isi

12
 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga kemasyarakatan desa) di Indonesia dalam rangka penyusun dan implementasi kebijakan yang  berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan, pada era reformasi ini semakin menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan pemerintahan abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial. Penguatan peranan dan kewenangan kelembagaan desa dalam rangka penyusun dan implementasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan yang tertuang dalam perdes APBDes, telah diakomodir dalam kebijakan baru  pemerintah mengenai pemeri ntahan daerah, yakni UU No. 32 Tahun 2004 (dan juga PP 72 Tahun 2005) sebagai penyempurnaan terhadap kebijakan lama yakni UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 5 Tah un 1979. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 m isalnya dinyatakan bahwa de sa ad ala h kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada pasal 1, dimana pasal tersebut berisi tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: (a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa (b) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan  pengaturannya kepada desa (c) tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota (d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa yang tertuang pada Pasal 7 PP 72/2005

Transcript of isi

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 1/12

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga

kemasyarakatan desa) di Indonesia dalam rangka penyusun dan implementasi kebijakan yang

  berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan, pada era

reformasi ini semakin menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan tuntutan dan

kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan pemerintahan abad 21, baik dalam

lingkungan intra dan ekstra sosial.

Penguatan peranan dan kewenangan kelembagaan desa dalam rangka penyusun dan

implementasi kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, pemerintahan, pengembangan

kemasyarakatan yang tertuang dalam perdes APBDes, telah diakomodir dalam kebijakan baru

  pemerintah mengenai pemerintahan daerah, yakni UU No. 32 Tahun 2004 (dan juga PP 72

Tahun 2005) sebagai penyempurnaan terhadap kebijakan lama yakni UU No. 22 Tahun 1999 dan

UU No. 5 Tahun 1979. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 misalnya dinyatakan bahwa desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk 

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia pada pasal 1, dimana pasal tersebut berisi tentang urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan desa mencakup:

(a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa

(b) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan

 pengaturannya kepada desa

(c) tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

(d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada

desa yang tertuang pada Pasal 7 PP 72/2005

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 2/12

 

Dalam penyusunan APBDes, saat ini kepala desa tidak lagi mendominasi dalam tahap

  pengajuan rancangan kebijakan, pembahasan, dan pelaksanaannya. Namun harus melibatkan

  badan permusyawaratan desa dan juga memperhatikan usulan lembaga kemasyarakatan desa

(pasal 55 PP 72/2005). Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam

rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa (Pasal 57 PP 72/2005). Di desa

dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Lembaga

kemasyarakatan ini misalnya Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan

Keluarga, Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat, Risma, dll. Lembaga

kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam

memberdayakan masyarakat desa. Tugas Lembaga Kemasyarakatan meliputi menyusun rencana

  pembangunan secara partisipatif, melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara

dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif, menggerakkan dan mengembangkan

  partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat, menumbuhkembangkan kondisi dinamis

masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas, lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi sebagai

  penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan, penanaman dan

  pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara

Kesatuan Republik Indonesia, peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada

masyarakat, penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil

  pembangunan secara partisipatif, penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi,

serta swadaya gotongroyong masyarakat, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan

keluarga, serta pemberdayaan hak politik masyarakat.

Oleh karena itu, di era otonomi daerah ini dirasakan perlu untuk melakukan penelitian

yang mengkaji aspek sebagai berikut mengidentifikasi peranan kelembagaan desa dalam

menyusun dan melaksanakan APBdes, mengidentifkasi faktor penghambat pengembangan

  peranan kelembagaan desa, mengidentifikasi upaya-upaya kelembagaan desa untuk 

mengembangkan peranannya dalam menyusun dan melaksanakan APBDes.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 3/12

 

B. Rumusan Permasalahan

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peranan kelembagaan desa dalam menyusun dan melaksanakan APBdes?

2. Apa sajakah faktor penghambat pengembangan peranan kelembagaan desa; dalam menyusun

dan melaksanakan APBDes?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.  Mengidentifikasi dan menganalisis peranan kelembagaan desa dalam menyusun dan

melaksanakan APBDes.

2.  Mengidentifikasi dan menganalisis faktor penghambat pengembangan peranan kelembagaan

desa dalam menyusun dan melaksanakan APBDes.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 4/12

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Tinjauan tentang Peranan Kelembagaan Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan

APBDes

1.  Tinjaun Tentang APBDes

Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) adalah peraturan desa yang memuat

sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa dalam kurun waktu satu tahun. APB

Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa

dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD

menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Menurut UU 32/2004 dan PP 72/2005 disebutkan sumber-sumber pendapatan desa meliputi:

a.   pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan

 partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah

 b.   bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk 

desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa

c.    bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang

 pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa

d.   bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan

e.  hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Sedangkan kekayaan desa meliputi tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan

 perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, dll. Sumber pendapatan daerahyang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau

Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa. Pungutan

retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil

alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemberian hibah dan

sumbangan tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada desa. Sumbangan

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 5/12

 

yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai

 barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APBDesa.

Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Dalam

melaksanakan kekuasaannya Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh

kekuasaannya yang berupa perencanaan,. pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan kepada

 perangkat desa. Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat

mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pernbentukan

Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan

 perundang-undangan.

Alokasi pengeluaran dalam APBDes meliputi belanja pembangunan dan pos pengeluaran

rutin. Belanja pembangunan meliputi pos sarana pemerintahan desa, pos prasarana perhubungan,

 pos prasarana pemasaran, dan pos prasarana sosial. Sedangkan belanja rutin meliputi pos belanja

  pegawai, pos belanja barang, pos biaya pemeliharaan, pos biaya perjalanan dinas, pos belanja

lain-lain, dan pos pengeluaran tak terduga.

2.  Penyusunan dan Pelaksanaan APBDes

Secara garis besar, sesuai dengan UU 32/2004 dan PP 72/2005, dapat dijelaskan bahwa

 peraturan Desa, termasuk APBDes, ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD. Peraturan Desa

dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Peraturan Desa merupakan

 penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan

memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang

 bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-

undangan, seperti partisipatif, transparansi, akuntablitas, penegakan hukum, manfaat, efisiensi,

dan efektifitas. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka

  penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Peraturan Desa disampaikan oleh

Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan

 paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 6/12

 

yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari

disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Hasil evaluasi

Bupati/Walikota terhadap Rancangan Peraturan Desa disampaikan paling lama 20 (dua puluh)

hari kepada Kepala Desa. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud melampaui batas waktu

dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa

menjadi Peraturan Desa.

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dimuat dalam Berita Daerah. Pemuatan

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan Desa

dan Peraturan Kepala Desa selanjutnya disebarluaskan oleh Pemerintah Desa. Pelaksanaan

APBDes ini dlakukan oleh kepala desa, sekretaris desa, BPD, dan lembaga kemasyarakatan

desa. Pengawasan APBDes ini secara formal dilakukan oleh BPD, namun masyarakat luas pun

dapat melakukan pengawasan sebagaimana dijamin dalam PP 72/2005.

3.  Peran Kelembagaan Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes

y  Lingkup Kelembagaan Desa

Kelembagaan desa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga, pihak, atau

institusi yang berada di desa yang berasal dari unsur eksekutif, legislatif, dan masyakat yang

terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan APBDes. Kelembagaan desa ini

meliputi pemerintah desa, badan permusyawaratan desa (BPD), lembaga kemasyarakatan, dantokoh masyarakat, aktor, shareholders, atau person.

y  Peran Pemerintah Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes 

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari

sekretaris desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah (UU No. 32 Tahun 2004). Perananan pemerintah

desa dalam menyusun dan melaksankan APBDes adalah pelaksanaan dari tugas, fungsi,

kewenangan, hak, dan kewajiban yang dimiliki pemerintah desa dalam hal pelaksanaan

 pembangunan di desa, khususnya yang berkaitan dengan penyusun dan pelaksanaan APBDes.

Kepala desa, selaku unsur pelaksana pemerintah desa memilki peran strategis sebagai

 berikut:

(a) menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDesa

(b) mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan

 bersama BPD

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 7/12

 

(c) menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disetujui bersama

BPD sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari kepada Bupati/Walikota

untuk dievaluasi

(d) melaksanakan APBDes melalui penetapan keputusan desa atau keputusan kepala desa

(e) mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif 

(f) menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan (PP 72/2005).

y  Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Menyusun dan Melaksanakan

APBDes 

Peran BPD dalam menyusun dan melaksanakan APBDes, berdasarkan PP 72/2005 adalah

sebagai berikut:

1. mengevaluasi hasil pengawasan APBDes tahun lalu dengan melibatkan kelembagaan desa

serta masyarakat

2. menampung aspirasi, saran, dan masukan masyarakat berkaitan dengan peraturan desa

khususnya rancangan APBDes

3. membahas rancangan peraturan desa mengenai APB Desa yang disampaikan oleh kepala desa

4. melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes

y  Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes

Lembaga kemasyarakatan meliputi Rukun Tetangga, Rukun Warga, PemberdayaanKesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat atau sebutan lain.

Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra

dalam memberdayakan masyarakat desa. Peran lembaga kemasyarakatan dalam penyusunan dan

  pelaksanaan APBDes meliputi menyusun rencana pembangunan secara partisipatif,

melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan

secara partisipatif, menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya

masyarakat, menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan

masyarakat, menumbuhkembangan dan menggerakan prakarsa, partisipasi, serta swadaya

gotongroyong masyarakat, memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, serta

memberdayakan hak politik masyarakat.

Pengurus lembaga kemasyarakatan dipilih secara musyawarah dari anggota masyarakat

yang mempunyai kemauan, kemampuan, dan kepedulian dalam pemberdayaan masyarakat.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 8/12

 

Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat kemitraan,

konsultatif dan koordinatif.

y  Peran Anggota Masyarakat Desa dalam Menyusun dan Melaksanakan APBDes 

Peran anggota masyarakat desa dalam menyusun dan melaksanakan APBDes di desa,

menjurut PP 72/2005, adalah sebagai berikut:

(a) mengajukan usul, saran, dan apirasi kepada kepala desa atau forum BPD

(b) melaksanakan pengawasan personal terhadap pelaksanaan APBDes

(c) menumbuhkembangkan semangat memanfaatkan, memelihara, dan mengembangkan hasil-

hasil pembangunan di desa.

B.  Faktor Internal dan Eksternal Penghambat Pengembangan Peranan Kelembagaan

Desa Menyusun dan Melaksanakan Kebijakan Desa 

Menurut Prof. Sadu Wasistiono (2006), ada beberapa hal yang menjadi faktor 

  penghambat kelembagaan desa dalam menyusun dan mengimplementasikan berbagai program

dan kebijakan desa, yaitu hambatan eksternal dan hambatan internal.

1)  Hambatan Internal,meliputi rendahnya kualitas sdm di perdesaan yang sebagian besar 

  berketerampilan rendah, termasuk yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa, kelembagaan di tingkat desa belum sepenuhnya tertata dengan baik, pemahaman

tugas pokok dan fungsi dari aparatur desa yang masih rendah, lemahnya kemampuan

  perencanaan di tingkat desa dan masih bersifat parsial, terbatasnya alokasi

anggaran/dana, yang berkaibat terbatasnya operasional program/kegiatan, sarana dan pra

sarana penunjang mobilitas operasional terbatas, pengelolaan administrasi dan

  pendokumentasian yang masih minim, masih rendahnya pemanfaatan iptek dan

tekonologi tepat guna dalam usaha ekonomi perdesaan, rendahnya aset yang dikuasai

masyarakat perdesaan, kepemilikan lahan yang makin sempit, serta rendahnya tingkat

 pelayanan prasarana dan sarana perdesaan.

2)  Hambatan Eksternal, meliputi lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan

kawasan perdesaan, masih lemahnya koordinasi antarsektor, dinamika masyarakat yang

selalu berubah, termasuk tingginya dinamika sektor ekonomi, terbatasnya alternatif 

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 9/12

 

lapangan kerja berkualitas, lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral

maupun spasial, timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antardaerah,

tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan,

meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain,

meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta lemahnya

kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 10/12

 

10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat dijelaskan peranan, dan kendala kelembagaan desa dalam

menyusun dan melaksanakan APBDes di Era Otonomi Daerah. Eksekutif yang terdiri dari

 pemerintah desa, sekdes, kaur-kaur, kepala dusun, dan lembaga kemasyarakat desa melakukan

evaluasi terhadap pelaksanaan APBDes tahun lalu (tahun berjalan) dan melakukan proyeksi

untuk penyusunan APBDes tahun mendatang. Sedangkan BPD melakukan kegiatan yang sama

yakni melakukan evaluasi terhadap hasil pengawasan APBDes lalu (tahun berjalan) dan

melakukan proyeksi untuk APBDes tahun mendatang. Forum BPD ini selain dihadiri oleh

  pimpinan dan anggota, dapat juga mengundang kehadiran lembaga kemasyarakatan desa yang

terdiri dari minimal Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

(PKK), Karang Taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM). Masyarakat secara personal,

  baik berasal dari tokoh bisnis, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh poltik desa dapat

memberikan saran serta masukan pada tahap ini baik kepada pemerintah desa dan atau forum

BPD berkaitan dengan rancanagan APBDes.

Pada tahap proses, mulailah diadakan pembahasan rancangan APBDes. Kepala desa dan

 jajarannya menyampaikan rencangan APBDes dan melakukan pembahasan bersama BPD dalam

sebuah forum pertemuan. Pertemuan ini dapat dilakukan lebih dari sekali untuk 

menyempurnakan APBDes, baik pada perkiraan pos penerimaan ataupun pos belanja desa.

Pada tahap ouput, kepala desa bersama BPD menetapkan peraturan desa dan keputusan

ini dibacakan serta ditandatangani bersama dalam suatu forum pertemuan bertempat di balai

desa atau balai BPD. Pada tahap evaluasi, rancangan APBDes harus dikonsultasikan kepada

  pemerintah daerah atasan. Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disetujui  bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh

Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Hasil evaluasi Bupati/Walikota terhadap

Rancangan Peraturan Desa disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Desa.

Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa

dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan Desa.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 11/12

 

11

B. Saran

Pada pelaksanaan APBDes, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau

Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan APBDes. Peraturan Kepala Desa dan/atau

Keputusan Kepala Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, dan peraturan

 perundangundangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dimuat dalam

Berita Daerah. Pemuatan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Sekretaris

Daerah. Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa selanjutnya disebarluaskan oleh Pemerintah

Desa. Pelaksanaan APBDes ini dlakukan oleh kepala desa, sekretaris desa, BPD, dan lembaga

kemasyarakatan desa. Pengawasan APBDes ini secara formal dilakukan oleh BPD, namun

masyarakat luas pun dapat melakukan pengawasan sebagaimana dijamin dalam PP 72/2005.

5/8/2018 isi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/isi5571fbc7497959916995c78a 12/12

 

12 

DAFTAR PUSTAKA 

Budihardjo, Miriam dan Ibrahim Ambong .(1993). Fungsi Legislatif Dalam

Sistem Politik Indonesi. Rajawali Press. Jakarta

Dwipayana, AAGN Ari dkk.(2003). Membangun Good Governance di Desa. IRE

Press. Yogyakarta.

Kartohadikoesoemo,soetardjo.(1984) Desa. Balai Pustaka. Jakarta

Labolo, Muhadam.(2007. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT.Grafindo

Persada.

 Nazir, muhammmad.(1999). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

 Ndraha, Talizidruhu.1989. Konsep Administrasi dan Admnistrasi di Indonesia.

Jakarta :PT. Bina Aksara.

Rasyid,Ryas dkk.2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan . Yogyakarta :

Pustaka Pelajar 

Saragi, Tumpal P.2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa.Yogyakarta :

IRE Press.

Setyawan, Dharma.2002. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta :

Djambatan.

Sutoro Eko dkk. (2003). Pembaharuan Pemerintahan Desa. IRE Press.

Yogyakarta.

Undang-undang Republik Indonesia No.32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan

Daerah 

Yuliani,sri. (2004) Pengantar Ilmu Administrasi Negara. UNS Press. Surakarta.