Efektivitas Amal Sosial Dalam Masyarakat Islam
-
Upload
ermapurnamasantri -
Category
Documents
-
view
78 -
download
2
description
Transcript of Efektivitas Amal Sosial Dalam Masyarakat Islam
1
Makalah ilmu sosial dan budaya dasar
Efektivitas amal sosial dalam masyarakat islam
Disusun Oleh :
Erma Purnama Santri
1205045016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mulawarman
2013
ABSTRAK
2
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan karenanya
perlu bersosialisasi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun disamping kehidupan sosialnya, kehidupan religius atau agama juga berperan
penting. Antara agama dan sosial harus seimbang dan selaras.
Oleh karena itu diperlukan sesuatu yang merangkul kedua aspek tersebut
secara berdampingan. Dalam sudut pandang agama Islam, hal tersebut adalah zakat,
infaq, sedekah dan sebagainya.
Zakat ditinjau dari kedua aspek memiliki manfaat yang masing-masing baik
bagi perorangan maupun kelompok. Namun dalam setiap hal, pasti ada yang menjadi
permasalahan. Dalam hal zakat adalah sulitnya mengkoordinir pembayaran zakat
dikarenakan berbagai alasan.
Baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya kepercayaan terhadap orang-
orang di Amil Zakat dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu manfaat zakat yang dapat dirasakan banyak orang adalah dapat
membantu saudara-saudara kita yang kekurangan dan dengan harapan zakat yang kita
berikan dapat memeberikan rasa bahagia pada mereka dan mampu menaikkan taraf
hidup mereka.
Maka dari itu, marilah kawan kita semua membayar zakat sebagaimana
mestinya apabila nanti kita sudah mampu membiayai diri sendiri.
KATA PENGANTAR
3
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dan atas rampungnya makalah yang berjudul “Efektivitas
Amal Sosial Dalam Masyarakat Islam” ini yang merupakan tugas dalam mata kuliah
Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
Akhirnya, saya berharap makalah ini akan dapat memberikan sumbangan bagi
proses pembelajaran Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Saya menyadari bahwa tak ada
gading yang tak retak, maka kritik dan saran demi perbaikan makalah ini senantiasa
diharapkan dan dinantikan.
Samarinda, Februari 2013
Erma Purnama Santri
DAFTAR ISI
4
BAB 1 PENDAHULUAN
Cover…………………………………………………………………………………………...
Abstrak…………………………………………………………………………………………
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………………………………..
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………
B. Permasalahan……………………………………………………………………….
BAB 2 Isi
Pembahasan……………………………………………………………………………
BAB 3 Penutup
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….
1
2
3
4
5
7
9
13
14
15
5
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia tidaklah dapat
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Misalnya saja seorang pria ingin
memjahit kemeja, maka dia memerlukan bantuan dari seorang tukang jahit,
tukang jahit pun tidak akan bisa membuat pakaian apabila tidak memiliki
kain, maka tukang jahit memerlukan bantuan para penenun. Para penenun
memerlukan kapas untuk dijadikan benang lalu kain, yang artinya penenun
memerlukan bantuan dari para petani kapas. Itu adalah contoh kecil dari
betapa saling ketergantungannya manusia antara satu dengan yang lainnya.
Lingkungan sosial sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia,
karena dilingkungan sosial lah manusia saling bertemu dan berkomunikasi
untuk saling menyampaikan kebutuhan dan pada akhirnya akan saling
membantu untuk memenuhinya.
Namun, selain dari segi sosial, kehidupan manusia juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan religius atau keagamaannya. Terdapat berbagai
jenis agama dan kepercayaan di dunia. Semua aspek kehidupan dipengaruhi
oleh agama atau kepercayaan yang dianut oleh pelakunya. Termasuk aspek
sosial. Namun bagaimana sebenarnya kehidupan sosial seharusnya berjalan
dari sudut pandang agama? Agama Islam akan digunakan sebagai
pembahasan pada makalah ini.
Dalam sudut pandang Islam, manusia adalah salah satu makhluk
ciptaan Allah SWT yang diciptakan dengan memiiliki tujuan. Tujuan tersebut
adalah untuk beribadah kepada-Nya.
Seperti dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah (2) : 21
yang artinya ;
6
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Juga dalam surah Az-Zariyat (51) : 56 yang artinya ;
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.”
Dalam Islam, secara garis besar ibadah di golongkan ke dalam dua
jenis, yaitu ibadah Mahdhah atau ibadah khusus dan ibadah Ghairu Mahdhah
atau ibadah umum.
Adapun ibadah Mahdhah (ibadah khusus) adalah ibadah langsung
kepada Allah SWT yang telah ditentukan macam, tata cara dan syarat
rukunnya oleh Allah SWT. Sedangkan ibadah Ghairu Mahdhah (ibadah
umum) adalah ibadah yang jenis macamnya tidak ditentukan baik dalam Al-
Qur’an maupun Sunnah rasul. Karena itu ibadah ini menyangkut segala
perbuatan yang dilakukan oleh seorang muslim. Perbuatan tersebut dapat
dipandang ibadah, apabila tidak termasuk yang dilarang oleh Allah atau
Rasul-Nya dan dilakukan dengan niat karena Allah.Sehingga hubungan antara
sesama manusia dapat dipandang ibadah selama tidak melanggar larangan-
Nya.
Dalam kehidupan sosial, ibadah yang sering kita lakukan adalah
beramal atau amal sosial seperti menyumbang ke panti asuhan, korban
kebakaran atau bencana alam, dan lain sebagainya yang dalam agama Islam
lebih dikenal dengan istilah zakat, infaq, sedekah ataupun hadiah.
Maka dengan zakat, infaq atau sedekah seorang muslim telah
melakukan hal yang berkaitan dengan dua aspek sekaligus. Ibadah dari sudut
pandang agama, dan rasa tenggang rasa dari sudut pandang sosial.
Kehidupan religius dan sosial haruslah seimbang agar kehidupan
seseorang dapat tenang jiwa dan raganya.
B. Permasalahan
7
Zakat dapat membantu untuk mengentaskan kemiskinan apabila
dikelola dengan benar dan apabila tidak mampu untuk meningkatkan taraf
hidup seseorang, paling tidak zakat dapat membantunya terhindar dari
kelaparan.
Zakat diwajibkan hanya pada orang-orang yang mampu atau berada di
atas garis kemiskinan. Batasan kemiskinan begitu banyak rumusannya baik
yang dikeluarkan oleh Pemerintah (dalam bentuk instansi-instansinya)
ataupun dari LSM yang khususnya bergerak langsung kepada pemberdayaan
ekonomi masyarakat.
Dalam Islam batasan (garis) kemiskinan, telah dirumuskan oleh
ajarannya dengan bersandarkan pada penerapan zakat atau dapat dikatakan
bahwa zakat dijadikan patokan kesejahteraan orang. Jika seorang mempunyai
harta yang sesuai dengan tenggang waktu yang ditentukan (nisab), maka ia
diperintahkan untuk menunaikan zakat dan orang itu berarti dapat
digolongkan sebagai orang berada atau termasuk golongan di atas garis
kemiskinan yang dalam Islam disebut "Muzakki" atau orang yang
diperintahkan untuk berzakat.
Namun jika harta yang dimilikinya tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, apalagi dengan ukuran waktu selama setahun secara
tetap, maka ia termasuk golongan masyarakat tidak berada atau tidak
mencapai batas garis sebagai muzakki, maka ia digolongkan sebagai seorang
fakir atau miskin dan dalam Islam disebut "Mustahiq" atau orang yang berhak
mendapatkan harta zakat.
Namun dari keluhuran nilai-nilai ajaran itu, dalam prakteknya umat
Islam banyak yang tidak mengetahuinya, kalaupun mengetahui belum
terpanggil untuk melakukannya, kalaupun melakukan hanyalah sekedar
mendapatkan sanjungan ditengah masyarakat sebagai seorang yang dermawan
atau sangat jarang kita jumpai orang mengetahui, sekaligus mempraktekkan
8
ajaran itu secara ikhlas. Oleh karena itu mereka harus dipaksakan dengan
perangkat hukum yang tegas.
Ditambah lagi dengan lembaga penyalur zakat yang tidak bekerja
dengan baik sebagaimana seharusnya. Yang menjadikan distribusi zakat
semakin buruk.
9
BAB 2 ISI
Pembahasan
Sebagaimana di ujung akhir bulan Ramadhan tahun-tahun
sebelumnya, umat Islam sejak dini mencanangkan zakat fitrah, sebentuk amal
sosial-praktis yang menjadi kewajiban setiap muslim yang mampu. Zakat
fitrah, yang waktunya telah ditentukan, dipandang merupakan amal
penghabisan sebagai penyucian jiwa akhir muslim. Pun, zakat ini dipandang
amal-penyempurna, atas amalan selama bulan suci. Karenanya, keberadaan
zakat bagi seorang muslim, adalah meniscaya adanya.
Hanya saja, fungsi sosial zakat fitrah, selama ini, masih belum tampak
menonjol. Paling maksimal, zakat fitrah hanya berfungsi sebagai penunai
kewajiban. Zakat ini, tidak sampai mengarah pada tujuan utamanya;
mengerahkan seluruh energinya pada pengentasan kemiskinan yang menjadi
tujuannya semula. Zakat, dalam hal ini adalah “mandul” karena sama sekali
belum mampu menghadirkan fungsi sosialnya.
Dalam konteks Indonesia, bentukan zakat yang “mandul” diperparah
lagi dengan organisasi dengan kinerja buruk, mengakibatkan tidak saja
‘kekaburan’ sasaran, akan tetapi juga ‘ketidaktepatan’ mana prioritas yang
hendak dituju. Kekaburan berikut ketidaktepatan karena organisasi yang
buruk, menjadi ciri umum badan amil zakat di seantero nusantara. Sehingga,
dari tahun ke tahun, kehadiran badan amil zakat ini tidak menunjukkan hasil
yang menggembirakan. Juga, amanat fungsi sosial zakat yang diembannya
kian jauh dari kenyataan. Seharusnya, persoalan di atas tidak terjadi jika
dilakukan pengkajian ulang atas makna zakat fitrah, yang mempertanyakan
eksistensi zakat fitrah; mengapa harus ada zakat fitrah? Apakah kehadirannya
10
dirasa perlu dalam tata-sosial muslim ? Dan lalu, apa juga fungsi yang
diembannya jika keberadaannya diakui di dunia muslim?
Jawabannya; zakat adalah bagian dalam hal distribusi pendapatan.
Bahwa siapa pun sepakat tentang adanya tata-sosial yang timpang; kaya-
miskin, dzalim-madzlum, kuat-lemah, adalah sebuah argumen logis mengapa
harus dimulai dari zakat. Lebih gamblangnya, karena sebuah struktur sosial
yang senantiasa tidak adil (unjust) menyebabkan seseorang kemiskinkan.
Struktur sosial ini tidak serta-merta mudah dimusnahkan. Merobohkan
struktur sosial secara revolusioner, adalah hal yang utopis. Karena, akan selalu
ada jurang ekonomi antarkelas sosial yang berbeda. Dengan ini, maka yang
dikembangkan Islam bukanlah kesamaan ekonomi, akan tetapi kesamaan
sosial.
Dalam rangka kesamaan sosial, Islam menedaskan pentingnya
kesempatan yang sama dalam pemerataan distribusi kekayaan. Kata kunci
(key word) “pemerataan yang sama”, oleh Islam, disinambungkan dengan
gagasan kewajiban zakat bagi setiap muslim yang mampu. Zakat, dalam
koridor ini, bukan merupakan rasa belas kasih orang kaya (the have) terhadap
mereka yang miskin (the poor). Tapi, lebih merupakan kewajiban yang karena
dalam harta setiap orang yang mampu terdapat hak kaum miskin. (QS. Ad-
Dzariyat:9). Paling tidak, dengan zakat, timbunan harta di segelintir elite kaya
senantiasa akan berkurang. (QS.Al-Hasyr: 7).
Karenanya, menjadi logis, jika yang diemban utama dalam zakat
adalah misi keadilan sosial (social justice). Tidak salah, jika dalam misi ini,
perombakan struktur menuju tatanan yang berkeadilan sosial dijadikan cita
ideal Islam sepanjang zaman. Pengentasan kemiskinan, adalah sebuah
medium pertama dan utama dalam penegakan tata sosial yang berkeadilan.
Seluruh energi dalam zakat, semestinya diabdikan untuk pengentasan
kemiskinan. Karenanya, pilihan zakat jenis produktif (dalam bentuk
pemberian modal misalnya), daripada zakat konsumif sudah seharusnya
11
dijadikan rujukan utama. Demikian ini karena Islam menghargai usaha-usaha
produktif manusia, yang dalam Islam dilukiskan sebagai “karunia Tuhan”.
(QS.Al-Jumu’ah, 9-10). Paralel dengan ini, Islam juga mendorong manusia
agar berfaedah bagi dirinya sendiri dari kesempatan yang banyak sekali
diberikan untuk berusaha produktif sebagai karunia Tuhan yang tak
berhingga. (QS. al-An’am: 10, Ibrahim: 34 dan QS. al-Hijr: 19-20). Pun,
melihat catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW sendiri lebih memilih
memberikan kapak daripada kayu terhadap seorang yang miskin. . Melihat ini,
tampak bahwa yang dikehendaki Islam adalah zakat produktif karena lebih
berupaya mengentaskan kemiskinan struktural umat.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa kendala yang
dihadapi oleh amil dalam hal penarikan dan pengumpulan zakat sehingga
tidak optimal. Hal itu disebabkan :
1. Umat tidak memahami segi kewajiban dan pentingnya membayar
zakat.
2. Umat tidak menyadari konsekuensinya kalau zakat tidak digunakan.
3. Lembaga pengumpul zakat kurang memberikan penerangan dan
pemahaman mengenai pentingnya zakat.
4. Lembaga pengumpul zakat tidak transparan dalam pengumpulan dan
pemanfaatan dana zakat.
5. Kesadaran umat mengenai agamanya masih sangat rendah.
6. Zakat dibayar sendiri-sendiri sehingga tidak dapat dioptimalkan secara
penuh.
7. Rendahnya rasa keikhlasan umat Islam.
8. Perhitungan zakat yang dirasakan rumit.
Terkumpulnya jumlah zakat yang kecil dan tidak mencukupi untuk
mengantisipasi kemiskinan yang menyebar dan problem-problem sosial yang
besar, penyebabnya antara lain :
12
a. Lemahnya kesadaran beragama dan pemahaman terhadap Islam dalam soal
kemasyarakatan akibat pengaruh pemikiran sekuler non Islam.
b. Larinya umat dari menyerahkan zakat kepada pemerintah Islam karena
terlalu banyak pungutan-pungutan dan banyak yang memberatkan mereka.
c. Ketidak-percayaan umat kepada pemerintah atau lembaga zakat pengumpul
zakat karena tidak berpedoman kepada hukum Allah SWT.
Zakat memiliki keutamaan atau fadhilah dalam sudut pandang agama
Islam, diantaranya :
1. Mengagungkan Syi’ar Agama Allah.
2. Tawassul.
3. Tabungan di akhirat kelak.
4. Kifarat ( Penghapus ) Dosa.
5. Jihad. Berjuang membela agama Allah, jihad bil’amal.
6. Menemani diri kita di Alam Barzah/Alam Qubur
7. Dibuatkan Gedung / Rumah di Surga (HR Ibnu Majah)
8. Diampuni dosanya dan Diridloi oleh Alloh SWT.
Sedangkan dalam sudut pandang sosial :
1. Mempererat tali persaudaraan antara sesama manusia
2. Saling tolong menolong
3. Membantu mengentaskan kemiskinan
4. Sarana untuk saling berbagi dengan mereka yang membutuhkan
13
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Zakat adalah perwujudan ibadah yang termasuk amal sosial
2. Zakat banyak dilalaikan oleh kaum muslim karena berbagai kendala
3. Zakat memiliki manfaat yang besar, baik dari sudut pandang agama
maupun sosial, baik perseorangan maupun kelompok
4. Zakat dapat menjaga keseimbangan antara amal sosial dengan
kehidupan agama.
14
B. Saran
Zakat adalah ibadah sekaligus amal sosial yang memiliki
faedah atau manfaat yang sangat besar. Oleh karena itu saya menyarankan
agar janganlah melalaikan zakat, bagi yang tidak mengetahui agar segera
belajar dan apabila dalam proses pembayaran zakat mendapati kesulitan
tanyakanlah kepada yang lebih ahli agar bisa mendapat penjelasan dan proses
pembayaran zakat berjalan lancar dan dengan benar
15
DAFTAR PUSTAKA
Biyanto. 2012. Selaraskan Ibadah Ritual dan Amal Sosial. www.seputar-
indonesia.com/edisicetak/content/view/510526/34/. Diakses tanggal 24
Februari 2013.
Mawardi. 2005. Strategi Efektifitas Peran Lembaga Zakat Di Indonesia.
www.uinsuska.info/syariah/attachments/140_Mawardi%20ok1.pdf.
Diakses tanggal 24 Februari 2013.
Ridwan, Muhammad, dkk. 2010. Pendidikan Agama Islam – Membangun
Kepribadian Generasi Islam. Samarinda. Universitas Mulawarman.