ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROFUNGI ENDOFIT...
Transcript of ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROFUNGI ENDOFIT...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROFUNGI ENDOFIT PADA SERASAH DAN DAUN
MANGROVE (RHIZOPORA SP.) DI PERAIRAN SEI LADI KOTA TANJUNGPINANG
Nuramalia,
Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Fadhliyah Idris, S.Pi., M.Si.
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Ita Karlina, S.Pi., M.Si.
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 di perairan Sei Ladi Kota
Tanjungpinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis mikrofungi endofit pada
serasah dan daun mangrove (Rhizopora sp.) di perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang. Penentuan
stasiun pengambilan sampel dilakukan secara acak berdasarkan hulu, tengah, dan hilir. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan jarring dan di petik langsung dari pohonnya. Analisis
mikrofungi dilakukan dengan menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar) dan di identifikasi
menggunakan mikroskop binokular. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kuantitatif dan
disajikan dengan bentuk tabel dan grafik. Berdasarkan hasil analisis di tiga stasiun diketahui bahwa
jenis – jenis mikrofungi yang ditemukan adalah Aspergillus sp. (3), Mucor sp. (2), Penicillium sp.
(1), Trichoderma sp. (2), Rhizopus sp. (1).
Kata Kunci: Jenis mikrofungi endofit, Mangrove. Rhizhopora sp.
I. PENDAHULUAN
Perairan Sei Ladi Kelurahan
Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang
Kota Provinsi Kepulauan Riau memiliki
kawasan hutan mangrove yang cukup luas.
Salah satu jenis mangrove yang memiliki
pola sebaran yang cukup tinggi adalah jenis
Rhizophora sp. dengan nilai 660 ind/ha dan
memiliki persentase kerapatan relatif sebesar
43% (Ichsan, 2015). Berdasarkan penelitian
tersebut, terlihat bahwa Mangrove jenis
Rhizophora sp. memiliki peranan tingkat
kesuburan yang tinggi pada area mangrove
dalam komunitasnya.
Serasah daun mangrove yang gugur
merupakan sumber bahan organik penting
dalam rantai makanan dan produksi serasah
cukup baik yang mengalami dekomposisi
merupakan salah satu sumber masukan
nutrien dan unsur hara bagi perairan dan
organisme disekitarnya. Daun merupakan
salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari
ranting, biasanya berwarna hijau dan
terutama berfungsi sebagai penangkap energi
cahaya matahari untuk berfotosintesis. Pada
penelitian ini digunakan serasah dan daun
mangrove (Rhizopora sp.)
Mikrofungi di ekosistem perairan
berperan sebagai dekomposer atau pengurai
bahan organik yang berasal dari mahkluk
hidup yang telah mati (Wong et.al., 1998).
Umumnya mikrofungi memiliki hifa yang
berfungsi untuk menyerap nutrien dari
lingkungan serta membentuk struktur untuk
reproduksi, nutrien yang diserapnya tersebut
berupa bahan organik, sehingga
mikroorganisme dekomposer ini berfungsi
dalam regenerasi material yang terurai serta
berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan
fosfat di lingkungan perairan danau, sungai,
ataupun perairan tawar lainnya (Sigee, 2004).
Mikrofungi terbagi dua bagian yaitu
epifit dan Endofit. Epifit adalah mikroba
yang hidup di permukaan tumbuhan.
Mikroba ini dapat sepenuhnya mandiri
karena berperan sebagai penyedia hara bagi
kehidupannya. Sedangkan Endofit adalah
mikroba yang berada di dalam jaringan
tumbuhan hidup tanpa merugikan tumbuhan
inangnnya (Fisher and Pertini, 1987).
Perhatian terhadap endofit telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir karena endofit
mempunyai beberapa fungsi, seperti
meningkatkan pengambilan nutrien
tumbuhan (Chanway, 1996), dapat
meningkatkan pertumbuhan (Ting et al.,
2008), berpotensi memberikan resistensi
pada tumbuhan melawan infeksi patogen
(Ting et al., 2007), dan sebagai sumber
metabolit sekunder (Strobel and Daesy
2003).
Serasah dan daun sebagai bahan
organik menjadi zat penyubur mangrove
(Rhizophora sp.), dengan proses dekomposisi
pada serasah dan daun yang tidak terlepas
dari peranan jamur (mikrofungi) yang
membantu proses dekomposisi. Dengan
demikian perlu diketahui jenis-jenis
mikrofungi yang ada pada serasah dan daun
mangrove (Rhizophora sp.) yang hidup di
perairan Sei Ladi.
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis
mikrofungi yang terdapat pada serasah dan
daun mangrove (Rhizophora sp.) di Perairan
Sei Ladi.
Manfaat dari penelitian ini adalah
memberikan informasi dasar tentang
pengenalan jenis-jenis mikrofungi pada
serasah dan daun mangrove (Rhizophora sp.)
untuk dilakukan penelitian lanjut mengenai
potensi pembangunan dan pemanfaatannya
oleh mahasiswa ataupun akademisi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan
komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai
berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
yang cukup mendapat aliran air dan
terlindung dari gelombang besar dan arus
pasang surut yang kuat. Karena itu hutan
mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai
teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah
pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Ekosistem mangrove merupakan
ekosistem yang kompleks terdiri dari flora
dan fauna dearah pantai selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity),
ekosistem mangrove juga sebagai plasma
nutfah (genetic pool) dan menunjang
keselurahan sistem kehidupan disekitarnya
(Muhaerin, 2008). Menurut Wiharyanto
(2007), hutan mangrove memiliki nilai
ekologis dan ekonomis. Nilai ekologis antara
lain sebagai penyedia nutrien, tempat
pemijahan (spawning grounds), tempat
pengasuhan (nursery grounds), dan tempat
mencari makan (feeding grounds) bagi biota
laut tertentu. Ekosistem ini pada kawasan
tertentu bersifat open acces sehingga
meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan
menurunkan kualitas dan kuantitasnya.
Sedangkan nilai ekonomis adalah sebagai
penyedia bahan dasar untuk keperluan rumah
tangga dan industri, seperti kayu bakar,
arang, kertas yang dalam konteks ekonomi
mengandung nilai komersial tinggi.
Mangrove adalah sekumpulan
tumbuhan-tumbuhan Dicotyledoneae dan
Monocotyledoneae terdiri atas jenis
tumbuhan yang mempunyai hubungan
taksonomi sampai dengan taksa kelas
(unrelated families) tetapi mempunyai
persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi
terhadap habitat yang di pengaruhi oleh
pasang surut (Kepmen LH No. 201 Tahun
2004).
Mangrove merupakan tumbuhan
yang kaya akan senyawa bioaktif. Senyawa
bioaktif yang terdapat dalam bagian-bagian
mangrove tidak selalu berasal dari tanaman
mangrove itu sendiri, tetapi dapat berasal dari
organisme lain yang mengsintesis bioaktif
tersebut di dalam bagian mangrove.
Berdasarkan asumsi ini maka dapat diduga
bahwa kemungkinan terdapat jamur atau
bakteri endofit yang mendiami tumbuhan
tersebut dan berperan sebagai penghasil
bioaktif yang sebenarnya (Dwilestari, dkk.
2015).
Tumbuhan bakau secara turun
temurun dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan berkhasiat obat.
Beberapa
ilmuan mengatakan bioaktivitas yang
terdapat dalam bagian-bagian tumbuhan
bakau tidak selalu berasal dari tumbuhan
bakau itu sendiri, namun dapat berasal dari
organisme lain yang hidup di bagian dari
tumbuhan bakau dan organisme ini bisa
mensintesis senyawa bioaktif yang dapat
bersifat sebagai antibakteri (Liwang, dkk.
2013).
Pada umumnya, vegetasi yang
tumbuh di kawasan mangrove mempunyai
variasi yang seragam, yakni terdiri atas satu
strata yang berupa pohon-pohon berbatang
lurus dengan tinggi pohon mencapai 20 m –
30 m. Jika tumbuh di pantai berpasir atau
terumbu karang, tanaman akan tumbuh
kerdil, rendah, dan batang tanaman sering
kali bengkok (Arief, 2003).
Hutan mangrove terdiri atas
berbagai jenis vegetasi. Beberapa jenis yang
dikenal antara lain Tajang Wedok (R.
apiculata) atau bakau putih atau bakau gede,
Tajang Lanang (R. mucronata) atau bakau
hitam atau bakau leutik dan (R. stylosa. sp)
(Arief, 2003).
Noor (2006) dalam kegiatan
“Wetland International Program” yang
melakukan identifikasi jenis-jenis mangrove
di Indonesia mengemukakan bahwa telah
berhasil di jumpai 3 jenis mangrove pada
kelompok Rhizophora sp. yakni R.
apicullata, R. mucronata, dan R. stylosa.
Dari 3 jenis mangrove yang di
identifikasi Noor (2006), dalam “Wetland
International Indonesia Program” telah
melakukan identifikasi jenis-jenis mangrove
di Indonesia yang berhasil dijumpai 3 jenis
mangrove pada kelompok Rhizophora sp.
antara lain :
a. R. Apicullata
1. Pohon dengan ketinggian 30 m
dengan diameter batang mencapai
50 m.
2. Memiliki akar yang khas hingga
mencapai ketinggian 5 m, dan
kadang-kadang memiliki akar udara
yang keluar dari cabang.
3. Kulit kayu berwarna abu-abu tua
dan berubah-ubah.
4. Kulit berwarna hijau tua dengan
hijau muda pada bagian tengah dan
kemerahan pada bagian bawah.
5. Gagang daun panjangnya 17-35 mm
dengan warna kemerahan, unit dan
letaknya sederhana dan berlawanan.
Berbentuk elips menyempit, ujung
meruncing , ukuran 7-19x3,5-8 cm.
6. Biseksual, kepala bunga kekuningan
yang terletak pada gagang
berukuran <14 mm yang terletak
pada ketiak daun.
7. Daun mahkota berwarna kuning-
putih, tidak ada rambut, panjangnya
9-11 mm. Kelopak bunga berwarna
kuning kecoklatan, melengkung,
benang sari berukuran 11-12 mm
tidak bertangkai.
8. Buah kasar berbentuk bulat
melonjong hingga seperti buah pir,
berwarna coklat, dengan panjang 2-
3,5 cm, berisi satu biji fertil,
hipokotil silindris, berbintil,
berwarna hijau jingga.
9. Leher kotilodon berwarna merah
jika sudah matang.
10. Panjang hipokotil dengan ukuran
18-38 cm dan diameter 1-2 cm,
tergenang pada saat pasang normal.
11. Tidak menyukai substrat yang lebih
keras yang bercampur dengan pasir.
b. R. Muronata
1. Tinggi pohon mencapai 27 m, jarang
melebihi 30 m. Berdiameter sampai
70 cm.
2. Kulit kayu berwarna gelap hingga
hitam dan terdapat celah.
3. Memiliki akar tunjang dan akar
udara yang tumbuh dari
percabangan bagian bawah.
4. Daun berekulit, gagang daun
berwarna hijau, panjang daun 2,5–
5,5 cm. Pinak daun terletak pada
pangkal gagang daun berukuran
5,5–8,5 cm. Unit dan memanjang
dengan ujung meruncing berukuran
11–23 x 5–13 cm.
5. Gagang kepala bunga seperti gagak,
bersifat biseksual, masing-masing
menempel pada gagang individu
yang panjangnya 2,5-5 cm, terletak
diketiak daun.
6. Daun mahkota berwarna putih,
terdapat rambut 9 mm. Kelopak
bunga berwarna kuning pucat
dengan panjang 13-19 mm.
7. Benang sari berjumlah 9 tidak
bertangkai.
8. Lebih toleran terhadap substrat
yang lebih keras dan berpasir.
c. R. Stylosa
1. Daun berkulit, berbintik teratur
dilapisan bawah, gagang daun
berwarna hijau dengan panjang
gagang 1-3,5 cm, panjang pinak
daun 4-6 cm.
2. Unit, letak sederhana dan
berlawanan.
3. Bentuk daun elips, lebar, ujung
meruncing.
4. Gagang kepala bunga seperti cagak,
biseksual, masing-masing
menempel pada gagang individu
yang panjangnya 2,5-5 cm, terletak
di ketiak daun.
5. Daun mahkota berwarna putih,
terdapat rambut berukuran 8 mm.
Kelopak bunga berwarna kuning
hijau berukuran 13-19 mm. Benang
sari dan tangkai putik berukuran 4-6
mm.
6. Buah berbentuk buah pir berwarna
cokelat, berisi 1 biji fertil.
7. Hipokotil silindris, berbintil agak
halus. Leher kotilodon berwarna
kuning kehijauan ketika matang.
Hipokotil berukuran 20-35 cm
(kadang sampai 50 cm) dan
diameter 1,5-2,0 cm.
8. Tumbuh pada habitat yang beragam
di daerah pasang surut : lumpur,
pasir dan batu.
B. Serasah Dan Daun Mangrove
Menurut Bengen (2004), tumbuhan
mangrove sebagaimana tumbuhan lainnya
mengkonversi cahaya matahari dan zat hara
menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik)
melalui proses fotosintesis. Mangrove
sumber makanan potensial dalam berbagai
bentuk, bagi semua biota yang hidup di
ekosistem mangrove. Berbeda dengan
ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar
dari rantai makanan di ekosistem mangrove
bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri,
tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan
mangrove (daun, ranting, buah, batang, dan
sebagainya).
Serasah yang gugur merupakan
sumber bahan organik penting dalam rantai
makanan (food chain) di dalam lingkungan
perairan. Hal ini menjadikan mangrove
memegang peranan penting dan tidak dapat
digantikan oleh hutan maupun ekosistem lain
dalam produktivitas primer perairan pantai.
Keberadaan mangrove dengan produksi
serasahnya baik yang mengalami
dekomposisi maupun dikonsumsi langsung
merupakan salah satu sumber masukan
nutrien dan unsur hara bagi perairan dan
organisme sekitarnya.
Sebagian serasah mangrove
didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi
zat hara terlarut yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh fitoplankton, alga,
ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri
dalam proses fotosintesis, sebagian lagi
sebagai partikel serasah (detritus)
dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting
sebagai makanannya (Bengen, 2004).
Proses dekomposisi dimulai dengan
kolonisasi bahan organik mati oleh fungi
yang mampu mengautolisis jaringan mati
melalui mekanisme enzimatik. Proses
dekomposisi oleh fungi sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan misalnya air,
keasaman, suhu, oksigen, substrat dan
inhibitor (Dix and Webster, 1995 dalam
Kurniawan, 2009).
Menurut Tournas et al.( 2001) jamur
dapat menyebabkan berbagai tingkat
dekomposisi bahan makanan. Jamur dapat
tumbuh di hasil-hasil pertanian sebelum
dipanen, hasil panen yang ssedang disimpan
maupun bahan makanan yang telah di olah.
Makanan yang mengalami dekomposisi oleh
jamur dapat menjadi berbau busuk dan
bernoda dengan warna tertentu.
C. Jenis Mikrofungi Pada Serasah
Dan Daun Mangrove
Jenis mikrofungi yang terdapat pada
serasah dan daun mangrove di tampilkan
pada Tabel.
Tabel. Jenis Mikrofungi Pada Serasah Dan
Daun Mangrove Jenis
Mangrove Jenis Mikrofungi
yang
Didapat
Referensi
Avicennia alba
Aspergillus niger Suciatmih (2015)
Guignardia
endophyllicola
Talaromyces
leycettanus
Avicennia marina
Talaromyces leycettanus
Trichoderma
harzianum
Bruguiera sp. Trichoderma
harzianum
Guignardia
endophyllicola
Colletotrichum sp.
Ceriops sp. Aspergillus sp. Colletotrichum sp.
Sonneratia sp. Aspergillus
fumigatus
Colletotrichum sp.
Fusarium sp.
Guignardia endophyllicola
Talaromyces
leycettanus
Avicennia
marina
Aspergillus sp. Yunasfi dan
Suryanto
(2008) Penicillium sp.
Fusarium sp.
Curvularia lunata
Trichoderma sp.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2016. Penelitian ini
dilaksanakan di perairan Sei Ladi Kota
Tanjungpinang. Isolasi dan identifikasi jenis
jamur dilakukan di Laboratorium Ilmu
Kelautan dan Perikanan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Peta lokasi penelitian dapat di
lihat pada Gambar.
Gambar. Peta Lokasi Penelitian
B. Persiapan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksplorasi laboratorium dengan cara
mengisolasi jamur dari serasah dan daun
mangrove (Rhizophora sp.) yang dimulai dari
pengumpulan serasah daun mangrove dengan
menggunakan jaring dan daun mangrove
yang diambil dengan cara dipetik. Sampel
yang diambil pada penelitian ini yaitu pada 3
titik berdasarkan bagian hulu, tengah, dan
hilir.
1. Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dari serasah dan daun
mangrove (Rhizophora sp.) yang terdapat di
perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang.
C. Prosedur penelitian
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Semua peralatan yang akan
digunakan akan disterilkan terlebih dahulu.
Peralatan yang terbuat dari gelas, disterilkan
dalam oven pada suhu 160˚C - 180˚C selama
2 jam. Sedangkan alat – alat yang tidak tahan
pada pemanasan dengan suhu tinggi,
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C
dengan tekanan 15 psi (per square inchi)
selama 15 menit. Jarum ose disterilkan
dengan cara pemanasan langsung hingga
memijar.
2. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di
lapangan menggunakan jaring yang diikatkan
pada cabang-cabang pohon dibawah pohon
mangrove (Rhizophora sp.) dengan posisi
terbentang sehingga serasah daun akan
tertampung pada jaring tersebut. Sebelum
pengambilan sampel, jaring tersebut diikat
terlebih dahulu dan dibiarkan selama 1
minggu. Serasah daun yang gugur dan jatuh
ke dalam jaring di ambil, kemudian
dimasukkan kedalam kantong sampel. Daun
mangrove diambil dengan cara dipetik
langsung dari pohonnya, dan pengambilan
sampel serasah bersamaan dengan
pengambilan sampel daun mangrove.
Kantong sampel serasah daun akan dipisah
dengan kantong sampel daun mangrove
dengan masing-masing kantong sampel berisi
1 helai daun. Kemudian kantong sampel
tersebut disimpan di dalam ice box agar
sampel tersebut tidak terkontaminasi oleh
bakteri-bakteri yg ada di sekitarnya.
Kemudian sampel yang disimpan di ice box
dibawa ke laboratorium FIKP UMRAH
untuk dianalisis.
3. Pembuatan Media
Cara pembuatan media PDA (Potato
Dextrose Agar) adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bahan PDA sebanyak 39 gr
dan larutkan dalam 1000 mL
akuades steril.
2. Masukkan bahan tersebut ke dalam
labu erlenmeyer kemudian
dipanaskan dan di aduk sampai
homogen.
3. Masukan bahan ke dalam autoklaf
selama 15 menit pada suhu 121˚C
dengan tekanan 15 psi.
4. Tambahkan Tetracyclin sebagai
antibakteri pada media, kemudian
larutan PDA dituangkan ke dalam
cawan petri dengan ketebalan ± 5 ml
dengan kondisi tertutup, dan
diamkan sampai membeku.
Penggunaan antibakteri 1 kapsul
untuk 1L media.
5. Sebelum digunakan, media
disimpan selama 24 jam dalam suhu
kamar.
D. Isolasi Mikrofungi dari Serasah
Daun Mngrove Rhizophora sp.
Sebelum potongan serasah dan daun
di tanam pada media PDA (Potato Dextrose
Agar), serasah dan daun dicuci terlebih
dahulu menggunakan air bersih. Kemudian
lakukan sterilisasi permukaan serasah dan
daun dengan cara merendam serasah dan
daun dalam larutan alkohol 70 % selama ± 2
menit, kemudian rendam pada larutan NaOCl
1 % selama ± 2 menit. Keringkan dengan tisu
steril dan daun dibilas dengan aquades steril
selama ± 1 menit. Potong serasah dan daun
menjadi dua bagian kemudian tanam pada
media PDA (Potato Dextrose Agar) dengan
proses pertumbuhan jamur (fungi) selama ±
24 - 48 jam.
Pengamatan dilakukan setiap hari
setelah potongan daun di tanam, sampai
jamur (fungi) sudah tampak tumbuh dengan
perbedaan warna. Lakukan pemisahan
konsorsium ke media PDA (Potato Dextrose
Agar) yang baru sesuai dengan warna yang
tumbuh. Kemudian pindahkan
menggunakan jarum ose dengan
penggoresan berbentuk pola zig zag.
Selanjutnya jamur di isolasi dan di murnikan
pada media PDA (Potato Dextrose Agar)
baru.
1. Pemurnian Jamur
Pemurnian jamur menggunakan
media PDA (Potato Dextrose Agar). Jamur
yang tumbuh dimurnikan dengan
pemindahan dari medium yang lama ke
medium yang baru. Kemudian diinkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 25˚C dan
lakukan pengamatan terhadap bentuk dan
warna koloni yang tumbuh pada media PDA
(Potato Dextrose Agar). Setiap koloni yang
tumbuh berbeda bentuk atau berbeda warna
akan disubkultur lagi pada media PDA
(Potato Dextrose Agar) yang baru hingga
benar – benar didapat 1 isolat jamur.
2. Identifikasi Isolat Jamur
Jamur yang telah diinkubasi akan
diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri
makroskopisnya dengan pengamatan secara
langsung, melihat bentuk dan warna koloni
jamur. Sedangkan pengamatan ciri-ciri
mikroskopis dengan menggunakan
mikroskopis binokular adalah sebagai
berikut :
1. Ambil spora atau konidia dari
biakan murni jamur menggunakan
jarum ose.
2. Letakkan inokulum jamur di atas
obyek glass.
3. Kemudian obyek glass ditutup
dengan cover glass dan tekan
perlahan.
4. Morfologi jamur yang terbentuk di
amati dengan menggunakan
mikroskopis binokular dengan
perbesaran 400x, kemudian preparat
jamur diidentifikasi dengan
menggunakan Jurnal Suciatmih,
2015.
VI. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada dasarnya tubuh atau tallus
mikrofungi terdiri dari dua bagian yaitu
miselium dan spora (sel resiten, istirahat atau
dorman). Miselium merupakan kumpulan
hifa. Hifa adalah suatu struktur fungus
berbentuk tabung menyerupai seuntai benang
pangjang yang terbentuk dari pertumbuhan
spora atau konidia. Kumpulan hifa yang
bercabang-cabang tersebut membentuk suatu
jala yang umumnya berwarna putih, dan
disebut sebagai miselium (Gandjar et al.,
2006). Jenis-jenis jamur yang bersifat
asosiatif dalam proses degradasi serasah
mangrove adalah Aspergillus, Trichoderma,
Penicillium, Paecilomyces, Gliocladium,
Gonatobotryum dan Syncephalastrum
(Affandi et al., 2001).
Beberapa jenis mikrofungi yang
ditemukan terdapat 9 genus dari potongan
serasah dan daun mangrove jenis Rhizophora
sp. di Perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang
di tampilkan pada Tabel.
Tabel. Jenis-jenis mikrofungi endofit pada
serasah dan daun mangrove
(Rhizopora sp.) Stasiun
(ST)
Jenis Mikrofungi Pada
Serasah
Daun
ST.I Rhizopus sp. Aspergillus sp.
Aspergillus sp. Mucor sp.
ST.II Mucor sp.
Aspergillus sp.
Trichoderma sp.
ST.III Penicillium sp. Trichoderma sp.
1. Aspergillus sp.
Koloni pada agar tumbuh dengan cepat dengan miselium yang berada di dalam agar,
dibaliknya biasanya tanpa warna, konidiofor halus, bersepta, kepala konidia hitam, bulat. Konidia
bulat, halus, berdiameter 3,5-5,0 µm kemudian berwarna. Morfologi Aspergillus sp. Disajikan
pada Gambar.
(a) (b)
Gambar. Aspergilus sp. (a) Dokumentasi penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
2. Mucor sp.
Kumpulan miselium tertutup, berwarna abu-abu. Sporangia berdiameter 100-300 μm
berwarna cokelat atau hitam. Spora bulat, berdiameter 5-8 μm. Morfologi Mucor sp. Disajikan pada
Gambar.
(a) (b)
Gambar. Mucor sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
3. Penicilium sp.
Koloni pada agar dapat mencapai diameter 2-2,5 cm dengan tipe mengkerut secara radial,
seperti beludru, pertama berwarna hijau kebiruan kemudian hijau abu-abu. Baliknya berwarna
kuning pucat, konidofor 50-20 µm, lebar 2,2-3 µm, semua metula membawa pialid 6-10 (8-11 x 2-
2,8 µm). Konidia terbentuk dalam kolom-kolom, berbentuk bulat hingga semibulat, berdinding
halus kadang-kadang sedikit kasar, berwarna hialin hingga kehijauan dan berdiameter 2,5-3,0 µm.
Pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 30˚C di daerah tropis. Morfologi Penicillium sp.
Disajikan pada Gambar.
(a) (b)
Gambar. Penicillium sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
4. Rizhopus sp.
Stolon dan sporangiophores panjangnya kurang dari 150 µm, sporangia hitam diameter 50
µm – 100 µm, spora sebagian berbentuk globose sebagian lebih oval, panjang 5-6 µm. Morfologi
Rhizopus sp. Disajikan pada Gambar.
(a) (b)
Gambar. Rhizopus sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
5. Trichoderma sp.
Koloni pada agar tumbuh dengan cepat memproduksi miselium berwarna putih. Konidiofor
berbentuk verticil dengan pialid, pada lateral panjang konidiofor 5-7 µm dan lebar 2,5-3,5 µm.
Konidia elips sampai silindris, smooth, 3-4,8 x 1,9-2,8 µm. Morfologi Trichoderma sp. Disajikan
pada Gambar.
(a) (b)
Gambar. Trichoderma sp. (a) Dokumentasi Penelitian (b) Penelitian Suciatmih (2015).
1. Persentase Total Jenis
Mikrofungi pada Serasah Daun
Mangrove (Rhizopora sp.) Persentasi total jenis mikrofungi
pada serasah mangrove (Rhizopora sp.)
ditampilkan pada Gambar.
Gambar. Persentase Total Jenis
Mikrofungi Pada Serasah Daun
Mangrove (Rhizopora sp.)
Persentase total jumlah mikrofungi
yang di dapat dari daun mangrove
(Rhizhopora sp.) adalah Aspergilus sp. 40%,
Mucor sp. 20%, Penicilium sp. 20%,
Rhizopus sp. 20%.
2. Persentase Total Jenis
Mikrofungi pada Daun
Mangrove (Rhizopora sp.) Persentase total jenis mikrofungi
pada daun mangrove Rhizopora sp.
ditampilkan pada Gambar.
Gambar. Persentase Total Jenis Mikrofungi
Pada Daun Mangrove (Rhizopora sp.)
Persentase total jumlah mikrofungi
yang di dapat dari daun mangrove
(Rhizhopora sp.) adalah Aspergilus sp. 25%,
Mucor sp. 25%, Trichoderma sp. 50%. Hasil
persentase di atas didapat dari jumlah jenis
mikrofungi yang di input dari Microsoft
Office Exel.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil isolasi
mikrofungi endofit pada potongan serasah
dan daun mangrove jenis Rhizopora .sp
terdapat 9 genus mikrofungi, Aspergilus sp.
(3), Mucor sp. (2), Penicilium sp. (1),
Rhizopus sp. (1), Trichoderma sp. (2).
Dari lima spesies yang ditemukan
seperti Aspergilus sp., Mucor sp.,
Penicillium sp., Rhizopus sp., Trichoderma
sp. menunjukkan bahwa mikrofungi yang
terisolasi dari serasah didominasi Aspergillus
sp. dan daun didominasi oleh Trichoderma
sp.
Hasil yang didapat menunjukkan
bahwa mikrofungi yang mendominasi
disebabkan oleh waktu pertumbuhan
mikrofungi. Karena dari hasil penelitian
mikrofungi (Aspergillus sp. dan Trichoderma
sp.) pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan dengan jenis lainnya. Proses
pertumbuhan jenis Aspergillus sp. dan
Trichoderma sp. berkisar antara 3-4 hari,
rata-rata pertumbuhan berhasil tumbuh
sampai 1 warna dan dapat diidentifikasi.
Sedangkan pada jenis Mucor sp., Penicillium
sp., Rhizopus sp. proses pertumbuhan sangat
lambat berkisar antara 5-7 hari bahkan lebih
dan terkadang gagal tumbuh dan tidak dapat
diidentifikasi.
Menurut Fisher dan Binkley (2000),
faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan
populasi (population density) dan
keanekaragaman jenis (species diversity)
organisme tanah, adalah pasokan oksigen,
kelembaban, suhu tanah, kandungan unsur
hara dan jumlah bahanbahan organik tanah.
Habitat yang berkaitan dengan
tumbuhan merupakan lingkungan yang
dinamis, menyebabkan banyak faktor yang
dapat mempengaruhi komposisi jamur
endofit. Keberadaan jamur endofit pada
tumbuhan tampaknya dipengaruhi oleh faktor
ekologi dan fisiologi tumbuhan (Khan et al.
2010), seperti lokasi geografis (Okane et al.
1998, Collado et al. 1999); dan umur serta
spesifikasi jaringan inang (Khan et al. 2010;
Mahesh et al. 2005; Okane et al. 1998) dalam
Suciatmih, 2015.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada potongan serasah daun
mangrove jenis Rhizopora sp. dengan
perbedaan warna daun di Perairan Sei Ladi
Kota Tanjungpinang ditemukan beberapa
jenis mikrofungi, yaitu Aspergilus sp., Mucor
40%
20%
20%
20% Aspergillus sp.
Mucor sp.
Penicillium sp.
Rhizopus sp.
25%
25%
50%
Aspergillus sp.
Mucor sp.
Trichoderma sp.
sp., Penicilium sp., Rhizopus sp.,
Trichoderma sp.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian
diharapkan kepada seluruh mahasiswa
ataupun akademisi agar dapat menindak
lanjuti penelitian ini guna untuk mengetahui
potensi dan pemanfaatan jenis mikrofungi
yang di dapat dari serasah daun mangrove
jenis Rhizopora sp. Lebih melengkapi alat
dan bahan yang akan digunakan dalam
penelitinan dan juga memperbanyak buku
identifikasi sehingga hasil yang di dapat lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M., Ni’matuzahroh, dan A. Suprianto. 2001.
Diversitas dan visualisissi karakter jamur
yang berasosiasi dengan proses degradasi
serasah di lingkungan mangrove. Jurnal Penelitian Medika Eksakta 2(1):40-53.
Arief. 2003. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari
hutan pendidikan dan latihan Tabo – Tabo Kecamatan Bugoro Kabupaten Pangkep.
Jurnal perennial 3 no. 2:49-54.
Bengen, D. G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PKSPL-
IPB. Bogor. Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan
Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Chanway CP. 1996. Endophytes they’re not just fungi.
Canadian J Bot 74:321-322. Collado J, Plant G, Conzalez I, Pelaez F. 1999.
‘Geographical and seasonal influences on
the distribution of fungal endophytes in Quercus ilex’. New Phytol 144: 525-532.
Dwilestari, dkk. 2015. Uji efek antibakteri jamur endofit
pada daun mangrove Sonneratia alba terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli: Fakultas Kedoktersan
Universitas Sam Ratulangi Manado. Fisher PJ, Pertini O. 1987. Location of fungal endophytes
in tissues of Suaeda fruiticosa: apreliminary
study. Trans Br Mycol Soc 89: 246-249. Fisher, R. F., dan D. Binkley. 2000. Ecology and
Management of Forest Soil. Third Edition.
John Wiley and Sons, Inc. New York, Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore,
Toronto.
Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta. 238p, 2006.
Gandjar Indrawati, dkk. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ichsan Yudy, 2015. Kelimpahan dan Pola Sebaran
Mangrove Perairan Sungai Ladi Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang
Kota Kota Tanjungpinang. Jurusan Ilmu
Kelautan. Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali
Haji.
Kepmen LH No. 201 Tahun. 2004. Pedoman penentuan kriteria kerusakan ekosistem mangrove.
Khan R, Shahzad S, Choundhary MI, Khan SA, Ahmad
A. 2010. ‘Communities of endophytic fungi in medicinal plant Withania somnifera’.
Pakistan J Bot 42 (2): 1281-1287.
Kurniawan. 2009. Keanekaragaman jenis fungi pada
serasah daun Avicennia marina yang
mengalami dekomposisi pada berbagai
tingkat salinitas. Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi.
Liwang Firdy, dkk. 2014. Uji aktivitas antibakteri jamur
endofit akar bakau Avvicennia marina terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli: Fakultas Kedoktersan
Universitas Sam Ratulangi Manado. Muhaerin. M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem
Mangrove Untuk Pengelolaan Ekowisata Di
Estuari Perancak, Jembrana, Bali.Skripsi, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Istitut Pertanian Bogor.
Noor. 2006. Panduan jenis – jenis mangrove di
Indonesia. Wetland indonesia. Programme.
Oxforamnovid: bogor.
Okane I, Nakagiri A, Ito T. 1998. Endiphytic fungi in
leaves of ericaceous plant. Canadian J Bot 76 (4): 657-663.
Sigee DC. Freshwater Microbiology; Biodiversity and
Dynamic Interaction of Microorganism in the Freshwater Environment. John Wiley & Sons
Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester,
West Sussex PO 19 8SQ. England. 371-399 p, 2004.
Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial
endophytes and their natural products. Microb Mol Biol Rev: 491-502.
Suciatmih. 2015. Diversitas Jamur Endofit Pada
Tumbuhan Mangrove Di Pantai Sampiran Dan Pulau Bunaken, Sulawesi Utara. Bidang
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI).
Ting ASY, Meon S, Kadir J, Radu S, Singh G. 2007.
Field evaluation of non-pathogenic Fusarium oxyaporum isolates UPM31P1 and
UPM39B3 for the control fusarium wilt in
pisang berangan (Musa,AAA). Proceeding of the international Symposium on Recent
Advances in Banana Crop Protection and
Improved Livelihoods, September, ISHS Acta Horticulture. Pp. 139-144.
Ting ASY, Meon S, Kadir J, Radu S, Singh G. 2008.
Endophytic microorganisme as potensial growth promoters of banana. Biocontrol 53 :
541-555.
Tournas, V., ME. Stack, P. B. Misilivec, and H.A. Koch, 2001. Yeast, Molds, and Mycrotoxin,
Washington, D.C.: U.S. Food & Drug
Administration. Center for Safety & Applied Nutrition.
Wiharyanto, Dhimas, 2007, Kajian Pengembangan
Ekowisata Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan
Kalimantan Timur Tesis, Sekolah Pasca
Sarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.
Wong MKM. et al. Role of fungi in freshwater ecosystem. Department of Ecology and
Biodiversity of Hong Kong, Pokfulam Road,
Hong Kong. Biodiversity and Conservation 7, 1187-1206, 1998.
Yunasfi, dan D. Suryanto. 2008. Jenis-Jenis Fungi Yang
Terlibat Dalam Proses Dekomposisi Serasah
Daun Avicennia Marina Pada Berbagai
Tingkat Salinitas. Biologi FMIPA USU.
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.