ISLAMISASI SAINS

8
PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM ” ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN” Dosen Pengampu : Zainul Anwar, S.Psi., Psikolog Oleh: Anita Hani Christina 201310230311388 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

description

bab 2 islamisasi sains

Transcript of ISLAMISASI SAINS

Page 1: ISLAMISASI SAINS

PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

” ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN”

Dosen Pengampu :

Zainul Anwar, S.Psi., Psikolog

Oleh:

Anita Hani Christina

201310230311388

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

Page 2: ISLAMISASI SAINS

BAB 2

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

Konsep dasar ilmu menurut Islam berbeda secara diametral dengan konsep ilmu menurut

pandangan barat. Kesalahan memahami konsep ilmu ini akan menyebabkan kekeliruan dalam

memahami proses Islamisasi ilmu pengetahuan. Sebab, Islamisasi ilmu pengetahuan mensyaratkan

suatu konsep ilmu yang benar menurut Islam. Westernisasi atau sekularisasi ilmu inilah yang

menimbulkan permasalahan di dunia Islam dan kaum muslimin pada umumnya. Solusi dari

permasalahan tersebut adalah Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Menurut Al-Ghazali, dan Al-Attas (dalam

Budi Handrianto, 2010:63) ilmu dikategorikan menjadi dua yaitu Fardhu’Ain (The Religious Scinces/Ilmu-

ilmu Agama), terdiri dari Al-Qur’an (tafsir dan ta’wilnya), Sunnah (kehidupan Nabi, sejarah, dan risalah

nabi-nabi terdahulu, hadist dan periwayatannya), Syariah (fikih dan hokum, prinsip-prinsip dalam Islam),

Teologi (Tuhan, Dzat-Nya, sifat, nama dan Perbuatan-Nya), Metafisika Islam (At-Tasawwuf, psikologi,

kosmologi dan ontologi), Ilmu bahasa (bahasa Arab, tata bahasanya, leksikografi dan sastra) dan Fardhu

Kifayah (The Rational, Intellectual and Philoshopical Sciences), terdiri dari ilmu kemanusiaan, ilmu alam,

ilmu terapan, ilmu teknologi, perbandingan agama, kebudayaan barat, ilmu linguistic, dan sejarah.

Sedangkan definisi Ilmu menurut Ilmuwan Muslim (dalam buku Islamisasi Sains,2010:49) tentu

berbeda dengan yang pernah disebutkan di atas, salah satunya pendapat yang berkembang adalah

pendapat Ibnu Taimiyah. Beliau mendefinisikan ilmu sebagai sebuah pengetahuan yang berdasar pada

dalil (bukti). Dalil yang dimaksud bisa berupa penukilan wahyu dengan metode yang benar (al-naql al-

mushaddaq), bisa juga berupa penelitian ilmiah (al-bahts al-muhaqqaq). Sedang yang dimaksud dengan

“ilmu yang bermanfaat” adalah yang bersumber dari rasul. Disini jelas bahwa Islam, wahyu merupakan

sumber ilmu. Sedangkan dalam pandangan barat, wahyu tidak termasuk ilmu karena tidak dapat

dibuktikan kebenarannya.

Menurut buku Islamisasi Sains karangan Budi Handrianto, Ilmu-ilmu Islam yang berkembang di

“abad pertengahan” itu kemudian dibawa (diambil) Barat dan dipisahkan dari ruh agama (sekularisasi).

Setelah itu peradaban barat muncul didukung oleh ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada aspek

rasio semata. Seperti di bidang psikologi, digemakan oleh Sigmund Freud dengan teori psikoanalisisnya.

Jadi kesimpulannya, Ilmu dalam pandangan Islam mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari

pada sains dalam istilah peradaban barat. Sains membatasi dirinya dalam hal-hal yang bersiat fisik,

sedangkan ilmu dalam pandangan Islam masih tetap meliputi tidak hanya fisik tetapi juga metafisika.

Ilmu dalam pandangan Islam tidak bebas nilai, sedangkan sains barat atau sains modern yang saat ini

Page 3: ISLAMISASI SAINS

berkembang di dunia barat atau dunia Islam menyatakan bahwa sains itu netral atau bebas nilai. Pada

kenyataannya, ilmu itu tidak bebas nilai karena ilmu dari waktu ke waktu mengalami naturalisasi, yaitu

diadaptasi berdasarkan agama, budaya, paradigma, dan cara pandang tertentu.

Budi Handrianto dalam buku Islamisasi Sains (2010) berpendapat bahwa Ilmu pengetahuan

mengalami naturalisasi karena terjadi akulturasi dari luar terhadap budaya yang berlaku di ranah baru.

Melalui proses inilah ilmu tersebut kemudian menjadi terasimilasi secara penuh pada tuntutan-tuntutan

kebudayaan negeri tersebut, termasuk agamanya. Ilmuwan muslim terdahulu juga melakukan

naturalisasi ilmu dengan menyerap dan mengadaptasi ilmu-ilmu dari Yunani. Naturalisasi atau

“Islamisasi” awal Islam ini akan diuraikan pada bagian Sejarah Islamisasi Sains di Awal Islam. (Budi

Handrianto, 2010)

Ilmu pengetahuan itu adalah pengetahuan yang paling eksak, diverifikasikan secara paling

cermat dan yang paling umum yang dapat diperoleh manusia (Herbert dalam Zuardin,2010). Ashley

Montagu (2010), guru besar antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa Ilmu pengetahuan

adalah pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi, dan

percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.Mengislamkan

ilmu pengetahuan itu didasarkan menurut Islam sehingga kita sebagai umat muslim harus dapat

memilah milah ilmu yang didapat dari sudut pandang manapun. Sebagaimana kita tahu bahwa sekarang

era globalisasi yang berkembang semakin pesat.

Pengertian Islamisasi pengetahuan itu sendiri adalah sebuah gagasan yang timbul akibat adanya

dikotomi dalam ilmu pengetahuan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembalikan ilmu

pengetahuan pada pusatnya yaitu dengan “tauhid”. Berbicara tentang Islamisasi tidak bisa lepas dari

peran pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas, penggagas awal ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Al-

Attas menurut Wan Daud telah menemukan temuan ilmiah terpenting dunia islam abad ini, yaitu

masalah ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan modern tidak bebas nilai (netral), umat Islam perlu

mengislamkan ilmu pengetahuan masa kini.

Padahal, munculnya Islamisasi ilmu pengetahuan disebabkan perbedaan pandangan-alam

antara Islam dan agama atau budaya lain berbeda. Islamisasi bukan saja mengkritik budaya dan

peradaban global Barat. Ia juga menstransformasi bentuk-bentuk local, etnik supaya sesuai dengan

pandangan-alam Islam. Islamisasi adalah menjadikan bentuk-bentuk budaya, adat, tradisi dan lokalitas

universal agar sesuai dengan agama Islam yang universal.

Dapat disimpulkan bahwa kemajuan Barat banyak di dukung oleh intelektualisme Islam, yaitu

melalui penerjemahan karya-karya sarjana muslim. Dalam buku Islamisasi Sains karangan Budi (2010)

Page 4: ISLAMISASI SAINS

Barat mengambil ilmu-ilmu tersebut dan mengembangkannya sehingga terciptalah revolusi ilmiah abad

17-18. Mereka juga mengabil model pembelajaran Universitas Perguruan Tinggi Islam seperti Universitas

Qarawiyyin (University of Al Karaounie) di Fez, Maroko yang berdiri pada tahun 859, tak terkecuali

Universitas Al-Azhar di Cairo tahun 1171. Nama-nama ilmuwan Islam dikutip dengan cara di “barat”kana

tau di “latin” kan sehingga beberapa nama tersebut menjadi asing di telinga kita.

Setelah sains mengalami transformasi dari sains Islam kepada sains Barat yang secular maka

beberapa ilmuwan atau intelektual muslim berupaya untuk mengislamkan kembali. Pada kurun inilah

dimulai kembali projek Islamisasi yang biasa disebut dengan Islamisasi Ilmu pengetahuan Kontemporer.

Jauh setelah proses Islamisasi ilmu di awal Islam, umat Islam mengalami kemunduran dan kemerosotan.

Di lain pihak, ilmu atau sains yang dikembangkan di dunia Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat

dan signifikan. Sedangkan sains yang berkembang maju sekarang, secara diametral berbeda dengan

ilmu dalam pandangan Islam.

Menurut Osman Bakar dalam buku Islamisasi Sains (2010) istilah definisi “islamisasi” diperlukan

manakala kita harus membedakan antara segala sesuatu yang dipandang “Islami” dan yang dipandang

“tidak Islami” Ini khususnya berlaku ketika segala sesuatu itu demikian sangat penting sehingga

ketidakmampuan dalam melakukan pembedaan yang diperlukan bisa menimbulkan kebingungan dan

kerancuan dalam pikiran kaum muslimin dan berdampak negative pada pemahaman mereka dan

pemahaman agama Islam berikut peradabannya.

Banyak para ilmuwan mendefinisikan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Diantaranya, Md Golam

Mohiuddin asisten Profesor Department of Managemen Islamic University, Kushtia Bangladesh (2010)

menyatakan “Makna dari Islamisasi ilmu pengetahuan adalah membebaskan aspek-aspek umum dari

ilmu pengetahuan, yang berhubungan dengan bentuk kehidupan praktis, rasa ketidakpercayaan, keragu-

raguan, dan rasa pesimistik, kemudian merestrukturisasikannya melalui analisa-analisa dan penjelasan

dalam kalimat Allah dan hadits Rasulullah”. Bebarapa ilmuan muslim mencoba mendefinisikan Islamisasi

ilmu pengetahuan. Namun demikian, keragaman definisi tersebut tidak lepas dari penggagas awal yaitu

Al-Attas dan Al-Faruqi. Para ilmuan berikutnya dalam berbagai karyanya sering meneliti,

membandingkan, menghubung-hubungkan dan mengkritisi ide Islamisasi ilmu pengetahuan. Mereka

adalah Seyed Muhammad Naquib Al-Attas, Ismail Raji Al-Faruqi dan Seyyed Hossein Nasr.

Dengan demikian, konsep Islamisasi sains secara paradigma ini akar berakar kuat dan sesuai

dengan jiwa Islam. Umat akan terbebas dari penyakit yang selama ini menghinggapi pikiran mereka

akibat kesalahan memahami konsep ilmu. Dan umat akan membangun kembali superioritas mereka di

bidang ilmu sebagaimana dilakukan oleh umat Islam terdahulu seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Biruni,

Page 5: ISLAMISASI SAINS

Ibnu Haytsam, Fakhruddin Ar-Razi dan sebagainya. Konsep Islamisasi ini akan melahirkan umat yang

kuat karena di masyarakat terdapat banyak ulama-ulama yang saintis dan saintis-saintis yang ulama

Setelah mengggali ide-ide tentang islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer yang berkembang

hingga saat ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar berpendapat bahwa ilmu pengetahuan

moderenlah yang harus di Islamkan. Ilmu pengetahuan modern yang dimaksud adalah sains Barat yang

sekarang ini berkembang.

Page 6: ISLAMISASI SAINS

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino, Zuardin. Ilmu Ilahiah Beberapa Langkah Kearah Islamisasi Sains

Handrianto, Budi. (2010). Islamisasi Sains Sebuah Upaya Mengislamisasikan Sains Barat Modern. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta

Faruqi, Isma’il Raji’al. Islamisasi Pengetahuan. Pustaka: Bandung

Mujib, Abdul.(2006). Ilmu Pendidikan Islam. Kencana Prenada Media: Jakarta

Saefuddin, Ahmad M. (1993). Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Mizan: Bandung

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (2011). Islam dan Sekularisme. Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN): Bandung