Isi

29
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu pada lebih dari 17% dari 420 kematian ibu terkait kehamilan di Amerika Serikat sesuai data yang diperoleh Pregnancy Mortality Surveillance System of The Center for disease C Prevention. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamila tahunnya paling sedikit 12!.000 "anita mengalami perdarahan sampai meninggal Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam "aktu 4 jam setelah Separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarah partum $ unningham et al 201&'. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 "anita ti 100.000 kelahiran hidup. Data ()* menunjukkan bah"a 2+% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post#partum dan diperkirakan 100.000 kema maternal tiap tahunnya $()* 2012'. Di ,ndonesia angka kematian ibu tiap tahunnya men-apai +0 kematian tiap 10 kelahiran hidup dan 4&% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post# partum $Depkes /, 2012'. Perdarahan post#partum dide inisikan sebagai kehilangan darah lebih d setelah selesainya kala & persalinan per aginam atau lebih dari 1.000 -- sete selesainya persalinan perabdominam. Perdarahan dalam jumlah ini apabila terja 1

description

hpp

Transcript of Isi

BAB IPENDAHULUAN

Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu pada lebih dari 17% dari 4200 kematian ibu terkait kehamilan di Amerika Serikat sesuai data yang diperoleh dari Pregnancy Mortality Surveillance System of The Center for disease Control and Prevention. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya, paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post-partum (Cunningham et al, 2013).Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post-partum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap tahunnya (WHO, 2012).Di Indonesia, angka kematian ibu tiap tahunnya mencapai 650 kematian tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post-partum (Depkes RI, 2012).Perdarahan post-partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah selesainya kala 3 persalinan pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah selesainya persalinan perabdominam. Perdarahan dalam jumlah ini apabila terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post-partum primer atau dini, dan apabila terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post-partum sekunder atau perdarahan post-partum lanjut.Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan, maka tindakan yang harus dilakukan pertama kali adalah mencari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum, dimana penyebab paling sering adalah atonia uteri (50 60 %) dilanjutkna sisa plasenta (23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %) dan kelainan darah (0,5 0,8 %) (WHO, 2012).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPerdarahan post-partum atau perdarahan pasca persalinan adalah keadaan dimana hilangnya 500 cc atau lebih darah setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.Definisi lain menyebutkan bahwa perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.

B. EpidemiologiAngka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi

C. KlasifikasiPerdarahan post-partum dibagi menjadi dua, yaitu :a. Perdarahan post-partum dini (early post-partum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.b. Perdarahan post-partum lanjut (late post-partum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam setelah anak lahir.

D. EtiologiBanyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post-partum, yaitu atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.1. Tonusa. Atonia uteri Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang menyuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika miometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : Uterus yang teregang berlebihan, pada : Kehamilan kembar Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram ) Polihidramnion Salah pimpin kala III Partus lama Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus) Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin General anestesi (pada persalinan dengan operasi ) Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia) Plasenta previa Solusio plasenta2. Tissuea. Sisa plasentab. Retensio plasenta (plasenta akreta dan variasinya).

Sisa PlasentaSisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan post-partum. Penemuan adanya masa uterus yang echogenic pada USG mendukung diagnosa sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan kuretase. Retensio plasentaRetensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain: Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan miometrium. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

3. TraumaTrauma atau laserasi jalan lahir adalah diskontiunuitas jaringan tubuh (dengan segala akibatnya) yang disebabkan oleh trauma proses persalinan atau tindakan yang diterapkan yang terjadi pada serviks, vagina, vulva dan perineum. Sekitar 20% kasus perdarahan post-partum disebabkan oleh trauma jalan lahir.Adapun beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan robekan pada jalan lahir adalah : Makrosomia Persalinan dengan tindakan (E.F, E.V) Persalinan pervaginam pada bekas sectio atau operasi lain pada uterus.Trauma pada jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dapat berupa : Ruptur uterusRuptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi jalan lahirLaserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar atau terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep. Walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi. Ketika laserasi serviks atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Ruptura perineum dan robekan dinding vagina. Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam : Grade I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum. Grade II: adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai fascia serta otot-otot diafragma urogenital. Grade III: perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan. Inversio uteriPada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Terdapat 3 macam jenis inversio uteri, yaitu : Fundus uteri terbalik menonjol keluar melewati ostium uteri externum, namun tidak keluar dari vulva. Fundus uteri terbalik dan tampak diluar vulva. Fundus uteri terbalik dan serviks tampak diluar vulva.

Tindakan atau faktor-faktor yang yang dapat menyebabkan inversio uteri ialah : dinding uterus lembek/tipis, terutama pada tempat plasenta. Tempat plasenta di fundus uteri merupakan predisposisi terjadinya inversio uteri. Inversio uteri terjadi karena tarikan kuat pada tali pusat. Perasat crede pada waktu korpus uteri relaksasi disertai tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Tarikan tali pusat pada plasenta akreta.Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (1570%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.4. Trombina. Kelainan pembekuan darah.Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pada pembekuan darah bisa berupa : Hipofibrinogenemia Trombositopenia ITP (Idiopathic trombocytopenic purpura) HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count) DIC (Disseminated Intravaskuler Coagulation) Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.Perdarahan postpartum akibat gangguan koagulasi dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan, apalagi disertai riwayat mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Perdarahan post-partum sekunder disebabkan oleh infeksi uterus, sisa plasenta, abnormalitas involusi uterus, atau oleh penyebab primer di atas tetapi terlambat diidentifikasi. Tidak jarang perdarahan postpartum sekunder bersifat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan ditangani segera.

E. DiagnosisPada umumnya perdarahan dapat menimbulkan tanda-tanda syok. Pada penderita post-partum hendaknya dilakukan observasi tinggi fundus uteri, karena adanya darah yang terkumpul didalam uterus akan menyebabkan fundus uteri naik keatas. Perdarahan karena atonia uteri dan karena robekan jalan lahir dapat dibedakan secara kasar dengan menentukan keadaan uterus. Jika uterus berkontraksi dengan baik, maka perdarahan yang terjadi sangat mungkin dari robekan jalan lahir, lebih-lebih jika darah yang keluar berwarna merah muda. Robekan jalan lahir dapat ditentukan dengan pemeriksaan inspekulo atau dengan eksplorasi. Kadang-kadang perdarahan terjadi karena atonia uteri dan trauma terutama pada persalinan dengan tindakan. Pada umumnya setelah persalinan dengan tindakan atau terjadi perdarahan yang luar biasa selama kala ke-2 atau segera setelah bayi lahir dilakukan eksplorasi jalan lahir.Dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah terdapat gangguan perdarahan atau tidak. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Pemeriksaan darah lengkap seharusnya dilakukan sejak periode antenatal, karena kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL akan berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi juga seharusnya dilakukan sejak periode antenatal. Pemeriksaan radiologi yaitu USG dapat pula dilakukan. Onset perdarahan post-partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi bisa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.Tabel 3. Diagnosis Perdarahan PostpartumGejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Perdarahan segera setelah anak lahir Syok Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Atonia uteri

Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap Pucat Lemah Menggigil Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok Pucat dan limbung Inversio uteri

Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus Perdarahan sekunder Anemia Demam Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan post-partum :1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol.2. Penurunan tekanan darah.3. Peningkatan detak jantung.4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit).5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineumTidak perlu mengukur jumlah perdarahan sebanyak definisi (>500 cc pada persalinan pervaginam atau >1000 cc pada persalinan perabdominal) untuk memulai penanganan perdarahan postpartum sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Lagipula, perdarahan post-partum bukanlah diagnosis melainkan sebuah kondisi yang harus dicari penyebabnya, misalnya karena atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa plasenta, gangguan koagulasi, atau penyebab lain.Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.Perdarahan akibat gangguan koagulasi baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai riwayat hal yang sama pada persalinan sebelumnya, tendensi perdarahan pada bekas jahitan, bekas suntikan, atau timbul hematoma. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil faal hemostasis abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (Fibrin Degradation Product). Predisposisi terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam rahim, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis.

F. PenatalaksanaanSecara umum, bila terdapat perdarahan yang abnormal apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, tekanan darah < 90 mmHg, atau nadi > 100x per menit), maka penanganan harus segera dilakukan. Demikian halnya pada perdarahan postpartum. Ada empat komponen yang harus dilakukan secara simultan yaitu, komunikasi, resusitasi, monitoring dan investigasi, serta menghentikan penyebab perdarahan.Komunikasi bermakna meminta bantuan, memobilisasi seluruh tenaga yang ada dan mempersiapkan fasilitas tindakan gawat darurat. Komunikasi dengan pasien dan keluarganya juga penting seputar kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.Terapi pada pasien dengan perdarahan post-partum mempunyai 2 bagian pokok : Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan. Resusitasi dilakukan dengan pendekatan ABC.Jalan napas (airway) dipastikan bebas dan pernapasan (breathing) dengan. Akses sirkulasi (circulation) a) oksigen konsentrasi tinggi (10-15 liter per menit) via facemask.b) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate.c) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell.d) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)

Yang paling penting dalam penatalaksanaan perdarahan post-partum adalah menentukan penyebab dari perdarahannya sendiri.

Atonia uteriPeriksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Ketika diagnosis atonia uteri ditegakkan segera lakukan kompresi bimanual interna (KBI) dan pastikan vesica urinaria dalam keadaan kosong. Satu tangan pada dinding perut menahan bagian posterior uterus, tangan yang lain pada korpus anterior dari vagina, keduanya ditekan untuk mengkompresi uterus. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika tidak, teruskan KBI hingga 5 menit.

Gambar 1. kompresi bimanual interna (KBI)Jika KBI tidak berhasil, minta bantuan orang lain melakukan kompresi bimanual eksterna (KBE) sambil melakukan tahap penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya jika penolong hanya seorang diri. KBE dilakukan dengan meletakkan satu tangan pada dinding perut, sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus, tangan yang lain terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian jepit uterus di antara kedua tangan tersebut.

Gambar 2. kompresi bimanual eksterna (KBE)Langkah selanjutnya adalah pemberian uterotonika berupa injeksi metilergometrin 0,2 mg intramuskular dan pemberian drips oksitosin 20 IU dalam 500 cc larutan Ringer Laktat. Kepustakaan lain menganjurkan pemberian misoprostol sebagai alternatif, dosisnya bervariasi dari 200 hingga 1000 mcg, diberikan per oral atau per-rectal. Bila atonia tidak teratasi rujuk segera ke rumah sakit sambil meneruskan pemberian cairan intravena dan kompresi aorta abdominalis hingga ibu mencapai tempat tujuan.

Gambar 3. Kompresi aorta abdominalisBeberapa kepustakaan menganjurkan tamponade uterus misalnya dengan balon untuk mengurangi bahkan menghentikan perdarahan. Berbagai tipe kateter berbalon dapat digunakan misalnya kateter Foley, Rusch, SOS Bakri, Sengstaken-Blakemore atau menggunakan kondom dan handscoen steril. Tampon kasa uterovaginal tidak dianjurkan lagi

Gambar 4. A. Tampon balon hanscoen B. Tampon SOS BakriDi rumah sakit rujukan, ketika perdarahan masih terus berlangsung maka segera dimulai tindakan operatif, mulai dari ligasi arteri uterina, ligasi arteri ovarika, suturing hemostatis, hingga histerektomi bila perlu.

Gambar 5 Ligasi arteri uterinaSuturing hemostatik, salah satunya metode B-Lynch, terbukti efektif mengontrol perdarahan pada atonia uteri dan mengurangi angka histerektomi. Prinsip metode ini adalah kompresi uterus difus. Metode B-Lynch mengkompresi uterus pada bagian anterior dan posterior dengan dua jahitan jelujur vertikal menggunakan benang kromik.

Gambar 6. B-Lynch suturingMetode definitif menghentikan perdarahan postpartum adalah histerektomi. Histerektomi merupakan langkah terakhir ketika berbagai metode gagal. Histerektomi tanpa terapi bedah alternatif terlebih dahulu mungkin saja dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu.

Retensi atau sisa plasentaKontraksi uterus yang efektif akan terjadi ketika plasenta mengalami ekspulsi komplit termasuk tanpa bekuan darah di cavum uteri. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Pengeluaran plasenta dilakukan dengan manual plasenta. Bila sebagian plasenta telah terlepas dan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak segera antisipasi dengan manual plasenta.

Gambar 7. Manual plasentaSisa plasenta dan bekuan darah diduga bila kotiledon dan selaput ketuban lahir tidak lengkap pada pemeriksaan plasenta, kontraksi baik, robekan jalan lahir telah dijahit, tetapi masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum. Sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual, kecuali pada kondisi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Untuk memastikan adanya sisa plasenta dapat dilakukan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau ultrasonografi.

Robekan jalan lahirRobekan perineum, vagina, hingga serviks umumnya mudah diidentifikasi dengan inspeksi dan inspekulo. Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat, dan luka ditutup dengan catgut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti. Umumnya penjahitan dilakukan dengan anestesi lokal, kecuali bila penderita sangat kesakitan dan tidak kooperatif, dapat dilakukan konsultasi dengan sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat hemostasis. Ruptur uteri dan robekan jalan lahir yang luas, dalam serta melibatkan struktur sekitar misalnya rektum dan vesika urinaria, membutuhkan intervensi bedah.

Gangguan koagulasiJika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti (trombosit, fibrinogen). Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid)

Terapi Pembedahan1. LaparatomiPemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar- benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.2. Ligasi arteri a) Ligasi uteri uterineProsedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.b) Ligasi arteri ovarii Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikanc) Ligasi arteri iliaca internaEfektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.3. HisterektomiMerupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.G. PencegahanPencegahan merupakan tindakan terbaik, dan identifikasi berbagai faktor resiko merupakan salah satu langkah mengantisipasi perdarahan postpartum. Stratifikasi kehamilan berdasarkan resiko memudahkan penataan strategi pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil sesuai jenjang fasilitas rujukan. Berbagai hal dapat dilakukan dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, antara lain:1. Mengoptimalkan kondisi ibu sebelum hamil dan sebelum bersalin, misalnya mengatasi anemia, mengobati penyakit kronis, memperbaiki keadaan umum dan lain-lain.2. Mengidentifikasi faktor resiko perdarahan postpartum baik antepartum maupun intrapartum, sehingga kehamilan beresiko tinggi segera dapat ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di tempat rujukan dengan fasilitas memadai.3. Membekali diri dengan penguasaan langkah-langkah pertolongan pertama perdarahan postpartum, dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.Saat persalinan berlangsung, berbagai riset membuktikan manajemen aktif kala tiga berhasil menurunkan insidens perdarahan post-partum. Manajemen aktif kala tiga mencakup : pemberian uterotonika dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali disertai penekanan uterus ke arah dorsokranial (manuver Brandt-Andrew), dan masase uterus melalui dinding abdomen pasca kelahiran plasenta. Kombinasi ketiga tindakan tersebut bertujuan menghasilkan kontraksi uterus yang baik sehingga mempersingkat waktu dan mengurangi perdarahan pada kala tiga persalinan dibanding manajemen pasif (fisiologis), termasuk mengurangi permintaan transfusi, dan menurunkan angka kematian maternal.Tertinggalnya sisa plasenta dan bekuan darah dalam kavum uteri dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta dan segera mengevakuasinya secara manual bila ditemukan.

Gambar 8. Memeriksa kelengkapan plasentaRobekan jalan lahir dapat dicegah dengan menghindari pimpinan persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap, menghindari pertolongan persalinan yang manipulatif dan traumatik. Robekan jalan lahir dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dengan menyokong perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan pada vagina dan perineum. Episiotomi rutin untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup sehingga tidak dianjurkan sebab justru meningkatkan resiko robekan derajat tiga atau empat, meningkatkan jumlah darah yang hilang dan resiko hematom.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari referat ini adalah :1. Perdarahan post-partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah anak lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah selesainya persalinan perabdominam.2. Etologi dari perdarahan post-partum adalah 4 T, yaitu tonus, trauma, tissue dan trombin.3. Tujuan utama pertolongan pertama pada pasien dengan perdarahan post-partum adalah mencegah dan mengatasi syok.4. Prinsip penatalaksanaan perdarahan post-partum adalah menemukan dan mengatasi penyebab perdarahan dengan segera.

DAFTAR PUSTAKAAngsar, M. D., 2008, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Cunningham, F Gary. et all. 2013. Obstetri Haemorrhage. Obstetri Williams 23rd ed chapter 35. USA : The McGrawHill Companies, Inc.

Depkes RI, 2012. Angka Kematian Ibu. Tersedia di www.depkes.go.id/profilkesehatan di sitasi tanggal 4 april 2015 20.45

Karkata, M.K. 2009. Perdarahan Pasca Persalinan. Dalam : Ilmu kebidanan. Edisi ke 4 cetakan I. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2012, Perdarahan Post Partum dalam Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Ministry of Health. 2013. National Consensus Guideline for Treatment of Postpartum Haemorrhage. Wellington: Ministry of Health. Wellington, New Zealand.

Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2011. Perdarahan post partum. Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya Medika

Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com

Mochtar, R.,. 2010. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

WHO, 2012. Recommendations for the prevention and treatment of postpartum haemorrhage. Geneva.18