Islam Dan Kesalehan Sosial

14
1 ISLAM DAN KESALEHAN SOSIAL : TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UNTUK MEWUJUDKAN TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL Dipersembahkan pada perkuliahan agama di Universitas Ma Chung, Malang Jawa Timur, April 2014 Oleh Achmad Shobirien Pendahuluan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia, dan dengan penduduk mendekati 240 juta (2010) dan lebih dari 1000 etnis dan sub kelompok etnis, Indonesia tidak diragukan lagi merupakan salah satu negara yang paling beragam etnis dan budaya di dunia. Sehingga, semboyan bangsa kita Bhineka Tunggal Ikacukup memberikan gambaran kepada siapapun akan pluralismenya bangsa ini. Pluralisme yang dikemas dalam bingkai persatuan dalam naungan Negara

Transcript of Islam Dan Kesalehan Sosial

  • 1

    ISLAM DAN KESALEHAN SOSIAL :

    TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UNTUK MEWUJUDKAN

    TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL

    Dipersembahkan pada perkuliahan agama di Universitas Ma Chung, Malang

    Jawa Timur, April 2014

    Oleh Achmad Shobirien

    Pendahuluan

    Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan

    masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia,

    Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejumlah agama di Indonesia

    berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.

    Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk

    Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69%

    Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan

    0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.

    Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan

    kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan

    "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama

    atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya

    mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha

    dan Khonghucu.

    Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di

    Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu,

    kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam

    hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara

    tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur

    Indonesia, dan dengan penduduk mendekati 240 juta (2010) dan lebih dari 1000

    etnis dan sub kelompok etnis, Indonesia tidak diragukan lagi merupakan salah satu

    negara yang paling beragam etnis dan budaya di dunia. Sehingga, semboyan

    bangsa kita Bhineka Tunggal Ika cukup memberikan gambaran kepada

    siapapun akan pluralismenya bangsa ini.

    Pluralisme yang dikemas dalam bingkai persatuan dalam naungan Negara

  • 2

    Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beragam budaya, agama, suku, dan

    pemahaman menghiasi bumi pertiwi ini. Bahkan, menurut Karrel Stenbrink

    sejarahwan berkebangsaan belanda menyatakan dunia memujinya akan persatuan

    dalam keragaman ini, hidup dalam keramahtamahan yang dibingkai dalam

    Bhineka Tunggal Ika.

    Pada tahun 1979, di kota Vatikan Roma, diadakan konferensi internasional

    yang dihadiri oleh seluruh tokoh dan pembesar agama dunia. Dalam konferensi

    tersebut terungkap, Indonesia merupakan negara percontohan dalam kehidupan

    toleransi antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus II pun mengatakan Indonesia

    meskipun terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama

    namun hidup dalam kerukunan dan keramahtamahan.

    Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus 2000

    sebagai berikut: Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan

    jumlah mencapai (41,7%) dari total populasi, suku sunda (15,41%) dari total

    populasi, suku Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar (3,7%) dari total

    p opulasi, suku melayu (3,4%), suku Madura (3,3%), suku Batak (3,0%), suku

    Minagkbau (2,7%), suku betwi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku Arab-Indonesia

    (2,4%), suku Banten (2,1%), suku Banjar (1,7%), suku Bali (1,5%), suku Sasak

    (1,3%), suku Makasar (1,0%), suku Cirebon (0,9%).

    Kemajemukan bangsa ini, disatu sisi merupakan aset kekayaan budaya

    bangsa, namun disisi lain dapat menjadi potensi konflik tatkala tidak dapat dikelola

    dengan baik dan tidak memiliki sikap yang proposional terhadap kemajemukan

    ini. Kemajemukan yang memiliki potensi konflik tinggi dan sentral yaitu isu yang

    berkenaan dengan kemajemukan beragama. Agama merupakan isu yang sangat

    sentral dan cepat menimbulkan konflik dikalangan masyarakat.

    Kekaguman dunia internasional kini hanya tinggal kenangan, sebab

    perbedaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama kini seringkali menjadi

    pemicu dan pemacu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan,

    perpecahan bahkan gontok-gontokan yang meluluhlantahkan nilai-nilai persatuan

    dan kesatuan yang selama ini para pendahulu kita bina. Sikap proposional

    dansaling menghargai terhadap kemajemukan kini telah luntur serta kesalehan

    sosial dalam kemajemukan bangsa pun telah memudar.

    Kerusuhan demi kerusuhan muncul di berbagai daerah, kerusuhan atas

    nama perbedaan ras/suku, perbedaan agama, perbedaan paham keagamaan,terus

  • 3

    bermunculan laksana cendawan dimusim hujan. Seperti yang terjadi di Sambas,

    Sampit, Ambon, Poso, yang paling hangat kasus pengeboman Vihara di Jakarta

    Barat. Menurut Setara Institut di Jakarta,terdapat berbagai kasus tiap tahunnya

    yang berkenaan dengan masalah SARA terutama agama, terdapat 216 serangan

    terhadap minoritas beragama pada tahun 2010, 244 kasus pada tahun 2011, 264

    kasus pada tahun 2012. Di Jakarta menurut Wahid Institute, mendokumentasikan

    92 pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan 184 intoleransi pada

    tahun 2011. Padahal pelaku-pelaku kerusuhan tersebut adalah orang-orang yang

    menyatakan diri sebagai pemeluk agama tertentu.

    Ini merupakan gejala sosial yang harus dicari akar permasalahannya dan

    harus dicarikan solusinya dengan berbagai pendekatan. Jika kita lihat kembali ke

    atas, masalah yang paling sensitif dan sentral yaitu masalah/isu yang berkenaan

    dengan keragaman agama. Sehingga muncul pertanyaan, apakah agama-agama

    yang ada di dunia ini khususnya di Indonesia mengajarkan untuk selalu

    memerangi atau memusuhi agama selain dari pada agama yang di anutnya?

    Apakah agama (khususnya agama Islam) tidak mengakui adanya perbedaan dan

    kemajemukan? Lalu,bagaimana konsep yang di bangun oleh agama dalam

    membina umatnya dalam kemajemukan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya

    sederhana namun cukup mendasar, dengan pertanyaan ini akan diketahui

    penyebab dari gejala sosial sekaligus solusi alternatifnya.

    Keragaman budaya dan agama ini harus menjadi kemaslahatan bukan

    menjadi laknat bagi bangsa Indonesia. Islam adalah agama yang rahmatan lil

    alaminn. Sehingga islam merasa perlu mendefinisikan kehadirannya dalam

    konteks keragaman budaya dan agama, sekaligus menawarkan suatau harapan dan

    perspektif keagamaan yang baru bahwa islam adalah seraut wajah yang tersenyum

    smiling face of indonesian muslim, damai nir kekerasan. Tidak hanya konsep

    agama yang rahmatan lil alamin namun harus terimplementasikan oleh

    pemeluknya (muslim) dalam hidup bernegara dengan keragaman kultur ini. Nilai-

    nilai islam harus di transformasikan pada masyarakat multikultural sehingga

    kesalehan sosial terwujud.

    Kerangka Konseptual dan Ideal : Agama dan Budaya

    Religion in welcher form sie auftritt bleibet das ideale bedurfnis der menschheit.

    Agama dalam bentuk apa pun dia muncul,Tetap merupakan kebutuhan ideal

  • 4

    umat manusia. Manusia, tanpa agama, tidak dapat hidup sempurna. Manusia

    memerlukan agama bahkan merupakan fitrah dari kemanusian. Rasulullah

    bersabda:

    ...

    Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian

    (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi,

    Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam keadaan

    selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ...

    Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Manusia memerlukan

    bentuk kepercaan. Semua manusia mengakui adanya Tuhan. Pengakuan tersebut

    itu sebagai bentuk dari kepercayaan. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan,

    maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan/agama yang

    beraneka ragam dikalangan masyarakat.

    Secara hakikat/ transenden agama-agama samawi memiliki kesamaan,

    yakni sama-sama lahir dari kebutuhan manusia akan bentuk kepercayaan.

    Kenaeka ragaman bentuk kepercayaan itu merupakan suatu sunnatullah yang

    tidak bisa dihindari. Firman allah dalam sural al-Maaidah: 48

    ...Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat

    (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,

    Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali

    kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu

    perselisihkan itu,

    Dalam kaitannya dengan manusia, agama seyogyanya tidak dipahami

    sebagai seperangkat doktrin dan sistem moral ansich, yang terpisah dari manusia.

    Agama, sebagaimana dipahami Zamakhsyari Dhofier dan Abdurarahman Wahid,

    tidak mengandung nilai-nilai dalam dirinya, tetapi mengandung ajaran-ajaran

    yang menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya, sehingga ajaran-ajaran

    agama tersebut merupakan salah satu elemen yang membentuk sistem nilai

    budaya. Dalam kerangka ini, agama memberikan sumbangsih yang signifikan

    dalam sistem moral maupun sosial masyarakat. Nilai-nilai agama dijadikan

    pedoman hidup dalam kehidupnya way of life.

    Sehingga, agama secara

    konseptual dan ideal bukannya membuat ketidak teraturan tetapi membuat

  • 5

    keteraturan bagi manusia. Nilai-nilai agama dikonstruk oleh penganutnya menjadi

    nilai-nilai budaya, yang dipakai dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat

    yang dimaksud. Intinya nilai-nilai agama jangan hanya sebatas ada dalam alam

    idea saja (konsep), namun harus terimplementasikan dengan baik.

    Kemanusiaan Yang Satu: Manusia Sebagai Spesies Surga

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Spesies merupakan

    satuan dasar klasifikasi biologis; jenis. Meminjam istilah Habudin, Manusia

    diciptakan olehAllah SWT sebagai spesies surga. Setan diciptakan sebagai

    spesies neraka. Manusia pertama Nabi adam a.s. diciptakan dari tanah dan

    ditempatkan disurga.

    Dalam ajaran islam tentang awal kemanusiaan, dinyatakan bahwa

    kemanusiaan dimulai dengan sosok Adam a.s. yang diciptakan Allah SWT dengan

    sebaik-baiknya dan didalamnya ditiupkan dari ruh-Nya. Manusia kemudian

    berkembang biak dari asal Adam a.s. dan istrinya Hawa. Maka,

    perkembangbiakkan manusia datang dari sosok manusia yang satu (an-Nisa ayat

    1).

    Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

    menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyaAllah menciptakan

    isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan

    perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

    (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama laindan

    (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

    mengawasi kamu.

    Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas dalam kerangka kesatuan

    keluarga dan sebagai antitesis darinya. Pria dan wanita adalah bentuk puralitas

    dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Dalam kerangka kesatuan ini, terjadi

    pluralitas dan perbedaan antara ras, warna kulit, umat, bangsa, kabilah, lidah,

    bahasa, nasionalisme, dan perdaban. Seterusnya terdapat bermacam dan bergam

    pluralitas dalam kerangka kemanusiaan yang satu, yang seluruhnya kembali dan

    menisbatkan diri kepada- Nya.

    Pluralitas dalam kerangka yang satu ini, dalam pandangan islam, adalah

    satu ayat (tanda kekuasaan) dari ayat-ayat Allah SWT dalam penciptaan yang

    tidak akan tergantikan dan juga tidak berubah. Kemanusian merupakan faktor

  • 6

    penyatu dan perbedaan adalah kemajemukan dalam kerangka kesatuansama- sama

    dari sumber yang satu yakni Adam a.s. dan Hawa (spesies surga).

    Inilah yang penulis makasud manusia sebagai spesies surga. Bukannya

    mengutuk perbedeaan namun mencari kesamaan dan menjadikan perbedaan

    sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh.

    Manusia diciptakan Allah SWT sebagai spesies surga, namun amal perbuatan

    yang dipengaruhi hawa nafsunya yang akan membedakan dan memisahkan nanti.

    Iman dan amal salehnya yang akan allah perhitungkan kelak. Firman allah dalam

    (Q.S. al-Baqarah: 62)

    Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani

    dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman

    kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala

    dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)

    mereka bersedih hati.

    Simpulan penulis terhadap ayat di atas adalah bukan agamanya identitas

    keagamaannya yang di kedepankan, namun nilai dalam agama tersebut yang harus

    dipegang dan dijalankan. Agama apapun, dalam kerangka pluralitas syariat-syariat

    di bawah kesatuan agama yang satu perbedaan itu akan tetap selamat dan

    mendapat pahala dari tuhan selama mereka berada dalam koridor pokok yaitu:

    Pertama, Keimanan kepada tuhan yang maha satu, kedua. Keimanan akan akhirat,

    pembangkitan, hisab dan pembalasan amal baik dan buruk, Ketiga. Beramal

    saleh dalam kehidupan dunia.

    Namun, bukan berarti untuk konteks hari ini semua agama sama. Ada

    kesamaan secara hakikat yakni agama samawi. Jika dalam segi syariat jelas ada

    perbedaan. Syariat agama Yahudi itu benar pada zaman nabi Musa a.s., namun

    menjadi tidak berlaku mansukh atau disempurnakan dengan datangnya nabi Isa a.s

    dengan membawa syairatnya (Nasrani), pun demikian syariat nabi Isa (nasrani)

    menjadi tidak berlaku mansukh dan disempurnakan dengan syariat yang dibawa

    oleh Rasulullah saw. Yakni syariat islam.

    Sebagai umat islam kita harus memegang teguh syariat yang dibawa oleh

    Rasulullah. Syariat yang telah menyempurnakan syariat-syariat sebelumnya.

    Keberadaan agama lain yang masih memegang syariat-syariatnya yang dahulu

    harus dijadikan motivasi dalam melakukan amal shaleh memberikan kemanfaatan

    kepada sesama manusia tanpa melihat agama atau budayanya.

  • 7

    Konflik antar umat beragama yang terjadi dimasyarakat biasanya terjadi

    karena adanya fanatisme buta. Menjustifikasi bahwa yang benar hanyalah dia dan

    kelompoknya, menafikan bahkan menjustifikasi agama/ paham keagamaan

    selainnya adalah salah (finnar). Sesama penganut agama Islam pun justifikasi

    benar/salah, surga dan neraka sering kali terlontar yang nota bene itu merupakan

    awal dari perpecahan. Bahkan, mereka berani menghancurkan, membakar dan

    memeranginya dengan landasan bahwa dia yang paling benar. Memaksakan

    kehendak untuk sama dengannya.

    Jika kita mengacu kepada ayat diatas tadi justru yang harus dikedepankan

    adalah amal saleh yang di landasi keimanan. Pendekatan ini menggunakan

    pendekatan teologi multikultural. Dengan pendekatan ini masyarakat akan

    memiliki kesalehan secara kultural melihat perbedaan sebagai rahmat. Bahkan,

    kita harus membuktikan bahwa agama islam adalah agama rahmatan lilalamin.

    Umat muslim harus memberikan teladan dalam berakhlak menjadi pelopor dalam

    berbuat kebaikan.

    Menurut Jalaudin rahmat, Agama terbagi dua yakni secara konseptual dan

    secara aktual. Secara konseptual semua agama mengajarkan tentang kebaikan

    nilai-nilai kebenaran yang diakui secara universal. Prinsipnya tidak ada agama

    manapun terutama agama samawi yang mengajarkan ketidak baikan,

    penghancuran, penistaan. konsepnya semua agama adalah membuat keteraturan

    dalam kehidupan. Sedangkan agma secara aktual yakni implementasi

    keberagamaan seseorang di dalam kehidupannya.

    Jelas, implementasi keberagamaan seseorang sangat dipengaruhi oleh latar

    belakangnya. Dipengaruhi oleh pendidikannya, ilmu pengetahuannya,

    lingkungannya, juga oleh hawa nafsunya. Inilah yang nanti akan merubah

    manusia dari asalnya spesies surga berubah menjadi spesies neraka bersama

    syaitan (laknatullah alaih) dengan mengikuti hawa nafsunya melanggar syariat/

    ajaran agamanya.

    Multikulturalisme Perspektif Islam

    Menurut Abraham Maslow dalam teori of human motivation bahwa

    kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang keempat adalah pengakuan

    penghargaan. Pengingkaran masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui

    merupakan akar dari ketimpangan diberbagai bidang kehidupan). Islam adalah

  • 8

    agama yang mengakui dan menghargai perbedaan, bahkan perbedaan di dalam

    islam adalah sebuah rahmat. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan

    sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan

    kemanusiaannya. Maka, konsep multikulturalisme itu sesuai dengan ajaran islam

    dalam memandang keragaman. Konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif

    fungsinya bagi kehidupan manusia.

    Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh mereka hidup

    berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain.(piagam

    madinah 1). Demikian Rasulullah telah memberikan contoh hidup

    bernegaradalam keragaman kultur. Sehingga sampai hari ini dunia mengakui akan

    keberhasilan konsep negara yang dibangun oleh Rasulullah saw yang kita kenal

    dengan masyarakat madani (civil sosiety).

    Pun demikian multikulturalisme yang dibangun bangsa kita ini semstinya

    mengacu pada konsep yang dibangun Rasulullah SAW. Mengakomodir

    kesetaraan budaya dan umat lain sehingga meredam konflik vertikal dan

    horizontal dalam masyarakat yang heterogen dimana tuntutan akan pengakuan

    atas eksistensi dan keunikan budaya, kelompok, etnis sangat lumrah terjadi.

    Muaranya adalah tercipta suatu sistem budaya (culters system) dan tatanan sosial

    yang mapan dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi pilar kedamaian

    sebuah bangsa.

    Dalam syariat-syariat dan manhaj-manhaj, dan selanjutnya peradaban-

    peradaban (terutama umat-umat yang menerima risalah-risalah agama) terdapat

    pluralitas yang dipandang oleh Al-Quran sebagai pokok yang konstan, kaidah

    yang abadi, dan sunnah ilahiah , yang berfungsi sebagai pendorong untuk saling

    berkompetisi dalam melakukan kebaikan, berlomba menciptakan prestasi yang

    baik dan sebagai motivator yang mengevaluasi dan memeberikan tuntunan bagi

    perjalanan bangsa-bangsa pemilik peradaban-peradaban dalam menggapai

    kemajuan dan ketinggian mereka. Ia adalah sumber dan motivator terwujudnya

    vividitas kreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaanya jika

    tidak terdapat perbedaan dan kekhasan masing-masing peradaban itu. (Hud:

    118-119)

    Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat

    yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, Kecuali orang-orang

    yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka.

  • 9

    kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan

    memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.

    Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Qurtubi dalam al-jami li ahkamil quraan

    mengatakan bahwa perbedaan, kemajemukan, serta pluralitas dalam syariat-

    syariat dan manhaj-manhaj itu sebagai conditio qua non (keadaan atau syarat yang

    sangat diperlukan) dalam penciptaan makhluk. Mereka berkata, makna dan

    untuk itulah Allah menciptakan mereka seakan-akan pluralitas itu sebagai

    illat sebab keberadaannya wujud ini. Atas dasar adanya pengakuan mengenai

    pluralisme budaya dan agama, maka dalam kedua ayat (Qs. 2:148 dan Qs. 5:

    48) dimunculkan konsep perlombaan dalam kebaikan, maka berlomba-lombalah

    kamu dalam berbuat kebaikan. Dalam kedua ayat itu, perlombaan bersifat

    umum namun ditujukan bagi manusia yang secara alamiah ditakdirkan

    mengalami perbedaan agama maupun suku bangsa.

    Ayat ini sesuai dengan konsep multikulturalisme yang tidak

    mempersoalkan perbedaan, tetapi mementingkan berbuat kebaikan. Karena itu,

    kata-kata kullin (2:148) dan likullin jaalna (5: 48) diatas sebagai masing-

    masing umat beragama. Rasyid ridha, sebagaimana dikutip Roni, mengatakan.

    ... jadi, syariat yang berbeda-beda itu harus dipertimbangkan sebagai alasan

    untuk berlomba-lomba dalam amal saleh, dan bukan alasan untuk permusuhan

    dan persaingan dalam berbuat yang tidak baik. Bahkan dalam konteks teologis,

    allah (Qs. 60: 6) tidak melarang umat islam melakukan aktivitas sosial dengan

    umat lain, selama mereka tidak berbuat jahat.

    Dalam hal kebangsaan dan suku yang plural, islam memerintahkan agar

    hal ini dipergunakan dalam membangun hubungan taaruf (saling mengenal)

    diantara masing-masing pihak yang berbeda-beda itu. Bahkan al-Quran

    menegaskan, keragaman etnis, agama, dan budaya adalah sebuah keniscayaan

    yang merupakan kehendak tuhan sendiri sebagai sunnatullah. Allah tidak melihat

    perbedaan dari etnis manapun bahkan pengakuan dari agama manapun tapi yang

    allah lihat adalah ketakwaanya. Firman allah (QS. Al- Hujarat:13) : Hai manusia,

    Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang

    perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya

    kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara

    kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

    Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

  • 10

    Saling mengenal merupakan bentuk dari kesalehan multikultural. Dari

    saling mengenal itulah toleransi antar umat, toleransi antar agama akan tercipta.

    Satu sama lain saling memahami dan memaklumi perbedaan yang ada.

    Namun, toleransi bukan berarti menghilangkan batas-batas yang telah

    ditentukan. Islam mempunyai konsep yang jelas dan tegas dalam membedakan

    antara toleransi muamalah (sosial) dengan toleransi akidah. Dalam masalah

    muamalah kita harus memiliki sikap tasamuh (toleransi), tapi dalam masalah

    akidah dan ibadah, islam dengan tegas mengatakan lailaha illallah Muhammad

    rasulullah sampai tetes darah penghabisan kita harus tetap istiqomah. Firman

    allah (Q.S. Al- Kafirun 1-6) :

    Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa

    yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.Dan

    aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,Dan kamu tidak

    pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.Untukmu agamamu,

    dan untukkulah, agamaku.

    Jika kita kaji sababun nuzul ayat di atas, menurut Imam as-Suyuti dalam

    lubabun nuqul fi asba al-nuzul adalah berkenaan dengan ajakan kafir quraisy

    kepada rasul untuk bergantian menyembah tuhan masing-masing. Satu tahun

    menyembag Allah, satu tahun menyembah berhala. Dijelaskan juga oleh Imam

    Ali As- Shabuni dalam shafwat at-Tafasir, Tatkala itu, turun ayat tadi yang

    menolak keras ajakan mereka yang didisyaratkan dalam kalimat : "

    bagi kamu kemusyrikanmu dan bagi aku keyakinanku24".

    Namun demikian islam melarang kita untuk mengganggu aqidah agama lain.

    Sejarah membuktikan, agama Alkhaton masuk ke Mesir dengan

    menghancurkan tempat-tempat ibadah amon, agama Kristen masuk ke Mesir

    dengan membunuh penganut agama mesir kuno, agama romawi paganis masuk ke

    Mesir dengan membunuh penganut kristen koptik, islam masuk ke Mesir tidak

    satu pun rumah ibadah yang dibakar, tidak seorang pun pendeta yang dibantai.25

    Bahkan rasulullah dengan tegas bersabda :

    siapa saja yang

  • 11

    menyakiti kafir dzimi sungguh telah menyakitiku

    Sejarah tersebut menunjukan bahwa islam bukan agama sadis, islam bukan

    agama bengis, bahkan islam bukan agama teroris, sebagaimana dituduhkan orang-

    orang kafir dan barat saat ini. Tapi islam adalah agama rahmatan lilalamin.

    Dengan demikian jika akhir-akhir ini terjadi pengeboman seperti di legian kuta

    bali, hotel mariot, kedubes australia dan Vihara di jakarta barat yang diselidiki

    dilakukan oleh orang-orang yang beragama islam. Jelas, penulis tegaskan itu

    bukan ajaran islam, tapi itu hanya sekelompok orang yang memiliki kepentingan

    tertentu danipengaruhi faktor-faktor yang menuntut mereka berbuat demikian.

    sebagai bentuk perlawanan imperialisme politik barat dan adanya ketidak adilan.

    Islam Membentuk Kesalehan Multikultural Ummat

    Menurut Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan merupakan suatu tindakan

    yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, serta dilakukan atas kesadaran

    ketundukan pada ajaran Tuhan. Amal saleh merupakan implementasi/aplikasi dari

    keimanan seseorang yang dilakukan secara sadar dan ikhlas. Sedangkan

    kesalehan dalam multikultural merupakan penegasan bahwa kegunaan tindakan

    saleh itu berdimensi terbuka melampaui batas-batas etnis, kebangsaan, paham

    keagamaan, dan kepemelukan suatu agama tertentu.

    Isu global yang terus didengungkan oleh PBB adalah perdamaian

    diseluruh dunia. Di timur maupun di Barat harus mematuhi Resolusi Dewan

    Keamanan PBB yang mengamanatkan kepada seluruh negara di dunia untuk

    tunduk dan patuh demi menciptakan perdamaian abadi. Tetapi kenyataannya,

    perang adalah perang.

    Perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari akibat

    konflik antar negara, bahkan antar etnis seringkali dipicu oleh masalah-masalah

    sepele. Namun terdapat nuansa kemanusiaan yang dijatuhkan atau seringkali

    disalah fahami, sehingga muncul istilah genocide (permusuhan etnis).28

    Resolusi

    PBB belum dapat berhasil dalam membentuk kesalehan bangsa-bangsa dalam

    keragaman. Karena bukan atas landasan keimanan resolusi tersebut dibuat namun

    atas dasar kepentingan politik.

    Dalam hal ini Islam mempunyai dasar-dasar pemikiran dalam menciptakan

    kesalehan multikultural. Kesalehan tanpa batas teritorial, tanpa batas etnis dan

    tanpa batas apapun. Sesuai dengan namanya islam berarti damai, sama sekali

  • 12

    tidak diperbolehkan menebar kebencian kepada siapapun. Akar dari permusuhan

    dan konflik dilatarbelakangi dengan kebencian. Firman allah (Q.S. al-Anam ayat

    108 : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah

    selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas

    tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik

    pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia

    memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

    Khalid Abdurrahman al-Aki dalam shofwat al-Bayan Limaan al-Quran

    menjelaskan : "janganlah kamu menghina

    sembahan kaum musyrik dan berhala-berhala mereka". Dengan demikian firman

    allah tadi mengajarkan kepada ummat agar tidak menghina, melecehkan dan

    memerangi ajaran agama lain. Biarkanlah kaum kristiani mengamalkan ajaran

    cinta kasih, Isa almasih. Umat hindu mengamalkan Veda-vadenta, Resi Agatya.

    Demikian juga umat budha menjalankan ajaran Dharma Shidarma Gautama.

    Selama mereka tidak mengganggu dan memerangi kaum muslim.

    Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat islam menanamkan

    nilai toleransi yang tinggi terhadap agama dan budaya lain, menanamkan nilai

    supaya menghargai agama lain.Dimulai dari menghargai sikap dan prilaku yang

    lainnya akan mengikutinya. Kesalehan sosial yang dikedepankan oleh kaum

    muslim. Perbedaan dan kemajemukan dijadikan sebagai motivator untuk

    menghadapi ujian, cobaan, kesulitan, berkompetisi, dan berlomba-lomba dalam

    berkarya dan berkreasi di antara masing-masing pihak yang berbeda dalam

    syariat, manhaj, dan peradabannya. Dalam kesalehan Multikultural ini pula amal

    saleh seorang muslim tidak dibatasi oleh etnis, suku, budaya bahkan agama.

    Namun, berbuat saleh (konteks sosial) kepada siapapun.

    PENUTUP

    Inti dari konflik yang bersumber dari masalah agama disebabkan karena

    fanatisme buta. Menjustifikasi orang/ agama selain dari padanya adalah salah.

    Sehingga tidak akan ada titik temu jika semua agama/ semua budaya

    menjustifikasi hanya agama dan budayanya lah yang paling benar.

    Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin hadir memberikan

    perspektif keberagaman yang moderat melihat perbedaan agama/ budaya lain

    sebagai sebuah keniscayaan dan ujian bagi pemeluknya. Tidak menjustifikasi

  • 13

    bahkan menghina agama / budaya lain tetapi duduk bersama dan memberikan

    sikap yang terbuka (inklusif).

    Transformasi nilai-nilai islam merupakan langkah untuk menciptakan

    suasana dan sikap keberagaman yang moderat (pertengahan) yang tidak

    memaksakan kehendak atas nilai-nilai yang lain. Transformasi bukan berarti

    merubah nilai agama yang ada tetapi berusaha berdialek dengan nilai-nilai budaya

    lain. Sehingga kesalehan individu tidak terbatasi oleh etsnis, agama, budaya tetapi

    saleh tanpa batas.

    Saling mengenal merupakan salah satu bentuk dari kesalehan seorang

    individu terhadap keragaman yang ada. Dengan mengenal maka akan timbul

    konsekeunsi selanjutnya yakni saling memahami dan menghargai. Ketika sikap

    saling memahami dan menghargai telah tumbuh dalam diri bangsa ini niscaya

    kesalah pahaman dan konflik relatif tidak akan ada. Keragaman budaya dan

    agama tidak akan menjadi permasalahan namun menjadi indah laksana harmoni

    perbedaan nada gitar yang dipetik dengan baik. Cita-cita bangsa ini serta

    semboyan bangsa ini kembali kita gapai dan kita rasakan.

    Perbedaan harus dijadikan sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam

    melaksanakan amal saleh (kebajikan) dengan landasan keimanan.Masalah surga

    dan neraka Tuhan yang menentukan. Masuknya seseorang ke surga bukan

    pernyataan dirinya sebagai orang yang rajin beribadah atau pernyataan diri

    sebagai pemeluk islam Islam KTP namun, karena rahmat Allahlah yang akan

    menentukan nanti. Sehingga, fanatisme buta yang identitas yang mengakukan

    dirinya sebagai pemeluk agama tertentu harus mempertimbangkan kembali

    apakah yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan agamanya, Atau hanya

    mengatasnamakan agama.

    Daftar Pustaka

    Agus Pahrudin,dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Jakarta:

    Balai Penelitian dan pengembangan Agama.

    Al-Qurtubi, al-jami liahkam Al-Quran. Kairo: Darul kutub, juz 9

    Chang Yau Hoon.2006. Assinilation, multicultiralism, Hybridity: The Dilemmas of

    the Etnich Chinise in Post-Suharto Indonesia. Jurnal Asian Ethnicity.

    Volume 7, number 2.

  • 14

    Dhofier, dkk.1978. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus dari jombang.

    Jakarta : LP3ES

    Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas: perbedaan dan kemajemukan

    dalam bingkai persatuan. Terjemahan. Jakarta: Gema insani press.

    Hamid, Salahudin. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Cetakan II Jakarta:

    Amisco.

    Khalid Abdurrahman al-Aqi. 1978. Shafwat al-bayan li maani al-Quran.

    Kairo: Dar al-Salam.

    Mahfud, Choirul. 2013. Pendidikan Multikultural. cetakan VI. Yogyakarta:

    Pustaka pelajar.

    Muhammad Ali Ash-Shabuni. 1976. Shafwat at-tafasir. Mekah: dar al-Fikr.

    Mulkhan, Abdul Munir.2005. Kesalehan Multikultural,jakarta. Jakarta:

    PSAP.

    Rahmat, Jalaludin. 1991. Islam Alternatif: ceramah-ceramah di Kampus. Cet

    IV.Bandung: Mizan.

    Roni tabroni, dkk.2006. Menggagas kesalehan Multikultural di Jawa Barat,

    Bandung: LPTQ JABAR.

    Paisun.2010. Dinamika Islam Kultural: dialektika islam dan budaya lokal

    madural. jurnal el-Harakah, vol. 12 no. 2.

    Syarbini, Amirullah. 2007. Membudyakan Toleransi Antar Umat Beragama.

    Banten: LPTQ BANTEN.

    Habudin. Makalah Diskusi pluralisme. UIN SGD Bandung. 2013.