Isi

32
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang impaksi adalah gigi yang tidak dapat atau tidak akan erupsi kedalam posisi yang seharusnya yang disebabkan oleh faktor sistemik maupun faktor lokal. 1 Data baru menunjukkan bahwa 72,2% dari seluruh masyarakat dunia memiliki setidaknya satu gigi yang impaksi (molar ketiga biasanya lebih sering). Dari 40 tahun terakhir, kejadian gigi yang impaksi telah berkembang pada populasi yang berbeda, dimana gigi impaksi lebih sering terjadi pada orang-orang Caucasoid dari pada orang Negroid dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, karena kebiasaan hidup seperti diet makanan lunak dan intensitas yang lebih rendah dari penggunaan komponen pengunyahan. 2 Operasi pengangkatan M3 mandibula yang impaksi berkontribusi besar pada pekerjaan seorang dokter bedah mulut. Periode pasca-operasi pengangkatan gigi molar ketiga sering ditandai dengan pembengkakan dan rasa sakit, kadang- kadang cukup parah, bersamaan dengan hal tersebut, terjadi keterbatasan membuka mulut dan kemampuan pengunyah yang [1]

description

Oral Surgery

Transcript of Isi

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi yang impaksi adalah gigi yang tidak dapat atau tidak akan erupsi kedalam posisi yang seharusnya yang disebabkan oleh faktor sistemik maupun faktor lokal.1 Data baru menunjukkan bahwa 72,2% dari seluruh masyarakat dunia memiliki setidaknya satu gigi yang impaksi (molar ketiga biasanya lebih sering). Dari 40 tahun terakhir, kejadian gigi yang impaksi telah berkembang pada populasi yang berbeda, dimana gigi impaksi lebih sering terjadi pada orang-orang Caucasoid dari pada orang Negroid dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, karena kebiasaan hidup seperti diet makanan lunak dan intensitas yang lebih rendah dari penggunaan komponen pengunyahan.2Operasi pengangkatan M3 mandibula yang impaksi berkontribusi besar pada pekerjaan seorang dokter bedah mulut. Periode pasca-operasi pengangkatan gigi molar ketiga sering ditandai dengan pembengkakan dan rasa sakit, kadang-kadang cukup parah, bersamaan dengan hal tersebut, terjadi keterbatasan membuka mulut dan kemampuan pengunyah yang terjadi sementara. Salah satu faktor yang paling terkait erat dengan intensitas nyeri pasca operasi dan pembengkakan adalah jenis penyembuhan luka bedah. Dalam penyembuhan sekunder, soket tetap terbuka dalam rongga mulut sementara dalam penyembuhan primer; soket tertutup rapat dengan flap mukosa.3,4Kedua hal tersebut menimbulkan perdebatan antar penulis dimana terdapat pendapat bahwa penyembuhan sekunder lebih baik dari pada primer ataupun sebaliknya.3,4 Hal inilah yang melatarbelakangi kami dalam menulis makalah ini. Oleh karena itu dirasa penting untuk membahas lebih lanjut dari penutupan primer dan sekunder serta efeknya terhadap proses penyembuhan pasca operasi pengangkatan molar tiga rahang baawah yang impaksi.

1.2 Permasalahan Terdapat sejumlah kontroversi tentang penyembuhan yang terjadi setelah pengangkatan gigi molar tiga rahang bawah yang impaksi. Beberapa penulis mendukung tentang penyembuhan yang tertutup dari bekas operasi pengangkatan molar tiga rahang bawah yang impaksi. Sedangkan penulis lain menyatakan bahwah penyembuhan tertutup atau penutupan primer tersebut menyebabkan rasa sakit yang lebih besar dan pembengkakan dari pada penyembuhan dengan penutupan sekunder. Namun ada penulis lain yang menyatakan bahwa kemajuan pasca operasi dari kedua penyembuhan tersebut tidaklah berbeda.3,4,5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang bagaimana efek dari penutupan primer dan penutupan sekunder tehadap rasa sakit, pembengkakan, dan trismus yang terjadi selama penyembuhan pasca operasi pencabutan gigi molar tiga rahang bawah. Sehingga sebagai dokter gigi tidak lagi dibingungkan dengan adanya kontroversi mengenai kedua penutupan ini terhadap penyembuhan pasca operasi pengangkatan molar tiga rahang bawah. Dengan demikian kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi seorang dokter gigi untuk memutuskan suatu tindakan yang harus dilakukan selama tindakan pengangkatan molar tiga rahang bawah yang impaksi.

BAB 2TRISMUS, PEMBENGKAKAN DAN RASA SAKIT SETELAH PENCABUTAN M3 RAHANG BAWAH

Pengangkatan molar 3 rahang bawah yang impaksi adalah salah satu prosedur operasi yang sering dilakukan pada klinik bedah mulut, dimana hal ini membutuhkan pemahaman dari prinsip operasi dan kemampuan penanganan pasien. Biasanya penyembuhan pasca operasi membutuhkan waktu beberapa hari dan istirahat total. Keadaan pasca operasi ini didominasi oleh rasa sakit yang kadang terasa sedikit parah, pembengkakan, trismus dan disfagia yang mencerminkan adanya reaksi inflamasi pada jaringan, diamana hal ini mempengaruhi kualitas hidup pasien pada hari-hari setelah operasi.4,6,7,8 Kejadian ini merupakan respone fisiologis yang tak terelakkan setelah trauma, namun tingkat keparahannya dapat dikurangi. Beberapa pilihan tindakan telah dibuat untuk mengurangi gejala sisa pasca operasi molar ketiga. Pilihan tersebut antara lain adalah teknik dari penutupan flap dengan menggunakan tabung drainasi atau kasa, terapi facial ice pack, menggunkan obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, obat anti inflamasi non steroid dan menggunakan antibiotik.5

2.1 Rasa Sakit (Pain)

Rasa sakit yang akut merupakan subuah alat peringatan, dimana proses inflamasi menjadi syarat bagi penyambuhan jaringan yang normal. Besarnya nyeri pasca operasi tergantung pada tingkat kerusakan jaringan dan pada tingkat trauma operasi. Pengurangan rasa sakit dan reaksi inflamasi yang berlebihan diperlukan tidak hanya untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca operasi, namun juga untuk memberikan manfaat yang lebih baik dengan mencegah lebih lanjut memburuknya keadaan patologis. Pemahaman tentang patofisiologi nyeri dan proses inflamasi sangat penting untuk manajemen pasca operasi dengan gejala sisa.9Trauma pembedahan mengaktifkan reaksi biokimia, dengan sintesis atau pelepasan prostaglandin, bradikinin, substansi-P, histamin, dan zat lainnya. Zat-zat tesebut berinteraksi untuk menghasilkan ekstravasasi plasma, sehingga menyebabkan edema. Zat tersebut juga merangsang ujung saraf perifer yang mengakibatkan manifestasi klinis hiperalgesia. Zat-zat ini memiliki beberapa efek lain pada ujung saraf perifer. Mereka merangsang pelepasan neuropeptida seperti kalsitonin peptida-gen terkait (CGRP) dari ujung saraf perifer yang berkontribusi terhadap efek sinergis dari reaksi biokimia lainnya. Zat-zat ini membentuk umpan balik positif yang diperkirakan menyebabkan proses inflamasi.9 Rasa sakit pasca operasi dimulai ketika efek dari anestesi lokal hilang dan mencapai puncaknya selama 12 jam pertama setelah operasi. Banyak jenis obat analgesic yang dapat diberikan untuk mengatasi rasa sakit setelah operasi. Wanita mungkin lebih sensitif atau dapat lebih merasakan sakit pasca operasi dibandingkan dengan laki-laki, oleh karenanya wanita lebih banyak membutuhkan obat analgesik. Analgesik harus diberikan sebelum efek dari anestesi lokal hilang. Dengan cara ini rasa sakit lebih mudah untuk di kontrol, dan lebih sedikit membutuhkan obat. Penatalaksanaan dari obat anti inflamasi non steroid sebelum operasi dapat menambah manfaat untuk kontrol dari rasa sakit pasca operasi. Baik pembengkakan maupun trismus berhubungan dengan lamanya waktu operasi. Terdapat hubungan yang kuat antara rasa sakit setelah operasi dan trismus, dimana rasa sakit merupakan salah satu alasan dari kemampuan membuka mulut pasca operasi pengangkatan molar tiga rahang bawah yang impaksi.10

2.2 Pembengkakan (Swelling)

Sebuah trauma bedah dalam rongga mulut selalu menyebabkan cedera jaringan yang ditandai dengan hiperemia, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dengan akumulasi cairan dalam ruang interstitial dan granulosit serta migrasi monosit, karena tekanan osmotik meningkat dalam kapiler (hukum Starling). Edema atau pembengkakan adalah ekspresi dari eksudat atau transudasi, dan dalam operasi, mungkin aliran kedua hal tersebut terhambat (hiperemia, vasodilatasi, stenosis, dll). Perpanjangan dari insisi juga berdampak pada jaringan dan panjang operasi dapat mempengaruhi intensitas pembengkakan. Menurut data yang diterbitkan sebelumnya, pembengkakan dan nyeri pasca operasi secara signifikan lebih rendah dengan insisi yang kecil. Setelah operasi pengangkatan molar tiga, biasanya ditandai dengan keterbatasan dalam pembukaan mulut, nyeri, berkurangnya kemampuan pengunyahan dan pembengkakan. Hal ini merupakan masalah serius karena mempengaruhi kemampuan pasien untuk berkomunikasi dan kembali ke kehidupan kerja rutin, terutama selama tiga hari pertama setelah bedah mulut.11Pengangkatan molar ketiga yang impaksi dan penjahitan jaringan serta kerusakan seluler menyebabkan produksi beberapa mediator biokimia yang terlibat dalam proses nyeri, khususnya, histamin, bradikinin dan prostaglandin. Histamin dan bradikinin menyebabkan sensitisasi ujung saraf bebas dan terlibat dalam pembentukan edema. Namun, kedua zat tersebut memiliki umur paruh pendek dan oleh karena itu peran utama zat ini terjadi di awal tahap setelah cedera. Periode yang lebih lama dari rasa sakit dan inflamasi tampaknya berhubungan dengan pembentukan dan fungsi dari prostaglandin, yang merupakan kelompok asam lemak biologis aktif yang berasal dari asam arakidonat dan asam linoleat. Trauma, panas, anoksia atau stimulus yang akan mengakibatkan deformasi sel membran atau aktivasi lipolisis akan menimbulkan hidrolisis fosfolipid dan trigliserida yang masuk ke jalur siklooksigenase atau lipooxygenase untuk melepaskan prekursor asam lemak bebas prostaglandin. Oleh karena itu, produk lipoxygenase, serta produk siklooksigenase dapat berkontribusi pada pengembangan rasa sakit dan edema pada respon inflamasi.8Edema atau pembengkakan pasca operasi adalah hal yang bisa terjadi pasca operasi pencabutan molar tiga rahang bawah. Penggunaan kortikosteroid sering digunakan unutk mengurangi pembengkakan. Aplikasi dari ice pack pada wajah membuat pasien lebih nyaman tapi tidak dapat mengurangi pembengkakan. Pembengkakan biasanya mencapai puncaknya pada hari kedua pasca operasi dan biasanya berkurang pada hari ke lima sampai ke tujuh.10Jenis kelamin, berat badan dan permukaan tubuh mempengaruhi pembengkakan pasca operasi. Namun, sulit memprediksi intensitas pembengkakan sebelum operasi karena hal ini merupakan hasil dari beberapa komponen. Peristiwa pascaoperasi (nyeri, trismus, pembengkakan) biasanya ditangani secara farmakologi dan atau pembedahan serta berbagai cara lainnya. Teknik bedah bedah yang berbeda telah dilaporkan dalam banyak literatur untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca operasi molar ketiga. Berbagai jenis flap telah digunakan selama ekstraksi gigi molar ketiga yang impaksi. Tidak ada perbedaan signifikan dalam intesnsitas pembengkakan sehubungan dengan jenis flap tersebut. Pasqualini et al telah membandingkan 100 pasien yang tangani dengan jahitan ketat/ total dengan 100 pasien yang dijahit dengan membiarkan 5-6 mm mukosa distal molar kedua terbuka untuk memungkinkan adanya drainasi. Dengan menggunakan prosedur ini, pembengkakan pasca operasi berkurang terutama pada hari 2 dan 4, sedangkan pada kelompok yang dengan jahitan ketat, puncak pembengkakan mencapai hari ke-3.Menurut beberapa penulis, penjahitan dengan membiarkan sebagian sisi terbuka memungkinkan sisa makanan untuk masuk kedalamnya, dan tidak dapat dibersihkan dengan mudah. Hal ini bisa menjadi awal dari infeksi lokal, inflamasi, edema dan potensi osteitis alveolar serta nyeri. Namun menurut penulis lain, edema, nyeri dan trismus yang terjadi setelah ekstraksi molar ketiga yang impaksi dapat berhubungan dengan teknik jahitan dan panjang operasi, dan penggunaan tabung drainase dapat membantu dalam mengurangi atau mencegah pembengkakan pasca operasi. Hal ini telah dipastikan dalam suatu penelitian yang secara khusus membandingkan respon pasca operasi dalam dua kelopok, kelompok yang dilakukan penjahitan dan kelompok yang dilakukan drainasi. Kelompok yangg dilakukan drainasi terdapat penurunan yang jelas dari edema. Rakprasitkul dan Pairuchvej juga memperoleh hasil yang sama. Mereka melaporkan penurunan pembengkakan pada jahitan yang disertai tabung drainasi bila dibandingkan dengan jahitan primer.11 Pembahasan mengenai dampak dari penutpan primer dan sekunder (primary closure and secondary closure) yang akan mempengaruhi keadaan pembengkakan pasca operasi pengangkatan molar ketiga mandibula akan dibahas pada bab selanjutnya. 2.3 Trismus

Trimus merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada kasus pencabutan molar ketiga mandibuala, ditandai dengan pembatasan pembukaan mulut karena spasme otot pengunyahan. (Gambar .1). Spasme ini meungkin terjadi karena adanya trauma pada otot pterigoid medial yang disebabkan karena jarum (penyuntikan berulang saat melakukan anestesi blok saraf inferior alveolaris) atau karena trauma saat prosedur operasi. Faktor penyebab yang lain adalah inflamasi pasca operasi pencabutan molar ketiga mandibula, hematoma dan edema pasca operasi.12

Gambar 1. Keterbatasan membuka mulut karena trismus.12

Gambar 2. Usaha untuk membuka mulut dengan fisioterapi pada kasus trismus.12

Pasien yang diberikan obat steroid untuk mnegkontrol pembengkaan juga dapat mengurangi trismus. Seperti pembengkaan, rasa sakit pada rang bawah juga mencapai puncaknya pada akhir hari kedua dan hilang pada akhir dari minggu pertama.10

BAB 3PENGARUH PENUTUPAN PRIMER DAN SEKUNDER SETALAH OPERSI PENCABUTAN MOLAR TIGA MANDIBULA

Seperti apa yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya bahawa operasi pencabutan molar ketiga rahang baawah dapat menyababkan rasa sakit, pembengkakan dan trismus. Banyak cara yang dilakukan untuk bisa meringankan keadaan tesebut, mulai dari penggunaan obat sampai pembedahan. Terdapat kontroversi tentang penyembuhan yang terjadi setelah pengangkatan gigi molar tiga rahang bawah yang impaksi. Bedasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa penulis yang lebih mendukung unutuk melakukan penyembuhan tertutup setelah operasi pengangkatan molar ketiga rahang bawah yang impaksi. Namun penulis lain menyatakan bahwa penutupan primer tersebut akan lebih menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dari pada penyembuhan dengan penutupan sekunder.3,4,5 Pada bab ini akan dibahas mengenai efek dari penutupan primer dan sekunder terhadap rasa sakit, pembengkakan dan trismus pasca operasi pengangkatan molar ketiga rahang bawah.

3.1 Teknik penutupan primer

a. Insisi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Manoj Chaudhary dan teman-temannya, dibuatlah sebuah insisi standar pada M3 (insisi Ward: insisi vertikal mulai dari gingiva tepat di bawah titik distobuccal cusp M2 sampai ke mesiobuccal cusp M2. Diteruskan dengan insisi sulkular sepanjang 1-1,5 cm pada gingival di sepanjang sisi lateral posterior sejajar dengan linea oblique eksternal dimana kemudian sayatan akhir hanya pada mukosa) dilakukan dengan handle Bard Parker No 3 dengan bladeNomor 15 untuk semua gigi impaksi (Gambar.3).3

Gambar 3. Insisi standart Ward3

b. Persiapan untuk penutupan luka

Pada penelitian yang dilakukan oleh Manoj Chaudhary, setelah gigi diangkat dari soketnya, luka diirigasi perlahan dengan larutan garam steril. Residual tooth sac permukaan distal dari mukosa, jaringan granulasi dan fragmen kecil yang terlepas dari tulang dan serpihan tulang harus diangkat dari soket dan dari bawah flap jaringan lunak. Tepi tulang yang tidak teratur, tajam dan tulang interradicular harus dihilangkan. Bur potong vulcanite digunakan untuk smoothening akhir dari margin socket. Perdarahan dikontrol dengan tekanan dan diirigasi lagi dengan 0,2 % chlorhexidine dan garam, dalam proporsi yang sama.3

c. Penutupan primer dari luka operasi

Kelebihan jaringan dipotong dari margin flap dengan gunting sebelum penjahitan. Penutupan primer dilakukan dengan mereposisi flap dan menggunakan jahitan interrupted sebanyak 3-0 jahitan. Setelah membuat simpul, ujung jahitan dipotong sekitar 3-5 mm (Gambar. 4).3 Teknik penutupan primer ini juga dilakukan pada beberapa penelitian lainnya.4,7

Gambar 4. Penutupan primer.3

3.2 Teknik penutupan sekunder

Dalam teknik penutupan sekunder, semua prosedur bedah akan sama seperti pada teknik penutupan primer, tetapi saat penutupan insisi mukosa, mukosa yang terdapat di sebelah M2 tidak dilakukan penutupan sepanjang 5-6 mm dan flap di reposisi kemudian dijahit dengan 3-0 jahitan (Gambar 5). Pasien diberi resep analgesik dan antibiotik selama lima hari. Para pasien diminta untuk berhenti merokok, mengurangi aktivitas selama masa penyembuhan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Manoj Chaudhary, pasien setiap hari harus melaporkan rasa sakit dan pembengkakan yang dialami selama 7 hari untuk melengkapi data. Jahitan diangkat pada hari ketujuh setelah operasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh peneliti lain yang memantau perkembangan rasa sakit dan pembengkakan.3,4,7

Gambar 5. Penutupan sekunder.3

3.3 Penilaian rasa sakit, pembengkakan dan trismus.

Besarnya pembengkakan dan beratnya rasa sakit merupakan indikator kenyamanan pasien selama periode setelah operasi pengangkatan molar tiga rahang bawah. Pembengkakan dan nyeri dievaluasi dengan Visual Analogic Scale (VAS), yang merupakan alat efektif untuk mengevaluasi parameter klinis yang mempengaruhi pengalaman subjek. Pembacaan diambil pada jam ke-6 pasca operasi dan setiap hari berikutnya selama 6 hari.3,4,7

Tabel 1. Skala VAS untuk evaluasi rasa sakit: berdasarkan penilaian yang diberikan pasien.3,4

0No painPasien merasa baik-baik saja

1Slight painPasien merasa tidak nyaman namun tidak merasakan sakit

2Mild painPasien merasa sakit jika melakukan beberapa aktivitas

3Severe painPasien sangat terganggu tapi tetap dapat melanjutkan aktivitas normal

4Very severe painPasien tidak bisa melakukan aktivitas secara normal

5Extremely severe painPasien sama sekali tidak bisa beraktivitas dan merasa perlu untuk berbaring.

Tabel 2. Skala VAS untuk evaluasi pembengkakan: berdasarkan penilaian yang diberikan pasien.3,4

0No swellingPasien tidak mendeteksi adanya pembengkakan

1Slight swellimgPasien mendeteksi ada sedikit pembengkakan namut tidak terlihat

2Mild swellingTerlihat adanya pembengkakan namun tidak mengganggu pengunyahan dan penelanan

3Severe swellingTerlihat pembengkakan yang jelas dan mengganggu pengunyahan normal

4Very severe swellingAdanya gangguan dalam pengunyahan namun tidak mengalami trismus

5Extremely severe swellingPembengkakan sangat jelas dan mengalami trismus

Untuk trismus, pembukaan mulut yang maksimal dihitung dalam satuan millimeter dari dari incisal edge gigi insisive pertama rahang atas ke insisive pertama rahang bawah. Pencatatan pengukuran dilakukan sampai hari ke tujuh pasca operasi.6,7

3.4 Efek penutupan primer dan sekunder terhadap rasa sakit, pembengkakan, dan trismus.

Beberapa penelitaian telah melaporkan bahwa frekuensi komplikasi pasca operasi pengangkatan molar ketiga rahang bawah berhubungan dengan tipe penjahitan dan tipe penutupan luka. Sangat disarankan untuk menggunakan penjahitan yang minimal. Penjahitan yang kuat pada penutupan primer saat operasi pengangkatan molar ketiga mandibula akan lebih menyebabkan ketidaknyamanan pasien pasca operasi. Pada penyembuhan primer, soket ditutup dengan flap secara rapat dan pada penyembuhan sekunder, soket dibiarkan terbuka. Pada penyembuhan sekunder jahitan mukosa pada sisi distal dari molar kedua di hilangkan sehingga terjadi drainase dan dengan sendirinya akan mengurangi rasa sakit, bengkak, dan trismus hal ini berbeda dibanding dengan penutupan primer, karena dengan menggunakan drainase tersebut memungkinkan cairan keluar dari jaringan.6,7Namun demikian, beberapa penulis lebih menyukai penutupan primer, walaupun terdapat beberapa penelittian yang melaporkan bahwa penyembuhan primer lebih sering menyebabkan rasa sakit dan bengkak dibanding penyembuhan sekunder.3,4,6,7 Pada saat ini dapat diterima secara umum bahwa soket dari molar ketiga mandibula dapat dibuka sebagian untuk memberikan drainase pasca operasi. Tujuan ini dapat diperoleh dengan membuat sebuah lubang kecil pada flap sebelum penjahitan atau dengan memasukkan benda asing seperti kasa. Penutupan sekunder digunakan untuk meminimalkan edema pasca operasi, dan rasa sakit, sehingga meningkatkan kenyamanan pasien. Selanjutnya perawatan pasca operasi dan kebersihan dari daerah penutupan sekunder lebih mudah dikelola oleh pasien dibandingkan dengan daerah penutupan primer.7Beberapa penelitaian telah dilakukan dengan menggunakan VAS untuk menilai rasa sakit, dan bengkak. Sedangkan trismus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diukur dengan menghitung jarak dari incisive pertama rahang atas ke incisive pertama rahang bawah. Dari laporan yang telah dibuat oleh pasien, nilainya dirata-rata, dan selanjutnya didapat bahwa nilai VAS pada penutupan sekunder lebih kecil dibanding nilai VAS pada penutupan primer.3,4,7 Pasien yang mengalami trismus juga nilainya lebih rendah pada penutupan sekunder. Ali Alp Saglam dalam penelitiannya membandingkan efek penutupan primer yang menggunakan tabung drainase dengan penutupan primer yang biasa dilakukan. Pada penelitian yang ia lakukan, ia menyimpulkan bahwa penutupan primer yang menggunakan tabung drainase akan mengurangi rasa sakit, bengkak dan trismus. Namun pada kelompok yang tidak menggunakan tabung drainase nilai rasa sakit, bengkak dan trismus lebih tinggi.13Yavuz Sinan dan teman-temannya melakukan penelitian yang membandingkan efek dari penutupan primer yang dilakukan drainase dan penutupan sekunder terhadap rasa sakit, pembengkakan, dan kemampuan membuka mulut pasca operasi pengangkatan molar ketiga mandibula. Mereka juga menggunakan VAS untuk menentukan nilainya. Dalam penelitiannya didapat bahwa kelompok pasien yang menggunakan tabung drainase lebih tinggi nilai VAS-nya dari pada kelompok yang dikakukan penutupan sekunder. 6

(b)

Gambar 6. (a) merupakan gambaran klinis dari penutupan primer yang dilakukan drainase. (b) gambaran klinis dari penutupan sekunder.6(a)

3.5 Penyembuhan Luka Setelah Pencabutan

Penyembuhan luka merupakan suatu proses dinamis yang terdiri dari 4 fase yang terintegrasi, dimana dalam tiap fase harus terjadi secara tepat dan teratur. Keempat fase ini serta fungsi biofisiologisnya dapat terjadi dalam suatu rangkaian, pada waktu dan durasi yang spesifik dan berlanjut dengan intensitas yang optimal. Proses penyembuhan luka tersebut terdiri:

Tabel 3. Fase penyembuhan luka.14FaseProses seluler dan biofisiologis

Hemostasis Konstriksi vascular Agregasi platelet, degranulasi dan pembentukan fibrin (thrombin)

Inflamasi Infiltrasi neutrofil Infiltrasi monosit dan diferensiasi menjadi makrofag Infiltrasi limfosit

Proliferasi Re-epitelisasi Angiogenesis Sintesis kolagen Pebentukan matriks ekstraseluler

Remodeling Remodeling kolagen Maturasi vascular dan regresi

Ketika gigi dicabut, soket gigi yang kosong yang terdiri dari tulang kortikal (secara radiografik terlihat sebagai lamina dura) ditutupi oleh ligamen periodontal yang terputus, dengan sejumlah epitel mukosa yang tertinggal di bagian korona. Segera setelah ekstraksi soket gigi akan diisi dengan darah dari pembuluh darah yang terputus, yang mengandung protein dan sel-selyang rusak. Sel-sel yang rusak bersama dengan platelet memulai serangkaian peristiwa yang akan mengarah pada pembentukan jaringan fibrin, kemudian membentuk gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini bertindak sebagai matriks yang mengarahkan perpindahan sel mesenkimal dangrowth factors. Neutrofil dan makrofag masuk ke daerah luka dan melawan bakteri serta sisa jaringan untuk mensterilkan luka.Dalam beberapa hari koagulum mulai rusak (fibrinolisis). Setelah 2-4 harijaringangranulasisecarabertahapmenggantikankoagulum.Jaringanvascular dibentuk antara akhir minggu pertama dan minggu kedua. Bagian marginal dari soket ekstraksi ditutupi oleh jaringan ikat muda yang kaya pembuluh darah dan sel inflamasi. Dua minggu pasca ekstraksi, pembuluh darah kapilar yang baru berpenetrasi ke pusat koagulum. Ligament periodontal yang tersisa mengalami degenerasi dan menghilang, epitel berproliferasi melewati permukaan tepi luka, tetapi luka biasanya belum tertutup terutama pada kasus gigi posterior. Padasoketyangkecil,epitelisas dapat berlangsung sempurna. Tepi dari soket alveolar diresorpsi oleh osteoklas. Fragmen tulang nekrosis yang lepas dari pinggiran soket pada saat ekstraksi akan diresorpsi. Pada minggu ketiga, koagulum akan hampir terisi penuh oleh jaringan granulasi yang matang. Tulang trabekula yang berasal dari osteosid atau tulang yang belum terkalsifikasi terbentuk di seluruh tepi luka dari dinding soket. Tulang ini terbentuk dari osteoblas yang berasal dari sel pluripotensial ligamen periodontal yang bersifat osteogenik. Tulang kortikal dari soket alveolar mengalami remodeling sehingga terdiri dari lapisan yang padat. Tepi dari puncak alveolar akan diresorpsi oleh osteoklas. Pada saat ini, luka akan terepitelisasi secarasempurna.Pada minggu keempat, luka mengalami tahap akhir penyembuhan. Sementara itu deposisi dan resorpsi tulang terjadi pada soket. Antara minggu keempat dan kedelapan setelah ekstraksi, jaringan osteogenik dan tulang trabekular dibentuk dan diikuti oleh proses pematangan tulang. Proses remodeling akan berlanjut selama beberapa minggu. Tulang masih mengalami sedikit kalsifikasi, sehingga akan terlihat radiolusen pada gambaran radiografik. Pada gambaran radiografik, proses pembentukan tulang tidak terlihat menonjol hingga minggu ke enam pasca ekstraksi.14

BAB 4KESIMPULAN

Operasi pengangkatan molar tiga rahang bawah sering disertai dengan adanya rasa sakit, bengkak, dan trismus pasca operasi. Rasa sakit terjadi karena pelepasan dan pemngaktifan prostaglandin, bradikinin, substansi-P, histamin, dan zat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya trauma selama prosedur operasi. Pembengkakan yang terjadi setelah operasi pengangkatan molar ketiga mandibula terjadi karena adanya trauma yang menyebabkan hiperemia, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dengan akumulasi cairan dalam ruang interstitial dan granulosit serta migrasi monosit, karena tekanan osmotic meningkat dalam kapiler (hukum Starling). Pembengkakan pasca operasi adalah hal yang bisa terjadi pasca operasi pencabutan molar tiga rahang bawah, hal ini dapat dikurangi dengan penggunaan kortikosteroid.Trismus yang terjadi setelah opersi pengangktan molar ketiga mandibula dapat disebabkan karena trauma pada otot pterigoid medial oleh karena jarum suntuk atau karena prosedur pembedahan. Selain itu trismus juga dipengaruhi oleh adanya edema dan hematoma pasca pembedahan. Penyembuhan pasca operasi pengangkatan berkaitan dengan teknik penjahitan dan penutupan luka bekas pencabutan. Penutupan primer dilakukan dengan menutup total soket bekas pencabutan. Sedangkan pada penutupan sekunder penutupan dilakukan dengan membiarkan luka bekas pencabutanb terbuka 5-6mm.Tingkat rasa sakit dan bengkak dihitung dengan menggunakan VAS. hasil dari perhitungan beberapa peneliti menunjukkan bahawa penutupan sekunder lebih dapat mengurangi rasa sakit dan bengkak dari pada penutupan primer. Sehingga pasien juga marasa lebih nyaman. Sedangkan trismus pada pasien dihitung dengan cara menghitung jara dari incisal edge insisive peratama rahang atas ke insisive pertama rahang bawah. Dari penelitian didapat bahwa penutupan sekunder juga lebih mengurangi trismus.Penutupan primer yang diberikan drainase juga memberikan hasil yang lebih baik untuk mengurangi rasa sakit, bengkak, dan trismus jika dibandingkan dengan penutupan primer tanpa menggunakan drainase. Namun penutupan sekunder masih tetap memberikan hasil yang lebih baik dalam pengurangan rasa sakit, pembengkakan, dan trismus dibandingkan dengan penutupan primer yang menggunakan drainasi. Dari semuanya dapat juga disimpulkan bahwa rasa sakit, bengkak, dan trismus dapat sangat berkurang jika luka bekas operasi pengangkatan molar ketiga rahang bawah dilakukan drainase sehingga cairan yang terbentuk dapat keluar. Pemantauan bekas luka juga perlu dilakukan untuk mengetahui penyembuhan luka, sehingga kenyamanan pasien tetap terjaga dan pasien tetap dapat melakuakan aktivitasnya sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Miloro Michael, Peter Larsen, Peterson's Principles of Oral and Maxillofacial Surgery.2nd edition. Canada: BC Decker INC; 2004: 132

2. etin Kasapolu, Amila Brki, Banu Grkan-Kseolu, Hlya Koak-Berberolu.Complications Following Surgery of Impacted Teeth and Their Management. INTECH. 2013, chapter 1: 1-20.

3. Chaudhary Manoj, Manpreet Singh, Sanjay Singh S. P. Singh, Gagandeep Kaur. Primaryand secondary closure technique following removal of impacted mandibular third molars: A comparative study. National Journal of Maxillofacial Surgery. Jan-Jun 2012, 3(1): 10-14.

4. Kareem Jabber Jasim. A Comparison between primary and secondary wound closureafter surgical removal of lower third molars according to pain and swelling. NDJ. 2008, 5(4): 410-17.

5. Chiappelli Francesco, Xenia Maria Caldeira Brant, Negoita Neagos, Oluwadayo O.Oluwadara, Manisha Harish Ramchandani. Evidence-Based Practice: Toward Optimizing Clinical Outcomes. NewYork: Springer; 2010: 113-15.

6. Aydintung Yavus Sinan, Aydin Gulses, Ozlem O, Meitin S. Clinical study on the closureof extraction wounds of partially soft tissueimpacted mandibular third molars. QUINTESSENCE INTERNATIONAL. 2012, 43(10): 863-69.

7. Khande Kiran, Harish Saluja, Uma Mahindra. Primary and Secondary Closure of theSurgical Wound After Removal of Impacted Mandibular Third Molars. J. Maxillofac. Oral Surg. (Apr-June 2011) 10(2):11217.

8. Nazar. M.N., Puthiriraj. V. Review Article : Analgesics Following Mandibular Third Molar Surgery. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 2014; 6(1): 13-19.

9. Mohammad Shadab, Vibha Singh, Puneet Wadhwani, Himanshu P Tayade, Onkar K Rathod. Sublingual piroxicam in the management of postoperative pain after surgical removal of impacted mandibular third molar. Indian Journal of Dental Research. 2012; 23(6).

10. Miloro Michael, G.E Ghali, Peter E.L. Peterson's Principles of Oral and MaxillofacialSurgery. 3rd edition. USA: PMPH-USA; 2011: 114.

11. Sortino Francesco, Marco Cicci, Review Article Strategies used to inhibit postoperativeswelling following removal of impacted lower third molar. Dental Research Journal. Oct 2011; 8( 4): 162-68.

12. Fragiskos D. Fragiskos. Oral Surgery. New York: Springer; 2007: 195.

13. Saglam Ali Alp. Effects of tube drain with primary closure technique on postoperative

trismus and swelling after removal of fuily impacted mandibular third moiars. Quintessence International. 2003; 34(2): 143-47.

14. Parwica Made. Fase penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Academica.edu (Diakses 21 mei 2014). Tersedia di http://www.academia.edu.

[22]