Isi

9
BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Linguistik Bandingan Perbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya dengan timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Hal ini dapat dihindari sebab perkenalan dengan suatu bahasa atau lebih, selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan antara bermacam-macam aspek dari bahasa-bahasa tersebut. Orang ingin mengetahui apakah ada kata-kata tertentu dari bahasa A sama dengan kata-kata dengan makna yang sama dari bahasa B terdapat juga dalam bentuk gramatikal x dalam bahasa A terdapat juga dalam bahasa B atau tidak. Pendeknya keinginan untuk mengetahui kesamaan aspek-aspek tertentu dalam bahasa yang dikenalnya itu dimulai dengan unsur-unsur kata, hingga perlahan-lahan berkembang terus menuju perbandingan yang lebih kompleks. Perbandingan yang diadakan pada tahap pertama itu sering berlangsung terlalu kekanak-kanakan, atau terlalu dangkal sifatnya. Dan memang dalam tahap permulaan bahasa-bahasa itu bukan ditujukan kepada usaha menemukan persamaan, melainkan untuk mencari kekurangan-kekurangan suatu bahasa bila dibandingkan dengan suatu bahasa lain yang disenangi atau dikagumi, atau yang dianggap mempunyai reputasi yang tinggi, seperti halnya dengan bahasa Yunani kuno, bahasa latin kalsik, atau ibrani. Pada waktu ahli-ahli bahasa Barat berkenalan dengan bahasa-bahasa Nusantara, ternyata anggapan dengan bahasa- bahasa Nusantara, ternyata anggapan seperti dikemukakan di atas tidak dapat dilepaskan dari alam pikiran. 1

Transcript of Isi

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pengertian Linguistik BandinganPerbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya

dengan timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Hal ini dapat dihindari sebab perkenalan dengan suatu bahasa atau lebih, selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan antara bermacam-macam aspek dari bahasa-bahasa tersebut. Orang ingin mengetahui apakah ada kata-kata tertentu dari bahasa A sama dengan kata-kata dengan makna yang sama dari bahasa B terdapat juga dalam bentuk gramatikal x dalam bahasa A terdapat juga dalam bahasa B atau tidak. Pendeknya keinginan untuk mengetahui kesamaan aspek-aspek tertentu dalam bahasa yang dikenalnya itu dimulai dengan unsur-unsur kata, hingga perlahan-lahan berkembang terus menuju perbandingan yang lebih kompleks.

Perbandingan yang diadakan pada tahap pertama itu sering berlangsung terlalu kekanak-kanakan, atau terlalu dangkal sifatnya. Dan memang dalam tahap permulaan bahasa-bahasa itu bukan ditujukan kepada usaha menemukan persamaan, melainkan untuk mencari kekurangan-kekurangan suatu bahasa bila dibandingkan dengan suatu bahasa lain yang disenangi atau dikagumi, atau yang dianggap mempunyai reputasi yang tinggi, seperti halnya dengan bahasa Yunani kuno, bahasa latin kalsik, atau ibrani.

Pada waktu ahli-ahli bahasa Barat berkenalan dengan bahasa-bahasa Nusantara, ternyata anggapan dengan bahasa-bahasa Nusantara, ternyata anggapan seperti dikemukakan di atas tidak dapat dilepaskan dari alam pikiran.

Linguistik komparatif atau l;inguistik bandingan merupakan suatu cabang dari ilmu bahasa (linguistik) yang berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang perkembangan dan kekerabatan antara bahasa-bahasa di dunia dan mencoba menemukan unsur-unsur pengaruh timbal balik antara bahasa-bahasa yang pernah mengadakan kontak dalam sejarah. Cabang ilmu bahasa ini, yang mula-mula memperoleh dasarnya dari perbandingan bahasa yang sejaman (sinkronik), kemudian berkembang lebih jauh dengan mencoba menemukan unsur-unsur yang lebih tua dalam kehidupan sebuah bangsa atau lebih.

2. Pembagian Linguistik BandinganMula-mula dalam tahap pengembangannya yang pertama cabang ilmu

bahasa ini (linguistik bandingan) hanya diartikan sebagai bidang yang mempelajari

1

Page 2: Isi

aspek-aspek historis bahasa. Sehingga istilah linguistik bandingan pada tahap itu identik dengan istilah linguistik bandingan historis (linguistik historis komparatif). Namun berkat perkembangan yang dialami oleh cabang ilmu bahasa ini, linguistik bandingan tujuan dan teknik perbandingan yang digunakannya. Ketiga subcabang tersebut adalah:a. Linguistik bandingan tipologis, yakni cabang linguistik bandingan yang secara

sistematis mempelajari hubungan antara bahasa-bahasa melalui salah satu ciri yang utama dalam bentuk atau struktur yang sama-sama dimilikinya.

b. Linguistik bandingan historis, yaitu cabang linguistik bandingan yang berorientasi kepada sejarah, khususnya yang menyangkut kesamaan asal-usul bahasa-bahasa.

c. Lunguistik bandingan areal, yaitu cabang lungistik bandingan yang berusaha menerangkan kontak-kontak yang pernah terjadi antara bahasa-bahasa pada waktu lampau. Cabang ini mempersoalkan adanya unsur-unsur dalam suatu bahasa karena pinkaman, interfensi, dan sebagainya.

Denagn demikian, pengertian linguistik bandingan akan meliputi ketiga sub-bidang tersebut di atas, yaitu segi tipologis, historis, dan areal. Segi tipologis mencakup aspek deskriptif-sinkronis, segi historis dan areal mencakup aspek historis-diakronis.

Di samping mengadakan perbandingan antara dua bahasa atau lebih linguistik bandingan juga bergerak dalam perbandingan intern suatu bahasa saja, dengan mengadakan perbandingan atas unsur-unsur yang terdapat dewasa ini dengan unsur-unsur yang sama pada masa-masa yang lampau. Bila diingat bahwa bahasa-bahasa Nusantara pada umumnya tidak memiliki naskah-naskah yang lebih tua, maka dalam usaha mengadakan rekonstruksi bentuk-bentuk pada keadaan dewasa ini. Dengan demikian lebih dapat dipertanggung jawabkan bila ketiga cabang tersebut di atas dibicarakan secara tersendiri agar diperoleh hasil analisa yang lebih mendalam.

3. Tujuan Linguistik BandinganDengan memperhatikan luas lingkup linguistik bandingan sebagai

dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan dan manfaat linguistik bandingan adalah sebagai tersebut di bawah ini:a. Mempersoalkan hubungan antara bahasa-bahasa serumpun, dengan

mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan antara bahasa-bahasa itu. Bidang-bidang yang dipergunakan untuk melaksanakan perbandingan itu adalah bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.

b. Berusaha menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (negeri asal: home-land; center of grafity) dari bahasa-bahasa kerabat, serta berusaha

2

Page 3: Isi

menetapkan gerak migrasi yang pernah terjadi pada zaman lampau (prehistori bahasa).

c. Berusaha menemukan kesamaan-kesamaan tipe bahasa untuk mengadakan klasifikasi berdasarkan kesamaan-kesamaan tipe tersebut.

d. Berusaha pula menemukan pengaruh-pengaruh dari bahasa-bahasa sekitar yang tidak termasuk dalam suatu kelompok atau rumpun bahasa, baik berbentuk pengaruh dalam bidang fonologi, morfologi, kosa kata, sintaksis, dan semantik.

Bila kita memperhatikan keenam tujuan di atas, maka tampak bahwa keenam tujuan pertama merupakan tujuan linguistik bandingan historis, sedangkan tujuan kelima merupakan tujuan linguistik bandingan tipologi, dan tujuan keenam adalah tujuan linguistik bandingan areal.

4. Linguistik Bandingan Sebagai Ilmu BantuSelain manfaat sebagai telah dikemukakan di atas, masih terdapat pula

manfaat tambahan dilihat dari suatu yang lebih luas. Tidak ada satu ilmu pengetahuan yang terpisah dari cabang ilmu pengetahuan lainnya. Setiap ilmu pada kesempatan sendiri, sedangkan bidang pengetahuan lainnya akan bertindak sebagai ilmu bantu.

Sebaliknya, linguistik bandingan dapat pula bertindak sebagai ilmu bantu bagi cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya itu. Sebagai ilmu bantu linguistik bandingan dapat dipergunakan untuk membantu fitologi untuk menafsirkan gejala-gejala bahasa dalam naskah-naskah kuno melalui perbandingan antar bahasa baik bahasa lisan maupun antropologi untuk merekonstruksi gerak migrasi bangsa-bangsa pada masa prasejarah, serta membantu merekonstruksi unsur-unsur kebudayaan. Malah begitu penting kedudukannya sebagai ilmu bantu sampai dalam antropologi sendiri timbul sebuah cabang baru yang disebut etnolinguistik atau antropolinguistik.

Arkeologi mempergunakan linguistik bandingan dalam epografi, yaitu cabang arkeologi yang menafsir atau membaca tulisan-tulisan kuno, serta menafsirkan unsur dan pengaruh-pengaruh yang terdapat pada batu-batu tertulis atau inskripsi-inskripsi. Demikian pula cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya (seperti sejarah adan sosiologi) dapat memanfaatkan hasil-hasil linguistik bandingan untuk menjelaskan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini maupun pada waktu-waktu yang lampau.

Tentu saja tidak semua bahan dari ilmu-ilmu tersebut diambil saja sebagai bahan bantuan. Tiap orang yang memerlukan bahan tersebut harus mengambil hal-hal yang paling relevan. Walaupun misalnya kita mempergunakan ilmu-ilmu bantu bagi linguistik bandingan, kita harus tetap berpegang pada dasar-dasar gejala bahasa.

3

Page 4: Isi

Mula-mula gejala bahasa, baru kemudian bolah melangkah kepada ilmu-ilmu lain yang dapat menjelaskan atau memperkuat gejala-gejala bahasa tadi.

Dengan demikian, sekurang-kurangnya dalam usaha mengadakan perbandingan antar-bahasa sekaligus mengadakan pengelompokan atas bahasa-bahasa, dikenal tiga macam klasifikasi:

a. Klasifikasi genetis atau klasifikasi genalogis;b. Klasifikasi tipologisl;c. Klasifikasi arealKetiga macam klasifikasi inilah yang menjadi tulang punggung dari ketiga

macam linguistik bandingan yang telah dikemukakan di atas.

4

Page 5: Isi

BAB IILINGUISTIK SEBAGAI ILMU

2.1. KEILMIAHAN LINGUISTIKSebelum membicarakan keilmiahan linguistik ada baiknya dibicarakan dua

tahap-tahap perkembangan yang pernah terjadi dalam setiap disiplin ilmu,agar kita memahami bagaimana sifat-sifat atau ciri-ciri keilmiahan dari suatu kegiatan yang disebut ilmiah termasuk juga ilmu linguistik, telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut.

Tahap pertama, yakni tahap spektakuler. Dalam tahap ini pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spektakulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spektakulatif ini kita lihat, misalnya, dalam bidang geografi dulu orang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk datar seperti meja. Kalau ditanya apa buktinya, atau bagaimana cara membuktikannya, tentu tidak dapat dijawab, atau kalaupun dijawab akan secara spektakulatif pula. Kemudian karena melihat matahari setiap pagi terbit di sebelah timur dan malam hari berada di balik bumi. Kalau ditanya apakah benar? Ya, lihat sajalah sendiri. Itulah yang terjadi setiap saat. Padahal seperti kita tahu, bahwa pandangan atau penglihatan kita seringkali tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran faktual. Sebatang pensil yang kita celupkan ke dalam air sebagainya, akan tampak bengkok, padahal tidak. Kalau kita duduk di dalam kereta api yang berjalan. Lalu melihat ke luar melalui jendela, maka akan tampak pohon-pohon dan tiang-tiang listrik berjalan berlari-lari, padahal tidak. Yang berjalan adalah kereta api yang kita tumpangi. Pohon-pohon dan tiang-tiang itu tetap diam.

Dalam studi bahasa dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia ini diturunkan dari bahasa Ibrani, maka orang juga mengira Adam dan Hawa memakai bahasa Ibrani di Taman Firdaus. Suku Dayak Iban di Kalimantan mempunyai legenda yang menyatakan bahwa pada zaman dahulu manusia hanya punya satu bahasa; tetapi karena mereka keracunan cendawan mereka menjadi berbicara dalam berbagai bahasa, sehingga timbul kekacauan, dan manusia berpencar kesegala penjuru arah ke mana-mana. Bahkan sampai akhir abad ke-17 seorang filosof Swedia masih menyatakan bahwa di surga Tuhan berbicara dalam bahasa Swedia, Adam berbicara dalam bahasa Denmark, dan ular berbicara dalam bahasa Prancis (Pen, 1971: 12). Semuanya itu hanyalah spekulasi yang pada zaman sekarang sukar diterima.

Tahap kedua adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa

5

Page 6: Isi

dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan.

Tahap ketiga, adalah tahap adanya permusuhan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.

Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap di atas. Artinya disiplin linguistik itu sekarang ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bisa dikatakan ketidakspekulatif dalam penarikan kesimpulan atau teori yang didapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi. Misalnya seorang pakar ingin mengetahui bagaimana sususnan kata dalam kalimat bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Dia menemukan bahwa verba atau kata kerja dalam bahasa Jepang dalam bahasa Turki, dan dalam sejumlah bahasa di Irian Jaya. Dengan data ini dia dapat menarik kesimpulan bahwa posisi kata kerja atau verba pada bahasa-bahasa di dunia terletak pada akhir kalimat.

Kesimpulan yang di buat itu, berdasarkan data empiris yang ditemukannya, tidaklah salah. Hanya, kalau kemudian kalau ditemukan dalam bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, bahwa verba tidak terletak pada akhir kalimat, maka dia harus mengubah kesimpulannya, misalnya menjadi pada sejumlah bahasa verba itu terletak tidak pada akhirnya. Jadi, kesimpulan yang di buat pada kegiatan ilmiah hanya berlaku selama belum ditemukannya data baru yang dapat membatalkan kesimpulan itu. Sebagai bandingan, hingga saat ini dalam buku-buku pelajaran biologi masih tercantum kesimpulan bahwa ikan bernafas dengan insang. Kesimpulan ini, barangkali, perlu dipertanyakan keabsahannya sebab ternyata binatang yang namanya (ikan) paus, (ikan) pesut tidak bernafas dengan insang, melainkan dengan paru-paru. Ketiganya juga tidak bertelur, melainkan melahirkan. Karena ketiganya tidak bernafas dengan insang, apakah ketiganya tidak bisa disebut ikan; padahal bentuk fisiknya seratus persen sama dengan ikan.

Linguistik sangat mementingkan data dalam melaksanakan penelitiannya. Itulah sebabnya, bidang semantik tidak atau kurang mendapat perhatian dalam linguistik strukturalis dulu karena makna, yang menjadi objek semantik, tidak dapat diamati secara empiris; tidak seperti fonem dalam fonologi atau forem dan kata dalam morfologi. Kegiatan linguistik juga tidak boleh “dikotori” oleh pengetahuan atau keyakinan si peneliti. Umpamanya, menurut pengetahuan kita ika prefiks me- diimbuhkan pada kata dasar yang mulai dengan vokal maka akan muncul sengau –ng-. Oleh karena itu, bentuk merubah yang nyata-nyata secara empiris ada, kita katakan adalah bentuk yang salah. Seharusnya adalah mengubah yang nyata-nyata

6

Page 7: Isi

secara empiris ada, kita katakan adalah bentuk yang salah. Seharusnya adalah mengubah, yaitu dari prefiks me-ditambah dengan bentuk dasar ubah. Begitu juga karena menurut pengetahuan kita, dan yang kita yakini kebenarannya, bahwa sebuah kata-kata seperti berhasil, pemalu, dan mengecewakan adalah juga termasuk kelas ajektif. Ketiganya jelas bisa diawali kata sangat.

7