Isi

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kelapa sawit kenyataannya merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit mempunyai banyak manfaat dari segi ekonomi, seperti peningkatan pendapatan masyarakat, menghasilkan devisa, dan menyediakan kesempatan kerja. Produk olahannya yang berupa minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Tentang minyak sawit ini, pangsa pasar yang masih terbuka lebar tentu menjadikan komoditi ini memiliki prospek yang sangat baik. Potensi dari kelapa sawit tersebut harus didukung dengan peningkatan kualitas kelapa sawit yang dihasilkan dan penerapan manajemen pemasaran yang baik. Strategi pemasaran harus dilakukan untuk memasarkan kelapa sawit baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu strategi pemasaran adalan pengaitan beberapa elemen pemasaran menjadi suatu kesatuan yang dikendalikan secara benar sehingga tercipta strategi pemasaran yang tepat untuk mencapai tujuan. Elemen pemasaran adalah kombinasi lima elemen pemasaran yaitu pasar, produk, harga, pemasaran, dan promosi.

Transcript of Isi

Page 1: Isi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kelapa sawit

kenyataannya merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan

kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada

pengembangan agroindustri. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman

perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan.

Pengembangan kelapa sawit mempunyai banyak manfaat dari segi ekonomi,

seperti peningkatan pendapatan masyarakat, menghasilkan devisa, dan

menyediakan kesempatan kerja.

Produk olahannya yang berupa minyak sawit menjadi salah satu komoditas

perkebunan yang handal. Tentang minyak sawit ini, pangsa pasar yang

masih terbuka lebar tentu menjadikan komoditi ini memiliki prospek yang

sangat baik.

Potensi dari kelapa sawit tersebut harus didukung dengan peningkatan

kualitas kelapa sawit yang dihasilkan dan penerapan manajemen pemasaran

yang baik. Strategi pemasaran harus dilakukan untuk memasarkan kelapa

sawit baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu strategi

pemasaran adalan pengaitan beberapa elemen pemasaran menjadi suatu

kesatuan yang dikendalikan secara benar sehingga tercipta strategi

pemasaran yang tepat untuk mencapai tujuan. Elemen pemasaran adalah

kombinasi lima elemen pemasaran yaitu pasar, produk, harga, pemasaran,

dan promosi.

Page 2: Isi

2

1.2. Tujuan

1. Mengetahui sistem manajemen pemasaran kelapa sawit

2. Mengetahui strategi pemasaran yang digunakan kelapa sawit

3. Mengetahui potensi pemasaran kelapa sawit

1.3. Perumusan Masalah

1. Apa sistem manajemen pemasaran yang digunakan untuk komoditi kelapa

sawit?

2. Bagaimana penerapan strategi pemasaran pada komoditi kelapa sawit?

3. Bagaimana potensi pemasaran kelapa sawit ?

Page 3: Isi

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pemasaran

2.1.1. Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran adalah suatu usaha untuk merencanakan,

mengimplemplementasikan(mengorganisasikan, mengarahkan, dan

mengkoordinir) serta mengawasi atau mengendalikan kegiatan

pemasaran dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi

secara efisiean dan efektif. Di dalam fungsi manajemen pemasaran

ada kegiatan menganalisisi yaitu analisis yang dilakukan untuk

mengetahui pasar dan lingkungan pemasarannya, sehingga dapat

diperoleh seberapa besar peluang untuk merebut pasar dan seberapa

besar ancaman yang harus dihadapi.

2.2. Konsep Strategi Pemasaran

2.2.1. Pengertian Strategi Pemasaran

Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia (stratos = militer;

dan ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi

seorang jenderal. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana

untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada

daerah-daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu

Menurut Corey (dalam Dolan, 1991), strategi pemasaran terdiri atas

lima elemen yang saling berkait. Kelima elemen tersebut adalah:

1. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani.

Keputusan ini didasarkan pada faktor-faktor (Jain, 1990):

Page 4: Isi

4

a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan

teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi.

b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong

perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit.

c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial-and-error

di dalam menghadapi peluang dan tantangan.

d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap

sumberdaya langka atau pasar yang terproteksi.

2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual,

pembentukan lini produk, dan desain penawaran individual pada

masing-masing lini.

3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat

mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan.

4. Sistem pemasaran, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran

yang dilalui poduk hingga mencapai konsumen akhir yang

membeli dan meggunakannya.

5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan,

personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan

public relations.

Page 5: Isi

5

BAB III

PEMBAHASAN

3. 1 Pemasaran

3.1.1. Pemasaran Kelapa Sawit

Pemasaran Kelapa Sawit cukup kompetitif dan kompleks, karena

melibatkan berbagai macam minyak dan lemak yang bisa saling

menggantikan dalam penggunaannya, dan juga karena melibatkan negara-

negara produksi dan konsumsi yang masing-masing mempunyai

kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam perdagangan internasionalnya. Dari

segi komoditi, saingan utama minyak sawit adalah minyak kedelai,

sedangkan dari negara yang memproduksi minyak sawit, saingan utama

minyak sawit Indonesia adalah Malaysia.

Pemasaran minyak sawit sangat rumit. Di satu sisi minyak sawit harus

mampu memenuhi berbagai industri dalam negeri, terutama minyak

goreng yang harganya diatur pemerintah, sedangkan di sisi lain ia harus

mampu menciptakan devisa untuk negara. Sehubungan dengan hal ini,

maka pemerintah alokasi penggunaanya dan menetapkan tingkat

harganya. Namun karena adanya pihak swasta yang tidak tergantung

dalam pengaturan ini, maka harga yang diatur oleh pemerintah seringkali

tidak efektif.

3.1.2. Pemasaran Dalam Negeri

Krisis minyak kelapa yang terjadi di tahun 1970-an menjadikan

pemerintah mengatur pemasaran di dalam negeri, baik dengan pengaturan

kerja maupun alokasi penggunaan produksi. Penetapan harga yang

dilakukan sejak 1978 itu bertujuan: (1) Untuk menjaga kestabilan harga

minyak goreng pada tingkat konsumen sehingga dapat dijangkau oleh

masyarakat; (2) mendorong ekspor produksi minyak nabati yang telah

diproses; (3) melindungi dan meningkatkan pendapatan kopra; dan (4)

Page 6: Isi

6

menjamin keuntungan yang wajar bagi pabrik maupun perkebunan

(Simatupang, 1986).

Pengaturan harga ini kemudian diikuti oleh pengaturan alokasi kegunaan

produksi dalam negeri pada tahun yang sama yang disusul dengan surat

keputusan bersama 3 menteri, yakni Menteri Pertanian, Menteri

Perindustrian, dan Perdagangan. Adapun penetapan harga dan alokasi

berdasarkan penggunaanya adalah: (1) Minyak sawit untuk pembuatan

minyak goreng, ditetapkan di Belawan; (2) Minyak sawit untuk operasi

pasar harganya ditentukan berdasarkan harga minyak goreng dan bahan

ikutan lainnya, yakni stearine dan fatty acid, menurut catatan Departemen

Perdagangan, dikurangi dengan biaya operasional (biaya olah, biaya

pengangkutan, dan distribusi). Umumnya harga CPO untuk tujuan operasi

pasar lebih tinggi dari pada CPO untuk tujuan industri minyak goreng; (3)

Minyak sawit untuk industri hilir/reekspor. Harganya sama dengan harga

ekspor FOB Belawan. Penetapan ini ditinjau setiap 3 bulan sekali.

Rendahnya harga pada penetapan untuk minyak goreng ini mendorong

pendirian pabrik-pabrik baru pengolahan dan fraksinasi, sehingga

jumlahnya membengkak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di satu sisi

ini bisa dipandang sebagai suatu keberhasilan dalam mengatasi krisis

minyak kelapa sehingga harga minyak goreng bisa terjaga kestabilannya.

Namun di sisi yang lain kelebihan pabrik ini menimbulkan inefisiensi

dengan terjadinnya kapasitas lebih.

Sementara itu alokasi penggunaan minyak kelapa sawit pada tahun-tahun

pertama juga berjalan dengan baik. Seluruh alokasi yang ditetapkan oleh

pemerintah bisa diserap oleh para produsen. Jumlah yang dialokasikan

dan realisasi penggunaanya dari tahun ke tahun bervariasi. Jumlah yang

dialokasikan ini menurut simatupang dan kawan-kawan (1986)

berhubungan dengan harga pasaran internasional. Apabila harga di

pasaran internasional cenderung tinggi, maka jumlah yang dialokasikan

ke dalam negeri cenderung sedikit dan sebaliknya. Pada tahun 1979

ketika harga di pasaran internasional sangat tinggi, alokasi di dalam

Page 7: Isi

7

negeri relatif lebih sedikit (341,7 ribu ton) dibanding tahun berikutnya

(517,9 ribu ton) ketika harga turun. Sementara itu jumlah yang diserap

oleh produsen cenderung lebih kecil dibandingkan jumlah yang

dialokasikan. Jika pada awal tahap ditetapkannya alokasi penggunaan,

jumlah yang diserap oleh pabrik pengolahan mencapai 100%, maka pada

tahun 1986 hanya 45,6% saja, bahkan pernah hanya mencapai 2,7% pada

tahun 1984 (Simatupang, 1986). Hal ini berarti bahwa alokasi tersebut

semakin kurang efektif. Demikian pula penetapan harga juga tidak efektif

lagi, bahkan menimbulkan pasar gelap, sebab harga penetapan jauh di

bawah harga pasar internasional.

Sebelum mengekspor, para produsen tersebut harus memenuhi kebutuhan

dalam negeri, baik untuk penyulingan sendiri maupun penyulingan

umum. Sementara itu perusahaan swasta bisa langsung mengekspor

produknya tanpa dibebani tugas untuk memasok kebutuhan domestik.

Namun dalam prakteknya tidak semua produk yang dihasilkan oleh

swasta dilempar ke pasaran luar negeri (ekspor), kadang-kadang juga

dilempar ke pasaran dalam negeri, tergantung dari harga pasaran

internasional. Hal inilah kirannya yang menyebabkan alokasi penggunaan

domestik yang ditetapkan oleh pemerintah tidak bisa seluruhnya diserap

oleh pasar domestik. Keadaan ini bisa dilihat juga dari peranan produk

negera (PTP dan PIR) terhadap konsumsi Indonesia.

Angka di atas menunjukkan bahwa peranan minyak sawit swasta cukup

besar dalam perdagangan domestik, yakni 46,5% pada tahun 1987, dan

44,1% pada tahun 1988. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah, karena

minyak sawit swasta ini tidak dikenai peraturan harga, maka cenderung

membentuk harga sendiri yang dirasa menguntungkan. Oleh karena itu

dalam pasar domestik akhirnya terdapat 4 jenis harga, yaitu 3 jenis harga

yang ditetapkan pemerintah seperti telah disebutkan sebelumnya dengan

harga swasta. Berikut ini akan disajikan suatu sub bab khusus yang

membahas mengenai permasalahan pemasaran minyak kelapa sawit di

dalam negeri.

Page 8: Isi

8

3. 2 Pemilihan Pasar

3.2.1. Pasar Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit di Dalam Negeri

Di dalam negeri, pasar potensial yang akan meyerap pemasaran minyak

sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri

fraksinasi/rafinasi (terutama industri minyak goreng), lemak khusus (

cocoa butter substitue), margarin, oleochemical, dan sabun mandi.

Selama beberapa tahun terakhir, volume CPO yang terserap oleh pasar di

dalam negeri senantiasa meningkat, sedangkan untuk PKO, volumenya

tidak konstan.

3.2.2. Prospek Pasar Minyak Sawit di Dalam Negeri

Di dalam negeri, minyak sawit (CPO) boleh dikatakan memiliki prospek

pasar yang cerah. Keterangan berikut kiranya bisa menegaskan hal

tersebut.

a. Produksi CPO nasional, yang tentu saja tidak hanya untuk pasar di

dalam negeri, masih di bawah kebutuhan CPO dari industri terkait di

dalam negeri. Contohnya, pada tahun 1991, produksi CPO nasional

mencapai tidak kurang dari 1,50 juta ton, padahal kebutuhan industri

pemproses CPO di dalam negeri telah mencapai 3,34 juta ton. Ini

menunjukkan bahwa pasar di dalam negeri masih terbuka lebar untuk

CPO.

b. Konsumsi CPO di dalam negeri menunjukkan perkembangan yang

lebih baik dibandingkan dengan konsumsi minyak nabati dan lemak

lainnya. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia,

konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan juga akan meningkat.

Page 9: Isi

9

3.2.3. Pasar Minyak Sawit, Inti Sawit, dan Minyak Inti Sawit Di Luar Negeri

Seperti yang telah dikemukakan, minyak sawit Indonesia sebagian besar

dipasarkan dalam bentuk minyak sawit mentah/kasar (CPO). Pasar di luar

negeri yang banyak mereguk pemasaran CPO Indonesia ini terletak di

wilayah Eropa Barat, atau di negara – negara MEE ( yaitu, di Belanda,

Inggris, Jerman, Italia, dan Perancis), juga di Kenya, India, dan Rusia.

3.2.4. Wilayah Pasar Ekspor Minyak Sawit Indonesia, Profil dan Potensinya

Untuk memperjelas keadaan wilayah pasar ekspor minyak sawit

Indonesia di atas, berikut adalah profil dan potensi mereka.

a) Eropa Barat : 1. Merupakan pasar utama CPO Indonesia

2. Diperkirakan kapasitas CPO yang mereka

miliki tidak dikembangkan lagi, kecuali bila

hasil olahannya dapat dipasarkan

3. Bagi MEE, mengimpor PPO dianggap lebih

murah dan mudah sebab tanpa mengurangi

kapasitas yang sudah ada, pasarnya dapat

dikembangkan di wilayah ini

4. Pajak impor PPO-nya lebih tinggi daripada

pajak impor CPO-nya

b) Eropa Timur : 1. Dengan USSR (sebelum berubah menjadi

CIS). Salim Group telah bekerja sama dalam

bentuk pendirian pabrik olah lanjut CPO

(dalam usaha patungan ini , Salim Group

memasok CPO sebanyak 300.000 ton pertahun)

2. Di wilayah ini terbuka peluang pasar untuk

jenis– jenis PPO

c) Tmur Tengah : 1. Di wilayah ini sudah terdapat industri olah

lanjut CPO yang hasilnya untuk kebutuhan

dalam negeri

Page 10: Isi

10

2. Di pasar Timur Tengah ini sebaiknya

dipasarkan PPO dipasarkan PPO dalam

kemasan rumah tangga

d) Afrika : 1. Di kawasan ini, Kenya-lah yang merupakan

negara pengekspor CPO dari Indonesia yang

terbesar, yang nilai impornya selalu meningkat

dari tahun ke tahun

2. CPO yang di ekspor ke wilayah ini sebagian

direekspor ke negara sekitarnya

3. Pasar di wilayah ini mempunyai potensi

cukup besar dan perlu dibina terus

e) Amerika Serikat : 1. Pasar di wilayah ini didominasi oleh minyak

kedelai dan biji – bijian dari produsen lokal

(ASA), Argentina dan Brasilia

2. Biarpun di wilayah ini terdapat produsen

minyak sawit, tetapi hasil produksi mereka

habis dikonsumsi untuk kebutuhan lokal

3. Hambatan pemasaran di wilayah ini adalah

adanya kampanye anti minyak nabati dari ASA

f) Asia Selatan : 1. Di India telah dilakukan kerja saa antara PT

Sawit Tangki Terminal Jasatama (konsorsium

PN/PTP-PN/PTP di Sumatera Utara) dengan

Pure Palm Ltd. (BUMN India) berupa

pendirian pabrik olah lanjut CPO

2. Wilayah Asia Selatan merupakan pasar yang

perlu dibina serta dikembangkan untuk masa

yang akan datang

g) Asia Timur : 1. Pasar di Jepang dan Hongkong mempunyai

potensi untuk menyerap lebih banyak lagi CPO

dan hasil olahannya dari Indonesia

2. Di Taiwan dan Korea Selatan, dua negara

yang dikenal sebagai produsen minyak nabati

Page 11: Isi

11

non sawit, prospek pasarnya cukup cerah bagi

bahan ikutan CPO

3. RRC, dengan populasi penduduk yang

sangat besar mempunyai potensi konsumsi

CPO yang juga amat besar, kebutuhan CPO-

nya mencapai satu juta ton per tahun.

h) Asia Tenggara : 1. Malaysia, Indonesia, Philipina, dan Thailand

merupakan produsen utama minyak sawit dan

minyak kelapa

2. Volume ekspor CPO ke Singapura bisa

dijajaki kemungkinan peningkatannya.

3.2.5. Prospek Pasar Minyak Sawit di Luar Negeri

Di luar negeri, minyak sawit bolehlah dikatakan mempunyai prospek

pasar yang cukup cerah. Penjelasan berikut kiranya dapat menegaskan hal

tersebut.

a) Di dunia, produksi minyak sawit meningkat lebih cepat

dibandingkan dengan produksi minyak nabati dan hewani lainnya.

Keadaan ini tentu akan menambah pangsa pasar minyak sawit

tersebut dalam perdagangan internasional. Para produsen minyak

sawit di Indonesia bisa memanfaatkan adanya peluang ini.

b) Penggunaan minyak sawit oleh konsumen internasional cenderung

meningkat lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan minyak

nabati dan lemak lainnya.

c) Di pasar dunia, harga minyak sawit lebih rendah dibandingkan

dengan harga minyak nabati lainnya. Ini tentu akan memudahkan

minyak sawit merebut pasaran dunia.

Page 12: Isi

12

3.3. Perencanaan Produk

Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan

dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang

menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan

minyak sawit itu perencanaan produk harus dilakukan untuk menjaga mutu

dan kualitas yang akan sangat menentukan harga dan nilai komoditas kelapa

sawit.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat

dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minya sawit dalam

arti benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain.

Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian

menurut ukuran. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti

yang kedua lebih penting. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan

spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas

( ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan

ukuran pemucatan.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit

dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli,

murni, dan tidak tercampur bahan tambahan lain.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

a. Asam lemak bebas (free fatty acid)

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam

minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini

mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan

usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak

sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen

sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya

reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit

adalah gliserol dan ALB.

Page 13: Isi

13

Faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif

tinggi dalam minyak sawit adalah:

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah

3. Penumpukan buah yang terlalu lama

4. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik

Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya maka tindakan

pencegahan dan pemucatannya lebih mudah dilakukan.

1. Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salat satu usaha

untuk menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen

minyak. Pemanenan TBS harus dikaitkan dengan kriteria matang

panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi.

2. Penggunaan sistem yang efektif dengan memasukkan TBS secara

langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Dengan cara tersebut

akan lebih mengefisiensikan waktu yang digunakan.

3. Pengeringan pada suhu 900 dengan bejana hampa pada akhir proses

pengolahan minyak sawit.

Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk

ALB ditetapkan sebesar 5%.

b. Kadar zat menguap dan kotoran

Pada umumnyaa, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam

rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan

dengan sentrifugasi. Dengan proses ini, kotoran – kotoran yang

berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran – kotoran

atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang

– layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan

minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara

membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan

peralatan pemurnian modern.

Page 14: Isi

14

c. Kadar Logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit

antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Mutu dan kualitas minyak

sawit yang mengandung logam – logam tersebut akan turun. Sebab

dalam kondisi tertentu, logam – logam itu dapat menjadi katalisator

yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat

dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang

semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. Pengurangan

unsur – unsur logam yang terikut dalam minyak sawit sangat

menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang

dapat dilakukan antara lain:

1. Hydraulic press diganti dengan screw press, sebab cages dan

screen terbuat dari stainless steel.

2. Alat digester dibuat dari stainless steel juga.

3. Tangkai transpor dilapisi dengan epoxy dan jika memungkinkan

gunakan pipa – pipa yang tidak berkarat.

4. Bejana hampa untuk pengeringan dan alat pendingin minyak

sawit diusahakan terbuat dari stainless steel.

5. Tangki timbun dilapisi dengan epoxy.

6. Kadar ALB dikurangi.

Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara

asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan

membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya reaksi

oksidasi. Sebagai standar mutu internasional ditetapkan untuk kadar

logam besi maksimal 10 ppm dan logam tembaga maksimal 5 ppm.

d. Angka Oksidasi

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan

intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (

Page 15: Isi

15

menjadi semakin gelap ). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab

mutu minyak sawit menjadi menurun. Mutu dan kualitas minyak

sawit dilihat dari angka oksidasi. Dari angka ini dapat diperkirakan

kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang

memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi

dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai

angka 10 meq (miligram equivalent), tetapi ada yang memakai

standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di atas angka tersebut mutu

barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

e. Pemucatan

Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika

digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan

pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan unutk mendapatkan warna

minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Keintesifan pemucatan minyak sawit sangat ditentukan oleh kualitas

minyak sawit yang bersangkutan. Untuk standar mutu didasarkan

pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35.

3.4 Penentuan Harga

Penentuan harga dari suatu produk akan sangat mempengaruhi dari

keberhasilan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang akan

didapatkan oleh suatu perusahaan. Penentapan harga dari suatu produk, akan

sangat dipengaruhi dari seberapa besar pengorbanan yang telah dilakukan

dalam memproduksi produk itu sendiri.

Penetapan harga kelapa sawit berdasarkan pada besarnya biaya produksi

yang dikeluarkan dengan mark up keuntungan yang diinginkan produsen.

Dimana harga dari petani kepada pedagang di desa / KUD adalah Rp

1150/kg. Kemudian pedagang pengumpul ini menjual kembali kepada Sub-

Page 16: Isi

16

District Seller sebesar Rp 1.300/kg. Akhir dari rantai tataniaga ini adalah

penjualan Kelapa Sawit dalam bentuk CPO seharga Rp 6.650 kepada

pedagang di dalam maupun di luar negeri.

Tabel 1: Margin Tataniaga Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir

Provinsi Riau

URAIAN MARGIN TATANIAGA

(Rp/Kg)

PANGSA

(%)

1. Harga jual di tingkat

petani 1.150 60

2. Pedagang tingkat

desa/KUD

a. Harga Beli 1.150

b. Margin Biaya Total 100 8

Biaya Angkut 100

c. Margin Keuntungan 150 10.72

d. Harga jual 1.300 11.54

3. Sub-District Seller

a. Harga Beli 1.300

b. Margin Biaya Total 100 7.6

Biaya Angkut 100

c. Margin Keuntungan 100

d. Harga Jual 1.400 7.2

4. Processor

a. Harga Beli 1.500

Page 17: Isi

17

b. Margin Biaya -

c. Margin Keuntungan 100 6.67

d. Harga Jual

CPO 6.650

Dari margin tataniaga diatas maka dapat diketahui :

a. Marketing Margin

MM = Harga konsumen (Pπ) – Harga produsen (Pf)

= Rp 6.650 – Rp 1.150

= Rp 5.500

b. Farmer‟s Share

= %100P

Pf

= %100550.6

150.1

= 17.3 %

Farmer‟s share merupakan seberapa besar bagian yang diterima petani

terhadap harga yang diterima oleh konsumen. Artinya pada saluran tataniaga

ini petani memperoleh bagian 17.3% dari harga jual kepada eksportir.

c. Market Share Total

= %100Pπ

MM

= %100650.6Rp

500.5Rp

= 82 .71%

Market share yang diperoleh pedagang dalam dan luar negeri

adalah sebesar 82.71% yang harus dibagi lagi, masing-masing untuk

pedagang tingkat desa dan KUD serta procssor atau pabrik pengolahan CPO .

d. Margin Lembaga Tataniaga

Page 18: Isi

18

Pedagang tingkat desa dan KUD kepada Sub-district seller

= %100konsumenharga

belihargapedagangjualHarga

= %100650.6Rp

150.1Rp1300Rp

= %100650.6Rp

50.1Rp

= 2.26%

Pedagang tingkat desa dan KUD kepada Proseccor

= %100konsumenharga

belihargapedagangjualHarga

= %100650.6Rp

150.1Rp500.1Rp

= %100650.6Rp

50.3Rp

= 52.63%

Sub-district Seller

= %100konsumenharga

belihargajualHarga

= %100650.6Rp

300.1Rp400.1Rp

= %100650.6Rp

100Rp

= 1.51%

Processor

= %100konsumenharga

belihargajualHarga

= %100650.6Rp

400.1Rp650.6Rp

Page 19: Isi

19

= %100650.6Rp

150.5Rp

= 77.44%

Masing-masing lembaga tataniaga komoditi kelapa sawit memperoleh

margin yang berbeda. Pedagang tingkat desa dan KUD memperoleh margin

2.26% dari harga jual kepada sub-district seller dan 52,63 % dari harga jual

kepada processor, sedangkan sub-district seller memperoleh margin sebesar

1.51% terhadap harga jual kepada processor. Processor memperoleh margin

sebesar 77.44% dari harga jual ke konsumen akhir. Perbedaan margin

tersebut disebabkan adanya perbedaan biaya yang dikeluarkan masing-

masing lembaga tataniaga dan besar keuntungan yang diinginkan masing-

masing lembaga tataniaga. Harga kelapa sawit sering mengalami fluktuasi

harga yang diakibatkan oleh pasar dunia.

3.5 Sistem Pemasaran

Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia

dengan menguasai lebih dari 80 % pangsa pasar. Negara-negara produsen

lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, dan bahkan

Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap. Malaysia

menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003 mencapai

13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan

Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai 12

juta ton. Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja

volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya

banyak kalangan optimistis volume produksi CPO Indonesia bakal segera

mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian

terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas.

Produksi minyak sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri

pangan terutama industri minyak goreng dan industri non pangan seperti

Page 20: Isi

20

industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling besar adalah

industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya

jumlah penduduk yang berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan

terutama minyak goreng. Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng

Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton dengan kontribusi minyak goreng sawit

2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk memproduksi minyak goreng sawit

sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak sawit.

Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia ada

tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan

swasta. Dari ketiga jenis perkebunan tersebut memiliki pola pemasaran

produk kelapa sawit yang berbeda. Contoh pola pemasaran di Kabupaten

Indragiri Hilir, Riau.

1. Pola pemasaran perkebunan rakyat

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan

yang terbatas yaitu berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut, tentunya

menghasilkan produksi TBS yang terbatas, untuk mengatasi hal ini maka

petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan

lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar

hingga ke prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada

perkebunan rakyat.

2. Pola Pemasaran Perkebunan Besar Negara dan Swasta

Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN)

dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB),

sedangkan untuk perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa

sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan

besar baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk

olahan yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO).

Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang/industri dalam

negeri.

Page 21: Isi

21

Gambar 1: Pola Pemasaran

Pola 1

Pola 2

Pola 3

Pemasaran berdasarkan hasil olahan

3.5.1. Tandan Buah Sawit (TBS)

Pelaku pertama yang memasarkan TBS ini adalah petani kelapa

sawit rakyat, pemilik perkebunan rakyat – baik yang mendapatkan

naungan pengembangan dari Pola UPP dan Pola Swadaya maupun

yang menjadi pesera Proyek NES/PIR – BUN dan PIR Trans. Para

petani tersebut melakukan kerja sama dengan koperasi, yang

kemudian akan memasarkan TBS , hasil perkebunan mereka, ke

Perusahaan yang lebih besar.

Farmer Villager Seller Sub-District Seller

Process Pedagang dalam negeri dan Exportir

Farmer KUD

Processor Pedagang dalam negeri dan exportir

Farmer Processor Pedagang dalam negeri dan Exportir

Page 22: Isi

22

3.5.2. Minyak Sawit

Sistem pemasaran Crude Palm Oil (CPO) yang diterapkan Kantor

Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan adalah sistem lelang

terbuka (tender) dan kontrak penjualan jangka panjang. Tujuan dari

pembentukkan Kantor Pemasaran Bersama ini adalah agar

bargaining power PT Perkebunan Nusantara I-XIV terhadap pembeli

semakin kuat karena bersatu dalam menghadapi pasar dan tidak

terpecah-pecah di daerah-daerah, sehingga daya saing komoditi akan

semakin kuat. Dasar hukum pendirian Kantor Pemasaran Bersama

adalah Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor

166/kpts/OT.210/3/1990 tanggal 26 Februari 1990. Dalam

pelaksanaan operasionalnya KPB Jakarta menggunakan sistem

tender (lelang terbuka), dimana para peserta tender melakukan

penawaran bertingkat secara terbuka. Peserta tender merupakan

processor yang sudah terdaftar di KPB Jakarta. Pemenang tender

adalah peserta yang memberikan harga/penawaran tertinggi serta

memberikan penawaran di atas price idea yang telah ditetapkan oleh

panitia tender yang terdiri dari Kepala Divisi Sawit dan Nyiur KPB

Jakarta dan wakil-wakil dari PT Perkebunan Nusantara, sebelum

tender dilaksanakan.

3.6 Komunikasi Pemasaran

Kegiatan promosi biasanya merupaka komponen prioritas dari kegiatan

pemasaran. Dengan adanya promosi maka konsumen akan mengetahui bahwa

perusahaan meluncurkan produk baru yang akan menggoda konsumen untuk

melakukan kegiatan pembelian. Kegiatan promosi banyak yang mengatakan

identik dengan dana yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin besar dana yang

dimiliki oleh suatu perusahaan maka umumnya akan menghasilkan tingkatan

promosi yang juga sangat gencar untuk dapat dilakukan. Namun dana bukan

diatas segala-galanya. Dana yang terbatas dapat diatasi dengan inovasi yang

lebih pintar dan tepat. Salah satu solusi yang dapat dilakukan dengan

Page 23: Isi

23

menganalisis keungulan produk, modal lain yang dimiliki oleh perusahaan,

dan segmen pasar yang dibidik. Dengan mempertimbangkan faktor strategi

pemsaran diatas, maka promosi dapat dilakukan lebih pintar dan efisien serta

tepat sasaran.

Kegiatasn promosi sangat erat kaitannya dengan penyebaran informasi

untuk disampaikan ke konsumen. Dalam penyampaian strategi informasi ini

ada beberapa hal penting yang hendaknya diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

1. Program periklanan yang dijalankan, kegiatan periklanan merupakan

sebagai media utama bagi perusahaan untuk menunjangan kegiatan

promosi dimana promosi memiliki tujuan utama untuk menarik

konsumen agar mau melakukan pembelian terhadap produk yang

ditawarkan. Saat ini periklanan yang sering digalakan adalah melalui

kegiatan media cetak dan elektronik. Dunia iklan sendiri telah

mengalami perkembangan yang amat pesat. Salah satunya adalah dengan

mulai maraknya iklan dengan melalui media internet.

2. Promosi dengan mengutamakan penjualan yang dilakukan secara pribadi

atau lebih dikenal dengan istilah „Personal Selling’. Kegiatan promosi

yang satu ini bisa dikatakan sebagai ujung tombak dari kegiatan

promosi. Karena kegiatan personal selling adalah kegiatan promosi yang

mengharuskan berhadapan dengan konsumen dengan secara langsung.

Melalui kegiatan promosi personal selling secara professional akan

sangat membantu untuk tercaipanya penjualan yang secara fantastis.

Personal selling yang dilakukan secara besar meruapakan salah satu

alternative solusi yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan jika

memilki modal yang cukup besar.

3. Promosi yang dilakukan dengan mengedepankan kualitas promosi

penjualan. Promosi penjualan mengedepankan aspek penambahan

intensitas terhadap strategi dalam pemasaran produk. Penambahan

intensitas disini dalam meliputi berbagai aspek manajemen pemasaran,

meliputi peningkatan kualitas produk, kualitas pelayanan distribusi,

menambah kualitas pelayanan agar menjadi lebih baik dan masih banyak

Page 24: Isi

24

aspek lainnya yang dapat ditingkatkan demi tercapainya kepuasan

pelanggan atas produk yang telah dipasarkan.

4. Promosi dengan cara meningkatkan publisitas, cara ini lebih condong

untuk membentuk sebuah image yang lebih positif terhadap produk yang

ditawarkan. Pembentukan image positif ini dapat dilakukan dengan iklan

atau promosi yang memiliki karakteristik tertentu yang tidak dapat

dimiliki oleh strategi pemasaran produk lainnya. Bisa saja dapat

dilakukan dengan cara menciptakan suatu produk yang memiliki poin

lebih, karakteristik unik, dan mempunyai manfaat lebih yang dapat

menjadi pemikiran positif dihadapan konsumen. Jika hal ini dapat

dilakukan maka image atau gambaran positif yang berkembang di

masyarakat akan terbentuk dan mendatangkan beberapa faktor positif

untuk mendongkrak penjualan.

Keempat komponen pemasaran yang telah dipaparkan diatas harus dapat

dilakukan secara singkron agar menghasilkan strategi pemasaran yang baik

dalam jangka panjang, sehingga keuangan perusahaan dapat berjalan dengan

sehat dan kesejahteraan dapat ditingkatkan baik bagi perusahaan itu sendiri

atau bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.

Page 25: Isi

25

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Manajemen pemasaran yang menerapkan strategi pemasaran berdasarkan

lima elemen pemasaran yang terdiri dari pasar, produk, harga, pemasaran,

dan promosi harus selalu mengikuti perkembangan jaman dan tuntutan

pasar yang mengalami perubahan serta perkembangan searah dengan

perilaku konsumen yang terus berubah dan inovasi para ahli pemasaran.

Sebagaimana definisi pemasaran oleh William J. Stanton (1993:7) bahwa

pemasaran adalah ” suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang

untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan

mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan

jasa baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen potensial”.

4.2. Saran

Sebuah sistem pemasaran berhubungan satu sama lain, tidak bisa hanya

berfokus pada salah satu elemen pemasaran saja. Sebuah konsep inti

pemasaran adalah kebutuhan, keinginan, permintaan, produk, mutu,

transaksi, jaringan, pasar, dan pemasaran. Namun, masalah dari sistem

pemasaran di Indonesia adalah mutu dari kelapa sawit yang kurang stabil

pada setiap panennya. Maka, untuk memulai sebuah sistem pemasaran

yang baik sebaiknya dimulai dengan peningkatan pengawasan dan

penstabilan mutu dari kelapa sawit tersebut dan kemudian menyebar ke

aspek lainnya.

Page 26: Isi

26

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009. Kelapa sawit sebagai potensi bisnis perkebunan Kalimantan.

http://bisnisukm.com/kelapa-sawit-sebagai-potensi-bisnis-perkebunan-

kalimantan.html (28 Mei 2012)

Muhrip, Fajar S. 2012. Analisis proses tender minyak sawit (CPO) di Kantor

Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan Nusantara.

http://fajarsumiratmuhrip.wordpress.com/2012/05/01/analisis-proses-

tender-minyak-sawit-cpo-di-kantor-pemasaran-bersama-kpb-pt-

perkebunan-nusantara/ (28 Mei 2012)

Pinto, Bona. 2010. Bauran pemasaran kelapa sawit. Makalah. Mata Kuliah

Agribisnis Non Pangan, 27 Juli. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Soetrisno, Loekman, Retno Winahyu. 1991. Kelapa Sawit: Kajian Sosial-

Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

[Tim Penulis PS]. 1992. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan

Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Zuhri, Sepudin. 2009. Ekspor CPO naik 3,7% jadi 1,2 juta ton.

http://agroindustri.blogdetik.com/2009/05/20/ekspor-cpo-naik-37-jadi-

12-juta-ton/ (28 Mei 2012)

Waters, Donald. 1999. 101 Cara Meningkatkan Kinerja Bisnis.Gus Gusmanta,

penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: 101 Ways to Improve

Business Perfomance.

Page 27: Isi

27

LAMPIRAN

Artikel dari : http://fajarsumiratmuhrip.wordpress.com/2012/05/01/analisis-

proses-tender-minyak-sawit-cpo-di-kantor-pemasaran-bersama-kpb-pt-

perkebunan-nusantara/

Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) di Kantor Pemasaran Bersama

(KPB) PT. Perkebunan Nusantara.

Posted on Mei 1, 2012

Komoditi perkebunan merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia,

karena merupakan penghasil devisa tetap. Salah satu komoditi primer dalam

bidang perkebunan adalah Kelapa Sawit yang menghasilkan minyak sawit atau

Crude Palm Oil (CPO) dan memegang peranan strategis dalam perekonomian

Indonesia. Pada saat ini peran industri CPO sebagai sumber pendapatan, lapangan

kerja dan sumber devisa cukup subtansial. Indonesia merupakan negara penghasil

komoditas CPO nomor dua di dunia setelah Malaysia.

Produksi CPO Indonesia dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara

dan Perkebunan Swasta. Perkebunan Negara yang menghasilkan CPO terdiri dari

PT Perkebunan Nusantara I-XIV. Dalam pemasarannya, PT Perkebunan

Nusantara I-XIV membentuk suatu perusahaan yang dikenal dengan nama Kantor

Pemasaran Bersama yang kantor pusatnya berlokasi di .jalan Cut Mutiah nomor

11 Jakarta. Tujuan dari pembentukkan Kantor Pemasaran Bersama ini adalah agar

bargaining power PT Perkebunan Nusantara I-XIV terhadap pembeli semakin

kuat karena bersatu dalam menghadapi pasar dan tidak terpecah-pecah di daerah-

daerah, sehingga daya saing komoditi akan semakin kuat. Dasar hukum pendirian

Kantor Pemasaran Bersama adalah Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor

166/kpts/OT.210/3/1990 tanggal 26 Februari 1990.

Dalam pelaksanaan operasionalnya KPB Jakarta menggunakan sistem tender

(lelang terbuka), dimana para peserta tender melakukan penawaran bertingkat

secara terbuka. Peserta tender merupakan processor yang sudah terdaftar di KPB

Page 28: Isi

28

Jakarta. Pemenang tender adalah peserta yang memberikan harga/penawaran

tertinggi serta memberikan penawaran di atas price idea yang telah ditetapkan

oleh panitia tender yang terdiri dari Kepala Divisi Sawit dan Nyiur KPB Jakarta

dan wakil-wakil dari PT Perkebunan Nusantara, sebelum tender dilaksanakan.

Adanya berbagai faktor dapat mempengaruhi harga tender dan volume tender

yang terjadi di KPB Jakarta.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :

(1) Bagaimana pelaksanaan tender CPO di KPB Jakarta; (2) Bagaimana pengaruh

dominasi beberapa processor besar terhadap penjualan CPO dalam pelaksanaan

tender di KPB Jakarta; serta (3) Bagaimana pengaruh berbagai faktor terhadap

harga dan volume CPO dalam tender di KPB Jakarta.

Tujuan penelitian di KPB Jakarta ini adalah untuk: (1) Menganalisis sistem tender

CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta; (2) Menganalisis keterkaitan antara

fluktuasi harga CPO dalam tender dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya;

(3) Menganalisis keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang

mempengaruhinya; serta (4) Memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di

KPB Jakarta.

Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan melakukan analisis secara

kualitatif dan kuantitatif melalui pendekatan studi kasus. Data yang dikumpulkan

terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi

langsung ke KPB Jakarta serta mengadakan wawancara dengan pimpinan dan staf

KPB Jakarta (4 orang), serta peserta tender (15 perusahaan). Data sekunder

diperoleh dari informasi historis di KPB Jakarta, instansi terkait seperti Direktorat

Jenderal Perkebunan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank

Indonesia, dan Badan Pusat Statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan setiap

hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur

Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau

atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender/lelang Inggris,

dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan meningkatkan

Page 29: Isi

29

harga patokan (price idea) sampai tercapainya harga tertinggi. Analisis kualitatif

menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa puas terhadap

pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga mengharapkan antara lain:

pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon dipercepat; tender diharapkan

dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi tender mohon lebih

dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung mendekati pasar

bersaing (kompetitif). Hal ini dicirikan dengan terdapatnya penjual dan banyak

pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara penjual dan

pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan produk yang

dijual mempunyai kualitas yang seragam.

Terdapat fluktuasi harga tender CPO periode Juli 1999 sampai dengan Januari

2001. Harga tertinggi (Rp 16,22,-/kg) terjadi pada bulan September 1999, sedang

harga terendah (Rp 8,39,-/kg) terjadi pada bulan Desember 2000. Hasil analisis

regresi menunjukkan bahwa harga tender dipengaruhi secara sangat signifikan

pada taraf nyata 95 % oleh harga domestik; signifikan pada taraf nyata 90 % oleh

demand, signifikan pada taraf nyata 90 % oleh jumlah peserta tender, dan

signifikan pada taraf nyata 90 % oleh harga tender pada bulan sebelumnya.

Pengaruh variabel harga domestik, demand, dan jumlah peserta tender arahnya

positif yang berarti bahwa jika harga domestik meningkat satu satuan rupiah per

kilogram maka harga tender meningkat Rp 0,9079,-per kilogram; jika demand

meningkat satu ton maka harga tender meningkat Rp 0,00000635,-per kilogram;

jika jumlah peserta tender meningkat satu perusahaan maka harga tender

meningkat Rp 0,06365,-per kilogram. Sedangkan pengaruh harga tender pada

bulan sebelumnya mempunyai arah negatif, yang berarti bahwa jika harga tender

pada bulan sebelumnya meningkat satu satuan rupiah per kilogram maka harga

tender meningkat Rp 0, 05655,- per kilogram.

Terdapat fluktuasi volume tender CPO periode Juli 1999 – Januari 2001. Volume

tertinggi (74.000 ton) terjadi pada bulan Agustus 1999, sedang volume terendah

(12.500 ton) terjadi pada bulan Desember 2000. Hasil analisis regresi

menunjukkan bahwa volume tender dipengaruhi secara sangat signifikan pada

taraf nyata 95 % oleh jumlah CPO yang ditawarkan. Pengaruh variabel jumlah

Page 30: Isi

30

yang ditawarkan tersebut arahnya positif yang berarti bahwa jika jumlah yang

ditawarkan meningkat satu satuan ton maka volume tender meningkat 0,6284 ton.

Beberapa alternatif kebijakan pemasaran dalam rangka meningkatkan daya saing

KPB Jakarta dalam memasarkan produk CPO adalah : (1) Memberikan informasi

mengenai pelaksanaan tender baik berupa surat maupun facsimile lebih cepat

kepada peserta tender dan menambah jumlah peserta tender sehingga posisi tawar

KPB Jakarta bertambah kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendata kembali

processor yang ada di Indonesia, yang terdaftar di KPB Jakarta dan yang pernah

mengikuti tender; (2) Meningkatkan kuantitas dan kualitas CPO yang ditenderkan

sehingga para processor lebih banyak yang tertarik untuk ikut memberikan

penawaran; (3) Untuk meningkatkan volume tender yang terjadi di KPB harus

memperhatikan faktor yang berpengaruh signifikan yaitu jumlah CPO yang

ditawarkan PT Perkebunan Nusantara I-XIV melalui tender di KPB Jakarta.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan dan sistem

tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan, mulai dari

pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan penentuan

pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for windows

dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan variabel harga

internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap dollar, supply,

demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor Indonesia

sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 % dan nilai R-

square (adj) 98,6 %, yang berarti bahwa 98,6 % variasi dalam variabel dependen

(Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen (X) yang dimasukkan

dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel independen harga

domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada bulan sebelumnya

berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender.

Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel

dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan,

harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat

musiman (seasonality) sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square

Page 31: Isi

31

67,6 % dan nilai R-square (adj) 58,6 %, yang berarti bahwa 58,6 % variasi dalam

variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen

(X) yang dimasukkan dalam model pada persamaan regresi volume tender.

Variabel independen jumlah yang ditawarkan berpengaruh secara signifikan

terhadap volume tender.

Untuk meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui

tender, disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor

yang ada di Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang

mengikuti tender; mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada

para peserta; serta meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan.

Deskripsi Alternatif :

An Analysis of the Tender CPO Process at The Joint Office of Marketing

(KPB)PT Perkebunan Nusantara Jakarta

Yarnis Alisyahbana

The objective of the research in the KPB Jakarta were: (1) To analyze the tender

of CPO system carried out by KPB Jakarta; (2) To analyze a relationship between

the fluctuation of the price CPO on tender and the factors responsible to them; (3)

To analyze a relationship bertween the volume of tender and the factors

responsible to them; and (4) To give an alternative to the marketing policy of CPO

at KPB Jakarta. The research was used a descriptive method with qualitative and

quantitative analysis through a case of study approach. The datas were classified

into primary and secondary datas.

As a results, it was shown that almost all of the tender participant have been

satisfied to the process of the tender CPO in the KPB Jakarta. Market structure on

the tender was tend to be a competitive market (competitive with). The regression

analysis shown that the tender price have been very significant affected at the

level of 95 % by domestic price; significantly at the level of 90 % by demand, the

number of participant, and the price of tender before, with the value of R-Square

Page 32: Isi

32

(adj) 98,6 %. However, the volume of tender have been very significant affected

at the level of 95 % by the number of CPO offered, with the value of R-Square

(adj) 58,6 %. Some alternatives of policies for marketing at KPB Jakarta are : (1)

To give a faster information of tender to the participant, by a letter or facsimilie,

and to strong the possition of bargaining could be done by increasing the number

of tender participant. To increase the number of participant could be done by

making a new registration for the all processors in Indonesia which have been

listed and participated on tender at the KPB Jakarta; (2) To make the processor

interest to participate on tender could be done by increasing the quantity and the

quality of CPO offered; and (3) To increase the tender volume at KPB could be

done by seeing factor which have been affected significantly, namely: the number

of CPO offered by PT Perkebunan Nusantara I-XIV through tender at the KPB

Jakarta.

Copyrights : Copyright @ 2001 by Graduate Program of Management and

Business – Bogor Agricultural University (MB IPB). Verbatim copying and

distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided

this notice is preserved.

Artikel dari: http://bisnisukm.com/kelapa-sawit-sebagai-potensi-bisnis-

perkebunan-kalimantan.html

Kelapa Sawit Sebagai Potensi Bisnis Perkebunan Kalimantan

Pulau Kalimantan memang dianugerahi berbagai macam sumber daya

alamnya dan lahan perkebunan yang luas. Kelapa sawit salah satunya. Usaha

perkebunan kelapa sawit merupakan potensi bisnis perkebunan kalimantan yang

sangat menguntungkan. Kelapa sawit sangat bermanfaat mulai dariindustri

makanan sampai industri kimia.

Page 33: Isi

33

Industri makanan mentega, shortening, coklat, additive, ice cream, pakan

ternak, minyak goreng, produk obat–obatan dan kosmetik, krim, shampoo, lotion,

pomade, vitamin and beta carotene juga memerlukan minyak sawit.

Industri berat dan ringan, industri kulit (untuk membuat kulit halus dan

lentur dan tahan terhadap tekanan tinggi atau temperatur tinggi), cold rolling and

fluxing agent pada industri perak, dan juga sebagai bahan pemisah dari material

cobalt dan tembaga di industri logam juga membutuhkan bahan baku dari hasil

kelapa sawit.

Bahkan minyak sawit dibutuhkan juga untuk industri kimia seperti detergen,

sabun, dan minyak. Sisa-sisa dari industri minyak sawit dapat digunakan sebagai

bahan bakar boiler, bahan semir furniture, bahan anggur.

Produk Utama Kelapa Sawit. Produk turunan CPO bisa dipasarkan untuk

perusahaan yang memproduksi minyak goreng kelapa sawit, margarine,

shortening, vanaspati (Vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle,

sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan coatings, specialty fats,

dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, lubrication,

textiles oils dan bio diesel.

Produk turunan minyak inti sawit bisa dipasarkan untuk perusahaan yang

memproduksi shortening, cocoa butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee

whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation

cream, sabun, detergent, shampoo dan kosmetik.

Ampas Tandan Kelapa Sawit Bisa Dimanfaatkan. Selain minyaknya, ampas

tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk

diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi (pengomposan) aerob dengan

penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan.

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) bisa dimanfaatkan sebagai alternatif

pupuk organik, pupuk kompos maupun pupuk kalium. Fungsi lain TKKS juga

sebagi bahan serat untuk bahan pengisi jok mobil dan matras, dan polipot.

Page 34: Isi

34

Pelepah pohon dan CPO dapat dijadikan ekstrak untuk Vitamin E. Batang

pohon dapat dijadikan “fiber board” untuk bahan baku mebel, kursi, meja, lemari

dan sebagainya. Ampas tandan/buangan sisa pabrik dapat dijadikan serbuk pengisi

kasur, bantalan kursi, dan sebagainya.

Pasar Kelapa Sawit. Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia

selama dua dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3% pertahun.

Perkembangan minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak

sawit dari negara Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar

80% dari produksi dunia.

Berdasarkan data Oil Word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan

akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.

Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan pengusaan

50% market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30%

penguasaan market dunia. Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen

utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80% pangsa pasar.

Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand,

Papua Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi

pelengkap. Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada

2003 mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut

ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai

12 juta ton.

Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume

produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak

kalangan optimis volume produksi CPO Indonesia bakal segera mengalahkan

Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian terbatas,

sementara di Indonesia masih begitu luas. Produksi minyak sawit (CPO) di dalam

negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan industri

non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling

besar adalah industri minyak goreng.

Page 35: Isi

35

Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang

berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng.

Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton

dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk

memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak

sawit.

Penetapan Harga. Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada

pembentukan harga komoditas kelapa sawit, yaitu kekuatan pasar (marketing

forces) dan pengendalian oleh pemerintah (government intervention).

Dengan demikian, penetapan harga kelapa sawit didasarkan pada kekuatan

pasar, tingkat persaingan dan juga pengendalian pemerintah. Setelah itu penetapan

harga kelapa sawit harus disesuaikan dengan harga jual dalam dan luar negeri,

dengan perincian sebagai berikut:

1. Harga jual dalam negeri.

Kedudukan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang

merupakan 9 bahan pokok menyebabkan pemerintah tidak berlepas tangan. Disini

perusahaan perkebunan kelapa sawit berhadapan dengan pihak prosesor, yang

oleh pemerintah sudah ditentukan bahwa harga jual produksi prosesor dalam

bentuk minyak goreng harus terjangkau oleh rakyat, sehingga mau tidak mau

perusahaan harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah tersebut.

2. Harga jual luar negeri.

Penetapan harga dilakukan dengan cara open tender atau dengan cara competitive

bidding. Demi kelancaran perluasan pasar dan pengamanan terhadap risiko

sengketa, risiko claim, atau hal-hal lain yang dapat merugikan, dalam kontrak

penjualan akan menggunakan ketentuan yang telah diatur oleh International Trade

Association (Asosiasi Komoditi International). Dengan adanya faktor-faktor

Page 36: Isi

36

penetapan harga tersebut diatas, perusahaan kelak akan terus meneruskan

melakukan penghematan biaya produksi guna menghasilkan marjin laba yang

signifikan

Risiko Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit

1. Pencurian Hasil Panen

Lahan budidaya yang luas dan jumlah kelapa sawit yang banyak mengakibatkan

susahnya pengawasan dan pengontrolan. Pencurian dan penjarahan hasil panen

selalu saja terjadi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya pengamanan

yang ekstra. Tetapi untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan biaya yang tidak

sedikit

2. Gagal Panen

Penyakit dalam bentuk jamur, gulma dan hama yang menyerang pada perkebunan

kelapa sawit sangat sulit dihilangkan dan bisa menular ke seluruh areal

perkebunan, sehingga mengakibatkan gagal panen.

3. Harga yang Naik Turun

Harga pasar sewaktu-waktu dapat naik dan turun karena kelapa sawit merupakan

komoditas yabg harganya mengikuti pasar di dunia dan kebijakan pemerintah. Hal

ini bisa berdampak bagi siapapun yang bergerak di bidang perkebunan kelapa

sawit.

Page 37: Isi

37

Artikel Dari: http://agroindustri.blogdetik.com/2009/05/20/ekspor-cpo-naik-37-

jadi-12-juta-ton/

Ekspor CPO naik 3,7% jadi 1,2 juta ton

May 20th, 2009 by agroindustri

Selasa, 19/05/2009 13:22 WIB

oleh : Sepudin Zuhri

JAKARTA bisnis.com): Volume ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO)

selama April tahun ini mencapai 1,219 juta ton, naik 3,68% dibandingkan bulan

sebelumnya 1,175 juta ton.

Total volume ekspor periode Januari-April tahun ini turun 0,8% menjadi 4,60 juta

ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 4,64 juta ton.

Kepala Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)

Susanto mengatakan saat ini harga minyak sawit terkoreksi yang disebabkan aksi

spekulasi, tetapi hanya berlangsung sementara karena produksi komoditas itu di

Indonesia dan Malaysia belum naik secara signifikan.

“Posisi supply and demand vegetable oil dunia masih tidak banyak berubah, sama

seperti pada April dan awal bulan ini,” ujarnya kepada Bisnis hari ini. Harga

minyak sawit pada perdagangan lokal mengalami koreksi tipis dengan penurunan

4,15% menjadi Rp8.310 per kg dari sebelumnya Rp8.670 per kg pada lelang di

Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara.

Dia menuturkan data resmi dari Malaysia Palm Oil Board (MPOB), stok CPO

Malaysia akhir April hanya 1,295 juta ton berada di bawah stok psikologis pasar

yang normal yaitu 1,5-1,6 juta ton.

Produksi kedelai, kata dia, belum mengalami perubahan terutama Argentina masih

jauh dari estimasi sebelumnya, sedangkan produksi kedelai di Amerika Serikat

hanya ada sedikit perbaikan, tetapi belum mempengaruhi pasar.

Page 38: Isi

38

Menurut Susanto, permintaan minyak sawit dari India dan China masih cukup

kuat. “Estimasi kami harga saat ini sampai Juni masih berkisar RM2600-RM2800

per ton atau US$700-US$800 per ton di CIF Rotterdam.”

Dia menjelaskan harga CPO di dalam negeri berkisar Rp8.000-Rp9.000 per kg,

sudah mencakup PPn FOB Belawan dan Dumai. Adapun, harga Tandan Buah

Segar (TBS) petani berkisar Rp1.400-1.600 per kg di Sumatra, sedangkan Rp

1.100-Rp1300 per kg di Kalimantan, tergantung kualitas dan lokasi kebun ke

pabrik. Kondisi perkembangan harga minyak sawit, lanjutnya, sampai dengan Juli

tahun ini diperkirakan masih akan terus bergerak naik. (tw)