Islamisasi Nusantara AIK III S5

41
TEORI-TEORI ISLAMISASI NUSANTRA DAN TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN ISLAM AIK-III (Ke-Muhammadiyahan) Profesor Dr Ishomuddin, M.Si

description

Islamisasi Nusantara AIK III S5

Transcript of Islamisasi Nusantara AIK III S5

TEORI-TEORI ISLAMISASI NUSANTRA DAN TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

ISLAM

AIK-III (Ke-Muhammadiyahan)

Profesor Dr Ishomuddin, M.Si

Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9 M,. Kapal-kapal Indonesia juga mengambil bagian dalam perjalanan niaga tersebut. Pada zaman Sriwijaya pedagang-pedagang Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai timur Afrika.

Menjelang abad ke 13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) tahun 475 H/1082 M), makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti berkembangan komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu Majapahit. Namun sumber sejarah yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan tentang perkembangan masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komunitas Islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.

Sarjana lain yang mendukung teori Gujarat ini

adalah W.F.Stutterheim, dalam bukunya De Islam en Zijn Komst In de Archipel, menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dari Gujarat. Alasannya adalah:

Pertama, bukti batu nisan Sultan Pertama Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik al-Shaleh yang wafat pada tahun 1297. Relief nisan tersebut bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapat di Gujarat.

Kedua, adanya kenyataan bahwa Islam disebarkan melalui jalan perdagangan antara Indonesia-Cambai (Gujarat)-Timur Tengah-Eropa.

Sejarawan lain yang mendukung teori ini antara lain

juga ada Bernard H.M. Vlekke, Clifford Geertz, dan Harry J. Benda.

Vlekke dalam bukunya A History of Indonesia, mendasarkan argumennya pada keterangan Marco Polo yang pernah singgah di Sumatera pada tahun 1292. Di sana disebutkan tentang situasi ujung utara Sumatera bahwa, Perlak penduduknya telah masuk Islam. Selain itu sama dengan sejarawah sebelumnya, Vlekke menyatakan bahwa nisan Sultan Malik al-Shaleh sama dengan nisan yang ada di Cambai

Geertz dan Benda mempunyai pendapat yang sama tentang besarnya peranan India ketimbang Arab dalam proses Islamisasi di Indonesia, terutama ajaran mistik Islam yang dikembangkan oleh bangsa India yang telah beragama Islam.

Bahkan Benda menegaskan bila agama Islam berasal langsung dari Timur Tengah dan menerapkan ajaran asli di Nusantara, mungkin tidak akan menemukan tempat di kepulauan itu, lebih-lebih pulau Jawa. Hanya dengan melalui pemantulan dua kalilah, rupanya agama islam mendapatkan titik pertemuan dengan Indonesia, khususnya dengan pulau Jawa.

Benda memperkuat pendapatnya dengan mendasarkan pada kenyataan adanya orang-orang Arab yang telah lama tinggal di pantai-pantai, tetapi mengapa baru pada abad ke-15 dan ke-16 islam menjadi kekuatan kebudayaan dan agama utamanya di nusantara.

T.W. Arnold dalam The Preaching of Islam: a History of the Propagation of the Moslem Faith, menyatakan bahwa bangsa Arab sejak abad ke-2 SM telah menguasai perdagangan di Ceylon. Memang dalam informasinya sejarah tersebut tidak disebutkan lebih lanjut tentang sampainya di Indonesia, tetapi jika dihubungkan dengan kepustakaan Arab kuno disebutkan al-Hind sebagai India atau pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, maka besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia. Karena bangsa India dan Cina baru mengadakan hubungan dengan Indonesia pada abad 1 M. Sedangkan hubungan Arab dengan Cina terjadi jauh lebih lama, melalui jalan darat menggunakan “kapal sahara”, jalan darat ini sering disebut sebagai “jalur sutra”, berlangsung sejak 500 SM.

Dengan demikian halnya hubungan antara Arab dengan negara-negara Asia lainnya, maka tidak mengherankan jika pada tahun 674 M telah terdapat perkampungan perdagangan Arab Islam di Pantai Barat Sumatera, bersumber dari berita Cina. Kemudian berita Cina ini ditulis kembali oleh T.W. Arnold (1896), J.C. van Leur (1955), dan Hamka (1959). Timbulnya perkampungan perdagangan Arab Islam ini karena ditunjang oleh kekuatan laut Arab.

Dari keterangan tentang peranan bangsa Arab dalam dunia perniagaan seperti di atas, kemudian dikuatkan dengan kenyataan sejarah adanya perkampungan Arab Islam di pantai Barat Sumatera di abad ke-7, maka terbukalah kemungkinan peranan bangsa Arab dalam memasukkan Islam ke Nusantara.

Selain itu Hamka juga mempunyai argumentasi lain yang menjadikan dirinya begitu yakin bahwa Islam yang masuk ke Nusantara berasal dari daerah asalnya, Timur Tengah, yaitu pengamatannya pada masalah madzab Syafi’i, sebagai madzab istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh terbesar di Indonesia. Analisi pada madzab Syafi’I inilah yang menjadikan Hamka berbeda dengan sejarawan Barat atau Orientalis. Pengamatan ini dilupakan oleh sejarwan Barat sekalipun mereka menggunakan sumber yang sama, yakni laporan kunjungan Ibnu Batutah ke Sumatera dan Cambay.

Pada teori ini selain sejarawan di atas , tercatat juga beberapa nama tokoh dan ilmuwan yang memiliki kesamaan pandangan anatar lain adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander,termasuk beberapa sejarawan Indonesia-Melayu seperti Hasjmi, al-Attas, dan Azumardi Azra.

Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan Hasan-Husein. Di Sumatera Tengah sebelah barat disebut bulan Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai. Kearanda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab.

Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti jenar dengan ajaran Sufi Iran al-Hallaj, sekalipun al-hallaj telah meninggal pada 310 H/922 M, tetapi ajaarannyaa berkembang terus dalam bentuk puisi sehingga memungkinkan Syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya.

Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Qur’an tingkat awal:

Contoh :

Bahasa Iran Bahasa Arab

Jabar - zabar fathahJer - ze-er kasrahP’es – py’es dhammah

Huruf Sin yang tidak bergigi berasal dari Persia, sedangkan Sin yang bergigi berasal dari Arab.

Keempat, nisan pada makam Malik Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai kesamaan dengan teori Gujarat

Kelima, pengakuan umat islam Indonesia terhadap Madzab Syafi’I sebagai madzab utama di daerah Malabar. Di sini ada sedikit kesamaan dengan teori Makkah, hanya saja yang membedakan adalah Djajadiningrat di satu pihak melihat salah satu budaya Islam di Indonesia kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzab Syafi’I terhenti ke Malabar, tidak berlanjut sampai ke pusat madzab itu, yakni di Makkah.

Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H / 7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan Mubaligh muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Pada abad ke 7 sampai 10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Pada akhir abad ke 12 M, kerajaan ini mulai memasuki kemundurannya. Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Pada tahun 1275 kerajaan ini melakukan ekspansi ke Sumatera dan kemudian mengalahkan kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera. Akibat kekuasaan kerajaan Singasari ini banyak daerah-daerah di selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijaya melepaskan diri dari kerajaan tersebut.

Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapstkan keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai di pesisir timur laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi tentu berjalan sejak abad tersebut. Namun kerajaan ini baru berdiri sejak pertengahan abad ke 13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal abad ke-15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan kedua di Asia Tenggara.

Ciri-ciri orang Jawa selalu berusaha akan mengembangkan kepribadian asli baik mental, pemikiran maupun agama tetap ada dalam menghadapi gejala pengasingan. Bukan hanya orang Jawa tetapi juga bangsa Indonesia umumnya, yang mengakibatkan Bosch mencetuskan istilah “local genius”. Mereka mengaku menganut suatu agama tetapi dalam paham keagamaan asli tidak diganti. 

Dan jikalau sudah demikian maka seseorang akan memperoleh kekuatan untuk mengatur dunia sekitarnya. Dengan pemantulan dua kali nampak agama Islam mendapat titik pertemuan dengan Indonesia khususnya pulau Jawa. Dan dengan teori ini akan kuatlah kemungkinan yang seperti dikatakan Benda, seandainya Islam berasal langsung dari Timur Tengah dengan menerapkan kepercayaan monotheis serta menyapu segala sesuatu yang ada sebelumnya mungkin sekali akan tidak menemukan tempat untuk memasuki Indonesia, lebih-lebih pulau Jawa.

Dengan gambaran seperti itu dapat dikatakan bahwa bentuk Islam yang diperkenalkan kepada bangsa Indonesia menunjukkan persamaan dengan alam pikiran yang telah dimiliki oleh orang-orang Jawa Hindu. Persamaan tersebut tidak hanya pada alam pikiran saja, tetapi juga gambaran ciri-ciri yang dianggap yang mutlak. Di sini Tuhan dipandang sebagai sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak bisa dirasa yang meliputi seluruh jagad, dan ia dipandang sebagai wujud yang transenden. Dan orang Islam Indonesia bagaimanapun lebih menekankan Islam tasawuf daripada ajaran tauhid dari syariat Islam.

Munculnya gerakan-gerakan Islam modern yang diilhami oleh ajaran Wahabi dan gerakan pembaharuan Mesir di Indonesia adalah bukti adanya kesadaran tersebut. Gerakan-gerakan baru ini menambah kekuatan agama Islam dan tanpa disadari demikian ini pernah menimbulkan perselisihan antara para pemimpin adat dan sekular kolonial dengan pemimpin agama. Perang Padri di Sumatera Barat atau kemudian perang Aceh, memaksa pemerintah kolonial melakukan intervensi. Dari sinilah kiranya, bahwa gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam merupakan suatu bukti perkembangan Islam di Indonesia senantiasa berhubungan dengan unsur-unsur luar sebagai faktor penting dalam perubahan tersebut. Semuanya ini hendaklah dipandang sebagai refleksi dari prinsip-prinsip ajaran Islam tentang ide terbentuknya suatu umat tanpa membedakan bangsa, ras dan negara. Sehingga mewujudkan sistem peribadatan yang murni yang bersih dari pengaruh-pengaruh peribadatan dan penyembahan dari tradisi nasional atau suatu bangsa tertentu. Pikiran-pikiran tersebut menguatkan asumsi bahwa orang Islam Indonesia memiliki rasa nasionalisme yang tipis atau bahkan mungkin tidak sama sekali.