Isi

47
BAB I DATA KASUS I.1 IDENTITAS PENDERITA Nama : An. N Umur : 2 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : - Pendidikan : - Agama : Islam Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang Status Perkawinan : Belum menikah Suku : Jawa Tanggal Periksa : Januari 2012 1.2 IDENTITAS KELUARGA AYAH Nama : Tn. N Umur : 32 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pegawai Negeri Swasta Pendidikan : SI Agama : Islam Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang Status Perkawinan : Menikah 1

Transcript of Isi

Page 1: Isi

BAB I

DATA KASUS

I.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. N

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Agama : Islam

Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang

Status Perkawinan : Belum menikah

Suku : Jawa

Tanggal Periksa : Januari 2012

1.2 IDENTITAS KELUARGA

AYAH

Nama : Tn. N

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai Negeri Swasta

Pendidikan : SI

Agama : Islam

Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

IBU

Nama : Ny. S

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SI

1

Page 2: Isi

Agama : Islam

Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

I.3 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Demam

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang

malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3

hari yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan

berkurang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Serupa : Tidak ada

Riwayat Mondok : Tidak pernah MRS/ opname

Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak ada

Riwayat Alergi Makanan : Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat Keluarga dengan Penyakit Serupa : Tidak ada

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

Riwayat Jantung : Tidak ada

Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan :

Riwayat Merokok : Tidak merokok

Riwayat Minum Alkohol : Tidak pernah

Riwayat Olahraga : Jarang olahraga

2

Page 3: Isi

Riwayat Pengisian Waktu Luang : Lihat TV

6. Riwayat Kehamilan Ibu :

Ny. S memiliki satu anak. An. N adalah anak pertama. Pada saat

hamil, Ny. S rutin ANC ke dokter. Pernah sakit ringan seperti batuk dan

pilek. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat, kecuali dari dokter, yaitu

vitamin saja.

7. Riwayat Kelahiran :

An.N lahir dengan normal. Pada saat kelahiran, An. N langsung

menangis spontan dengan keras. Berat badan lahir 2900 gr dengan panjang

56 cm.

8. Riwayat Tumbuh Kembang :

Umur 1 tahun, An. N sudah bisa berjalan, mengucapkan 3-4 kata dan

mencoret-coret. An. N sekarang sudah bisa berlari, mengucapkan 5-6 kata,

naik tangga dan memakai sendok.

9. Riwayat Imunisasi :

BCG : 1 bulan setelah lahir

Hepatitis B : 1 bulan setelah lahir

DPT : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan

Polio : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan

Campak : Usia 9 bulan

10. Riwayat Alergi : Tidak ada

11. Riwayat Sosial Ekonomi :

An. N adalah anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear

family bersama ayah dan ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh

ayah. Hubungan An. N dan keluarganya saling mendukung, perhatian dan

pengertian.

7. Riwayat Gizi :

An. N biasanya makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk

berupa tahu, tempe dan kadang-kadang telur. Kesan gizi cukup.

I.4 ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit :

3

Page 4: Isi

Berwarna sawo matang, pucat (-), gatal (-), kering atau mengelupas (-)

2. Kepala :

Pusing dan sakit kepala (-), rambut kepala rontok (-), luka maupun

benjolan (-)

3. Mata :

Pandangan mata normal, penglihatan kabur (-)

4. Hidung :

Tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga :

Pendengaran baik, berdengung (-), cairan (-)

6. Mulut :

Sariawan (-), kering (-), lidah terasa pahit (-)

7. Tenggorokan :

Sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan :

Batuk (-), sesak nafas (-), mengi (-)

9. Kardiovaskuler :

Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

10. Gastrointestinal :

Mual (-), muntah (+) 3x sejak 2 hari yang lalu, diare (-), nafsu makan

menurun, nyeri perut (+), BAB 1x/hari

11. Genitourinaria :

BAK 3x/hari, kencing malam hari 1x/hari, warna dan jumlah dalam batas

normal

12. Neurologik :

Kejang (-), lumpuh (-), rasa tebal pada kaki maupun kesemutan (-)

13. Psikiatri :

Emosi stabil (+), mudah marah (-)

14. Muskuloskeletal :

Kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot

(-)

15. Ekstremitas :

4

Page 5: Isi

Atas kanan : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)

Atas kiri : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)

Bawah kanan : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)

Bawah kiri : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)

I.5 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis, GCS: 4,5,6

3. Tanda Vital :

BB : 12,5 kg

TB : -

BMI : -

Tensi : -

Nadi : 110 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 38 0C

4. Kulit :

Berwarna sawo matang, pucat (-), kering (-), petechie (-), teraba hangat

(+), ikterik (-), sianosis (-), spider nevi (-)

5. Kepala :

Bentuk kepala normal, rambut kepala rontok (-), luka maupun benjolan (-)

6. Mata :

Conjunctiva anemi -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+

7. Hidung :

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), deformitas (-), atrofi konka (-), mukosa

intake, obstruksi (-), hiperpigmentasi (-)

8. Mulut :

Pucat (-), kering (-), bau mulut (-), stomatitis (-), papil lidah atrofi (-), gigi

normal, gusi berdarah (-), kelainan lidah (-), lidah berselaput (+)

9. Telinga :

Sekret (-), serumen (-), benda asing (-), membran timpani intake,

pendengaran normal, cuping telinga dalam batas normal

5

Page 6: Isi

10. Tenggorokan :

Simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), tonsil membesar (-)

11. Leher :

Kaku (-), JVP normal, pembesaran KGB (-)

12. Thoraks :

Paru-paru :

Inspeksi : Simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-)

Palpasi : Krepitasi (-), simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus Cordis ICS 5 (palpable)

Palpasi : Iktus Cordis ICS 5 (palpable)

Perkusi : Batas jantung kiri : MCL, kanan : Sternum, atas : ICS 2,

bawah : ICS 5

Auskultasi : S1-S2 : normal, tidak ada S3, murmur (-)

13. Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-), massa maupun jaringan parut (-), simetris

Auskultasi : Bising usus normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Shuffle, asites (-), defen muskuler (-), pembesaran hepar

maupun lien (-), nyeri tekan (-), tidak ada pulsasi

abnormal

14. Sistem Collumna Vertebralis :

Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), luka maupun benjolan (-)

15. Ekstremitas :

Akral dingin (-), oedem (-)

16. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Vegetatif : Normal

Fungsi Sensorik : Normal

Fungsi Motorik : Normal

17. Pemeriksaan Psikiatrik :

6

Page 7: Isi

Penampilan : Normal

Afek : Normal/sesuai

Psikomotor : Normal

Proses berfikir :

o Bentuk : Realistik

o Isi : Halusinasi (-), waham (-)

o Arus : Koheren

Insight : Baik

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap :

Hb : 12 g/dL (n: 12-16 g/dl)

Lekosit : 8.700 ribu/mm3 (n: 4-10 ribu/mm3)

Trombosit : 265.000 /mm3 (n: 150-400 ribu/mm3)

Hematokrit : 36,1 % (n: 37-48 %)

Eritrosit : 4,86 juta/mm3 (n: 4-5,5 juta/mm3)

Hitung Jenis : eos/bas/st/seg/lim/mon(n:1-3/0-1/2-6/50-70/20-40/2-8)

- / - / - /80 /17 / 3

Widal :

Typhus O : + 1/160 (Negatif)

Typhus H : + 1/160 (Negatif)

Paratyph A : + 1/80 (Negatif)

Paratyph B : + 1/80 (Negatif)

I.8 RESUME

Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang

malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3 hari

yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan berkurang.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, compos

mentis, status gizi kesan cukup, kulit teraba hangat dan lidah berselaput.

Tanda vital dengan nadi 110 x/menit, pernafasan 24 x/menit dan suhu 38 0C.

7

Page 8: Isi

Pemeriksaan penunjang, pada Widal didapatkan Typhus O: + 1/160, Typhus

H: + 1/160, Paratyph A: + 1/80 dan Paratyph B: + 1/80.

1.9 WORKING DIAGNOSA

1. Typhoid

1.10 DIAGNOSTIK HOLISTIK

An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan

anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan

ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan

keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N

adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.

1. Diagnosis dari segi biologis:

o Typhoid

2. Diagnosis dari segi psikologis:

Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung,

perhatian dan pengertian

3. Diagnosis dari segi sosial:

An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.

1.11 PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa

a. Edukasi

Edukasi terhadap keluarga, mengenai:

Penyakit typhoid

Intervensi farmakologik dan non farmakologik

b. Cukup istirahat dan tidur

Penderita sebaiknya tidur cukup 6-8 jam setiap harinya dan tidak

memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

c. Diet tinggi kalori tinggi protein, seperti ayam, telur dan ikan

2. Medikamentosa

a. IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit

8

Page 9: Isi

b. Proris 3x 1/2 cth

c. Biothicol syp 3x1 cth

d. Injeksi Glocef 2x300 mg

1.12 FOLLOW UP

S O A P

Tanggal 16 Januari 2012

Demam,

nyeri

perut,

muntah,

nafsu

makan

menurun

KU tampak sakit sedang,

compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital:

N: 110 x/menit

RR: 24 x/menit

S: 38 0C

Status Generalis:

Muntah (+) 3x sejak 2 hari

yang lalu

Nafsu makan menurun

Nyeri perut (+)

Status Lokalis:

Lidah berselaput (+)

Status Neurologis: dBN

Status Mentalis: dBN

Typhoid IUFD KAEN 3B 24

tetes/menit

Injeksi Glocef 2x300

mg

Proris 3x 1/2 cth

Biothicol syp 3x1 cth

Diet tinggi kalori

tinggi protein, seperti

ayam, telur dan ikan

Dilakukan

pemeriksaan

penunjang (darah

lengkap dan widal)

Tanggal 17 Januari 2012

Demam,

nafsu

makan

menurun

KU tampak sakit sedang,

compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital:

N: 112 x/menit

RR: 25 x/menit

S: 38,5 0C

Status Generalis: dBN

Status Lokalis:

Lidah berselaput (+)

Typhoid IUFD KAEN 3B 24

tetes/menit

Injeksi Glocef 2x300

mg

Biothicol syp 3x1 cth

Diet tinggi kalori

tinggi protein, seperti

ayam, telur dan ikan

9

Page 10: Isi

Status Neurologis: dBN

Status Mentalis: dBN

Pemeriksaan Penunjang:

Widal:

Typhus O: + 1/160

Typhus H: + 1/160

Paratyph A: + 1/80

Paratyph B: + 1/80

Tanggal 18 Januari 2012

Demam,

badan

lemah,

hidung

buntu

KU tampak sakit sedang,

compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital:

N: 111 x/menit

RR: 24 x/menit

S: 36,5 0C

Status Generalis: dBN

Status Lokalis: dBN

Status Neurologis: dBN

Status Mentalis: dBN

Typhoid IUFD KAEN 3B 24

tetes/menit

Injeksi Glocef 2x300

mg

Paracetamol syr 4x1

cth

Iliadin drop (tetes

hidung) 3x0,11 cc

Biothicol syp 3x1 cth

Tanggal 19 Januari 2012

Demam,

hidung

buntu

KU cukup, compos mentis, gizi

kesan cukup

Tanda Vital:

N: 110 x/menit

RR: 24 x/menit

S: 37 0C

Status Generalis: dBN

Status Lokalis: dBN

Status Neurologis: dBN

Status Mentalis: dBN

Typhoid IUFD KAEN 3B 24

tetes/menit

Injeksi Glocef 2x300

mg

Paracetamol syr 4x1

cth

Iliadin drop (tetes

hidung) 3x0,11 cc

Biothicol syp 3x1 cth

1.13 KESIMPULAN

10

Page 11: Isi

o Keadaan An. N membaik

1.14 IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA

A. FUNGSI HOLISTIK

1. Fungsi Biologis

Keluarga ini terdiri dari pasien (An. N, 2 tahun), ayah dan ibu. An. N

baru pertama kali menderita penyakit seperti ini.

2. Fungsi Psikologis

Hubungan An. N dengan keluarganya baik dan harmonis, saling

mendukung, perhatian dan pengertian.

3. Fungsi Sosial

An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.

B. FUNGSI FISISOLOGIS DENGAN ALAT APGAR SCORE

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR

score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau

dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya

dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:

1. Adaptasi

Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan

anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran

dari anggota keluarga yang lain.

2. Partnership

Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi

antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh

keluarga tersebut.

3. Growth

Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang

dilakukan anggota keluarga tersebut.

4. Affection

Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar

anggota keluarga.

5. Resolve

11

Page 12: Isi

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang

kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga

yang lain.

Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5 kurang, 6-7

cukup dan 8-10 adalah baik. Dimana score untuk masing-masing

kategori adalah:

2 : Sering/selalu

1 : Kadang-kadang

0 : Jarang/tidak sama sekali

APGAR score An. N (pasien)

APGAR score An. N = tidak dapat ditentukan, karena tidak kooperatif

APGAR score Tn. N (ayah pasien)

APGAR Tn. N Terhadap

Keluarga

Sering

/selalu

Kadang

-kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali

ke keluarga saya bila saya

menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah

dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru

atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya

dan merespon emosi saya seperti

kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya

dan saya membagi waktu bersama-

sama

Untuk Tn. N APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

12

Page 13: Isi

Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn. N sering

memecahkannya bersama anaknya.

Score : 2

Partnership : Tn. N tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga

yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena

merasa dapat menyelesaikannya sendiri.

Score : 1

Growth : Tn. N sering berdiskusi bersama ibunya untuk

menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan

mendukungnya.

Score : 2

Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung,

memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara

satu dengan lainnya.

Score : 2

Resolve : Tn. N sering menghabiskan waktunya dengan keluarga

di rumah.

Score : 2

Total APGAR score Tn. N = 9 (fungsi keluarga dalam keadaan baik).

APGAR score Ny. S (ibu pasien)

APGAR Ny. S Terhadap

Keluarga

Sering

/selalu

Kadang

-kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali

ke keluarga saya bila saya

menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah

dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru

atau arah hidup yang baru

13

Page 14: Isi

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya

dan merespon emosi saya seperti

kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya

dan saya membagi waktu bersama-

sama

Untuk Ny. S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :

Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. S sering

memecahkannya bersama anaknya.

Score : 2

Partnership : Ny. S tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga

yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena

merasa dapat menyelesaikannya sendiri.

Score : 1

Growth : Ny. S sering berdiskusi bersama ibunya untuk

menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan

mendukungnya.

Score : 2

Affection : Antar anggota keluarga kadang saling mendukung,

memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara

satu dengan lainnya.

Score : 1

Resolve : Ny. S sering menghabiskan waktunya dengan keluarga

di rumah.

Score : 2

Total APGAR score Ny. S = 8 (fungsi keluarga dalam keadaan baik).

APGAR SCORE keluarga An. N adalah: (8+9) : 2 = 8,8

Kesimpulan:

Fungsi fisiologis keluarga An. N = BAIK

C. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREAM

14

Page 15: Isi

Fungsi patologis dari keluarga An. N dinilai dengan menggunakan

alat S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

Sumber Patologis

Social Anak yang aktif dan jarang keluar rumah -

Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa dalam

kehidupan sehari-hari

-

Religious Anggota keluarga menjalankan sholat 5

waktu di rumah dan sering mengikuti

kegiatan keagamaan di lingkungannya

-

Economic Tn. N (ayah pasien) pegawai negeri, Ny. S

(ibu pasien) ibu rumah tangga

-

Educational Tn. N (ayah pasien) lulusan SI, Ny. S (ibu

pasien) lulusan SI

-

Medical An. N jarang ke dokter/Rumah Sakit untuk berobat, pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita

+

Kesimpulan:

Dalam keluarga pasien (An. N) ditemukan hanya satu fungsi

patologis yaitu medical.

D. GENOGRAM KELUARGA

Keterangan diagram:

: Perempuan

: Laki-laki

: Penderita

E. INFORMASI PADA POLA INTERAKSI KELUARGA

15

Ny. STn. N

An. N

An. N

Page 16: Isi

Keterangan:

: Hubungan baik

: Hubungan tidak baik

Kesimpulan:

Hubungan antar keluarga baik dan cukup harmonis

1.15 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

A. IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU

KELUARGA

Keterangan :

16

Tn. N

Ny. S

An. N: Usia 2 tahun Typhoid

Pemahaman :Pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita

Sikap :Keluarga cukup peduli dengan penyakit penderita. Keseharian An. N selalu berkumpul dengan keluarga, jika sakit diantar ke dokter

Tindakan :Keluarga mengantarkan penderita berobat

Lingkungan :Kondisi rumah sudah memenuhi kriteria sehat

Keturunan :Keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang sama

Pelayanan Kesehatan:Jika sakit An. N jarang berobat ke RS/praktek dokter

Faktor Perilaku Faktor Non perilaku

An. R

Page 17: Isi

B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH

Lingkungan Luar Rumah (Fungsi Outdoor) :

o Tinggal di perumahan

o Rumah ukuran 6x10m

o Memiliki pagar dan pekarangan

o Jarak dengan tetangga tidak berdempetan

o Sumber air dari pompa

Lingkungan Dalam Rumah (Fungsi Indoor):

o Terdapat 7 ruangan :

3 kamar tidur

1 ruang tamu, 1 ruang keluarga

1 dapur

1 kamar mandi

o Ventilasi dan pencahayaan cukup

o Lantai keramik

o Dinding dari tembok, atap dari genting

DENAH RUMAH

U 10 m

6m

C. DAFTAR MASALAH

17

DapurRuang Keluarga

Ruang TamuKamar Tidur

IKamar Tidur

IIKamar Tidur

III

Kamar Mandi

Pekarangan

Page 18: Isi

1. MASALAH MEDIS :

o Typhoid

2. MASALAH NON MEDIS :

o Jarang berobat ke dokter/RS

o Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang

D. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN :

E. MATRIKULASI MASALAH

Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul,

1996).

No Daftar Masalah I T R JumlahIxTxRP S SB Mn Mo Ma

1. Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang

5 5 4 3 3 3 2 5.400

2. Jarang berobat ke dokter/RS

5 5 5 2 3 3 3 6.750

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

T : Technology (teknologi yang tersedia)

R : Resources (sumber daya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

Mo : Money (sarana yang tersedia)

Ma : Material (pentingnya masalah)

Kriteria penilaian :

18

An. N : Typhoid

Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang

Jarang berobat ke dokter/RS

Page 19: Isi

1 : tidak penting

2 : agak penting

3 : cukup penting

4 : penting

5 : sangat penting

Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah

keluarga An. N adalah sebagai berikut :

1. Jarang berobat ke dokter/RS

2. Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang

Kesimpulan :

Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai konsep sehat

dan kondisi pasien menyebabkan pasien sering jatuh dalam kondisi yang

parah ketika berobat.

BAB II

19

Page 20: Isi

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DEMAM TIFOID

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan panas

berkepanjangan, ditambah dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur

endothelial atau endokordial dan endokardial dan infeksi bakteri sekaligus

multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limfa, kelenjar limfe

usus, dan Payer’s patch (Soedarmo et all., 2002).

Bakteri Salmonella dapat ditularkan dari hewan yang menderita

salmonellosis atau karier ke manusia, melalui bahan pangan telur, daging,

susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh ekskresi

hewan/ penderita atau sebaliknya (animal and human carrier). Ekskresi ini

terutama adalah keluaran dari saluran pencernaan berupa feses. Makanan yang

mengandung bahan dari telur tercemar Salmonella misalnya kue-kue, es krim

dan lainnya, yang kurang sempurna dimasak atau setengah matang, telur

mentah yang dicampur pada hidangan penutup juga dapat sebagai sumber

penularan Salmonella (Dharmojono, 2001).

2.2 PATOGENESIS

Patogenesis salmonellosis diawali oleh ingesti bakteri Salmonella melalui

makanan atau minuman terkontaminasi dan bakteri tersebut mengadakan

penetrasi ke dalam sel epitelium intestinal sebelum menginduksi penyakit.

Invasi ke dalam sel intestinal hospes menghasilkan perubahan morfologi pada

sel yang berhubungan dengan eksploitasi dari sitoskeleton hospes. Setelah

kontak dengan epithelium, Salmonella akan menginduksi degenerasi mikrovili

enterosit. Struktur mikrovilar akan berkurang diikuti oleh mengkerutnya

membran bagian dalam di tempat kontak antara sel bakteri dan sel hospes.

Mengkerutnya membran disertai dengan makropinositosis profus, sebagai

jalan masuknya bakteri ke dalam sel hospes. Ketika proses masuknya bakteri

sempurna, Salmonella terletak dan bermultiplikasi di dalam endosom

(Goosney et all., 1999).

20

Page 21: Isi

Selanjutnya sitokeleton akan kembali pada distribusi yang normal.

Seluruh proses terjadi hanya dalam beberapa menit. Prostaglandin yang

disekresikan pada proses inflamasi menyebabkan dilepaskannya elektrolit dan

menarik air ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare (adanya enterotoksin

non inflamatori dalam usus besar). Dinding sel bakteri akan menghasilkan

endotoksin yang tersusun dari lipopolisakarida (LPS). Diduga LPS ini

merupakan penyebab timbulnya gejala demam pada penderita (Seberbeniuk,

2002).

Gambar 2.1 Patofisiologi Typhoid

2.3 MANIFESTASI KLINIS

21

Page 22: Isi

Gambaran klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada

orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi

melalui makanan, sedang lewat minuman yang terlama 30 hari, pada masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala seperti perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan menurun, gejala

yang biasa ditemukan adalah:

1. Demam

Kasus khas demam berlangsung 3 minggu dan suhu tidak terlalu tinggi

sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,

biasa menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam

hari, minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam, pada minggu

ketiga berangsur turun dan suhu kembali normal pada akhir minggu ketiga

(Ngastiyah, 1997).

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-

pecah, lidah tertutup selaput putih, ujung dan tepinya kemerahan.

Abdomen dapat ditemui perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai

nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat

diare atau normal (Ngastiyah, 1997).

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun. Jarang terjadi koma dan gelisah

(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kulit, dapat pula bradikardi dan epistaksis

(Ngastiyah, 1997).

2.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman Salmonella typhi pada salah satu

biakan darah, feses, urine, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Waktu

pengambilan contoh sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan

bakteriologis tersebut. Sampai saat ini tes Widal merupakan reaksi serologis

22

Page 23: Isi

yang digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Prinsip uji Widal

adalah memeriksa reaksi antara antibody aglutinin dalam serum penderita

yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik

(O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga

terjadi aglutinasi (Rampengan dan Laurenz, 1995).

Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau

harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang

cukup baik, seperti uji TUBEX®, Typhidot-M® dan dipstik mungkin dapat

mulai dirintis penggunaannya di Indonesia. Tes Thypidot dan Thypidot-M

memang lebih unggul dibandingkan tes Widal, akan tetapi biayanya mencapai

4 kali biaya tes Widal. Di samping itu, tes Thypidot dan Thypidot-M tidak

bisa menggantikan kultur dalam biakan empedu (gall culture) sebagai standar

baku mendiagnosis demam tifoid. Meskipun demikian, jika secara klinis

pasien diduga tifoid sementara hasil kultur negatif atau tidak bisa melakukan

kultur darah, Thypidot-M ini bisa digunakan (Anonim, 2008).

Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid meliputi pemeriksaan darah

tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler.

Selain ini juga masih ada metode baru yang digunakan untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid seperti IDL Tubex® test, Typhidot® test, IgM dipstik

test (Anonim, 2003). Akan tetapi penggunaan metode baru ini masih jarang

digunakan di Indonesia dan baru mulai dirintis penggunaanya.

1. Pemeriksaan jumlah leukosit

Pemeriksaan jumlah leukosit pada penyakit demam tifoid digunakan

sebagai diagnosa pembanding karena gejala yang terjadi pada kasus

demam tifoid hamper sama dengan kasus penyakit infeksi lain. Kadar

normal jumlah leukosit pada orang sehat adalah 5000-10.000 sel/mm3.

Pada pemeriksaan darah perifer sering ditemukan leukositosis (leukosit

kurang dari normal), dan dapat pula terjadi leukosit lebih dari normal

(leukopenia). Pada Leukositosis dapat terjadi walaupun tidak disertai

infeksi sekunder. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa hitung jumlah

dan jenis leukosit tidak mempunyai nilai sensitifitas, spesifitas dan dugaan

yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita

23

Page 24: Isi

demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan leukositosis

relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid (Prawito et all., 2002).

2. Widal test

Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara luas terutama di

Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Interpretasi uji Widal

harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitifitas, spesifitas,

stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi

yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis

dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis), faktor

antigen, teknik serta reagen yang digunakan (Wardhani et all., 2005).

Kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau aglutinin H dalam

jangka waktu 5-7 hari bernilai diagnostik amat penting untuk demam

tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali

pemeriksaan widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik

yang penting untuk diagnostik (Wardhani et all., 2005). Walaupun test

widal mempunyai banyak kelemahan seperti sensitifitas dan spesifitas

rendah, serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi

pengunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi

hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan penderita demam

tifoid atau penanda infeksi (Prawito et all., 2002).

3. Test fungsi hati

Hati merupakan organ metabolisme yang besar dan terpenting dalam

tubuh. Salah satu tes fungsi hati adalah dengan serum transaminase yaitu

penghitungan AST (serum aspartate aminotransferase) yang sebelumya

disebut SGOT (Serum glutamic-Oxaloacetic Transaminase) dan ALT

( serum Alanin aminotransferase) yang sebelumya disebut SGPT ( Serum

Glutamic-Pyruvic Transaminase), Rentang normal SGOT dan SGPT

adalah 0-35 unit/liter (Aslam et all., 2003).

4. Tes fungsi ginjal

Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam hal

eksresi bahan-bahan yang tidak diperlukan bagi tubuh, seperti produk

buangan dari metabolisme karbohidrat seperti air dan asam, juga produk

24

Page 25: Isi

buangan dari metabolism protein seperti urea, asam urat dan kreatinin.

Salah satu pemeriksaan terhadap fungsi ginjal adalah pemeriksaan kliren

kreatinin. Rentang nilai serum kreatinin dapat berbeda secara bermakna

karena perbedaan metode dan standarisasi pengujian. Rumah sakit

umumnya juga mempunyai rentang nilai uji tersendiri berdasarkan

golongan populasi khusus yang mereka layani, sehingga bisa terdapat

suatu perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebagai akibatnya,

nilai hasil uji yang digunakan pada satu rumah sakit dapat berbeda

dibandingkan dengan nilai yang dipakai di rumah sakit lain. Nilai normal

SrCr adalah 0,6 – 1,2 mg/dl (Aslam et all.,2003).

2.5 PENGOBATAN DEMAM TIFOID1. Managemen umum

Terapi supportif sangat penting untuk mendukung penatalaksanaan

pengobatan demam tifoid, seperti pemberian cairan rehidrasi secara oral

atau intravena, pemberian antipiretik, nutrisi yang sesuai dan tranfusi

darah jika diperlukan.

2. Terapi antimikroba

Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya

yang merugikan manusia. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam

penggunaan antibiotik adalah khasiyat, ketersediaan dan harga obat.

Fluoroquinolon adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan

demam tifoid untuk orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan

lebih cepat menyembuhkan daripada antibiotic lini pertama seperti

kloramfenikol, ampisilin, amoxicillin dan trimethoprimsulfamethoxazole.

Golongan Flouroquinolon seperti (ofloxacin, ciprofloxacin,

fleroxacin, perfloxacin) efektif untuk pengobatan demam tifoid, tetapi

tidak pada nofloxacin karena bioaviabilitas oral rendah sehingga tidak

cocok untuk demam tifoid. Fluroquinolon secara umum digunakan,

dibeberapa negara terjadi kontraindikasi bila Fluroquinolon diberikan pada

anak-anak karena dapat menganggu pertumbuhan tulang rawan anak.

Pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi dapat dilihat pada tabel 2

berikut :

25

Page 26: Isi

Tabel 1. Pengobatan Demam Tifoid tanpa Komplikasi

Ciprofloxacin, ofloxacin, perfloxacin dan feroxacin secara umum

terbukti efektif untuk pengobatan demam tifoid. Walaupun telah banyak

informasi ciprofloxacin kurang efektif dan sering terjadi kegagalan terapi.

Untuk asam nalidixid untuk Salmonella typhi yang masih sensitif

pemberian dosis selama 7 hari efektif untuk pengobatan demam tifoid.

Untuk Salmonella typhi yang sudah resisten pemberian minimal 7 hari

atau maksimal 10-14 hari. Jika penggunaan kurang dari 7 hari hasilnya

tidak efektif.

Pengobatan dengan kloramfenikol sering terjadi kekambuhan 5-7 %,

untuk terapi jangka panjang 14 hari dan sering terjadi carrier pada orang

dewasa. Dosis yang direkomendasikan 50-75 mg/kgBB/hari selama 14

hari dibagi 4 dosis perhari, atau 5-7 hari setelah deferensiasi. Untuk dosis

dewasa 4 x 500 mg perhari.

Untuk menurunkan demam, efektifitas ampisilin dan amoksisilin

lebih kecil dibanding kloramfenikol. Indikasi mutlak untuk pasien demam

tifoid dengan leukopenia. Dengan ampisilin dan amoksisilin demam dapat

turun 7-9 hari (Juwono, 2004). Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-

100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik secara oral,

intramuskular, intravena.

26

Page 27: Isi

Trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ) dapat diberikan secara

oral, intravena, intramuskular dengan dosis 160 mg trimethoprim dan 800

mg sulfamethoxazol 2 kali perhari dan untuk anak 14 mg

trimethoprim/kgBB dan 20 mg sulfamethoxazol/kgBB selama 14 hari.

Sefalosporin generasi ketiga aktifitas terhadap kuman Gram negatif

lebih kuat dan lebih luas, untuk cefixim dosis dewasa yang dianjurkan

adalah 15-20 mg/kgBB secara oral, 100-200 mg 2 kali perhari.

Azitromisin dengan dosis 500 mg (10 mg/kg) diberikan setiap hari selama

7 hari terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid untuk pasien dewasa

dan anak-anak, efektifitas azitromisin mirip dengan kloramfenikol.

Pemberian antibiotik intravena yang dianjurkan, sefalosporin dapat

diberikan dengan dosis, untuk ceftriaxone 50-75 mg/kgBB/hari (dosis

dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis, cefotaxime 40-80

mg/KgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis,

cefoperazone 50-100 mg/kgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi

dalam 2-3 dosis.

Gambar 2.2 Algoritma Tatalaksana demam tifoid

BAB III

PEMBAHASAN

27

Page 28: Isi

3.1 PERMASALAHAN MEDIS

Typhoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebakan oleh infeksi

kuman Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi. Gejala klinis meliputi

demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam pada sore

atau malam hari, sakit kepala, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya febris, lidah yang berselaput (kotor

di tengah, tepi dan ujung merah), nyeri abdomen, hepatomegali dan

splenomegali. Pada pemeriksaan penunjang, darah ditemukan adanya

lekositosis, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan

fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji

Widal ≥ 4 kali lipat setelah 1 minggu memastikan diagnosis. Uji Widal

tunggal dengan titer antibodi O: + 1/320 atau H: + 1/640 disertai gambaran

klinis khas menyokong diagnosis.

Pada pasien ini mengeluh adanya demam naik menjelang malam, muntah,

nafsu makan berkurang dan nyeri perut. Berdasarkan hasil laboratorium, pada

hasil Widal didatpatkan Typhus O: + 1/160, Typhus H: + 1/160, Paratyph A: +

1/80 dan Paratyph B: + 1/80. Sehingga pasien ini didiagnosa Typhoid.

Pada pasien ini diberikan:

1. IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit

Merupakan cairan isotonis

Rumus : 10 x 100 = 1000

10 x 2,5 = 50

Total kebutuhan cairan = 1050 cc

(1050 cc x 15 tetes) / 1440 menit = 11 tetes/menit

2. Proris 3x 1/2 cth

Termasuk golongan antireumatik, analgesik dan antiinflamasi

Indikasi: Meredakan demam, mengurangi rasa nyeri pada sakit gigi, sakit

kepala, nyeri otot, nyeri pasca op setelah cabut gigi dan penyakit reumatik

Kontraindikasi: Tukak peptik. Penderita dengan penyakit asma, rhinitis

atau urtikaria karena menggunakan aspirin atau obat AINS lain

Dosis: 5 mg/kgBB

28

Page 29: Isi

3. Biothicol syr 3x1 cth

Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol

Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama

infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea, meningitis

Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. hipersensitif

Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis

4. Injeksi Glocef 2x300 mg

Termasuk antibiotik golongan sefalosporin

Indikasi: Infeksi saluran nafas bawah, kulit, struktur kulit dan jaringan

lunak, tulang dan sendi, intraabdominal, saluran kemih dan ginekologi,

meningitis, septicemia, bakterimea. Profilaksis infeksi pasca op

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin

Dosis: 50-180 mg/kgBB secara IM/IV

3.2 PERMASALAHAN NON MEDIS

Dari data mengenai identifikasi fungsi keluarga dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesehatan keluarga, didapatkan permasalahan sebagai berikut :

Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang

Jarang berobat ke dokter/RS

Penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan

secara holistik dan komprehensif.

Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang

Kurangnya pemahaman keluarga terhadap penyakit pasien (An. N) sangat

mempengaruhi sikap maupun tindakan keluarga terhadap kondisi penderita,

sehingga edukasi dan informasi yang baik mengenai penyakit pasien

diharapkan mampu merubah sikap keluarga yang nantinya konsep sehat akan

dapat tercapai.

Jarang berobat ke dokter/RS

Pemberian penyuluhan, promosi kesehatan maupun konseling diharapkan

akan mampu merubah stigma keluarga An. N mengenai konsep sakit dan sehat

sehingga akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga termasuk

29

Page 30: Isi

dengan pemberian informasi mengenai manfaat penggunaan asuransi yang

mereka miliki.

BAB IV

PENUTUP

30

Page 31: Isi

4.1 KESIMPULAN HOLISTIK

An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan

anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan

ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan

keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N

adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.

1. Diagnosis dari segi biologis:

Typhoid

2. Diagnosis dari segi psikologis:

Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian

dan pengertian

3. Diagnosis dari segi sosial:

An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.

4.2 SARAN KOMPREHENSIF

An. N dan keluarga eprlu diberikan edukasi mengenai typhoid serta

intervensi farmakologik dan non farmakologik. Selain itu, penderita

meneruskan terapi biothicol syrup (3x1 cth), iliadin (3x0,11 cc) dan

paracetamol (4x1 cth). Panderita harus cukup istirahat dan tidur.

1. Promotif

Edukasi terhadap pasien dan keluarga, mengenai:

Penyakit Typhoid

Intervensi farmakologik dan non farmakologik

2. Preventif

Penderita sebaiknya cukup istirahat dan tidur (6-8 jam setiap harinya) dan

tidak memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Kuratif

Biothicol syrup 3x1 cth

Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol

Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama

infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea,

meningitis

31

Page 32: Isi

Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. Hipersensitif

Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis

Iliadin 3x0,11 cc

Indikasi: Meringankan hidung tersumbat karena rhinitis akut, sinusitis

akut dan kronik, rhinitis alergika, faringitis, laringitis

Kontraindikasi: Hipersensitif, PJK, hipertensi, hipertiroid, kelainan

kelenjar prostat atau DM, inflamasi mukosa dan kulit hidung dengan

krusta (rhinitis sika)

Dosis: 2-3 tetes 2 x/hari

Paracetamol 4x1 cth

Indikasi: Demam pasca imunisasi, sakit kepala, mialgia, nyeri sendi,

sakit gigi, dismenore, nyeri telinga

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen ini

Dosis: 1 sdm-sdt 3-4 x/hari

4. Rehabilitatif

Penyelesaian dan pendekatan secara holistik dan komprehensif

diharapkan mampun memperbaiki permasalahan kesehatan keluarga yang

ada sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesehatan

keluarga An. N.

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Isi

1. Konsil Kedokteran Indonesia (2006). Standar Kompetensi Dokter, KKI,

Jakarta

2. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ (2007). Rang And Dale’s

Pharmacology, Churchill Livingstone, USA

3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2003) Robins Basic Pathology, 7th edition,

WB Saunders Co, Philadelphia, USA.

4. Ganong WF (2003) Review of Medical Physiology, 21th edition, Mc Graw

Hill, USA.

5. Guyton AC, Hall JE (2000) Textbook of Medical Physiology, 10th Edition,

WB Saunders, Philadelphia, USA.

6. McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, Lange JD (1997) Pathophysiology of

Disease, an Introduction to Clinical Medicine, 2nd Edition, Appleton &

Lange, USA.

33