Islam Politik

6
Islam Politik dalam Partai Politik Islam Oleh : Ahmad Zaky Muyaman / 15505241076 Indonesia merupakan sebuah Negara yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Bahkan jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang terbanyak diantara negara-negara di dunia sekarang ini. Dalam konteks politik, Indonesia mengalami kesulitan yang cukup serius dalam membangun hubungan politik antar Agama (Islam) dengan Negara. Hal ini juga terjadi di negara- negara lain yang mayoritas penduduknya agama Islam, seperti Maroko, Aljazair, Libia, Pakistan, dan Turki. Hubungan politik antara Islam dan Negara di negara- negara tersebut ditandai oleh ketegangan-ketegangan yang tajam, jika bukan permusuhan (Bahtiar Effendy, 1998:2). Secara umum kesulitan hubungan tersebut dapat di lihat dalam dua perdebatan pokok. Pertama, kelompok yang menghendaki adanya kaitan formal antara Islam dan negara baik dalam bentuk negara Islam, Islam sebagai agama negara, atau negara yang memberlakukan ajaran Islam. Kedua, kelompok yang menentang kaitan antara Islam dan negara dalam bentuk apapun. Konstruksi paradigma keagamaan yang berbeda tersebut dapat membentuk sistem aplikasi dalam konteks politik yang berbeda pula. Perkembangan selanjutnya muncul dua kelompok yang dikenal dengan kelompok tradisional dan kelompok modern. Itulah permasalahan penting ketika kita berbicara tentang sistem negara atau sistem politik Islam. Sebagian pemeluk Islam mempercayai bahwa Islam mencakup cara hidup yang total, bahkan sebagian lagi melangkah lebih jauh dari hal ini. mereka menekankan bahwa Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang

description

kkkk

Transcript of Islam Politik

Page 1: Islam Politik

Islam Politik dalam Partai Politik Islam Oleh : Ahmad Zaky Muyaman / 15505241076

Indonesia merupakan sebuah Negara yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Bahkan jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang terbanyak diantara negara-negara di dunia sekarang ini. Dalam konteks politik, Indonesia mengalami kesulitan yang cukup serius dalam membangun hubungan politik antar Agama (Islam) dengan Negara. Hal ini juga terjadi di negara-negara lain yang mayoritas penduduknya agama Islam, seperti Maroko, Aljazair, Libia, Pakistan, dan Turki. Hubungan politik antara Islam dan Negara di negara-negara tersebut ditandai oleh ketegangan-ketegangan yang tajam, jika bukan permusuhan (Bahtiar Effendy, 1998:2).

Secara umum kesulitan hubungan tersebut dapat di lihat dalam dua perdebatan pokok. Pertama, kelompok yang menghendaki adanya kaitan formal antara Islam dan negara baik dalam bentuk negara Islam, Islam sebagai agama negara, atau negara yang memberlakukan ajaran Islam. Kedua, kelompok yang menentang kaitan antara Islam dan negara dalam bentuk apapun. Konstruksi paradigma keagamaan yang berbeda tersebut dapat membentuk sistem aplikasi dalam konteks politik yang berbeda pula. Perkembangan selanjutnya muncul dua kelompok yang dikenal dengan kelompok tradisional dan kelompok modern. Itulah permasalahan penting ketika kita berbicara tentang sistem negara atau sistem politik Islam.

Sebagian pemeluk Islam mempercayai bahwa Islam mencakup cara hidup yang total, bahkan sebagian lagi melangkah lebih jauh dari hal ini. mereka menekankan bahwa Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan terhadap semua masalah. Nazi Ayubi (dalam Bahtiar Effendy, 1988:7) mengatakan bahwa umat Islam percaya akan sifat Islam yang sempurna dan menyeluruh, sehingga menurut mereka Islam meliputi din (agama), dunya(dunia), dan dalwah (negara). Karena itu, Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan terhadap semua masalah kehidupan. Islam harus diterima dalam keseluruhannya dan harus di terapkan dalam kehidupan keluarga, ekonomi, dan politik.

Sebuah realitas semu yang belakangan dipertontonkan kepada khalayak media tentang potret Islam yang bermuara pada perilaku berpolitiknya dengan menggunakan cara dan perspektif Islam yang dibuatnya merupakan gambaran perilaku Islam politik abad 21 yang dimanfaatkan oleh partai-partai Islam yang hendak meraup dukungan mayoritas muslim. Sejak bergulirnya reformasi, Islam politik menjadi bagian dari sendi aktivitas politik di Indonesia yang menghubung-hubungkan realitas agama dengan realitas personal partai. Selama dua kali pasca

Page 2: Islam Politik

reformasi pemilihan umum digelar dengan dimeriahkan atribut Islam sebagai platform partai. Indikasinya adalah adanya harapan besar partai meraup mayoritas muslim. Sebelum era reformasi, atribut Islam sudah terlebih dahulu tampil dengan spirit keagamaan. Ia tampil di tengah keragaman bangsa Indonesia, ia juga kerap menegaskan diri sebagai representasi pilihan umat Islam di Indonesia. Tentu saja ini bukan teori tapi sebatas realitas semu karena sejak atribut Islam dipasang di jagat perpolitikan Indonesia, mayoritas muslim tidak seluruhnya berada dalam satu gerbong. Mereka bertebaran dengan prinsip dan platform personalnya masing-masing tidak dengan mudah diprovokasi oleh arti lambang serta atribut Islam.

Atribut Islam dimunculkan sebagai platform sekaligus ajaran oleh para punggawa partai. Tidak segan-segan, partai menyebutnya sebagai pilihan umat Islam yang tentu saja tidak didasarkan pada ajaran normatif Islam itu sendiri. Hakikatnya, Islam politik adalah sebuah rangkaian jurus partai yang hendak mencari keuntungan dukungan dari mayoritas dan sama sekali tidak didasarkan dari ajaran normatif Islam yang sebenarnya. Sesungguhnya, Islam tidak bisa dijadikan sebagai platform partai politik karena tujuannya hanya untuk meraup dukungan massa.

Di sisi lain, Islam politik kerap digunakan untuk berlindung dari jeratan isu yang menerpa partai. Dalam kondisi tertentu, partai berplat Islam tidak segan menggunakan platform Islam sebagai senjata untuk melawan isu miring yang menerpa partainya, sehingga nilai luhur Islam menjadi tidak dinomor satukan karena berfokus kepada pemulihan citra. Sebut saja, ketika beredar isu di masyarakat tentang partai berplat ras, golongan, agama, nasionalis, maka atribut Islam menjadi tujuan partai dalam menguasai isu di tengah khalayak.

Di era kenabian, prinsip-prinsip politik Islam sudah diletakan berdasarkan praktiknya. Politik Islam berbeda dengan Islam politik yang cenderung menargetkan citra dan penguasaan massa semata. Politik Islam meletakkan nilai akhlak (etika) atas para pelaku politiknya. Kendati berada di partai bukan Islam sekalipun jika prinsip itu diemban dengan amanah, maka Islam senantiasa hadir. Seperti halnya dalam merumuskan Pancasila, betapa kerasnya tarik-ulur persoalan Islam dan non-Islam. Pada akhirnya, Islam berada di semua golongan, dan menempatkan keumuman sebagai tujuan dalam politiknya.

Fenomena sekarang, partai platform Islam bahkan menyeru kepada Islam (dakwah) seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak menjamin akan lahirnya prinsip politik Islam. Politik Islam bertujuan untuk ummat bukan golongan, jika yang diletakkan prinsip-prinsip eksklusifisme partai, apa layak dikatakan sebagai pejuang politik Islam? Saya berharap, masyarakat tidak terlalu berharap besar

Page 3: Islam Politik

terhadap partai berplat Islam karena tidak ada jaminan partainya membawa prinsip politik Islam.

Landasan kemudian adalah politik Islam dapat ditemukan pada partai yang bertujuan untuk kemaslahatan ummat dan bangsa. dari segi politik, kelahiran Islam memang untuk merubah keadaan dari tidak baik menjadi baik. Dalam risalah kenabian, Islam lahir mendatangkan kepiawaian politik. Ketika itu keadaan bangsa-bangsa tidak terurus dan didominasi raja-raja dzholim. Konteks kekinian pun memandang Islam sebagai langkah politik kemaslahatan atau par excellence. Jadi, sangat penting untuk diingat siapapun politik Islam terletak pada tujuan maslahat bukan tujuan meraup dukungan massa. PKB, PPP, PKS atau partai lainnya tidak pernah menjamin akan tumbuhnya prinsip politik Islam yang bertujuan kemaslahatan ummat.

Dalam pandangan Fitzgerald, Islam bukan sebatas agama namun terdapat sendi-sendi politik yang dapat membangun bangsa (Dalam 'Muhammedan Law", ch. I, p. 1). Pendapat ini dikuatkan oleh sir T. Arnold yang memandang bahwa Nabi, pada waktu yang sama sebagai seorang pemimpin agama dan pemimin negara (Sir. T. Arnold, The Caliphate, hal : 198). Sangat berbeda dengan realitas partai Islam hari ini, mereka tidak menjadi milik ummat dan bahkan menciptakan faksi-faksi di tengah ummat, ada golongan Islam A, Islam B dan seterusnya. Ini sudah jelas bahwa Islam politik akan melahirkan kerusakan bangunan sebuah bangsa yang dicita-citakan Islam, yaitu bangsa yang thoyyibatun warobbun ghofurun.

Page 4: Islam Politik

Daftar Pustaka

Sudrajat, Ajat dkk, 2008, Din Al-Islam “Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi  Umum”, Yogyakarta: UNY Press.

Sjadzali, Munawir, Haji, 1990, Islam dan Tata Negara “Ajaran, Sejarah, Pemikiran”, Jakarta: UI Press.

Jurdi, Syarifudin dkk, 2006, Islam Dan Politik Lokal “Studi Kritis Atas Nalar Politik Wahdah Islamiyah, Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press.

Madjid, Nurcholish, 1999, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramardina.

Bachtiar Effendy, 2009, Islam dan Negara “Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia”, Jakarta: Paramadina.