isi

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan dan produk perikanan sudah dikenal sejak lama sebagai sumber bahan pangan. Selain karena rasanya yang khas dan enak, melalui berbagai penelitian ternyata diketahui ikan dan produk perikanan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Daging ikan merupakan salah satu produk pangan hewani yang berkontribusi penting sebagai sumber protein. Disamping itu, ikan juga mengandung unsur gizi yang lain yaitu lemak, sedikit karbohidrat, vitamin, dan garam-garam mineral. Dibandingkan dengan nilai gizi daging hewan darat, misalnya daging sapi, kedudukan ikan boleh dikatakan jauh lebih tinggi. Sedangkan dibandingkan telur, kedudukan ikan sebagai bahan pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). Selain itu ikan dan produk perikanan dapat dikonsumsi oleh hampir semua kelompok manusia. Hal ini tentu saja semakin mengukuhkan posisi ikan dan produk perikanan sebagai salah satu sumber pangan penting bagi kehidupan manusia. Selain kandungan gizinya yang tinggi dan rasanya yang enak, ikan dan produk perikanan umumnya bersifat mudah menurun tingkat kesegarannya atau mudah busuk. Umumnya mutu ikan ditentukan oleh tingkat 1

Transcript of isi

Page 1: isi

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Ikan dan produk perikanan sudah dikenal sejak lama sebagai sumber

bahan pangan. Selain karena rasanya yang khas dan enak, melalui berbagai

penelitian ternyata diketahui ikan dan produk perikanan memiliki nilai gizi yang

cukup tinggi. Daging ikan merupakan salah satu produk pangan hewani yang

berkontribusi penting sebagai sumber protein. Disamping itu, ikan juga

mengandung unsur gizi yang lain yaitu lemak, sedikit karbohidrat, vitamin, dan

garam-garam mineral. Dibandingkan dengan nilai gizi daging hewan darat,

misalnya daging sapi, kedudukan ikan boleh dikatakan jauh lebih tinggi.

Sedangkan dibandingkan telur, kedudukan ikan sebagai bahan pangan juga tidak

jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). Selain itu ikan dan produk perikanan dapat

dikonsumsi oleh hampir semua kelompok manusia. Hal ini tentu saja semakin

mengukuhkan posisi ikan dan produk perikanan sebagai salah satu sumber

pangan penting bagi kehidupan manusia.

Selain kandungan gizinya yang tinggi dan rasanya yang enak, ikan dan

produk perikanan umumnya bersifat mudah menurun tingkat kesegarannya atau

mudah busuk. Umumnya mutu ikan ditentukan oleh tingkat kesegarannya. Hal

ini karena tingkat kesegaran ikan mempengaruhi rasa dan kandungan gizinya.

Semakin segar ikan, semakin baik mutunya, dan semakin mahal harganya.

1.2 Permasalahan

Untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin, setelah ditangkap

ikan perlu ditangani secara tepat sehingga mampu mempertahankan kesegaran

ikan selama mungkin. Namun untuk dapat melakukan proses penanganan dan

pengolahan ikan yang tepat tentu perlu dipahami dulu peristiwa-peristiwa yang

terjadi dibalik proses pembusukan ikan setelah ikan mati. Pemahaman ini tentu

akan semakin jelas bila diketahui pula parameter-parameter yang menjadi

pertanda tingkat kualitas kesegaran ikan, sehingga kita dapat mengetahui

1

Page 2: isi

tindakan apa yang perlu dilakukan jika pertanda-pertanda tersebut muncul saat

kita akan memilih, menangani, atau mengolah ikan untuk dikonsumsi.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, pembahasan dibatasi pada pemahaman

mengenai ikan dan produk perikanan, proses yang terjadi ketika ikan segar

mengalami kemunduran mutu hingga membusuk, serta parameter-parameter

tingkat kesegaran ikan baik secara kimia maupun secara fisik.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan

wawasan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dibalik peroses kemunduran

mutu ikan serta parameternya. Diharapkan melalui tulisan ini dapat memberikan

gambaran dan informasi yang jelas mengenai proses yang terjadi dibalik

peristiwa pembusukan ikan serta hal-hal yang mempengaruhinya.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode

deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran yang lengkap tentang obyek

tulisan. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan metode studi

kepustakaan, dengan menelaah beberapa sumber pustaka yang berhubungan

dengan kualitas kesegaran ikan, perubahan dan parameternya.

2

Page 3: isi

BAB II

KUALITAS KESEGARAN IKAN DAN PERUBAHANNYA

2.1 Pengenalan Tentang Ikan

2.1.1 Definisi ikan

Secara umum ikan dipahami sebagai mahluk vertebrata poikilotermik atau

mahluk bertulang belakang dan berdarah dingin (tidak dapat mengatur suhu

tubuhnya sendiri) yang hidup di air dan bernapas dengan insang (Huss, 1995).

Namun dalam UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dijelaskan bahwa ikan

adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya

berada di dalam lingkungan perairan. Termasuk didalamnya adalah golongan

pisces (ikan bersirip); crustacea (udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya);

mollusca kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya); coelenterata

(ubur-ubur dan sebangsanya); echinodermata (tripang, bulu babi, dan

sebangsanya); ampilbia (kodok dan sebangsanya); reptilia (buaya, penyu, kura-

kura, biawak, ular air, dan sebangsanya); mammalia (paus, lumba-lumba, pesut,

duyung, dan sebangsanya); algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang

hidupnya di dalam air); serta biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan

jenis-jenis tersebut di atas, semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang

dilindungi.

Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan

jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia (Huss, 1995). Berbagai produk

perikanan telah dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Mengingat

begitu banyaknya jenis produk perikanan, sehingga dirasa perlu untuk

mengelompokkannya, guna mengadakan klasifikasi serta agar memudahkan untuk

dipelajari.

Berdasarkan tempat hidupnya, produk perikanan dibagi dalam dua

golongan, yaitu produk perikanan laut dan produk perikanan darat. Produk

perikanan darat merupakan produk perikanan yang hidup dan diperoleh dari

wilayah perairan tawar, seperti sungai, danau, kolam, rawa, dan sawah. Produk

perikanan laut merupakan produk perikanan yang hidup dan diperoleh dari laut.

Produk perikanan laut sendiri dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

3

Page 4: isi

a. Golongan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di perairan laut dalam, seperti

ikan kod dan ikan haddock.

b. Golongan pelagik kecil, yaitu jenis ikan-ikan kecil yang hidup di daerah

permukaan laut, seperti ikan haring.

c. Golongan pelagik besar, yaitu jenis ikan-ikan besar yang hidup di permukaan

laut, seperti ikan tongkol, ikan sarden, dan ikan mackerel.

d. Golongan anadromus, yaitu jenis ikan yang mula-mula hidup di laut

kemudian bermigrasi ke wilayah air tawar, lalu ke daerah pertemuannya.

Termasuk golongan ini adalah ikan bandeng dan ikan salem.

e. Golongan katradromus, yaitu jenis ikan yang mula-mula hidup di air tawar

kemudian bermigrasi ke laut, lalu ke pertemuannya. Seperti ikan belut laut.

f. Produk perikanan berkulit keras (Crustacea), yaitu jenis produk perikanan

yang mempunyai kulit keras, seperti udang, lobster, kepiting, dan rajungan.

g. Produk perikanan berdaging lunak, termasuk didalamnya adalah golongan

Cephallopoda, seperti cumi-cumi; Echinodermata, seperti tiram; dan

Anadonta, seperti kerang.

2.1.2 Anatomi tubuh ikan

Sebagai mahluk vertebrata, umumnya tubuh ikan terdiri atas : tengkorak,

tulang belakang, tulang rusuk, kelompok sirip pendukung. Tulang belakang ikan

sendiri memanjang dari kepala hingga sirip ekor. Berdasarkan penyusun rangka

tubuhnya, secara umum ikan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu ikan

berkerangka tulang rawan (Chondrichthyes) dan ikan berkerangka tulang sejati

(Osteichthyes).

Kelompok ikan berkerangka tulang rawan kerangkanya tersusun dari

tulang rawan yang elastis. Ciri tubuhnya adalah ikan berahang, mempunyai sirip

berpasangan, lubang hidung berpasangan, sisik, jantung beruang dua, dan rangka

yang terdiri atas tulang rawan bukan tulang sejati. Mereka dibagi menjadi dua

subkelas: Elasmobranchii (hiu dan pari) and Holocephali (kimera, kadang-kadang

disebut hiu hantu, dan kadang dipisahkan menjadi kelas tersendiri). Terdapat

sekitar 1.000 jenis ikan bertulang rawan meliputi hiu, ikan pari, ikan cucut.

Gambaran ikan bertulang rawan dapat dilihat pada gambar 1.

4

Page 5: isi

Gambar 1. Anatomi Ikan Hiu

Kelompok ikan berkerangka tulang sejati mencakup hampir semua ikan

yang bernilai ekonomis penting pada masa kini. Kelompok ikan ini mempunyai

tulang tengkorak yang melindungi otak dan dilengkapi dengan tulang pendukung,

seperti tulang mulut dan insang. Ikan bergerak dengan bantuan sirip yang

diperkuat oleh tulang rusuk. Sirip ikan dibedakan atas sirip punggung, sirip dada,

sirip perut, sirip belakang, dan sirip ekor. Umumnya bagian atas ikan dipenuhi

duri, begitu pula pada bagian bawah ekor. Untuk lebih jelasnya anatomi ikan

bertulang sejati dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Anatomi Ikan Bertulang Sejati

5

Page 6: isi

Badan ikan terdiri atas tiga bagian, yaitu tulang, daging dan otot. Daging

dan otot kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan–

jaringan pengikat yang menutupi tengkorak ikan. Secara mikroskopik, daging dan

otot ikan mempunyai struktur mirip dengan daging dan otot hewan mamalia darat,

namun secara anatomi jauh berbeda.

Kedua daging yang terletak di bagian punggung dan perut merupakan

jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh segmen–segmen yang disebut

miomer atau miotama yang tampak seperti garis–garis zigzag. Segmen–segmen

ini tampak jelas pada permukaan badan ikan. Potongan–potongan pada bagian

badan akan menampakkan garis–garis konsentris miotama sehingga tampak jelas

sekali lokasi mioseptanya. Miotama ini sendiri sebenarnya merupakan jaringan

pengikat yang lebih besar lagi ukurannya, yang merupakan kumpulan

miocomata–miocomata. Penyusun miotama adalah sebuah

bendel benang- benang daging yaitu endomiosin yang

merupakan sel daging ikan. Untuk lebih jelasnya bagian daging dan otot

ikan secara umum dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Rangkaian Daging dan Otot Ikan

Secara umum bendel benang-benang daging dan otot ikan memiliki tiga

jenis warna, yaitu merah, merah muda, dan putih. Kebanyakan daging dan otot

ikan memiliki dua campuran warna, bahkan ada yang tiga. Perbedaan warna pada

daging ikan ini disebabkan oleh perbedaan kadar hemoglobinnya. Ikan yang

rangkaian daging dan ototnya berwarna merah memiliki kandungan hemoglobin

6

Page 7: isi

yang lebih tinggi dibanding ikan yang ototnya berwarna putih. Ikan salmon

merupakan jenis ikan yang baik untuk digunakan sebagai obyek pembelajaran

untuk mengetahui bentuk dasar daging dan otot ikan, karena rangkaian daging dan

ototnya terdiri atas dua jenis warna, yaitu merah dan putih, sehingga memudahkan

kita dalam mempelajarinya. Anatomi daging dan otot ikan salmon dapat dilihat

pada gambar 4.

Gambar 4. Rangkaian Daging dan Otot Ikan Salmon

Satu sel daging ikan tersusun oleh benang–benang halus yang disebut

miofibril. Antara miofibril satu dengan lainnya terdapat cairan sel yang disebut

sarkoplasma. Miofibril ternyata bukan merupakan benang yang terkecil

ukurannya karena miofibril ini tersusun oleh benang–benang yang lebih halus

lagi, yaitu yang disebut miofilamen. Ada dua macam miofilamen, yaitu

miofilamen tebal yang merupakan protein miosin dan miofilamen tipis yang

merupakan protein aktin. Satu miofilamen tebal dikelilingi oleh enam miofilamen

tipis. Apabila kedua miofilamen ini bergabung akan menjadi protein aktomiosin

yang menyebabkan daging ikan dapat menjadi kaku.

Miofilamen–miofilamen tersebut merupakan benang–benang lurus yang

pada tempat–tempat tertentu membentuk ikatan yang tampak dalam mikroskop

tampak seperti huruf Z yang bergandengan. Oleh karena itu ikatan–ikatan ini

7

Page 8: isi

disebut dengan garis atau pita Z. Jarak antara pita Z yang satu dengan yang

lainnya dapat bervariasi antara 2,5 µm sampai 3 µm. Satu jarak tersebut disebut

sarkomer. Jadi miofibril itu terdiri atas banyak sarkomer.

Kalau dilihat dalam mikroskop, antara pita Z satu dengan yang lain akan

tampak daerah – daerah gelap dan terang. Daerah gelap dan terang ini sebenarnya

terjadi karena adanya tumpang tindih antara miofilamen tebal dan miofilamen

tipis, pita Z dan ketebalan miofilamen tebal yang memang lebih besar ukurannya

daripada miofilamen tipis.

Didalam sarkoplasma terdapat inti sel, mitokondria, mikrosoma, substansi

golgi, fibroblas, serta substansi seperti pasir. Dinding selnya terdiri atas beberapa

lapisan. Lapisan yang pertama merupakan endomiosin, yang kedua terletak

dibawah endomiosin disebut sarkolema, dan lapisan yang ketiga terletak dibawah

sarkolema merupakan benang–benang jala yang disebut dengan sarkoplasma

retikulum. Untuk lebih jelasnya bagian dari sel daging ikan dapat dilihat pada

gambar 5.

Gambar 5. Anatomi Sel Daging Ikan

2.2 Struktur Kimiawi Daging Ikan

Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi sebagian

besar tersusun oleh unsur–unsur organik, yaitu oksigen (75%), hidrogen (10%),

8

Page 9: isi

karbon (9,5%) dan nitrogen (2,5%). Unsur–unsur tersebut merupakan penyusun

senyawa–senyawa protein, karbohidrat, lipida (lemak), vitamin, enzim dan

sebagainya. Unsur–unsur anorganik terbanyak terdapat pada daging ikan adalah

kalsium, fosfor dan sulfur (Hadiwiyoto, 1993).

Komposisi kimia ikan secara umum dapat dilihat pada gambar 6, dimana

kandungan tertinggi adalah air, sekitar 66-81%. Selanjutnya kandungan tertinggi

setelah air adalah protein yaitu pada kisaran 16-21%. Seperlima bagian dari tubuh

ikan merupakan komponen protein yang tersusun oleh asam–asam amino yang

sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Itu sebabnya ikan dikenal sebagai sumber

protein. Daging ikan juga kaya akan lemak, yaitu antara 0,2-25%, yang sebagian

besar tersusun atas asam lemak tidak jenuh. Selain itu ikan juga mengandung

mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh, yaitu sekitar 1,2-1,5%. Tetapi daging

ikan bukan merupakan sumber karbohidrat yang baik karena jumlahnya yang

terlalu sedikit, kurang dari 0,5%.

Perbedaan kandungan kimia dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh jenis ikan,

umur, jenis kelamin, musim, dan kondisi lingkungan tempat ikan hidup.

Perbedaan ini lebih jelasnya terkait oleh jenis makanan yang dikonsumsi ikan,

kegiatan migrasi ikan, dan perubahan seksual ikan terkait dengan musim bertelur.

Umumnya pada musim bertelur, ikan membutuhkan energi lebih besar dari

biasanya, yang disimpan dalam bentuk lemak (Huss, 1995).

Gambar 6. Komposisi Kimia Daging Ikan

9

Page 10: isi

Selanjutnya akan dibahas senyawa-senyawa penting dalam tubuh ikan,

yang juga mempengaruhi karakteristik daging ikan. Senyawa-senyawa tersebut

adalah protein, lemak, dan karbohidrat.

2.2.1 Protein ikan

Secara umum protein ikan merupakan bagian penting untuk dipelajari

dalam dasar-dasar ilmu dan teknologi pengolahan ikan, terutama dari segi sifat

kimiawinya. Hal ini disebabkan protein merupakan komponen utama penyusun

daging ikan setelah air, dan merupakan bagian yanag sangat berguna bagi

manusia. Protein ikan memiliki kualitasnya tidak kalah dibandingkan protein yang

berasal dari susu, daging sapi, dan telur. Salah satunya adalah kandungan asam

amino essensial dengan variasi dan jumlah yang cukup lengkap. Disamping itu,

ikan disukai karena rasanya yang khas, gurih, warna dagingnya kebanyakan putih,

seratnya lebih halus dan pendek, serta jaringan pengikatnya lebih sedikit, sehingga

lebih lunak dibandingkan daging hewan-hewan darat. Kandungan jaringan

pengikat yang lebih sedikit menyebabkan pengolahan ikan menjadi berbagai

produk tidak sulit dan proses pemasakan membutuhkan waktu yang tidak terlalu

lama.

Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya

dalam air, berdasarkan lokasi terdapatnya, atau berdasarkan fungsinya.

Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, protein ikan digolongkan

menjadi tiga macam, yaitu : (1) protein sarkoplasma; (2) protein miofibril; dan (3)

protein jaringan pengikat. Berdasarkan fungsinya, senyawa golongan protein

dikelompokan dalam dua macam yaitu : (1) senyawa-senyawa protein penyusun

sel dan jaringan; dan (2) senyawa-senyawa pembentuk atau pembuat enzim,

coenzim, dan hormon. Penggolongan protein ikan berdasarkan sifat kelarutan dan

lokasi keberadaannya dapat dilihat pada tabel 1.

a. Protein Miofibrilar

Yaitu protein–protein yang terdapat pada benang–benang daging

(miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein ini adalah tipe

golongan protein globulin misalnya miosin, aktin dan tropomiosin. Golongan

protein ini memegang peranan penting pada proses kontraksi dan relaksi daging

10

Page 11: isi

ikan. Jenis protein ini merupakan penyusun utama protein ikan. Kandungannya

pada ikan sekitar 70-80 % dari keseluruhan kandungan protein (bandingkan

dengan pada mamalia yang kandungannya hanya sekitar 40% dari keseluruhan

proteinnya). jenis protein ini memegang peranan penting dalam proses

pengolahan, karena dapat membentuk gel yang bila diolah pada kondisi yang

tertentu. Hal ini terlihat jelas pada pengolahan surimi, yang mana bila daging ikan

diolah pada suhu rendah dengan penambahan larutan garam pada konsentrasi

tertentu, akan dihasilkan lumatan daging ikan dengan gel yang kuat.

Jenis protein ini sukar larut dalam air, bahkan sering tidak dapat larut.

Kelarutan protein golongan ini hanya terjadi jika digunakan larutan garam,

misalnya NaCl dengan konsentrasi tertentu. Aktin dan myosin adalah golongan

utama golongan protein ini. Dalam daging ikan, jumlah aktin kurang lebih

15–25 %, sedangkan myosin kurang lebih 50–60 % dari seluruh protein golongan

ini. Jenis–jenis protein lainnya misalnya tropomiosin jumlahnya hanya sedikit,

sekitar 3–5 % dari seluruh protein golongan ini.

Aktin dan myosin merupakan protein–protein yang labil sifatnya, mudah

sekali rusak selama pengolahan. Aktin dan myosin dapat mengadakan reaksi

membentuk suatu jenis protein miofibrilar lainya, yaitu aktomiosin komplek.

Aktomiosin memegang peranan pada tekstur daging ikan. Jika aktomiosin

terbentuk, daging ikan akan menjadi keras (kaku). Keadaan ini menyebabkan

daging ikan kehilangan kemampuannya menahan air. Hal ini diduga kemungkinan

ada hubungannya dengan kerusakan jaringan atau dinding sel sebagai akibat

tegangan yang dihasilkan oleh terbentuknya aktomiosin tadi. Meskipun demikian

secara pasti mekanisme ini belum diketahui dengan jelas. Kemungkinan lain

menurunnya kemampuan menahan air daging ikan tersebut disebabkan oleh

terjadinya reaksi antara molekul–molekul protein itu sendiri, yang kadang–kadang

juga melibatkan molekul–molekul kecil, seperti ion–ion divalent, misalnya

kalsium, yang menghasilkan produk yang tidak larut dalam air.

Molekul–molekul aktin dan myosin dapat dilihat dengan mikroskop

elektron. Susunan asam amino protein myosin daging ikan hampir sama dengan

yang ada pada myosin daging tikus. Protein aktin juga mempunyai sifat fisik

termasuk berat molekulnya dan kimiawi yang hampir sama dengan aktin pada

11

Page 12: isi

daging tikus. Ada dua macam aktin, yaitu yang bersifat globular sering disebut G-

aktin dan yang bersifat fibrous disebut F-aktin. Yang dapat membentuk

aktomiosin adalah F-aktin dan myosin.

Pada suhu rendah, sekitar 35-40oC myosin sudah dapat mengalami

denaturasi meski pun sangat lambat. Denaturasi ini akan sangat cepat terjadi

apabila daging ikan disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Tetapi myosin yang

diperoleh dari daging ikan karper dan ikan tenggiri sifatnya lebih stabil terhadap

panas daripada yang diperoleh dari daging ikan lainnya.

Tabel 1. Penggolongan Protein Ikan Berdasarkan Lokasi dan Kelarutannya

Kelarutannya Letaknya NomenklaturSangat mudah larut dalam air Kebanyakan terdapat pada

sarkoplasmaMiogen, protein sarkoplasma

Sedikit larut dalam air; mudah larut jika terdapat garam

Kebanyakan terdapat pada benang-benang daging (miofibril, miofilamen)

Protein mifibrilar, protein structural

Tidak larut dalam air Kebanyakan terdapat pada jaringan pengikat dan dinding sel

Stroma, protein jaringan pengikat

Sumber : Hadiwiyoto (1993)

b. Protein Sarkoplasma

Protein ini disebut pula miogen. Termasuk dalam golongan protein ini

adalah protein albumin, mioalbumin, dan globulin. Golongan protein ini mudah

larut dalam air. Namun untuk globulin-X dan miostromin sukar larut dalam air,

tetapi jika dalam larutan basa lemah atau larutan asam akan mudah larut. Pada

ikan, jenis protein ini terdapat dengan kisaran 25-30 % dari keseluruhan

proteinnya. Dalam sakroplasma konsentrasinya hanya 15-12%. Apabila daging

ikan dalam keadaan kaku (rigor, kontraksi), konsentrasinya dapat menurun

menjadi tinggal setengahnya karena sebagian besar berubah menjadi protein yang

tidak larut dalam air.

Kebanyakan miogen merupakan enzim–enzim yang berperan dalam

metabolism sel, juga dalam pembentukan bau dan warna daging ikan. Pada proses

otolisa, protein sarkoplasma berperanan pada peristiwa glikolisa, yaitu pemecahan

karbohidrat secara anaerobik menjadi asam laktat in vivo yang menyebabkan pH

daging ikan menjadi turun. Selain beberapa contoh yang diberikan diatas, masih

banyak lagi jenis–jenis miogen lainnya, yang untuk setiap jenis ikan seringkali

12

Page 13: isi

berbeda sifatnya. Dari berbagai penelitian oleh para ahli telah diketemukan lebih

dari 50 macam enzim yang merupakan anggota miogen. Dengan metode–metode

tertentu dapat diketahui sifat–sifat miogen atau protein sarkoplasma. Berat

molekul protein dapat diukur dengan metoda elektroforesis atau dengan

ultrasentrifugasi atau dengan cara–cara lainnya. Namun jenis protein ini tidak

berperan dalam pembentukan citarasa pada daging ikan

c. Protein Jaringan Pengikat

Protein jenis ini sering disebut dengan stroma. Protein jaringan pengikat

kebanyakan terdapat pada miosepta dan endomiosin, tetapi ada pula yang terdapat

pada sarkolema atau bagian–bagian tubuh ikan yang lain, namun jumlahnya tidak

banyak. Pada ikan, kandungan jenis protein ini sangat sedikit, hanya sekitar

3-10 % dari keseluruhan kandungan proteinnya (bandingkan dengan hewan

mamalia yang kandungannya sekitar 17%). Oleh karena itu pasca tangkap ikan

tidak memerlukan pelayuan seperti yang dikerjakan pada daging sapi dan

kambing. Hal ini yang juga menyebabkan daging ikan cepat sekali menjadi rusak

(busuk).

Dari keseluruhan golongan protein ini kolagen merupakan protein yang

dominan baik jumlahnya maupun peranannya. Struktur kolagen menyerupai

benang–benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun larutan garam tetapi

larut dalam larutan akali. Jika kolagen ikan dipanaskan maka strukturnya akan

berubah, terjadi peptida–peptida dengan berat molekul yang lebih rendah yang

disebut dengan gelatin. Pada pemanasan lebih lanjut gelatin akan membentuk jeli.

Penyusun kolagen adalah asam–asam amino penyusun protein, tetapi kolagen

tidak mengandung triptofan, sistin dan sistein. Terkadang kandungan metionin

dan tirosinnya juga terdapat dalam jumlah kecil.

Elastin juga merupakan kelompok protein jaringan pengikat. Sifat elastin

agak berbeda dengan kolagen, tetapi elastin juga dapat membentuk jeli.

2.2.2 Lemak ikan

Lemak merupakan bahan penghasil energi terbesar dibandingkan dengan

zat-zat makanan lainnya. Jumlah kalori yang dihasilkan satu gram lemak kurang

lebih 9 kalori. Seperti telah diuraikan sebelumnya, kandungan lemak pada ikan

13

Page 14: isi

sangat bervariasi, nilainya berkisar antara 0,2–25 %. Variasi komposisi lemak

pada ikan dapat disebabkan karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik

meliputi jenis dan golongan ikan, umur ikan, jenis kelamin, dan sifat warisan.

Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi daerah kehidupan ikan, musim, dan jenis

makanan.

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan lemak

ikan, semakin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin meningkat.

Pengaruh jenis kelamin terutama erat kaitannya dengan kematangan seksual atau

kedewasaan ikan. Pada umumnya jika ikan makin dewasa atau makin matang

masak seksualitasnya akan makin aktif gerakannya sehingga mendorong untuk

memenuhi kebutuhan energinya dengan banyak makan. Demikian pula kebiasaan

ikan sangat berpengaruh terhadap komposisi kimiawi dagingnya. Ikan yang buas

biasa makan jenis ikan lainnya, oleh karena itu, komposisi dagingnya juga akan

berbeda dengan ikan yang hanya makan jenis tumbuh-tumbuhan laut atau

plankton.

Musim sangat mempengaruhi kehidupan fisiologik ikan terutama siklus

kehidupan ikan. Siklus kehidupan ikan dapat dibagi dua periode. Pada tahap

pertama ikan tumbuh untuk menyempurnakan alat-alat reproduksinya dan tahap

kedua kehidupan intensif untuk makan. Musim juga mempengaruhi terhadap

tersedianya makanan. Pada musim kering dimana persediaan makanan berkurang,

umumnya kandungan lemak ikan menurun, sementara kandungan airnya

meningkat. Sebaliknya kandungan lemak akan meningkat dengan banyaknya

makanan pada musim penghujan, tetapi kandungan airnya menurun.

Berdasarkan kandungan lemaknya, ikan digolongkan menjadi tiga yaitu :

(1) ikan berlemak, yaitu ikan yang kandungan lemaknya diatas 8%; (2) ikan

berlemak sedang, yaitu ikan yang kandungan lemaknya antara 2,5 – 8%; (3) ikan

kurus, yaitu ikan yang kandungan lemaknya dibawah 0,5 %.

Lipida yang terdapat pada daging ikan terdiri dari trigliserida (lemak dan

minyak), fosfolipida, asam lemak, dan kolesterol. Komposisi lipida terbesar dalam

daging ikan adalah trigliserida, fosfolipid hanya berkisar antara 0,38–1,1%, asam

lemak bebas 0,1–0,4 %, dan kolesterol 0,045 – 0,15%. Namun untuk jenis ikan

kurus, kandungan fosfolipidnya cukup tinggi hingga mencapai 90%, dan

14

Page 15: isi

kandungan kolesterol pada jaringan ototnya bisa mencapai 6% (hampir sama

dengan mamalia). Fosfolipid umumnya menjadi bagian dari pembentuk struktur

membran dalam sel, sehingga sering disebut dengan istilah lipid struktural.

Sedangkan trigliserida merupakan jenis lipid yang digunakan sebagai penyimpan

energi dalam gudang lemak, dan sering disebut sebagai gudang lemak.

Lemak pada daging ikan berbeda dengan lemak pada daging kelompok

ruminansia (sapi, kambing). Perbedaan utamanya adalah pada kandungan asam

lemaknya. Pada ikan, kandungan asam lemaknya berupa asam lemak rantai

panjang (jumlah karbon 12 – 26) yang tak jenuh, sedangkan pada ruminansia

umumnya terkandung asam lemak jenuh. Jumlah asam lemak jenuh pada ikan

adalah 17 – 21 % dan asam lemak tak jenuhnya adalah 79 – 83%.

Asam lemak tak jenuh yang penting pada ikan adalah asam linolenat

(-3), asam linoleat (-6), dan arakhidonat. Asam lemak tersebut memiliki ikatan

rangkap pada karbon ketiga dari gugus metil. Hewan dan manusia tidak dapat

menambahkan ikatan rangkap pada asam lemak yang ada dalam tubuh sehingga

tidak dapat mensintesisnya. Karenanya, asam lemak tersebut dikategorikan

sebagai asam lemak esensial dan untuk kebutuhan akan asam lemak tersebut harus

didapatkan dari makanan. Turunan asam lemak linolenat yang penting dalam ilmu

gizi adalah EPA dan DHA.

2.2.3 Karbohidrat ikan

Kandungan karbohidrat dalam daging ikan sangat kecil, umumnya pada

kisaran dibawah 0,5 %. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida,

yaitu glikogen yang strukturnya serupa dengan tepung amilum (C6H10O5)n.

Glikogen terdapat didalam sarkoplasma diantara myofibril–myofibril. Kadang–

kadang merupakan senyawa komplek dengan protein myosin dan protein miogen.

Glikogen merupakan sumber pembentuk energi pada aktivitas otot. Glikogen

dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat melalui

proses glikolisa. Pemecahan ini berlangsung sangat cepat dan menyebabkan pH

daging ikan turun serta naiknya aktivitas otot ikan.

Disamping itu di dalam daging terdapat pula glukosa, asam fruktosafosfor,

asam fosforgliserat dan asam piruvat, yang semuanya merupakan hasil antara

pada proses glikolisa. Selain itu masih terdapat pula sejumlah kecil monosakarida

15

Page 16: isi

dari golongan pentosan yaitu ribosa dan deoksiribosa yang merupakan hasil

pemecahan asam–asam nukleat. Kedua monosakarida ini dapat membentuk

protein–protein komplek.

2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan

Pada waktu ikan ditangkap dan diangkat dari dalam air, ikan tidak

langsung menjadi mati. Meskipun keadaan ikan tersebut masih dalam tingkat

kesegaran yang maksimal, tetapi biasanya tidak langsung dikonsumsi. Ikan akan

menjadi mati jika kekurangan oksigen. Ikan tidak dapat hidup pada udara terbuka

dalam waktu yang terlalu lama. Oksigen yang dapat digunakan oleh ikan hanya

yang berasal dari dalam air, yang ditangkapnya melalui darah yang ada pada

insangnya.

Saat ikan mati, sirkulasi darahnya berhenti dan sebagai akibatnya dapat

mempengaruhi proses-proses biokimiawi yang ada pada tubuh ikan. Segera

setelah ikan mati, perubahan-perubahan biokimiawi berlangsung, diikuti dengan

perubahan fisikawi pada dagingnya. Perubahan ini berlangsung terus sampai pada

suatu saat mula-mula ikan akan menjadi bahan pangan yang enak (layak) untuk

dikonsumsi, tetapi segera setelah itu rasa enaknya akan berkurang dan menurun

terus diikuti dengan perubahan fisik pada daging ikan yang menjadi semakin

nyata, yaitu menjadi semakin berair dan pada akhirnya ikan akan membusuk.

Perubahan-perubahan sejak ikan mati sampai menjadi busuk dapat

diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu :

a) Pada tahap pertama adalah perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan

menjadi kaku (keras). Pada saat ini yang paling banyak mengalami perubahan

adalah pembongkaran ATP dan kreatin-fosfat yang akan menghasilkan

tenaga. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat

melalui proses glikolisa menyebabkan keadaan daging menjadi asam

sehingga aktifitas enzim ATP-ase dan kreatinfosfokinase meningkat. Tahap

pertama ini berlangsung dalam waktu antara 1-7 jam sejak ikan mati,

tergantung pada jenis ikan.

16

Page 17: isi

b) Tahap kedua terjadi setelah itu (tahap pertama). Daging ikan akan menjadi

lebih keras daripada keadaan sebelumnya. Pada saat ini terjadi penggabungan

protein aktin dan protein myosin menjadi protein komplek aktomiosin.

c) Pada tahap lanjut, tahap ketiga, daging ikan akan kembali menjadi lunak

secara perlahan-lahan, sehingga secara organoleptik akan meningkatkan

derajat penerimaan konsumen sampai pada suatu tingkat optimal. Lamanya

untuk mencapai tingkat optimal derajat penerimaan konsumen tersebut dapat

bervariasi tergantung pada jenis ikan dan suhu lingkungan. Tetapi pada

umumnya hal ini berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang, dan

hanya dapat ditunda (diperpanjang) dengan proses pendinginan atau

pembekuan.

Secara garis besar perubahan-perubahan biokimiawi yang terjadi pada ikan

setelah mati seperti terlihat pada gambar 7.

Gambar 7. Perubahan Yang Terjadi Setelah Ikan Mati

17

Oksidasi lemak (terjadi ketengikan)

Lemak memadat

Bakteri tumbuh pesat

Perubahan fisikawi (timbul noda-noda warna)

Berbagai metabolit terakumulasi (timbul bau)

Protein teruraiDaging ikan menjadi kaku

Enzim katepsin menjadi aktif

Aktin & Miosin membentuk Aktomiosin

pH daging ikan turunEnzim ATP-ase & kreatin-fosfokinasi menjadi aktif

Timbul energi dari pemecahan ATP & kreatinfosfat

Glikolisa berlangsung anaerobGlikogen Asam laktat

Respirasi berhentiGlikogen CO2 + H2O

Pasokan oksigen berhenti

Sirkulasi darah berhenti

Ikan mati

Page 18: isi

Selanjutnya akan dijelaskan perubahan yang terjadi pada masing-masing

komposisi kimia utama daging ikan.

2.3.1 Perubahan Karbohidrat

Pada ikan hidup, pemasokan oksigen berlangsung dengan baik, sehingga

glikogen teroksidasi menjadi karbondioksida dan air. Sebaliknya pada saat ikan

mati, oksidasi tak dapat berlangsung lagi. Prosesnya menjadi bersifat anaerob.

Dalam keadaan demikian glikogen akan dapat diubah menjadi asam laktat.

Pembongkaran glikogen menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dapat

terjadi melalui dua cara, yaitu cara hidrolisa (jalan amilolitik) dan jalan fosforilasi.

Pada ikan umumnya yang terjadi lebih banyak adalah jalan hidrolisa, sementara

pada hewan-hewan darat pembongkaran glikogen banyak melalui jalan fosforilasi.

Pembongkaran glikogen diawali dengan pemecahan menjadi molekul-

molekul yang lebih kecil yaitu glukosa dan glukosa-6-fosfat. Glukosa menjadi

glukosa-6-fosfat dengan jalan heksokinasi oleh enzim heksokinase. Kemudian

molekul-molekul kecil ini akan mengalami glikolisa oleh enzim-enzim yang ada

pada daging ikan fosfat menjadi asam piruvat dan selanjutnya menjadi asam

laktat. Pada pembongkaran glikogen menjadi glukosa dan glukosa-6-fosfat

terbentuk pula senyawa-senyawa antara dalam jumlah kecil, misalnya heksosa-2-

fosfat dan glukosa-2-fosfat.

Asam laktat yang terbentuk dapat menyebabkan keasaman daging ikan

naik (pH turun). Keadaan ini dapat mengakibatkan enzim-enzim ATP-ase dan

kreatinfosforilase menjadi aktif menyerang ATP dan kreatin-fosfat dengan

menimbulkan tenaga berbentuk panas. Sebagai akibatnya protein aktin dan

myosin akan menjadi satu dengan struktur yang komplek.

Pada daging ikan segar, pH mula-mula kurang lebih 6,6 setelah ikan mati

pH terendah yang dapat dicapai hanya 6,2; kecuali untuk jenis-jenis ikan tertentu

seperti ikan gepeng (flat fish) pH terendah dapat mencapai 5,5. Meskipun pH

daging tidak banyak turun, daging ikan tetap dapat mengalami kekakuan. Proses

kekakuan daging ikan pada pH sekitar netral dikatakan sebagai proses kekakuan

alkalis.

Proses glikolisa terjadi karena enzim-enzim glikolitik masih aktif antara

lain fosforilase, fosfofruktokinase, piruvatkinase dan lain-lain. Kecepatan

18

Page 19: isi

pembentukan asam laktat pada proses glikolisa ini berbeda-beda. Jenis ikan,

aktifitas ikan, cara membuat ikan menjadi mati, dan cara penangkapan ikan

berpengaruh pada kecepatan terbongkarnya glikoligen menjadi asam laktat.

2.3.2 Perubahan ATP

Adenosintrifosfat (ATP) diketahui memegang peranan penting pada

pembentukan komponen-komponen citarasa daging ikan segar. Disamping ATP

dapat menghasilkan tenaga, senyawa ini juga dapat menghasilkan inosin

monofosfat (IMP; asam inosinat) yang dapat memberikan citarasa enak pada

daging ikan. Didalam daging ikan, ATP biasanya berbentuk molekul komplek

dengan kation-kation divalent misalnya Mg2+.

Pembongkaran ATP menjadi IMP berlangsung dalam dua tahapan proses,

yaitu defosforilasi dan deaminasi. Tetapi pembongkaran ini berlangsung lama.

Setelah daging ikan rusak, ternyata masih juga terdapat sedikit ATP. Hal ini

disebabkan karena selain terjadi pembongkaran ATP juga terjadi pembentukan

kembali (resintesa) ATP dari ADP dan fosfat hasil pemecahan kreatin-fosfat. Dari

berbagai penelitian diketahui terbongkarnya ATP akan diikuti pula dengan

timbulnya amoniak (NH3), karbohidrat (ribose dan ribosafosfat), dan hipoksantin.

Pemeriksaan dengan kromatografi menunjukkan bahwa disamping asam inosinat

yang terbentuk, menghilangnya ATP juga diikuti dengan timbulnya puncak-

puncak inosin trifosfat (ITP) dan inosin difosfat (IDP) dalam waktu yang agak

lama setelah ikan mati. Timbulnya asam inosinat dapat memberikan citarasa ikan,

yang oleh beberapa ahli dianggap sebagai citarasa yang paling baik. Tetapi asam

inosinat akan segera terbongkar menjadi inosin yang menyebabkan ikan menjadi

hambar.

Hipoksantin adalah hasil pembongkaran terakhir dari ATP. Demikian pula

ribose dan ribofosfat adalah hasil akhir pembongkaran ATP. Pembongkaran

inosin menjadi hipoksantin dapat melalui dua jalan, yaitu oleh enzim nukleosida

hidrolase atau oleh enzim nukleosida fosforilase. Tetapi pembongkaran inosin

oleh nukleosida fosforilase jarang terjadi pada daging ikan. Hipoksantin

memberikan rasa pahit pada daging ikan dan sering digunakan sebagai indek

kesegaran ikan.

19

Page 20: isi

Kecepatan pembongkaran ATP dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

lain faktor suhu yang sangat berperan. Semakin tinggi suhu, pembongkaran ATP

menjadi lebih cepat. Selain itu jenis ikan juga memegang peranan pada kecepatan

pembongkaran ATP, dan ini mungkin ada kaitannya dengan banyak sedikitnya

kandungan glikogen dalam daging ikan.

2.3.3 Perubahan Protein

Pada waktu kandungan ATP dan pH daging ikan menurun, protein aktin

dan myosin (protein miofibrilar) akan mengadakan interaksi menjadi protein

aktomiosin. Terbentuknya aktomiosin menyebabkan daging menjadi kaku.

Pembentukan aktomiosin bersifat irreversible, artinya tidak akan berubah lagi

menjadi komponen-komponennya semula meski pun fase rigor telah lewat.

Protein sarkoplasma pada daging ikan mempunyai sifat lebih stabil

daripada protein miofibrilar. Tetapi pada fase lewat rigor, baik protein miofibrilar

maupun protein sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim

otolitik menjadi peptida-peptida dan asam-asam amino bebas. Adanya asam-asam

amino bebas ini akan sangat berpengaruh pada aroma dan rasa ikan. Tetapi asam-

asam amino bebas ini dapat dibongkar lebih lanjut menjadi metabolit-metabolit

sederhana yang pada umumnya merupakan penybab bau busuk pada ikan.

Setelah ikan mati, kromoprotein juga akan mengalami pembongkaran,

terutama pada hemoglobin dan mioglobin. Kedua protein ini dapat mengalami

oto-oksidasi sehingga masing-masing akan berubah menjadi methemoglobin dan

metmioglobin. Pada akhirnya keduanya akan mengalami penguraian menjadi

metabolit-metabolit yang dapat menyebabkan noda-noda berwarna coklat, kuning

atau hijau. Metabolit tersebut antara lain adalah forfirin-forfirin bebas ataupun

yang teroksidasi.

2.3.4 Perubahan Lemak

Enzim lopolitik masih tetap aktif meskipun ikan sudah mati. Enzim

lipolitik akan memecah lemak yang pada tahap tertentu dapat memberikan

citarasa yang baik pada daging ikan. Proses pemecahan ini akan terus berlangsung

menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, yang akan mempengaruhi rasa dan

aroma daging ikan dan menyebabkan kerusakan pada daging ikan.

20

Page 21: isi

Pembongkaran lemak oleh enzim lipolitik adalah proses oto-oksidasi,

lipolisis dan lipoksidasi. Proses oto-oksidasi banyak dilakukan oleh enzim

hidropeoksidase, lipolisis disebabkan oleh enzim-enzim hidrolase atau lipase, dan

lipoksidasi disebabkan oleh aktivitas enzim lipoksidase. Apabila pembongkaran

lemak menjadi asam-asam lemak bebas berkelanjutan dapat menyebabkan asam-

asam lemak mengalami penguraian menjadi senyawa-senyawa keton dan

aldehida. Lemak dikatakan mengalami proses ketengikan, karena hasilnya adalah

bau daging ikan menjadi tengik dan rasanya lekak. Lemak dalam keadaan seperti

ini tidak disukai.

2.4 Parameter Kesegaran Ikan

Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada daging ikan setelah ikan

mati banyak mempengaruhi sifat-sifat fisiknya antara lain kelenturan (tenderness)

dagingnya, ketegaran (firmness) dan terdapatnya noda-noda warna pada daging.

Disamping itu, sifat organoleptik daging banyak berubah terutama citarasanya

sehingga sangat mempengaruhi derajat penerimaan konsumen.

Ikan yang baik adalah ikan yang segar. Tingkat kesegaran ikan yang

paling maksimal adalah ketika ikan baru saja ditangkap dari dalam air. Makin

lama ikan berada di udara terbuka, maka akan makin menurun kesegarannya.

Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan tingkat kualitas ikan. Ikan

dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan

fisikawi yang terjadi pada tubuh ikan belum menyebabkan kerusakan berat pada

ikan.

2.4.1 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Fisikawi

Berdasarkan tingkat kesegarannya, ikan dapat digolongkan ke dalam

empat kelas mutu, yaitu ikan dengan tingkat kesegaran masih baik sekali, ikan

yang kesegarannya masih baik, ikan yang kesegarannya mulai menurun, dan ikan

yang sudah tidak segar lagi (busuk). Mutu kesegaran ikan ini dapat diketahui

secara langsung lewat perubahan fisiknya. Dan cara ini lazim dilakukan ketika

akan memilih ikan untuk dikonsumsi, karena mudah diketahui perbedaannya,

dapat dilakukan kapan saja, serta murah, sebab hanya menggunakan panca indera

kita sebagai manusia untuk mengukurnya. Pengukuran dengan metode ini disebut

21

Page 22: isi

sebagai penilaian secara organoleptik (sensorik). Kelemahan dari metode ini

adalah cara pemeriksaannya cenderung bersifat subyektif.

Berdasarkan SNI 01-2729.1-2006 tingkat penerimaan ikan secara

organoleptik ini dibagi menjadi 9 skala angka. Tingkat penerimaan paling baik

(kelas mutu paling baik) dinilai dengan angka 9. Ikan yang baru mati dan masih

berada pada kondisi sangat segar berada pada angka ini. Selanjutnya ikan dengan

kondisi kesegaran yang masih baik berada pada angka 8. Ikan ini biasanya sudah

mati beberapa jam, atau bisa saja sudah mati lebih dari satu hari namun ditangani

dengan baik. Skala angka 7 merupakan batas akhir penerimaan ikan untuk

konsumsi. Pada angka ini kesegaran ikan mulai mengalami penurunan tajam. Pada

skala angka selanjutnya (niali organoleptik ≤ 6) ikan telah mulai mengalami

pembusukan, hingga menjadi benar-benar busuk pada skala angka 1. Adapun

penilaian organoleptik untuk tingkat kesegaran ikan dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Penilaian Organoleptik Ikan Segar

Spesifikasi NilaiMataCerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh

7

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh

6

Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh

3

Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1InsangWarna merah cemerlang, tanpa lendir 9Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender 8Warna merah agak kusam, tanpa lender 7Warna merah agak kusam, sedikit lender 6Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lender 5Warna merah coklat, lendir tebal 3Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal 1Lendir permukaan badanLapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna 8Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan 7Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan

6

22

Page 23: isi

Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kekuningan 3Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1Daging (warna dan kenampakan)Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

9

Sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

8

Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh

7

Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak

5

Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak

3

Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak

1

BauBau sangat segar, spesifik jenis 9Segar, spesifik jenis 8Netral 7Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3Bau busuk jelas 1TeksturPadat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang

9

Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang

8

Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang

7

Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang

5

Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang

3

Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang

1

2.4.2 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Kimiawi

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kemunduran mutu ikan terjadi

karena ada perubahan-perubahan pada unsur-unsur penyusun daging ikan.

Karenanya kemunduran mutu kesegaran ikan dapat diketahui melalui indikator-

indikator kimia. Berikut ini merupakan beberapa cara kimiawi yang dapat

digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan.

23

Page 24: isi

a. Memeriksa pH daging ikan

Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar memiliki pH lebih basis (lebih

tinggi) dari ikan yang tidak segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya

senyawa-senyawa yang bersifat basis, seperti ammonia, trimetilamin, dan

senyawa volatil lainnya. Ikan segar memiliki pH sekitar 6,6 namun mengalami

penurunan akibat terbentuknya asam laktat pada peristiwa penguraian

glikogen secara anaerob yang mengakibatkan kekakuan (rigor) pada ikan.

Pada saat ini pH ikan sekitar 6,2 namun ada yang mencapai 5,5 (misalnya ikan

gepeng). Pada fase selanjutnya pH ikan kembali meningkat hingga cenderung

bersifat basa.

b. Mengukur kandungan hipoksantin

Seperti telah diuraikan sebelumnya hipoksantin berasal dari hasil pemecahan

ATP. Semakin tinggi kandungan hipoksantin, maka semakin rendah tingkat

kesegaran ikan. Hipoksantin pada kadar 5 µg/gr ikan atau 70 mg% secara

umum masih dapat diterima manusia, namun diatas angka tersebut ikan

dikatakan sudah tidak segar lagi.

c. Mengukur kadar dimetilamin, trimetilamin, atau ammonia

Senyawa-senyawa tersebut di atas merupakan senyawa hasil penguraian

protein yang mengakibatkan meningkatnya kandungan nitrogen yang mudah

menguap. Yang perlu diketahui adalah pola penguraian protein pada ikan air

tawar berbeda dengan pada ikan laut. Pada ikan air tawar akan dihasilkan

ammonia, sedangkan pada ikan laut akan dihasilkan dimetilamin atau

trimetilamin. Untuk ikan laut yang tingkat kesegarannya masih cukup baik,

lebih baik dilakukan pemeriksaan dimetilamin. Sedangkan pada ikan yang

tingkat kesegarannya sudah menurun sekali maka digunakan pemeriksaan

trimetilamin. Banyak yang mengatakan kadar trimetilamin yang dapat

diterima manusia adalah 5-10 mg/100gr ikan.

d. Memahami defosforilasi inosin monofosfat (IMP)

Defosforilasi IMP terkait dengan perubahan cita rasa daging ikan. Pada ikan

yang masih baik, cita rasanya cenderung enak. Hal ini akibat terbentuknya

asam inosinat (IMP) pada penguraian ATP. Tetapi perubahan lebih lanjut

menyebabkan asam inosinat ini terurai menjadi inosin yang membuat daging

24

Page 25: isi

ikan terasa hambar. Penguraian selanjutnya menghasilkan hipoksantin yang

memberikan rasa pahit pada daging ikan.

e. Mengukur tingkat kerusakan lemak

Kerusakan lemak terjadi akibat peristiwa oksidasi, baik yang terjadi secara

auto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non-enzimatis. Pemeriksaan tingkat

kerusakan lemak dilakukan dengan mengukur kandungan peroksidanya atau

jumlah malonaldehida yang biasa dinyatakan sebagai angka TBA

(Thiobbarbituric acid).

f. Mengukur kandungan senyawa-senyawa volatil lainnya

Tingkat kesegaran ikan juga dapat diketahui dengan mengukur kandungan

senyawa-senyawa volatil lainnya, seperti hydrogen sulfida (H2S), senyawa-

senyawa karbonil, sulfur, dan ammonia.

2.4.3 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Mikrobiologi

Seperti telah kita ketahui sebelumnya, pada ikan hidup terdapat sejumlah

bakteri yang berkumpul pada permukaan badan, insang, dan rongga perut. Namun

jumlah bakteri ini cukup sedikit dan tidak dapat berkembang lebih lanjut karena

adanya daya tahan dari tubuh ikan sewaktu hidup. Pada saat ikan mati bakteri

tersebut mulai menggerogoti tubuh ikan. Selanjutnya proses penguraian senyawa-

senyawa kimia ikan yang terjadi setelah ikan mati menyebabkan terbentuknya

senyawa-senyawa sederhana yang diperlukan bakteri untuk tumbuh dan

berkembang. Hal ini membuat bakteri cenderung bertumbuh semakin pesat seiring

dengan semakin menurunnya kualitas kesegaran ikan, yang memacu semakin

cepatnya proses pembusukan ikan.

Tingkat kesegaran ikan dapat diketahui dengan mengukur total jumlah

bakteri yang yang ada pada daging ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan

mengambil sejumlah bagian daging ikan yang akan diukur, dan ditumbuhkan

dalam suatu media agar yang mengandung sejumlah nutrisi yang diperlukan

bakteri tersebut untuk bertumbuh. Hasilnya, sel bakteri tersebut akan tumbuh dan

membentuk koloni yang dapat dilihat langsung secara kasat mata. Koloni yang

tumbuh tersebut yang kemudian dihitung. Semakin banyak jumlah bakteri,

mengindikasikan semakin jelek mutu kesegaran ikan. Metode yang digunakan

dikenal dengan istilah pengujian Total Plate Count (TPC) atau dalam bahasa

25

Page 26: isi

Indonesia disebut Angka Lempeng Total (ALT). Menurut SNI 01-2729.1-2006,

nilai ALT yang dapat diterima untuk dikonsumsi maksimal 5 x 105 koloni/gr

daging ikan.

26

Page 27: isi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Melalui penjabaran sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara umum ikan dipahami sebagai mahluk vertebrata berdarah dingin

(tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri) yang hidup di air dan

bernapas dengan insang.

2. Komposisi kimia ikan secara umum adalah air 66-81%, protein 16-21%,

lemak 0,2-25%, mineral dan vitamin 1,2-1,5%, serta karbohidrat < 0,5%.

3. Setelah ikan mati terjadi perubahan-perubahan kimiawi pada tubuh ikan

yang mempengaruhi tingkat kesegarannya.

4. Tingkat kesegaran ikan dapat diukur dengan parameter fisik (secara

organoleptik), parameter kimiawi, dan parameter mikrobiologi.

3.2 Saran

Setelah mengetahui proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan, ada

baiknya dipelajari lebih lanjut mengenai cara penanganan yang dapat dilakukan

untuk mempertahankan kesegaran ikan lebih lama. Selain itu pengetahuan

mengenai cara pengolahan dan pengawetan untuk mempertahankan daya awet

ikan sehingga memiliki masa konsumsi yang lebih panjang juga penting untuk

diketahui.

27

Page 28: isi

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU-Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan-Jilid 1. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Huss, H. H., 1995. Quality And Quality Changes In Fresh Fish. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia 01-2729.1-2006. Ikan Segar – Bagian 1 : Spesifikasi. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

28