Isi
-
Upload
santikoalif -
Category
Documents
-
view
402 -
download
1
Transcript of Isi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kelapa sawit
kenyataannya merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan
kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada
pengembangan agroindustri. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan.
Pengembangan kelapa sawit mempunyai banyak manfaat dari segi ekonomi,
seperti peningkatan pendapatan masyarakat, menghasilkan devisa, dan
menyediakan kesempatan kerja.
Produk olahannya yang berupa minyak sawit menjadi salah satu komoditas
perkebunan yang handal. Tentang minyak sawit ini, pangsa pasar yang
masih terbuka lebar tentu menjadikan komoditi ini memiliki prospek yang
sangat baik.
Potensi dari kelapa sawit tersebut harus didukung dengan peningkatan
kualitas kelapa sawit yang dihasilkan dan penerapan manajemen pemasaran
yang baik. Strategi pemasaran harus dilakukan untuk memasarkan kelapa
sawit baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu strategi
pemasaran adalan pengaitan beberapa elemen pemasaran menjadi suatu
kesatuan yang dikendalikan secara benar sehingga tercipta strategi
pemasaran yang tepat untuk mencapai tujuan. Elemen pemasaran adalah
kombinasi lima elemen pemasaran yaitu pasar, produk, harga, pemasaran,
dan promosi.
2
1.2. Tujuan
1. Mengetahui sistem manajemen pemasaran kelapa sawit
2. Mengetahui strategi pemasaran yang digunakan kelapa sawit
3. Mengetahui potensi pemasaran kelapa sawit
1.3. Perumusan Masalah
1. Apa sistem manajemen pemasaran yang digunakan untuk komoditi kelapa
sawit?
2. Bagaimana penerapan strategi pemasaran pada komoditi kelapa sawit?
3. Bagaimana potensi pemasaran kelapa sawit ?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Pemasaran
2.1.1. Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran adalah suatu usaha untuk merencanakan,
mengimplemplementasikan(mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengkoordinir) serta mengawasi atau mengendalikan kegiatan
pemasaran dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi
secara efisiean dan efektif. Di dalam fungsi manajemen pemasaran
ada kegiatan menganalisisi yaitu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui pasar dan lingkungan pemasarannya, sehingga dapat
diperoleh seberapa besar peluang untuk merebut pasar dan seberapa
besar ancaman yang harus dihadapi.
2.2. Konsep Strategi Pemasaran
2.2.1. Pengertian Strategi Pemasaran
Istilah strategi berasal dari kata Yunani strategeia (stratos = militer;
dan ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi
seorang jenderal. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana
untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada
daerah-daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu
Menurut Corey (dalam Dolan, 1991), strategi pemasaran terdiri atas
lima elemen yang saling berkait. Kelima elemen tersebut adalah:
1. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani.
Keputusan ini didasarkan pada faktor-faktor (Jain, 1990):
4
a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan
teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi.
b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong
perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit.
c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial-and-error
di dalam menghadapi peluang dan tantangan.
d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap
sumberdaya langka atau pasar yang terproteksi.
2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual,
pembentukan lini produk, dan desain penawaran individual pada
masing-masing lini.
3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat
mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan.
4. Sistem pemasaran, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran
yang dilalui poduk hingga mencapai konsumen akhir yang
membeli dan meggunakannya.
5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan,
personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan
public relations.
5
BAB III
PEMBAHASAN
3. 1 Pemasaran
3.1.1. Pemasaran Kelapa Sawit
Pemasaran Kelapa Sawit cukup kompetitif dan kompleks, karena
melibatkan berbagai macam minyak dan lemak yang bisa saling
menggantikan dalam penggunaannya, dan juga karena melibatkan negara-
negara produksi dan konsumsi yang masing-masing mempunyai
kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam perdagangan internasionalnya. Dari
segi komoditi, saingan utama minyak sawit adalah minyak kedelai,
sedangkan dari negara yang memproduksi minyak sawit, saingan utama
minyak sawit Indonesia adalah Malaysia.
Pemasaran minyak sawit sangat rumit. Di satu sisi minyak sawit harus
mampu memenuhi berbagai industri dalam negeri, terutama minyak
goreng yang harganya diatur pemerintah, sedangkan di sisi lain ia harus
mampu menciptakan devisa untuk negara. Sehubungan dengan hal ini,
maka pemerintah alokasi penggunaanya dan menetapkan tingkat
harganya. Namun karena adanya pihak swasta yang tidak tergantung
dalam pengaturan ini, maka harga yang diatur oleh pemerintah seringkali
tidak efektif.
3.1.2. Pemasaran Dalam Negeri
Krisis minyak kelapa yang terjadi di tahun 1970-an menjadikan
pemerintah mengatur pemasaran di dalam negeri, baik dengan pengaturan
kerja maupun alokasi penggunaan produksi. Penetapan harga yang
dilakukan sejak 1978 itu bertujuan: (1) Untuk menjaga kestabilan harga
minyak goreng pada tingkat konsumen sehingga dapat dijangkau oleh
masyarakat; (2) mendorong ekspor produksi minyak nabati yang telah
diproses; (3) melindungi dan meningkatkan pendapatan kopra; dan (4)
6
menjamin keuntungan yang wajar bagi pabrik maupun perkebunan
(Simatupang, 1986).
Pengaturan harga ini kemudian diikuti oleh pengaturan alokasi kegunaan
produksi dalam negeri pada tahun yang sama yang disusul dengan surat
keputusan bersama 3 menteri, yakni Menteri Pertanian, Menteri
Perindustrian, dan Perdagangan. Adapun penetapan harga dan alokasi
berdasarkan penggunaanya adalah: (1) Minyak sawit untuk pembuatan
minyak goreng, ditetapkan di Belawan; (2) Minyak sawit untuk operasi
pasar harganya ditentukan berdasarkan harga minyak goreng dan bahan
ikutan lainnya, yakni stearine dan fatty acid, menurut catatan Departemen
Perdagangan, dikurangi dengan biaya operasional (biaya olah, biaya
pengangkutan, dan distribusi). Umumnya harga CPO untuk tujuan operasi
pasar lebih tinggi dari pada CPO untuk tujuan industri minyak goreng; (3)
Minyak sawit untuk industri hilir/reekspor. Harganya sama dengan harga
ekspor FOB Belawan. Penetapan ini ditinjau setiap 3 bulan sekali.
Rendahnya harga pada penetapan untuk minyak goreng ini mendorong
pendirian pabrik-pabrik baru pengolahan dan fraksinasi, sehingga
jumlahnya membengkak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di satu sisi
ini bisa dipandang sebagai suatu keberhasilan dalam mengatasi krisis
minyak kelapa sehingga harga minyak goreng bisa terjaga kestabilannya.
Namun di sisi yang lain kelebihan pabrik ini menimbulkan inefisiensi
dengan terjadinnya kapasitas lebih.
Sementara itu alokasi penggunaan minyak kelapa sawit pada tahun-tahun
pertama juga berjalan dengan baik. Seluruh alokasi yang ditetapkan oleh
pemerintah bisa diserap oleh para produsen. Jumlah yang dialokasikan
dan realisasi penggunaanya dari tahun ke tahun bervariasi. Jumlah yang
dialokasikan ini menurut simatupang dan kawan-kawan (1986)
berhubungan dengan harga pasaran internasional. Apabila harga di
pasaran internasional cenderung tinggi, maka jumlah yang dialokasikan
ke dalam negeri cenderung sedikit dan sebaliknya. Pada tahun 1979
ketika harga di pasaran internasional sangat tinggi, alokasi di dalam
7
negeri relatif lebih sedikit (341,7 ribu ton) dibanding tahun berikutnya
(517,9 ribu ton) ketika harga turun. Sementara itu jumlah yang diserap
oleh produsen cenderung lebih kecil dibandingkan jumlah yang
dialokasikan. Jika pada awal tahap ditetapkannya alokasi penggunaan,
jumlah yang diserap oleh pabrik pengolahan mencapai 100%, maka pada
tahun 1986 hanya 45,6% saja, bahkan pernah hanya mencapai 2,7% pada
tahun 1984 (Simatupang, 1986). Hal ini berarti bahwa alokasi tersebut
semakin kurang efektif. Demikian pula penetapan harga juga tidak efektif
lagi, bahkan menimbulkan pasar gelap, sebab harga penetapan jauh di
bawah harga pasar internasional.
Sebelum mengekspor, para produsen tersebut harus memenuhi kebutuhan
dalam negeri, baik untuk penyulingan sendiri maupun penyulingan
umum. Sementara itu perusahaan swasta bisa langsung mengekspor
produknya tanpa dibebani tugas untuk memasok kebutuhan domestik.
Namun dalam prakteknya tidak semua produk yang dihasilkan oleh
swasta dilempar ke pasaran luar negeri (ekspor), kadang-kadang juga
dilempar ke pasaran dalam negeri, tergantung dari harga pasaran
internasional. Hal inilah kirannya yang menyebabkan alokasi penggunaan
domestik yang ditetapkan oleh pemerintah tidak bisa seluruhnya diserap
oleh pasar domestik. Keadaan ini bisa dilihat juga dari peranan produk
negera (PTP dan PIR) terhadap konsumsi Indonesia.
Angka di atas menunjukkan bahwa peranan minyak sawit swasta cukup
besar dalam perdagangan domestik, yakni 46,5% pada tahun 1987, dan
44,1% pada tahun 1988. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah, karena
minyak sawit swasta ini tidak dikenai peraturan harga, maka cenderung
membentuk harga sendiri yang dirasa menguntungkan. Oleh karena itu
dalam pasar domestik akhirnya terdapat 4 jenis harga, yaitu 3 jenis harga
yang ditetapkan pemerintah seperti telah disebutkan sebelumnya dengan
harga swasta. Berikut ini akan disajikan suatu sub bab khusus yang
membahas mengenai permasalahan pemasaran minyak kelapa sawit di
dalam negeri.
8
3. 2 Pemilihan Pasar
3.2.1. Pasar Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit di Dalam Negeri
Di dalam negeri, pasar potensial yang akan meyerap pemasaran minyak
sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri
fraksinasi/rafinasi (terutama industri minyak goreng), lemak khusus (
cocoa butter substitue), margarin, oleochemical, dan sabun mandi.
Selama beberapa tahun terakhir, volume CPO yang terserap oleh pasar di
dalam negeri senantiasa meningkat, sedangkan untuk PKO, volumenya
tidak konstan.
3.2.2. Prospek Pasar Minyak Sawit di Dalam Negeri
Di dalam negeri, minyak sawit (CPO) boleh dikatakan memiliki prospek
pasar yang cerah. Keterangan berikut kiranya bisa menegaskan hal
tersebut.
a. Produksi CPO nasional, yang tentu saja tidak hanya untuk pasar di
dalam negeri, masih di bawah kebutuhan CPO dari industri terkait di
dalam negeri. Contohnya, pada tahun 1991, produksi CPO nasional
mencapai tidak kurang dari 1,50 juta ton, padahal kebutuhan industri
pemproses CPO di dalam negeri telah mencapai 3,34 juta ton. Ini
menunjukkan bahwa pasar di dalam negeri masih terbuka lebar untuk
CPO.
b. Konsumsi CPO di dalam negeri menunjukkan perkembangan yang
lebih baik dibandingkan dengan konsumsi minyak nabati dan lemak
lainnya. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia,
konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan juga akan meningkat.
9
3.2.3. Pasar Minyak Sawit, Inti Sawit, dan Minyak Inti Sawit Di Luar Negeri
Seperti yang telah dikemukakan, minyak sawit Indonesia sebagian besar
dipasarkan dalam bentuk minyak sawit mentah/kasar (CPO). Pasar di luar
negeri yang banyak mereguk pemasaran CPO Indonesia ini terletak di
wilayah Eropa Barat, atau di negara – negara MEE ( yaitu, di Belanda,
Inggris, Jerman, Italia, dan Perancis), juga di Kenya, India, dan Rusia.
3.2.4. Wilayah Pasar Ekspor Minyak Sawit Indonesia, Profil dan Potensinya
Untuk memperjelas keadaan wilayah pasar ekspor minyak sawit
Indonesia di atas, berikut adalah profil dan potensi mereka.
a) Eropa Barat : 1. Merupakan pasar utama CPO Indonesia
2. Diperkirakan kapasitas CPO yang mereka
miliki tidak dikembangkan lagi, kecuali bila
hasil olahannya dapat dipasarkan
3. Bagi MEE, mengimpor PPO dianggap lebih
murah dan mudah sebab tanpa mengurangi
kapasitas yang sudah ada, pasarnya dapat
dikembangkan di wilayah ini
4. Pajak impor PPO-nya lebih tinggi daripada
pajak impor CPO-nya
b) Eropa Timur : 1. Dengan USSR (sebelum berubah menjadi
CIS). Salim Group telah bekerja sama dalam
bentuk pendirian pabrik olah lanjut CPO
(dalam usaha patungan ini , Salim Group
memasok CPO sebanyak 300.000 ton pertahun)
2. Di wilayah ini terbuka peluang pasar untuk
jenis– jenis PPO
c) Tmur Tengah : 1. Di wilayah ini sudah terdapat industri olah
lanjut CPO yang hasilnya untuk kebutuhan
dalam negeri
10
2. Di pasar Timur Tengah ini sebaiknya
dipasarkan PPO dipasarkan PPO dalam
kemasan rumah tangga
d) Afrika : 1. Di kawasan ini, Kenya-lah yang merupakan
negara pengekspor CPO dari Indonesia yang
terbesar, yang nilai impornya selalu meningkat
dari tahun ke tahun
2. CPO yang di ekspor ke wilayah ini sebagian
direekspor ke negara sekitarnya
3. Pasar di wilayah ini mempunyai potensi
cukup besar dan perlu dibina terus
e) Amerika Serikat : 1. Pasar di wilayah ini didominasi oleh minyak
kedelai dan biji – bijian dari produsen lokal
(ASA), Argentina dan Brasilia
2. Biarpun di wilayah ini terdapat produsen
minyak sawit, tetapi hasil produksi mereka
habis dikonsumsi untuk kebutuhan lokal
3. Hambatan pemasaran di wilayah ini adalah
adanya kampanye anti minyak nabati dari ASA
f) Asia Selatan : 1. Di India telah dilakukan kerja saa antara PT
Sawit Tangki Terminal Jasatama (konsorsium
PN/PTP-PN/PTP di Sumatera Utara) dengan
Pure Palm Ltd. (BUMN India) berupa
pendirian pabrik olah lanjut CPO
2. Wilayah Asia Selatan merupakan pasar yang
perlu dibina serta dikembangkan untuk masa
yang akan datang
g) Asia Timur : 1. Pasar di Jepang dan Hongkong mempunyai
potensi untuk menyerap lebih banyak lagi CPO
dan hasil olahannya dari Indonesia
2. Di Taiwan dan Korea Selatan, dua negara
yang dikenal sebagai produsen minyak nabati
11
non sawit, prospek pasarnya cukup cerah bagi
bahan ikutan CPO
3. RRC, dengan populasi penduduk yang
sangat besar mempunyai potensi konsumsi
CPO yang juga amat besar, kebutuhan CPO-
nya mencapai satu juta ton per tahun.
h) Asia Tenggara : 1. Malaysia, Indonesia, Philipina, dan Thailand
merupakan produsen utama minyak sawit dan
minyak kelapa
2. Volume ekspor CPO ke Singapura bisa
dijajaki kemungkinan peningkatannya.
3.2.5. Prospek Pasar Minyak Sawit di Luar Negeri
Di luar negeri, minyak sawit bolehlah dikatakan mempunyai prospek
pasar yang cukup cerah. Penjelasan berikut kiranya dapat menegaskan hal
tersebut.
a) Di dunia, produksi minyak sawit meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan produksi minyak nabati dan hewani lainnya.
Keadaan ini tentu akan menambah pangsa pasar minyak sawit
tersebut dalam perdagangan internasional. Para produsen minyak
sawit di Indonesia bisa memanfaatkan adanya peluang ini.
b) Penggunaan minyak sawit oleh konsumen internasional cenderung
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan minyak
nabati dan lemak lainnya.
c) Di pasar dunia, harga minyak sawit lebih rendah dibandingkan
dengan harga minyak nabati lainnya. Ini tentu akan memudahkan
minyak sawit merebut pasaran dunia.
12
3.3. Perencanaan Produk
Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan
dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang
menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan
minyak sawit itu perencanaan produk harus dilakukan untuk menjaga mutu
dan kualitas yang akan sangat menentukan harga dan nilai komoditas kelapa
sawit.
Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minya sawit dalam
arti benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain.
Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian
menurut ukuran. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti
yang kedua lebih penting. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan
spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas
( ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan
ukuran pemucatan.
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit
dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli,
murni, dan tidak tercampur bahan tambahan lain.
Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
a. Asam lemak bebas (free fatty acid)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam
minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini
mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan
usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak
sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya
reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit
adalah gliserol dan ALB.
13
Faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif
tinggi dalam minyak sawit adalah:
1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
3. Penumpukan buah yang terlalu lama
4. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik
Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya maka tindakan
pencegahan dan pemucatannya lebih mudah dilakukan.
1. Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salat satu usaha
untuk menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen
minyak. Pemanenan TBS harus dikaitkan dengan kriteria matang
panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi.
2. Penggunaan sistem yang efektif dengan memasukkan TBS secara
langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Dengan cara tersebut
akan lebih mengefisiensikan waktu yang digunakan.
3. Pengeringan pada suhu 900 dengan bejana hampa pada akhir proses
pengolahan minyak sawit.
Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk
ALB ditetapkan sebesar 5%.
b. Kadar zat menguap dan kotoran
Pada umumnyaa, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam
rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan
dengan sentrifugasi. Dengan proses ini, kotoran – kotoran yang
berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran – kotoran
atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang
– layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan
minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara
membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan
peralatan pemurnian modern.
14
c. Kadar Logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit
antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Mutu dan kualitas minyak
sawit yang mengandung logam – logam tersebut akan turun. Sebab
dalam kondisi tertentu, logam – logam itu dapat menjadi katalisator
yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat
dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang
semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. Pengurangan
unsur – unsur logam yang terikut dalam minyak sawit sangat
menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang
dapat dilakukan antara lain:
1. Hydraulic press diganti dengan screw press, sebab cages dan
screen terbuat dari stainless steel.
2. Alat digester dibuat dari stainless steel juga.
3. Tangkai transpor dilapisi dengan epoxy dan jika memungkinkan
gunakan pipa – pipa yang tidak berkarat.
4. Bejana hampa untuk pengeringan dan alat pendingin minyak
sawit diusahakan terbuat dari stainless steel.
5. Tangki timbun dilapisi dengan epoxy.
6. Kadar ALB dikurangi.
Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara
asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan
membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya reaksi
oksidasi. Sebagai standar mutu internasional ditetapkan untuk kadar
logam besi maksimal 10 ppm dan logam tembaga maksimal 5 ppm.
d. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan
intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (
15
menjadi semakin gelap ). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab
mutu minyak sawit menjadi menurun. Mutu dan kualitas minyak
sawit dilihat dari angka oksidasi. Dari angka ini dapat diperkirakan
kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang
memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi
dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai
angka 10 meq (miligram equivalent), tetapi ada yang memakai
standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di atas angka tersebut mutu
barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.
e. Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika
digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan
pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan unutk mendapatkan warna
minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Keintesifan pemucatan minyak sawit sangat ditentukan oleh kualitas
minyak sawit yang bersangkutan. Untuk standar mutu didasarkan
pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35.
3.4 Penentuan Harga
Penentuan harga dari suatu produk akan sangat mempengaruhi dari
keberhasilan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang akan
didapatkan oleh suatu perusahaan. Penentapan harga dari suatu produk, akan
sangat dipengaruhi dari seberapa besar pengorbanan yang telah dilakukan
dalam memproduksi produk itu sendiri.
Penetapan harga kelapa sawit berdasarkan pada besarnya biaya produksi
yang dikeluarkan dengan mark up keuntungan yang diinginkan produsen.
Dimana harga dari petani kepada pedagang di desa / KUD adalah Rp
1150/kg. Kemudian pedagang pengumpul ini menjual kembali kepada Sub-
16
District Seller sebesar Rp 1.300/kg. Akhir dari rantai tataniaga ini adalah
penjualan Kelapa Sawit dalam bentuk CPO seharga Rp 6.650 kepada
pedagang di dalam maupun di luar negeri.
Tabel 1: Margin Tataniaga Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir
Provinsi Riau
URAIAN MARGIN TATANIAGA
(Rp/Kg)
PANGSA
(%)
1. Harga jual di tingkat
petani 1.150 60
2. Pedagang tingkat
desa/KUD
a. Harga Beli 1.150
b. Margin Biaya Total 100 8
Biaya Angkut 100
c. Margin Keuntungan 150 10.72
d. Harga jual 1.300 11.54
3. Sub-District Seller
a. Harga Beli 1.300
b. Margin Biaya Total 100 7.6
Biaya Angkut 100
c. Margin Keuntungan 100
d. Harga Jual 1.400 7.2
4. Processor
a. Harga Beli 1.500
17
b. Margin Biaya -
c. Margin Keuntungan 100 6.67
d. Harga Jual
CPO 6.650
Dari margin tataniaga diatas maka dapat diketahui :
a. Marketing Margin
MM = Harga konsumen (Pπ) – Harga produsen (Pf)
= Rp 6.650 – Rp 1.150
= Rp 5.500
b. Farmer‟s Share
= %100P
Pf
= %100550.6
150.1
= 17.3 %
Farmer‟s share merupakan seberapa besar bagian yang diterima petani
terhadap harga yang diterima oleh konsumen. Artinya pada saluran tataniaga
ini petani memperoleh bagian 17.3% dari harga jual kepada eksportir.
c. Market Share Total
= %100Pπ
MM
= %100650.6Rp
500.5Rp
= 82 .71%
Market share yang diperoleh pedagang dalam dan luar negeri
adalah sebesar 82.71% yang harus dibagi lagi, masing-masing untuk
pedagang tingkat desa dan KUD serta procssor atau pabrik pengolahan CPO .
d. Margin Lembaga Tataniaga
18
Pedagang tingkat desa dan KUD kepada Sub-district seller
= %100konsumenharga
belihargapedagangjualHarga
= %100650.6Rp
150.1Rp1300Rp
= %100650.6Rp
50.1Rp
= 2.26%
Pedagang tingkat desa dan KUD kepada Proseccor
= %100konsumenharga
belihargapedagangjualHarga
= %100650.6Rp
150.1Rp500.1Rp
= %100650.6Rp
50.3Rp
= 52.63%
Sub-district Seller
= %100konsumenharga
belihargajualHarga
= %100650.6Rp
300.1Rp400.1Rp
= %100650.6Rp
100Rp
= 1.51%
Processor
= %100konsumenharga
belihargajualHarga
= %100650.6Rp
400.1Rp650.6Rp
19
= %100650.6Rp
150.5Rp
= 77.44%
Masing-masing lembaga tataniaga komoditi kelapa sawit memperoleh
margin yang berbeda. Pedagang tingkat desa dan KUD memperoleh margin
2.26% dari harga jual kepada sub-district seller dan 52,63 % dari harga jual
kepada processor, sedangkan sub-district seller memperoleh margin sebesar
1.51% terhadap harga jual kepada processor. Processor memperoleh margin
sebesar 77.44% dari harga jual ke konsumen akhir. Perbedaan margin
tersebut disebabkan adanya perbedaan biaya yang dikeluarkan masing-
masing lembaga tataniaga dan besar keuntungan yang diinginkan masing-
masing lembaga tataniaga. Harga kelapa sawit sering mengalami fluktuasi
harga yang diakibatkan oleh pasar dunia.
3.5 Sistem Pemasaran
Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama CPO dunia
dengan menguasai lebih dari 80 % pangsa pasar. Negara-negara produsen
lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, dan bahkan
Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap. Malaysia
menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003 mencapai
13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut ramalan
Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai 12
juta ton. Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja
volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya
banyak kalangan optimistis volume produksi CPO Indonesia bakal segera
mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian
terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas.
Produksi minyak sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri
pangan terutama industri minyak goreng dan industri non pangan seperti
20
industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling besar adalah
industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya
jumlah penduduk yang berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan
terutama minyak goreng. Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng
Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton dengan kontribusi minyak goreng sawit
2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk memproduksi minyak goreng sawit
sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak sawit.
Dilihat dari pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia ada
tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan
swasta. Dari ketiga jenis perkebunan tersebut memiliki pola pemasaran
produk kelapa sawit yang berbeda. Contoh pola pemasaran di Kabupaten
Indragiri Hilir, Riau.
1. Pola pemasaran perkebunan rakyat
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki luas lahan
yang terbatas yaitu berkisar 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut, tentunya
menghasilkan produksi TBS yang terbatas, untuk mengatasi hal ini maka
petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang dekat dengan
lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar
hingga ke prosesor/industri pengolah. Berikut pola pemasaran pada
perkebunan rakyat.
2. Pola Pemasaran Perkebunan Besar Negara dan Swasta
Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN)
dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB),
sedangkan untuk perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa
sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan
besar baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk
olahan yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO).
Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang/industri dalam
negeri.
21
Gambar 1: Pola Pemasaran
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pemasaran berdasarkan hasil olahan
3.5.1. Tandan Buah Sawit (TBS)
Pelaku pertama yang memasarkan TBS ini adalah petani kelapa
sawit rakyat, pemilik perkebunan rakyat – baik yang mendapatkan
naungan pengembangan dari Pola UPP dan Pola Swadaya maupun
yang menjadi pesera Proyek NES/PIR – BUN dan PIR Trans. Para
petani tersebut melakukan kerja sama dengan koperasi, yang
kemudian akan memasarkan TBS , hasil perkebunan mereka, ke
Perusahaan yang lebih besar.
Farmer Villager Seller Sub-District Seller
Process Pedagang dalam negeri dan Exportir
Farmer KUD
Processor Pedagang dalam negeri dan exportir
Farmer Processor Pedagang dalam negeri dan Exportir
22
3.5.2. Minyak Sawit
Sistem pemasaran Crude Palm Oil (CPO) yang diterapkan Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan adalah sistem lelang
terbuka (tender) dan kontrak penjualan jangka panjang. Tujuan dari
pembentukkan Kantor Pemasaran Bersama ini adalah agar
bargaining power PT Perkebunan Nusantara I-XIV terhadap pembeli
semakin kuat karena bersatu dalam menghadapi pasar dan tidak
terpecah-pecah di daerah-daerah, sehingga daya saing komoditi akan
semakin kuat. Dasar hukum pendirian Kantor Pemasaran Bersama
adalah Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor
166/kpts/OT.210/3/1990 tanggal 26 Februari 1990. Dalam
pelaksanaan operasionalnya KPB Jakarta menggunakan sistem
tender (lelang terbuka), dimana para peserta tender melakukan
penawaran bertingkat secara terbuka. Peserta tender merupakan
processor yang sudah terdaftar di KPB Jakarta. Pemenang tender
adalah peserta yang memberikan harga/penawaran tertinggi serta
memberikan penawaran di atas price idea yang telah ditetapkan oleh
panitia tender yang terdiri dari Kepala Divisi Sawit dan Nyiur KPB
Jakarta dan wakil-wakil dari PT Perkebunan Nusantara, sebelum
tender dilaksanakan.
3.6 Komunikasi Pemasaran
Kegiatan promosi biasanya merupaka komponen prioritas dari kegiatan
pemasaran. Dengan adanya promosi maka konsumen akan mengetahui bahwa
perusahaan meluncurkan produk baru yang akan menggoda konsumen untuk
melakukan kegiatan pembelian. Kegiatan promosi banyak yang mengatakan
identik dengan dana yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin besar dana yang
dimiliki oleh suatu perusahaan maka umumnya akan menghasilkan tingkatan
promosi yang juga sangat gencar untuk dapat dilakukan. Namun dana bukan
diatas segala-galanya. Dana yang terbatas dapat diatasi dengan inovasi yang
lebih pintar dan tepat. Salah satu solusi yang dapat dilakukan dengan
23
menganalisis keungulan produk, modal lain yang dimiliki oleh perusahaan,
dan segmen pasar yang dibidik. Dengan mempertimbangkan faktor strategi
pemsaran diatas, maka promosi dapat dilakukan lebih pintar dan efisien serta
tepat sasaran.
Kegiatasn promosi sangat erat kaitannya dengan penyebaran informasi
untuk disampaikan ke konsumen. Dalam penyampaian strategi informasi ini
ada beberapa hal penting yang hendaknya diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Program periklanan yang dijalankan, kegiatan periklanan merupakan
sebagai media utama bagi perusahaan untuk menunjangan kegiatan
promosi dimana promosi memiliki tujuan utama untuk menarik
konsumen agar mau melakukan pembelian terhadap produk yang
ditawarkan. Saat ini periklanan yang sering digalakan adalah melalui
kegiatan media cetak dan elektronik. Dunia iklan sendiri telah
mengalami perkembangan yang amat pesat. Salah satunya adalah dengan
mulai maraknya iklan dengan melalui media internet.
2. Promosi dengan mengutamakan penjualan yang dilakukan secara pribadi
atau lebih dikenal dengan istilah „Personal Selling’. Kegiatan promosi
yang satu ini bisa dikatakan sebagai ujung tombak dari kegiatan
promosi. Karena kegiatan personal selling adalah kegiatan promosi yang
mengharuskan berhadapan dengan konsumen dengan secara langsung.
Melalui kegiatan promosi personal selling secara professional akan
sangat membantu untuk tercaipanya penjualan yang secara fantastis.
Personal selling yang dilakukan secara besar meruapakan salah satu
alternative solusi yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan jika
memilki modal yang cukup besar.
3. Promosi yang dilakukan dengan mengedepankan kualitas promosi
penjualan. Promosi penjualan mengedepankan aspek penambahan
intensitas terhadap strategi dalam pemasaran produk. Penambahan
intensitas disini dalam meliputi berbagai aspek manajemen pemasaran,
meliputi peningkatan kualitas produk, kualitas pelayanan distribusi,
menambah kualitas pelayanan agar menjadi lebih baik dan masih banyak
24
aspek lainnya yang dapat ditingkatkan demi tercapainya kepuasan
pelanggan atas produk yang telah dipasarkan.
4. Promosi dengan cara meningkatkan publisitas, cara ini lebih condong
untuk membentuk sebuah image yang lebih positif terhadap produk yang
ditawarkan. Pembentukan image positif ini dapat dilakukan dengan iklan
atau promosi yang memiliki karakteristik tertentu yang tidak dapat
dimiliki oleh strategi pemasaran produk lainnya. Bisa saja dapat
dilakukan dengan cara menciptakan suatu produk yang memiliki poin
lebih, karakteristik unik, dan mempunyai manfaat lebih yang dapat
menjadi pemikiran positif dihadapan konsumen. Jika hal ini dapat
dilakukan maka image atau gambaran positif yang berkembang di
masyarakat akan terbentuk dan mendatangkan beberapa faktor positif
untuk mendongkrak penjualan.
Keempat komponen pemasaran yang telah dipaparkan diatas harus dapat
dilakukan secara singkron agar menghasilkan strategi pemasaran yang baik
dalam jangka panjang, sehingga keuangan perusahaan dapat berjalan dengan
sehat dan kesejahteraan dapat ditingkatkan baik bagi perusahaan itu sendiri
atau bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Manajemen pemasaran yang menerapkan strategi pemasaran berdasarkan
lima elemen pemasaran yang terdiri dari pasar, produk, harga, pemasaran,
dan promosi harus selalu mengikuti perkembangan jaman dan tuntutan
pasar yang mengalami perubahan serta perkembangan searah dengan
perilaku konsumen yang terus berubah dan inovasi para ahli pemasaran.
Sebagaimana definisi pemasaran oleh William J. Stanton (1993:7) bahwa
pemasaran adalah ” suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang
untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan
jasa baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen potensial”.
4.2. Saran
Sebuah sistem pemasaran berhubungan satu sama lain, tidak bisa hanya
berfokus pada salah satu elemen pemasaran saja. Sebuah konsep inti
pemasaran adalah kebutuhan, keinginan, permintaan, produk, mutu,
transaksi, jaringan, pasar, dan pemasaran. Namun, masalah dari sistem
pemasaran di Indonesia adalah mutu dari kelapa sawit yang kurang stabil
pada setiap panennya. Maka, untuk memulai sebuah sistem pemasaran
yang baik sebaiknya dimulai dengan peningkatan pengawasan dan
penstabilan mutu dari kelapa sawit tersebut dan kemudian menyebar ke
aspek lainnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2009. Kelapa sawit sebagai potensi bisnis perkebunan Kalimantan.
http://bisnisukm.com/kelapa-sawit-sebagai-potensi-bisnis-perkebunan-
kalimantan.html (28 Mei 2012)
Muhrip, Fajar S. 2012. Analisis proses tender minyak sawit (CPO) di Kantor
Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan Nusantara.
http://fajarsumiratmuhrip.wordpress.com/2012/05/01/analisis-proses-
tender-minyak-sawit-cpo-di-kantor-pemasaran-bersama-kpb-pt-
perkebunan-nusantara/ (28 Mei 2012)
Pinto, Bona. 2010. Bauran pemasaran kelapa sawit. Makalah. Mata Kuliah
Agribisnis Non Pangan, 27 Juli. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soetrisno, Loekman, Retno Winahyu. 1991. Kelapa Sawit: Kajian Sosial-
Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
[Tim Penulis PS]. 1992. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan
Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Zuhri, Sepudin. 2009. Ekspor CPO naik 3,7% jadi 1,2 juta ton.
http://agroindustri.blogdetik.com/2009/05/20/ekspor-cpo-naik-37-jadi-
12-juta-ton/ (28 Mei 2012)
Waters, Donald. 1999. 101 Cara Meningkatkan Kinerja Bisnis.Gus Gusmanta,
penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: 101 Ways to Improve
Business Perfomance.
27
LAMPIRAN
Artikel dari : http://fajarsumiratmuhrip.wordpress.com/2012/05/01/analisis-
proses-tender-minyak-sawit-cpo-di-kantor-pemasaran-bersama-kpb-pt-
perkebunan-nusantara/
Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) di Kantor Pemasaran Bersama
(KPB) PT. Perkebunan Nusantara.
Posted on Mei 1, 2012
Komoditi perkebunan merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia,
karena merupakan penghasil devisa tetap. Salah satu komoditi primer dalam
bidang perkebunan adalah Kelapa Sawit yang menghasilkan minyak sawit atau
Crude Palm Oil (CPO) dan memegang peranan strategis dalam perekonomian
Indonesia. Pada saat ini peran industri CPO sebagai sumber pendapatan, lapangan
kerja dan sumber devisa cukup subtansial. Indonesia merupakan negara penghasil
komoditas CPO nomor dua di dunia setelah Malaysia.
Produksi CPO Indonesia dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara
dan Perkebunan Swasta. Perkebunan Negara yang menghasilkan CPO terdiri dari
PT Perkebunan Nusantara I-XIV. Dalam pemasarannya, PT Perkebunan
Nusantara I-XIV membentuk suatu perusahaan yang dikenal dengan nama Kantor
Pemasaran Bersama yang kantor pusatnya berlokasi di .jalan Cut Mutiah nomor
11 Jakarta. Tujuan dari pembentukkan Kantor Pemasaran Bersama ini adalah agar
bargaining power PT Perkebunan Nusantara I-XIV terhadap pembeli semakin
kuat karena bersatu dalam menghadapi pasar dan tidak terpecah-pecah di daerah-
daerah, sehingga daya saing komoditi akan semakin kuat. Dasar hukum pendirian
Kantor Pemasaran Bersama adalah Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor
166/kpts/OT.210/3/1990 tanggal 26 Februari 1990.
Dalam pelaksanaan operasionalnya KPB Jakarta menggunakan sistem tender
(lelang terbuka), dimana para peserta tender melakukan penawaran bertingkat
secara terbuka. Peserta tender merupakan processor yang sudah terdaftar di KPB
28
Jakarta. Pemenang tender adalah peserta yang memberikan harga/penawaran
tertinggi serta memberikan penawaran di atas price idea yang telah ditetapkan
oleh panitia tender yang terdiri dari Kepala Divisi Sawit dan Nyiur KPB Jakarta
dan wakil-wakil dari PT Perkebunan Nusantara, sebelum tender dilaksanakan.
Adanya berbagai faktor dapat mempengaruhi harga tender dan volume tender
yang terjadi di KPB Jakarta.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
(1) Bagaimana pelaksanaan tender CPO di KPB Jakarta; (2) Bagaimana pengaruh
dominasi beberapa processor besar terhadap penjualan CPO dalam pelaksanaan
tender di KPB Jakarta; serta (3) Bagaimana pengaruh berbagai faktor terhadap
harga dan volume CPO dalam tender di KPB Jakarta.
Tujuan penelitian di KPB Jakarta ini adalah untuk: (1) Menganalisis sistem tender
CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta; (2) Menganalisis keterkaitan antara
fluktuasi harga CPO dalam tender dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya;
(3) Menganalisis keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya; serta (4) Memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di
KPB Jakarta.
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan melakukan analisis secara
kualitatif dan kuantitatif melalui pendekatan studi kasus. Data yang dikumpulkan
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi
langsung ke KPB Jakarta serta mengadakan wawancara dengan pimpinan dan staf
KPB Jakarta (4 orang), serta peserta tender (15 perusahaan). Data sekunder
diperoleh dari informasi historis di KPB Jakarta, instansi terkait seperti Direktorat
Jenderal Perkebunan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank
Indonesia, dan Badan Pusat Statistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan setiap
hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur
Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau
atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender/lelang Inggris,
dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan meningkatkan
29
harga patokan (price idea) sampai tercapainya harga tertinggi. Analisis kualitatif
menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa puas terhadap
pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga mengharapkan antara lain:
pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon dipercepat; tender diharapkan
dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi tender mohon lebih
dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung mendekati pasar
bersaing (kompetitif). Hal ini dicirikan dengan terdapatnya penjual dan banyak
pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara penjual dan
pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan produk yang
dijual mempunyai kualitas yang seragam.
Terdapat fluktuasi harga tender CPO periode Juli 1999 sampai dengan Januari
2001. Harga tertinggi (Rp 16,22,-/kg) terjadi pada bulan September 1999, sedang
harga terendah (Rp 8,39,-/kg) terjadi pada bulan Desember 2000. Hasil analisis
regresi menunjukkan bahwa harga tender dipengaruhi secara sangat signifikan
pada taraf nyata 95 % oleh harga domestik; signifikan pada taraf nyata 90 % oleh
demand, signifikan pada taraf nyata 90 % oleh jumlah peserta tender, dan
signifikan pada taraf nyata 90 % oleh harga tender pada bulan sebelumnya.
Pengaruh variabel harga domestik, demand, dan jumlah peserta tender arahnya
positif yang berarti bahwa jika harga domestik meningkat satu satuan rupiah per
kilogram maka harga tender meningkat Rp 0,9079,-per kilogram; jika demand
meningkat satu ton maka harga tender meningkat Rp 0,00000635,-per kilogram;
jika jumlah peserta tender meningkat satu perusahaan maka harga tender
meningkat Rp 0,06365,-per kilogram. Sedangkan pengaruh harga tender pada
bulan sebelumnya mempunyai arah negatif, yang berarti bahwa jika harga tender
pada bulan sebelumnya meningkat satu satuan rupiah per kilogram maka harga
tender meningkat Rp 0, 05655,- per kilogram.
Terdapat fluktuasi volume tender CPO periode Juli 1999 – Januari 2001. Volume
tertinggi (74.000 ton) terjadi pada bulan Agustus 1999, sedang volume terendah
(12.500 ton) terjadi pada bulan Desember 2000. Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa volume tender dipengaruhi secara sangat signifikan pada
taraf nyata 95 % oleh jumlah CPO yang ditawarkan. Pengaruh variabel jumlah
30
yang ditawarkan tersebut arahnya positif yang berarti bahwa jika jumlah yang
ditawarkan meningkat satu satuan ton maka volume tender meningkat 0,6284 ton.
Beberapa alternatif kebijakan pemasaran dalam rangka meningkatkan daya saing
KPB Jakarta dalam memasarkan produk CPO adalah : (1) Memberikan informasi
mengenai pelaksanaan tender baik berupa surat maupun facsimile lebih cepat
kepada peserta tender dan menambah jumlah peserta tender sehingga posisi tawar
KPB Jakarta bertambah kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendata kembali
processor yang ada di Indonesia, yang terdaftar di KPB Jakarta dan yang pernah
mengikuti tender; (2) Meningkatkan kuantitas dan kualitas CPO yang ditenderkan
sehingga para processor lebih banyak yang tertarik untuk ikut memberikan
penawaran; (3) Untuk meningkatkan volume tender yang terjadi di KPB harus
memperhatikan faktor yang berpengaruh signifikan yaitu jumlah CPO yang
ditawarkan PT Perkebunan Nusantara I-XIV melalui tender di KPB Jakarta.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan dan sistem
tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan, mulai dari
pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan penentuan
pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for windows
dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan variabel harga
internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap dollar, supply,
demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor Indonesia
sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 % dan nilai R-
square (adj) 98,6 %, yang berarti bahwa 98,6 % variasi dalam variabel dependen
(Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen (X) yang dimasukkan
dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel independen harga
domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada bulan sebelumnya
berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender.
Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel
dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan,
harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat
musiman (seasonality) sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square
31
67,6 % dan nilai R-square (adj) 58,6 %, yang berarti bahwa 58,6 % variasi dalam
variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen
(X) yang dimasukkan dalam model pada persamaan regresi volume tender.
Variabel independen jumlah yang ditawarkan berpengaruh secara signifikan
terhadap volume tender.
Untuk meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui
tender, disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor
yang ada di Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang
mengikuti tender; mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada
para peserta; serta meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan.
Deskripsi Alternatif :
An Analysis of the Tender CPO Process at The Joint Office of Marketing
(KPB)PT Perkebunan Nusantara Jakarta
Yarnis Alisyahbana
The objective of the research in the KPB Jakarta were: (1) To analyze the tender
of CPO system carried out by KPB Jakarta; (2) To analyze a relationship between
the fluctuation of the price CPO on tender and the factors responsible to them; (3)
To analyze a relationship bertween the volume of tender and the factors
responsible to them; and (4) To give an alternative to the marketing policy of CPO
at KPB Jakarta. The research was used a descriptive method with qualitative and
quantitative analysis through a case of study approach. The datas were classified
into primary and secondary datas.
As a results, it was shown that almost all of the tender participant have been
satisfied to the process of the tender CPO in the KPB Jakarta. Market structure on
the tender was tend to be a competitive market (competitive with). The regression
analysis shown that the tender price have been very significant affected at the
level of 95 % by domestic price; significantly at the level of 90 % by demand, the
number of participant, and the price of tender before, with the value of R-Square
32
(adj) 98,6 %. However, the volume of tender have been very significant affected
at the level of 95 % by the number of CPO offered, with the value of R-Square
(adj) 58,6 %. Some alternatives of policies for marketing at KPB Jakarta are : (1)
To give a faster information of tender to the participant, by a letter or facsimilie,
and to strong the possition of bargaining could be done by increasing the number
of tender participant. To increase the number of participant could be done by
making a new registration for the all processors in Indonesia which have been
listed and participated on tender at the KPB Jakarta; (2) To make the processor
interest to participate on tender could be done by increasing the quantity and the
quality of CPO offered; and (3) To increase the tender volume at KPB could be
done by seeing factor which have been affected significantly, namely: the number
of CPO offered by PT Perkebunan Nusantara I-XIV through tender at the KPB
Jakarta.
Copyrights : Copyright @ 2001 by Graduate Program of Management and
Business – Bogor Agricultural University (MB IPB). Verbatim copying and
distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided
this notice is preserved.
Artikel dari: http://bisnisukm.com/kelapa-sawit-sebagai-potensi-bisnis-
perkebunan-kalimantan.html
Kelapa Sawit Sebagai Potensi Bisnis Perkebunan Kalimantan
Pulau Kalimantan memang dianugerahi berbagai macam sumber daya
alamnya dan lahan perkebunan yang luas. Kelapa sawit salah satunya. Usaha
perkebunan kelapa sawit merupakan potensi bisnis perkebunan kalimantan yang
sangat menguntungkan. Kelapa sawit sangat bermanfaat mulai dariindustri
makanan sampai industri kimia.
33
Industri makanan mentega, shortening, coklat, additive, ice cream, pakan
ternak, minyak goreng, produk obat–obatan dan kosmetik, krim, shampoo, lotion,
pomade, vitamin and beta carotene juga memerlukan minyak sawit.
Industri berat dan ringan, industri kulit (untuk membuat kulit halus dan
lentur dan tahan terhadap tekanan tinggi atau temperatur tinggi), cold rolling and
fluxing agent pada industri perak, dan juga sebagai bahan pemisah dari material
cobalt dan tembaga di industri logam juga membutuhkan bahan baku dari hasil
kelapa sawit.
Bahkan minyak sawit dibutuhkan juga untuk industri kimia seperti detergen,
sabun, dan minyak. Sisa-sisa dari industri minyak sawit dapat digunakan sebagai
bahan bakar boiler, bahan semir furniture, bahan anggur.
Produk Utama Kelapa Sawit. Produk turunan CPO bisa dipasarkan untuk
perusahaan yang memproduksi minyak goreng kelapa sawit, margarine,
shortening, vanaspati (Vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle,
sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan coatings, specialty fats,
dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, lubrication,
textiles oils dan bio diesel.
Produk turunan minyak inti sawit bisa dipasarkan untuk perusahaan yang
memproduksi shortening, cocoa butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee
whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation
cream, sabun, detergent, shampoo dan kosmetik.
Ampas Tandan Kelapa Sawit Bisa Dimanfaatkan. Selain minyaknya, ampas
tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk
diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi (pengomposan) aerob dengan
penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) bisa dimanfaatkan sebagai alternatif
pupuk organik, pupuk kompos maupun pupuk kalium. Fungsi lain TKKS juga
sebagi bahan serat untuk bahan pengisi jok mobil dan matras, dan polipot.
34
Pelepah pohon dan CPO dapat dijadikan ekstrak untuk Vitamin E. Batang
pohon dapat dijadikan “fiber board” untuk bahan baku mebel, kursi, meja, lemari
dan sebagainya. Ampas tandan/buangan sisa pabrik dapat dijadikan serbuk pengisi
kasur, bantalan kursi, dan sebagainya.
Pasar Kelapa Sawit. Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia
selama dua dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3% pertahun.
Perkembangan minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak
sawit dari negara Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar
80% dari produksi dunia.
Berdasarkan data Oil Word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan
akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.
Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan pengusaan
50% market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30%
penguasaan market dunia. Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80% pangsa pasar.
Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand,
Papua Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi
pelengkap. Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada
2003 mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut
ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai
12 juta ton.
Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja volume
produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya banyak
kalangan optimis volume produksi CPO Indonesia bakal segera mengalahkan
Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian terbatas,
sementara di Indonesia masih begitu luas. Produksi minyak sawit (CPO) di dalam
negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan industri
non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar paling
besar adalah industri minyak goreng.
35
Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng.
Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton
dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk
memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak
sawit.
Penetapan Harga. Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada
pembentukan harga komoditas kelapa sawit, yaitu kekuatan pasar (marketing
forces) dan pengendalian oleh pemerintah (government intervention).
Dengan demikian, penetapan harga kelapa sawit didasarkan pada kekuatan
pasar, tingkat persaingan dan juga pengendalian pemerintah. Setelah itu penetapan
harga kelapa sawit harus disesuaikan dengan harga jual dalam dan luar negeri,
dengan perincian sebagai berikut:
1. Harga jual dalam negeri.
Kedudukan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang
merupakan 9 bahan pokok menyebabkan pemerintah tidak berlepas tangan. Disini
perusahaan perkebunan kelapa sawit berhadapan dengan pihak prosesor, yang
oleh pemerintah sudah ditentukan bahwa harga jual produksi prosesor dalam
bentuk minyak goreng harus terjangkau oleh rakyat, sehingga mau tidak mau
perusahaan harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah tersebut.
2. Harga jual luar negeri.
Penetapan harga dilakukan dengan cara open tender atau dengan cara competitive
bidding. Demi kelancaran perluasan pasar dan pengamanan terhadap risiko
sengketa, risiko claim, atau hal-hal lain yang dapat merugikan, dalam kontrak
penjualan akan menggunakan ketentuan yang telah diatur oleh International Trade
Association (Asosiasi Komoditi International). Dengan adanya faktor-faktor
36
penetapan harga tersebut diatas, perusahaan kelak akan terus meneruskan
melakukan penghematan biaya produksi guna menghasilkan marjin laba yang
signifikan
Risiko Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit
1. Pencurian Hasil Panen
Lahan budidaya yang luas dan jumlah kelapa sawit yang banyak mengakibatkan
susahnya pengawasan dan pengontrolan. Pencurian dan penjarahan hasil panen
selalu saja terjadi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya pengamanan
yang ekstra. Tetapi untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan biaya yang tidak
sedikit
2. Gagal Panen
Penyakit dalam bentuk jamur, gulma dan hama yang menyerang pada perkebunan
kelapa sawit sangat sulit dihilangkan dan bisa menular ke seluruh areal
perkebunan, sehingga mengakibatkan gagal panen.
3. Harga yang Naik Turun
Harga pasar sewaktu-waktu dapat naik dan turun karena kelapa sawit merupakan
komoditas yabg harganya mengikuti pasar di dunia dan kebijakan pemerintah. Hal
ini bisa berdampak bagi siapapun yang bergerak di bidang perkebunan kelapa
sawit.
37
Artikel Dari: http://agroindustri.blogdetik.com/2009/05/20/ekspor-cpo-naik-37-
jadi-12-juta-ton/
Ekspor CPO naik 3,7% jadi 1,2 juta ton
May 20th, 2009 by agroindustri
Selasa, 19/05/2009 13:22 WIB
oleh : Sepudin Zuhri
JAKARTA bisnis.com): Volume ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO)
selama April tahun ini mencapai 1,219 juta ton, naik 3,68% dibandingkan bulan
sebelumnya 1,175 juta ton.
Total volume ekspor periode Januari-April tahun ini turun 0,8% menjadi 4,60 juta
ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 4,64 juta ton.
Kepala Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
Susanto mengatakan saat ini harga minyak sawit terkoreksi yang disebabkan aksi
spekulasi, tetapi hanya berlangsung sementara karena produksi komoditas itu di
Indonesia dan Malaysia belum naik secara signifikan.
“Posisi supply and demand vegetable oil dunia masih tidak banyak berubah, sama
seperti pada April dan awal bulan ini,” ujarnya kepada Bisnis hari ini. Harga
minyak sawit pada perdagangan lokal mengalami koreksi tipis dengan penurunan
4,15% menjadi Rp8.310 per kg dari sebelumnya Rp8.670 per kg pada lelang di
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara.
Dia menuturkan data resmi dari Malaysia Palm Oil Board (MPOB), stok CPO
Malaysia akhir April hanya 1,295 juta ton berada di bawah stok psikologis pasar
yang normal yaitu 1,5-1,6 juta ton.
Produksi kedelai, kata dia, belum mengalami perubahan terutama Argentina masih
jauh dari estimasi sebelumnya, sedangkan produksi kedelai di Amerika Serikat
hanya ada sedikit perbaikan, tetapi belum mempengaruhi pasar.
38
Menurut Susanto, permintaan minyak sawit dari India dan China masih cukup
kuat. “Estimasi kami harga saat ini sampai Juni masih berkisar RM2600-RM2800
per ton atau US$700-US$800 per ton di CIF Rotterdam.”
Dia menjelaskan harga CPO di dalam negeri berkisar Rp8.000-Rp9.000 per kg,
sudah mencakup PPn FOB Belawan dan Dumai. Adapun, harga Tandan Buah
Segar (TBS) petani berkisar Rp1.400-1.600 per kg di Sumatra, sedangkan Rp
1.100-Rp1300 per kg di Kalimantan, tergantung kualitas dan lokasi kebun ke
pabrik. Kondisi perkembangan harga minyak sawit, lanjutnya, sampai dengan Juli
tahun ini diperkirakan masih akan terus bergerak naik. (tw)