isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat pribadi dan ada yang bersifat social. Keduanya akan selalu jalin menjalin dalam kehidupan seorang manusia. Artinya persolan yang bersifat pribadi bias berpengaruh terhadap persoalan yang bersifat social dan juga sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa karena kompleksnya persoalan yang dialami oleh manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, tidak semuanya dapat dipecahkan sendiri oleh individu. Adakalanya individu perlu melibatkan orang lain untuk memecahkan persoalannya. Dalam kondisi demikian kehadiran dan intervensi bimbingan terutama bimbingan pribadi dan sosial menjadi sangat berarti. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan beberapa rumusan masalah dan pertanyaan, di antaranya: 1. Bagaimana teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 2. Apa tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 3. Apa saja teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 4. Bagaimana proses terapi CBT? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 2. Memahami tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 3. Mengetahui teknik-teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 1

Transcript of isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

Page 1: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak

persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat

pribadi dan ada yang bersifat social. Keduanya akan selalu jalin menjalin dalam

kehidupan seorang manusia. Artinya persolan yang bersifat pribadi bias

berpengaruh terhadap persoalan yang bersifat social dan juga sebaliknya.

Dapat dikatakan bahwa karena kompleksnya persoalan yang dialami oleh

manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, tidak semuanya dapat

dipecahkan sendiri oleh individu. Adakalanya individu perlu melibatkan orang

lain untuk memecahkan persoalannya. Dalam kondisi demikian kehadiran dan

intervensi bimbingan terutama bimbingan pribadi dan sosial menjadi sangat

berarti.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan beberapa rumusan

masalah dan pertanyaan, di antaranya:

1. Bagaimana teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy

(CBT)?

2. Apa tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)?

3. Apa saja teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)?

4. Bagaimana proses terapi CBT?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Teknik Cognitive-Behavior

Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

2. Memahami tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

3. Mengetahui teknik-teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

1

Page 2: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

4. Mengetahui dan memahami proses terapi CBT

D. Metodelogi Penulisan

Makalah ini disusun dengan cara menggunakan beberapa metodelogi

antara lain:

1) Studi Literatur adalah diadakan dengan maksud untuk memperoleh

landasan berfikir sebagai penunjang dalam melakukan pembahasan

2) Tinjauan kepustakaan adalah dengan melakukan pendekatan buku yang

berhubungan dengan tema laporan observasi sebagai sumber

3) Metode pencarian info melalui internet

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari Makalah Teknik Cognitive-Behavior

Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Pertanyaan

C. Tujuan dan Manfaat

D. Metodologi

E. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

B. Tujuan Terapi

C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

D. Proses Terapi CBT

BAB III ANALISIS

A. Analisis Teoritis

B. Analisis Praktis

2

Page 3: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

Para ahli yang Cognitive-Behavior Therapy (CBT) salah satu pendekatan

terapi yang lebih integratif daripada pendekatan terapi lain seperti yang

berorientasi pada pendekatan psikodinamik, behavioristik, humanistik, dan

pendekatan yang berorientasi pada budaya. CBT merupakan sebuah pendekatan

yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy.

Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya

CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy

dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive

therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Matson

& Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu

pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi

sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi,

kepercayaan dan pikiran.

Tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists

(NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu

suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peranan yang penting

berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita

lakukan. (NACBT, 2007)

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.

Terapi kognitif memfokuskan pada fikiran, asumsi (andaian)

dan kepercayaan. Terapi kognitif memudahkan individu belajar

3

Page 4: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

mengenali dan mengubah kesalahan. CBT didasarkan pada

konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat

mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individu terlibat aktivitas dan menyertai

dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan

strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick Teori

Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola

pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR),

yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak

manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan

bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.

CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak

dengan menekankan peranan otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,

bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan

perasaannya, individu diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, CBT adalah

pendekatan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan

kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara

fisik maupun psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan

dan merawat kesehatan mentalari negatif menjadi positif.

B. Tujuan Terapi

Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9)

yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi

yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan

dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. CBT

dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini

dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan

masa lalu. CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini

untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif

positif.

4

Page 5: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

CBT merupakan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau

pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya

baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa

lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan,

sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi individu belajar mengenali dan

mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam

CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan

pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.

C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor

atau terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi

teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang

terpenting dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai

dengan kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,

berstruktur, dan berpusat pada siswa.

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai

teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.

Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:

a. Menata keyakinan irasional.

b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai

sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri

dalam role play dengan konselor.

d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda

dalam situasi ril.

e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan

cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100.

5

Page 6: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

f. Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan

pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.

g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas

dengan respon relaksasi yang telah dipelajari.

h. Pelatihan keterampilan sosial.

i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan

supaya bisa bertindak tegas.

j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi

kognitif antara sesi terapi.

k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan

masalah dengan memasuki situasi tersebut.

CBT merupakan bentuk psikoterapi yang sangat

memperhatikan aspek peran dalam berpikir, merasa, dan

bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi CBT

termasuk didalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior

Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy,

Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior Therapy.

D. Proses Terapi CBT

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck

(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi

pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut akan

disajikan proses terapi cognitive-behavior.

Tabel 2.1

Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior

No. Proses Sesi1. Assesmen dan Diagnosa 1-22. Pendekatan Kognitif 2-33. Formulasi Status 3-54. Fokus Terapi 4-105. Intervensi Tingkah Laku 5-7

6

Page 7: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

6. Perubahan Core Beliefs 8-117. Pencegahan 11-12

Oemarjoedi (2003: 12)

Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12

sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12)

mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, di antaranya:

a. Terlalu lama, sementara individumengharapkan hasil yang dapat segera

dirasakan manfaatnya.

b. Terlalu rumit, di mana individu yang mengalami gangguan umumnya datang

dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga

tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena

kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit

demi sedikit.

d. Menurunnya keyakinan individuakan kemampuan terapisnya, antara lain

karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada

kegagalan terapi.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior

di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian

yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan

sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.

Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi

terapi bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi

diharapkan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang

kreativitas yang lebih tinggi.

Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi

(2003: 24-26):

Tabel 2.2

Proses Terapi Cognitive-Behavior

yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia

7

Page 8: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

No. Proses Sesi1. Assesmen dan Diagnosa 12. Mencari Emosi Negatif, Pikiran Otomatis dan

Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan

Gangguan

2

3. Menyususn Rencana Intervensi Dengan

Memberikan Konsekwensi positif-negatif

Kepada Siswa

3

4. Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi

Tingkah Laku

4

5. Pencegahan 5Oemarjoedi (2003: 24-26)

BAB III

ANALISIS

A. Analisis Teoritis

CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) merupakan teknik terapi yang

menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang

akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Terapi

CBT mengarahkan individu pada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan

bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisis, pengambil keputusan,

bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Kemudian mengarahkan individu

untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan.

Individu yang mengalami suatu bencana yang merugikan

bagi dirinya cenderung menyebabkan efek traumatis bagi

dirinya, seperti bencana tsunami. Individuyang mengalami

bencana tsunami cenderung akan mengalami trauma. Bencana

tsunami tersebut merupakan suatu kejadian yang merugikan

bagi dirinya baik secara fisik maupun psikis. Hal ini terjadi karena

individu mengalami trauma dalam jangka waktu relatif panjang

akan memaksakan individu untuk meningkatkan stimulus

melebihi yang biasa dilakukan oleh orang normal yang tidak

mengalami trauma. Kemudian individu yang mengalami trauma

8

Page 9: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

akan secara terus menerus memikirkan pengalaman

traumatisnya dari pada memikirkan masa kini dan masa

depannya. Untuk itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk

mereduksi bahkan mengeluarkan individu dari pengalaman

traumanya.

Dalam kaitan sindrom trauma, CBT akan meberikan

bantuan untuk mereduksi sindrom trauma. Di mana langkah-

langkah secara operasional akan di sajikan seperti berikut:

Pertama, memfasilitasi individubelajar mengenali dan mengubah

kesalahan dalam aspek kognitif. Menurut para ahli CBT, suatu

kondisi psikis atau fisik terjadi karena adanya pengolahan

informasi pada struktur kognitif yang menyimpang. Individu yang

mengalami trauma struktur kognitifnya telah berubah menjadi

negatif karena pengalaman traumatis akibat bencana tsunami.

Kedua, mengubah hubungan yang salah antara situasi

permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.

Dampak dari struktur kognitif yang menyimpang, akan

membawa individu pada kondisi emosi yang labil. Sehingga daya

nalar pun tidak berjalan normal. Individu yang mengalami

trauma cenderung berada pada kondisi yang salah dalam

mereaksi setiap situasi permasalahan. Ketiga, individu belajar

mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga

merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas. CBT akan

menghantarkan individuuntuk melakukan pelatihan agar dapat

mereduksi sindrom trauma yang dialaminya serta membuat

keputusan yang lebih tepat.

B. Analisis Praktis

Psikoterapi, Contoh Aplikasi Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Seorang wanita berusia 39 tahun, telah menikah dan

sekarang bermasalah. Suaminya sekarang tinggal di rumah

9

Page 10: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

orangtuanya gara-gara ketahuan menikahi wanita lain tanpa

sepengetahuan dia. Mereka ribut dan dia menuntut suaminya

untuk menceraikannya. Suaminya keberatan karena merasa

tidak tega meninggalkan anak yang telah dilahirkan dari wanita

tersebut. Suaminya berjuang mengutuhkan kembali hubungan

mereka dengan cara sering membawa anak mereka mengunjungi

bapaknya di rumah kakek dan neneknya. Semangatnyq terbang

melayang karena orang tua suami tidak berusaha menyatukan

mereka kembali. Suaminya malah membiarkan wanita itu tinggal

di rumah tersebut. Yang menjadi masalah adalah suaminya juga

tidak mau menceraikan dia. Dia stress menghadapi hubungan

yang terkatung–katung. Pekerjaan dan kesehatannya

terganggu.dan pikirannya buntu. Keluarga menghendaki mereka

bercerai. Dia belum mantap menuntut perceraian karena dia

masih memiliki harapan rumah tangganya pulih kembali.

Diagram CBTSuami Selingkuh,Orang Tua Tidakmau membantu.

What You Think How You Feel What You Do

Suami tidak lagimencintaikeluarganya.

Ditinggalkan danditelantarkan

Minta bantuanmertua

Suami haruskembali kepadasaya

Dikhianati Meminta suamimenceraikan istrikeduanya

Keluarga haruskembali,meskipun harusberjuang sendiri.

Merasa tidaklengkap tanpasuami

Mengajak anakuntuk menjengukayahnya .

HubunganPerkawinan terasamenyiksa

Terkatung-katungoleh hubunganyang tak pasti

Stres, pikiranbuntu,mengganggupekerjaan dankesehatan

10

Page 11: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

1. Penjelasan Sisi Kognitifa) Konseli mempunyai suatu pemahaman yang “menyesakkan “atas suatu

peristiwa, yang disertai pula dengan adanya keluhan gangguan pola hidup

keseharian dan gangguan fisik

b) Konseli menganggap bahwa perkawinan yang terbina adalah merupakan

tanggungjawabnya seorang untuk menyelamatkannya dan bertindak

seperti “super woman “, sehingga konseli merasa marah apabila ada orang

yang dianggap menghambat “misi”nya itu (dalam hal ini mertua yang

tidak mau menjembatani permasalahan keluarga .Hambatan yang dialami

konseli , membuat konseli merasakan stres dan gangguan fisiknya.

c) Konseli menganggap bahwa semua yang dialaminya, menempatkan

dirinya pada posisi yang tertekan

2. Pengelolaan Sisi Kognitif

a) Summarizing: menyimpulkan tentang permasalahan yang dihadapi konseli.

b) Reframing: memandang dari sudut pandang konseli tentang

permasalahannya.

c) Mengubah keyakinan yang salah: memberikan dorongan –dorongan untuk

membantu konseli mencari bukti dari pikiran-pikiran dan konsekuensi

yang dihadapinya. Contoh: Konseli diubah keyakinannya bahwa ia

berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain. Konseli memfasilitasi bantuan

untuk membuat konseli sadar bahwa ia juga berhak minta bantuan dari

suami, mertua, atau orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.Konseli

juga diajarkan untuk bisa bersikap tenang dalam menghadapi masalah,

sehingga tidak mempengaruhi faktor fisikna.

d) Konfrontasi: Mengubah ketidakkonsistensian pikiran konseli Mengubah

Irrasional Belief. Misalnya: Konseli menyalahkan semua orang yang ada

didalamnya, konselor, mengkonfrontasikan, karena ada kemungkinan juga

konseli juga menyumbang andil dalam pecahnya hubungan perkawinan

itu.

11

Page 12: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

3. Penjelasan Sisi Behaviora) Menggunakan prinsip dasar “classical conditioning”dari Ivan.Pavlov.

b) Terapi Behavior diperlukan untuk melemahkan hubungan antara situsi

permasalahan dengan reaksi yang timbul darinya.

c) Sisi perilaku yang dihadapi konseli adalah, bahwa konseli merasa

kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapinya.

d) Konseli juga menghadapi kemarahan dan kekecewaan yang berakibat

terganggunya kegiatan pekerjaan, dan juga gangguan fisik lainnya.

e) Prinsip dari sisi behavior adalah bahwa perilaku yang mengganggu,

apabila tidak mendapatkan dukungan dari pikiran yang salah (secara

kognitif) maka akan menjadi lemah.Hal ini disebut Extinction

f) Di sisi lain, dengan sisi behavior ini, konseli diberikan tantangan untuk

tetap berada dalam masalahnya, selama ia tidak berani untuk menghadapi

masalahnya itu.

4. Pengelolaan Sisi Behavior

a) CBT bersifat aktif ,dimana terapis banyak terlibat dalam pemilihan pilihan

dan tugas individu.

b) Tujuan yang akan dicapai direncanakan secara matang.

c) Pemberian tugas–tugas dan pemantauan kepada konseli untuk

mempercepat proses penyembuhan.

d) Exploring options: Konselor aktif menyodorkan pilihan-pilihan perilaku

kepada konseli.

e) Facilitating actions: konselor memberikan tugas untuk mempercepat

penyembuhan konseli.

12

Page 13: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

BAB IV

KESIMPULAN

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari

pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &

Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.

Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior

therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT.

CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang

sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan

berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan,

13

Page 14: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson &

Ollendick, 1988: 44).

Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu

mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan

menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang

masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong individuuntuk

mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri individudan secara kuat

mencoba menguranginya.

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai

teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.

Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:

menata keyakinan irrasional, Bibliotherapy, mengulang kembali penggunaan

beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor, mencoba penggunaan

berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril, mengukur perasaan,

misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan

skala 0-100, menghentikan pikiran. Individu belajar untuk menghentikan pikiran

negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif, desentisisasi sistematis,

pelatihan keterampilan sosial, assertiveness skill training atau pelatihan

keterampilan supaya bisa bertindak tegas, penugasan rumah dan in vivo exposure.

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck

(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 7 sesi

pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Ketujuh sesi

tersebut adalah assesmen dan diagnosa, pendekatan kognitif, formulasi status,

fokus terapi, intervensi tingkah laku, perubahan core beliefs dan pencegahan.

melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 7 sesi

pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan, maka diringkas menjadi 5 sesi yaitu

assesmen dan diagnosa, mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan

utama yang berhubungan dengan gangguan, menyususn rencana intervensi dengan

memberikan konsekwensi positif-negatif kepada siswa, formulasi status, fokus

terapi, intervensi tingkah laku dan pencegahan.

14

Page 15: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf

15