Isi

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Postpartum hemorrhage (PPH) merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu disamping infeksi dan preeklampsia. Semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio caesarea) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Postpartum hemorraghe adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai 1

description

postpartum hemorraghe

Transcript of Isi

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Postpartum hemorrhage (PPH) merupakan salah satu penyebab utama

kematian ibu disamping infeksi dan preeklampsia. Semua persalinan baik

pervaginam ataupun perabdominal (sectio caesarea) selalu disertai perdarahan.

Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun

sesudah persalinan. Postpartum hemorraghe adalah perdarahan yang masif yang

berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan

sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping

perdarahan karena hamil ektopik dan abortus.

Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat baik selama kehamilan,

persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi

dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu

keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita

hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan

penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberikan pertolongan yang tepat.

Di negara maju angka kematian ibu sudah jauh menurun, namun

perdarahan postpartum tetap menjadi penyebab utama kematian ibu di tempat lain.

Hubungan langsung antara kehamilan dengan angka kematian ibu di Amerika

Serikat adalah sekitar 7-10 wanita per 100.000 kelahiran hidup. Statistik Nasional

menunjukkan bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan

1

Page 2: Isi

post partum. Di negara-negara industri, perdarahan post partum menduduki

peringkat 3 dalam penyebab utama kematian ibu, bersama dengan emboli dan

hipertensi. Di negara berkembang, beberapa negara memiliki angka kematian ibu

di lebih dari 1000 wanita per 100.000 kelahiran hidup. 25% dari kematian ibu

disebabkan oleh perdarahan post partum, terhitung lebih dari 100.000 kematian

maternal per tahun. American College of Obstetricians and Gynecologists

memperkirakan 140.000 kematian ibuper tahun atau 1 wanita setiap 4 menit.

Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri

menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam

24 jam setelah kelahiran bayi. Di negara berkembang lebih mungkin dipengaruhi

oleh tingkat manajemen yang diberikan untuk wanita hamil karena kurangnya

ketersediaan obat yang luas yang digunakan dalam manajemen aktif kala III.

Beberapa faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan antara yaitu

Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya ,solusio plasenta, terutama jika

tidak terdeteksi, plasenta previa , preeklamsia, regangan berlebihan pada uterus

(gemelli, polihidramnion), kelainan perdarahan sebelum kehamilan.

BAB II

2

Page 3: Isi

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Postpartum hemorraghe adalah perdarahan yang melebihi 500ml setelah

bayi lahir pervaginam atau 1000ml setelah persalinan abdominal (sectio caesarea).

Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan

kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal

akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal

pada ibu dengan anemia.

Perdarahan ini bisa terjadi segera setelah ibu melahirkan. Terutama di

dua jam pertama yang kemungkinannya sangat tinggi.  Maka dari itu,

selama 2 jam pertama setelah bersalin, ibu belum boleh keluar dari kamar bersalin

dan masih dalam pengawasan. Yang diperhatikan adalah tinggi rahim, ada

perdarahan atau tidak, lalu tekanan darah dan nadinya. Kalau terjadi perdarahan,

maka tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun, dan denyut nadi

ibu menjadi cepat. Normalnya, tinggi rahim setelah melahirkan adalah sama

dengan pusar atau 1 sentimeter di atas pusar. Adakalanya perdarahan yang terjadi

tidak terlihatkarena darah mengumpul di rahim, jadi begitu keluar akan keluar

cukup deras. Ini sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian. Ada pula

perdarahan postpartum yang baru terjadi di hari kedua atau ketiga. Gejalanya

sama. Itulah mengapa, setelah melahirkan ibu perlu dirawatselama 2 hari untuk

memantau ada tidaknya perdarahan, dengan menilai tensidarah dan nadinya.

3

Page 4: Isi

Postpartum hemorraghe merupakan kehilangan darah lebih dari 500ml

melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan

kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya

setengah dari sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau

dengan urin. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan

kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan

dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada

yang anemia.

Postpartum hemorraghe tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat

mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan

tubuh.

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian postpartum hemorraghe setelah persalinan pervaginam yaitu

5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang

berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil

dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.

Angka Kematian di Negara Berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian

maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,

kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

4

Page 5: Isi

2.3 Klasifikasi

Postpartum hemorraghe di bagi menjadi postpartum hemorraghe primer dan

sekunder :

a. Postpartum hemmorraghe primer (Early Postpartum Haemorrhage Atau

perdarahan pascapersalinan segera). Perdarahan pascapersalinan

primerterjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan

pascapersalinanprimer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa

plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

 

b. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage,

atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan

lambat).Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam

pertama.Penyebab utama perdarahan pascapersalinan sekunder adalah

robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

 

2.4 Etiologi

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan postpartum hemorrhage,

faktor-faktor yang menyebabkan postpartum hemorrhage adalah atonia uteri,

perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, trauma, kelainan pembekuan

darah.

5

Page 6: Isi

a. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang

menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat

implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan :

Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang

bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidensi perdarahan

pascapersalinan akibat atonia uteri.

Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400 - 600µg) segera setelah bayi

lahir. Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut:

- Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion,

atau anak terlalu besar.

- Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.

- Kehamilan grande-multipara.

- Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita

penyakit menahun.

- Myoma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

- Infeksi intrauterin (korioamnionitis).

- Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

Diagnosis atonia uteri

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata

perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan

fundus uteri masih setinggi pusat atau lebiih dengan kontraksi yang lembek. Perlu

6

Page 7: Isi

diperhatkan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga

masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah,

tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dengan

kalkulasi pemberian darah pengganti.

Tindakan

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.

Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat

hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan

kliniknya.

Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai

berikut:

Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.

Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :

- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.

- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara intra

muscular, intra vena.

- Memberikan derivat prostaglandin F2α (carboprost tromethamine)

yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual

muntah, febris, dan takikardia.

- Pemberian misoprostol 800- 1000 µg per-rektal.

- Kompresi bimanual eksternal dan/ atau internal.

- Kompresi aorta abdominalis.

7

Page 8: Isi

Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan

operatif laparotomi dengan pilihan bedah konsevatif (mempertahankan

uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:

- Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika

- Operasi ransel B Lynch

- Histerektomi supravaginal

- Histerektomi total abdominal

b. Robekan Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.

Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan

memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan

pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat

episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi atau

karena versi ekstraksi.Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka

episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis

(sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah

sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang terberat dapat menyebabkan ruptur

uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang

teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi

saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada robekan atau sisa plasenta.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina

dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan

8

Page 9: Isi

ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan

karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan macet atau persalinan kasep,

atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda

cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan yang terbuka harus

diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai

perdarahan berhenti.

Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu

yang cukup serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita

kesakitan dan tidak kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk

ketenangan dan keamanan saat melakukan hemostasis.

c. Retensio plasenta

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir

disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan

pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta

dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua

basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai

menembus perimetrium.

Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas

seksio sesarea, pernah kuret berulang dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari

plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut rest plasenta dan dapat

menimbulkan Post Partum Hemoragik (PPH) primer atau (lebih sering) sekunder.

Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/ separasi plasenta akan ditandai

9

Page 10: Isi

oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah

sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai

akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir pada retensio plasenta, sepanjang plasenta

belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta

yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan

kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan placenta manual,

meskipun kala III belum lewat setengah jam.

d. Sisa Plasenta

Sisa plasenta bisa diduga bila kala III berlangsung tidak lancar, atau setelah

melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak

lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari

ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan

lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dialakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan

cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang

ditimbullkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan

keperluannya.

e. Inversi Uterus

Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkann perdarahan

adalah terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan di mana lapisan

dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang

daat bersifat inkomplit maupun komplit.

10

Page 11: Isi

Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atornia

uteri, serviks yang masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang menarik fundus

ke bawah (misalnya karena pplasenta akreta, inkreta dan perkreta, yang tali

pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dan dari

atas (manuver Crede) stsu tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba

(misalnya batuk keras atau bersin).

Melakukan traksi umbiilikus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus

yang masih atonia memungkinkan terjadinya inversio uteri.

Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda :

- Syok karena kesakitan

- Perdarahan banyak bergumpal

- Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang

masih melekat

- Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila

kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan

membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.

Tindakan

Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah

pengganti dan pemberian obat.

2. Beberapa senter memberikan tokolitik/ MgSO4 untuk melemaskan uterus

yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong

endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks

11

Page 12: Isi

sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat

dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.

3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil

dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau

intra muscular tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali

normal dan tangan operator baru dilepaskan.

4. Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai keperluannya.

5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras

menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan

laparotomi untuk reposisi dan jika terpaksa dilakukan histerektomi bila

uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

f. Peradarahan karena gangguan pembekuan darah

Postpartum hemorraghe karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai

bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah

mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah

terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes

atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga

hidung dan lain-lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis

yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang,

trombositopenia, terjadi hopofibrogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (Fibrin

12

Page 13: Isi

Degradation Product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (Partial

Thromboplastin Time).

Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin

dalam kandugan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang

dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku

segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (Episilon

Amino Caproic Acid).

2.5 Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk

meningkatkansirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan

kontraksi uterus menurun sehingga sehingga pembuluh darah yang melebar tadi

tidak menutup sempura sehinga pedarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan

lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga

menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah

pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada

kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan

penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa

mendorong pada keadaan shock hemoragik.

13

Page 14: Isi

2.6 Faktor resiko

Riwayat postpartum hemorraghe pada persalinan sebelumnya merupakan

faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga

segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.

Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan

terjadinya hemorraghe postpartum :

1. Grande multipara

2. Perpanjangan persalinan

3. Chorioamnionitis

4. Kehamilan multiple

5. Injeksi Magnesium sulfat

6. Perpanjangan pemberian oxytocin

2.7 Diagnosis

Postpartum hemorraghe digunakan untuk persalinan dengan umur

kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20

minggu disebut sebagai aborsi spontan.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :

- Perdarahan yang tidak dapat dikontrol

- Penurunan tekanan darah

- Peningkatan detak jantung

- Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)

14

Page 15: Isi

- Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar

perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan

ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa

perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat

jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes

perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan

menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan

tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio

plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan

akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta

lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan

lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar

jika ada atonia uteri.

Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya

sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan

postpartum :

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

15

Page 16: Isi

- Sisa plasenta dan ketuban

- Robekan rahim

- Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises

yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test

dan lain-lain.

2.8 Pencegahan

Pencegahan Perdarahan Postpartum

a. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus

yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan

pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai

sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang

mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat

dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

b. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,

golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan

dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang

yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien

16

Page 17: Isi

dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat

dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk

menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

c. Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan

circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan

berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras

terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta

bias mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan

mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang

berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

d. Kala tiga dan Kala empat

- Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan

dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan

postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu

depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya

retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien

dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk

memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti

mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan

postpartum sebesar 40%.

- Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5

menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan

17

Page 18: Isi

tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.

Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan

mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina,

uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat

bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat

dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Pada

umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit

setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada

untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan

plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras,

tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus

terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak

keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan

cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir

plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “manual

plasenta“ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual

plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak

ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan

dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak

didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan

manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam

pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di

eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.

18

Page 19: Isi

- Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya

perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan

penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy. Segera

dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi

dengan baik.

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum

adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat

mungkin. Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2

bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan

pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Pantau terus

perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena

ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara

bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

- Pemberian cairan: berikan normal saline atau ringer lactate

- Transfusi darah bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

- Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan

perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau

lebih)

19

Page 20: Isi

b. Penatalaksanaan berdasarkan penyebab postpartum hemorraghe

Tentukan penyebab postpartum hemorraghe:

- Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di

fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di

uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi

dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian

oxytocin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus

dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual

apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang

fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan

ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain

dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual

gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.

- Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah

kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian

uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi

secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi

kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica

selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan

kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.

20

Page 21: Isi

Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual

removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak

baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan

tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan

perdarahan selama persiapan operasi.

- Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus

sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan

eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan

penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui

sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan

berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah

penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi

apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,

penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila

hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri,

cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

- Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri,

sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik

mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan

darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti

( trombosit,fibrinogen).

21

Page 22: Isi

c. Terapi pembedahan

- Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel)

adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk

memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk

mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung

tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan

perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan

menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase

apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan

tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai

pemberian uterotonica.

- Ligasi arteri

Ligasi uteri uterine

Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang

berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang

mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan

kesuburan.

Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang

diberikan.

Ligasi arteri iliaca interna

22

Page 23: Isi

Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua

traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi

darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan

perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

Histerektomi

Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan

yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik

dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah

dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu

efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen

bawah rahim, servix, fornix vagina.

d. Pemberian Uterotonica :

1. Pitocin

a. Mulai 3 sampai 5 menit

b. Intramuskular : 10-20 unit

c. Intravena : 40 unit/liter pada 250 cc/jam

2. Ergotamine (Methergine)

a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 jam

b. Onset in 2 to 5 menit

c. Kontraindikasi

Hypertensi

Pregnancy Induced hypertntion

hypersensitivity

23

Page 24: Isi

3. Prostaglandin (Hemabate)

a. Dosis: 0.25 mg Intramuscular atau intra – myometrium

b. Onset < 5 menits

c. Dilakukan setiap 15 menit sampai dengan maximal 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO atau PR

2.10 Komplikasi

1. Syok Hemorraghe

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan

menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini

menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat

menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan

cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus

renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah

di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak

terselamatkan.

2. Anemia

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan

perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah.

Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu

pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI

bayi.

24

Page 25: Isi

1. Sindrom Sheehan

Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan

postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang

dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi

dapat mempengaruhi sistem endokrin.

2.11 Prognosis

Bila postpartum hemorraghe tidak mendapat penanganan yang tepat,

maka akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses

penyembuhan kembali.

25

Page 26: Isi

BAB III

KESIMPULAN

Postpartum hemorraghe adalah perdarahan lebih dari 500 cc pada persalinan

pervaginam dan lebih dari 1000cc pada persalinan perabdominal (sectio caesarea)

yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secara masif dan cepat,

atau secara perlahan – lahan tapi secara terus menerus.

Post partum hemorraghe bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu

kejadian yang harus dicari tahu kausalnya. Beberapa faktor yang dapat

menyebabkan postpartum hemorraghe yaitu atonia uteri, robekan jalan lahir,

retensio plasenta, dan karena gangguan pembekuan darah.

Bila postpartum hemorraghe tidak mendapat penanganan yang tepat, maka

akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan

kembali.

26