami

penurunan terhadap perubahan dari angka Reynolds. Dari

gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi harga dari

Reynolds number maka harga dari coefficient of drag

mengalami penurunan baik pada variasi I, II dan III.

Tabel 1.

Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi I

NO KECEPATAN (m/s) Re

CT

CFD

CT

Wind Tunnel

Selisih

(%)

1 8 2.62E+05 0.0256 0.0227 13.019

2 10 3.28E+05 0.0225 0.0229 1.627

3 12 3.93E+05 0.0205 0.0227 9.405

4 15 4.92E+05 0.0186 0.0224 17.089

5 18 5.90E+05 0.0172 0.0220 18.637

dari gambar 6 dan data pada tabel 1 dapat dilihat bahwa

terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan

simulasi pada computational fluid dynamics (CFD). Pada

kecepatan 8 m/s dengan angka Reynolds (Re) 262222

terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan

simulasi CFD sebesar 13.020 %. Kemudian pada kecepatan

10 m/s dengan Re 327777 terdapat perbedaan antara

pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 1.627

%. Kemudian pada kecepatan 12 m/s dengan angka Reynold

393333 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 9.405 %. Kemudian pada

kecepatan 15 m/s dengan Re 491666 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

17.089 %. Kemudian pada kecepatan 18 m/s dengan Re

590000 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 18.637%.

Tabel 2.

Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi II

NO KECEPATAN (m/s) Re

CT

CFD

CT

Wind Tunnel

Selisih

(%)

1 8 2.62E+05 0.0252 0.0234 7.724

2 10 3.28E+05 0.0226 0.0227 0.254

3 12 3.93E+05 0.0209 0.0226 7.503

4 15 4.92E+05 0.0192 0.0221 13.160

5 18 5.90E+05 0.0181 0.0221 18.218

dari gambar 7 dan data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa

terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan

simulasi pada computational fluid dynamics (CFD). Pada

kecepatan 8 m/s dengan Re 262222 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

7.724 %. Kemudian pada kecepatan 10 m/s dengan Re

327777 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 0.254 %. Kemudian pada

kecepatan 12 m/s dengan Re 393333 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

7.503 %. Kemudian pada kecepatan 15 m/s dengan Re

491666 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 13.160 %. Kemudian pada

kecepatan 18 m/s dengan Re 590000 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

18.218%.

Tabel 3.

Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi III

NO KECEPATAN (m/s) Re

CT

CFD

CT

Wind Tunnel

Selisih

(%)

1 8 2.62E+05 0.0253 0.0209 17.446

2 10 3.28E+05 0.0227 0.0220 3.570

3 12 3.93E+05 0.0210 0.0216 2.372

4 15 4.92E+05 0.0193 0.0217 10.988

5 18 5.90E+05 0.0182 0.0221 17.692

Gambar 6. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind

tunnel variasi I

Gambar 7. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind

tunnel variasi II

Page 5: ITS-paper-28367-4109100087-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

5

dari gambar 8 dan data pada tabel 3 dapat dilihat bahwa

terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan

simulasi pada computational fluid dynamics (CFD) dengan.

Pada kecepatan 8 m/s dengan Re 262222 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

17.446 %. Kemudian pada kecepatan 10 m/s dengan Re

327777 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 3.570 %. Kemudian pada

kecepatan 12 m/s dengan Re 393333 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

2.372 %. Kemudian pada kecepatan 15 m/s dengan Re

491666 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel

dengan simulasi CFD sebesar 10.988 %. Kemudian pada

kecepatan 18 m/s dengan Re 590000 terdapat perbedaan

antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar

17.692%.

Tabel 4.

Evaluasi hasil CT pada pengujian wind tunnel dan CFD

NO VARIASI MSE RMSE MAPE (%)

1 SUBMARINE I 6.17E-06 2.48E-03 9.372

2 SUBMARINE II 1.01E-05 3.18E-03 11.956

3 SUBMARINE III 8.28E-06 2.88E-03 10.413

dari tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase tingkat kesalahan

data antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD pada

variasi I sebesar 9.372% yang mana termasuk pada kriteria

sangat bagus. Kemudian pada variasi II sebesar 11.956%

yang mana termasuk pada kriteria bagus. Kemudian pada

variasi III sebesar 10.413% yang mana termasuk pada

kriteria bagus.

VII. KESIMPULAN

Penambahan dan pengaturan posisi vertical fin tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap harga CT yaitu

sebesar 2.07%. Harga CT terendah sebesar 0.0209 dengan Re

262222 pada variasi III kapal selam mini. Harga CT tertinggi

sebesar 0.0233 dengan Re 262222 pada variasi II kapal

selam mini. Pada pengujian pada wind tunnel dan simulasi

CFD menunjukkan nilai RMSE pada variasi I sebesar 2.48 x

10-3

, variasi II sebesar 3.18 x 10-3

, variasi III sebesar 2.88 x

10-3

. Persentase tingkat kesalahan pada pengujian wind

tunnel dan simulasi CFD pada variasi I sebesar 9.37%,

variasi II sebesar 11.96%, variasi III sebesar 10.41%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih Penulis tujukan kepada Pak Wawan

Aries Widodo selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin ITS

yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan

pengujian pada Laboratorium Mesin dan Mekanika Fluida.

Pak Nur dan Pak Tris yang telah membantu dalam

pembuatan model pengujian serta saudara Cahyono, Andi

Firdiansyah dan Rikki Fadhilla yang telah membantu pada

proses pengujian laboratorium serta teman-teman dan pihak-

pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sulisetyono, A., & Purnomo, D. 2009.The Mini-Submarine Design for

Monitoring of the Pollutant and Sewage Discharge in Coastal Area.

5th International Conference on Asian and Pacific Coasts.

Singapore:NTU.

[2] Sulisetyono, A.2009.Dynamics Stability Prediction of the Mini-

Submarine in Underwater Mission.Seminar Nasional Pascasarjana IX.

Surabaya:ITS. [3] Prisdianto, A., & Sulisetyono, A.2012.Perancangan ROV dengan

Hydrodinamic Performance yang Baik untuk Misi Monitoring Bawah

Laut.Surabaya:ITS.

[4] Allmendinger, E.Eugene.1990.Submersible Vehicle Systems

Design.Jersey:SNAME.

[5] Lewis, Edward.1988.Principles of Naval Architecture Second

Revision.Jersey:SNAME.

[6] J.S. Carlton.2006.Marine Propellers and Propulsion.London:Elsevier.

[7] Molland, A. F.,Tunock, S. R., & Hudson, D. A.2011.Ship Resistance

and Propulsion.New York:Cambridge University Press.

[8] Dmitri Kuzmin, Introduction to Computational Fluid Dynamics,

Institute of Applied Mathematics University of Dortmund,

http://www.mathematik.uni-dortmund.de/_kuzmin/cfdintro/cfd.html.

[9] Shaughnessy, A. J.,Katz, I. M.,Schaffer, J. P.2005.Introduction to

Fluid Mechanics.New York:Oxford University Press.

[10] Pereira, J.D.2011.Wind Tunnels Aerodynamics, Models and

Experiments.New York:Nova Science Publishers.

[11] Makridakis, Spyros, & Wheelwright, S. C.1999. Metode dan Aplikasi

Peramalan.Jakarta: Binarupa Aksara.

Gambar 8. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind

tunnel variasi III