ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN -...
Transcript of ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN -...
iii
ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN
(Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153,
Q.S. Yusuf(12):18,Q.S. al-Anbiya(21):112)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin
Oleh :
M U K H T A R H A F I F I
NIM : 106034001246
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2011 M
iv
ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN
(Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153,
Q.S. Yusuf(12):18, Q.S. al-Anbiya(21):112)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin
Oleh :
M U K H T A R H A F I F I
NIM : 106034001246
Dibawah bimbingan :
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA
NIP. 195608211996031001
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2011 M
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
akademisi (skripsi) ini. Shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan
kepada nabi saw, beserta keluarga dan sahabatnya, dan semoga kita semua
mendapat syafaat-nya.
Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak
melibatkan banyak pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku Dekan, dan Prof. Dr. M.
Ikhsan Tanggok, M.Si. selaku pudek 1, Dr. M. Suryadinata. MA
selaku pudek 2 Dan Dr. Bustamin, M.Si selaku ketua jurusan Tafsir
Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para tim penguji
yang dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M.
Suryadinata, MA selaku ketua, Dr. Lilik Ummi Kalsum. MA, sebagai
sekretaris merangkap penguji I, dan Dr. Edwin Syarif, MA, sebagai
penguji II.
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan
sabar telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini
sampai rampung, dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi
kelancaran penulisan skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa
“Jazajumullah ahsanu al-jaza”.
i
ii
4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Jurusan Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus
mencurahkan dan mentransfer wawasan serta pengetahuannya selama
penulis menempuh studi di kampus tercinta ini.
5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan
Iman Jama‟ Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber
rujukan dan referensi.
6. Ayahanda H. Lamin dan dan Ibunda Hj. Zenab yang telah mengasuh,
mendidik dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil
selama penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan
juga kepada kakak penulis Nazmuddin beserta keluarga, Ummu
„Athiyyah dan keluarga, Sri Mulyanah beserta keluarga, dan tak lupa
kepada adik-adik tersayang penulis Ahmad Turtusi, Siti Khodijah,
Muhammad Yusuf Iskandar yang kesemuanya selalu memberikan
semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini.
7. Dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Siti Holilah
yang selalu mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik
dalam keadaan suka ataupun duka selama penulisan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang
tangguh dan gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama
sahabat saya Soimuddin, Rizki Ediputratama, Rahmat Hidayatullah,
ii
iii
Tomi Sutrisno, Sulaiman, Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman,
Jenal Muttaqin, Muhammad Malik dan teman-teman penulis yang
telah sukses, Suryadi, Taufik (petong).
9. Dan teman-teman penulis satu permainan yang selalu mendukung dan
memberi semangat dan penuh pengertian yaitu M. Sopyan Madoen,
Aang Maulana el-Fanni.
Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, sangat menyadari bahwa
masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan
dari segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan
yang sangat sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih
khusus bagi penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini
dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.
Jakarta, 15 Maret 2011
Penulis
iii
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D da د
Dz De dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
D de dengan garis bawah ض
T te dengan garis bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan „ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
iv
v
H Ha هـ
Apostrof „ ء
Y Ye ي
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
___َ___ a fathah
____ِ__ i kasrah
___ُ___ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i _َ___ي
و__ َ__ au a dan u
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ــَا
î i dengan topi di atas ــي
û u dengan topi di atas ـــو
v
vi
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmî ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
vi
vii
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-
Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
TRANSLITERASI .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6
D. Metodologi Penelitian ........................................................ 7
E. Sistematika Penulisan ......................................................... 8
BAB II GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH
A. Term Isti’anah dalam Al-Qur‟an ........................................ 9
B. Antara Isti’anah dengan Istinshar ...................................... 16
BAB III PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN
A. Ibadah Sebelum Meminta Pertolongan .............................. 23
B. Meminta Pertolongan dengan Sabar dan Shalat ................ 32
C. Allah Yang Maha Penolong ............................................... 41
D. Praktek Isti’anah dalam Masyarakat .................................. 50
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 54
B. Saran-saran .......................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah adalah Tuhan semesta alam2 yang merajai hari pembalasan
3,
tiada Tuhan yang patut disembah kecuali rabbul ‘âlamîn. Dia juga pencipta
langit berikut segala isinya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan4.
Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Bijaksana, dan Yang
Maha segala-galanya atas mahkhuk-Nya. Allah mempunyai sifat yang tidak
dimiliki oleh makhluk-Nya, Allah menciptakan sesuatu yang tidak bisa
diciptakan oleh manusia. Allah juga telah mengutus beberapa utusan untuk
membimbing manusia di muka bumi ini yaitu seorang rasul dan para nabi
berikut dengan kitab-kitab sucinya.
Muhammah saw adalah rasulullah yang membawa misi untuk
disampaikan kepada umat manusia tanpa ada pengecualian sedikit pun. Beliau
adalah manusia namun tidak seperti manusia biasa. Beliau hidup seperti
layaknya manusia biasa namun beliau mempunyai kelebihan yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain yang walaupun beliau seorang yang ummi5. Beliau
yang sudah dijamin masuk surga namun tetap saja berdoa dan memohon
ampun kepada Allah. Beliau adalah utusan Allah sekaligus penutup para nabi
2 Lihat Q.S al-Fatihah(1):2
3 Lihat Q.S. al-Fatihah(1):4
4 Lihat Q.S. al-Ikhlash(112):4
5 Adalah orang yang tidak tahu tulis baca. Kata ummi juga didalam al-qur‟an terdapat
pada tiga tempat, yaitu: Q.S. Ali Imran(3)20, Q.S. al-„Araf(7):157-158. (Lihat Kamus al-Qur‟an
karya Deni Hamdani, S.d.I, hlm.361)
2
yang akan memberikan safaat kepada umat yang mengikuti ajaran-ajarannya.
Sebagaimana firman Allah yang berbunyi :
Artinya : Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah
Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (Q.S. an-Nisa(4):165)
Al-Qur‟an adalah kitabullah yang diturunkan kepada manusia paling
sempurna yaitu Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril yang
diturunkan pada malam yang mulia, yang diturunkan kurang lebih dua puluh
tiga tahun lamanya, yang berisi tentang ajaran-ajaran mulia untuk disampaikan
kepada seluruh makhluk dimuka bumi ini. Al-Qur‟an diturunkan pada bulan
ramadhan yang penuh dengan keberkahan sebagai petunjuk bagi manusia6.
Al-Qur‟an yang membacanya merupakan sebuah ibadah dan tidak pernah
bosan manusia untuk selalu membacanya walaupun kalimatnya dari zaman ke
zaman tidak pernah berubah sedikitpun7.
Al-Qur‟an secara harfiah adalah “bacaan sempurna” merupakan suatu
nama pilihan Allah yang sungguh tepat karena tidak ada satu bacaan pun sejak
manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi
Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.8
6 Lihat Q.S. al-Baqarah(2)185)
7 Al-Qur‟an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan, akal dan kalbu, pikiran dan
zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti robot, pikir tanpa zikir
menjadikan manusia seperti setan, iman tanpa ilmu sama dengan pelita ditangan bayi, sedang ilmu
tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri. (Lihat Wawasan al-Qur’an karya M. Quraish
Shihhab, hlm.7 8 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizzan, 1998) cet. vii hlm. 3
3
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang hidup dimuka bumi ini
untuk menjalankan skenario yang dibuat oleh-Nya. Manusia yang dibekali
akal dan hawa nafsu yang bisa menjadikan manusia seseorang yang mulia atau
hina dihadapan-Nya. Kadang kala manusia suka lupa kepada siapa ia harus
menyembah dan siapa yang telah menciptakannya. Manusia seringkali
mengingkari akan Tuhannya padahal manusia diciptakan dari tanah.9
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, yang mengajarkan kepada
kebaikan kepada umatnya. Islam juga adalah agama yang membawa
kedamaian. Islam mengajarkan kepada manusia bagaimana untuk saling
menghormati kepada sesama manusia. Agama Islam adalah agama yang kita
anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim di seluruh dunia, merupakan
way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di
akhira.10
Islam juga adalah agama yang di rihoi oleh Allah. Sebagaimana
firmannya.
Artinya : “Sesungguhnya agama yang di ridhoi disisi Allah adalah agama
Islam”. (Q.S.Ali-Imran(3):19)
Islam mengajarkan kepada manusia untuk menyerahkan segala urusan
hanya kepada Allah rabbul ‘aalamin. Karena hanya kepadanya manusia
9 Lihat Q.S. Shaad(38):71, Q.S. al-Mu‟minun(23):12, Q.S. al-Hijr(15):26
10 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizzan, 1994) cet.vi hlm. 33
4
menyembah dan memohon pertolongan.11
Islam juga mempunyai kitab suci
yang menjadi petunjuk bagi manusia yaitu Al-Qur’an Al- Karim.
Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang berisi berbagai ajaran
tentang kehidupan manusia, yang mengajarkan manusia bagaimana
berinteraksi kepada Allah dan berinteraksi kepada sesama manusia yang
disebut dengan hablum min Allah dan hablum min an-Nas. Al-Qur‟an adalah
kitab yang universal, terbukti bahwa Al-Qur‟an tidak hanya mengajarkan
kepada manusia tentang bagaimana berinteraksi kepada manusia dan
berinteraksi kepada Allah, melainkan Al-Qur‟an mencakup beberapa aspek
seperti ibadah, muamalah, siasah, hukum, waris, syari‟ah, akidah, akhlak.
Sebagai seorang manusia kita diperintahkan oleh Allah untuk
beribadah kepada-Nya tidak boleh kita beribadah selain kepada Allah, karena
itu akan mengakibatkan kekufuran. Sebagai seorang manusia haruslah patuh
dengan apa yang diperintahkan dan yang dilarang-Nya. Setelah beribadah kita
diperintahkan untuk memohon pertolongan hanya kepada-Nya bukan kepada
selain-Nya.
Kita tentu pernah mendengar sebuah berita bahwa ada seorang anak
yang mampu menyembuhkan orang sakit dengan mencelupkan batu kedalam
air. Ponari orang memanggilnya ketika itu sebelumnya kita tidak pernah
mendengar namanya ketika anak itu mampu menyembuhkan berbagai
penyakit menggunakan batu yang dia miliki langsung membuatnya tenar.
Banyak orang berbondong-bondong mendatangi rumahnya untuk khasiat dari
11
Lihat Q.S. al-Fatihah(1):5
5
batu itu setelah dicelupkan kedalam air. Mereka menyakini bahwa penyakit
mereka bisa sembuh setelah meminum air tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka lebih meyakini batu tersebut daripada Allah. Pada
kenyataannya hanya Allah yang harus mereka yakini bukan batu atau benda-
benda lain yang dianggap sakti.
Dari pemaparan diatas bahwa di dalam Al-Qur‟an banyak sekali
perintah-perintah yang harus dilakukan manusia, salah satu dari perintah-
perintah tersebut adalah perintah memohon pertolongan hanya kepada Allah
yang akan penulis teliti lebih jauh lagi dalam bentuk penelitian skripsi yang
berjudul Isti’anah dalam Al-Qur’an (Analisis terhadap Q.S. al-
Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18,Q.S. al-
Anbiya(21):112)
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sebagaimana penulis telah paparkan pada latar belakang masalah,
bahwa kata isti’anah banyak sekali dalam al-Qur‟an dan dalam fenomena
Ponari tersebut orang berbondong-bondong mendatangi rumah Ponari untuk
meminta kesembuhan dari penyakit dengan meminum air yang telah
dicelupkan dengan batu. Maka dari itu penulis mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
a. Apa yang harus dilakukan ketika meminta pertolongan atau Istianah
b. Apakah dalam beristi’anah harus mendahulukan hak daripada kewajiban
6
c. Bagaimana al-Qur‟an menanggapi terhadap fenomena masyarakat yang
berbondong-bondong meminta kesembuhan kepada Ponari dengan
meminum air yang sudah dicelupkan dengan batu yang dianggap sakti.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan judul diatas dan banyaknya ayat-ayat
yang membicarakan tentang isti’anah, maka penulis perlu membatasi
permasalah diatas pada Q.S al-Fatihah(01):5, Q,S. Al-Baqarah(02):45 & 153,
Q.S. Yusuf(12):18, dan Q.S. al-Anbiya(21):112.
3. Perumusan Masalah
Setelah membatasi permasalah sebagaimana yang telah penulis
sebutkan diatas, dalam rangka untuk memudahkan pembahasan dalam
penulisan skripsi ini, maka penulis perlu untuk merumuskan masalah yang
menjadi tema pokok dalam skripsi ini dalam bentuk sebuah pertanyaan
Bagaimana Perspektif Al-Qur’an tentang Isti’anah dan Prakteknya dalam
Masyarakat.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah diatas, dapat diketahui bahwa tujuan yang
ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan al-Qur‟an terhadap Isti’anah
b. Untuk menambah khazanah pemikiran islam, khususnya mengenai
Isti’anah
7
c. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada
jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian kepustakaan
(Library Research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai macam
literatur yang relevan (data primer) dengan pokok masalah. Sumber primer
terdiri dari kitab-kitab tafsir antara lain : Kitab Tafsir As-Sya‟rawi, Kitab
Tafsir Al-Qur‟anul Azhim, dan kitab-kitab tafsir lainnya.
Kemudian buku-buku yang menjadi data skunder penulis
mengambil buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
2. Metode Pembahasan
Metode pembahasan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis,
yaitu menyajikan data-data yang ada baik data primer maupun data
skunder, kemudian dianalisis secara proporsional. Sehingga akan nampak
jelas jawaban atas persoanal yang berhubungan dengan pokok masalahnya.
Setelah melakukan analisa, kemudian penulis memberikan kesimpulan
mengenai hasil analisa yang dilakukan.
3. Teknik penulisan
Pada teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) karangan
8
Hamid Nasuhi, et.al yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini penulis membagi
pembahasan menjadi beberapa bab yang terdiri dari sub bab, yaitu :
Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II yaitu gambaran umum tentang Isti’anah yang meliputi
pengertian term Isti’anah dalam Al-Qur‟an, dan antara Isti’anah dengan
Istinshar.
Bab III membahas tentang kajian ayat-ayat Istia’anah, yang meliputi
ayat dan terjemah berikut tafsiranya, munasabah dan berikut uraian tafsirnya,
pendapat mufassir tentang ayat-ayat Isti’anah dan analisa terhadap ayat-ayat
Isti’anah dan prakteknya dalam masyarakat
Bab IV adalah penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian, dan
disertai saran-saran yang disampaikan penulis dalam penulisan skripsi ini.
1
BAB II
GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH
A. Term Isti’anah Dalam Al-Qur’an
Term isti’anah sebenarnya tidak disebutkan secara langsung dalam Al-
Qur‟an. Tetapi, kata jadian darinya yang memunculkan istilah tersebut banyak
ditemukan dalam al-Qur‟an. Isti’anah artinya meminta pertolongan atau
bantuan Tuhan. Kata isti’anah berasal dari Q.S. al-Fatihah(1):5 Iyyaaka
na’budu wa iyyaaka nasta’in, yang artinya hanya kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.12
Kata isti’anah dalam kamus bahasa arab indonesia memiliki arti
permintaan bantuan atau pertolongan. Dalam kamus Al-Qur‟an kata isti’anah
memiliki arti meminta bantuan, pertolongan dan pendukung.13
Kata isti’anah berasal dari kata عون yang artinya membantu14
, dan
,yang artinya membantu, menolong, membebaskan عّون15
القوم تعاون artinya
tolong menolong, kerja sama, gotong royong.16
Jadi kata االستعانت yang berasal
dari kata عون mempunyai arti permintaan bantuan, pertolongan. Dalam
bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan
12
Ahsin. W al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006) h.126 cet.II 13
Budi Santoso. Kamus al-Qur’an (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008) h.3 cet.I 14
Al-Imam al-„Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Mandzur
al-Afriqi al-Misr, Lisanul Arab. (Beirut: Dar Shaadir) h.298 15
Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif,1997) h.988 16
Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwir h.988
9
10
yang berarti yang meminta pertolongan dan musta‟an berarti dimohonkan
pertolongannya.17
Dalam beristi’anah atau memohon pertolongan berarti kita tidak dapat
atau terhalang, atau sulit meraih apa yang kita mohonkan itu oleh satu dan lain
sebab kecuali bila dibantu. Dalam Tafsir al-Misbah dikemukakan bahwa
bantuan adalah sesuatu yang dapat mempermudah melakukan sesuatu yang
sulit diraih oleh yang memintanya, yaitu dengan jalan mempersiapkan sarana
pencapaiannya, seperti meminjamkan alat yang dibutuhkan, atau partisipasi
dalam aktivitas, baik dalam bentuk tenaga atau fikiran, nasihat atau harta
benda.18
Permohonan bantuan kepada Allah adalah permohonan agar Dia
mempermudah apa yang tidak mampu dirai oleh orang yang bermohon dengan
upaya sendiri.
Dari penjelasan diatas bahwa permohonan bantuan itu bukan berarti
berlepas tangan sama sekali, akan tetapi kita masih dituntut untuk berperan,
sedikit atau banyak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Muhammad Syaltuth mengemukakan dalam tafsirnya bahwa isti’anah
adalah meminta pertolongan sesudah melakukan usaha sekuat kemampuan.
Orang yang berakal sehat tidak akan meminta pertolongan melainkan kepada
yang mampu memberikan pertolongan, tidak ada yang mampu memberikan
pertolongan kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya menyeluruh,
tidak dapat dilemahkan oleh apapun. Dia yang menciptakan sebab, Dia pula
17
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Tahun 2004. h.388 18
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati,2007) h.58 jilid.2
11
yang menyingkirkan halangan, dan dia yang memberi, menghendaki serta
menolak.19
Isti’anah adalah bagian dari ibadah. Karena itu tidak dibolehkan
beristi’anah selain kepada Allah. Tidaklah mungkin mengharapkan isti’anah
yang mutlak, yang meliputi segala sesuatu yang menyeluruh, melainkan hanya
kepada Allah semata.20
Sebagaimana firman Allah swt.
Artinya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka Serulah
berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu,
jika kamu memang orang-orang yang benar. (Q.S Al-A‟raf (7):194)
Selanjutnya
Artinya : Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup
menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (Q.S Al-A‟raf
(7):197)
19
Muhammad Syaltuth. Tafsir al-Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali (Bandung:
Dipenogoro, 1990) h.64 jilid.1 20
Muhammad Syaltuth. Tafsir al-Qur’anul Karim. h.65
12
Istilah ibadah sudah sangat populer di kalangan kita. Ibadah ini adalah
bentuk penghambaan kepada Allah. Dalam Islam prinsip utama dalam
beribadah adalah tauhid, jika terdapat syirik di dalam ibadah meskipun kecil
maka ibadahnya akan tertolak dan batal. Tidak ada tawar menawar di dalam
beribadah. Ketauhidan dan keikhlasan dalam beribadah adalah suatu yang
pokok dan mutlak. Tauhid yang dimaksudkan di sini adalah kesadaran diri
seorang hamba, bahwa apa yang ada pada dirinya bukan apa-apa karena
semuanya bersumber dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Atau dengan
pernyataan lain semua yang ada pada dirinya adalah milik Allah swt. 21
Makna ibadah yang sangat luas dalam islam mencakup empat
hubungan yang berbeda baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan manusia lainnya, manusia dengan dirinya dan manusia dengan
lingkungan alam sekitar. Masing-masing dari hubungan tersebut terdapat dua
macam. Hubungan manusia dengan Tuhannya diwujudkan dengan,
“Melaksanakan perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-larangan-
Nya”. Hubungan manusia dengan dirinya dapar diterjemahkan dengan
pemenuhan hak diri, makan minum jangan berlebihan, menjaga diri dari
kebinasanaa. Adapun hubungan sesama manusia dapat diwujudkan dalam
bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa serta saling menjaga dari
permusuhan dan dosa. Sedangkan hubungan manusia dengan alam dapat
ditempuh dengan intifa‟, yaitu mengambil manfaat dari alam untuk
kesejahteraan hidup dan tidak iththirar yaitu tidak menjadikan alam sebagai
21
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan Awal
al-Baqarah (Jakarta: Taushia,2008) h.70
13
musuh yang membinasakan, dengan ishlah yaitu menjadikan alam sebagai
harmoni, kedamaian dan tidak fasad atau berbuat kerusakan.22
Secara tekstual term isti’anah dalam Al-Qur‟an terdapat pada 7 ayat
dalam 5 tempat. Dua diantaranya dalam satu surat. Sebagaimana telah
disebutkan diatas bahwa kata isti’anah terambil dari عان atau عون yang
memiliki arti pertolongan. Al-Qur‟an menyebutkan kata isti’anah pada
beberapa bentuk.
Pertama, dalam bentuk fi’il amr (kata kerja perintah) yang terdapat
pada tiga tempat yaitu Q.S. al-Baqarah (2) ayat 45 dan ayat 153, dan Q.S. al-
A‟raf: 128. Yang dimaksud kata kerja perintah disini adalah perintah dari Dzat
yang tinggi yaitu Allah kepada Dzat yang paling rendah yaitu manusia bukan
sebaliknya perintah dari yang rendah ke yang tinggi derajatnya.
Kedua, dalam bentuk fi’il mudhori yaitu kata kerja yang menunjukkan
masa sekarang dan yang akan datang. Yang hanya terdapat pada satu tempat
yaitu Q.S. al-Fatihah (1):5. nasta’in yang berarti Kami memohon pertolongan.
Berarti dalam kata nasta’in yang dalam bentuk fi’il mudhori mengindikasikan
bahwa mulai sekarang sampai hinga waktu yang tidak bisa ditentukan untuk
selalu beristi’anah memohon pertolongan hanya kepada Allah bukan kepada
selain Allah.
Ketiga, dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja
ista’ana-yasta’inu-isti’anan yang berarti minta pertolongan dan musta‟an
22
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an h.72
14
berarti dimohonkan pertolongannya.23
Kata tersebut di dalam Al-Qur‟an
terdapat pada dua tempat yaitu Q.S. Yusuf:18 dan Q.S al-Anbiya:112.
Dalam Al-Qur‟an kata Isti’anah selau digandengkan dengan ibadah
bahkan kata ibadah pun mengawali kata isti’anah itu sendiri. Penggandengan
kedua kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena ibadah dan isti’anah
merupakan satu kesatuan yang utuh. Isti’anah tidak bisa berdiri sendiri tanpa
ibadah.
Ibnu QayyimAl-Jauziyyah memaparkan dalam kitab tafsrinya bahwa
Isti’anah merupakan bagian dari ibadah tanpa ada pembalikan. Isti’anah
merupakan permohonan dari Allah dan ibadah merupakan tuntutan bagi Allah.
Ibadah tidak terjadi kecuali dari orang yang mukhlis. Sementara Isti’anah bisa
berasal dari orang yang mukhlis dan tidak mukhlis.24
Nabi Muhammad Saw adalah contoh tertinggi dalam ibadah dan beliau
telah merealisasikan bentuk ibadah yang diinginkan dan dicintai Allah. Allah
mengiringi ibadah yang ikhlas dengan minta tolong kepada-Nya. Ia berkata
“Kami tidak menyembah selain-Mu.” Ketika manusia meminta bantuan
kepada selain Allah, berarti ia telah meminta bantuan kepada Dzat yang
memiliki kemampuan terbatas. Dengan meminta bantuan kepada Allah
manusia telah terbebas dari kehinaan dunia, dan memiliki kekuasan tanpa
batas.25
23
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.388 24
Ibnu Qayyim. Tafsir Ayat-ayat pilihan (Jakarta: Darul Falah, 2000) h.72 cet.2 25
Syaikh Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi (Kairo, Akhbar al-
Yaum,1991) h.41 jilid.1
15
Dalam kaitannya dengan memohon pertolongan kepada Allah haruslah
didahului dengan ibadah atau melakukan segala perintah dan menjauhi segala
larangannya dan mengesakan bahwa hanya Allah yang patut disembah dan
dimintai pertolongan. Hal ini berkaitan dengan tauhid rububiyyah, yaitu
keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi, pencipta semua
makhluk dan penguasa seluruh alam. Tidak ada sekutu dalam kekuasaann-Nya
dan tidak ada hakim dalam hukum-hukum-Nya selain Dia.26
Tauhid uluhiyyah
yaitu mengesakan dalam beribadah, patuh dan taat secara mutlak kepada-Nya.
Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan tidak pula menyekutukan-
Nya.27
Dalam tauhid rububiyyah kita meyakini bahwa Allah yang
menciptakan segala makhluk. Allah berfirman:
Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala
sesuatu.... (Q.S. az-Zumar(39):62).
Dia juga Tuhan maha pemberi rejeki bagi semua makhluk di muka
bumi. Senada dengan firmannya:
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata28
pun di bumi melainkan Allah-
lah yang memberi rezkinya... (Q.S. Huud(11):6)
26
Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka
Progresif,1992) h.35 cet.1 27
Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan h.37 cet.1 28
Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang
16
Kemudian tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan Allah sebagai Tuhan,
menyembahnya dalam beribadah dan tidak menyekutukannya. Tauhid
uluhiyyah ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga
yang terakhir yaitu Muhammad saw29
.
Allah berfirman:
Artinya : Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut30
itu"...
(Q.S. an-Nahl(16):36).
B. Antara Isti’anah dan Istinshar
Istilah untuk pertolongan di dalam Al-Qur‟an ada dua yaitu: pertama,
al-maunah dan memohonnya disebut isti’anah. Maunah ini diberikan kepada
siapa saja yang Allah kehendaki tanpa dibeda-bedakan apakah dia orang yang
baik atau orang yang jahat. Hal ini berkaitan dengan urusan duniawi semata.
Kedua, an-nashr dan memohonnya disebut istinshar.31
Istilah istinshar
berasal dari kata نصر yang artinya membatu, افالن اهلل نصر “Allah
memberikan kemenang kepada si pulan”, تناصروا “Mereka tolong menolong,
انتنصار-نصر ,”Menang, mengalahkan musuh“ انتنصار “Pertolongan,
kemenangan”.32
Jadi kata tersebut memiliki banyak arti ketika menjadi suatu
29
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan. Kitab Tauhid (Yogyakarta: UII,2001) h.53 30
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t. 31
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.82 32
Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang,2002) h.454
17
kalimat bisa berarti “membantu, pertolongan, kemenangan”. Pertolongan
Allah yang menggunakan istilah an-nashr muncul di dalam Surat An-Nashr.
Artinya : Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (Q.S.an-
Nashr(110):1)
Hal tersebut merupakan pertolongan kepada orang yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang salah satunya adalah sabar. Dalam sejarah, ketika
pada hari Jum‟at tanggal 17 Ramadhan, Rasulullah saw, dan pasukan
muslimin menghadang pasukan kafir Makkah yang bermaksud menyerang
kota Madinah. Pasukan ini tidak menunggu musuh sampai di kota Madinah,
akan tetapi dihadang di suatu tempat yang bernama Badar. Peperangan terjadi
dan karena berlangsung di Badar maka dalam sejarah disebut perang Badar.
Dalam Al-Qur‟an disebutkan: “Allah telah menolong kamu di Badar”.33
Badar merupakan bukit, jadi jauh sebelum sampai rombongan musuh
sudah kelihatan dengan berkendaraan kuda dengan pasukan panahnya dan
pasukan penombak, pasukan mereka 1000 orang, sedangkan Rasulullah saw,
memimpin pasukannya yang hanya berjumlah 313 orang itu pun bukan tentara
semua. Perlu diketahui bahwa perang Badar terjadi pada puasa yang pertama
dan pada musim panas yang luar biasa. Pasukan muslim hanya menggunakan
senjata seadanya dan jumlah sedikit. Mereka yang ikut berperang juga bukan
orang yang terlatih sebagai tentara. Rasulullah saw, saat itu juga amat
33
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83
18
khawatir dengan keadaan tersebut. Beliau melihat pasukan musuh begitu besar
dan para sahabatnya pun terlihat jelas dari rona wajah dan sorot mata mereka
ada kecemasan, maka rasulullah saw, berkata kepada para sahabat, “Tenang
saja Allah pasti akan menolong kita dengan riabuan Malaikat yang akan
diturunkan”.34
Lalu Allah menurunkan ayat, “Benar, jika kamu bersabar dan
bertakwa lalu mereka menyerang kamu dengan tiba-tiba, maka Tuhan kamu
akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang diberi tanda.” (Q.S.Ali
Imran:125).
Semula, Nabi saw. menjanjikan kepada para sahabat hanya dengan
3000 Malaikat, akan tetapi oleh Allah dikirim 5000 Malaikat dan kejadiannya
spektakuler. 5000 Malaikat yang diutus oleh Allah itu kelihatan oleh musuh,
akan tetapi para sahabat tidak melihatnya. Ketika melepaskan satu anak panah,
musuh yang mati bisa langsung lima orang sekaligus. Ini yang membuat porak
poranda pasukan musuh. Itulah kemenangan perang Badar dengan pertolongan
Allah. Pertolongan jenis ini disebut nashr. Sesudahnya diberikan lagi oleh
Allah ketika Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa setets darah pun
tercecer.35
Jadi isti’anah dan istinshar merupakan pertolongan dalam bentuk
ma’unah atau inayah berdoa dan bekerja. Salah satu dari bentuk ma’unah itu
diberikan lewat doa, berdoa berarti permohonan dari bawah ke atas, dari yang
34
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83 35
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83
19
kecil kepada yang besar, dari yang lemah kepada yang kuat, dari yang miskin
kepada yang maha kaya, itulah hamba kepada Allah36
Dalam kaitannya dengan isti’anah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah
mengelompokkan manusia menjadi empat bagian. Dia berkata:
Manusia dalam kaitannya dengan dua perkara pokok yaitu isti’anah
dan ibadah (doa dan memohon pertolongan) terbagi menjadi empat
kelompok,37
yaitu:
Yang pertama, ahli ibadah (kelompok yang tertinggi dan paling
utama). Kelompok ini memohon pertolongan kepada Allah atas ibadahnya itu,
beribadah kepada Allah menjadi keinginan mereka yang paling utama, dan
mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan serta bimbingan untuk
melaksanakannya. Oleh karena itu, hal yang paling utama diminta kepada
Allah swt adalah ditolong untuk meraih keridhaan-Nya38
. Itulah yang
diajarkan Nabi saw kepada orang yang dicintainya, Mu‟adz bin Jabal Ra
mengatakan bahwa beliau bersabda:
“Wahai Mu‟adz, demi Allah, aku sangat mencintaimu. Jadi janganlah engkau
lupa untuk membaca doa ini pada setiap selesai shalat, “Ya Allah tolonglah
aku dalam mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-
Mu dengan baik.” (HR. Abu Daud dan Nasai dengan sanad shahih).
Jadi, doa yang paling bermanfaat ialah memohon pertolongan untuk
mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan pemberian yang paling afdhal adalah
nikmat yang Allah berikan terhadap sesuatu yang dimintai.
36
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.84 37
Hani Kisyk. Menyelami Makna Iyyaaka nasta’iin. (Jakarta: Cendikia. 2006) h.67 38
Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.69
20
Kedua, orang yang berpaling dari beribadah kepada-Nya dan tidak
memohon pertolongan kepada-Nya. Jika salah seorang dari mereka beribadah
kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya, maka itu dilakukan atas dasar
kepentingan dan syahwatnya (keinginan duniawinya), bukan untuk meraih
keridhaan-Nya serta menjalankan hak-hak-Nya. Sesungguhnya Allah swt
dimintai oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi39
, dimintai pula oleh
para wali serta musuh-musuhnya, dan ia memberikannya kepada kelompok
yang ini dan kelompok yang itu.
Artinya: “Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun
golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan
kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” (Q.S. al-Israa(17):20)
Demikianlah keadaan setiap orang yang memohon pertolongan kepada
Allah pada suatu perkara dan meminta hal itu kepada-Nya, namun bukan
untuk membantunya dalam rangka menaati-Nya. Jadilah hal itu sebagai
perkara yang menjauhkannya dari keridhaan-Nya dan memutuskannya dari-
Nya.
Ketiga, orang-orang yang memiliki nilai ibadah namun tidak isti’anah
atau tidak memohon pertolongan. Di antara mereka adalah orang yang rajin
melakukan ibadah dan mengamalkan wirid, tetapi dalam hal tawakal dan
memohon pertolongan mereka masih tergolongan kurang. Hati mereka tidak
menjangkau luas untuk mengaitkan sebab-sebab dengan kesanggupan dan
39
Disebutkan dalam firman Allah swt, “Semua yang ada di langit dan di bumi selalu
meminta kepada-Nya. Setiap waktu dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman(55):29)
21
meleburnya untuk itu serta melaksanakan sebab-sebab itu dengan
kesanggupan40
.
Jadi, mereka tidak memberdayakan kekuatan penglihatan dari sekadar
sebagai sesuatu yang bergerak menjadi penggerak, dari sebab menjadi yang
menyebabkan, dan dari alat menjadi pelaku, sehingga keinginan mereka
menjadi lemah dan cinta-cinta mereka menjadi pendek. Dengan demikian,
bagian yang mereka peroleh dari iyyak nasta’iin menjadi sedikit. Mereka tidak
merasakan rasa atau dzuaq beribadah dan beristi’anah, meskipun mereka telah
mendapatkan rasanya dengan mengamalkan wirid dan tugas-tugas.
Dan yang keempat, orang-orang yang menyaksikan kemahaesaan
Allah dalam mendatangkan manfaat dan bahaya, dan bahwa semua yang Dia
kehendaki akan terjadi, sedangkan semua yang tidak Dia kehendaki tidak akan
terjadi. Tetapi ia tidak berjalan sesuai dengan hal yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya. Jadi, mereka bertawakal kepadanya dan memohon pertolongaan
dengan-Nya untuk memenuhi keinginan duniawinya dan inters-inters
pribadinya. Ia memintanya kepada Allah, lalu permintaannya itu diberikan dan
ditolong dengannya, baik berupa harta, jabatan, kehormatan di kalangan
manusia, keadan-keadaan berupa kasyaf atau dibukakan tabir ghaib,
pengaruh, kekuatan, maupun kekuasaan. Tetapi ia tidak mendapat ganjaran
pahal.41
40
Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.71 41
Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.72
22
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia
dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-
orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di
akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang
telah mereka kerjakan.” (QS. Huud(11):15-16)
1
BAB III
PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN
A. Ibadah sebelum Meminta pertolongan
Dalam kehidupan kita sehari-hari ada kewajiban dan ada hak. Baik
kewajiban kita kepada orang tua, kewajiban kita kepada negara maupun
kewajiban kita kepada agama dan kepata Tuhan Yang Maha Esa. Kadang kita
terlalu mendahulukan hak kita dari pada kewajiban kita.
Dalam al-Qur‟an pun telah diterangkan bahwa ada kewajiban dan ada
hak. Kewajiban seorang muslim kepada muslim lainnya. Kewajiban muslim
kepada agamanya. Kewajiban muslim kepada Tuhannya yang telah
menciptakan alam ini beserta segala isinya. Islam juga menjelaskan kewajiban
seorang muslim kepada Tuhannya dan mendahulukan kewajiban dari pada
hak. Sebagai mana Allah berfirman dalam surat al-Fatihah ayat 5 yang
berbunyi:
Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah42
, dan Hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan43
.(Q.S. al-Fatihah(1):5)
42
Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh
perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa
Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. 43
Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri
23
24
Dalam surat ini al-Qur‟an memerintahkan kepada kita untuk
mendahulukan kewajiban kita kepada Allah dengan menjalankan yang
diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. Kewajiban ini disebut
dengan ibadah. Pengertian ibadah pun mencakup luas yaitu melakukan sesuatu
perbuatan yang bernilai ibadah dan membawa keberkahan.
Ibadah, berarti tunduk tidak terhingga kepada kebenaran yang tidak
terbatas.44
Dalam beribadah kepada Allah kita tidak hanya melakukan ritual-
ritual saja akan tetapi tunduk dan patuh dengan apa yang diperintah dan yang
dilarang. Karena Allah yang mempunyai hak mutlak menetapkan bentuk-
bentuk ibadah
Pada surat al-Fatihah ini ada dua kalimat yang disebut kewajiban dan
hak. Yaitu kata “na’budu” dan kata “nasta’in” yang artinya kami beribadah
dan kami meminta.
Secara etimologi atau bahasa, redaksi kalimat “Iyyaka na’budu wa
iyyaka nasta’in” dengan maf’ul atau objek yang disebutkan terlebih dahulu
daripada fi’il (kata kerja) dan fa’il (subjek) biasa disebut dengan istilah
takhshish, sebuah redaksi kalimat yang menunjukkan sebuah pengkhususan.45
Ada sedikit perbedaan makna antara kalimat “na’buduka” dengan
kalimat “iyyaka na’budu”. Kalimat “na’buduka” mengandung arti, “Kami
menyembah kepada-Mu”. Dengan didahulukannya maf’ul bih (objek), yaitu
kalimat “iyyaka” dari fi’il dan fa’il-nya, yaitu kalimat “na’budu”, maka
kalimat “iyyaka na’budu” memiliki penekanan makna yang sedikit berbeda.
44
Muhammad Syaltut. Tafsir al-Qur’an al-Karim. h.64 45
Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. Penerjemah. Abdul
Syukur Abdul Razak (Jakarta: Nahdhah Publiser, 2008) h.154
25
Arti kalimat tersebut tidak lagi “Kami beribadah kepada-Mu” tetapi menjadi
“Hanya kepada-Mu kami menyembah”.46
Dengan demikian, “iyyaka na’budu”, merupakan sebuah pernyataan
yang mengandung makna pengkhususan ibadah hanya kepada-Nya. Tidak ada
Tuhan selain Allah dan tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia47
.
Disebutkan dalam al-Qur‟an,
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka mahasuci Allah yang
mempunyai „Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. al-
Anbiya(21):22)
Kata “Na’budu” pada ayat ini di dahulukan menyebutkannya dari
“Nasta‟iin”, karena menyembah Allah itu adalah suatu kewajibabn manusia
terhadap Tuhannya.48
pertolongan dari Tuhan kepada seorang hamba-Nya
adalah hak hamba. Maka disini seakan-akan Tuhan mengajarkan kita supaya
menunaikan kewajiban lebih dahulu, sebelum kita menuntut hak.
Kata “Na’budu” dan kata “Nasta’iinu” (Kami menyembah, Kami
meminta pertolongan), bukan “a’budu” dan “asta’iinu” (Saya menyembah,
Saya meminta pertolongan) adalah untuk memperlihatkan kelemahan
manusia, dan tidak selayaknya mengemukakan dirinya seorang saja dalam
menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah, seakan-akan penunaian
kewajiban menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah itu belum
46
Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.154 47
Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.156 48
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.24
26
sempurna, hanya kalau di kerjakan bersama-sama.49
Allang menginginkan
ketika kita menyembah atau meminta kita harus bersama-sama atau
berjamaah.
Penggunaan bentuk jamak pada kata “Hanya kepada-Mu kami
menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Kata kami
atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung
beberapa pesan.50
Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran agama Islam
adalah seseorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak
sendirian, atau dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran
sosial. Nabi bersabda: “Hendaklah kamu selalu bersama sama (bersama
jamaah) karena serigala hanya menerkam domba yang sendirian”.51
Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama aku-
aku yang lain. Sehingga setiap muslim menjadi seperti yang di gambarkan
oleh Nabi “Bagaikan satu jasad yang merasakan keluhan, bila satu organ
merasakan penderitaan.52
Kesadaran akan kebersamaan ini tidak terbatas hanya antara sesama
manusia atau bangsa, tetapi mencakup seluruh manusia. Kesadaran tersebut
ditanamkan dalam diri setiap pribadi, atas dasar prinsip bahwa Semua manusia
adalah satu kesatuan, “Semua kamu berasal dari Adam sedang adam
diciptakan dari tanah.
49
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya. h. 25 50
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 51
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 52
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah.h.55
27
Rasa inilah yang menghasilkan “Kemanusian yang adil dan beradab”.
Sehingga pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh sementara ahli,
“seseorang yang diperkaya dengan kesadaran menyangkut keterikatannya
dengan sesamanya, tidak akan merasakan apa pun kecuali derita umat
manusia, serta tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan
manusia. Ia akan berkawan dengan sahabat manusia, seperti pengetahuan,
kesehatan, kemerdekaan, keadilan, keramahan dan dia akan berseteru dengan
musuh manusia, seperti kebodohan, penyakit, kemiskinan, prasangka, dan
sebagainya.
Kedua, yang dikandung oleh penggunaan kata “Kami” dalam ayat
“Hanya kepada-Mu kami mengabdi” diatas, berkaitan dengan bentuk ibadah
yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu hendaklah ibadah harus
dilakukan secara bersama, jangan sendiri-sendiri.53
Dalam Tafsir Departemen Agama RI surat al-Fatihah mengandung
ayat munajat atau berbiaca dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan.
Maka hal ini merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap
raka‟at dalam shalat. Karena jiwanya ialah munajat dengan menghadapkan
diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.54
Jika kita melakukannya sendiri-
sendiri, maka kekurangan yang kita lakukan langsung disoroti dan kita sendiri
yang akan mempertanggung jawabkannya. Tetapi, jika kita melakukannya
secara bersama-sama maka orang lain yang bersama kita akan dapat menutupi
kekurangan ibadah kita. Bukankah jika kita shalat berjamaah dan terlambat
53
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.56 54
Departemen Agama Ri. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h. 16
28
mengikutinya, sehingga tidak dapat membaca surat al-Fatihah, maka bacaan
imam menutupi kekurangan itu. Bukankah jika membeli buah hanya sebiji,
kita akan menelitinya dengan seksama, sehingga jika ada kekurangannya biar
sedikitpun kita akan membatalkan pembelian atau meminta gantinya. Tetapi
jika kita membeli sekilo atau dalam jumlah yang banyak, maka ketelitian
memeriksanya tidak secermat membeli sebuah, kekurangan yang kita temukan
pada satu atau dua buah dapat kita biarkan, karena sudah cukup banyak yang
lainnya yang baik dari kumpulan buah yang kita beli. Ini bukan berarti
ketelitian Allah berkurang. Dia tetap mengetahui kekurangan masing-masing,
hanya saja dia mentoleransi kekurangan itu. Karena rahmat dan kasih sayang-
Nya serta kecintaan-Nya kepada kebersamaan. Dengan berjamaah, jika
bermohon kiranya kekeliruan kita dimaafkan karena adanya hal-hal yang
sempurna yang dilakukan oleh mereka yang bersama kita.
Ibadah secara istilah adalah semua perkataan, perbuatan dan pikiran
yang bertujuan untuk mencari ridha Allah.55
Dalam beribadah kepada Allah
kita harus selalu melakukan yang diridhai Allah dan melakukan hal-hal yang
membuat Allah ridha terhadap apa yang kita lakukan.
Imam Mutawally Sya‟rawi menegaskan dalam tafsirnya bahwa pada
surat al-Fatihah ayat 5 ada dua bentuk penglihatan. Pertama, penglihatan mata
dan kedua penglihatan iman atau hati.56
Penglihatan mata terjadi atas hal-hal
yang dapat ditangkap oleh mata, kita tidak pelu mengatakan “saya percaya
karena saya melihat”. Penglihatan mata tidak perlu diyakini dan dipercayai,
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya h. 25 56
Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.43
29
karena sudah pasti tapi penglihatan iman membutuhkan keyakinan karena kita
melihat sesuatu yang ghaib. Penglihatan seperti ini lebih diyakini
kebenarannya daripada penglihatan mata. Karena penglihatan hati berdasarkan
iman dan mata hati.
Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-
akan kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah
bahwa Dia melihatmu.”
Hadis ini merupakan keterangan penglihatan iman pada diri mukmin.
Ketika manusia mengaku telah beriman, maka ia harus melihat setiap problem
dengan kaca mata iman. Ketika membaca ayat-ayat surga, ia seolah-olah
sedang mendapat nikmat, ketika membaca ayat-ayat tentang ahli neraka maka
bergetarlah tubuhnya, seolah-olah ia melihat siksa api neraka.
Kaum sufi menjelaskan bahwa ada perbedaan antara ibadah
(pengabdian dan ubudiyah) penghambaan diri kepada Allah. Ibadah adalah
melakukan hal-hal yang meridhakan Allah, sedangkan ubudiyah adalah
meridhai apa yang dilakukan Allah swt.57
Dengan demikian penghambaan diri
kepada Allah lebih tinggi tingkatannya dari pada ibadah. Ibnu Sina membagi
motivasi ibadah menjadi tiga tingkatan. Pertama dan yang terendah, adalah
karena takut akan siksaan-Nya. Motivasi yang demikian diibaratkan dengan
seorang hamba yang melakukan aktivitas karena dorongan takut dan bila
merasa dilihat tuannya. Kedua, adalah karena mengharapkan surga yang
diibaratkan seorang pedagang yang tidak melakukan jual beli kecuali guna
57
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51
30
meraih keuntungnan. Dan yang ketiga, karena doronga cinta, bagaikan ibu
terhadap bayinya, inilah yang dinamakan ubudiyyah.58
Syaikh asy-Syanqithi menjelaskan dalam kitab tafsir Adhwa al-Bayan
fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an dalam ayat 5 surat al-Fatihah terdapat dua
makna yang pertama makna nafi atau peniadaan dan yang kedua adalah makna
isbath atau penetapan59
. Makna nafi atau peniadaan adalah menghilangkan
semua jenis penghambaan kepada selain Allah dalam melakukan segala
bentuk ibadah. Sebagaimana firman Allah.
Artinya : ...Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah60
, padahal kamu Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah(2):22)
Selanjutnya
Artinya : Dan sungguhnya Kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut61
itu"...
(Q.S. an-Nahl(16):36)
Pada ayat ini Allah telah menegaskan makna isbat atau makna
penetapan dengan firman-Nya: (sembahlah Allah), lalu Dia menegaskan
58
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51 59
Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia (Jakarta:Pustaka
Azzam,2010) h.581 60
Ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala-
berhala, dewa-dewa, dan sebagainya 61
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
31
makna nafi atau makna peniadaan dari kalimat tersebut dengan firman-Nya:
(dan jauhilah thaghut).
Yang kedua makna isbat atau makna penetapan adalah menjadikan
Tuhan langit dan bumi sebagai satu-satunya Dzat yang menjadi tujuan semua
ibadah.62
Allah lalu mengisyaratkan makna isbat atau makna penetapan dari
kalimat lailahaillallah dalam firman-Nya: (kami menyembah). Allah telah
menjelaskan secara rinci tentang makna yang terkandung dalam lafaz tersebut
pada ayat-ayat lain, diantaranya:
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu ...
(Q.S. al-Baqarah(02):21)
Selanjutnya dalam surat al-anbiya(21):25)
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-
Anbiya(21):25)
Surat al-Fatihah diturunkan di Makkah sebelum hijrah. Dalam
beberapa riwayat menyebutkan al-Fatihah adalah surat pertama yang
diturunkan secara lengkap. Oleh karena itu al-mushaf secara tertulis dan al-
Qur‟an secara hafalan dan bacaan diawali dengan al-Fatihah, maka surat ni
dinamai “Fatihatul Kitab” (Pembuka al-Qur‟an). Ia memperoleh juga nama-
nama lain, masing-masing nama disesuaikan dengan maksudnya, seperti;
62
Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia h.581
32
Ummul Kitab (Induk al-Qur‟an), As-Sab’ul Matsani (Tujuh yang terulang-
ulang), Suratul Hamdi (Surat al-Hamdu) dan sebagainya.63
Surat ini juga diturunkan pada waktu pertama kali disyariatkan shalat
dan diwajibkan membacanya di dalam shalat. Karena itu, ia adalah surat
pertama yang diturunkan secara lengkap. Dalam surat ini terdapat kesimpulan
dari isi keseluruhan al-Qur‟an.64
B. Meminta dengan Sabar dan Shalat
Kepada siapakah kita harus meminta dan bagaimanakah kita meminta
agar yang kita mina dikabulkan. Dalam hal meminta kadang kala kita tidak
pernah sabar. Ketika kita menginginkan sesuatu agar sesuatu tersebut menjadi
milik kita tidak sabar, sabarlah yang harus kita lakukan agar apa yang kita
peroleh mendapat nilai ibadah dan keberkahan. Kadang kita selalu terburu
dalam melakukan perbuatan baik hal yang bernilai ibadah atau bukan. Allah
menyuruh kita untuk selalu bersabar dalam meminta, sabar dalam menghadari
cobaan, sabar dalam menghadapi godaan hawa nafsu, dan sabar dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Biasanya kesabaran
seseorang itu tercermin ketika orang tersebut melakukan shalat. Sabar
merupakan perbuatan yang sungguh berat dilakukan kecuali bagi orang-orang
yang khusus‟. Senada dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 45 yang
berbunyi:
63
Muhammad Syaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim. Terjemah. Drs. Herry Noer Ali
(Bandung: Dipenogoro, 1989) h.47 64
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.1
33
Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu', (Q.S. al-Baqarah(02):45)
Ayat ini ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah menyuruh kita untuk
menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Karena sabar merupakan
perbuatan yang sangat sulit dilakukan. Dalam shalat seseroang membutuhkan
kesabaran yang benar-benar karena perbuatan tersebut sangat berat kecuali
bagi orang-orang yang khusus‟.
Dalam surat al-baqarah ayat 45 ini ada dua kata yang selalu
bergandengan ketika didahului dengan kata isti‟anah. Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu.65
Kalimat inilah yang menjadi sepasang kata yang
selalu berdampingan dalam beristi‟anah kepada Allah.
Kata الصبر ash-shabr atau sabar, artinya menahan diri dari sesuatu yang
tidak berkenaan dihati, ia jua berarti ketabahan.66
Sabar menahan diri dalam
suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini ataupun
dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi.67
Imam Al-Ghazali
mendefinisikan sabar adalah suatu kondiri mental dalam mengendalikan nafsu
yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama.68
65
Lihat Q.S. al-Baqarah ayat 45 66
M.Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah, h. 181 67
H. A. Hafizh,dkk. Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 1996) h. 184 68
H. A. Hafizh,dkk. Ensiklopedi Islam h. 184
34
Sedangkan الصالة ash-shalah, dari segi bahasa adalah doa, dan dari segi
pengertian syariat islam adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang di mulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.69
Shalat juga mengandung pujian
kepada Allah atas limpahan karunia-Nya, mengingat Allah dan mengingat
karunia-Nya, mengantar seseorang terdorong untuk melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan-Nya serta mengantarkannya tabah menerima cobaan
atas tugas yang berat. Demikian shalat membantu manusia menghadapi segala
tugas dan bahkan petaka.
Mutawally asy-Sya‟rawi menegaskan dalam kitab tafsirnya, dan
mintalah pertolongan dengan sabar bahwa nanti akan terjadi sesuatu yang sulit
dan membutuhkan perjuangan serta pengorbanan. Maka dibutuhkan kesabaran
yang bisa membawa manusia untuk mampu mengatasi kesulitan itu.70
Dan jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolongmu. Mintalah
pertolongan dengan dua hal yang selalu terkait satu dengan yang lain, yaitu
sabar dan shalat. Mewujudkan sabar harus dengan shalat, dan pelaksanaan
shalat harus dengan sabat. Sabat itu pada hakikatnya beban berat yang
ditanggung oleh jiwa, dan untuk meringankannya laksanakanlah shalat.
Demikian juga shalat itu adalah beban taklif, maka harus dilakukan dengan
sabar.71
Memohon pertolongan dengan sabar ini di ulang-ulang beberapa kali
karena sabar ini merupakan bekal yang harus dimiliki di dalam menghadapi
setiap kesulitan dan penderitaan. Dan penderitaan yang pertama kali ialah
69
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah h.182 70
Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.214 71
Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.214
35
lepasnya kekuasaan, kedudukan, manfaat, dan penghasilan demi menghormati
kebenaran dan mengutamakannya, serta mengakui kebenaran dan tunduk
kepadanya.72
Shalat adalah hubungan dan pertemuan antara hamba dan Tuhan.
Hubungan yang dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan oleh ruh,
hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal didalam menghadapi realitas
kehidupan dunia. Rasulullah saw pabila menghadapi suatu persoalan, beliau
segera melakukan shalat. Sedangkan beliau adalah orang gyang sangat erat
hubungannya dengan Tuhannya, dan ruhnya selalu berhubungan dengan
wahyu dan ilham.73
M. Quraish Shihab membagi kesabaran itu menjadi dua bagian. Yang
pertama, sabar jasmani dan yang kedua adalah sabar rohani.74
Sabar jarmani
yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah keagamaan yang
melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang
mengakibatkan keletihan atau sabat dalam peperangan membela kebenaran.
Sabar rohani yang menyangkut kemampuan kepada kejelekan, seperti sabar
menahan amarah, atau menahan nafsu sexual yang bukan pada tempatnya.
Jadi ayat tersebut mempunyai makna bahwa meminta pertolongan
kepada Allah dengan jalan tabah dan sabar dalam menghadapi segala
tantangan serta dengan melaksanakan shalat. Bisa juga bermakna, jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu, dalam arti jadikanlah ketabahan
72
Sayid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Terjemah. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000) h. 82 73
Sayid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. h. 82 74
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.176
36
menghadapi segala tantangan bersama dengan shalat yakni doa dan
permohonan kepada Allah sebagai sarana untuk meraih segala macam
kebajikan.
Setelah Allah menerangkan bahwa iman itu berbentuk suri tauladan,
dan setelah Allah menjelaskan bahwa taurat menuntut kaum yahudi agar
beriman kepada Muhammad saw, disini Allah menuntut kaum muslim untuk
menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, disisi lain selama kaum yahudi
terbiada menukar ayat Allah dengan nilai yang rendah, dan juga terbiasa
dengan praktek riba atau bunga bank dan lain sebagainya dari praktek yang
diharamkan, maka mereka harus menjadikan sabar sebagai penolongan jika
ingin kembali kejalan iman.75
Dalam ayat lain ada yang memahaminya sebagai lanjutan tuntutan
kepada orang-orang Yahudi atas dasar penyebutannya sesudah tuntutan dan
kecaman diatas. Thalib Ibnu Asyam mengatakan : ayat ini ditujukan kepada
Bani Israil sebagai petunjuk guna membantu mekera melaksanakn segala apa
yang diperintahkan oleh ayat-ayat yang lalu.76
Petunjuk yang dikandung ayat ini sungguh pada tempatnya, karena
setelah mereka diajak disertai janji dan ancaman, maka dapat diduga keras
bahwa tidak ada lagi jalan masuk bagi setan kedalam hati mereka, tidak ada
juga tempat untuk mundur bahkan kini mereka telah bersiap untuk
melaksanakan perintah Allah. Namun demikian, kebiasaan lama memberatkan
langkah mereka. Ayat ini menyuguhkan resep yang amat ampuh agar mereka
75
Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi h.214 76
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.175
37
dapat melangkah maju menuju kebajikan. Kandungan resep ini adalah sabar
dan shalar.77
Kemudian perintah Allah yang menyuruh kepada kita agar menjadikan
sabar dan shalat sebagai penolong terdapat pula pada surat al-Baqarah ayat
153 yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. al-
Baqarah(02):153)
Dalam ayat 153 ini juga kita diperintah oleh Allah untuk menjadikan
sabar dan shalat sebagai penolong. Karena Allah lebih senang bersama orang-
orang yang sabar dibandingkan orang yang terburu-buru atau tergesa-gesa
dalam melakukan suatu tindakan.
Dalam kitab Tafsir al-Misbah kata sabar mencakup banyak hal, sabar
menghadapi ejekan dan rayuan, sabar melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan, sabar dalam petaka dan kesulitan, serta sabar dalam berjuang
menegaskan kebenaran dan keadilan.78
Allah menyuruh kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya dengan cara
sabar dan shalar, serta melaksanakan seluruh perintah-Nya. Kenapa mesti
sabar? Karena sabar dapat menyangkat derajat manusia.
Sabar disebutkan di dalam al-qur‟an secara berulang-ulang. Hal ini
karena Allah mengetahui bahwa dalam melaksanakan aktivitas secara
77
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.176 78
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h. 339
38
istiqomah menurut usaha benar yang benar. Dan, hal ini pun biasanya masih
sering diiringi dengan adanya desakan-desakan dan hambatan. Begitu juga
dalam berdakwa dijalan Allah dimuka bumi akan menghadapi pergolakan-
pergolakan tekanan jiwa sehingga memerlukan kesabaran lahir batin.
Sabar dalam taat kepada Allah, sabar dalam meninggalkan maksiat,
sabar dalam arti tegar dalam menghadapi kesulitan karena Allah, sabar atas
segala fitnah dan tipu daya, sabar atas lambatnya pertolongan, sabar dalam
menghadapi tekanan, sabat atas sedikirnya penolonga, sabar atas panjangnya
jalan orang yang membuat ragu, sabar atas sulitnya dan beratnya jiwa, sabar
atas beratnya kedurhakaan, dan sabar atas serangan orang-orang yang
berpaling.79
Ketika usaha sedemikian sulit maka kadang-kadang kesabaran menjadi
lemah. Karena itulah, diiringi dengan shalat dalam kondisi seperti ini. Sebab,
shalar adalah penolong yang tidak akan hilang dan bekal yang tidak akan
habis. Shalat juga merupakan penolong yang akan selalu memperbaharui
kekuatan dan bekal yang selalu memperbaiki hati. Dengan shalar, kesabaran
akan tetap ada dan tidak akan terputus. Justru shalat akan mempertebal
kesabaran. Sehingga kita akan ridha, tenang dan yakin.
Minta pertolongan itu hanya kepada Allah. Dan bentuk pertolongan
dalam pergaulan manusia adalah kebajikan dan ketakwaan. Coba kita
perhatikan bunyi ayat 153 surat al-baqarah yang artiannya, “Wahai orang-
79
Sayyid Quthub. Tafsir fi Zhilall Qur’an dibawah Naungan al-Qur’an. h. 170
39
orang yang beriman, mintalah tolong dengan penuh kesabaran dan disertai
salat (doa). Sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”
Shalat atau sembahyang adalah cara untuk menyatukan diri dengan
Tuhan. Di dalam shalat orang berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam shalat
ada doa. Di dalam shalat orang merenungi batinnya dengan ayat-ayat dan doa.
Sehingga terciptalah sebuah proses input, output, dan limbah. Inputnya adalah
energi batin (energi metafisik) yang masuk bersama dengan ayat-ayat dan doa
yang dibaca dalam shalat. Outputnya adalah bangkitnya kesadaran. Dan, yang
dibuang adalah semua rekaman bahwa sadar yang menjadi limbah dalam batin
manusia. Itulah sebabnya dalamshalat sering muncul ingatan bawah sadar
yang sudah terlupakan. Limbah di dalam tubuh nafsani manusia harus dibuang
agar tidak meracuni jiwa. Jika manusia bebas dari kotoran atau racun batin,
maka jiwa manusia menjadi jernih atau cerah. Manusia yang tercerahkan
adalah manusia yang hidup penuh kesadaran. Dan, manusia yang sadar tak
akan melakukan sesuatu yang keji dan munkar.80
Dari kedua ayat tersebut dapat dipahami bahwa kita diperintahkan oleh
yang maha kuasa untuk selau beribadah dan bersabar dalam menghadapi
segala cobaan, baik berupa cobaan jasmani maupun cobaan rohani. Yang
demikian akan menjadikan kita manusia yang bersabar dalam menjalankan
semua perintah dan menjauhi larang-Nya. Dan Allah lebih mencitai dan
menyayangi dan Allah lebih senang berada bersama orang-orang yang sabar.
80
Ahmad Chodjim. Jalan Pencerahan. (Jakarta: Serambi,2002) h.129
40
Orang yang tidak berbuat kekejian dan kemungkaran, sama dengan
orang yang berusaha menolong dirinya. Karena orang yang demikian ini
berusaha hidup saling menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Sedangkan
orang yang sabar adalah orang yang tidak mau berhenti dalam perjuangannya,
orang yang tidak menyerah dalam upaya meraih cita-cita luhurnya. Dengan
melaksanakan shalat dan sabar berarti telah memasuki tahap awal dalam
mencari pertolongan. Jiwa yang jernih, dan upaya yang dilakukan dengan
penuh kesabaran mengantarkan pencarinya ke tahap berikutnya yaitu
mendapatkan petunjuk pemecahan masalah.
Shalat dan sabar yang dipraktikan dengan benar bisa mengantarkan
pelaksananya ke situasi yang jernih. Dan, dalam situasi yang jernih, yang
terang, yang tidak semrawut, yang tidak penuh hiruk pikuk, maka seseorang,
masyarakat atau bangsa dapat mencari jalan yang lurus sehingga keluar dari
krisis yang menimpanya. Jadi, kalau bangsa ini terus mengalami kesulitan,
terus terjebak dalam krisis, berarti bangsa ini tidak menjalankan shalat dan
kesabaran dengan benar. Hal ini jelas yang dilakukan oleh elit-elit dan
kelompok-kelompok masyarakat kita adalah formalitas dari shalat dan
kesabaran. Shalat dilakukan untuk hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Segala sesuatunya tidak dikerjakan sesuai dengan aturan atau ketetapan-
ketetapan yang benar dan tepat.
Dari sini nampak jelaslah nilai shalat yang berarti pula hubungan
langsung antara sesuatu yang lemah dan sesuatu yang maha besar dan abadi.
Sungguh shalat merupakan waktu pilihan saat pelimpahan karunia dan
41
kecintaan dari sumber yang tak kunjung kering. Ia merupakan kunci
perbendaharaan yang kaya raya, yang amat banyak dan melimpah. Shalat
adalah titik tolong dari dunia yang kecil dan terbatas ke dunia yang besar. Ia
adalah ruh, salju, dan naungan dikala jiwa diterpa kepanasan. Ia adalah
sentuan kasih sayang terhadap hati yang lelah dan letih.81
Tentang keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya, bahwa pada ayat
sebelumnya Allah menjelaskan tentang syukur. Pada ayat 153 ini Allah
menjelaskan sabar, permintaan petunjuk dan pertolongan melalui sabar dan
shalat. Karena bila seorang hamba mendapat nikmat, maka dia
mensyukurinya, atau mendapat musibah bencana, maka dia bersabar
menghadapinya. Allah menjelaskan sarana terbaik yang dapat digunakan
untuk menghadapi berbagai musibah, yaitu sabar dan shalat.82
Ayat ini mengajak orang-orang yang beriman, menjadikan shalat
seperti yang diajarkan Allah dan dengan mengarah ke kiblat dan kesabaran
sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup
C. Allah Yang Maha Menolong
Siapakah yang maha segala-galanya, siapakah yang memilii kekuatan
yang tak terbatas. Allah adalah tuhan yang menciptakan alam ini, yang
mempunyai kekuatan tidak terbatas, yang mempunyai hari pembalasan. Allah
mempunyai sifat pengasih dan penyayang kepada setiap ummat manusia.
Dalam hal meminta pertolongan kita sering kali lupa bahwa hanya Allah yang
81
Sayyid Quthub. Tafsir fi Zhilall Qur’an dibawah Naungan al-Qur’an. h. 170 82
Muhammad Nasib ar-Rifai. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir.
(Riyadh: Maktabah Ma‟rifah,1989) h.253 jilid, 1
42
berhak dimintai pertolongan bukan kepada yang lain. Sebagai mana Allah
berfirman dalam surat Yusuf ayat 18 yang berbunyi:
Artinya : Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan
darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang
baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah
(kesabaranku83
). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap
apa yang kamu ceritakan." (Q.S. Yusuf(12):18)
Pada surat Yusuf ayat 18 ini Nabi Yusuf yang ketika kecilnya di dzalami oleh
saudara-saudaranya yang ingin agar Nabi Yusuf itu lenyap dari muka bumi ini
dengan dibuang kedalam sumur dan membohongi ayahnya dengan darah palsu
sebagaimana yang telah Allah tetapkan di dalam al-Qur‟an “Mereka datang
membawa gamisnya dengan darah palsu. Ya‟qub berkata: sebenarnya kamu
sendiri yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku) dan, Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa
yang kamu ceritakan.
Allah ta‟ala menceritakan tentang tipu daya yang dilakukan oleh saudara-
saudara Yusuf untuk menghadapi ayahnya setelah mereka melemparkan
Yusuf ke dasar sumur. Mereka pulang pada malam hari sambil menampakkan
kesedihannya atas Yusuf, dan mengemukakan alasan atas apa yang terjadi
menurut versi mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah kami, sesungguhnya
83
Maksudnya: dalam hal Ini Ya'qub memilih kesabaran yang baik, setelah mendengar
cerita yang menyedihkan itu
43
kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf didekat barang-barang
kami,” yaitu baju-baju dan barang-barang kami, “lalu dia diterkam serigala”.
Dan inilah yang dikhawatirkan Ya‟qub dan ditakutinya. Firman Allah, “Kamu
sekali-kali tidak akan percaya kepada kami sekalipun kami merupakan orang-
orang yang benar”. Yakni, kami tahu bahwa engkau tidak akan membenarkan
kami walaupun kami ini orang-orang yang benar. Mengapa engkau
berprasangka buruk terhadap kami? Karena engkau mengkhawatirkan Yusuf
akan diterkam serigala dan sekarang menjadi kenyataan. Kami maklum jika
engkau tidak mempercayai kami karena kejadian itu aneh dan mengherankan.
Sebab apa yang engkau khawatirkan bertepatan dengan apa yang kami
alami.84
Allah swt berfirman : “Mereka datang membawa baju gamisnya (yang
berlumuran darah) dengan darah dusta”, maksudnya, darah yang palsu. Ini
termasuk perbuatan yang mereka pergunakan untuk meyakinkan tipu daya
yang telah mereka sepakati. Mereka sengaja menangkap seekor anak kambing
lalu menyembelihnya dan melumurkan darahnya kepakaian Yusuf, sambil
berpura-pura mengatakan bahwa itulah baju yang dipakai Yusuf ketika
dimakan serigala tersebut, dan baju tersebut terkena darahnya, akan tetapi
mereka lupa mengoyak-ngoyaknya. Oleh karena itu jiwa Nabi Ya‟qub tidak
terguncang. Bahkan beliau berkata kepada mereka, menunjukkan bahwa
beliau berpaling (tidak mempercayai) ucapan mereka. Beliau mengatakan apa
84
Muhammad Nasib ar-Rifai. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. h.843
44
yang terdapat pada dirinya, berupa ketidak jelasan ucapan mereka
terhadanya.85
Kemudian Ya‟qub berkata” sebenarnya dirimu sendirilah yang ”بل سّولت لكم
memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Kata سّولت adalah meminta
kelonggaran, karena ketika urat saraf manusia tegang, dia berusaha
merenggangkannya dengan sedikir istirahat. Setelah itu, dia akan
mendapatkan dalam dirinya rasa lapang dan lega. Kata سّولت disini berarti
memudahkan. Selama hal ini telah memudahkan diri kalian, maka Ya‟qub
hanya bisa bersabar menerima dengan penus rasa sabar.86
Allah berfirman :
Artinya : Dan Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah
mereka dengan cara yang baik. (Q.S. al-Muzammil(73):10)
Selanjutnya
Artinya : Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah Aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan Aku mengetahui dari Allah apa
yang kamu tiada mengetahuinya." (Q.S. Yusuf(12):86)
85
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuri. Shahih Tafsir Ibnu Katsir.Penerjemah. Abu
Ihsan al-Atsari. (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006) h.610 jilid4 86
Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.38
45
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menerangkan bahwa pada mulanya
Ya‟qub enggan membiarkan Yusuf pergi bermain-main dengan saudaranya.
Tetapi karena desakan dan jaminan yang kuat dari mereka atas
keselamatannya ia mengijinkan juga Yusuf pergi bersama mereka. Pada ayat
berikut ini, Allah menerangkan bahwa saudara-saudara Yusuf akan
melaksanakan niat jahat mereka dengan memasukannya kedalam sumur dan
menyatakan kepada Ya‟qub bahwa Yusuf telah dimakan serigala ketika
mereka sedang bermain-main dan mereka membawa bajunya yang berlumuran
darah.87
Kemudian sifat Allah yang maha penolong pun terdapat pada surat al-Anbiya
ayat 112 yang berbunyi:
Artinya : (Muhammad) berkata: "Ya Tuhanku, berilah Keputusan
dengan adil. dan Tuhan kami ialah Tuhan yang Maha Pemurah lagi yang
dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu katakan". (Q.S. al-
Anbiya(21):112)
Surat al-Anbiya ini sebenarnya sama bahwa Allah adalah maha
penolong dalam segala hal. Karena Allah yang mempunyai kekuatan tidak
terbatas. Berbeda dengan makhluk yang mempunyai kekuatan serba terbatas.
Setelah Nabi Muhammad saw menyampaikan apa yang diperintahkan
kepada beliau untuk disampaikan sebagaimana bunyi ayat 108-111, kini beliau
87
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.622
46
bermohon kepada Allah. Dia berkata: “Wahai Tuhanku pembimbing dan
pelimpah kasih sayang kepadaku dan semua ummatku, berilah keputusan
terhadap kami yang berbeda aqidah dan pandangan, dengan hukum yang
bersifat haq sehingga kami demikian juga para pendurhaka itu memperoleh
secara adil apa yang berhak kami peroleh, kenikmatan atau siksa, kemenangan
atau kekalahan. Dan Tuhan kami ialah ar-rahman Tuhan yang maha pemurah,
yang selalu melimpahkan rahmat walau kepada yang durhaka. Dialah yang
dimohonkan pertolongannya yakni untuk mengatasi dan membatalkan
kebohongan-kebohongan yang kamu wahai kaum musyrikin ucapan terhadap
Allah dan rasul-Nya.88
Muhammad Ali ash-Shabuny mengemukakan dalam tafsirnya. Setelah
rasulullah saw melaksanakan amanat dan menyampaikan risalah agar beliau
berdoa, supaya Allah membuat keputusan antara beliau dengan musuh beliau
dengan suatu keputusan yang adil.89
Buatlah keputusan antara aku dan orang-orang musyrik yang
mendustakan, buatlah ketetapan diantara kami dengan hukum-Mu yang adil.
Engkau adalah rabb, sebaik-baik pemberi pertolongan dan sebaik-baik
penolong. Maka Allah memperkenankan doa beliau pada perang Badar.90
Imam Qatadah berkata, “Para nabi dahulu berkata”
88
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.524 89
Muhammad Ali ash-Shabuny. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. Penerjemah. Kathur
Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 201)h.289 cet.1 vol.4 90
Muhammad Ali ash-Shabuny. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. h.289 cet.1 vol.4
47
Artinya : ....Ya Tuhan kami, berilah Keputusan antara kami dan kaum kami
dengan hak (adil) dan Engkaulah pemberi Keputusan yang sebaik-baiknya.
(Q.S. al-A‟araf(07):89)
Dari pemaparan diatas perlu kiranya penulis membuat sebuah analisis
yang nantinya akan menarik sebuah kesimpulan dari beberapa ayat diatas.
Yang pertama adalah bahwa dari kelima ayat diatas kita disuruh atau
diperintahkan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Karena Allah-lah yang
menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi tanpa ada pengecualian
sedikitpun.
Pada ayat 5 surat al-Fatihah ada yang telah disebutkan sebagai hak dan
kewajiban antara manusia dengan Tuhan-Nya. Melaksanakan kewajibannya
sebagai seorang hamba baru kemudian menuntuk haknya kepada Allah. Yaitu
menyembah dan selanjutnya meminta pertolongan kepada Allah. Dalam
melakukan ibadah pun tidak hanya melakukan ritual-ritula saja melainkan
lebih daripada itu. Ibadah mengandung makna yang sangat luas seperti
ketundukan manusia kepada Allah berupa kepatuhan terhadap seluruh
ketetapan-Nya. Dalam kehidupan nyata, ketundukan manusia kepada Allah
dibuktikan dengan melaksankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan
apa yang dilarang.
Yang kedua adalah sabar. Dalam kehidupan ini manusia dituntut oleh
Tuhan-Nya untuk selalu bersabar dalam segala hal. Apalagi dalam beribadah
kepada Allah, sabarpun memiliki banyak arti yang luas. Antara lain sabar
dalam melaksanakan perintah Allah, sabar dalam meninggalkan larangan
48
Allah, sabar dalam taat beribadah kepada Allah. Kesabaran yang kita lakukan
tidak lain hanya mengharapkan keridhaan kepada Allah terhadap apa yang
telah kita lakukan.
Dalam al-Qur‟an Allah mengungkapkan bahwa Allah bersama orang-
orang yang sabar. Allah lebih senang berada didekat orang-orang yang sabar
dari pada orang yang tergesa-gesa karena tergesa-gesa merupakan perbuatan
yang kurang baik. Ketergesa-gesaan akan menimbulkan kelengahan. Dan yang
muncul justeri adalah musibah serta penderitaan dikarenakan kita tidak sabar
dalam segala hal.
Sebagaimana kisah seorang ayah Ya‟qub yang telah didzalimi oleh
anak-anaknya dengan kebohongan mereka melemparkan Yusuf kedasar
sumur demi mengambil alih kasih sayang ayah mereka Ya‟qub yang lebih
menyayangi Yusuf daripada mereka. Mereka membawa kebohongan diwajah
mereka yang dapat dibaca oleh Ya‟qub bahwa mereka berbohon. Tidak ada
lagi yang bisa dilakukan oleh Ya‟qub karena usianya yang sudah tua dan haris
yang sudah mulai gelap kecuali dengan bersabar kepada Allah. Karena Allah
merupakan tempat memohon pertolongan.
Yang ketiga adalah bahwa Allah maha penolong, yang memiliki
kekuatan tak terbatas. Tanpa pertolongan Allah kita tidak bisa berbuat apa-
apa. Tidak bisa sembur dari sakit tidak bisa merasakan nikmatnya hidup di
dunia. Allah yang memiliki semua yang ada dialam ini.
Ternyata dalam memohon pertolongan kepada Allah kita harus selalu
beribadah kepada-Nya. Dan ibadah ini tidak hanya pada ibadah ritual atau
49
ibadah shalat melainkan melakukan sesuatu yang bernilai ibadah. Artinya
tidak terpaku pada ritual-ritual saja.
Sebagai contoh orang yang melakukan suatu usaha perdagangan dia
harus mengiringi usahanya tersebut dengan ibadah dan kesabaran. Karena
orang tersebut menginginkan kesuksesan dalam usahanya tersebut. Orang
tersebut dengan sabar menjalankan usahanya tanpa mengenal lelah. Karena
usaha yang tidak dibarengi dengan kesabaran tidak akan mendapatkan hasil
yang sempurna. Begitu juga orang tersebut jika dia tidak bersabar maka dia
tidak akan mendapatkan kesuksesan yang sempurna dan tidak mendapatakan
keuntungan yang berlimpat karena kurang bersabar. Selain bersabar suatu
usaha pun harus dibarengi dengan ibadah melakukan sesuatu yang membawa
keberkahan dalam usaha, artinya berusaha dengan modal yang hala bukan dari
modah yang haram, dan menjual barang-barang yang baik tidak menjual
sesuatu yang dilarang oleh agama.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan orang-orang kafir
banyak dari mereka yang sukses dan menjadi yang berkecukupan banyak
memiliki harta dan kaya raya. Jawabannya adalah mereka selalu sabar dan
tekun serta ulet dalam melakukan suatu usaha tidak pernah mengeluh dengan
apa yang telah menimpanya. Ketika mereka tertimpa kerugian yang besar atau
tidak mendapatkan kesuksesan yang sempurna. Mereka selalu bangkit
mencoba kembali usaha yang dia pernah lakukan. Berbeda dengan kita yang
apabila tertimpa suatu musibah atau kerugian dalam suatu usaha selalu
mengeluh, tidak berbenah diri, tidak mencoba bangkit dari keterpurukan.
50
Selalu menyalahkan orang lain. Tidak mau belajar dari kegagalan yang pernah
dialami.
D . Praktek Isti’anah Dalam Masyarakat
Kita pasti ingat dengan sebuah berita seorang bocah yang tiba-tiba
menjadi seorang dukun cilik terkenal dengan hanya sebuah batu sebesar telur
ayam bocah tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Ponari atau Muhamad Ponari adalah seorang bocah warga Dusun
Kedungsari Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, yang
tiba-tiba mendadak saja dicari banyak orang karena ponari ini di anggap
memiliki kemampuan supranatural yang bisa menyembuhkan orang sakit.
Warga percaya, jika meminum air yang sudah dicelup batu milik
Ponari, penyakit yang diderita akan segera sembuh. Kepercayaan ini, berawal
dari kisah Ponari, yang sempat hampir pingsan karena tersambar petir pada
pertengahan Januari 2009 lalu.91
Kisah Ponari ini sendiri, bermula dari kejadian mistis yang terjadi
sebulan lalu. Saat itu, dia mendapati batu berwarna kuning emas di atas
kepalanya, sesaat setelah petir menyambar. Batu itu kemudian, berulang kali
ia buang dan kembali ke tangannya.
Konon, bocah anak pasangan Kasim (40) dan Mukaromah (28), warga
Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, pada
pertengahan Januari 2009 lalu bersama teman-teman sebayanya asyik bermain
91
Rinar Munir, Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses tanggal 10
Februaru 2009 dari http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/ponari-potret-keyakinan-ummat.
51
hujan. Namun, tiba-tiba dia merasakan kepalanya seolah dilempar batu
sekepal tangan, saat petir menyambar. Kemudian saat dia tersadar,
ditemukannya batu sebesar telur ayam di bawah kakinya. Saat diambilnya,
batu itu mengeluarkan sinar kemerah-merahan. Setelah itu, batu yang
ditemukannya lalu dibawa pulang. Kemudian setelah itu, entah darimana
asalnya tiba-tiba saja beredar di masyarakat akan kemampuan Ponari dalam
menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Maka sejak beberapa hari ini, Dusun Kedungsari, Desa Balongsari,
Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang banyak menjadi perbincangan
masyakarat. Di desa yang jauh dari perkotaan itu, masyarakat menggunjingkan
kemampuan Ponari, bocah kelas III SD yang berubah menjadi sosok yang
dianggap mampu menjadi penolong bagi si sakit.92
Begitu antusiasnya animo masyarakat untuk mendapatkan pengobatan
lewat batunya Ponari, hingga hal-hal yang tidak diinginkan pun akhirnya
terjadi. Setelah sebelumnya dua orang tewas karena terinjak-injak, sore ini
dalam berita disampaikan pula 2 orang tewas lagi karena antrian yang
berdesak-desakan. Luar biasa 4 orang tewas hanya untuk mendapatkan
pengobatan sang bocah Ponari.
Begitulah barangkali potret sesungguhnya bagaimana keyakinan
bangsa ini. Sebuah fakta nampak didepan mata kita, ternyata ucapan laa ilaha
illallah hanya ada di bibir saja, belumlah sampai kedalam hati. Maka wajarlah
bila hati kecilnya masih ada rasa kebergantungan dan keyakinan selain kepada
92
Rinar Munir, Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses tanggal 10
Februaru 2009 dari http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/ponari-potret-keyakinan-ummat.
52
Allah swt. Inilah sesungguhnya masalah utama ummat ini. Lemah dan
rusaknya keyakinan. Dan ini adalah masalah manusia dari generasi ke generasi
dari satu bangsa ke bangsa yang lain.
Dari pemberitaan Ponari tersebut nampak jelas bahwa masih banyak
orang-orang yang meyakini sesuatu dari pada Allah. Mereka berkayakinan
bahwa batu tersebut dapat menyembuhkan mereka dari sakit setelah batu itu
dicelupkan kedalam air. Apa yang mereka lakukan dengan mempercayai
sebuah batu itu menunjukkan bahwa mereka masih kurang keyakinan mereka
kepada Tuhan yang telah menciptakan alam ini Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai kemampuan tidak terbatas. Hal tersebut secara tidang langsung
dapat menjadikan seseorang musyrik kepada Allah dengan menyekutukan
meminta bantuan atau pertolongan kepada selain Allah.
Beberapa tahun lalu, sekitar akhir tahun 1997, tiba-tiba saja ada
“makhluk” misterius yang jadi pembicaraan. Perawakannya kecil dengan
tubuh tak lebih dari 12 cm dan rambutnya yang panjang, jarang dan kaku
melewati kaki. Makhluk itu dinamakan jenglot. Kabarnya, jenglot itu bukan
benda mati. Konon ia hidup, namun tak ada yang pernah tahu kapan bergerak.
Kalau melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik
kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon berusia
300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat sejumlah
paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972.
Jenglot yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut
sebagai jenglot, yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa
53
membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain
lagi adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran
usaha, menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis
kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa
dipakai sebagai pengasih.
Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih,
ada hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot
sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski jenglot
bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup. Karena itu
jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah berjenis O dan
minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang katanya mudah
didapat di pasar.93
Makhluk kecil ini dipercayai mampu menyelamatkan seseorang dari
macam bahaya dan mampu memperlancar usaha. Ini adalah kesalahan bersar
bagi mereka yang mempercayai hal tersebut. Bukankah kita harus percaya
kepada Allah sebagai Tuhan kita yang dapat memberikan keselamatan di
dunia dan akhirat. Karena Allah yang memiliki kekuatan yang tak terbatas.
Dari kedua fenomena yang terjadi dimasyarakat menunjukkan bahwa
mereka mempercayai hal-hal ghaib diluar kekuatan Allah. Mereka tidak hanya
meminta pertolongan kepada makhluk tetapi mereka telah mengenyampingkan
aqidah mereka dalam hal meminta pertolongan kepada Allah.
93
Pos Metro Balikpapan. Dari http:/www.indospiritual.com/artikel_misteri-jenglot—
monster-kecil-sakti-usia-ratusan-tahun.html
1
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab-bab yang telah lalu penulis sudah menjelaskan tentang
pengertian tentang isti‟anah disertai dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan
isti‟anah atau meminta pertolongan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,
Yang Maha Esa, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat dan Yang Maha
segala-sagalanya.
Dari pemaparan terdahulu bahwa dalam al-Qur‟an Allah swt menyuruh
kita untuk selalu beribadah dan meminta pertolongan hanya kepada Allah
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanyak kepada-Mu kami meminta
pertolongan”. Ayat ini sangat jelas bahwa hanya Allah saja yang patut
disembah dan dimintai pertolongan dalam bentuk apapun. Dan dalam
melaksanakan suatu ibadah atau penyembahan kepada-Nya juga harus
dibarengi dengan kesabaran. Jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu.
Pengertian tentang ibadah tidak hanyak pada ibadah-ibadah ritual saja
melainkan mencakup semua pekerjaan yang mengandung nilai ibadah serta
membawa keberkahan. Ketika meminta pertolongan kita harus mendahulukan
kewajiban sebagai seorang muslim yaitu beribadah dengan menjalankan
segala perintah dan menjauhi segala larangannya.
Selain menunaikan kewajiban baru kemudian meminta hak kita
sebagai seorang hamba kepada Allah. Dalam meminta pertolongan kita harus
54
55
dengan sabar dan shalat. Karena sabar merupakan perbuatan yang amat berat
dilakukan kecuali bagi orang-orang yang khusu‟ dan Allah menyukai orang-
orang yang sabar dari pada orang yang tergesa-gesa.
Selanjutnya adalah Allah maha menolong ketika hambanya memohon
pertolongan. Sudah jelas bahwa hanya Allah yang maha menolong tidak ada
makhluk yang mempunyai kekuatan diatas Allah tidak ada yang bisa
menolong kecuali Allah swt. Allah mempunyai kekuatan tidak terbatas Allah
mempunyai kekuatan diatas segala-galanya.
Dalam kehidupan ada yang disebut dengan “Usaha dan Doa”. Ternyata
al-Qur‟an pun mengajarkan kita untuk selalu berusaha dan berboa, karena
usaha tanpa doa itu perbuatan yang sia-sia. Usaha yang dilakukan tanpa
dibarengi dengan kesabaran dan beribadah kita hanya akan mendapatkan
kesuksesan di dunia saja tidak mendapat kebaikan didunia dan akhirat. Agar
kita mendapatkan kebaikan dunai dan akhirt setiap pekerjaan yang kita
lakukan harus selalu dibarengi dengan kesabaran dan berdoa meminta
kemudahan dalam segala urusan.
Sebaiamana telah penulis cantumkan sebuah contoh, dimana jika kita
melakukan sebuah usaha perdagangan kita dituntut untuk selalu bersabar. Kita
harus sabar dalam menawarkan barang dagangan kita kepada para orang-orang
yang berlalu-lalang. Tapi tak jarang barang yang kita tawarkan mendapat
penolakan dari mereka. Nah disinilah kesabaran kita diuji sebagai seorang
pedangan. Tidak hanya itu selaian bersabar kita juga harus berdoa kepada
56
Allah mendekatkan diri kepada-Nya untuk meminta kemudahan dalam
berusaha.
B. Saran-Saran
Pada bab terakhir ini izinkanlah penulis menyampaik saran-saran
untuk kemajuan penulisan ataupun kajian yang berkaitan dengan judul skripsi
ini.
Yang pertama, penulis mengharapkan kepada penulis karya-karya
ilmiah berikutnya, agar lebih mendalami kajian tentang isti‟anah atau judul-
judul yang semisal untuk menambah khazanah keilmuan kita. Karena pada
masa sekarang ini manusia sudah banyak yang berpaling menyembah dan
meminta pertolongan kepada selain Allah.
Yang kedua adalah penulis mengharapkan kepada para pendidik
semoga selalu bersabar dalam menghadapi segala macam cobaan baik jasmani
maupun rohani. Karena sabar merupakan sifat yang paling baik yang pernah
diajarkan oleh para nabi.
Mudah-mudahan penulisan skripsi ini mendapatkan keberkahan disisi
Allah swt, dan memberikan manfaat bagi kita semua bagi penulis khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya. Hanya kepada Engkaulah kami
mengabdi dan hanya kepada Engkaulah kami meminta.
57
DAFTAR PUSTAKA
Chodjim, Ahmad. Jalan Pencerahan. Jakarta: Serambi tahun 2002
Chirzin, Muhammad. Permata al-Qur’an. Yogyakarta: Qirtas tahun 2003
Hafidz, Ahsin. W. Kamus Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Amzah tahun 2006
Hamdani, Deni.Kamus al-Qur’an. Purwakarta:Pustaka Ancala tahun 2007
Jauziah, Ibnu Qayyim. Tafsir Ibnu Qayyim: Tafsri Ayat-ayat Pilihan. Jakarta:
Darul Falah tahun 2000
Kisyk, Hani. Menyelami makna Iyyaaka Nasta’iin. (Jakarta: Cendikia) tahun 2006
Munawwar, Said Agil Husin. al-Qur’an membangun tradisi kesalehan hakik.
Jakarta: Ciputat Press tahun 2003
Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyur Rahman. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah.
Abu Ihsan al-Atsari. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir tahun 2006
Mandzur, Al-Imam al-„Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin
Mukrim, Lisanul Arab. Beirut: Dar Shaadir
Munawir, Ahmad Warson, al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif tahun 1997
Munir, Rinar. Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses
tanggal 10 Februari 2009 dari
http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/potret-keyakinan-ummat.
Pos Metro Balikpapan. Dari http:/www.indospiritual.com/artikel_misteri-
jenglot—monster-kecil-sakti-usia-ratusan-tahun.html
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press tahun 2000
Qardhawi, Yusuf. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabaya: Pustaka
Progresif tahun 1992
58
Rifai, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah. Shihabuddin
Jakarta: Gema Insani Press tahun 1999
Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati tahun 2002
________________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizzan tahun 1994
________________. Tafsir al-Qur’an dengan Metode Maudhui Jakarta: PTIQ
tahun 1986
________________. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizzan tahun 2007
Shihab, Umar. Kontekstualitas al-Qur’an. Jakarta: Panamadani tahun 2005
Shabuny, Muhammad Ali. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. Penerjemah. Kathur
Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar tahun 2001
Sya‟rawi, Mutawally. Tafsir Sya’rawi. Kairo: Akhbar al-Yaum tahun 1991
Shiddieq, Umay M. Dja‟far. Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan
Awal al-Baqarah. Jakarta: Taushia, 2008
Syaltuth, Muhammad. Tafsir al-Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali
Bandung: Dipenogoro tahun 1990
Santoso, Budi. Kamus al-Qur’an. Jakarta: Pena Pundi Aksara tahun 2008
Thabathabai, Muhammad Husain. Mengungkap Rahasia al-Qur’an. Penerjemah.
A. Malik Madaniy. Bandung: Mizzan tahun 1998
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang,2002)
Zahwa, Abu. Tafsir Surat al-Fatihah: Menurut 10 Ulama Besar Dunia Jakarta:
Pustaka Azzam tahun 2010