Isi.doc

33
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyalahgunaan dan peredaran minuman keras ilegal ini merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena dapat menghambat pembangunan sumber daya manusia. Dampak negatif yang dialami para korban menghalangi mereka untuk berperan aktif dalam memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan melanjutkan proses regenerasi yang berkualitas bagi bangsa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, penggunaan dan peredaran minuman keras atau minuman beralkohol semakin meningkat dan semakin luas di kalangan masyarakat. Semula akibat dari penggunaan minuman keras yang dianggap tidak menimbulkan masalah sosial, tetapi lebih dianggap sebagai masalah perorangan, hanya “masalah individu yang berupa psikopatologis” Dengan meningkatnya gaya hidup dalam masyarakat dan juga dampak dari era globalisasi yang sangat cepat,

Transcript of Isi.doc

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyalahgunaan dan peredaran minuman keras ilegal ini merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena dapat menghambat pembangunan sumber daya manusia. Dampak negatif yang dialami para korban menghalangi mereka untuk berperan aktif dalam memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan melanjutkan proses regenerasi yang berkualitas bagi bangsa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, penggunaan dan peredaran minuman keras atau minuman beralkohol semakin meningkat dan semakin luas di kalangan masyarakat. Semula akibat dari penggunaan minuman keras yang dianggap tidak menimbulkan masalah sosial, tetapi lebih dianggap sebagai masalah perorangan, hanya masalah individu yang berupa psikopatologis

Dengan meningkatnya gaya hidup dalam masyarakat dan juga dampak dari era globalisasi yang sangat cepat, mengakibatkan penggunaan minuman keras saat ini bukan hanya sekedar sebagai penghangat tubuh saja, melainkan menjadi simbol gengsi meniru gaya hidup dan budaya orang barat. Adanya kecenderungan penggunaan minuman keras sebagai simbol gengsi meniru gaya hidup tersebut menyebabkan orang meminum minuman keras secara berlebihan dan melebihi takaran atau dosis. Apabila penyalahgunaan minuman keras menyebabkan orang sudah sampai pada tingkat ketergantungan, maka dampaknya akan semakin luas karena orang yang bersangkutan akan melakukan segala cara untuk memenuhi ketergantungan itu.

Data riset dari Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menyebutkan tujuh tahun belakangan ini jumlah remaja Indoensia yang mengkomsumsi miras diangka 4,9%. Sedangkan hasil riset yang dilakukan GeNAM menyebutkan setiap tahunya remaja Indonesia yang mengkomsumsi miras meningkat drastic hingga angka 23%, dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang. penyebab peningkatan angka tersebut lantaran mudahnya mendapatkan miras dan longgarnya pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar. Minimarket, toko retail, dan warung seharusnya mematuhi Peraturan Menteri Perdangangan No.6/2015, supaya di hari mendtang tidak ada lagi yang menjual miras. Mudahnya mendapat miras menjadi korelasi dengan menjamurnya minimarket dan toko-toko pengecer, dan juga dengan bebas menjual miras (Idris, 2015).Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mencegahnya adalah mengaturnya dengan Peraturan Perundang-Undangan. Pemerintah dalam hal ini juga menaruh perhatian sangat serius terhadap pembuatan, peredaran, penjualan minuman keras dan penggolongannya. Hal ini dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tersebut yang dimaksud dengan minuman keras atau minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak menambahkan bahan lain atau tidak maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau cara pengenceran minuman yang mengandung ethanol. Selanjutnya Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86/MENKES/PER/IV/77 tentang Minuman Keras untuk mengaplikasikan azas kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh warga negara. Dengan adanya peraturan ini maka dalam hal perizinan, pengusaha diwajibkan untuk mendapatkan izin Menteri Kesehatan terlebih dahulu meskipun telah ada izin dari instansi/departemen lain, seperti bea cukai dan lain-lain. Upaya pemerintah dalam mengatur tentang miras terlihat sudah serius dengan diterbitkannya peraturan di atas. Namun pada kenyataannya pelaku minuman keras masih banyak ditemukan di masyarakat. Perundang-undangan yang telah dikeluarkan tidak sebaik dengan yang terjadi dilapangan. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak ada peran aktif dari segenap lapisan masyarakat. Seberapa banyak peraturan yang dibuat, jika masyarakat tidak berperana aktif, maka pelanggaran tentang miras tetap marak terjadi. Pemerintah hanyalah sekelompok komunitas kecil jika dibandingkan dengan jumlah warga Negara Indonesia yang berjumlah jutaan. Oleh karena itu mutlak, peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan penyebaran minuman keras tersebut. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk menganalisa, apakah masyakat sudah berperan dengan baik, dan bagaimana peran aktif masyarakat selama ini? Sudahkah berjalan atau sekedar wacana sosial?

B. RUMUSAN MASALAHApakah Masyarakat sudah berperan aktif dalam upaya pencegahan penyebaran

minuam keras?

Apa yang seharusnya Masyarakat lakukan untuk mencegah penyebaran minuman keras?

Bagaimana peran aktif Masyarakat selama ini?

C. TUJUAN1. Untuk mengoptimalkan sektor peran aktif masyarakat dalam pencegahan

penyebaran minuman keras.

D. MANFAAT

Bagi Ilmu Pengetahuan

Memicu para pakar hukum atau pakar sosial, untuk menganalisa lebih dalam mengenai faktor-faktor yang melibatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan penyebaran minuman keras, sehingga akan ditemukan pengetahuan baru tentang pencegahan minuman keras.

Bagi Pemerintah

Pemerintah terbantu dengan peran aktif masyarakat. Disamping pemerintah juga serius dalam memberantas minuman keras. Terciptanya kerja sama lintas sektoral yang solid.

Bagi Masyarakat

Masyarakat menjadi lebih peka dan bertanggung jawab memajukan karakter Bangsa. Dengan peran aktif tersebut, otomatis akan terbangun masyarakat yang sadar dan peka terhadap kepentingan sosial.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN MINUMAN KERASBerdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2013, Tentang : Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.

Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan, baik minuman beralkohol terdiri dari minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor.

PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL

Pengaturan mengenai minuman beralkohol saat ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari tingkat undang-undang sampai pada tingkat peraturan daerah. Di tingkat Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, pengaturan minuman beralkohol memang tidak disebutkan secara spesifik dan tidak mendelegasikan pengaturan minuman beralkohol diatur lebih lanjut dengan undang-undang, yakni hanya dikategorikan sebagai minuman atau pangan olahan, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 111 dan 112), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 86, 89, 90, 91, 97, 99, dan 104), dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (Usman).Untuk peraturan di bawah Undang-Undang telah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2010 sebagai Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol (yang di dalamnya juga mengatur mengenai minuman beralkohol tradisional).

Menurut Pepres ini, Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industry dari Menteri Perindustrian. Adapun Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan Minuman Beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala.

Selain Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2013, tentang : Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, daerah juga bisa membuat kebijakan, atau perda tergantung pada kebijakan daerah masing-masing seperti daerah kendal Pemerintah Kabupaten Kendal Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 4 tahun 2009 Tentang Minuman keras, dengan beberapa pasal daiantaranya berbunyi : Minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol maupun tidak yang dapat membuat orang mabuk dan kecanduan, Setiap usaha industri dan/atau usaha penjualan minuman keras sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan dan terlebih dahulu mendapat izin dari Bupati.PENGGOLONGAN ALKOHOL

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2013. Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut:

Minuman Beralkohol golongan A

Golongan ini merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5%.

Minuman Beralkohol golongan B

Golongan ini merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% sampai dengan 20%.

Minuman Beralkohol golongan C

Golongan ini merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% sampai dengan 55%.

Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C hanya dapat dijual pada tempat yang telah ditentukan :

Hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang undangan di bidang kepariwisataan;

Toko bebas bea; dan

Tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.

Selain pengelompokan tersebut di atas, terdapat satu kategori khusus minuman beralkohol yaitu Minuman Beralkohol Tradisional. Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Beberapa daerah di negara kita bahkan memiliki minuman beralkohol tradisional khas, antara lain :

a. Cap tikus

Minuman beralkohol tradisional ini berasal dari Manado dan Minahasa, merupakan hasil penyulingan Sagoer, yaitu cairan yang disadap dari pohon enau dan mengandung sedikit kadar alkohol sekitar lebih dari 40%. Di beberapa daerah, minuman ini kadang dicampur dengan beberapa binatang yang telah diawetkan misalnya anak kijang yang telah mati lantas diawetkan dan dimasukkan ke dalam minuman..

b. CiuMerupakan sebutan untuk minuman beralkohol khas dari daerah Banyumas dan Bekonang, Sukoharjo. Hal yang cukup kontroversial adalah di Banyumas, Ciu dikategorikan ilegal dan dengan aktif diberantas oleh pemerintah daerah, namun di Bekonang justru didukung oleh pemerintah daerah sebagai aset lokal, sehingga menjadi sangat populer dan dipasarkan ke seluruh Karesidenan Surakarta, Surabaya hingga Madura. Di Banyumas, Ciu dibuat melalui fermentasi beras hingga menghasilkan kadar alkohol mencapai lebih dari 50%, sedangkan di Bengkonang fermentasi dilakukan berbahan singkong atau tape ketan hingga menghasilkan kadar alkohol lebih dari 20%. Sama halnya dengan cap tikus, di beberapa lokasi minuman ini juga kadang dicampur dengan bangkai binatang.

c. Cukrik

Hasil Fermentasi dari beras dan ketan yang diberikan alkohol dengan kandungan tertentu. Kadang juga dicampur dengan bahan-bahan lainnya untuk memberikan efek lebih kuat bagi peminumnya.

d. Moke/Sopi

Berasal dari wilayah Indonesia timur termasuk Maluku, Flores (NTT) dan Papua. Merupakan hasil penyulingan cairan yang disadap dari pohon enau/aren dengan kadar alkohol yang berkisar sekitar 50%. Memiliki rasa khas dari penambahan bubuk akar Husor dan penggunaan bambu untuk penyulingan.

e. Lapen

Minuman beralkohol tradisional ini berasal dari Yogyakarta. Merupakan campuran dari beragam alkohol dengan gula serta zat perasa (essen) yang didiamkan minimal 12 jam.

f. Ballo

Sejenis tuak dari daerah Bugis Makasar yang merupakan hasil beberapa jenis pohon di daerah Makasar antara lain enau, nipa, lontar. Minuman ini juga dapat di buat dengan cara fermentasi caranya buah lontar ditampung kemudian di pendam di dalam tanah dalam beberapa hari. Kadar alkohol umumnya berkisaran sama dengan tuak dan merupakan minuman pelengkap pesta adat.

g. Arak Bali

Asli berasal dari fermentasi beras ketan mirip dengan cukrik atau fermentasi dari sari kelapa dan buah-buahan lain kadar alkoholnya 37-50%. Arak dengan mutu rendah sering digunakan dalam upacara-upacara adat sedangkan arak terbaik akan diminum.

h. Tuak

Banyak dijumpai di daerah Jawa Timur. Hasil fermentasi nira, kelapa, aren, legen dari pohon siwalan atau beras.

PENCEGAHAN PEREDARAN ALKOHOL

Penuntasan masalah minuman beralkohol oplosan memerlukan sinergisme instansi pemerintah dan stakeholder terkait. Secara singkat, pembagian tanggung jawab terhadap pengawasan minuman beralkohol seperti yang tersaji pada tabel berikut :Tabel, 1

Peran Instansi Terkait Pengawasan Minuman Beralkohol

NoAspek PengawasanInstansi

1Perizinan Sarana :

Produksi

PerdaganganKementrian Perdagangan

Kementrian Perindustrian

2Perizinan KomoditiBadan BPOM

3Mutu dan Keamanan ProdukBadan BPOM

4Produksi

PeredaranKementrian Perindustrian

Pemkab/Pemkot (kecuali

Pemprov untuk DKI Jakarta)

5Pengendalian dan

pengawasan terhadap

produksi, peredaran dan

penjualan minuman

beralkohol tradisional untuk

kebutuhan adat istiadat atau

upacara keagamaanPemkab/Pemkot (kecuali

Pemprov untuk DKI Jakarta)

Pelaksanaan pengawasan minuman beralkohol, mencakup 2 (dua) hal, yaitu tindakan preventif dan tindakan penegakan hukum (law enforcement). Tindakan preventif khusus untuk minuman beralkohol oplosan dilakukan dengan pencegahan dan penangkalan, berupa pengurangan pasokan (supply reduction) dan pengurangan permintaan (demand reduction) melalui pemberdayaan masyarakat.

A. Pengurangan Pasokan (Supply Reduction) dan Pengurangan Permintaan

(Demand Reduction).

Pengurangan pasokan (supply reduction) adalah kegiatan atau program yang dilakukan dalam rangka mengurangi ketersediaan dan penggunaan minuman beralkohol oplosan sedangkan pengurangan permintaan (demand reduction) adalah kegiatan atau program yang dilakukan dalam rangka mengurangi keinginan konsumen untuk mengonsumsi minuman beralkohol oplosan. Program ini dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, antara lain pelaku usaha dan konsumen minuman beralkohol. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan berbagai pihak seperi tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang dapat menyentuh penggemar minuman beralkohol, khususnya dari kalangan pemuda dan ekonomi ke bawah. Konsumen minuman beralkohol harus diberdayakan agar mampu melindungi dirinya dari bahaya mengonsumsi oplosan melalui penyuluhan tentang bahayanya minuman beralkohol dioplos dengan metanol dan bahan berbahaya lainnya.

B. Penegakan Hukum (Law Enforcements).

Produsen, distributor dan atau pengecer minuman beralkohol oplosan dikenai sanksi administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Sanksi administratif yang dimaksud dapat meliputi:

1. Peringatan secara tertulis;

2. Pemusnahan

3. Penghentian kegiatan produksi dan peredaran

Pengoplosan minuman beralkohol secara jelas tidak memenuhi standar keamanan pangan karena produk yang dihasilkan berisiko terhadap kesehatan bahkan dapat menghilangkan jiwa manusia. Pelaku pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Jika menyebabkan luka berat atau membahayakan nyawa, ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan jika menyebabkan kematian orang pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) (BPOM, 2014).BAB III

KASUS-KASUS

Berikut adalah berbagai contoh kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Meningkatnya angka kematian remaja ternyata sebanding dengan peningkatan jumlah minuman keras yang beredar di masyarakat. Angka statistik menunjukkan minuman keras banyak dikonsumsi oleh kalangan remaja. Indonesia mengalami peningkatan konsumsi minuman keras hingga mencapai 14%. Minuman keras banyak ditemukan di mall-mall, market-market, bahkan sampai di warung klontong milik warga. Minuman keras sudah menjadi gaya hidup remaja, hal yang mengkhawatirkan untuk mesa depan bangsa Indonesia.

Berikut kutipan kasus kasus yang penulis dapatkan dari media elektronik :

Fahira Idris: Bahaya Miras Terus Meningkat, 23 Persen Remaja Indonesia Mengkomsumsi Mirashttp://kanalwan.com/fahira-idris-bahaya-miras-terus-meningkat-23-persen-remaja-indonesia-mengkomsumsi-miras/

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Sempat disita dan masih dalam pengawasan pihak kepolisian dan dewan DPRD Banjarmasin, 14 minuman keras inpor milik Armani Eksekutif Club yang terletak di Jalan Skip lama Banjarmasin masih diperjuabelikan di hotel setempat.

http://banjarmasin.tribunnews.com/2015/03/02/14-miras-impor-temuan-diperjualbelikan

TEMPO.CO, Kanada - Kenaikan harga jual minimal alkohol ternyata dapat membawa penurunan signifikan pada jumlah kematian yang disebabkan minuman keras. Setidaknya begitulah hasil penelitian yang dilakukan sejumlah ahli di Kanada sejak 2002 hingga 2009.Penelitian ini menemukan fakta terjadinya penurunan angka kematian yang disebabkan alkohol di Provinsi British Colombia, Kanada. Dan hal itu terjadi setelah pemerintah menaikkan harga alkohol. Sebaliknya, angka kematian akibat alkohol meningkat ketika bermunculan banyak toko yang menjual alkohol

Menurut situs berita Reuters, Kamis, 7 Februari 2013, Tim Stockwell adalah seorang peneliti yang menemukan ini. Berasal dari Pusat Penelitian Ketergantungan Universitas Victoria, Stockwell menemukan bahwa tiap 10 persen peningkatan harga alkohol berdampak pada 32 persen penurunan angka kematian. Penurunan ini, kata Stockwell, dapat dilihat dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun setelah harga minimum dinaikkan. http://gaya.tempo.co/read/news/2013/02/08/060459940/harga-miras-naik-angka-kematian-turun Harianjogja.com, KULONPROGO-Selama dua pekan terakhir, Polres Kulonprogo giat menggelar operasi Pekat Progo 2015. Dalam enam kali operasi, petugas telah menyita 167 botol miras berbagai merek dan 15 jeriken miras jenis ciu.

http://jogja.solopos.com/baca/2015/05/26/miras-kulonprogo-polisi-sita-167-botol-miras-dan-450-liter-ciu-608147 TEMPO.CO , Jakarta:Selama ini kandungan minuman beralkohol yang biasa dikonsumsi manusia adalah etil alkohol atau etanol yang dibuat melalui proses fermentasi dari madu, gula, sari buah, atau ubi-ubian. "Yang terjadi sekarang salah kaprah. Seperti gaya hidup, miras oplosan pun merebak hingga ke pedesaan yang merayakan sesuatu dengan miras oplosan," kata Prof dr Tjandra Yoga Aditama di Jakarta dalam surat elektroniknya pada Kamis, (5/3) di Jakarta.

http://gaya.tempo.co/read/news/2015/03/06/060647562/Bahaya-Miras-Oplosan-Sering-Dicampur-Metanol

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta Dewi Prawitasari mengatakan lembaganya mengindikasi penggunaan alkohol yang diperuntukan bagi industri digunakan dalam minuman keras (miras) ilegal. Hal ini dikatakan Dewi saat meninjau tempat produksi miras ilegal bersama jajaran Polda Metro Jaya di Gang Sejahtera Tanah Garapan, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Selasa (16/12).

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141216195523-12-18589/bahaya-miras-ilegal-pakai-campuran-spiritus/ BAB IV

PEMBAHASAN

ASPEK MEDIS

National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIH) menjelaskan berbagai bahaya kesehatan yang ditimbulkan dari konsumsi minuman keras, di antaranya gangguan otak, masalah jantung, gangguan hati (pembengkakan, hepatitis alkoholik, fibrosis), kerusakan fungsi pankreas, kanker, dan penghancuran sistem kekebalan tubuh. Keracunan minuman keras sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (Darmono, 2000).

Miras yang dicampur minuman berenergi, misalnya, dapat menyebabkan pengguna: (1) mampu meminum lebih banyak; (2) mengalami efek samping fisik dan psikis seperti palpitasi jantung, masalah tidur, dan merasa tertekan; (3) mengkonsumsi sejumlah besar kafein, yang menyebabkan kecemasan dan serangan panik; (4) mengkonsumsi gula dan kalori terlalu banyak sehingga menyebabkan kelebihan berat badan dan menambah risiko diabetes tipe 2; dan (5) meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan jangka pendek dan panjang.ASPEK ETIK

Minuman beralkohol banyak menimbulkan masalah, baik masalah sosial maupun masalah kesehatan. Masalah sosial antara lain ketergantungan dan juga penggunaan untuk mabuk-mabukan yang mendorong pada perbuatan kriminal dan lain-lain (Leavell, 1958). Miras yang resmi dijual saja bisa berpotensi berbahaya, apalagi miras oplosan yang pembuatannya asal mencampur barang-barang berbahaya seperti alkohol. Tidak tanggung-tanggung, cairan alkohol yang dipakai memiliki kadar 96 persen. Sebagai gambaran betapa berbahayanya alkohol berkadar 96 persen itu, jika ia dicampur dengan pengencer (thinner) kedudukannya sejajar dengan minyak tanah sebagai bahan bakar. Miras oplosan dijual dengan harga murah, sehingga menarik para pembeli. Dengan demikian, peredaran miras sudah menjadi kegiatan ekonomi berlandaskan simbiosis mutualisme antara produsen dan konsumen miras oplosan. Konsumsi miras oplosan sama halnya dengan kegiatan merokok. Sering sekali seseorang hanya mencoba-coba karena ingin berhubungan baik dengan teman, baik untuk acara jamuan makan atau pesta atau sekedar berkumpul untuk menghabiskan waktu senggang. Miras oplosan juga digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang, sehingga dirinya merasa lebih berharga dan sedikit lebih berani. Dalam kasus lain, miras dijadikan pelarian anak muda yang mengalami frustasi dalam kehidupan sehari-hari baik karena masalah pendidikan, keluarga (broken home), pekerjaan, dan masalah sosial lain dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, maraknya peredaran dan konsumsi miras oplosan ini patut dipertanyakan karena pemerintah sebenarnya sudah memiliki seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur peredaran minuman beralkohol.

Mereka yang berada dalam pengaruh miras cenderung melakukan tindakan kriminal karena tidak menyadari perilakunya. Salah satu studi mengindikasikan bahwa 58 persen tindak kekerasan, perkosaan, dan pembunuhan terjadi di bawah pengaruh miras. Di beberapa negara maju kecelakaan di bawah pengaruh miras (termasuk di dalamnya kecelakaan lalu lintas) menempati urutan ke-4 terbesar setelah penyakit jantung koroner, kanker dan gangguan jiwa.ASPEK YURIDIS

Di Indonesia, regulasi dan peraturan perundang-undangan tentang peredaran miras dan miras oplosan diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Pada Pasal 3 ayat (2) ini disampaikan dengan jelas bahwa Produksi minuman beralkohol secara tradisional dilarang, kecuali untuk keperluan masyarakat sesuai kebiasaan dan adat setempat berdasarkan izin Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Aturan ini dengan tegas melarang produksi miras oplosan. Namun begitu, larangan ini tidak diindahkan oleh produsen. Akibatnya, banyak toko dan pengecer yang leluasa menjual miras oplosan kepada siapa saja.

Di lain sisi, perkembangan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol yang sudah disepakati sebagai RUU inisiatif DPR RI pada 24 Juni 2014 lalu belum dibahas dengan pemerintah. RUU tersebut akan mencantumkan larangan memasukan, menyimpan, mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol golongan A,B,C, minuman beralkohol tradisional, hingga minuman beralkohol hasil racikan di wilayah Indonesia. Hal ini tampak selaras dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tersebut yang dimaksud dengan minuman keras atau minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak menambahkan bahan lain atau tidak maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau cara pengenceran minuman yang mengandung ethanol.

Selanjutnya juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86/MENKES/PER/IV/77 tentang Minuman Keras untuk mengaplikasikan azas kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh warga negara. Sementara itu dilihat dari aspek yuridis, peredaran minuman keras di Indonesia, adalah sah keberadaannya karena Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 86/MENKES/PER/IV/1997 tentang Minuman Keras hanya mengatur mengenai larangan penggunaan dan peredaran minuman keras tanpa izin.

Di tingkat Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, pengaturan minuman beralkohol memang tidak disebutkan secara spesifik dan tidak mendelegasikan pengaturan minuman beralkohol diatur lebih lanjut dengan undang-undang, yakni hanya dikategorikan sebagai minuman atau pangan olahan, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 111 dan 112), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 86, 89, 90, 91, 97, 99, dan 104), dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Untuk peraturan di bawah Undang-Undang telah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2010 sebagai Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol (yang di dalamnya juga mengatur mengenai minuman beralkohol tradisional).

Dengan demikian, pada akhirnya semua peraturan perundangan undangan yang ada saat ini dapat dijadikan sebagai payung hukum untuk mengendalikan dan menghentikan produksi dan peredaran minuman keras terutama minuman keras oplosan di tanah air.

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Masyakat belum berperan aktif dalam upaya pencegahan penyebaran

minuam keras.

Masyarakat harus peka terhadap lingkungan. Melaporkan kepada pihak yang berwajib jika di daerah tempat tinggalnya ditemukan pihak yang

menjual minuman keras, ataupun menemukan orang yang sedang mabuk.

Selama ini masyarakat hanya diam saja mengetahui kejadian tersebut.

Masyarakat tidak merasa hal itu juga termasuk tanggung jawabnya

sebagai warga negara yang baik. Masyarakat merasa itu adalah tugas

polisi atau pemerintah, dan persepsi bahwa diam lebih baik daripada

melaporkan masih kuat di masyarakat. Mereka takut jika laporannya

diketahui pelaku miras dan nanti diancam atau dikriminalisasi.

SARAN

Untuk Akdemisi

Melakukan penelitian sosial, faktor apa yang sangat efektif untuk mengurangi angka konsumsi miras di tanah air.

Untuk Pemerintah

Membangun kerja sama lintas sektoral yang solid. Tegas dalam melakukan hukuman kepada pelaku miras. Dan bersihkan oknum / aparat pemerintah yang justru melakukan pelanggaran sendiri.

Untuk Masyarakat

Berperan aktif dalam membantu program pemerintah. Melaporkan

kasus miras di lingkungannya kepada pihak yang berwajib. Tokoh tokoh

masyarakat dihimbau untuk selalu melakukan edukasi / penyuluhan

akan bahaya dan kerugian miras kepada warganya.