ISI.pdf

32
Proposal Tugas Akhir Ivan Jorghy Aftah 111.110.080 Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, proses- proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang (Noor D., 2012). Geologi Teknik merupakan suatu cabang ilmu Geologi yang mempelajari dinamika pada suatu batuan maupun kestabilan lereng. Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Lereng dapat terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Secara umum, ada tiga jenis lereng yaitu (Turangan, 2014) : 1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng suatu bukit. 2. Lereng yang dibuat dengan tanah asli, misalnya apabila tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi. 3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, sebagai tanggul untuk jalan atau bendungan tanah. Pada ketiga jenis lereng ini kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena dalam setiap kasus permukaan topografi yang tidak rata akan menyebabkan komponen gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa batuan dari elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah (Turangan,2014). Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik, karena sifat sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kestabilan lereng pada tanah. Kestabilan lereng pada

Transcript of ISI.pdf

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari segala

    sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan kelompok ilmu yang

    membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, proses-

    proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam

    Semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga

    sekarang (Noor D., 2012).

    Geologi Teknik merupakan suatu cabang ilmu Geologi yang mempelajari dinamika pada

    suatu batuan maupun kestabilan lereng. Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang

    menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih

    rendah. Lereng dapat terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Secara umum,

    ada tiga jenis lereng yaitu (Turangan, 2014) :

    1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng

    suatu bukit.

    2. Lereng yang dibuat dengan tanah asli, misalnya apabila tanah dipotong untuk

    pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi.

    3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, sebagai tanggul untuk jalan atau

    bendungan tanah.

    Pada ketiga jenis lereng ini kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena dalam

    setiap kasus permukaan topografi yang tidak rata akan menyebabkan komponen gravitasi dari

    berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa batuan dari elevasi lebih tinggi

    ke elevasi yang lebih rendah (Turangan,2014).

    Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik, karena sifat

    sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kestabilan lereng pada tanah. Kestabilan lereng pada

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 2

    batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang bidang lemah yang disebut dengan bidang

    diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng ereng pada tanah.

    Adanya kegiatan penambangan, seperti penggalian pada suatu lereng akan menyebabkan

    terjadinya perubahan besarnya gaya gaya lereng tersebut yang megakibatkan terganggunya

    kestabilan lereng dan pada akhirnya dapat menyebabkan lereng tersebut longsong (failure).

    Stabilitas dari lereng individual biasanya menjadi masalah yang membutuhkan perhatian

    yang lebih bagi kelangsungan operasi penambangan setiap harinya. Longsornya lereng pada

    suatu jenjang, dimana terdapat instalasi penting atau berdekatan dengan batas properti , dapat

    menyebabkan bermacam gangguan pada program penambangan.

    Stabilitas Lereng merupakan analisa yang sering kali diperlukan, karena hampir setiap

    pekerjaan kontruksi sering kali melibatkan pembuatan lereng. PT. Measares Soputan Mining

    merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan emas yang menggunakan

    system tambang terbuka. Permasalahan yang sering terjadi adalah kasus terjadinya longsor pada

    lereng tambang terbuka tersebut. Oleh karena itu, penulis merasa perlu bermaksud melakukan

    penelitian yang berjudul Geologi dan Kajian Kestabilan Lereng Berdasarkan Kontrol

    Bidang Diskontinuitas Batuan Pada Tambang Terbuka PT Measares Soputan Mining Daerah X

    Kabupaten X Provinsi X . Dan saya memohon kepada PT. Measares Soputan Mining untuk

    mengizinkan penulis melakukan penelitian dengan judul yang telah disebutkan diatas.

    I.2 Maksud dan Tujuan

    Maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menerapkan ilmu yang telah

    didapat di bangku kuliah kedalam praktek yang sebenarnya di lapangan dan

    membandingkan dengan hasil studi yang telah dilakukan perusahaan, sehingga diharapkan

    tercapai keseimbangan antara teori yang didapat dengan pengalaman kerja yang didapat dari

    perusahaan. Dan juga merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan dalam memenuhi

    persyaratan Sarjana Strata-1 pada program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral.

    UPN Veteran Yogyakarta.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 3

    Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kestabilan lereng berdasarkan

    control bidang diskontinuitas batuan dengan menggunakan metode Proyeksi Stereografis dan

    Keseimbangan Batas (Limit Equilibrium) Hoek and Bray serta mencari Grafik hubungan FK &

    c, , ; FK & NS; FK & . Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah mencari solusi

    yang tepat dalam mencegah kelongsoran pada lereng tambang terbuka pada PT. Measares

    Soputan Mining.

    I.3 Batasan Penelitian

    Batasan pada penelitian ini adalah lereng yang diteliti merupakan suatu lereng system

    tambang terbuka yang berada pada PT. Measares Soputan Mining, bidang kelongsoran

    diasumsikan berbentuk lingkaran, serta tidak dipengaruhi oleh gempa.

    I.4 Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian berada pada tambang terbuka PT. Measares Soputan Mining yang

    berada pada Daerah X, Kabupaten X, Provinsi X.

    I.5 Hasil Penelitian

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pada perusahaan apabila

    lereng hasil proses penambangan itu aman/stabil dan menganalisa jenis kelongsoran yang

    mungkin akan terjadi untuk merancang geometris lereng penambangan. Selain itu, penelitian ini

    diharapkan dapat mencari solusi yang tepat dalam mencegah kelongsoran pada lereng tambang

    terbuka pada PT. Measares Soputan Mining.

    I.6 Manfaat Penelitian

    Dengan dilakukannya penelitian ini didapatkan beberapa manfaat antara lain :

    1. Bagi Mahasiswa

    Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dilingkungan kampus ke dalam industri

    pertambangan.

    Dapat mengetahui kondisi geologi lapangan penelitian.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 4

    Dapat mengetahui prosedur kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan.

    Dapat mengetahui pergerakan lereng tambang apabila terjadi gerakan tanah.

    2. Bagi perusahaan

    Menambah pemasukan data lapangan yang telah ditentukan dan

    Dapat dijadikan acuan untuk kegiatan penambangan.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    II.1 Konsep Kestabilan Lereng

    Gerakan massa tanah/ batuan merupakan proses pergerakan material penyusun

    lereng meluncur atau jatuh ke arah kaki lereng karena kontrol gravitasi bumi (Crozier dan

    Glade 2004 dalam Karnawati 2005). Dalam pengertian di atas, material penyusun lereng

    adalah tanah atau batuan pembentuk suatu lereng (Karnawati, 2005). Apabila massa yang

    bergerak ini didominasi oleh massa batuan dan gerakannya melalui suatu bidang pada

    lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut

    disebut sebagai longsoran batuan. Analisis stabilitas lereng pada permukaan topografi ini

    disebut dengan analisis stabilitas lereng.

    Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan

    pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi

    akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja

    antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas (DAS, 1994

    dalam Turangan, 2014) :

    1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam batuan dan ikatan butirnya.

    2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja

    pada bidang geser.

    Penelitian terhadap kemantapan suatu lereng harus dilakukan bila longsoran lereng yang

    mungkin terjadi akan menimbulkan akibat yang merusak dan menimbulkan bencana.

    Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak dan penahan yang ada pada lereng tersebut.

    Gaya penggerak adalah gaya gaya yang mengakibatkan lereng longsor. Jika gaya penahannya

    lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut dalam keadaan mantap. Kemantapan suatu

    lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk Faktor Keamanan (F) dengan persamaan sebagai

    berikut :

    F = gaya penahan / gaya penggerak

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 6

    II.2 Faktor faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

    Keruntuhan pada lereng diakibatkan oleh adanya gaya-gaya luar yang bekerja pada

    material pembentuk lereng yang menyebabkan material pembentuk lereng mempunyai

    kecende-rungan untuk menggelincir. Kecenderungan menggelincir ini ditahan oleh kekuatan

    geser material sendiri. Meskipun suatu lereng telah stabil dalam jangka waktu yang lama,

    lereng tersebut dapat menjadi tidak stabil karena beberapa faktor seperti (Turangan, 2014) :

    1. Adanya bidang diskontinuitas

    2. Jenis dan keadaan lapisan tanah / batuan pembentuk lereng

    3. Bentuk geometris penampang lereng (misalnya tinggi dan kemiringan lereng)

    4. Penambahan kadar air pada tanah (misalnya terdapat rembesan air atau infiltrasi

    hujan)

    5. Berat dan distribusi beban

    6. Getaran atau gempa

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dapat menghasilkan tegangan

    geser dan suatu gerakan akan terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan runtuh

    yang mungkin terjadi lebih besar dari tegangan geser yang bekerja (Bowles, 1991 dalam

    Turangan, 2014).

    Karnawati (2005) menjelaskan bahwa penyebab gerakan massa tanah/ batuan dapat

    dibedakan menjadi penyebab yang merupakan faktor kontrol dan merupakan proses pemicu

    gerakan. Faktor kontrol merupakan faktor-faktor yang membuat kondisi suatu lereng

    menjadi rentan atau siap bergerak meliputi kondisi morfologi, stratigrafi (jenis batuan serta

    hubungannya dengan batuan yang lain di sekitarnya), struktur geologi, geohidrologi dan

    penggunaan lahan. Faktor pemicu gerakan merupakan proses-proses yang mengubah suatu

    lereng dari kondisi rentan atau siap bergerak menjadi dalam kondisi kritis dan akhirnya

    bergerak. Umumnya proses tersebut meliputi proses infiltrasi hujan, getaran gempa bumi

    ataupun kendaraan/ alat berat, serta aktivitas manusia yang mengakibatkan perubahan beban

    ataupun penggunaan lahan pada lereng.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 7

    Gambar II.1 Penyebab Gerakan Masa Tanah dan Komponen komponen Penyertanya (Karnawati, 2005).

    II.3 Jenis dan Mekanisme Gerakan Massa

    Varnes (1978) dalam Karnawati (2005) membuat klasifikasi jenis gerakan massa

    tanah/ batuan dapat berdasarkan mekanisme gerakan serta tipe material yang bergerak.

    Table II.1 Klasifikasi Gerakan Masa Tanah/Batuan (Vernes D. J., 1978).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 8

    Sementara itu, Karnawati (1996) menyusun klasifikasi gerakan massa tanah/ batuan di

    Indonesia, berdasarkan mekanisme gerakan dengan meninjau faktor-faktor kontrol gerakan

    tersebut. Dari pemahaman klasifikasi dan mekanisme gerakan massa tersebut, maka tinjauan

    dan analsis geologi terhadap penyebab dan mekanisme suatu kejadian gerakan tanah/

    batuan dapat dilakukan secara tepat.

    Tabel II.2 Faktor kontrol Gerakan Massa tanah/ batuan(lanjutan) (Karnawati 2005, penyempurnaan dari Karnawati,

    et al 2005 dan Karnawati, 1996).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 9

    II.4 Jenis jenis Longsoran

    Ada beberapa jenis longsoran menurut Hoek and Bray (1981) yang umum dijumpai pada

    massa batuan di tambang terbuka, yaitu:

    Longsoran Bidang (Plane Failure)

    Longsoran Baji (Wedge Failure)

    Longsoran Guling (Toppling Failure)

    Longsoran Busur (Circular Failure)

    II.4.1 Longsoran Bidang (Plane Failure)

    Longsoran jenis ini akan terpenuhi jika kondisi dibawah ini terpenuhi, yaitu :

    Jurus (Strike) bidang luncuran mendekati pararel terhadap jurus bidang permukaan lereng

    (perbedaan maksimum 200)

    Kemiringan bidang luncur (p) harus lebih kecil daripada kemiringan bidang permukaan

    lereng (f)

    Kemiringan bidang luncur (p) lebih besar dari sudut geser dalam ()

    Terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan atau tanah yang

    longsor

    Gambar II.2 Longsoran Bidang (Hoek and Bray, 1981).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 10

    II.4.2 Longsoran Baji (Wegde Failure)

    Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih yang saling berpotongan

    sedemikian rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng. Longsoran baji ini dapat dibedakan

    menjadi dua jenis, yaitu longsoran tunggal (single sliding) dan longsoran ganda (double sliding).

    Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan unuk longsoran

    ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.

    Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :

    Kemiringan lereng lebih besar dari kemiringan garis potong kedua bidang lemah (fi >

    i)

    Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar dari sudut geser dalamnya (i > )

    Gambar II.3 Longsoran Baji (Hoek and Bray, 1981).

    II.4.3 Longsoran Guling (Toppling Failure)

    Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras

    dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom. Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang

    bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 11

    Longsoran guling pada blok fleksibel terjadi bila :

    >900 + , dimana = kemiringan bidang lemah, sudut geser dalam dan =

    kemiringan lereng

    Perbedaan maksimal jurus (strike) dari kekar (joint) dengan jurus lereng (slope) adalah

    300

    Gambar II.4 Longsoran Guling (Hoek and Bray, 1981).

    Kondisi untuk menggelinciratau mengguling ditentukan oleh sudut geser dalam dan

    kemiringan sudut bidang gelincirnya, suatu balik dengan tinggi h dan lebar dasar balok b terletak

    pada bidang miring dengan sudut kemiringan sebesar yang disajikan dibawah ini (dalam dua

    dimensi). Dari gambar tersebut terdapat empat daerah kondisi yaitu :

    Jika < dan b/h > tan , balok tetap stabil

    Jika > dan b/h > tan , balok akan menggelincir

    Jika > dan b/h < tan , Balok akan menggelincir dan mengguling

    Jika < dan b/h < tan , balok akan langsung mengguling

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 12

    II.4.4 Longsoran Busur (Circular Failure)

    Longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas (loose material).

    Seperti material tanah. Seperti namanya, bidang longsornya berbentuk busur. Batuan hancur

    yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan cenderung longsor

    dalam bentuk longsor lingkaran (Hoek and Bray, 1981). Pada longsoran busur yang terjadi pada

    daerah timbunan, biasanya faktor struktur geologi tidak begitu berpengaruh pada kestabilan

    lereng timbunan. Pada umumnya, kestabilan lereng timbunan bergantung pada karakteristik

    material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada serta faktor luar yang mempengaruhi

    kestabilan lereng pada lereng timbunan.

    Gambar II.5 Longsoran Busur (Hoek and Bray, 1981).

    II.5 Konsep Massa Batuan

    Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan berupa mineral,

    tekstur dan komposisi serta bidang bidang diskontinu, membentuk suatu material dan saling

    berhubungan dengan semua elemen sebagai suatu satu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat

    dipengaruhi oleh frekuensi bidang bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa

    batuan akan mempunyai kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh.

    Menurut Hoek and Bray (1981), massa batuan adalah batuan yang insitu yang dijadikan

    diskontinu oleh struktur seperti joint, sesar dan perlapisan. Konsep pembentukan massa batuan

    dapat dituliskan sebagai berikut :

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 13

    Gambar II.6 Konsep Pembentukan Massa Batuan.

    II.6 Konsep Struktur Batuan

    Struktur batuan merupakan gambaran tentang kenampakan atau keadaan batuan, termasuk

    didalamnya bentuk atau kedudukannya. Berdasarkan kejadiannya struktur batuan dapat

    dibedakan menjadi :

    Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses pembentukan batuan.

    Misalnya : bidang perlapisan (pararel bedding) pada batuan sedimen atau kekar hasil

    pendinginan (coloumnar joint) pada batuan beku.

    Struktur sekunder, yaitu struktur yang terjadi kemudian setelah batuan terbentuk akibat

    danya proses deformasi atau tektonik. Misalnya : lipatan (fold), patahan (fault) dan kekar

    (joint).

    Bidang diskontinu dapat ditemukan pada struktur primer maupun struktur sekunder.

    II.7 Konsep Bidang Diskontinuitas

    Secara umum, bidang diskontinu merupakan bidang yang memisahkan massa batuan

    menjadi bidang yang terpisah. Menurut Priest (1993) pengertian bidang diskontinu adalah setiap

    bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki kuat tarik paling lemah pada batuan.

    Menurut Gabrielsen (1990), kejadian bidang diskontinu tidak terlepas dari masalah perubahan

    tegangan (stress), temperature, regangan (strain), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi pada

    massa batuan dalam waktu yang panjang.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 14

    Beberapa bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan komposisinya

    adalah sebagai berikut :

    Patahan (Fault)

    Fault adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan tanda tanda bidang

    tersebut mengalami pergerakan. Tanda tanda tersebut diantaranya adalah adanya zona

    hancuran maupun slickensided atau jejak yang terdapat disepanjang bidang fault. Fault dikenal

    sebagai weakness zone karena akan memberikan pengaruh pada kestabilan batuan pada wilayah

    yang luas.

    Kekar (Joint)

    Kekar adalah bidang diskontinu yang telah pecah yang tidak mengalami pergerakan.

    Walaupun mengalami pergerakan, pergerakan tersebut amat kecil sehingga bisa diabaikan. Joint

    merupakan jenis bidang diskontinu yang paling sering hadir dalam batuan.

    Bidang Perlapisan (Bedding)

    Bedding terdapat pada permukaan batuan yang mengalami perubahan ukuran dan orientasi

    butir dari batuan tersebut serta perubahan mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan

    batuan sedimen.

    Fracture dan crack

    Fracture diartikan seagai bidang diskontinu yang pecah tidak pararel dengan struktur lain

    yang tampak pada batuan. Beberapa rock mechanic engineer menggunakan istilah fracture dan

    crack untuk menjelaskan pecahan atau crack yang terjadi pada saat pengujian batuan, peledakan

    dan untuk menjelaskan mekanisme pecahnya batuan brittle.

    Fissure

    Ada banyak ahli yang menjelaskan pengertian fissure, salah satunya adalah menurut

    Fookes dan Dennes (1969) yang mendefinisikan fissure sebagai bidang diskontinu yang

    membagi suatu material utuh tanpa memisahkannya menjadi bagian terpisah.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 15

    Adanya bidang diskontinu pada batuan akan mempengaruhi banyak hal yang

    berhubungan dengan aktifitas penambangan. Diantaranya adalah pengaruh pada kekuatan

    batuan. Semakin banayak bidang diskontinu yang memotong batuan, semakin kecil pula

    kekuatan dari batuan tersebut. Bidang bidang diskontinu yang ada pada massa batuan inilah

    yang memiliki potensi untuk menyebabkan terjadinya failure pada batuan yang dieskavasi.

    Selain itu adanya bidang diskontinu juga akan memberikan pengaruh lain dalam sebuah kegiatan

    pertambangan.

    Dari semua jenis bidang diskontinu yang ada joint adalah yang paling sering menjadi

    pertimbangan. Hal ini disebabkan joint merupakan bidang diskontinu yang telah pecah dan

    terbuka, sehingga bidang joint merupakan bidang yang lemah. Selain itu joint hamper selalu

    hadir pada suatu massa batauan.

    Dalam analisi bidang diskontinu terdapat beberapa istilah yang biasa dipakai secara

    umum, yaitu :

    Joint Set

    Joint Set adalah sejumlah joint yang memiliki orientasi yang relatif sama, atau sekelompok

    joint yang pararel.

    Gambar II.7 Diagram Blok dengan Tiga Joint Set.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 16

    Orientasi Bidang Diskontinu (Joint Orientation)

    Orientasi bidang diskontinu yaitu kedudukan dari bidang diskontinu yang meliputi arah dan

    kemiringan bidang. Arah dan kemiringan bidang diskontinu biasanya dinyatakan dalam

    strike/dip atau dip direction/dip.

    II.8 Prinsip Dasar Metode Grafis

    Metode grafis merupakan metode yang digunakn pada tahap awal dalam melakukan

    analisis kemantapan lereng sebelum melangkah ketahap perhitungan faktor keamanan. Dengan

    melakukan analisis ini dapat diketahui jumlah bidang, jenis dan arah longsoran yang mungkin

    terjadi (Sugiyanto, 2000).

    Metode analisis stereografis (stereo net) hanya dipakai untuk batuan yang mempunyai bidang

    lemah atau bidang diskontinuitas seperti perlapisan, kekar, sesar, foliasi dan sebagainya. Hasil

    yang diperoleh berupa dugaan jenis longsoran atau dengan kata lain mengetahui arah gaya

    gaya yang bekerja serta arah luncuran. Sedangkan besarnya gaya tidak dapat diketahui. Evaluasi

    kemantapan lereng menggunakan proyeksi stereografis memiliki tiga hal utama yaitu (Sugiyanto,

    2000) :

    1. Memplot sudut lereng

    2. Memplot sudut geser dalam

    3. Memplot orientasi bidang-bidang lemah

    Salah satu hal penting dalam analisis kemantapan lereng batuan adalah pengumpulan data

    geologi dan bagaimana cara penyajian data tersebut, sehungga dengan mudah dapat dilakukan

    analisis dan evaluasi (Sudarsono, 1991 dalam Sugiyanto, 2000)

    Apabila suatu lereng dibentuk oleh batuan yang memiliki bidang diskontinuitas, maka data

    data yang dibutuhkan dalam analisis grafis adalah sebagai berikut :

    Geometri lereng (jurus dan kemiringan lereng, tinggi lereng serta arah kemiringan lereng)

    Struktur batuan (kekar, sesar, perlapisan, foliasi dan sebagainya)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 17

    Sudut geser dalam

    Selanjutnya data data yang telah diperoleh diproses dengan proyeksi stereografis sama luas

    atau sering disebut sebagai jaring jaring Lambert atau jaring jaring Schimdt. Langkah

    langkah pengerjaan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :

    Pengeplotan dan penggambaran struktur bidang

    Untuk penggambaran struktur bidang diperlukan data arah dan kemiringan bidang bidang

    diskontinuitas. Cara penggambaran struktur bidang tersebut diambil rata rata nilai arah dan

    kemiringan bidang diskontinuitas.

    Gambar II.8 Bidang dan Kutub Pada Penggambaran Struktur Bidang (Sugiyanto, 2000).

    Arah dan penunjaman perpotongan dua bidang

    Penggambaran pada tahap ini dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada langkah

    sebelumnya.

    Gambar II.9 Arah Perpotongan Dua Bidang (Sugiyanto, 2000).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 18

    Sudut perpotongan dua bidang

    Penggambaran dua bidang pada data data yang ada dilakukan dengan langkah yang sama

    seperti pada langkah sebelumnya, sehingga diperoleh kutub kedua bidang.

    Gambar II.10 Sudut Perpotongan Dua Bidang (Sugiyanto, 2000).

    Penggambaran sudut geser dalam

    Sudut geser dalam digambarkan sebagai sebuah lingkaran pada jarring Schmidt dengan

    pusatnya berhimpit dengan pusat jarring. Besar sudut tersebut diukur dari luar jarring kearah

    pusat jaring sesuai dengan besarnya sudut geser dalam.

    Gambar II.11 Penggambaran Sudut Geser Dalam (Sugiyanto, 2000).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 19

    Bila pada suatu tubuh batuan dijupai bidang bidang diskontinuitas dan setelah

    dilakukan pengambilan data serta ploting atau penggambaran pada jaring jaring Schmidt, maka

    tubuh batuan dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

    Gambar II.12 Pola Utama Longsoran Ditunjukan dengan Proyeksi Stereografis (Hoek and Bray, 1981 dalam

    Sugiyanto, 2000).

    Jika hasil pengeplotan bidang bidang diskontinuitas tidak menunjukan adanya

    konsentrasi kutub seperti pada gambar II.12 gambar a, maka dapat diinterpretasikan tubuh batuan

    sudah hancur atau sudah lapuk bahkan merupakan tanah. Sehingga kemungkinan longsoran yang

    ada adalah longsoran busr (circular). Tetapi bila hasil pengeplotan menunjukan adanya

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 20

    konsentrasi kutub yang arahnya searah dengan kemiringan lereng seperti pada gambar II.12

    gambar b, maka kemungkinan longsoran yang terjadi adalah longsoran bidang (planar).

    Gambar II.13 Syarat Terjadinya Longsoran Bidang (Sugiyanto, 2000).

    Apabila hasil pengeplotan bidang menunjukan dua konsentrasi kutub yang arahnya

    searah dengan kemiringn lereng seperti pada gambar II.12 gambar c, maka jenis longsoran yang

    terjadi adalah longsoran baji (wedge).

    Gambar II.14 Syarat Terjadinya Longsoran Baji (Sugiyanto, 2000).

    Apabila terdapat konsentrasi kutub yang menunjukan bahwa di tubuh batuan tersebut

    terdapat bidang diskontinuitas tegak/hamper tegak dan empunyai arah berlawanan dengan

    kemiringan lereng, maka longsoran yang kemungkinan terjadi adalah longsoran guling

    (toppling).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 21

    II.9 Prinsip Dasar Metode Kestimbangan Batas (Limit Equilibrium Method/LEM)

    LEM adalah metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya. Metode analisis ini

    pertama tama mengasumsikan bidang kelongsoran yang terjadi. Terdapat dua asumsi bidang

    kelongsoran, yaitu beideng kelongsoran berbetntuk busur (circular) dan bidang kelongsoran

    yang berberntu planar (non-circular) (Tjie Liong, 2012).

    Gambar II.15 Bidang Longsor Circular (Tjie Liong, 2012).

    Sifat sifat materil yang relevan dengan masalah kemantapan lereng adalah sudut geser

    dalam (), kohesi (c) dan berat satuan batuan (). Suatu massa batuan yang memiliki bidang

    diskontinu akan mengalami pergeseran sepanjang retakan bidang diskontinu jika pada massa

    batuan tersebut juga bekerja suatu gaya berupa gaya tegangan normal dan tegangan geser.

    Tegangan geser yang dibutuhkan untuk menggeser dan meretakan batuan tersebut akan

    bertambah sesuai dengan pertambahan tegangan normal.

    Gambar II.16 Hubungan Antara Kuat Geser () dan Tegangan Normal (n).

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 22

    .Hubungan antara Kuat Geser dan Tegangan Normal dapat dinyatakan oleh persamaan berikut :

    = c + Tan

    II.9.1 Perhitungan Faktor Keamanan

    Perhitungan faktor keamanan pada suatu lereng dengan menggunakan metode

    Kesetimbangan Batas akan sangat bergantung pada jenis dari kelongsoran tersebut. Ada empat

    macam cara perhitungan faktor keamanan suatu lereng sesuai dengan jenis dari longsor yang ada,

    yaitu :

    Longsoran Bidang, persamaan yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan pada

    suatu lereng dengan jenis longsoran bidang adalah sebagai berikut :

    =c. A + (W. cosp U V . sinp) Tan

    W. sinp + V. cosp

    Gambar II.17 Analisis Kesetimbangan Batas Untuk Longsoran Bidang (Hoek and Bray, 1981)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 23

    Longsoran Baji, untuk menentukan faktor keamanan digunakan asumsi bahwa air hanya

    masuk disepanjang garis potong bidang lemah dengan muka atas lereng dan merembes

    keluar disepanjang garis potong bidang lemah dengan muka lereng serta baji dapat

    bersifat impermeable. Persamaan yang digunakan adalah :

    Gambar II.18 Analisis Kesetimbangan Batas Untuk Longsoran Baji (Hoek and Bray, 1981)

    Longsoran Guling, analisis ini mengambil asumsi bahwa longsoran guling yang terjadi

    memiliki n buah blok yang berbentuk teratur dengan lebar x dan tinggi yn.

    Gambar II.19 Analisis Kesetimbangan Batas Untuk Longsoran Guling (Hoek and Bray, 1981)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 24

    Untuk keperluan analisis, penomoran blok dimulai dari bawah (toe) ke atas. Sudut

    kemiringan adalah dan kemiringan muka atas lereng adalah u, sedangkan dip dari bidang

    bidang lemah adalah 90 . Undak undakan yang terjadi (akibat longsoran) berbentuk teratur

    dan memiliki kemiringan . Konstanta ai, a2 dan b selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan

    berikut :

    Tinggi blok ke yn dapat dihitung dengan persamaan berikut :

    Gaya gaya yang bekerja di setiap blok diilustrasikan seperti pada gambar II.12.

    Gambar II.20 Kondisi Kesetimbangan Batas untuk Longsoran Guling (Hoek and Bray, 1981)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 25

    Dari gambar II.12 terlihat bahwa gaya gaya yang bekerja pada dasar blok ke n adalh

    Rn dan Sn. Sedangkan gaya gaya yang bekerja pada interface (dengan blok terdekat) adalah

    Pn, Qn, Pn-1 dan Qn-1. Konstanta Mn, Ln dan Kn yang terdapat pada gambar II.12 dapat

    dihitung dengan cara sebagai berikut :

    Untuk blok dibawah crest lereng : Mn = yn ; Ln = yn a1, ; Kn = 0

    Untuk blok terdapat pada crest lereng : Mn = yn a2 ; Ln = yn a1 ; Kn = 0

    Untuk blok diatas crest lereng : Mn = yn a2 ; Ln = yn ; Kn = 0

    Sementara untuk gaya gaya Pn dan Pn-1, perhitungannya dibedakan untuk blok yang

    terguling dan blok yang tergelincir.

    Longsoran Busur, analisis yang digunakan adalah metode Bishop yang disederhanakan.

    Metode ini merupakan salah satu metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan

    batas dalam menentukan faktor keamanan dari suatu massa material yang berpotensi

    longsor. Metode ini memenuhi kesetimbangan gaya pada arah vertical dan

    kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh. Gaya geser irisan diabaikan.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 26

    Untuk menghitung nilai faktor keamanan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

    Dimana X dihitung dengan persamaan :

    Gambar II.21 Model Bishop yang Disederhanakan (Hoek and Bray, 1981)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 27

    BAB III

    METODOLOGI

    III.1 Metodologi Penelitian

    Hal hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

    1. Studi Pustaka

    Tahapan ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan geologi daerah penelitian dari

    studi literatur, jurnal, makalah, dan laporan penelitian terdahulu. Pada tahap ini juga

    sebagai pengenalan terhadap tahapan-tahapan yang akan dilakukan kemudian.

    2. Pengumpulan Data

    Beberapa data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain :

    1. Data Sekunder, meliputi data-data geologi daerah penelitian dari literatur, jurnal,

    makalah, dan laporan penelitian terdahulu.

    2. Data Primer

    a. Data kedudukan batuan

    b. Data geometri lereng

    c. Data struktur geologi

    d. Data elevasi muka air tanah

    e. Data sifat fisik dan sifat mekanik tanah dan batuan

    3. Tahap Analisa dan Interpretasi Data

    Setelah dilakukan pengumpulan data, pada tahap ini dilakukan analisa yang meliputi :

    1. Uji Sifat Fisik (Basic Properties Test)

    2. Uji Kuat Tekan (UCS)

    3. Uji Pembebanan (Point Load Test) (jika diperlukan)

    4. Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 28

    4. Tahap Penyelesaian dan Penyajian Data

    Semua data yang diperoleh dari analisa dan interpretasi tersebut disajikan dalam bentuk

    peta maupun diagram setelah melalui evaluasi. Setelah melalui evaluasi dan pembahasan,

    maka akan didapatkan kesimpulan dari tujuan penelitian ini. Tahap ini dilakukan di PT.

    Measares Soputan Mining dan Jurusan Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta.

    Gambar III.1 Diagram Alir Penelitian.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 29

    III.2 Fasilitas Penelitian

    1. Tempat Pelaksanaan

    Tempat pelaksanaan Tugas Akhir adalah daerah konsesi PT Measares Soputan Mining.

    2. Sarana dan Prasarana

    Selama pelaksanaan Tugas Akhir, fasilitas, perlengkapan pendukung yang diperlukan :

    1. Perijinan

    2. Asuransi

    3. Akomodasi dan Transportasi selama berada di daerah penelitian

    4. Tempat tinggal/mess selama penelitian

    5. Perlengkapan penelitian, meliputi :

    a. Peta Topografi daerah telitian

    b. Perlengkapan lapangan

    c. Data-data perusahaan yang diperlukan untuk kelancaran

    d. Fasilitas laboratorium

    e. Perlengkapan komputer untuk olah data

    f. Akses internet

    6. Pembimbing lapangan

    III.3 Laporan

    Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk susunan laporan tertulis yang

    sistematis yang akan dipresentasikan baik di perusahaan maupun di kampus Program Studi

    Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta.

    III.4 Pembimbing

    Pembimbing 1 dan 2 adalah pembimbing yang berasal dari Program Studi Teknik

    Geologi UPN Veteran Yogyakarta.

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 30

    Pembimbing lapangan adalah pembimbing dari perusahaan yaitu PT Measares

    Soputan Mining.

    III.5 Waktu Penelitian

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 31

    BAB IV

    RINCIAN DANA PENELITIAN

    IV.1 Rincian Dana

    Salah satu keberhasilan kegiatan penelitian harus didukung dengan dana yang memadai.

    Berikut merupakan rincian dana yang dibutuhkan selama kegiatan penelitian di Daerah X. (dapat

    dilihat pada Tabel 4.1)

    Tabel IV.1. Uraian biaya pengadaan dan kegiatan penelitian disesuaikan dengan keadaan di lapangan

    No Uraian

    Jumlah

    Satuan Harga

    Lama

    (Hari) Jumlah (Rp)

    1 Biaya sewa alat

    Kompas geologi 1 Rp10.000,00 120 Rp 900.000,00

    GPS 1 Rp20.000,00 120 Rp 1.800.000,00

    Palu geologi 1 Rp2.500,00 120 Rp 225.000,00

    HCl 1 Rp45.000,00 - Rp45.000,00

    Meteran 1 Rp5.000,00 30 Rp 450.000,00

    2 Biaya kerja lapangan

    Basecamp 1 - - -

    Transportasi Yogya-Sulawesi

    (PP) 1 Rp2.000.000,00 - Rp2.000.000,00

    Konsumsi 3 Rp10.000,00 120 Rp 1.200.000,00

    Transportasi selama di lapangan - - - -

    3 Biaya pembuatan laporan

    Kertas HVS A4 3 rim Rp35.000,00 Rp 105.000,00

    ATK 1 Rp30.000,00 Rp 30.000,00

    Tinta hitam 1 Rp25.000,00 Rp 25.000,00

    Tinta warna 1 Rp25.000,00 Rp 25.000,00

    Printer 1 Rp50.000,00 Rp 50.000,00

    TOTAL Rp 6.440.000,00

  • Proposal Tugas Akhir

    Ivan Jorghy Aftah

    111.110.080 Page 32

    BAB IV

    PENUTUP

    Kegiatan Tugas Akhir ini diharapkan akan memberikan pengalaman, pelajaran, dan

    ilmu dalam memetakan suatu daerah terutama kaitannya dengan evaluasi kelerengan yang

    ada pada wilayah telitian sehingga dapat bermanfaat bagi perusahaan maupun bagi

    mahasiswa. Adanya dukungan dari dunia industri pertambangan akan memberikan dampak

    yang positif terhadap dunia akademik terutama akan memberikan wawasan baru terhadap

    mahasiswa tentang semua ilmu yang diajarkan di perkulihan dan aplikasinya terhadap dunia

    industri.

    Pada kesempatan ini penulis akan berusaha untuk bisa memanfaatkan kegiatan ini

    semaksimal mungkin dan hasil dari pemetaan ini akan dibuat dalam bentuk laporan dan peta

    yang akan dipresentasikan di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

    Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

    Demikian usulan penelitian skripsi di PT MEASARES SOPUTAN MINING. Atas

    segenap bantuan serta dukungan dari semua pihak sangat kami harapkan. Dan atas

    perhatiannya saya mengucapkan banyak terimakasih.