DAFTAR ISI - bpk.go.id filebpk lhr transparansi fiskal – lkpp ta 2017 i daftar isi daftar isi.....i
isi
-
Upload
kristinanoval5130 -
Category
Documents
-
view
444 -
download
1
Transcript of isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan dan produk perikanan sudah dikenal sejak lama sebagai sumber
bahan pangan. Selain karena rasanya yang khas dan enak, melalui berbagai
penelitian ternyata diketahui ikan dan produk perikanan memiliki nilai gizi yang
cukup tinggi. Daging ikan merupakan salah satu produk pangan hewani yang
berkontribusi penting sebagai sumber protein. Disamping itu, ikan juga
mengandung unsur gizi yang lain yaitu lemak, sedikit karbohidrat, vitamin, dan
garam-garam mineral. Dibandingkan dengan nilai gizi daging hewan darat,
misalnya daging sapi, kedudukan ikan boleh dikatakan jauh lebih tinggi.
Sedangkan dibandingkan telur, kedudukan ikan sebagai bahan pangan juga tidak
jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). Selain itu ikan dan produk perikanan dapat
dikonsumsi oleh hampir semua kelompok manusia. Hal ini tentu saja semakin
mengukuhkan posisi ikan dan produk perikanan sebagai salah satu sumber
pangan penting bagi kehidupan manusia.
Selain kandungan gizinya yang tinggi dan rasanya yang enak, ikan dan
produk perikanan umumnya bersifat mudah menurun tingkat kesegarannya atau
mudah busuk. Umumnya mutu ikan ditentukan oleh tingkat kesegarannya. Hal
ini karena tingkat kesegaran ikan mempengaruhi rasa dan kandungan gizinya.
Semakin segar ikan, semakin baik mutunya, dan semakin mahal harganya.
1.2 Permasalahan
Untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin, setelah ditangkap
ikan perlu ditangani secara tepat sehingga mampu mempertahankan kesegaran
ikan selama mungkin. Namun untuk dapat melakukan proses penanganan dan
pengolahan ikan yang tepat tentu perlu dipahami dulu peristiwa-peristiwa yang
terjadi dibalik proses pembusukan ikan setelah ikan mati. Pemahaman ini tentu
akan semakin jelas bila diketahui pula parameter-parameter yang menjadi
pertanda tingkat kualitas kesegaran ikan, sehingga kita dapat mengetahui
1
tindakan apa yang perlu dilakukan jika pertanda-pertanda tersebut muncul saat
kita akan memilih, menangani, atau mengolah ikan untuk dikonsumsi.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, pembahasan dibatasi pada pemahaman
mengenai ikan dan produk perikanan, proses yang terjadi ketika ikan segar
mengalami kemunduran mutu hingga membusuk, serta parameter-parameter
tingkat kesegaran ikan baik secara kimia maupun secara fisik.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
wawasan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dibalik peroses kemunduran
mutu ikan serta parameternya. Diharapkan melalui tulisan ini dapat memberikan
gambaran dan informasi yang jelas mengenai proses yang terjadi dibalik
peristiwa pembusukan ikan serta hal-hal yang mempengaruhinya.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode
deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran yang lengkap tentang obyek
tulisan. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan metode studi
kepustakaan, dengan menelaah beberapa sumber pustaka yang berhubungan
dengan kualitas kesegaran ikan, perubahan dan parameternya.
2
BAB II
KUALITAS KESEGARAN IKAN DAN PERUBAHANNYA
2.1 Pengenalan Tentang Ikan
2.1.1 Definisi ikan
Secara umum ikan dipahami sebagai mahluk vertebrata poikilotermik atau
mahluk bertulang belakang dan berdarah dingin (tidak dapat mengatur suhu
tubuhnya sendiri) yang hidup di air dan bernapas dengan insang (Huss, 1995).
Namun dalam UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dijelaskan bahwa ikan
adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di dalam lingkungan perairan. Termasuk didalamnya adalah golongan
pisces (ikan bersirip); crustacea (udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya);
mollusca kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya); coelenterata
(ubur-ubur dan sebangsanya); echinodermata (tripang, bulu babi, dan
sebangsanya); ampilbia (kodok dan sebangsanya); reptilia (buaya, penyu, kura-
kura, biawak, ular air, dan sebangsanya); mammalia (paus, lumba-lumba, pesut,
duyung, dan sebangsanya); algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang
hidupnya di dalam air); serta biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan
jenis-jenis tersebut di atas, semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang
dilindungi.
Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan
jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia (Huss, 1995). Berbagai produk
perikanan telah dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Mengingat
begitu banyaknya jenis produk perikanan, sehingga dirasa perlu untuk
mengelompokkannya, guna mengadakan klasifikasi serta agar memudahkan untuk
dipelajari.
Berdasarkan tempat hidupnya, produk perikanan dibagi dalam dua
golongan, yaitu produk perikanan laut dan produk perikanan darat. Produk
perikanan darat merupakan produk perikanan yang hidup dan diperoleh dari
wilayah perairan tawar, seperti sungai, danau, kolam, rawa, dan sawah. Produk
perikanan laut merupakan produk perikanan yang hidup dan diperoleh dari laut.
Produk perikanan laut sendiri dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
3
a. Golongan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di perairan laut dalam, seperti
ikan kod dan ikan haddock.
b. Golongan pelagik kecil, yaitu jenis ikan-ikan kecil yang hidup di daerah
permukaan laut, seperti ikan haring.
c. Golongan pelagik besar, yaitu jenis ikan-ikan besar yang hidup di permukaan
laut, seperti ikan tongkol, ikan sarden, dan ikan mackerel.
d. Golongan anadromus, yaitu jenis ikan yang mula-mula hidup di laut
kemudian bermigrasi ke wilayah air tawar, lalu ke daerah pertemuannya.
Termasuk golongan ini adalah ikan bandeng dan ikan salem.
e. Golongan katradromus, yaitu jenis ikan yang mula-mula hidup di air tawar
kemudian bermigrasi ke laut, lalu ke pertemuannya. Seperti ikan belut laut.
f. Produk perikanan berkulit keras (Crustacea), yaitu jenis produk perikanan
yang mempunyai kulit keras, seperti udang, lobster, kepiting, dan rajungan.
g. Produk perikanan berdaging lunak, termasuk didalamnya adalah golongan
Cephallopoda, seperti cumi-cumi; Echinodermata, seperti tiram; dan
Anadonta, seperti kerang.
2.1.2 Anatomi tubuh ikan
Sebagai mahluk vertebrata, umumnya tubuh ikan terdiri atas : tengkorak,
tulang belakang, tulang rusuk, kelompok sirip pendukung. Tulang belakang ikan
sendiri memanjang dari kepala hingga sirip ekor. Berdasarkan penyusun rangka
tubuhnya, secara umum ikan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu ikan
berkerangka tulang rawan (Chondrichthyes) dan ikan berkerangka tulang sejati
(Osteichthyes).
Kelompok ikan berkerangka tulang rawan kerangkanya tersusun dari
tulang rawan yang elastis. Ciri tubuhnya adalah ikan berahang, mempunyai sirip
berpasangan, lubang hidung berpasangan, sisik, jantung beruang dua, dan rangka
yang terdiri atas tulang rawan bukan tulang sejati. Mereka dibagi menjadi dua
subkelas: Elasmobranchii (hiu dan pari) and Holocephali (kimera, kadang-kadang
disebut hiu hantu, dan kadang dipisahkan menjadi kelas tersendiri). Terdapat
sekitar 1.000 jenis ikan bertulang rawan meliputi hiu, ikan pari, ikan cucut.
Gambaran ikan bertulang rawan dapat dilihat pada gambar 1.
4
Gambar 1. Anatomi Ikan Hiu
Kelompok ikan berkerangka tulang sejati mencakup hampir semua ikan
yang bernilai ekonomis penting pada masa kini. Kelompok ikan ini mempunyai
tulang tengkorak yang melindungi otak dan dilengkapi dengan tulang pendukung,
seperti tulang mulut dan insang. Ikan bergerak dengan bantuan sirip yang
diperkuat oleh tulang rusuk. Sirip ikan dibedakan atas sirip punggung, sirip dada,
sirip perut, sirip belakang, dan sirip ekor. Umumnya bagian atas ikan dipenuhi
duri, begitu pula pada bagian bawah ekor. Untuk lebih jelasnya anatomi ikan
bertulang sejati dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Anatomi Ikan Bertulang Sejati
5
Badan ikan terdiri atas tiga bagian, yaitu tulang, daging dan otot. Daging
dan otot kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan–
jaringan pengikat yang menutupi tengkorak ikan. Secara mikroskopik, daging dan
otot ikan mempunyai struktur mirip dengan daging dan otot hewan mamalia darat,
namun secara anatomi jauh berbeda.
Kedua daging yang terletak di bagian punggung dan perut merupakan
jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh segmen–segmen yang disebut
miomer atau miotama yang tampak seperti garis–garis zigzag. Segmen–segmen
ini tampak jelas pada permukaan badan ikan. Potongan–potongan pada bagian
badan akan menampakkan garis–garis konsentris miotama sehingga tampak jelas
sekali lokasi mioseptanya. Miotama ini sendiri sebenarnya merupakan jaringan
pengikat yang lebih besar lagi ukurannya, yang merupakan kumpulan
miocomata–miocomata. Penyusun miotama adalah sebuah
bendel benang- benang daging yaitu endomiosin yang
merupakan sel daging ikan. Untuk lebih jelasnya bagian daging dan otot
ikan secara umum dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Rangkaian Daging dan Otot Ikan
Secara umum bendel benang-benang daging dan otot ikan memiliki tiga
jenis warna, yaitu merah, merah muda, dan putih. Kebanyakan daging dan otot
ikan memiliki dua campuran warna, bahkan ada yang tiga. Perbedaan warna pada
daging ikan ini disebabkan oleh perbedaan kadar hemoglobinnya. Ikan yang
rangkaian daging dan ototnya berwarna merah memiliki kandungan hemoglobin
6
yang lebih tinggi dibanding ikan yang ototnya berwarna putih. Ikan salmon
merupakan jenis ikan yang baik untuk digunakan sebagai obyek pembelajaran
untuk mengetahui bentuk dasar daging dan otot ikan, karena rangkaian daging dan
ototnya terdiri atas dua jenis warna, yaitu merah dan putih, sehingga memudahkan
kita dalam mempelajarinya. Anatomi daging dan otot ikan salmon dapat dilihat
pada gambar 4.
Gambar 4. Rangkaian Daging dan Otot Ikan Salmon
Satu sel daging ikan tersusun oleh benang–benang halus yang disebut
miofibril. Antara miofibril satu dengan lainnya terdapat cairan sel yang disebut
sarkoplasma. Miofibril ternyata bukan merupakan benang yang terkecil
ukurannya karena miofibril ini tersusun oleh benang–benang yang lebih halus
lagi, yaitu yang disebut miofilamen. Ada dua macam miofilamen, yaitu
miofilamen tebal yang merupakan protein miosin dan miofilamen tipis yang
merupakan protein aktin. Satu miofilamen tebal dikelilingi oleh enam miofilamen
tipis. Apabila kedua miofilamen ini bergabung akan menjadi protein aktomiosin
yang menyebabkan daging ikan dapat menjadi kaku.
Miofilamen–miofilamen tersebut merupakan benang–benang lurus yang
pada tempat–tempat tertentu membentuk ikatan yang tampak dalam mikroskop
tampak seperti huruf Z yang bergandengan. Oleh karena itu ikatan–ikatan ini
7
disebut dengan garis atau pita Z. Jarak antara pita Z yang satu dengan yang
lainnya dapat bervariasi antara 2,5 µm sampai 3 µm. Satu jarak tersebut disebut
sarkomer. Jadi miofibril itu terdiri atas banyak sarkomer.
Kalau dilihat dalam mikroskop, antara pita Z satu dengan yang lain akan
tampak daerah – daerah gelap dan terang. Daerah gelap dan terang ini sebenarnya
terjadi karena adanya tumpang tindih antara miofilamen tebal dan miofilamen
tipis, pita Z dan ketebalan miofilamen tebal yang memang lebih besar ukurannya
daripada miofilamen tipis.
Didalam sarkoplasma terdapat inti sel, mitokondria, mikrosoma, substansi
golgi, fibroblas, serta substansi seperti pasir. Dinding selnya terdiri atas beberapa
lapisan. Lapisan yang pertama merupakan endomiosin, yang kedua terletak
dibawah endomiosin disebut sarkolema, dan lapisan yang ketiga terletak dibawah
sarkolema merupakan benang–benang jala yang disebut dengan sarkoplasma
retikulum. Untuk lebih jelasnya bagian dari sel daging ikan dapat dilihat pada
gambar 5.
Gambar 5. Anatomi Sel Daging Ikan
2.2 Struktur Kimiawi Daging Ikan
Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi sebagian
besar tersusun oleh unsur–unsur organik, yaitu oksigen (75%), hidrogen (10%),
8
karbon (9,5%) dan nitrogen (2,5%). Unsur–unsur tersebut merupakan penyusun
senyawa–senyawa protein, karbohidrat, lipida (lemak), vitamin, enzim dan
sebagainya. Unsur–unsur anorganik terbanyak terdapat pada daging ikan adalah
kalsium, fosfor dan sulfur (Hadiwiyoto, 1993).
Komposisi kimia ikan secara umum dapat dilihat pada gambar 6, dimana
kandungan tertinggi adalah air, sekitar 66-81%. Selanjutnya kandungan tertinggi
setelah air adalah protein yaitu pada kisaran 16-21%. Seperlima bagian dari tubuh
ikan merupakan komponen protein yang tersusun oleh asam–asam amino yang
sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Itu sebabnya ikan dikenal sebagai sumber
protein. Daging ikan juga kaya akan lemak, yaitu antara 0,2-25%, yang sebagian
besar tersusun atas asam lemak tidak jenuh. Selain itu ikan juga mengandung
mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh, yaitu sekitar 1,2-1,5%. Tetapi daging
ikan bukan merupakan sumber karbohidrat yang baik karena jumlahnya yang
terlalu sedikit, kurang dari 0,5%.
Perbedaan kandungan kimia dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh jenis ikan,
umur, jenis kelamin, musim, dan kondisi lingkungan tempat ikan hidup.
Perbedaan ini lebih jelasnya terkait oleh jenis makanan yang dikonsumsi ikan,
kegiatan migrasi ikan, dan perubahan seksual ikan terkait dengan musim bertelur.
Umumnya pada musim bertelur, ikan membutuhkan energi lebih besar dari
biasanya, yang disimpan dalam bentuk lemak (Huss, 1995).
Gambar 6. Komposisi Kimia Daging Ikan
9
Selanjutnya akan dibahas senyawa-senyawa penting dalam tubuh ikan,
yang juga mempengaruhi karakteristik daging ikan. Senyawa-senyawa tersebut
adalah protein, lemak, dan karbohidrat.
2.2.1 Protein ikan
Secara umum protein ikan merupakan bagian penting untuk dipelajari
dalam dasar-dasar ilmu dan teknologi pengolahan ikan, terutama dari segi sifat
kimiawinya. Hal ini disebabkan protein merupakan komponen utama penyusun
daging ikan setelah air, dan merupakan bagian yanag sangat berguna bagi
manusia. Protein ikan memiliki kualitasnya tidak kalah dibandingkan protein yang
berasal dari susu, daging sapi, dan telur. Salah satunya adalah kandungan asam
amino essensial dengan variasi dan jumlah yang cukup lengkap. Disamping itu,
ikan disukai karena rasanya yang khas, gurih, warna dagingnya kebanyakan putih,
seratnya lebih halus dan pendek, serta jaringan pengikatnya lebih sedikit, sehingga
lebih lunak dibandingkan daging hewan-hewan darat. Kandungan jaringan
pengikat yang lebih sedikit menyebabkan pengolahan ikan menjadi berbagai
produk tidak sulit dan proses pemasakan membutuhkan waktu yang tidak terlalu
lama.
Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya
dalam air, berdasarkan lokasi terdapatnya, atau berdasarkan fungsinya.
Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, protein ikan digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu : (1) protein sarkoplasma; (2) protein miofibril; dan (3)
protein jaringan pengikat. Berdasarkan fungsinya, senyawa golongan protein
dikelompokan dalam dua macam yaitu : (1) senyawa-senyawa protein penyusun
sel dan jaringan; dan (2) senyawa-senyawa pembentuk atau pembuat enzim,
coenzim, dan hormon. Penggolongan protein ikan berdasarkan sifat kelarutan dan
lokasi keberadaannya dapat dilihat pada tabel 1.
a. Protein Miofibrilar
Yaitu protein–protein yang terdapat pada benang–benang daging
(miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein ini adalah tipe
golongan protein globulin misalnya miosin, aktin dan tropomiosin. Golongan
protein ini memegang peranan penting pada proses kontraksi dan relaksi daging
10
ikan. Jenis protein ini merupakan penyusun utama protein ikan. Kandungannya
pada ikan sekitar 70-80 % dari keseluruhan kandungan protein (bandingkan
dengan pada mamalia yang kandungannya hanya sekitar 40% dari keseluruhan
proteinnya). jenis protein ini memegang peranan penting dalam proses
pengolahan, karena dapat membentuk gel yang bila diolah pada kondisi yang
tertentu. Hal ini terlihat jelas pada pengolahan surimi, yang mana bila daging ikan
diolah pada suhu rendah dengan penambahan larutan garam pada konsentrasi
tertentu, akan dihasilkan lumatan daging ikan dengan gel yang kuat.
Jenis protein ini sukar larut dalam air, bahkan sering tidak dapat larut.
Kelarutan protein golongan ini hanya terjadi jika digunakan larutan garam,
misalnya NaCl dengan konsentrasi tertentu. Aktin dan myosin adalah golongan
utama golongan protein ini. Dalam daging ikan, jumlah aktin kurang lebih
15–25 %, sedangkan myosin kurang lebih 50–60 % dari seluruh protein golongan
ini. Jenis–jenis protein lainnya misalnya tropomiosin jumlahnya hanya sedikit,
sekitar 3–5 % dari seluruh protein golongan ini.
Aktin dan myosin merupakan protein–protein yang labil sifatnya, mudah
sekali rusak selama pengolahan. Aktin dan myosin dapat mengadakan reaksi
membentuk suatu jenis protein miofibrilar lainya, yaitu aktomiosin komplek.
Aktomiosin memegang peranan pada tekstur daging ikan. Jika aktomiosin
terbentuk, daging ikan akan menjadi keras (kaku). Keadaan ini menyebabkan
daging ikan kehilangan kemampuannya menahan air. Hal ini diduga kemungkinan
ada hubungannya dengan kerusakan jaringan atau dinding sel sebagai akibat
tegangan yang dihasilkan oleh terbentuknya aktomiosin tadi. Meskipun demikian
secara pasti mekanisme ini belum diketahui dengan jelas. Kemungkinan lain
menurunnya kemampuan menahan air daging ikan tersebut disebabkan oleh
terjadinya reaksi antara molekul–molekul protein itu sendiri, yang kadang–kadang
juga melibatkan molekul–molekul kecil, seperti ion–ion divalent, misalnya
kalsium, yang menghasilkan produk yang tidak larut dalam air.
Molekul–molekul aktin dan myosin dapat dilihat dengan mikroskop
elektron. Susunan asam amino protein myosin daging ikan hampir sama dengan
yang ada pada myosin daging tikus. Protein aktin juga mempunyai sifat fisik
termasuk berat molekulnya dan kimiawi yang hampir sama dengan aktin pada
11
daging tikus. Ada dua macam aktin, yaitu yang bersifat globular sering disebut G-
aktin dan yang bersifat fibrous disebut F-aktin. Yang dapat membentuk
aktomiosin adalah F-aktin dan myosin.
Pada suhu rendah, sekitar 35-40oC myosin sudah dapat mengalami
denaturasi meski pun sangat lambat. Denaturasi ini akan sangat cepat terjadi
apabila daging ikan disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Tetapi myosin yang
diperoleh dari daging ikan karper dan ikan tenggiri sifatnya lebih stabil terhadap
panas daripada yang diperoleh dari daging ikan lainnya.
Tabel 1. Penggolongan Protein Ikan Berdasarkan Lokasi dan Kelarutannya
Kelarutannya Letaknya NomenklaturSangat mudah larut dalam air Kebanyakan terdapat pada
sarkoplasmaMiogen, protein sarkoplasma
Sedikit larut dalam air; mudah larut jika terdapat garam
Kebanyakan terdapat pada benang-benang daging (miofibril, miofilamen)
Protein mifibrilar, protein structural
Tidak larut dalam air Kebanyakan terdapat pada jaringan pengikat dan dinding sel
Stroma, protein jaringan pengikat
Sumber : Hadiwiyoto (1993)
b. Protein Sarkoplasma
Protein ini disebut pula miogen. Termasuk dalam golongan protein ini
adalah protein albumin, mioalbumin, dan globulin. Golongan protein ini mudah
larut dalam air. Namun untuk globulin-X dan miostromin sukar larut dalam air,
tetapi jika dalam larutan basa lemah atau larutan asam akan mudah larut. Pada
ikan, jenis protein ini terdapat dengan kisaran 25-30 % dari keseluruhan
proteinnya. Dalam sakroplasma konsentrasinya hanya 15-12%. Apabila daging
ikan dalam keadaan kaku (rigor, kontraksi), konsentrasinya dapat menurun
menjadi tinggal setengahnya karena sebagian besar berubah menjadi protein yang
tidak larut dalam air.
Kebanyakan miogen merupakan enzim–enzim yang berperan dalam
metabolism sel, juga dalam pembentukan bau dan warna daging ikan. Pada proses
otolisa, protein sarkoplasma berperanan pada peristiwa glikolisa, yaitu pemecahan
karbohidrat secara anaerobik menjadi asam laktat in vivo yang menyebabkan pH
daging ikan menjadi turun. Selain beberapa contoh yang diberikan diatas, masih
banyak lagi jenis–jenis miogen lainnya, yang untuk setiap jenis ikan seringkali
12
berbeda sifatnya. Dari berbagai penelitian oleh para ahli telah diketemukan lebih
dari 50 macam enzim yang merupakan anggota miogen. Dengan metode–metode
tertentu dapat diketahui sifat–sifat miogen atau protein sarkoplasma. Berat
molekul protein dapat diukur dengan metoda elektroforesis atau dengan
ultrasentrifugasi atau dengan cara–cara lainnya. Namun jenis protein ini tidak
berperan dalam pembentukan citarasa pada daging ikan
c. Protein Jaringan Pengikat
Protein jenis ini sering disebut dengan stroma. Protein jaringan pengikat
kebanyakan terdapat pada miosepta dan endomiosin, tetapi ada pula yang terdapat
pada sarkolema atau bagian–bagian tubuh ikan yang lain, namun jumlahnya tidak
banyak. Pada ikan, kandungan jenis protein ini sangat sedikit, hanya sekitar
3-10 % dari keseluruhan kandungan proteinnya (bandingkan dengan hewan
mamalia yang kandungannya sekitar 17%). Oleh karena itu pasca tangkap ikan
tidak memerlukan pelayuan seperti yang dikerjakan pada daging sapi dan
kambing. Hal ini yang juga menyebabkan daging ikan cepat sekali menjadi rusak
(busuk).
Dari keseluruhan golongan protein ini kolagen merupakan protein yang
dominan baik jumlahnya maupun peranannya. Struktur kolagen menyerupai
benang–benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun larutan garam tetapi
larut dalam larutan akali. Jika kolagen ikan dipanaskan maka strukturnya akan
berubah, terjadi peptida–peptida dengan berat molekul yang lebih rendah yang
disebut dengan gelatin. Pada pemanasan lebih lanjut gelatin akan membentuk jeli.
Penyusun kolagen adalah asam–asam amino penyusun protein, tetapi kolagen
tidak mengandung triptofan, sistin dan sistein. Terkadang kandungan metionin
dan tirosinnya juga terdapat dalam jumlah kecil.
Elastin juga merupakan kelompok protein jaringan pengikat. Sifat elastin
agak berbeda dengan kolagen, tetapi elastin juga dapat membentuk jeli.
2.2.2 Lemak ikan
Lemak merupakan bahan penghasil energi terbesar dibandingkan dengan
zat-zat makanan lainnya. Jumlah kalori yang dihasilkan satu gram lemak kurang
lebih 9 kalori. Seperti telah diuraikan sebelumnya, kandungan lemak pada ikan
13
sangat bervariasi, nilainya berkisar antara 0,2–25 %. Variasi komposisi lemak
pada ikan dapat disebabkan karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik
meliputi jenis dan golongan ikan, umur ikan, jenis kelamin, dan sifat warisan.
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi daerah kehidupan ikan, musim, dan jenis
makanan.
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan lemak
ikan, semakin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin meningkat.
Pengaruh jenis kelamin terutama erat kaitannya dengan kematangan seksual atau
kedewasaan ikan. Pada umumnya jika ikan makin dewasa atau makin matang
masak seksualitasnya akan makin aktif gerakannya sehingga mendorong untuk
memenuhi kebutuhan energinya dengan banyak makan. Demikian pula kebiasaan
ikan sangat berpengaruh terhadap komposisi kimiawi dagingnya. Ikan yang buas
biasa makan jenis ikan lainnya, oleh karena itu, komposisi dagingnya juga akan
berbeda dengan ikan yang hanya makan jenis tumbuh-tumbuhan laut atau
plankton.
Musim sangat mempengaruhi kehidupan fisiologik ikan terutama siklus
kehidupan ikan. Siklus kehidupan ikan dapat dibagi dua periode. Pada tahap
pertama ikan tumbuh untuk menyempurnakan alat-alat reproduksinya dan tahap
kedua kehidupan intensif untuk makan. Musim juga mempengaruhi terhadap
tersedianya makanan. Pada musim kering dimana persediaan makanan berkurang,
umumnya kandungan lemak ikan menurun, sementara kandungan airnya
meningkat. Sebaliknya kandungan lemak akan meningkat dengan banyaknya
makanan pada musim penghujan, tetapi kandungan airnya menurun.
Berdasarkan kandungan lemaknya, ikan digolongkan menjadi tiga yaitu :
(1) ikan berlemak, yaitu ikan yang kandungan lemaknya diatas 8%; (2) ikan
berlemak sedang, yaitu ikan yang kandungan lemaknya antara 2,5 – 8%; (3) ikan
kurus, yaitu ikan yang kandungan lemaknya dibawah 0,5 %.
Lipida yang terdapat pada daging ikan terdiri dari trigliserida (lemak dan
minyak), fosfolipida, asam lemak, dan kolesterol. Komposisi lipida terbesar dalam
daging ikan adalah trigliserida, fosfolipid hanya berkisar antara 0,38–1,1%, asam
lemak bebas 0,1–0,4 %, dan kolesterol 0,045 – 0,15%. Namun untuk jenis ikan
kurus, kandungan fosfolipidnya cukup tinggi hingga mencapai 90%, dan
14
kandungan kolesterol pada jaringan ototnya bisa mencapai 6% (hampir sama
dengan mamalia). Fosfolipid umumnya menjadi bagian dari pembentuk struktur
membran dalam sel, sehingga sering disebut dengan istilah lipid struktural.
Sedangkan trigliserida merupakan jenis lipid yang digunakan sebagai penyimpan
energi dalam gudang lemak, dan sering disebut sebagai gudang lemak.
Lemak pada daging ikan berbeda dengan lemak pada daging kelompok
ruminansia (sapi, kambing). Perbedaan utamanya adalah pada kandungan asam
lemaknya. Pada ikan, kandungan asam lemaknya berupa asam lemak rantai
panjang (jumlah karbon 12 – 26) yang tak jenuh, sedangkan pada ruminansia
umumnya terkandung asam lemak jenuh. Jumlah asam lemak jenuh pada ikan
adalah 17 – 21 % dan asam lemak tak jenuhnya adalah 79 – 83%.
Asam lemak tak jenuh yang penting pada ikan adalah asam linolenat
(-3), asam linoleat (-6), dan arakhidonat. Asam lemak tersebut memiliki ikatan
rangkap pada karbon ketiga dari gugus metil. Hewan dan manusia tidak dapat
menambahkan ikatan rangkap pada asam lemak yang ada dalam tubuh sehingga
tidak dapat mensintesisnya. Karenanya, asam lemak tersebut dikategorikan
sebagai asam lemak esensial dan untuk kebutuhan akan asam lemak tersebut harus
didapatkan dari makanan. Turunan asam lemak linolenat yang penting dalam ilmu
gizi adalah EPA dan DHA.
2.2.3 Karbohidrat ikan
Kandungan karbohidrat dalam daging ikan sangat kecil, umumnya pada
kisaran dibawah 0,5 %. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida,
yaitu glikogen yang strukturnya serupa dengan tepung amilum (C6H10O5)n.
Glikogen terdapat didalam sarkoplasma diantara myofibril–myofibril. Kadang–
kadang merupakan senyawa komplek dengan protein myosin dan protein miogen.
Glikogen merupakan sumber pembentuk energi pada aktivitas otot. Glikogen
dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat melalui
proses glikolisa. Pemecahan ini berlangsung sangat cepat dan menyebabkan pH
daging ikan turun serta naiknya aktivitas otot ikan.
Disamping itu di dalam daging terdapat pula glukosa, asam fruktosafosfor,
asam fosforgliserat dan asam piruvat, yang semuanya merupakan hasil antara
pada proses glikolisa. Selain itu masih terdapat pula sejumlah kecil monosakarida
15
dari golongan pentosan yaitu ribosa dan deoksiribosa yang merupakan hasil
pemecahan asam–asam nukleat. Kedua monosakarida ini dapat membentuk
protein–protein komplek.
2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan
Pada waktu ikan ditangkap dan diangkat dari dalam air, ikan tidak
langsung menjadi mati. Meskipun keadaan ikan tersebut masih dalam tingkat
kesegaran yang maksimal, tetapi biasanya tidak langsung dikonsumsi. Ikan akan
menjadi mati jika kekurangan oksigen. Ikan tidak dapat hidup pada udara terbuka
dalam waktu yang terlalu lama. Oksigen yang dapat digunakan oleh ikan hanya
yang berasal dari dalam air, yang ditangkapnya melalui darah yang ada pada
insangnya.
Saat ikan mati, sirkulasi darahnya berhenti dan sebagai akibatnya dapat
mempengaruhi proses-proses biokimiawi yang ada pada tubuh ikan. Segera
setelah ikan mati, perubahan-perubahan biokimiawi berlangsung, diikuti dengan
perubahan fisikawi pada dagingnya. Perubahan ini berlangsung terus sampai pada
suatu saat mula-mula ikan akan menjadi bahan pangan yang enak (layak) untuk
dikonsumsi, tetapi segera setelah itu rasa enaknya akan berkurang dan menurun
terus diikuti dengan perubahan fisik pada daging ikan yang menjadi semakin
nyata, yaitu menjadi semakin berair dan pada akhirnya ikan akan membusuk.
Perubahan-perubahan sejak ikan mati sampai menjadi busuk dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu :
a) Pada tahap pertama adalah perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan
menjadi kaku (keras). Pada saat ini yang paling banyak mengalami perubahan
adalah pembongkaran ATP dan kreatin-fosfat yang akan menghasilkan
tenaga. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat
melalui proses glikolisa menyebabkan keadaan daging menjadi asam
sehingga aktifitas enzim ATP-ase dan kreatinfosfokinase meningkat. Tahap
pertama ini berlangsung dalam waktu antara 1-7 jam sejak ikan mati,
tergantung pada jenis ikan.
16
b) Tahap kedua terjadi setelah itu (tahap pertama). Daging ikan akan menjadi
lebih keras daripada keadaan sebelumnya. Pada saat ini terjadi penggabungan
protein aktin dan protein myosin menjadi protein komplek aktomiosin.
c) Pada tahap lanjut, tahap ketiga, daging ikan akan kembali menjadi lunak
secara perlahan-lahan, sehingga secara organoleptik akan meningkatkan
derajat penerimaan konsumen sampai pada suatu tingkat optimal. Lamanya
untuk mencapai tingkat optimal derajat penerimaan konsumen tersebut dapat
bervariasi tergantung pada jenis ikan dan suhu lingkungan. Tetapi pada
umumnya hal ini berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang, dan
hanya dapat ditunda (diperpanjang) dengan proses pendinginan atau
pembekuan.
Secara garis besar perubahan-perubahan biokimiawi yang terjadi pada ikan
setelah mati seperti terlihat pada gambar 7.
Gambar 7. Perubahan Yang Terjadi Setelah Ikan Mati
17
Oksidasi lemak (terjadi ketengikan)
Lemak memadat
Bakteri tumbuh pesat
Perubahan fisikawi (timbul noda-noda warna)
Berbagai metabolit terakumulasi (timbul bau)
Protein teruraiDaging ikan menjadi kaku
Enzim katepsin menjadi aktif
Aktin & Miosin membentuk Aktomiosin
pH daging ikan turunEnzim ATP-ase & kreatin-fosfokinasi menjadi aktif
Timbul energi dari pemecahan ATP & kreatinfosfat
Glikolisa berlangsung anaerobGlikogen Asam laktat
Respirasi berhentiGlikogen CO2 + H2O
Pasokan oksigen berhenti
Sirkulasi darah berhenti
Ikan mati
Selanjutnya akan dijelaskan perubahan yang terjadi pada masing-masing
komposisi kimia utama daging ikan.
2.3.1 Perubahan Karbohidrat
Pada ikan hidup, pemasokan oksigen berlangsung dengan baik, sehingga
glikogen teroksidasi menjadi karbondioksida dan air. Sebaliknya pada saat ikan
mati, oksidasi tak dapat berlangsung lagi. Prosesnya menjadi bersifat anaerob.
Dalam keadaan demikian glikogen akan dapat diubah menjadi asam laktat.
Pembongkaran glikogen menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dapat
terjadi melalui dua cara, yaitu cara hidrolisa (jalan amilolitik) dan jalan fosforilasi.
Pada ikan umumnya yang terjadi lebih banyak adalah jalan hidrolisa, sementara
pada hewan-hewan darat pembongkaran glikogen banyak melalui jalan fosforilasi.
Pembongkaran glikogen diawali dengan pemecahan menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil yaitu glukosa dan glukosa-6-fosfat. Glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat dengan jalan heksokinasi oleh enzim heksokinase. Kemudian
molekul-molekul kecil ini akan mengalami glikolisa oleh enzim-enzim yang ada
pada daging ikan fosfat menjadi asam piruvat dan selanjutnya menjadi asam
laktat. Pada pembongkaran glikogen menjadi glukosa dan glukosa-6-fosfat
terbentuk pula senyawa-senyawa antara dalam jumlah kecil, misalnya heksosa-2-
fosfat dan glukosa-2-fosfat.
Asam laktat yang terbentuk dapat menyebabkan keasaman daging ikan
naik (pH turun). Keadaan ini dapat mengakibatkan enzim-enzim ATP-ase dan
kreatinfosforilase menjadi aktif menyerang ATP dan kreatin-fosfat dengan
menimbulkan tenaga berbentuk panas. Sebagai akibatnya protein aktin dan
myosin akan menjadi satu dengan struktur yang komplek.
Pada daging ikan segar, pH mula-mula kurang lebih 6,6 setelah ikan mati
pH terendah yang dapat dicapai hanya 6,2; kecuali untuk jenis-jenis ikan tertentu
seperti ikan gepeng (flat fish) pH terendah dapat mencapai 5,5. Meskipun pH
daging tidak banyak turun, daging ikan tetap dapat mengalami kekakuan. Proses
kekakuan daging ikan pada pH sekitar netral dikatakan sebagai proses kekakuan
alkalis.
Proses glikolisa terjadi karena enzim-enzim glikolitik masih aktif antara
lain fosforilase, fosfofruktokinase, piruvatkinase dan lain-lain. Kecepatan
18
pembentukan asam laktat pada proses glikolisa ini berbeda-beda. Jenis ikan,
aktifitas ikan, cara membuat ikan menjadi mati, dan cara penangkapan ikan
berpengaruh pada kecepatan terbongkarnya glikoligen menjadi asam laktat.
2.3.2 Perubahan ATP
Adenosintrifosfat (ATP) diketahui memegang peranan penting pada
pembentukan komponen-komponen citarasa daging ikan segar. Disamping ATP
dapat menghasilkan tenaga, senyawa ini juga dapat menghasilkan inosin
monofosfat (IMP; asam inosinat) yang dapat memberikan citarasa enak pada
daging ikan. Didalam daging ikan, ATP biasanya berbentuk molekul komplek
dengan kation-kation divalent misalnya Mg2+.
Pembongkaran ATP menjadi IMP berlangsung dalam dua tahapan proses,
yaitu defosforilasi dan deaminasi. Tetapi pembongkaran ini berlangsung lama.
Setelah daging ikan rusak, ternyata masih juga terdapat sedikit ATP. Hal ini
disebabkan karena selain terjadi pembongkaran ATP juga terjadi pembentukan
kembali (resintesa) ATP dari ADP dan fosfat hasil pemecahan kreatin-fosfat. Dari
berbagai penelitian diketahui terbongkarnya ATP akan diikuti pula dengan
timbulnya amoniak (NH3), karbohidrat (ribose dan ribosafosfat), dan hipoksantin.
Pemeriksaan dengan kromatografi menunjukkan bahwa disamping asam inosinat
yang terbentuk, menghilangnya ATP juga diikuti dengan timbulnya puncak-
puncak inosin trifosfat (ITP) dan inosin difosfat (IDP) dalam waktu yang agak
lama setelah ikan mati. Timbulnya asam inosinat dapat memberikan citarasa ikan,
yang oleh beberapa ahli dianggap sebagai citarasa yang paling baik. Tetapi asam
inosinat akan segera terbongkar menjadi inosin yang menyebabkan ikan menjadi
hambar.
Hipoksantin adalah hasil pembongkaran terakhir dari ATP. Demikian pula
ribose dan ribofosfat adalah hasil akhir pembongkaran ATP. Pembongkaran
inosin menjadi hipoksantin dapat melalui dua jalan, yaitu oleh enzim nukleosida
hidrolase atau oleh enzim nukleosida fosforilase. Tetapi pembongkaran inosin
oleh nukleosida fosforilase jarang terjadi pada daging ikan. Hipoksantin
memberikan rasa pahit pada daging ikan dan sering digunakan sebagai indek
kesegaran ikan.
19
Kecepatan pembongkaran ATP dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain faktor suhu yang sangat berperan. Semakin tinggi suhu, pembongkaran ATP
menjadi lebih cepat. Selain itu jenis ikan juga memegang peranan pada kecepatan
pembongkaran ATP, dan ini mungkin ada kaitannya dengan banyak sedikitnya
kandungan glikogen dalam daging ikan.
2.3.3 Perubahan Protein
Pada waktu kandungan ATP dan pH daging ikan menurun, protein aktin
dan myosin (protein miofibrilar) akan mengadakan interaksi menjadi protein
aktomiosin. Terbentuknya aktomiosin menyebabkan daging menjadi kaku.
Pembentukan aktomiosin bersifat irreversible, artinya tidak akan berubah lagi
menjadi komponen-komponennya semula meski pun fase rigor telah lewat.
Protein sarkoplasma pada daging ikan mempunyai sifat lebih stabil
daripada protein miofibrilar. Tetapi pada fase lewat rigor, baik protein miofibrilar
maupun protein sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim
otolitik menjadi peptida-peptida dan asam-asam amino bebas. Adanya asam-asam
amino bebas ini akan sangat berpengaruh pada aroma dan rasa ikan. Tetapi asam-
asam amino bebas ini dapat dibongkar lebih lanjut menjadi metabolit-metabolit
sederhana yang pada umumnya merupakan penybab bau busuk pada ikan.
Setelah ikan mati, kromoprotein juga akan mengalami pembongkaran,
terutama pada hemoglobin dan mioglobin. Kedua protein ini dapat mengalami
oto-oksidasi sehingga masing-masing akan berubah menjadi methemoglobin dan
metmioglobin. Pada akhirnya keduanya akan mengalami penguraian menjadi
metabolit-metabolit yang dapat menyebabkan noda-noda berwarna coklat, kuning
atau hijau. Metabolit tersebut antara lain adalah forfirin-forfirin bebas ataupun
yang teroksidasi.
2.3.4 Perubahan Lemak
Enzim lopolitik masih tetap aktif meskipun ikan sudah mati. Enzim
lipolitik akan memecah lemak yang pada tahap tertentu dapat memberikan
citarasa yang baik pada daging ikan. Proses pemecahan ini akan terus berlangsung
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, yang akan mempengaruhi rasa dan
aroma daging ikan dan menyebabkan kerusakan pada daging ikan.
20
Pembongkaran lemak oleh enzim lipolitik adalah proses oto-oksidasi,
lipolisis dan lipoksidasi. Proses oto-oksidasi banyak dilakukan oleh enzim
hidropeoksidase, lipolisis disebabkan oleh enzim-enzim hidrolase atau lipase, dan
lipoksidasi disebabkan oleh aktivitas enzim lipoksidase. Apabila pembongkaran
lemak menjadi asam-asam lemak bebas berkelanjutan dapat menyebabkan asam-
asam lemak mengalami penguraian menjadi senyawa-senyawa keton dan
aldehida. Lemak dikatakan mengalami proses ketengikan, karena hasilnya adalah
bau daging ikan menjadi tengik dan rasanya lekak. Lemak dalam keadaan seperti
ini tidak disukai.
2.4 Parameter Kesegaran Ikan
Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada daging ikan setelah ikan
mati banyak mempengaruhi sifat-sifat fisiknya antara lain kelenturan (tenderness)
dagingnya, ketegaran (firmness) dan terdapatnya noda-noda warna pada daging.
Disamping itu, sifat organoleptik daging banyak berubah terutama citarasanya
sehingga sangat mempengaruhi derajat penerimaan konsumen.
Ikan yang baik adalah ikan yang segar. Tingkat kesegaran ikan yang
paling maksimal adalah ketika ikan baru saja ditangkap dari dalam air. Makin
lama ikan berada di udara terbuka, maka akan makin menurun kesegarannya.
Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan tingkat kualitas ikan. Ikan
dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan
fisikawi yang terjadi pada tubuh ikan belum menyebabkan kerusakan berat pada
ikan.
2.4.1 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Fisikawi
Berdasarkan tingkat kesegarannya, ikan dapat digolongkan ke dalam
empat kelas mutu, yaitu ikan dengan tingkat kesegaran masih baik sekali, ikan
yang kesegarannya masih baik, ikan yang kesegarannya mulai menurun, dan ikan
yang sudah tidak segar lagi (busuk). Mutu kesegaran ikan ini dapat diketahui
secara langsung lewat perubahan fisiknya. Dan cara ini lazim dilakukan ketika
akan memilih ikan untuk dikonsumsi, karena mudah diketahui perbedaannya,
dapat dilakukan kapan saja, serta murah, sebab hanya menggunakan panca indera
kita sebagai manusia untuk mengukurnya. Pengukuran dengan metode ini disebut
21
sebagai penilaian secara organoleptik (sensorik). Kelemahan dari metode ini
adalah cara pemeriksaannya cenderung bersifat subyektif.
Berdasarkan SNI 01-2729.1-2006 tingkat penerimaan ikan secara
organoleptik ini dibagi menjadi 9 skala angka. Tingkat penerimaan paling baik
(kelas mutu paling baik) dinilai dengan angka 9. Ikan yang baru mati dan masih
berada pada kondisi sangat segar berada pada angka ini. Selanjutnya ikan dengan
kondisi kesegaran yang masih baik berada pada angka 8. Ikan ini biasanya sudah
mati beberapa jam, atau bisa saja sudah mati lebih dari satu hari namun ditangani
dengan baik. Skala angka 7 merupakan batas akhir penerimaan ikan untuk
konsumsi. Pada angka ini kesegaran ikan mulai mengalami penurunan tajam. Pada
skala angka selanjutnya (niali organoleptik ≤ 6) ikan telah mulai mengalami
pembusukan, hingga menjadi benar-benar busuk pada skala angka 1. Adapun
penilaian organoleptik untuk tingkat kesegaran ikan dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penilaian Organoleptik Ikan Segar
Spesifikasi NilaiMataCerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh
7
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh
6
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh
3
Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1InsangWarna merah cemerlang, tanpa lendir 9Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender 8Warna merah agak kusam, tanpa lender 7Warna merah agak kusam, sedikit lender 6Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lender 5Warna merah coklat, lendir tebal 3Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal 1Lendir permukaan badanLapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna 8Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan 7Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan
6
22
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kekuningan 3Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1Daging (warna dan kenampakan)Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh
9
Sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh
8
Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh
7
Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak
5
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak
3
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak
1
BauBau sangat segar, spesifik jenis 9Segar, spesifik jenis 8Netral 7Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3Bau busuk jelas 1TeksturPadat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
9
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
8
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
7
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang
5
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang
3
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang
1
2.4.2 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Kimiawi
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kemunduran mutu ikan terjadi
karena ada perubahan-perubahan pada unsur-unsur penyusun daging ikan.
Karenanya kemunduran mutu kesegaran ikan dapat diketahui melalui indikator-
indikator kimia. Berikut ini merupakan beberapa cara kimiawi yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan.
23
a. Memeriksa pH daging ikan
Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar memiliki pH lebih basis (lebih
tinggi) dari ikan yang tidak segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya
senyawa-senyawa yang bersifat basis, seperti ammonia, trimetilamin, dan
senyawa volatil lainnya. Ikan segar memiliki pH sekitar 6,6 namun mengalami
penurunan akibat terbentuknya asam laktat pada peristiwa penguraian
glikogen secara anaerob yang mengakibatkan kekakuan (rigor) pada ikan.
Pada saat ini pH ikan sekitar 6,2 namun ada yang mencapai 5,5 (misalnya ikan
gepeng). Pada fase selanjutnya pH ikan kembali meningkat hingga cenderung
bersifat basa.
b. Mengukur kandungan hipoksantin
Seperti telah diuraikan sebelumnya hipoksantin berasal dari hasil pemecahan
ATP. Semakin tinggi kandungan hipoksantin, maka semakin rendah tingkat
kesegaran ikan. Hipoksantin pada kadar 5 µg/gr ikan atau 70 mg% secara
umum masih dapat diterima manusia, namun diatas angka tersebut ikan
dikatakan sudah tidak segar lagi.
c. Mengukur kadar dimetilamin, trimetilamin, atau ammonia
Senyawa-senyawa tersebut di atas merupakan senyawa hasil penguraian
protein yang mengakibatkan meningkatnya kandungan nitrogen yang mudah
menguap. Yang perlu diketahui adalah pola penguraian protein pada ikan air
tawar berbeda dengan pada ikan laut. Pada ikan air tawar akan dihasilkan
ammonia, sedangkan pada ikan laut akan dihasilkan dimetilamin atau
trimetilamin. Untuk ikan laut yang tingkat kesegarannya masih cukup baik,
lebih baik dilakukan pemeriksaan dimetilamin. Sedangkan pada ikan yang
tingkat kesegarannya sudah menurun sekali maka digunakan pemeriksaan
trimetilamin. Banyak yang mengatakan kadar trimetilamin yang dapat
diterima manusia adalah 5-10 mg/100gr ikan.
d. Memahami defosforilasi inosin monofosfat (IMP)
Defosforilasi IMP terkait dengan perubahan cita rasa daging ikan. Pada ikan
yang masih baik, cita rasanya cenderung enak. Hal ini akibat terbentuknya
asam inosinat (IMP) pada penguraian ATP. Tetapi perubahan lebih lanjut
menyebabkan asam inosinat ini terurai menjadi inosin yang membuat daging
24
ikan terasa hambar. Penguraian selanjutnya menghasilkan hipoksantin yang
memberikan rasa pahit pada daging ikan.
e. Mengukur tingkat kerusakan lemak
Kerusakan lemak terjadi akibat peristiwa oksidasi, baik yang terjadi secara
auto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non-enzimatis. Pemeriksaan tingkat
kerusakan lemak dilakukan dengan mengukur kandungan peroksidanya atau
jumlah malonaldehida yang biasa dinyatakan sebagai angka TBA
(Thiobbarbituric acid).
f. Mengukur kandungan senyawa-senyawa volatil lainnya
Tingkat kesegaran ikan juga dapat diketahui dengan mengukur kandungan
senyawa-senyawa volatil lainnya, seperti hydrogen sulfida (H2S), senyawa-
senyawa karbonil, sulfur, dan ammonia.
2.4.3 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Secara Mikrobiologi
Seperti telah kita ketahui sebelumnya, pada ikan hidup terdapat sejumlah
bakteri yang berkumpul pada permukaan badan, insang, dan rongga perut. Namun
jumlah bakteri ini cukup sedikit dan tidak dapat berkembang lebih lanjut karena
adanya daya tahan dari tubuh ikan sewaktu hidup. Pada saat ikan mati bakteri
tersebut mulai menggerogoti tubuh ikan. Selanjutnya proses penguraian senyawa-
senyawa kimia ikan yang terjadi setelah ikan mati menyebabkan terbentuknya
senyawa-senyawa sederhana yang diperlukan bakteri untuk tumbuh dan
berkembang. Hal ini membuat bakteri cenderung bertumbuh semakin pesat seiring
dengan semakin menurunnya kualitas kesegaran ikan, yang memacu semakin
cepatnya proses pembusukan ikan.
Tingkat kesegaran ikan dapat diketahui dengan mengukur total jumlah
bakteri yang yang ada pada daging ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengambil sejumlah bagian daging ikan yang akan diukur, dan ditumbuhkan
dalam suatu media agar yang mengandung sejumlah nutrisi yang diperlukan
bakteri tersebut untuk bertumbuh. Hasilnya, sel bakteri tersebut akan tumbuh dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung secara kasat mata. Koloni yang
tumbuh tersebut yang kemudian dihitung. Semakin banyak jumlah bakteri,
mengindikasikan semakin jelek mutu kesegaran ikan. Metode yang digunakan
dikenal dengan istilah pengujian Total Plate Count (TPC) atau dalam bahasa
25
Indonesia disebut Angka Lempeng Total (ALT). Menurut SNI 01-2729.1-2006,
nilai ALT yang dapat diterima untuk dikonsumsi maksimal 5 x 105 koloni/gr
daging ikan.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melalui penjabaran sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
1. Secara umum ikan dipahami sebagai mahluk vertebrata berdarah dingin
(tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri) yang hidup di air dan
bernapas dengan insang.
2. Komposisi kimia ikan secara umum adalah air 66-81%, protein 16-21%,
lemak 0,2-25%, mineral dan vitamin 1,2-1,5%, serta karbohidrat < 0,5%.
3. Setelah ikan mati terjadi perubahan-perubahan kimiawi pada tubuh ikan
yang mempengaruhi tingkat kesegarannya.
4. Tingkat kesegaran ikan dapat diukur dengan parameter fisik (secara
organoleptik), parameter kimiawi, dan parameter mikrobiologi.
3.2 Saran
Setelah mengetahui proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan, ada
baiknya dipelajari lebih lanjut mengenai cara penanganan yang dapat dilakukan
untuk mempertahankan kesegaran ikan lebih lama. Selain itu pengetahuan
mengenai cara pengolahan dan pengawetan untuk mempertahankan daya awet
ikan sehingga memiliki masa konsumsi yang lebih panjang juga penting untuk
diketahui.
27
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU-Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan-Jilid 1. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Huss, H. H., 1995. Quality And Quality Changes In Fresh Fish. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia 01-2729.1-2006. Ikan Segar – Bagian 1 : Spesifikasi. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
28