ispa

89
FAKTOR-FA KEJADIAN IS BUL Diajukan sebagai s Keperawatan F F PROGRA U AKTOR YANG BERHUBUNGAN DE SPA BERULANG PADA BALITA US LAN DI PUSKESMAS SALOTUNGO WATAN SOPPENG salah satu syarat dalam menyelesaikan Progra Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Oleh R A D H Y A L L A H C. 121 08 531 FAKULTAS KEDOKTERAN AM STUDI ILMU KEPERAW UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 i ENGAN SIA 36 59 O am Studi Ilmu Makassar WATAN

description

(y)

Transcript of ispa

  • iFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    Oleh

    R A D H Y A L L A HC. 121 08 531

    FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

    2009

    i

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    Oleh

    R A D H Y A L L A HC. 121 08 531

    FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

    2009

    i

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    Oleh

    R A D H Y A L L A HC. 121 08 531

    FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

    2009

  • ii

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R A D H Y A L L A HC.121 08 531

    Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

    Pembimbing I

    Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N

    Pembimbing II

    Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns

    Mengetahui,Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

    ii

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R A D H Y A L L A HC.121 08 531

    Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

    Pembimbing I

    Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N

    Pembimbing II

    Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns

    Mengetahui,Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

    ii

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R A D H Y A L L A HC.121 08 531

    Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi ProgramStudi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

    Pembimbing I

    Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N

    Pembimbing II

    Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns

    Mengetahui,Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R AD H Y A L L A HC 121 08 531

    Telah dipertahankan didepan dewan penguji skripsi

    Pada hari : Selasa, 02 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas 1 Lt.4 PSIK. FK. Univeristas Hasanuddin Makassar

    Tim Penguji

    1. DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes ( . )

    2. Erfina,S.Kep.,Ns ( . )

    3. Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N ( . )

    4. Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns ( . )

    Mengetahui,

    An. DekanPembantu Dekan Bidang Akademik

    Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Makassar

    Prof. Dr. dr. Suryani Asad, M.Sc., Sp.GKNip : 19600504 198601 2 002

    KetuaProgram Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin Makassar

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

    iii

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R AD H Y A L L A HC 121 08 531

    Telah dipertahankan didepan dewan penguji skripsi

    Pada hari : Selasa, 02 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas 1 Lt.4 PSIK. FK. Univeristas Hasanuddin Makassar

    Tim Penguji

    1. DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes ( . )

    2. Erfina,S.Kep.,Ns ( . )

    3. Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N ( . )

    4. Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns ( . )

    Mengetahui,

    An. DekanPembantu Dekan Bidang Akademik

    Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Makassar

    Prof. Dr. dr. Suryani Asad, M.Sc., Sp.GKNip : 19600504 198601 2 002

    KetuaProgram Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin Makassar

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

    iii

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59

    BULAN DI PUSKESMAS SALOTUNGOWATAN SOPPENG

    Diajukan oleh :

    R AD H Y A L L A HC 121 08 531

    Telah dipertahankan didepan dewan penguji skripsi

    Pada hari : Selasa, 02 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas 1 Lt.4 PSIK. FK. Univeristas Hasanuddin Makassar

    Tim Penguji

    1. DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes ( . )

    2. Erfina,S.Kep.,Ns ( . )

    3. Nurhaya Nurdin,S.Kep.Ns,M.N ( . )

    4. Bestfy Anitasari,S.Kep.Ns ( . )

    Mengetahui,

    An. DekanPembantu Dekan Bidang Akademik

    Fakultas Kedokteran UniversitasHasanuddin Makassar

    Prof. Dr. dr. Suryani Asad, M.Sc., Sp.GKNip : 19600504 198601 2 002

    KetuaProgram Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin Makassar

    DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.KesNip : 19580128 198903 1 002

  • iv

    K A T A P E N G A N T A R

    Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya

    sehingga Proposal ini dapat selesai.

    Proposal ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam

    menyelesaikan system kredit semester di Program Studi Ilmu Keperawatan

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    Penulis menyadari bahwa bahwa proposal ini dapat selesai karena bantuan

    dan kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti

    menyapaikan terimakasih dann penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

    kepada :

    1. Bapak Prof. DR. dr. Irwan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin Makassar

    2. Bapak DR. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar, sekaligus sebagai penguji

    yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga proposal ini dapat

    selesai.

    3. Syahrul Said, S.Kep.Ns, selaku penguji yang bersedia meluangkan waktunya

    untuk memberi bimbingan dalam ujian proposal ini

    4. Nurhaya Nurdin, S.Kep.Ns,M.N, selaku pembimbing yang telah memberikan

    masukan tentang metode penulisan dalam penyelesaian proposal ini

    5. Bestfy Anitasari, S.Kep.Ns, selaku pembimbing yang telah memberikan

    masukan dan arahan dari awal hingga akhir penyusunan proposal ini

  • v6. Pimpinan Puskesmas Salotungo Watansoppeng Provinsi Sulawesi Selatan,

    yang bersedia memberi izin dalam pengambilan data awal untuk mendukung

    proposal ini.

    7. Keluarga tercinta yang senantiasa member support dalam rangaka

    menyelesaikan proposal ini

    8. Teman-teman sejawat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung

    untuk memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian proposal ini.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari

    kesempurnaan dan oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

    menerima segala saran dan kritik yang sifatnya membangun dalam

    penyempurnaan proposal ini. Terimakasih

    Makassar, 27 Oktober 2009

    Penulis

    R a d h y a l l a h

  • vi

    A B S T R A K

    RADHYALLAH, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN ISPA BERULANG PADA BALITA USIA 36 59 BULAN DIPUSKESMAS SALOTUNGO WATAN SOPPENG. DIBIMBING OLEH NURHAYANURDIN DAN BESTFY ANITASARI.XI + 54 Halaman + 10 Tabel + 24 Lampiran

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran pernafasan ;mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya (sinus, rongga telingadan pleura).yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hariditandai dengan batuk pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yangberhubungan dengan kejadian ispa berulang pada balita usia 36 59 bulan di puskesmassalotungo watan soppeng

    Bentuk penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectionalyaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa berulang padabalita usia 36 59 bulan di puskesmas salotungo watan soppeng.

    Dari penelitian ini diperoleh bahwa kejadian ISPA pada rumah tangga tidak sehatterdapat responden 10 (66.7%) lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga sehatdengan jumlah responden 5 (33,3%). Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi16,0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya adahubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita.

    Dan pada tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4(26.7%) Balita yang menderita ISPA lebih sedikit dibandingkan dengan tingkatpengetahuan ibu dengan kategori kurang yang berjumlah 7 (46.7%) Balita. Hasil ujistatistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh nilai p = 0,009. Karena nilai p< 0,05 maka Ho tidak ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibutentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.

    Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian ini menyimpulkan bahwa denganmenerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap anggota keluarga akanmenciptakan rumah tangga yang sehat yang pada akhirnya akan meninggkat derajatkesehatan setiap anggota keluarga dan pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhioleh banyak hal, salah satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalahadanya pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat mensejajarkantingkat pengetahuan masyarakat

  • vii

    DAFTAR I S I

    Halaman Judul .............................................................................................................. i

    Halaman Persetujuan ................................................................................................... ii

    Halaman Pengesahan.................................................................................................... iii

    Kata Pengantar ............................................................................................................. iv

    A b s t r a k .................................................................................................................... vi

    BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3

    1. Tujuan Umum .................................................................................................... 3

    2. Tujuan Khusus ................................................................................................... 3

    D. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4

    A. Tinjauan Tentang ISPA ........................................................................................ 4

    1. Definisi ............................................................................................................... 4

    2. Tanda Gejala Umum ISPA ................................................................................ 5

    3. Klasifikasi ISPA ................................................................................................. 5

    4. Etiologi ............................................................................................................... 5

    5. Pencegahan ........................................................................................................ 6

    6. Pengobatan ......................................................................................................... 6

    B. Tinjauan Tentang Balita ....................................................................................... 7

    1. Defenisi Balita ................................................................................................... 7

    2. Masalah Kesehatan Balita .................................................................................. 8

  • viii

    C. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

    Kejadian ISPA Berulang ....................................................................................... 9

    1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) ................................................................. 9

    a. Definisi PHBS .............................................................................................. 9

    b. Indikator Penilaian PHBS ............................................................................ 9

    c. Manfaat PHBS ............................................................................................. 13

    2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan ................................................................... 15

    3. Status Gizi Balita ............................................................................................... 17

    4. Pengetahuan Ibu Berhubungan dengan Kejadian ISPA...................................... 19

    5. Sirkulasi Udara ................................................................................................... 22

    6. Kepadatana Hunian ............................................................................................ 23

    7. Imunsasi ............................................................................................................. 25

    BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS .............................................. 27

    A. Kerangka Konsep ................................................................................................... 27

    B. Hipotesis .................................................................................................................. 28

    BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................................. 29

    A. Rancangan Penelitian ............................................................................................ 29

    B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 29

    1. Tempat Penelitian .............................................................................................. 29

    2. Waktu Penelitian ................................................................................................ 29

    C. Populasi dan Sampel .............................................................................................. 29

    1. Populasi .............................................................................................................. 29

    2. Sampel ................................................................................................................ 30

    3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................................................. 31

  • ix

    D. Alur Peneltian ......................................................................................................... 32

    E. Variabel Penelitian ................................................................................................. 33

    1. Identifikasi Variabel ........................................................................................... 33

    2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif ...................................................... 33

    F. Pegolahan dan Analisa Data ................................................................................. 37

    G. Masalah Etika ......................................................................................................... 38

    BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 40

    A. Hasil Penelitian........................................................................................................ 40

    1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita ........................................................ 40

    2. Karakteristik Balita ............................................................................................. 42

    3. Analisa Univariat ................................................................................................ 43

    4. Analisa bivariat ................................................................................................... 45

    B. Pembahasan ............................................................................................................. 49

    1. Perilaku Hidup Bersih Sehat ............................................................................... 49

    2. Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat ................................................ 50

    3. Status Gizi ........................................................................................................... 51

    4. Pengetahuan Ibu tentang ISPA ........................................................................... 52

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 55

    A. Kesimpulan .............................................................................................................. 55

    B. SARAN ..................................................................................................................... 55

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xDAFTAR TABEL

    Tabel 1 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif.................................................. 19

    Tabel 2 Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni.................................... 24

    Skema Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................... 27

    Bagan Alur Penelitian ..................................................................................................... 32

    Tabel 3 Baku Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Anak Laki-laki Usia 36-

    59 Bulan Menurut Berat Badan dan Umur (BB/U)........................................... 35

    Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas

    Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 41

    Tabel 5 Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata

    Kabupaten Soppeng........................................................................................... 42

    Tabel 6 Distribusi Variabel Faktor-faktor Yang Berhubunga dengan Kejadian

    ISPA pada Balita Usia 36-59 Bulan di Puskesmas Salotungo Kecamatan

    Lalabata Kabupaten Soppeng ............................................................................ 44

    Tabel 7 Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan Kejadian ISPA di

    Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ..................... 45

    Tabel 8 Hubungan Akses Jaminan Layanan Kesehatan Masyarakat dengan

    Kejadian ISPA di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten

    Soppeng ............................................................................................................. 46

    Tabel 9 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas Salotungo

    Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng ......................................................... 47

    Tabel 10 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA di di Puskesmas

    Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng........................................ 48

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran :

    1. Kuesioner

    2. Master Tabel

    3. Print out hasil penelitian

    4. Surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

    Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    5. Surat izin penelitian dari Kesbang Politik dan Linmas Kab. Soppeng

    6. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Kepala Puskesmas

    Salotungo Kab. Soppeng

    7. Daftar riwayat hidup

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) masih merupakan masalah

    kesehatan yang penting, karena ISPA (seperti ; sinusitis, common cold, influenza,

    pneumonia) penyebab kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira

    1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode

    ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh

    penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20

    % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan terjadi

    pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA

    yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita

    datang untuk berobat dalam keadaan berat (Rasmaliah, 2004).

    Penyebab kematian bayi di Indonesia hasil survey mortalita subdit ISPA

    tahun 2005 menunjukkan bahwa ISPA merupakan dari penyebab kematian bayi

    dengan jumlah 22,3% dari sekian kasus penyebab kematian pada balita (Depkes

    RI, 2007).

    Dari pola 10 penyakit terbanyak di beberapa rumah sakit umum di

    Indonesia maupun data survey (SDKI, Surkesnas) juga menunjukkan tingginya

    kasus ISPA. Prevalensi ISPA dalam beberapa tahun menurut hasil SDKI yaitu

    pada tahun 1991 terjadi prevalensi 9,8% dengan kelompok umur 12 23 bulan,

    tahun 1994 terjadi prevalensi 10% dengan kelompok umur 6 35 bulan, tahun

    1997 terjadi prevalensi 9% dengan kelompok umur 6 11 bulan, tahun 2002-2003

  • 2terjadi prevalensi 8% dengan kelompok umur 6 23 bulan, dan pada tahun 2007

    terjadi prevalensi 11% dengan kelompok umur 12 23 bulan (Depkes RI, 2007).

    Sedangkan menurut data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Kota

    Makassar Tahun 2008 tercatat bahwa jumlah kasus ISPA sebanyak 42.563

    penderita (Dinkes SulSel, 2008).

    Dan dari hasil data kunjungan Puskesmas Salotungo, Kab. Soppeng,

    Provinsi Sulawesi Selatan survey dalam kasus pola 10 penyakit terbesar

    Puskesmas Salotungo tahun 2008 pun menunjukkan bahwa angka kesakitan yang

    paling tinggi ditimbulkan oleh ISPA dengan jumlah 1950 kasus dengan persentase

    sekitar 29,03% dari jumlah kasus pola 10 penyakit terbesar.

    Dari olah data kunjungan kasus ISPA Balita dengan usia 39 59 bulan

    menunjukkan bahwa terdapat 75 kunjungan kasus atau sekitar 27,29% dari

    seluruh kejadian ISPA di Puskesmas SalotungotaTahun 2008 yang dialami oleh

    Balita.

    Dari hasil uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ISPA

    merupakan masalah kesehatan utama yang ada ditengah masyarakat baik

    ditingkat nasional maupun tingkat kabupaten/kota, khususnya diwilayah kerja

    Puskesmas Salotungo sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor

    yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan dari hasil uraian latar belakang diatas, maka peneliatian ini

    difokuskan pada ; Faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada

    Balita di wilayah kerja Puskesmas Salotungo Kabupaten Soppeng.

  • 3C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian ISPA berulang

    pada Balita usia 36 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Salotungo

    Kabupaten Soppeng.

    2. Tujuan Khusus

    a. Diketahuinya faktor perilaku hidup bersih sehat berhubungan dengan

    kejadian ISPA berulang

    b. Diketahuinya faktor status gizi berhubungan dengan kejadian ISPA

    berlang

    c. Diketahuinya faktor pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian

    ISPA berulang

    D. Manfaat Penelitian

    1. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan

    Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha

    peningkatan kesehatan lingkungan

    2. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian

    dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita

    3. Akademik/Institut Pendidikan ; Data variable yang diperoleh dan telah

    diolah dapat dijadikan data untuk mendukung penelitian tentang ISPA

    oleh peneliti berikutnya.

  • 4BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Tentang ISPA

    1. Definisi

    Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga

    unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Adapun batasan

    definisinya masing-masing sebagai berikut :

    a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

    manusia dan berkembang biak sehingga dapat menimbulkan gejala

    penyakit.

    b. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga

    alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga dan

    pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran

    nafas yang dimulai dari hidung termasuk jaringan adneksanya seperti

    sinus, rongga telinga dan pleura.

    c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

    Jadi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada

    saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ

    adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura).yang disebabkan oleh

    mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hari ditandai dengan batuk

    pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak (Rasmaliah,

    2004).

  • 52. Tanda Gejala Umum ISPA

    Adapun tanda gejala ISPA menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

    Indonesia (PRSSI), 2002 antaralain ;

    a. Batuk

    b. Serak (anak bersuara parau)

    c. Pilek

    d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 38,5 C

    e. Sesak napas.

    3. Klasifikasi ISPA

    Karena bentuk ISPA yang paling sering menyebabkan kematian

    balita adalah pneumonia maka klasifikasinya dan dalam penentuan

    klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok menurut Warung

    Masyrakat Informasi Indonesia [Warmasi], 2009 sebagai berikut :

    a. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pnemonia

    berat, pnemonia dan bukan pneumonia

    b. Kelompok umur < 2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat

    dan bukan pneumonia.

    4. Etiologi

    a. Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

    Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus,

    Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan

    Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan

  • 6Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,

    Herpesvirus.

    b. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan

    karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa

    penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus

    inluenzae (Warmasi, 2009).

    5. Pencegahan

    Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang

    benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program

    (turunnya kematian dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

    yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman

    penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

    pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan

    antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi

    penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan

    kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan bergizi dan

    minuman yang sehat (air putih, sari buah) sebagai bagian dari tindakan

    penunjang yang penting bagi pederita ISPA (Rasmaliah, 2004).

    6. Pengobatan

    a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

    parenteral, oksigendan sebagainya.

    b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

    tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

  • 7kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat

    antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

    c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

    perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

    tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

    merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

    demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

    dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

    adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah

    bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

    streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari

    (Rasmaliah, 2004).

    B. Tinjauan Tentang Balita

    1. Defenisi Balita

    Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai Balita dan

    membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia lima tahun kebawah.

    Karena Balita dikategorikan dalam dua kelompok maka selanjutnya kita

    sebut masa bayi dan awal masa kanak-kanak dimana masing-masing

    memiliki ciri-ciri khas yang berlainan

    Dimana masa bayi menurut Nadia, 2005 bahwa masa bayi berlangsung

    selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir

    selama dua minggu atau dalam bulan dapat disebut masa bayi adalah bayi

  • 8dengan usia 0-24 bln. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak

    berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri.

    Dan awal masa kanak-kanak berlansung 25-59 bln, para ahli

    psikolog menyebutkan bahwa masa ini adalah masa kelompok dimana

    anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial dalam mempersiapakn diri

    sebelum masuk usia sekolah. Masa ini disebut juga masa menjelajah

    dimana anak belajar untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya.

    Pada masa ini juga anak sering meniru tindakan atau bicara orang

    sekitarnya sehingga bias disebut sebagai usia meniru. Disisi lain,

    meskipun anak berusaha memiliki kecendrungan untuk meniru orang lain

    namun dalam bermain sang anak pun beusaha menunjukkan kreatifitasnya

    sehingga pada usia ini sering juga disebut usia kreatif. (Nadia, 2005).

    2. Masalah Kesehatan Balita

    Beberapa faktor kematian Balita maupun yang berperan dalam

    dalam proses tumbuh kembang Balita adalah adanya penyakit seperti ;

    Diare, Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, Infeksi Saluran

    Pernafasan dan menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen

    Kesehatan RI pada tahun 2006, penyakit sistem saluran napas menempati

    peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di

    Rumah Sakit di Indonesia, yaitu persentase 9,23%. Sedangkan untuk

    persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di

    Indonesia pada tahun yang sama, penyakit Sistem Saluran Napas

    menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69%.

  • 9Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap Balita dalam rangka

    pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita dan untuk pencegahan

    terhadap penyakit antaralain pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan

    fisiknya, pemeriksaan dan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan

    penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada

    orang tua (Depkes RI, 2007).

    C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Berulang

    1. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

    a. Definisi PHBS

    Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku

    kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga

    atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, dan

    berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.

    Dalam PHBS juga dilakukan edukasi untuk meningkatkan

    pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan, bina

    suasana dan pemberdayaan masyarakat (Dinkes SulSel, 2006).

    b. Indikator Penilaian PHBS

    Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota

    keluarga yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan

    remaja, usia lanjut dan pengasuh anak. Indikator PHBS adalah suatu

    alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan(ISPA).

    Menurut Dinkes SulSel, 2006 indikator PHBS rumah tangga yang

  • 10

    digunakan yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang

    kesehatan ada sepuluh indikator, yaitu:

    1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

    Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter,

    bidan, dan tenaga para medis lainnya). Persalinan ditolong oleh

    tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan

    steril sehingga mencegah terjadinya infeksi saluran nafas pada bayi

    baru lahir dan penyakit lainnya.

    2). Memberi bayi ASI ekslusif

    Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa

    memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah

    makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan protein tinggi

    yang sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan

    terhadap penyakit.

    3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita

    Penimbangan bayi dan balita dilakukan mulai umur 1 bulan sampai

    5 tahun di posyandu. Dengan demikian secara default pengontrolan

    nilai timbangan bayi/balita bukan hanya menilai status berat badan

    semata akan tetapi status gizi bayi/balita hubungannya dengan daya

    tahan tubuh bayi/balita dan begitupula imunisasi untuk member

    kekebalan pada bayi sehingga tidak mudah sakit terutama akibat

    masalah kesehatan lingkungan.

  • 11

    4). Menggunakan air bersih

    Air adalah kebutuhan dasar yang diperlukan sehari-hari untuk

    minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai,

    mencuci alat-alat dapur dan sebagainya agar kita tidak mudah

    terkena penyakit atau terhindar dari sakit.

    5). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

    Menghindarkan atau mengurangi kita menghirup debu/kotoran

    yang menempel pada di saat kita menyentuh bagian wajah

    6). Menggunakan jamban sehat

    Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas

    pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok

    atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa

    (cemplung) yang dilengkapi dengan unit pembuangan kotoran dan

    air untuk membersihkannya. Jamban cemplung digunakan untuk

    daerah yang sulit air, sedangkan jamban leher angsa digunakan

    untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk.

    7). Memberantas jentik di rumah

    Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan

    pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk.

    Pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

    perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air)

    yang ada dalam rumah seperti bak mandi atau WC, vas bunga,

    tatakan kulkas dan lain-lain. Hal yang dilakukan agar rumah bebas

  • 12

    jentik adalah melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur

    plus menghindari gigitan nyamuk).

    8). Makan buah dan sayur setiap hari

    Makan sayur dan buah sangat penting karena sayur dan buah

    mengandung vitamin dan mineral yang mengatur pertumbuhan dan

    pemeliharaan tubuh serta mengandung serat yang tinggi. Konsumsi

    sayur dan buah yang tidak merusak kandungan gizinya adalah

    dengan memakannya dalam keadaan mentah atau dikukus.

    Merebus dengan air akan melarutkan beberapa vitamin dan mineral

    dalam sayur dan buah tersebut. Pemanasan tinggi akan

    menguraikan beberapa vitamin seperti vitamin C.

    9). Melakukan aktivitas fisik

    Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang

    menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi

    pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas

    hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik

    yang dapat dilakukan antara lain kegiatan sehari-hari yaitu berjalan

    kaki, berkebun, mencuci pakaian,mencuci mobil dan turun tangga.

    Selain itu kegiatan olahraga seperti push up, lari ringan, bermain

    bola, berenang, senam, fitness, dapat juga dilakukan sebagai

    aktifitas fisik.

    10). Tidak ada merokok di dalam rumah

    Tidak merokok adalah penduduk 10 tahun keatas yang tidak

    merokok selama 1 bulan terakhir. Perokok terdiri atas perokok

  • 13

    aktif dan perokok pasif. Bahaya perokok aktif dan perokok pasif

    adalah dapat menyebabkan kerontokan rambut, gangguan pada

    mata seperti katarak, kehilangan pendengaran lebih awal

    disbanding bukan perokok, menyebabkan penyakit paru-paru

    kronis, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi,

    kanker rahim dan keguguran.

    .

    c. Manfaat PHBS.

    Dalam penelitian tentang Kebiasaan ibu dalam pencegahan

    primer penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) pada balita

    keluarga non gakin di desa nanjung mekar wilayah kerja puskesmas

    Nanjung Mekar Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa kebiasaan

    ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA dengan menciptakan

    rumah yang sehat setengahnya responden (50,57%) memiliki kategori

    tidak baik (Yamin Susanti. RD, Sulastri. W, 2007).

    Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat ditarik sebuah

    kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat belum melaksanakan

    perilaku hidup bersih dan sehat untuk menuju rumah tangga sehat

    sehingga masih ada masyarakat yang tidak merasakan manfaat dari

    perilaku hidup bersih dan sehat. Padahal menurut Dinkes SulSel, 2006

    dari penerapan perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak

    bermanfaat bagi penduduk Indonesia, yaitu:

    1). Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah

    sakit.

  • 14

    2). Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota

    keluarga.

    3). Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka

    biaya yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan

    untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang

    dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.

    4). Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah

    Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.

    5). Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.

    6). Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah

    lain.

    Adapun kategori rumah tangga sehat dan rumah tangga tidak sehat

    dapat dinilai dari sepuluh indikator PHBS di atas maka akan

    didapatkan dua klasifikasi rumah tangga yang menjalankan PHBS.

    Menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 dalam Profil

    Puskesmas Salotungo, 2008. klasifikasi tersebut sebagai berikut ;

    a). Klasifikasi I (Sehat) : jika melakukan 1 sampai dengan 7 dari 10

    indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga.

    b). Klasifikasi II (Tidak Sehat): jika melakukan 1 sampai dengan 6

    dari 10 indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga

  • 15

    2. Status Gizi Balita

    Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 dibidang kesehatan yang

    mencakup program-program prioritas anataralain ; program promosi

    kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program lingkungan sehat,

    program pencegahan dan pemberantasan penyakit dan program perbaikan

    gizi masyarakat. Salah satu sasarannya adalah menurunnya frekuensi gizi

    kurang menjadi 20% pada tahun 2009 dan penurunan gizi buruk menjadi 5

    % (Anggraini, 2008).

    Namun sampai saat tahun 2009 ini permasalahan gizi, baik gizi

    kurang maupun buruk masih sering dijumpai ditengah-tengah kehidupan

    masyarakat. Data Dinas Kesehatan Republik Indonesia (Dinkes RI) tahun

    2005 menunjukkan bahwa balita yang mengalami masalah gizi kurang

    berkisar 5.040.000 balita (28%) dan gizi buruk berkisar 1.584.000 balita

    (8.8%).

    Penanganan terhadap masalah gizi Balita di masyarakat melalui posyandu

    ternyata belum berjalan dengan baik dan pola penanganan dalam

    mengatasi masalah gizi kurang & buruk ini juga belum optimal. Di

    Posyandu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sebagai suatu aksi gizi,

    akan tetapi masih sekedar hanya untuk mengisi kegiatan posyandunya

    saja, belum sampai pada substansi PMT itu sendiri yakni meningkatkan

    kualitas makanan bergizi agar balita mengalami tumbuh kembang yang

    sehat. Sisi yang lain, pola perbaikan gizi balita, sangat tergantung pada

    perilaku ibu dalam melihat bagaimana memperbaikan gizi keluarga.

  • 16

    Dalam kenyataannya masih banyak ibu-ibu yang belum mengerti arti

    pentingnya gizi pada anak. Untuk itu, pola pendampingan gizi secara

    langsung, terprogram dan berkelanjutan merupakan langkah kebijakan gizi

    yang harus dijalankan (Pos Keadilan Peduli Umat [pkpu], 2008).

    Dalam penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap

    ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada balita di puskesmas Ngoresan

    Surakarta menunjukkan bahwa pada subvariabel pemenuhan gizi Balita

    sebagian besar responden (59,77%) memiliki kategori baik. Hal ini

    membuktikan bahwa belum sepenuhnya masyarakat khususnya para ibu

    memenuhi kebutuhan gizi Balitanya (Purnomo, 2008).

    Disinilah dirasakan sangat penting adanya Pondok gizi Budarzi

    (ibu sadar gizi). Yaitu sebuah wadah yang terdapat dalam masyarakat dan

    berkonsentrasi untuk menangani masalah gizi balita serta memelihara

    status gizi balita agar tetap baik dan sehat, dengan jalan pendampingan

    keluarga serta pemanfaatan potensi-potensi lokal yang bermanfaat untuk

    meningkatkan status gizi.

    3. Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan Kejadian ISPA

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang

    dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam

    tabel berikut :

  • 17

    Tabel 1. Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif

    Domain Definisi

    Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

    Memahamikemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapatmenginterpretasikan secara benar.

    Aplikasikemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataukondisi riil.

    Analisiskemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

    Sintesiskemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

    suatu bentuk keseluruhan yang baru

    Evaluasikemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atauobyek

    ( Notoatmodjo, 2007 dalam Warman, 2008)

    Dan pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

    atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek

    penelitian Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat

    menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari

    penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan,

    sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat

    (Warman, 2008).

    Dalam masyarakat pegetahuan tentang kesehatan biasanya

    diperoleh melalui pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

    Kepercayaan lebih kuat pengaruhnya yang diturunkan dari orang tua atau

    dari orang dipercaya. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak

    selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata terutama karena alasan

    ekonomi dan tidak adanya waktu.

  • 18

    Disi lain, kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang

    kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu

    Negara. Melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap

    perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat

    pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam

    mempengaruhi keputusan untuk berperilaku sehat (Depkes RI, 2007).

    Pada penelitian tentang Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA

    pada anak balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori

    baik (67%) dan sikap ibu dalam dalam upaya pencegahan ISPA pada

    balita di Puskesmas Ngoresan sebagian besar dalam kategori baik (62%)

    dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan upaya

    pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta, dan

    Pada hasil penelitian Hubungan antara pengetahuan dan sikap

    orang tua dengan upaya pencegahan kekambuhan ispa pada anak di

    wilayah kerja puskesmas purwantoro I juga menunjukkan bahwa

    pengetahua orang tua tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak

    di wilayah kerja Puskesmas Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian

    besar responden dalam penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik

    (Purnomo, 2008 ; putro, 2008).

    Dan pada penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,

    BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian

    ispa non pneumonia pada Balita, hasil uji statistik menunjukkan bahwa

    pengetahuan ibu (p=0,01; OR=10,810), sikap ibu (p=0,031; OR=3,353)

    berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita, sedangkan tindakan

  • 19

    (p=0,53I) tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita. Jadi

    dapat disimpulkan dari hasil penelitian dengan tingkat kemaknaan 95%

    (a=0,05) menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu berpengaruh

    terhadap kejadian ISPA pada bayi/balita , sedangkan tindakan tidak

    berpengaruh. Menurut teori dijelaskan bahwa pengetahuan dan sikap

    positif tidak selalu diikuti oleh tindakan. Dalam praktek sehari-hari terjadi

    sebaliknya, seperti pada hasil penelitian ini, ibu telah berperilaku positif

    meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif. (Setiyorini. 2008).

    Dan dalam penelitian tentang pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan

    Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi

    Di Puskesmas Pakel, Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun

    2006 Hasil dari penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan

    didapatkan pada variabel kejadian ISPA Non Pneumonia dengan

    pengetahuan ibu (OR=0,3, 950/oCI: 0,11

  • 20

    4. Sirkulasi Udara

    Rumah yang baik tidak hanya dilihat dari faktor arsitektur, tapi

    juga dari faktor kesehatan. Salah satu faktor penting dari sebuah rumah

    yang berhubungan dengan kesehatan adalah sirkulasi udara. Kalau udara

    bisa ke luar dan masuk dengan lancar, kesehatan penghuni rumah pun

    akan baik.

    Sirkulasi udara dari sebuah rumah bisa lewat jendela, pintu dan

    ventilasi. Jendela pada bangunan selain memiliki fungsi tempat masuk

    cahaya dan aksesoris rumah, sudah pasti berfungsi sebagai tempat sirkulasi

    udara. Demikian juga pintu, selain memiliki fungsi tempat ke luar masuk

    penghuni rumah, juga sebagai tempat sirkulasi udara.

    Persoalannya, jendela, pintu dan ventilasi sebagai tempat ke luar

    dan masuk udara, tak tertutup kemungkinan yang ikut masuk adalah

    nyamuk dan serangga pembawa penyakit lainnya. Hal ini menjadi

    dilematis ketika penghuni rumah membutuhkan sirkulasi udara ke dalam

    ruangan, dalam waktu bersamaan serangga datang mengganggu (Anwar,

    2008).

    5. Kepadatana Hunian

    Menurut Asrul Azwar (1989), rumah tangga bagi manusia untuk

    memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai arti sangat penting :

    a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah

    melaksanakan kewajiban sehar-hari.

  • 21

    b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa

    kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.

    c. Sebagai tempat untukberlindung diri dari berbagai bahaya yang datang

    mengancam.

    d. Sebagai lambang status social yang dimiliki yang dirasakan sampai

    saat ini.

    e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang

    berharga yang dimiliki terutama hal ini masih ditemui pada masyarakat

    pedesaan.

    Kepadatan penghuni merupakan kedaan dimana kondisi antara

    jumlah penghuni dengan luas seluruh rumah tidak seimbang dengan

    jumlah penghuni atau melebihi kapasitas maka akan berdampak negative

    pada kesehatan. Bila rumah terlalu sempit dengan jumhlah penghuni yang

    tidak berbanding maka penularan bibit penyakit dari manusia ke manusia

    lainnya mudah terjadi misalnya penyait Tuberkulosis atau penyakit saluran

    pernafsan lainnya (Entjang, 2001).

    Adapun ketentuan perbandingan kebutuhan kamar dengan junlah

    penghuni (orang) adalah sebagai berikut :

    Tabel 2. Perbandingan Kebutuhan Kamar dan Jumlah Penghuni (Orang)

    Jumlah Kamar Jumlah PenghuniSatu 2Dua 3Tiga 5

    Empat 8Lima keatas 10

    Sumber ; BPS, 1995 dalam Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti SarosoJakarta [RSPI], 2009

  • 22

    Ukuran minimal suatu rumah sederhana untuk 4 orang penghuni

    (ayah, ibu, dan 2 anak) dengan komposisi ruang 2 kamar tidur, 1 ruang

    makan, dapur dan serambi kerja membutuhkan ukuran minimal 40 m

    dengan ukuran rata-rata luas lantai perkapita 10 m.

    WHO mengemukakan, kontak serumah di lingkungan social dan

    tempat kerja memiliki resiko terbatas, kondisi perumhan yang terlalu padat

    dan ventilasi yang tidak baik sering membawa infeksi TB menular lebih

    dari anggota keluarga, (Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti

    Saroso Jakarta [RSPI], 2009).

    6. Imunisasi

    Kata imun berasal dari bahasa Latin immunitas yang berarti

    pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi

    selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara

    biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian

    berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan

    terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular.

    Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

    produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan

    terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit

    atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh (RSPI Prof. Dr. Sulianti

    Saroso Jakarta, 2009).

  • 23

    Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke

    dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang

    disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk

    membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai

    pengalaman. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh

    sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga

    pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

    jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit

    yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi.

    Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak

    terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan

    menimbulkan akibat yang fatal (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta,

    2009).

    Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif.

    Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah

    dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh

    memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau

    campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi,

    sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah

    penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

    kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir

    dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui

    darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap

    campak (RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009).

  • 24

    Salah satu penelitian tentang Pengaruh status imunisasi DPT,

    BBLR, paparan asap rokok, dan tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian

    ispa non pneumonia pada balita menunjukkan tidak adanya pengaruh

    status imunisasi DPT (OR=3,1, 95%CI: 0,27

  • 25

    BAB III

    KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    A. Kerangka Konsep.

    Berdasarkan dari uaraian yang dikemukakan pada Bab. I. Latar Belakang dan

    Bab. II. Landasasan Teori penelitian, maka dikembangkanlah kerangka

    konsep penelitian sebagai berikut ;

    Skema Kerangka Konsep Penelitian

    Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Keterangan :

    : Variabel yang diteliti

    : Variabel yang tidak diteliti

    Kejadian ISPA berulangBerulang pada Balita

    Status Gizi Balita

    Pengetahuan Ibu

    Perilaku Hidup BersihSehat

    Sirkulasi UdaraKepadatana Hunian

    Imunsasi

  • 26

    B. H i p o t e s i s

    Dari seluruh penjelasan diatas maka disusunlah suatua Hipotesis yaitu ;

    1. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA

    berulang pada Balita.

    2. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang pada

    Balita.

    3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian ISPA

    berulang pada Balita.

  • 27

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu

    mengungkapkan hubungan antara variabel independen : Perilaku Hidup Bersih

    Sehat, Jaminan Akses Layanan Kesehatan, Status Gizi Balita, Pengetahuan

    Ibu dengan variabel dependen : Kejadian ISPA pada Balita, (Nursalam &

    Pariani, 2008).

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Adapun tinjauan umum tempat penelitian yang akan dilakukan adalah di

    Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng dengan

    luas wilayah 67 Km persegi yang terdiri dari daratan dan perbukitan.

    2. Waktu Penelitian

    Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2009.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi dalam penelitain adalah setiap subyek ( misalnya manusia;

    pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan ( Nursalam, 2008).

    Sedangkan menurut Notoatmojo mengatakan populasi adalah keseluruhan

    objek penelitian/objek yang diteliti tersebut ( Notoatmodjo, 2002).

  • 28

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita yang terdaftar

    diwilayah kerja Puskesmas Salotungo Kec. Lalabata Kab. Soppeng dan

    mengalami kasus ISPA Balita (39 59 bln) dengan jumlah populasi

    sebanyak sebanyak 75 kunjungan kasus .

    2. Sampel

    Notoatmojo, 2005 mengatakan sampel adalah sebagian dari keseluruhan

    objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmodjo,

    2005). Sedangkan menurut Nursalam, 2008. Sampling adalah suatu proses

    dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi.

    (Nursalam, 2008).

    Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus

    sebagai berikut :

    Rumus :

    = ( 1) +

    Keterangan :

    N : Jumlah Populasi

    n : Jumlah Sampel

    Z : Standar deviasi normal untuk = 0.05 (1.96)

    d : Tingkat ketelitian (0,05)

    Q : 1 - P

    P : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

    Dimana diketahui :

    N = 75 Balita

  • 29

    Maka besarnya sampel adalah ;

    = ( 1) += 75(1,96) 0,5(1 0,5)0,05 (1318 1) + 1,96 . 0,5(1 0,5)= 62.88633

    Jadi jumlah sampel adalah 63 Balita ISPA

    3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    a. Kriteria Inklusi

    1). Keluarga bersedia untuk diteliti

    2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia 36 59 bulan.

    3). Keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita ISPA pada

    Balita dengan gejala ; batuk, serak (anak bersuara parau), pilek,

    panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C, Pernapasan lebih

    dari 40 kali/menit pada anak usia 36 59 bulan

    4). Keluarga yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita

    ISPA sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling

    tidak pernah mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu

    bulan.

    b. Kriteria Eksklusi

    1). Keluarga tidak bersedia untuk diteliti

    2). Keluarga yang memiliki balita dengan usia < 35 bulan

  • 30

    3). Keluarga yang memiliki balita dengan kasus tidak ISPA

    4). Keluarga yang memiliki balita namun baru pertama kali menderita

    ISPA

    D. Alur Peneltian

    Persetujuan Judul Oleh Pembimbing I dan II

    Izin Pengambilan Data Awal

    Penetapan Sampel (Kriteria Inklusi)

    SampelFaktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA

    VariabelPerilaku Hidup Bersih Sehat, Status Gizi Balita, Pengetahuan Ibu.

    Pengisian Kuesioner

    Pengolahan dan Analisa Data

    Hasil dan Pembahasan

    Kesimpulan

  • 31

    E. Variabel Penelitian

    1. Identifikasi Variabel

    Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

    terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). Variabel juga merupakan ciri yang

    dimiliki oleh kelompok tersebut ( Nursalam,2008 ).

    a. Variabel Independen

    Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan

    variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian

    ini adalah perilaku hidup bersih sehat, status gizi dan pengetahuan ibu.

    b. Variabel Dependen

    Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh

    variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel dalam penelitaian ini adalah

    kejadian ISPA pada Balita usia 36 59 bulan di Puskesmas Salotungo

    Kec. Lalabata Kab. Soppeng.

    2. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

    Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteistik yang

    diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008)

    Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

    a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Berulang

    Definisi Operasional :

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berulang adalah infeksi pada

    saluran pernafasan ; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta

    organ adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura) yang ditandai

  • 32

    dengan batuk, serak (anak bersuara parau), pilek, panas atau demam,

    suhu badan lebih dari 37 C, sesak nafas yang pernah dialami

    sebelumnya pada Balita dalam waktu 1 bulan atau paling tidak pernah

    mengalami 1 - 2 kali priode ISPA dalam waktu satu bulan.

    b. Anak Balita

    Anak Balita yang akan diteliti adalah anak yang berumur antara 36

    bulan sampai 59 bulan pada saat penelitian dilakukan yang menderita

    ISPA berulang dan tidak menderita ISPA.

    c. Perilaku Hidup Bersih Sehat

    Defenisi Operasional :

    Rumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat

    dengan dengan indikator PHBS dengan 10 kriteria, antaralain :

    1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

    2). Memberi bayi ASI ekslusif

    3). Menimbang dan Imunisasi bayi/balita

    4). Menggunakan air bersih

    5). Memberantas jentik di rumah

    6). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

    7). Melakukan aktivitas fisik

    8). Makan buah dan sayur setiap hari

    9). Tidak merokok di dalam rumah

    10). Menggunakan jamban sehat

  • 33

    Kriteria Objektif :

    Rumah Tangga Sehat : apabila 1 7 option indikator PHBS diatas

    dimiliki oleh sebuah rumah tangga.

    Rumah Tangga Tidak sehat : apabila < 7 option indikator PHBS diatas

    dimiliki oleh sebuah rumah tangga.

    d. Status Gizi Balita

    Defenisi Operasional :

    Status gizi balita yang diukur berdasarkan berat badan dan umur

    Balita.

    Defenisi Objektif :

    Sesuai dengan KEPMEN KES RI, No.920/MENKES/SK/VIII/2002, 1

    Agustus 2002 memberi rujukan penilaian status gizi anak perempuan

    dan laki-laki usia 0 59 bulan menurut berat badan dan umur (BB/U) ;

    Tabel 3 Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan Dan AnakLaki-Laki Usia 36 59 Bulan Menurut Berat Badan Dan Umur (BB/U)

    Anak Perempuan Anak Laki-laki

    UmurGizi

    BurukGizi

    Kurang Gizi BaikGizi

    Lebih UmurGizi

    BurukGizi

    Kurang Gizi BaikGizi

    Lebih(Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Bln) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)

    36 9,6 9,7 - 11,1 11,2 - 17,9 18,0 36 9,7 9,8 - 11,3 11,4 - 18,2 18,337 9,7 9,8 - 11,2 11,3 - 18,2 18,3 37 9,8 9,9 - 11,4 11,5 - 18,4 18,538 9,8 9,9 - 11,3 11,4 - 18,4 18,5 38 9,9 10,0 - 11,6 11,7 - 18,6 18,739 9,9 10,0 - 11,4 11,5 - 18,6 18,7 39 10,0 10,1 - 11,7 11,8 - 18,8 18,940 10,0 10,1 - 11,5 11,6 - 18,9 19,0 40 10,1 10,2 - 11,8 11,9 - 19,0 19,141 10,1 10,2 - 11,7 11,8 - 19,1 19,2 41 10,2 10,3 - 11,9 12,0 - 19,2 19,342 10,2 10,3 - 11,8 11,9 - 19,3 19,4 42 10,3 10,4 - 12,0 12,1 - 19,4 19,543 10,3 10,4 - 11,9 12,0 - 19,5 19,6 43 10,4 10,5 - 12,2 12,3 - 19,6 19,744 10,4 10,5 - 12,0 12,1 - 19,7 19,8 44 10,5 10,6 - 12,3 12,4 - 19,8 19,945 10,5 10,6 - 12,1 12,2 - 20,0 20,1 45 10,6 10,7 - 12,4 12,5 - 20,0 20,146 10,6 10,7 - 12,2 12,3 - 20,2 20,3 46 10,7 10,8 - 12,5 12,6 - 20,3 20,447 10,7 10,8 -12,4 12,5 - 20,4 20,5 47 10,8 10,9 - 12,7 12,8 - 20,5 20,648 10,8 10,9 - 12,5 12,6 - 20,6 20,7 48 10,9 11,0 - 12,8 12,9 - 20,7 20,8

  • 34

    49 10,8 10,9 -12,6 12,7 - 20,8 20,9 49 11,0 11,1 - 12,9 13,0 - 20,9 21,050 10,9 11,0 - 12,7 12,8 -21,0 21,1 50 11,1 11,2 - 13,0 13,1 - 21,1 21,251 11,0 11,1 - 12,8 12,9 - 21,2 21,3 51 11,2 11,3 - 13,2 13,3 - 21,3 21,452 11,1 11,2 - 12,9 13,0 - 21,4 21,5 52 11,3 11,4 - 13,3 13,4 - 21,6 21,753 11,2 11,3 - 13,0 13,1 - 21,6 21,7 53 11,4 11,5 - 13,4 13,5 - 21,8 21,954 11,3 11,4 - 13,1 13,2 - 21,8 21,9 54 11,5 11,6 - 13,6 13,7 - 22,0 22,155 11,4 11,5 - 13,2 13,3 - 22,1 22,2 55 11,7 11,8 - 13,7 13,8 - 22,2 22,356 11,4 11,2 - 13,3 13,4 - 22,3 22,4 56 11,8 11,9 - 13,8 13,9 - 22,5 22,657 11,5 11,6 - 13,4 13,5 - 22,5 22,6 57 11,9 12,0 - 14,0 14,1 - 22,7 22,858 11,6 11,7 - 13,5 13,6 - 22,7 22,8 58 12,0 12,1 - 14,1 14,2 - 22,9 23,059 11,7 11,8 - 13,6 13,7 - 22,9 23,0 59 12,1 12,2 - 14,2 14,3 - 23,2 23,3

    e. Jaminan Akses Layanan Kesehatan

    Defenisi Operasional :

    Suatu upaya atau tindakan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan

    oleh responden dengan menggunakan sistem jaminan/asuransi

    kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah

    Defenisi Objekti :

    Berobat dengan Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut

    menggunakan klaim

    asuransi/jaminan pelayanan

    kesehatan untuk berobat.

    Berobat dengan Non Asuransi/JPK : Bila pasien tersebut tidak

    menggunakan klaim

    asuransi/jaminan pelayanan

    kesehatan untuk berobat.

  • 35

    f. Pengetahuan Ibu

    Defenisi Operasional :

    Kemampuan seorang responden orang tua Balita untuk menilai dan

    mengambil keputusan jika seorang anaknya mengalami ISPA untuk

    membawanya berobat di Puskesmas.

    Defenisi Objetik :

    Baik : skor 7 10

    (Jika menjawab dengan benar 7 10 soal wawancara)

    Cukup : skor 5 6

    (Jika menjawab dengan benar 5 6 soal wawancara)

    Kurang : skor < 4

    (Jika menjawab dengan benar < 4 soal wawancara)

    Keterangan :

    Jawaban Benar : bobot nilai = 1

    Jawaban Salah : bobot nilai = 0

    F. Pegolahan dan Analisa Data

    Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer program SPSS

    versi 16.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table distribusi disertai

    penjelasan dan table analisa hubungan antara variable yang diteliti.

    Analisa data dilakukan secara :

    1. Univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi kejadian penyakit ISPA serta

    variable yang berhubungan dengan kejadian ISPA.

  • 36

    2. Bivariat, yaitu untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan

    kejadian ISPA untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji Chi

    Square (X) dengan rumus :

    = (0 E)EKeterangan :

    : Jumlah sampel yang diteliti

    0 : Nilai observasional

    E : Nilai expeated (harapan)

    Dengan tingkat kemaknaan : 0,05

    Bermakna jika nilai P value : < 0,05

    Interprestasi : H0 ditolak apabila nilai P > 0,05

    3. Multivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk melihat variable yang

    paling berpengaruh (dominan) dengan kejadian ISPA. Analisa yang

    digunakan adalah logistic regresi

    .

    G. Masalah Etika

    1. Persetujuan

    Responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan

    tentang kegiatan penelitian, tujuan dan dampak bagi mahasiswa, serta

    setelah responden menyatakan setuju untuk dijadikan responden secara

    tertulis melalui Informed Concern. Calon responden yang tidak

    menyetujui untuk dijadikan responden tidak akan dipaksa.

  • 37

    2. Anomanitas (tanpa nama)

    Seluruh responden yang dijadikan dalam sampel penelitian tidak akan

    disebutkan namanya baik dalam kuesioner maupun dalam penyajian

    pelaporan penelitian melainkan dalam bentuk inisial.

    3. Kerahasiaan

    Kerahasian informasi responden yang dijadikan sampel dalam penelitian

    akan dijamin oleh peneliti dan hanya informasi tertentu saja yang

    ditampilkan.

    4. Alat Ukur

    Alat ukur data dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji coba

    sehingga hasil yang didapat mungkin kurang valid, oleh karena itu

    validitas dan reabilitasnya masih perlu diuji coba.

    5. Peneliti

    Penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula sehingga pembaca atau

    pemerhati tentang penyakit ISPA akan masih sulit untuk menerima hasil

    penelitian ini.

    6. Value

    Meskipun penelitian ini dilakukan oleh peneliti pemula namun segala isi

    dan pengolahan data yang dituangkan dalam penelitian ini dilakukan usaha

    seoptimal mungkin agar memberikan hasil yang valid.

  • 38

    BAB V

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Salotungo Kecamatan

    Lalabata Kabupaten Soppeng. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23

    November sampai dengan 23 Desember 2009. Banyaknya responden yang

    terpilih sebagai sampel adalah 45 anak balita dengan distribusi sebagai

    berikut:

    1. Karakteristik Responden Orang Tua Balita

    Adapun distribusi responden menurut karakteristik orang tua Balita

    dengan kelompok umur pada tabel 4 menunjukan bahwa responden

    terbanyak pada kelompok umur 32 41 dengan jumlah 16 orang (53.3%)

    dan terdapat kelompok umur terendah yaitu kelompok umur < 21 dimana

    memiliki jumlah sebaran 2 orang (6.7%).

    Pada kelompok jenis kelamin menunjukan bahwa jumlah

    responden dengan jenis kelamin perempuan dengan jumah 21 orang (70%)

    lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin laki-laki

    dengan jumlah 9 orang (30%).

    Sedang pada data responden menurut kelompok pendidikan orang

    tua Balita menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak

    pada tingkat D.III/Perguruan Tinggi sebanyak 17 orang (56,7%) dan

    terendah pada tingkat SD sebanyak 1 orang (3.3%).

  • 39

    Dan pada data menurut kelompok kerja menunjukan bahwa

    responden terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 18 orang

    (60%) dan yang paling sedikit adalah pegawai swasta sebanyak 1 orang

    (3,3%).

    Tabel 4Distribusi Karakteristik Responden Orang Tua Balita di Puskesmas Salotungo

    Kecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009

    Variabel n % TotalUmur :

  • 40

    2. Karakteristik Balita

    Pada table 5 distribusi sampel Balita dengan kelompok umur

    menunjukan bahwa kelompok umur sampel terbanyak pada umur 36 47

    bulan dengan jumlah 15 Balita (50%) dan terendah pada kelompok umur

    60 bulan dengan jumlah 1 Balita (3,3%).

    Dan distribusi data Balita menurut kelompok jenis kelamin

    menunjukan bahwa persentase jenis kelarnin laki-laki lebih tinggi yaitu 16

    anak balita (53,3%) dibanding perempuan dengan jumlah 14 (46,7%)

    Balita.

    Tabel 5Distribusi Sampel Balita di Puskesmas Salotungo Kecamatan Lalabata

    Kab. Soppeng 2009

    Variabel n % TotalUmur36 47 15 50.0 1548 59 14 46.7 14= 60 1 3.3 1Total 30 100.0 30

    Variabel n % TotalJenis KelaminLaki-laki 16 53.3 16Perempuan 14 46.7 14Total 30 100.0 30

    Sumber : Data Primer, Desember 2009

    3. Analisa Univariat

    Tabel 4 menunjukan persentase kejadian ISPA berulang bahwa

    ISPA berulang dan ISPA tidak berulang memiliki distribusi masing-

    masing 15 Balita dengan persentase 50%.

  • 41

    Pada kelompok variabel PHBS menunjukan bahwa terdapat rumah

    tangga sehat dengan jumlah 19 (63.3%) dan rumah tangga tidak sehat

    dengan jumlah 11 (36.7%).

    Pada distribusi akses jaminan layanan kesehatan masyarakat

    menunjukan bahwa semua responden memanfaatkan akses tersebut

    dengan jumlah 30 (100%).

    Sedang pada distribusi status gizi menunjukan bahwa terdapat

    kelompok distribusi dengan gizi buruk dengan jumlah 27 (90%) lebih

    besar dibanding dengan status gizi baik dengan jumlah 3 (10%).

    Dan pada data distibusi pengetahuan tentang kejadian ISPA

    menunjukkan bahawa terdapat pengetahuan ibu tentang ISPA yang baik

    sebesar 17 orang (56.7%), pengetahuan kurang 8 orang (26.7%) dan

    terkecil dengan pengetahuan cukup 5 orang (16.7%).

    Tabel 6Distribusi Variabel Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada

    Balita Usia 36 59 Bulan di Puskesmas SalotungoKecamatan Lalabata Kab. Soppeng 2009

    Variabel n % TotalKejadian ISPAISPA Berulang 15 50.0 15ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15Total 30 100.0 30

    Variabel n % TotalPHBSSehat 19 63.3 19Tidak Sehat 11 36.7 11Total 30 100.0 30

    Variabel N % TotalStatus GiziGizi Baik 3 10.0 3Gizi Buruk 27 90.0 27

  • 42

    Variabel n % TotalKejadian ISPAISPA Berulang 15 50.0 15ISPA Tidak Berulang 15 50.0 15Total 30 100.0 30

    Variabel n % TotalPengetahuan OrtuBaik 17 56.7 17Cukup 5 16.7 5Kurang 8 26.7 8Total 30 100.0 30

    Sumber : Data Primer, Desember 2009

    4. Analisa bivariat

    a. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA

    Berulang

    Tabel 7Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan kejadian ISPA di Puskesmas

    Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009

    Variabel Kejadian ISPAPerilaku

    Hidup BersihSehat

    ISPA Berulang ISPA TidakBerulang Total P

    n % n % n %Sehat 5 33.3% 14 93.3% 19 63.3%

    0.001Tidak Sehat 10 66.7% 1 6.7% 11 36.7%Total 15 100% 15 100% 30 100%

    Sumber : Data Primer, Desember 2009

    Tabel 7 menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada rumah

    tangga tidak sehat terdapat responden 10 (66.7%) lebih besar

    dibandingkan dengan rumah tangga sehat dengan jumlah responden 5

  • 43

    (33,3%). Sedangkan pada kasus ISPA tidak berulang terdapat rumah tangga

    sehat dengan jumlah responden 14 (93.3%) lebih besar dibandingkan rumah

    tangga tidak sehat dengan jumlah 1 (6.7%) responden.

    Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh

    nilai p = 0,001. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak ditolak.

    Artinya ada hubungan antara perilaku rhidup bersih sehat dengan

    kejadian ISPA pada Balita Berulang.

    b. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA BerulangTabel 8

    Hubungan Status Gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas SalotungoKab. Soppeng Tahun 2009

    Variabel Kejadian ISPA

    Status GiziISPA Berulang ISPA Tidak

    Berulang Total Pn % n % n %

    Gizi Baik 2 13.3% 1 6.7% 3 10.0%

    1.000Gizi Buruk 13 86.7% 14 93.3% 27 90.0%

    Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%

    Sumber : Data Primer, Desember 2009

    Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kasus kejadian ISPA

    berulang terdapat status gizi baik 2 (13.3%) pada Balita lebih sedikit

    dibanding dengan status gizi buruk 13 (86.7%) pada Balita.

    Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16,0 diperoleh

    nilai p = 1.00. Karena nilai p > 0,05 maka Ho ditolak.

  • 44

    Artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian

    ISPA berulang pada Balita.

    c. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA

    Berulang

    Tabel 9Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang kejadian ISPA di Puskesmas

    Salotungo Kab. Soppeng Tahun 2009

    Variabel Kejadian ISPA

    PengetahuanOrtu

    ISPA Berulang ISPA TidakBerulang Total P

    n % n % N %Baik 4 26.7% 13 86.7% 17 56.7%

    0.009Cukup 4 26.7% 1 6.7% 5 16.7%Kurang 7 46.7% 1 6.7% 8 26.7%Total 15 100.0% 15 100.0% 30 100.0%

    Sumber : Data Primer, Desember 2009

    Pada tabel 9 menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan

    orang tua tentang ISPA dengan kategori baik terdapat 4 (26.7%) Balita

    yang menderita ISPA baerulang lebih sedikit dibandingkan dengan

    tingakat pengetahuan orang tua dengan kategori kurang yang

    berjumlah 7 (46.7%) Balita yang menderita ISPA berulang. Sedang

    pada kasus ISPA tidak berulang terdapat 13 (86.7%) Balita yang

    menderita lebih besar dengan kategori baik pada pengetahuan orang

    tua tentang ISPA dibanding pada tingkat pengetahuan orang tua

    tentang ISPA dengan kategori kurang.

    Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh

  • 45

    nilai p = 0,009. Karena nilai p < 0,05 maka Ho tidak

    ditolak. Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

    tentang ISPA dengan kejadian ISPABerulang pada Balita.

    5. Ananlisa Multivariat

    Untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian

    ISPA maka dilakukan uji logistic regresi pada dua variabel yang

    berpengaruh dalam penelitian ini yaitu variabel perilaku hidup berish sehat

    dan pengetahuan orang tua.

    Berdasarkan hasil analisa multivariat maka variabel yang paling

    berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah perilaku hidup bersih sehat

    dengan nilai P = 0.04.

    B. Pembahasan

    1. Perilaku Hidup Bersih Sehat

    Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

    perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA berulang pada Balita

    dimana diperoleh nilai p = 0,009.

    Adanya hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan

    kejadian ISPA karena dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata

    responden dengan tingkat pendidikan tinggi terdapat 15 (50%) yang

    memiliki rumah tangga yang sehat. Artinya bahwa pendidikan adalah

    salah satu faktor yang berpengaruh pada seseorang untuk melakukan

    perilaku hidup bersih sehat.

  • 46

    Hal ini sesuai dengan kutipan Depkes RI, 2007 yang mengatakan

    bahwa melalui pendidikan, pengetahuan berkontribusi terhadap perubahan

    perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

    merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi

    keputusan untuk berperilaku sehat.

    Dan dalam penelitian Yamin et al, 2007 yang terkait masalah

    perilaku hidup bersih sehat untuk mendukung terciptanya rumah tangga

    yang sehat menyebutkan bahwa kebiasaan ibu dalam pencegahan primer

    penyakit ISPA dengan menciptakan rumah tangga yang sehat setengahnya

    responden (50,57%) memiliki kategori tidak baik.

    2. Status Gizi

    Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

    antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai

    P = 1.000.

    Keadaan ini disebabkan bahwa dalam penelitian ini

    menggambarkan karakteristik responden yang mempengaruhi status gizi

    Balita adalah terdapatnya responden orang tua Balita dengan status

    pendidikan tinggi yang mengalami gizi buruk pada Balitanya yang jauh

    lebih besar 22 (73.3%) dibandingkan responden dengan status gizi

    pendidikan tinggi yang mengalami gizi baik pada Balitanya 2 (6.7%). Hal

    ini menandakan bahwa dengan tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki

    pada orang tua Balita tidak mempengaruhi pengetahuan orang tua Balita

  • 47

    dalam pengambilan keputusan untuk pemenuhan gizi Balitanya yang bisa

    mempengaruhi status kesehatannya saat ini.

    Hal ini sesuai dalam sebuah dalam penelitian tentang hubungan

    antara pengetahuan dan sikap ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada

    balita di puskesmas ngoresan Surakarta menunjukkan bahwa pada

    subvariabel pemenuhan gizi Balita sebagian besar responden (59,77%)

    memiliki kategori baik. Hal ini membuktikan bahwa belum sepenuhnya

    masyarakat khususnya para ibu memenuhi kebutuhan gizi Balitanya

    (Purnomo, 2008).

    3. Pengetahuan Ibu tentang ISPA

    Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

    pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang pada Balita dengan nilai

    P = 0.009.

    Dalam penelitian ini menggambarkan bahwa responden dengan

    kategori status pendidikan tinggi jauh lebih besar daripada responden

    dengan status pendidikan rendah yang memiliki pengetahuan tentang

    kejadian ISPA pada Balita yang baik, artinya bahwa dengan pendidikan

    yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua terhadap

    kejadian ISPA pada Balita.

    Dengan tingginya tingkat pendidikan orang tua maka akan meningkat pula

    pengetahuan orang tua tentang kejadian ISPA dimana dengan pengetahuan

    tersebut berpengaruh terhadap sikap dan tindakannya dalam mengambil

    keputusan untuk menyelesaikan masalah kejadian ISPA yang menimpa

  • 48

    anaknya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga bahwa tingginya

    pengetahuan ibu tentang kejadian ISPA tidak terlepas dari pengalaman

    pribadi atau orang lain yang di adopsinya agar seseorang berperilaku

    positif dalam setiap pengambilan keputusan.

    Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang terkait yaitu

    Hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan upaya

    pencegahan kekambuhan ISPA pada anak di wilayah kerja puskesmas

    purwantoro I juga menunjukkan : (1). Pengetahua orang tua tentang

    Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak di wilayah kerja Puskesmas

    Purwantoro I menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

    penelitian ini mempunyai pengetahuan yang baik (Purnomo, 2008 ; Putro,

    2008).

    C. Keterbatasan Penelitian

    Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah

    1. Kurangnya pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang

    bisa berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan

    dengan kejadian ISPA sehingga dalam pembahasan pada penelitian ini

    tidak begitu mendetail.

    2. Kemampuan peneliti yang masih sangat kurang dalam melakukan

    penelitian yang dikarenakan masih dalam kategori peneliti pemula.

  • 49

    3. Dalam membuat alat ukur (kuesioner) pada penelitian ini bahwasanya

    walaupun telah dilakukan uji validitas namun juga masih jauh dari

    sempurna

    4. Dan melakukan uji serta interprestasi pada penelitian ini masih kurang

    dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.

  • 50

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasrkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

    berikut :

    1. Ada hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian ISPA

    berulang pada Balita

    2. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA berulang

    pada Balita

    3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA berulang

    pada Balita

    B. SARAN

    1. Dengan menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap

    anggota keluarga akan menciptakan rumah tangga yang sehat yang pada

    akhirnya akan meninggkat derajat kesehatan setiap anggota keluarga

    2. Pengetahuan tentang ISPA sangat di pengaruhi oleh banyak hal, salah

    satunya adalah pendidikan namun yang tidak kalah penting adalah adanya

    pendidikan kesehatan karena dengan pendkes tersebut dapat

    mensejajarkan tingkat pengetahuan masyarakat

    5. Pendalaman pertanyaan terhadap karakteristik responden yang bisa

    berpengaruh terhadap variabel indepen faktor yang berhubungan dengan

  • 51

    kejadian ISPA oleh peneliti selanjutnya kiranya dapat dilakukan dan lebih

    baik.

    4. Dalam melakukan uji serta interprestasi pada penelitian berikutnya dapat

    dalam melakukan atau menuangkan pembahasan yang lebih baik.

    5. Puskesmas ; Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan

    Kabupaten Soppeng khususnya Puskesmas Salotungo dalam usaha

    peningkatan kesehatan lingkungan

    6. Pembaca ; sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi/kajian

    dalam mengungkap kasus kejadian ISPA pada balita

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anwar, 2008. Membuka Sirkulasi Udara Tanpa Nyamuk. (Online).(http://wartamedika.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page?kid=2790). diakses 6 Oktober 2009

    Ayu. IK, 2006. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu TerhadapKejadian Ispa Pada Bayi Dan Anak Balita : Studi Di Puskesmas Pakel,Kabupaten Tulungagung Propiusi Jaws Timur Tabun 2006. (Online).(http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-ayuirakusu-2327&PHPSESSID=068ef00626d3e335b59998cc35e21ce4).diakses 6 November 2009

    Badan Perencanaan dan Pembanguanan Nasasional, 2006. BAB 27 PeingkatanAkses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Yang Lebih Berkualitas,(Online), (http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/5534/), diakses6 Juli 2008.

    Anggraini. SD, 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu TentangMakanan Bergizi Dengan Status Gizi Balita Usia 1-3 Tahun Di DesaLencoh Wilayah Kerja Puskesma Selo Boyolali. Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Surakarta 2008. (Online),(http://etd.eprints.ums.ac.id/1884/1/J210040033.pdf). diakses 11 Juli 2009.

    Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Klasifikasi Status Gizi AnakBawah Lima Tahun (BALITA) . KEPMEN KES RI,No.920/MENKES/SK/VIII/2002. Jakarta : Direktorat Jendral BinaKesehatan Masyarakat.

    Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2006. Pedoman PengembanganKabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat(PHBS). (Online). (http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf). diakses 26 Oktober2009

    Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2008. Profil Kesehatan Sulawesi SelatanTahun 2007). Makassar : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

  • Nursalam, 2008 ; Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Pedoman Skripsi, Tesisis dan Instrumen Keperawatan,Jakarta : Salemba Medika.

    Nursalam & Pariani, 2000. Metodologi Riset Keperawatan. Surabaya : PSIK FKUnair,.

    Nadia. A, 2005. Perkembangan Balita Yang Ideal, Suatu Tinjauan Psikologis.(Online)..(http://www.kharisma.de/files/kegiatan/PERKEMBANGAN%20BALIT%20YANG%20IDEAL%20Suatu%20Tinjauan%20Psikologis.pdf). diakses 22 Oktober 2009

    Purnomo. W, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Ibu DenganUpaya Pencegahan Ispa Pada Balita Di Puskesmas Ngoresan Surakarta.(Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/2691). diakses 07 Oktober 2009.

    Putro. DEP, 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua DenganUpaya Pencegahan Kekambuhan Ispa Pada Anak Di Wilayah KerjaPuskesmas Purwantoro I. (Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id/903/).diakses 7 Oktober 2009.

    Puskesmas Salotungo, 2008. Profil Kesehatan Puskesmas Salotungo.Watansoppeng : Puskesmas Salotungo

    Perhimpinan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2002. Musim Kemarau, AnakRawan Terkena ISPA. (Online).(http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=862&tbl=kesling).Diakses 1 November 2009

    Pos Keadlian Peduli Umat, 2008. Profil Program Perbaikan & PemeliharaanStatus Gizi Balita Melalui Pondok Gizi Ibu Sadar Gizi (PG BUDARZI),(Online), (http://www.pkpu.or.id/2009/profil_budarzi.pdf), diakses 10 Juli2009.

    Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, 2009. I m m u n is a s i. (Online). (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15).diakses 6 Oktober 2009

    Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) DanPenganggulangannya, (Online),(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf), diakses 5 Juli2009

  • Setiyorini. D, 2008. Pengaruh Status Imunisasi Dpt, Bblr, Paparan Asap Rokok,Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Ispa Non PneumoniaPada Balita. (Online). (http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2009-setiyorini-9941&PHPSESSID=6c1784a347f723a344115bf159462dcf). diakses 6November 2009.

    Warman, 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan PengetahuanIbu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita di Kelurahan Pekan ArbaKecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. (Online)(http://yayanakhyar.wordpress.com). diakses 11 Juli 2009

    Warung Masyrakat Informasi Indonesia, 2009. Infekis Saluran Nafas Akut (ISPA),(Online),(http://www.warmasif.co.id/kesehatanonline/mod.php?mod=download&op=visit&lid=887), diakses 5 Juli 2009.

    Yamin. A, Susanti. RD, Sulastri. W. 2007. Kebiasaan Ibu Dalam PencegahanPrimer Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pada BalitaKeluarga Non Gakin Di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja PuskesmasNanjung Mekar Kabupaten Bandung. (Online).(http://pustaka.unpad.ac.id/wp_content/uploads/2009/07/kebiasaan_ibu.pdf). diakses 13 Oktober 2009

  • LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PADA PENELITIAN

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Nama saya Radhyalla, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

    Kedokteran Universitas Hasanuddin. Saya akan melakukan penelitian dengan

    judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Berulang Pada

    Balita Usia 36 59 Bulan Di Puskesmas Salotungo Watan Soppeng. Hasil

    penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan serta peran

    perawat di masyarakat.

    Untuk itu saya mohon partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner atau

    daftar pertanyaan yang telah saya persiapkan dengan sejujur jujurnya. Semua

    data yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data hanya disajikan

    untuk penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan dan tidak digunakan untuk

    maksud maksud yang lain.

    Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya

    mohon kesediaan saudara untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah

    disediakan.

    Atas pertisipasi saudara dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai

    dan saya ucapkan terima kasih.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Makassar, 21 November 2009

    Hormat saya

    Radhyallah

  • SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

    PADA PENELITIAN

    Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk

    berpartisipasi pada penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

    Kejadian Ispa B