Bab 1 Gerakan Islamisasi

27
Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam di Indonesia Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar. Proses Islamisasi di Indonesia Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara- negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang- orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan. Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik , ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu

description

Gerakan Islamisasi

Transcript of Bab 1 Gerakan Islamisasi

Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam diIndonesiaPada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.Proses Islamisasi di Indonesia Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan. Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik , ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa dan penyebar agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Tata cara islamisasi melalui media perdagangan dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan kontak secara langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, berkumpul dan menetap, baik untuk sementara maupun untuk selama-lamanya, di suatu daerah, sehingga terbentuklah suatu perkampungan pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud hendak belajar agama Islam dapat datang atau memanggil mereka untuk mengajari penduduk pribumi. Selain itu, penyebaran agama Islam dilakukan dgn cara perkawinan antara pedagang muslim dgn anak-anak dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawannya. Dengan perkawinan itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dgn keluarga muslim. Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik, serta media lainnya, dijadikan pula sebagai media atau sarana dalam proses islamisasi. Berdasarkan berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dgn cara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidupnya. Dalam perkembangan selanjutnya, golongan penerima dapat menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain di luar golongan atau daerahnya. Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima dan penyebar terus terpelihara dan dimungkinkan sebagai sistem pembinaan calon-calon pemberi ajaran tersebut. Biasanya santri-santri pandai, yang telah lama belajar seluk-beluk agama Islam di suatu tempat dan kemudian kembali ke daerahnya, akan menjadi pembawa dan penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya. Mereka kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam. Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme. Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam. Perkembangan Islam di Indonesia Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan dan daerah yang didatanginya, ia mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh para pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman Tang pada abad-abad tersebut, diduga masyarakat muslim telah ada, baik di kanfu (kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat atau timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman dinasti Tang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Adalah suatu kemungkinan bahwa menjelang abad ke-10 para pedagang Islam telah menetap di pusat-pusat perdagangan yang penting di kepulauan Indonesia, terutama di pulau-pulau yang terletak di Selat Malaka, terusan sempit dalam rute pelayaran laut dari negeri-negeri Islam ke Cina. Tiga abad kemudian, menurut dokumen-dokumen sejarah tertua, permukiman orang-orang Islam didirikan di Perlak dan Samudra Pasai di Timur Laut pantai Sumatra. Saudagar-saudagar dari Arab Selatan semenanjung tanah Arab yang melakukan perdagangan ke tanah Melayu sekitar 630 M (tahun kesembilan Hijriah) telah menemui bahwa di sana banyak yang telah memeluk Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijriah, atau sekitar abad ke tujuh dan kedelapan Masehi yang dibawa langsung oleh saudagar dari Arab. Dengan demikian, dakwah Islam telah tiba di tanah Melayu sekitar tahun 630 M tatkala Nabi Muhammad saw. masih hidup. Keterangan lebih lanjut tentang masuknya Islam ke Indonesia ditemukan pada berita dari Marcopolo, bahwa pada tahun 1292 ia pernah singgah di bagian utara daerah Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak ia menjumpai penduduk yang telah memeluk Islam dan banyak para pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu. Para pedagang muslim menjadi pendukung daerah-daerah Islam yang muncul kemudian, dan daerah yang menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang bercorak Islam ialah Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam yang pertama diperkirakan mulai abad ke-13. Hal itu dimungkinkan dari hasil proses islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad ketujuh. Sultan yang pertama dari kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan Malik al-Saleh yang memerintah pada tahun 1292 hingga 1297. Sultan ini kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik az-Zahir. Kerajaan Islam Samudra Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan meru pakan tempat berkumpul para ulama Islam dari berbagai negara Islam untuk berdis kusi tentang masalah-masalah keagamaan dan masalah keduniawian. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudra Pasai pada 1345, dikabarkan bahwa pada waktu ia mengunjungi kerajaan itu, Samudra Pasai berada pada puncak kejayaannya. Dari catatan lain yang ditinggalkan Ibnu Batutah, dapat diketahui bahwa pada masa itu kerajaan Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal datang dari Tiongkok dan India serta dari tempat-tempat lain di Indonesia, singgah dan bertemu untuk memuat dan membongkar barang-barang dagangannya. Kerajaan Samudera Pasai makin berkembang dalam bidang agama Islam, politik, perdagangan, dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka makin ramai, sehingga di Malaka pun sejak abad ke-14 timbul corak masyarakat muslim. Perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 berdiri kerajaan Islam Malaka. Para penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa, bahkan telah dibangunkan sebuah masjid untuk mereka. Para pedagang yang singgah di Malaka kemudian banyak yang menganut agama Islam dan menjadi penyebar agama Islam ke seluruh kepulauan Nusantara, tempat mereka mengadakan transaksi perdagangan. Kerajaan Malaka pertama kali didirikan oleh Paramisora pada abad ke-15. Menurut cerita, sesaat sebelum meninggal dalam tahun 1414, Paramisora masuk Islam, kemudian berganti nama menjadi Iskandar Syah. Selanjutnya, kerajaan Malaka dikembangkan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah (14141445). Pengganti Muhammad Iskandar Syah adalah Sultan Mudzafar Syah (14451458). Di bawah pemerintahannya, Malaka menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat, dengan kemajuan-kemajuan yang sangat pesat, sehingga jauh meninggalkan Samudra Pasai. Usaha mengembangkan Malaka hingga mencapai puncak kejayaannya dilakukan oleh Sultan Mansyur Syah (14581477) sampai pd masa pemerintahan Sultan Alaudin Syah (14771488). Sementara itu, kedatangan pengaruh Islam ke wilayah Indonesia bagian timur (Sulawesi dan Maluku) tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam telah sampai ke daerah Maluku. Disebutkan bahwa kerajaan Ternate ke-12, Molomateya (13501357), bersahabat karib dengan orang Arab yg memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal, tetapi agaknya tidak dalam kepercayaan. Pada masa pemerintahan Marhum di Ternate, datanglah seorang raja dari Jawa yang bernama Maulana Malik Husayn yang menunjukkan kemahiran menulis huruf Arab yang ajaib seperti yang tertulis dalam Alquran. Hal ini sangat menarik hati Marhum dan orang-orang di Maluku. Kemudian, ia diminta oleh mereka agar mau mengajarkan huruf-huruf yang indah itu. Sebaliknya, Maulana Malik Husayn mengajukan permintaan, agar mereka tidak hanya mempelajari huruf Arab, melainkan pula diharuskan mempelajari agama Islam. Demikianlah Maulana Malik Husayn berhasil mengislamkan orang-orang Maluku. Raja Ternate yang dianggap benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin (14861500). Dari ketiga pusat kegiatan Islam itulah, maka Islam menyebar dan meluas memasuki pelosok-pelosok kepulauan Nusantara. Penyebaran yang nyata terjadi pada abad ke-16. Dari Malaka, daerah Kampar, Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari Aceh, Islam meluas sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi. Dimulai sejak dari Demak, maka sebagian besar Pulau Jawa telah menganut agama Islam. Banten yang diislamkan oleh Demak meluaskan dan menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan. Di Kalimantan, kerajaan Brunai yang pada abad ke-16 menjadi Islam, meluaskan penyebaran Islam di bagian barat Kalimantan dan Filipina. Sedangkan Kalimantan Selatan mendapatkan pengaruh Islam dari daratan Jawa. Dari Ternate semakin meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku serta daerah pantai timur Sulawesi. Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri kerajaan Goa. Demikianlah pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara. Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16 itu bersamaan pula dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik oleh orang-orang Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai penentang Islam dan pemeluk agama Katolik fanatik. Maka, di setiap tempat yang mereka datangi, di sanalah mereka berusaha mendapatkan daerah tempat persemaian bagi agama Katolik. Hal ini menurut tanggapan mereka merupakan suatu tugas dan kewajiban yang mendapat dorongan dari pengalaman mereka menghadapi Islam di negeri mereka sendiri. Ketika pertahanan Islam terakhir di Granada jatuh pada 1492, maka dalam usaha mereka mendesak agama Islam sejauh mungkin dari Spanyol dan Portugis, mereka memperluas gerakannya sampai Timur Tengah yang waktu itu menjadi daerah perantara perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan Timur dengan Barat. Timbullah kemudian suatu hasrat dalam jiwa dagang mereka untuk berusaha sendiri mendapatkan rempah-rempah yang menjadi pokok perdagangan waktu itu langsung dari daerah penghasilnya (Nusantara). Dengan demikian, mereka tidak akan bergantung lagi kepada pedagang-pedangan Islam di Timur Tengah. [Sumber : Diadaptasi dari Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, Drs. Dadan Wildan Anas]http://www.alislam.or.id/comments.php?id=1663_0_14_0_CMitos Syekh Siti JenarSyekh Siti Jenar adalah tokoh kontroversial sekaligus legendaris dalam sejarah Islam di Jawa, karena pembangkangan tasawuf-nya dan mitos kesaktian yang dimilikinya. Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang dari ajaran Islam oleh Wali Songo ini. Kemudian, ditunjukkan bagaimana Siti Jenar menerapkan ajarannya itu dan akhirnya tidak bisa tidak bertemu dengan kekuatan ulama paling dominan, yakni Wali Songo. Sudah jelas bahwa pada saat itu, peran ulama yang terorganisir dalam Wali Songo mengambil ruang paling besar dalam legitimasi agama. Kehadiran Siti Jenar dengan ajarannya yang jauh berbeda dari kebenaran yang digariskan Wali Songo menjadi ganjalan besar, baik untuk penyebarluasan Islam maupun pengaruh politik Wali Songo sendiri.http://www.geocities.com/z_iwan/teks/buku_agama.htmlKejawen[Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia]Kejawen (bahasa Jawa: Kejawn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa. Agama Kejawen sebenarnya adalah nama sebuah ke lompok kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama terorganisir seperti agama Islam atau agama Kristen. Ciri khas utama agama Kejawen ialah adanya perpaduan antara animisme, agama Hindu dan Buddha. Namun pengaruh agama Islam dan juga Kristen nampak pula. Kepercayaan ini merupakan sebuah kepercayaan sinkretisme. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut Agami Jawi.http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawennote : artikel di atas telah dimuat dalam Labbaik, edisi : 023/th.02/Jumada Al Awwal-Jumada Al Tsani 1427H/2006M

Masa Kedatangan dan Perkembangan Islam Menurut para ahli sejarah, masuk dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat tiga teori yaitu teori Gujarat, teori Saudi dan teori Cina.a. Islam masuk wilayah Indonesia dari anak benua India seperti Gujarat, Bengali dan malabar. Menurut Snouck Hurgronje, Islam masuk dari daerah Doccon di India, Kesimpulan ini diambil berdasarkan fenomena sosial bahawa ajaran tasyawuf yang dipraktikkan oleh orang-orang muslim di India bagian selatan mirip dengan ajaran Islam di Indonesia. Termasuk munculnya Syiah di daerah Sumatra atau Jawa, dugaan itu juga muncul dari daerah India. Sebab saat itu kerajaan Islam Deccon ( salah satu kerajaan India ) telah memiliki hubungan baik dengan Iran negeri pusat penyebaran paham Syiah. b. Pendapat yang menyatakan bahwa Islamisasi di Indonesia terjadi pada tahun 1111 atau abad ke XII M. Pada saat itu orang-orang Aceh dari Sumatra bagian barat laut memeluk Islam atas ajakan seorang kebangsaan Arab asli, kemudian setelah masuk Islam mereka mendakwahkan Islam khususnya di daerah tersebut.c. Teori yang menyatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia langsung dari Mekah atau Madinah. Menurut teori ini bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad 7 atau 8 M. Atau abad ke 2 H, yaitu pada masa Khulafaur Rosyidin. Ekspedisi Islam ke Indonesia dibawa langsung oleh para pedagang dari Arab sejak awal abad hijriyah atau abad ke VII Masehi. Menurut sumber literatur Cina pada awal abad ke 2 hijrah telah muncul perkampungan perkampungan muslim Arab di pesisir pantai Sumatra. Di Perkampungan ini orang-orang muslim Arab bermukim dan menikah dengan penduduk setempat serta membentuk komunitas-komunitas muslim. Teori ini adalah yang paling kuat dan diterima para sejarawan masa kini.

B. Perkembangan Islam di Nusantara Kepulauan nusantara jauh dari pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Jauhnya kepulauan Nusantara dengan pusat-pusat Islam menjadikan islamisasi di Indonesia berbeda dibandingkan dengan islamisasi di pulau-pulau lainnya, seperti ; Afrika Utara, atau Asia Selatan. Tetapi salah satu hal terpenting adalah Islamisasi di Nusantara berjalan dengan damai, bukan kekerasan apalagi kolonisasi kekuasaan. Proses Islamisasi di wilayah Nusantara tidak sama, hal ini karena waktunya berlainan disamping juga watak budaya lokal di masing-msing wilayah berbeda, misalnya daerah pesisir pada umumnya memiliki budaya maritim dengan mata pencaharian berdagang, pada umumnya mereka lebih bersikap terbuka, menerima kehidupan Kosmopolitan yang ditampilkan oleh Islam. Berbeda dengan daerah pedalaman yang pada umumnya masyarakat ageraris, mereka bersifat tertutup, sulit menerima kemajuan/perubahan. Perbedaan tersebut dapat kita lihat misalnya perkembangan Islam di Prahyangan (pesisir wilayah kerajaan Champa) , Leran (pesisir Jawa Timur), Pasai ( utara Sumatra), Malaka (pesisir semenanjung Malaya).

1. Faktor-faktor yang Mendorong Perkembangan Islam di Nusantara a. Jatuhnya kota Bagdad kepada bangsa Mongolia pada taun 1258 M, menyebabkan gelombang orbanisasi ke India dan asia Tengah secara besar-besaran.b. Banyaknya para sufi, penganut tarikat, mengembara bersedia mendakwahkan Islam dengan suka rela ke seluruh dunia.c. Jaringan perdagangan internasional, dijadikan sebagai sarana penyebaran ajaran Islam.

2. Tahapan-tahapan Perkembangan Islam di Indonesia Secara umum tahapan perkembangan Islam di Indonesia dari abad ke 13 sampai dengan awal abad ke 20 dapat dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :a. Tahap pertama, yaitu dimulai adab 13 M 15 M. Fase ini merupakan tahapan kepemelukan Islam secara formal. Fase ini yang ditekankan adalah pengenalan dasar-dasar kosmopolitanisasi Islam, ketentuan dasar-dasar syariat dan fiqh.b. Tahap ke II, yaitu dimulai abad ke 15 M 16 M. Pereode ini merupakan merupakan proses Islamisasi kepulauan Melayu dan berbagai pelosok Nusantara. Tradisi intelektualisme mulai terbentuk, seperti penulisan buku-buku agama dengan menggunakan bahasa melayu. Dalam fase ini pengaruh tasyawuf sangat dominan.c. Tahap ke III, yaitu dimulai dari abad ke 17 M akhir abad ke 17 M. Adalah tahapan penyempurnaan pemahaman ajaran Islam dan berkembangnya tradisi intelektual. Pada masa ini kita menyaksikan berkembangnya penulisan sastra-sastra dan buku-buku keagamaan dengan menggunakan bahasa melayu. Pokok-pokok yang dibahas meliputi ; fiqh ibadah, dan mumalah, fiqh duali ( ketata negaraan), syariah, ushuluddin, ilmu kalam, tasyawuf, akhlak, filsafat, tafsir al Quran, Al Hadits, ensiklopedi, historiografi, tata bahasa (nahwu shorof), ilmu maani (simantik), estetika (balaghoh), astronomi, ilmu hisab, perkapalan, ekonomi perdagangan, sastra dan seni, ketabiban, farmasi dan lain-lain.d. Tahap IV, yaitu dimulai abad ke 18 M 19 M. Pereode ini terjadi penekanan (ortodoksi) terhadap syariah. Hal ini mendorong berkembangnya ajaran tarikat. Pemurnian ajaran Islam sangat efektif sebagai sarana integratif atau pemersatu bangsa.e. Tahap Ke V, yaitu dimulai dari awal abad 20 M, fase ini dinamakan masa perkembangan (tajdid). Pada pereode ini gerakan keagamaan tumbuh menjadi gerakan kebangsaan.

C. Bebera Contoh Perkembangan Islam di Indonesia1. Bidang ilmu PengetahuanKedudukan para ulama yang diangkat sebagai penasehat kerajaan atau hakim, memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Disamping mereka memperoleh keleluasaan dalam menyebarkan ajaran Islam dan mencetak kader-kader mubaligh, mereka juga mempunyai kesempatan untuk menulis buku-buku dan kitab-kitab baik dalam ilmu umum maupun ilmu agama. Para ulam Indonesia yang karyanya sangat terkenal pada masa itu antara lain ; Hamzah Fansury, dari Boros Aceh, terkenal dengan tokoh sufi, hasil karyanya yang paling terkenal antara lain Asrorul Arifin fi Bayan Ila Suluk Wat tauhid , Nurudin Ar-Raniry (dari aceh Barat ), telah banyak menulis buku-buku umum dan keagamaan. Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari ( dari Banjar masin Kalimantan), tokoh dalam bidang fiqh dengan karyanya Sabilul Muhtadin, Samsudin As-Sumatrani (dari Sumatra) dengan hasil karyanya Miratul Muminin Syeh Ahmad Khotib (dari Minangkabau), dengan hasil karyanya Izamul Zagli Kazibin fi Tasyabuhin bis-Sodiqin, dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Bidang KesenianPerkembangan bidang seni seperti yang dicontohkan para wali songo, sangat efektif dalam penyampaian dawah Islam, misalnya pagelaran wayang. Para wali telah mampu mengakomodasi nilai-nilai Islam untuk disampaikan kepada masyarakat. Seni sastra yang bercorak Islami juga berkembang, seperti hikayat, babat suluk dan lain sebagainya. Bidang Arsitektur bangunan dapat dilihat bangunan Masjid Agung Demak, Menara Kudus, Masjid Agung Banten, Kasepuhan Cirebon dan masih banyak lagi. Perkembangan kesenian sebagaimana yang dicontohkan di atas tentu tidak terlepas dari kepiawaian para ulama dahulu dalam menyiarkan agama Islam melalui pendekatan-pendekatan yang mudah diterima oleh masyarakat.

3. Perkembangan Organisasi-organisasi Islama. Serikar Islam ( SI )Organisasi ini didirikan pada tanggal 10 September 1992. Serikat Islam ( SI ), tumbuh dari organisasi pendahulunya yaitu ; Serikat Dagang Islam ( SDI ) yang didirikan oleh Haji Samanhudi, sebenarnya organisasi ini telah berdiri sejak tahun 1909 di bawah pimpinan R.M. Tirtodisurjo, yang beranggotakan para pedagang muslim. b. MuhamadiyahOrganisasi ini didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Zulkijjah 1330 (18 Nopember 1912) di Yogyakarta. Organisasis ini bergerak bergerak bidang kemasyarakatan terupama di bidang pendidikan formal dan dawah.c. Jong Islaminten Bond ( JIB ) Salah satu organisasi Islam yang anggotanya kebanyakan dari golongan elite berpendidikan barat yang tetap bepegang teguh pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Jong Islaminten Bond ( JIB ) didirikan di Jakarta pada taun 1925 oleh para pemuda pelajar Islam.d. Nahdatul UlamaOrganisassi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 M, atas prakarsa K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Abdul Hahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah untuk memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan ahli sunah wal jamaah dan menganut madzhab empat yaitu ; Hanafi, Maliki Syafii dan Hambali, dalam wadah negara kesatuan.e. Al-Irsyad.Organisasi ini didirikan pada tahun 1814 di Jakarta. Para pendirinya sebagian besar pedagang, pengusaha dan ulama yang berketurunan suku Arab, diantaranya Ahmad Soorkati, Sholeh bin Ubaid, Syayid bin Salim Mashadi, Salam bin Umar Balfas, Abdullah Harhara. Umar bin Saleh dan Nahdi.f. Persatuan Islam Didirikan pada tanggal 17 September 1923 M di Bandung. Pendirinya K. H. Zamzam. Organisasi ini berusaha keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan Al-Quran dan Al- Hadits, menghidupkan jihad dan ijtihad, membasmi bitah, kurafat, tahayul, taklid dan syiri, memperluas tabligh serta dakwah kepada masyarakat, mendirikan pesantren dan sekolah untuk memdidik kader Islam.g. Persatuan tarbiyah Islamiah ( Perti ).Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1930 M. Gagasan untuk membentuk wadah ini dilatar belakangi oleh perkembangan paham keagamaan di Sumatra Barat pada awal abad XX. Perkembangan tersebut digerakkan oleh kaum muda untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarikat.

4. Peranan Umat Muslim dalam PembangunanOrganisasi Islam yang berperan dalam pembangunan Nasional bukan hanya mereka yang tergabung dalam organisasi. Banyak orang Islam secara pribadi baik sebagai dokter, dosen, pejabat negara, wakil rakyat di DPR, pengusaha, cendikiawan, petani, guru, pengrajin, dan lain-lain. Mereka semuanya melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Tanpa terikat dengan organisasi keagamaan, mereka menyumbangkan dharma baktinya kepada nusa dan bangsa. Memang menjadi umat Islam tidak harus menjadi anggota organisasi atau partai Islam. Menurut Al Quran orang Islam yang baik adalah yang paling bertakwa, yang beriman kepada Allah dan beramal shaleh, dimanapun mereka berada.Lembaga pendidikan Islam dalam kegiatannya lebih menekankan pembinaan, peningkatan ilmu pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pendidikan pada jalur sekolah dan luar sekolah. Melalui pendidikan ini secara bertahap ilmu pengetahuan bertambah meningkat dan sumber daya manusia lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas masyarakat maka hasil kerja masyarakatpun semakin meningkat. Denigan demikian dapat kdisimpulkan betapa besar peranan kelembagaan pendidikan Islam dalam pembangunan bangsa dan negara.http://jokosiswanto77.blogspot.com/2010/06/perkembangan-islam-di-indonesia.html

Karakteristik Islam IndonesiaProses persinggungan budaya dari para penyebar Islam ketika akhir abad 14 membentuk tatanan masyarakat Islam yang ala Indonesia. Basis kultural yang digunakan Walisongo dalam proses penyebarannya menjadi landasan kuat bahwa doktrin Islam tak sekeras dari tempat dilahirkannya. Itu yang menyebabkan Islam pada saat itu menjadi primadona dan banyak dipeluk oleh mayoritas kalangan. Tak peduli Abangan ataupun Priyayi yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata Islam.Pergulatan proses penyebaran sampai perkembangannya tentu mempunyai implikasi yang signifikan terhadap corak Islam ala Indonesia itu sendiri. Sehingga Islam bisa merasuk ke seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk terhadap proses cipta, rasa dan karsa yang itu tertuang lewat produk-produk hukum yang telah disesuaikan dengan konteks Indonesia itu sendiri. dengan dalil yang termaktub dalam kaidah ushul fiqh, al muhafadatuh alal qadimi salih wal akhdu bil jadidil ashlah (memelihara sesuatu lama yang baik, sembari mengambil sesuatu yang baru yang jauh lebih baik) yang membuat produk-produk hukumnya menjadi konstektual. Proses berbudaya dan mempertahan karakteristik bangsa inilah yang menjadikan Islam memiliki corak tersendiri, dan itu tertuang lewat ijtihad-ijtihad Ulama untuk menelurkan produk hukum ala Indonesia.Selain produk hukum ala Indonesia, muncul juga lembaga pendidikan Islam yang ala Indonesia, yaitu Pesantren. menurut Cllifford Geertz, Pesantren merupakan produk kebudayaan Islam Indonesia yang unik dan khas. Lewat persinggungan panjang para kyai di Jawa, maka pesantren di anggap menjadi kawah dibentuknya generasi Islam ala Indonesia. Termasuk tradisi keilmuannya pun tidak sama dengan lembaga-lembaga yang lain. Bahkan Gus Dur menganggap bahwa pesantren merupakan sub-kultur, ia merupakan sarana informasi, komunikasi timbal balik secara kultural dengan masyarakat, serta tempat pemupukan solidaritas masyarakat.Bukti konkret lainnya adalah dengan ditolaknya Piagam Jakarta sebagai konsepsi ideologi negara, para Ulama lebih memilih pancasila sebagai dasar negara yang dianggap paling toleran dan pluralistik. Ini menunjukkan konsistensi Ulama dalam rangka mendukung terciptanya tatanan masyarakat yang jauh dari diskriminatif.

http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/05/islam-indonesia-sebuah-catatan-pengantar/Telah diterangkan bahwa sebelum islam datang ke Nusantara, Negara ini sudah mempunyai dua bagian agama; lokal (agama yang berasal dari nenek moyang sendiri) dan impor (yang berasal dari negara lain). Agama lokal ini mempunyai dua bagian yaitu animisme dan dinamisme, yang mana keduanya tersebut merupakan kepercayaan sekaligus pengabdian masyarakat kepada benda atau kekuatan gaib. Hal ini dapat dikatakan wajar karena masyarakat pasti cenderung bergantung pada sebuah kekuatan yang paling unggul. Terlepas dari kepercayaan ber-Tuhan, di negeri mana pun juga telah banyak menerapkan hal serupa, dimana sebuah kepercayaan pada apapun- menjadi inti dari sumber kehidupan. Sementara jenis agama yang disebut sebagai produk impor itu adalah agama Hindu dan Budha. Kedua agama itu terbilang cukup berhasil menarik simpati kaum yang masih merasa resah dengan kebergantungan. Hingga sampai kini pun jutaan penganut agama Hindu dan Budha di Indonesia tetap setia menjadi ummat yang taat.Beberapa waktu kemudian, yaitu pada abad VII islam mulai menjamah Nusantara, dan mulai berkembang luas di abad ke XIII. Perihal siapa pembawa agama ini pun menjadi kontroversi di kalangan pemikir. Hingga muncul empat tempat yang sering disebut sebagai asal dari agama islam masuk ke Nusantara; yaitu India, Arab, Persia, dan Cina.Arab dan Persia disebut sebagai dua tempat yang lebih dicenderungi sebagai pembawa islam ke Nusantara. Berasal dari arab, karena ada keterangan bahwa dahulu pada tahun 674 M. pertamakali kapal Bani Umayah berlabuh di Aceh dengan tujuan dakwah islam dan berdagang. Sementara Persia juga disinyalir sebagai asal islam di Nusantara karena adanya kesamaan corak islam yang saat itu dibawa oleh Hamzah Fansuri. Ia membawa ajaran islam dengan corak islamnya al-Hallaj dari Persia, yaitu konsep wahdat al-wujud, atau kemudian dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti, dengan tokohnya Siti Jenar. Hamzah Fansuri inilah yang dikenal sebagai pembawa islam pertama ke Nusantara melalui pelabuhan Aceh.Seperti telah diketahui bahwa islam datang ke Nusantara setelah datangnya dua agama yang juga berstatus impor, yaitu Hindu dan Budha. Bahkan sebelumnya lagi ada pula sebuah kepercayaan nenek moyang (agama lokal); animisme dan dinamisme. Maka agama islam tentu menjadi hal baru bagi mereka yang dapat dibilang sudah mapan dalam beragama. Tetapi pada faktanya islam secara tidak langsung- mampu mencuri perhatian dari masyarakat dengan metode cerdas dari Hamzah Fansuri yang mampu mendialogkan tasawuf falsafi timur tengahnya dengan budaya setempat. Tasawuf falsafi itu seperti halnya yang diginakan oleh al-Hallaj, yang menggabungkan antara filsafat Plato dan Tasawuf, tentang wujud mutlak dan wujud mungkin, yang kemudian berlanjut pada konsep Hulul dan ittihad.Hamzah Fansuri pertama kali memperkenalkan islam di Aceh. Ajarannya disambut dengan baik oleh masyarakat karena Ia mampu melogikakan ajarannya secara baik dengan sentuhan syariat islam yang tepat. Berbeda degan agama-agama sebelumnya yang melulu menuntut kepercayaan, walau tanpa dengan logika kehidupan.Hal inilah yang membuat islam lebih mudah diterima di benak masyarakat, bahkan lingkup kerajaan Aceh. Sehingga Hamzah Fansuri diangkat sebagai Penasehat Kerajaan (Mufti), yaitu pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah dan awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1589-1602 M). Maka, pengenalan ajaran islam pun semakin mudah meluas di bumi Sumatera. Yang terkenal dari tasawuf Fansuri adalah tentang filsafat wujudiyah. Masih dengan corak wahdat al-wujud, Fansuri meyakini adanya kebersatuan wujud Tuhan dengan alam, termasuk manusia. Karena sebenarnya alam tidak berwujud, hanya Tuhanlah yang berwujud hakiki.Pandangan wujudiyahnya itu kemudian menimbulkan kontroversi. Banyak dari masyarakat yang sudah berpikir kritis di ranah ajaran agama. Maka kemudian banyak orang yang meninggalkan ajaran Fansuri. Sementara para penguasa justru mengalihkan perhatiannya pada kebutuhan duniawi. Sejak itulah Fansuri mulai mengasingkan diri dari publik. Karena itulah penganut ajarannya tidak dapat berkembang luas, hanya konsep pemikirannya saja yang dapat dikenal luas.Seseorang yang masih setia dengan ajaran Hamzah Fansuri yaitu Syamsuddin al-Sumatrani, atau dikenal juga dengan sebutan Samudra Pasai. Ia juga diangkat sebagai penasehat kerajaan pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Fansuri dan as-Sumatrani mempunyai pemikiran falsafi yang benar. Tetapi ajaran keduanya mulai melenceng setelah al-Sumatrani meninggal dunia, hingga terjadi kekacauan di kalangan masyarakat. Kemudian pada saat itu pula datang seorang ulama dari India ke Aceh, bernama Nuruddin Arraniri. Ulama bermadzhab Syafi'I ini menentang keras ajaran Fansuri dan as-Sumatrani, karena Ia penganut tasawuf Sunni, bukan tasawuf falsafi.Saat kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani (II) Arraniri diangkat menjadi mufti kerajaan. Posisi itu dimanfaatkan Arraniri untuk menyebarkan ajaran sunninya dan menghapus seluruh ajaran Fansuri dan as-Sumatrani. Ia membakar kitab-kitab Fansuri dan mengusir bahkan membunuh siapapn dari masyarakat yang masih menjalankan ajaran Fansuri. Menurut Arraniri, Hamzah Fansuri membawa ajaran sesat karena menganggap bahwa alam, manusia, dan Tuhan itu sama saja. Karena itu seluruh ajarannya harus dihapuskan, serta seluruh pengikutnya harus bertaubat.Tasawuf falsafi tentu berbeda dengan tasawuf sunni. Tasawuf falsafi lebih bersifat plural, yang hanya memandang maghza dari segala sesuatu. Sementara tasawuf sunni lebih bersifat normatif, yang sangat rentan dengan justifikasi kafir, murtad, dan sebagainya, hingga dapat berujung pada pendiskriminasian, kekerasan, bahkan pembunuhan bagi siapapun yang menolak.Dalam konteks kemasyarakatan, termasuk dalam hal sosialisasi ajaran agama dengan mengundang keimanan murni masyarakat, tentu sangat mustahil jika seandainya saat itu islam datang ke Nusantara dengan ajaran tasawuf sunni (apalagi dengan sikap Arraniri yang berlebihan). Metode tasawuf falsafi begitu sukses mengambil perhatian dari masyarakat dengan tanpa kekerasan dan paksaan, sejalan dengan misi Rasulullah SAW. Sementara metode tasawuf sunni, juga bisa mengambil perhatian, tentu dengan sistem paksa, serta proyek politisnya melalui pemerintah kerajaan. Maka sebenarnya metode tasawuf sunni ini tentu tidak akan diterima di Nusantara tanpa didahului dengan tasawuf falafi oleh Hamzah Fansuri, yang secara beratahap mengenalkan islam, dan mengarahkan pada Tuhan yang Esa.Pada suatu masa kemudian muncul seorang sufi sunni bernama 'Abdurauf al-Singkili, saat posisi penasehat kerajaan dipegang oleh Syaif Rijal setelah 30 tahun Arraniri kembali ke negara asalnya, India. Abdurrauf menawarkan jalan tengah antara tasawuf falsafi yang ternyata juga masih dianut oleh Syaif Rijal sebagai penerus dari Hamzah Fansuri dengan tasawuf sunni dari Arraniri. Maka Abdurrauf diangkat sebagai Qadli Malik al-Adil pada masa pemerintahan Sultan ke 3, Zakiyah al-Din (1678-1688). Dia mendamaikan dua jenis tasawuf itu dengan merujuk pada al-Qur'an dan al-Hadits. Statemennya tentang wahdat al-wujud, tidak penyatuan mutlak antara Tuhan dan alam seperti halnya ajaran Hamzah, tetapi harus sesuai dengan apa yang dikandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits (syari'at). Tetapi Ia juga sempat mengecam Arraniri yang telah berani memvonis sesat pada Fansuri.Sikap moderatnya itu menjadikan perhatian tersendiri dari Raja maupun masyarakat. Maka setelah itu muncul pula seorang sufi sunni yang meneruskan perjuangan 'Abdurrauf as-Singkili, yaitu Syekh Yusuf al-Makassari. Ia adalah sufi yang juga mencoba mengambil jalan tengah antara tasawuf falsafi dan tasawuf sunni, yang menurut Azyumardi Azra disebut dengan tasawuf Syuhudi (sejalan dengan konsep al-Sirkhindi dan al-Dihlawi).Pada masa selanjutnya perjalanan islam diwarnai juga dengan kedatangan pasukan belanda pada abad 17, yang juga membawa misi kristenisasi, setelah berhasil menguasai Nusantara. Peperangan berlatar belakang agama itu dikenal dengan Perang Padri yang ditokohi oleh Imam Bonjol. Muncul pula penegasan identitas untuk rakyat Nusantara (baca: Indonesia) bahwa siapa yang anti belanda berarti dia islam, dan jika pro belanda berarti dia bukan islam.Seiring waktu, peperangan itu bergeser menjadi "peperangan" antara kaum Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Hal itu disebabkan karena adanya tiga orang yang datang dari belajar di Makkah, lalu mengajarkan ajaran Wahabi di Indonesia, yang kemudian diikuti oleh kubu Muhammadiyah dan sebagian kubu Sarikat Islam. Sementara kaum NU tetap getol mempertahankan tradisi agama nenek moyang (islam tradisional setempat). Setelah itu datang pula ajaran islam garis keras yang kemudian berusaha merebut kekuasaan Muhammadiyah dan NU. Hingga kini ratusan masjid Muhammadiyah dan ratusan masjid NU telah berhasil direbut oleh cabang-cabang islam garis keras.http://hitampolos.blogspot.com/2010/02/upaya-memposisikan-islam-di-bumi.html

Di SumatraKesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.

Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh.

Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).

Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).

Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para dai, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.

2. Di JawaBenih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para dai yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu : a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel : 1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M. 3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan pertama.

c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.

d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.

f. Sunan DrajatNama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para dai yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

g. Syarif HidayatullahNama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.h. Sunan KudusNama aslinya adalah Jafar Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.

i. Sunan Muria Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.

Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu syariat Islam

Salokantara dan Jugul Muda itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syariat Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.

Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.

3. Di SulawesiRibuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para dai di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.

Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang dai bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.

Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).

4. Di Kalimantan Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.

Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para dai tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.Jalur ketiga para dai datang dari Sulawesi (Makasar) terutama dai yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.

a. Kalimantan Selatan Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Mustain Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.

b. Kalimantan TimurDi Kalimantan Timur inilah dua orang dai terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.

5. Di Maluku.Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini.Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para dai yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.http://www.saefudin.info/2008/12/perkembangan-islam-di-indonesia.html#.UGp9H2cVVH0

1. Teori GujaratTeori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:1. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalampenyebaran Islam di Indonesia.2. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia Cambay Timur Tengah Eropa.3. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yangbercorak khas Gujarat.Pendukung teori Gujaratadalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.2. Teori MakkahTeori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat.Teori Makkah berpendapatbahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).Dasar teori ini adalah:1. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapatperkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudahmendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai denganberita Cina.2.Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhabSyafii terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/Indiaadalah penganut mazhab Hanafi.3. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasaldari Mesir.Pendukung teori Makkahini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori berikutnya.3. Teori PersiaTeori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:1. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.2. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj.3. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda bunyi Harakat.4. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.5. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. HusseinJayadiningrat.Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwaIslam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7danmengalami perkembangannya pada abad 13.Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalahbangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesiapada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitumelalui perdaganganseperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat.