isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf
-
Upload
hanilah-ramli -
Category
Documents
-
view
219 -
download
2
Transcript of isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf
![Page 1: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak
persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat
pribadi dan ada yang bersifat social. Keduanya akan selalu jalin menjalin dalam
kehidupan seorang manusia. Artinya persolan yang bersifat pribadi bias
berpengaruh terhadap persoalan yang bersifat social dan juga sebaliknya.
Dapat dikatakan bahwa karena kompleksnya persoalan yang dialami oleh
manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, tidak semuanya dapat
dipecahkan sendiri oleh individu. Adakalanya individu perlu melibatkan orang
lain untuk memecahkan persoalannya. Dalam kondisi demikian kehadiran dan
intervensi bimbingan terutama bimbingan pribadi dan sosial menjadi sangat
berarti.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan beberapa rumusan
masalah dan pertanyaan, di antaranya:
1. Bagaimana teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy
(CBT)?
2. Apa tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)?
3. Apa saja teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)?
4. Bagaimana proses terapi CBT?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Teknik Cognitive-Behavior
Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
2. Memahami tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
3. Mengetahui teknik-teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
1
![Page 2: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/2.jpg)
4. Mengetahui dan memahami proses terapi CBT
D. Metodelogi Penulisan
Makalah ini disusun dengan cara menggunakan beberapa metodelogi
antara lain:
1) Studi Literatur adalah diadakan dengan maksud untuk memperoleh
landasan berfikir sebagai penunjang dalam melakukan pembahasan
2) Tinjauan kepustakaan adalah dengan melakukan pendekatan buku yang
berhubungan dengan tema laporan observasi sebagai sumber
3) Metode pencarian info melalui internet
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari Makalah Teknik Cognitive-Behavior
Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Pertanyaan
C. Tujuan dan Manfaat
D. Metodologi
E. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
B. Tujuan Terapi
C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
D. Proses Terapi CBT
BAB III ANALISIS
A. Analisis Teoritis
B. Analisis Praktis
2
![Page 3: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
Para ahli yang Cognitive-Behavior Therapy (CBT) salah satu pendekatan
terapi yang lebih integratif daripada pendekatan terapi lain seperti yang
berorientasi pada pendekatan psikodinamik, behavioristik, humanistik, dan
pendekatan yang berorientasi pada budaya. CBT merupakan sebuah pendekatan
yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy.
Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya
CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy
dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive
therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Matson
& Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu
pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi
sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi,
kepercayaan dan pikiran.
Tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists
(NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu
suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peranan yang penting
berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita
lakukan. (NACBT, 2007)
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua
pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.
Terapi kognitif memfokuskan pada fikiran, asumsi (andaian)
dan kepercayaan. Terapi kognitif memudahkan individu belajar
3
![Page 4: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/4.jpg)
mengenali dan mengubah kesalahan. CBT didasarkan pada
konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat
mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individu terlibat aktivitas dan menyertai
dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan
strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick Teori
Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR),
yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak
manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan
bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak
dengan menekankan peranan otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,
bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan
perasaannya, individu diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, CBT adalah
pendekatan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan
kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara
fisik maupun psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan
dan merawat kesehatan mentalari negatif menjadi positif.
B. Tujuan Terapi
Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9)
yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi
yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan
dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. CBT
dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini
dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan
masa lalu. CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini
untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif
positif.
4
![Page 5: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/5.jpg)
CBT merupakan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya
baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa
lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan,
sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi individu belajar mengenali dan
mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam
CBT yaitu mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan
kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan
pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor
atau terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi
teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang
terpenting dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai
dengan kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu,
berstruktur, dan berpusat pada siswa.
Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai
teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.
Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:
a. Menata keyakinan irasional.
b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai
sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri
dalam role play dengan konselor.
d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda
dalam situasi ril.
e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan
cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100.
5
![Page 6: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/6.jpg)
f. Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan
pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas
dengan respon relaksasi yang telah dipelajari.
h. Pelatihan keterampilan sosial.
i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan
supaya bisa bertindak tegas.
j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi
kognitif antara sesi terapi.
k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan
masalah dengan memasuki situasi tersebut.
CBT merupakan bentuk psikoterapi yang sangat
memperhatikan aspek peran dalam berpikir, merasa, dan
bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi CBT
termasuk didalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior
Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy,
Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior Therapy.
D. Proses Terapi CBT
Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck
(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi
pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut akan
disajikan proses terapi cognitive-behavior.
Tabel 2.1
Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior
No. Proses Sesi1. Assesmen dan Diagnosa 1-22. Pendekatan Kognitif 2-33. Formulasi Status 3-54. Fokus Terapi 4-105. Intervensi Tingkah Laku 5-7
6
![Page 7: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/7.jpg)
6. Perubahan Core Beliefs 8-117. Pencegahan 11-12
Oemarjoedi (2003: 12)
Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12
sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12)
mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, di antaranya:
a. Terlalu lama, sementara individumengharapkan hasil yang dapat segera
dirasakan manfaatnya.
b. Terlalu rumit, di mana individu yang mengalami gangguan umumnya datang
dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga
tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena
kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas.
c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit
demi sedikit.
d. Menurunnya keyakinan individuakan kemampuan terapisnya, antara lain
karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada
kegagalan terapi.
Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior
di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian
yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan
sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.
Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi
terapi bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi
diharapkan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang
kreativitas yang lebih tinggi.
Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi
(2003: 24-26):
Tabel 2.2
Proses Terapi Cognitive-Behavior
yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia
7
![Page 8: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/8.jpg)
No. Proses Sesi1. Assesmen dan Diagnosa 12. Mencari Emosi Negatif, Pikiran Otomatis dan
Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan
Gangguan
2
3. Menyususn Rencana Intervensi Dengan
Memberikan Konsekwensi positif-negatif
Kepada Siswa
3
4. Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi
Tingkah Laku
4
5. Pencegahan 5Oemarjoedi (2003: 24-26)
BAB III
ANALISIS
A. Analisis Teoritis
CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) merupakan teknik terapi yang
menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang
akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Terapi
CBT mengarahkan individu pada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisis, pengambil keputusan,
bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Kemudian mengarahkan individu
untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan
kebiasaan mereaksi permasalahan.
Individu yang mengalami suatu bencana yang merugikan
bagi dirinya cenderung menyebabkan efek traumatis bagi
dirinya, seperti bencana tsunami. Individuyang mengalami
bencana tsunami cenderung akan mengalami trauma. Bencana
tsunami tersebut merupakan suatu kejadian yang merugikan
bagi dirinya baik secara fisik maupun psikis. Hal ini terjadi karena
individu mengalami trauma dalam jangka waktu relatif panjang
akan memaksakan individu untuk meningkatkan stimulus
melebihi yang biasa dilakukan oleh orang normal yang tidak
mengalami trauma. Kemudian individu yang mengalami trauma
8
![Page 9: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/9.jpg)
akan secara terus menerus memikirkan pengalaman
traumatisnya dari pada memikirkan masa kini dan masa
depannya. Untuk itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk
mereduksi bahkan mengeluarkan individu dari pengalaman
traumanya.
Dalam kaitan sindrom trauma, CBT akan meberikan
bantuan untuk mereduksi sindrom trauma. Di mana langkah-
langkah secara operasional akan di sajikan seperti berikut:
Pertama, memfasilitasi individubelajar mengenali dan mengubah
kesalahan dalam aspek kognitif. Menurut para ahli CBT, suatu
kondisi psikis atau fisik terjadi karena adanya pengolahan
informasi pada struktur kognitif yang menyimpang. Individu yang
mengalami trauma struktur kognitifnya telah berubah menjadi
negatif karena pengalaman traumatis akibat bencana tsunami.
Kedua, mengubah hubungan yang salah antara situasi
permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.
Dampak dari struktur kognitif yang menyimpang, akan
membawa individu pada kondisi emosi yang labil. Sehingga daya
nalar pun tidak berjalan normal. Individu yang mengalami
trauma cenderung berada pada kondisi yang salah dalam
mereaksi setiap situasi permasalahan. Ketiga, individu belajar
mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga
merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas. CBT akan
menghantarkan individuuntuk melakukan pelatihan agar dapat
mereduksi sindrom trauma yang dialaminya serta membuat
keputusan yang lebih tepat.
B. Analisis Praktis
Psikoterapi, Contoh Aplikasi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Seorang wanita berusia 39 tahun, telah menikah dan
sekarang bermasalah. Suaminya sekarang tinggal di rumah
9
![Page 10: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/10.jpg)
orangtuanya gara-gara ketahuan menikahi wanita lain tanpa
sepengetahuan dia. Mereka ribut dan dia menuntut suaminya
untuk menceraikannya. Suaminya keberatan karena merasa
tidak tega meninggalkan anak yang telah dilahirkan dari wanita
tersebut. Suaminya berjuang mengutuhkan kembali hubungan
mereka dengan cara sering membawa anak mereka mengunjungi
bapaknya di rumah kakek dan neneknya. Semangatnyq terbang
melayang karena orang tua suami tidak berusaha menyatukan
mereka kembali. Suaminya malah membiarkan wanita itu tinggal
di rumah tersebut. Yang menjadi masalah adalah suaminya juga
tidak mau menceraikan dia. Dia stress menghadapi hubungan
yang terkatung–katung. Pekerjaan dan kesehatannya
terganggu.dan pikirannya buntu. Keluarga menghendaki mereka
bercerai. Dia belum mantap menuntut perceraian karena dia
masih memiliki harapan rumah tangganya pulih kembali.
Diagram CBTSuami Selingkuh,Orang Tua Tidakmau membantu.
What You Think How You Feel What You Do
Suami tidak lagimencintaikeluarganya.
Ditinggalkan danditelantarkan
Minta bantuanmertua
Suami haruskembali kepadasaya
Dikhianati Meminta suamimenceraikan istrikeduanya
Keluarga haruskembali,meskipun harusberjuang sendiri.
Merasa tidaklengkap tanpasuami
Mengajak anakuntuk menjengukayahnya .
HubunganPerkawinan terasamenyiksa
Terkatung-katungoleh hubunganyang tak pasti
Stres, pikiranbuntu,mengganggupekerjaan dankesehatan
10
![Page 11: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/11.jpg)
1. Penjelasan Sisi Kognitifa) Konseli mempunyai suatu pemahaman yang “menyesakkan “atas suatu
peristiwa, yang disertai pula dengan adanya keluhan gangguan pola hidup
keseharian dan gangguan fisik
b) Konseli menganggap bahwa perkawinan yang terbina adalah merupakan
tanggungjawabnya seorang untuk menyelamatkannya dan bertindak
seperti “super woman “, sehingga konseli merasa marah apabila ada orang
yang dianggap menghambat “misi”nya itu (dalam hal ini mertua yang
tidak mau menjembatani permasalahan keluarga .Hambatan yang dialami
konseli , membuat konseli merasakan stres dan gangguan fisiknya.
c) Konseli menganggap bahwa semua yang dialaminya, menempatkan
dirinya pada posisi yang tertekan
2. Pengelolaan Sisi Kognitif
a) Summarizing: menyimpulkan tentang permasalahan yang dihadapi konseli.
b) Reframing: memandang dari sudut pandang konseli tentang
permasalahannya.
c) Mengubah keyakinan yang salah: memberikan dorongan –dorongan untuk
membantu konseli mencari bukti dari pikiran-pikiran dan konsekuensi
yang dihadapinya. Contoh: Konseli diubah keyakinannya bahwa ia
berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain. Konseli memfasilitasi bantuan
untuk membuat konseli sadar bahwa ia juga berhak minta bantuan dari
suami, mertua, atau orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.Konseli
juga diajarkan untuk bisa bersikap tenang dalam menghadapi masalah,
sehingga tidak mempengaruhi faktor fisikna.
d) Konfrontasi: Mengubah ketidakkonsistensian pikiran konseli Mengubah
Irrasional Belief. Misalnya: Konseli menyalahkan semua orang yang ada
didalamnya, konselor, mengkonfrontasikan, karena ada kemungkinan juga
konseli juga menyumbang andil dalam pecahnya hubungan perkawinan
itu.
11
![Page 12: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/12.jpg)
3. Penjelasan Sisi Behaviora) Menggunakan prinsip dasar “classical conditioning”dari Ivan.Pavlov.
b) Terapi Behavior diperlukan untuk melemahkan hubungan antara situsi
permasalahan dengan reaksi yang timbul darinya.
c) Sisi perilaku yang dihadapi konseli adalah, bahwa konseli merasa
kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya.
d) Konseli juga menghadapi kemarahan dan kekecewaan yang berakibat
terganggunya kegiatan pekerjaan, dan juga gangguan fisik lainnya.
e) Prinsip dari sisi behavior adalah bahwa perilaku yang mengganggu,
apabila tidak mendapatkan dukungan dari pikiran yang salah (secara
kognitif) maka akan menjadi lemah.Hal ini disebut Extinction
f) Di sisi lain, dengan sisi behavior ini, konseli diberikan tantangan untuk
tetap berada dalam masalahnya, selama ia tidak berani untuk menghadapi
masalahnya itu.
4. Pengelolaan Sisi Behavior
a) CBT bersifat aktif ,dimana terapis banyak terlibat dalam pemilihan pilihan
dan tugas individu.
b) Tujuan yang akan dicapai direncanakan secara matang.
c) Pemberian tugas–tugas dan pemantauan kepada konseli untuk
mempercepat proses penyembuhan.
d) Exploring options: Konselor aktif menyodorkan pilihan-pilihan perilaku
kepada konseli.
e) Facilitating actions: konselor memberikan tugas untuk mempercepat
penyembuhan konseli.
12
![Page 13: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/13.jpg)
BAB IV
KESIMPULAN
CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari
pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &
Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan
pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.
Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior
therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT.
CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang
sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan
berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan,
13
![Page 14: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/14.jpg)
penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson &
Ollendick, 1988: 44).
Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu
mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong individuuntuk
mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri individudan secara kuat
mencoba menguranginya.
Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai
teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa.
Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:
menata keyakinan irrasional, Bibliotherapy, mengulang kembali penggunaan
beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor, mencoba penggunaan
berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril, mengukur perasaan,
misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan
skala 0-100, menghentikan pikiran. Individu belajar untuk menghentikan pikiran
negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif, desentisisasi sistematis,
pelatihan keterampilan sosial, assertiveness skill training atau pelatihan
keterampilan supaya bisa bertindak tegas, penugasan rumah dan in vivo exposure.
Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck
(Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 7 sesi
pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Ketujuh sesi
tersebut adalah assesmen dan diagnosa, pendekatan kognitif, formulasi status,
fokus terapi, intervensi tingkah laku, perubahan core beliefs dan pencegahan.
melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 7 sesi
pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan, maka diringkas menjadi 5 sesi yaitu
assesmen dan diagnosa, mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan
utama yang berhubungan dengan gangguan, menyususn rencana intervensi dengan
memberikan konsekwensi positif-negatif kepada siswa, formulasi status, fokus
terapi, intervensi tingkah laku dan pencegahan.
14
![Page 15: isicbt-141104080911-conversion-gate02.rtf](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022080105/577c82e71a28abe054b2bad9/html5/thumbnails/15.jpg)
15