Isi
-
Upload
ai-niech-inoel -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
Transcript of Isi
BAB I
DATA KASUS
I.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. N
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : Islam
Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : Januari 2012
1.2 IDENTITAS KELUARGA
AYAH
Nama : Tn. N
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Negeri Swasta
Pendidikan : SI
Agama : Islam
Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
IBU
Nama : Ny. S
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SI
1
Agama : Islam
Alamat : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
I.3 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang
malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3
hari yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan
berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Penyakit Serupa : Tidak ada
Riwayat Mondok : Tidak pernah MRS/ opname
Riwayat Sakit Gula : Tidak ada
Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada
Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada
Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
Riwayat Alergi Makanan : Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Keluarga dengan Penyakit Serupa : Tidak ada
Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat Sakit Gula : Tidak ada
Riwayat Jantung : Tidak ada
Riwayat Sakit Kejang : Tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat Merokok : Tidak merokok
Riwayat Minum Alkohol : Tidak pernah
Riwayat Olahraga : Jarang olahraga
2
Riwayat Pengisian Waktu Luang : Lihat TV
6. Riwayat Kehamilan Ibu :
Ny. S memiliki satu anak. An. N adalah anak pertama. Pada saat
hamil, Ny. S rutin ANC ke dokter. Pernah sakit ringan seperti batuk dan
pilek. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat, kecuali dari dokter, yaitu
vitamin saja.
7. Riwayat Kelahiran :
An.N lahir dengan normal. Pada saat kelahiran, An. N langsung
menangis spontan dengan keras. Berat badan lahir 2900 gr dengan panjang
56 cm.
8. Riwayat Tumbuh Kembang :
Umur 1 tahun, An. N sudah bisa berjalan, mengucapkan 3-4 kata dan
mencoret-coret. An. N sekarang sudah bisa berlari, mengucapkan 5-6 kata,
naik tangga dan memakai sendok.
9. Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 bulan setelah lahir
Hepatitis B : 1 bulan setelah lahir
DPT : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan
Polio : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan
Campak : Usia 9 bulan
10. Riwayat Alergi : Tidak ada
11. Riwayat Sosial Ekonomi :
An. N adalah anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear
family bersama ayah dan ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh
ayah. Hubungan An. N dan keluarganya saling mendukung, perhatian dan
pengertian.
7. Riwayat Gizi :
An. N biasanya makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk
berupa tahu, tempe dan kadang-kadang telur. Kesan gizi cukup.
I.4 ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit :
3
Berwarna sawo matang, pucat (-), gatal (-), kering atau mengelupas (-)
2. Kepala :
Pusing dan sakit kepala (-), rambut kepala rontok (-), luka maupun
benjolan (-)
3. Mata :
Pandangan mata normal, penglihatan kabur (-)
4. Hidung :
Tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga :
Pendengaran baik, berdengung (-), cairan (-)
6. Mulut :
Sariawan (-), kering (-), lidah terasa pahit (-)
7. Tenggorokan :
Sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan :
Batuk (-), sesak nafas (-), mengi (-)
9. Kardiovaskuler :
Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
10. Gastrointestinal :
Mual (-), muntah (+) 3x sejak 2 hari yang lalu, diare (-), nafsu makan
menurun, nyeri perut (+), BAB 1x/hari
11. Genitourinaria :
BAK 3x/hari, kencing malam hari 1x/hari, warna dan jumlah dalam batas
normal
12. Neurologik :
Kejang (-), lumpuh (-), rasa tebal pada kaki maupun kesemutan (-)
13. Psikiatri :
Emosi stabil (+), mudah marah (-)
14. Muskuloskeletal :
Kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot
(-)
15. Ekstremitas :
4
Atas kanan : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)
Atas kiri : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)
Bawah kanan : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)
Bawah kiri : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)
I.5 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis, GCS: 4,5,6
3. Tanda Vital :
BB : 12,5 kg
TB : -
BMI : -
Tensi : -
Nadi : 110 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 38 0C
4. Kulit :
Berwarna sawo matang, pucat (-), kering (-), petechie (-), teraba hangat
(+), ikterik (-), sianosis (-), spider nevi (-)
5. Kepala :
Bentuk kepala normal, rambut kepala rontok (-), luka maupun benjolan (-)
6. Mata :
Conjunctiva anemi -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+
7. Hidung :
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), deformitas (-), atrofi konka (-), mukosa
intake, obstruksi (-), hiperpigmentasi (-)
8. Mulut :
Pucat (-), kering (-), bau mulut (-), stomatitis (-), papil lidah atrofi (-), gigi
normal, gusi berdarah (-), kelainan lidah (-), lidah berselaput (+)
9. Telinga :
Sekret (-), serumen (-), benda asing (-), membran timpani intake,
pendengaran normal, cuping telinga dalam batas normal
5
10. Tenggorokan :
Simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), tonsil membesar (-)
11. Leher :
Kaku (-), JVP normal, pembesaran KGB (-)
12. Thoraks :
Paru-paru :
Inspeksi : Simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-)
Palpasi : Krepitasi (-), simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus Cordis ICS 5 (palpable)
Palpasi : Iktus Cordis ICS 5 (palpable)
Perkusi : Batas jantung kiri : MCL, kanan : Sternum, atas : ICS 2,
bawah : ICS 5
Auskultasi : S1-S2 : normal, tidak ada S3, murmur (-)
13. Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), massa maupun jaringan parut (-), simetris
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Shuffle, asites (-), defen muskuler (-), pembesaran hepar
maupun lien (-), nyeri tekan (-), tidak ada pulsasi
abnormal
14. Sistem Collumna Vertebralis :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), luka maupun benjolan (-)
15. Ekstremitas :
Akral dingin (-), oedem (-)
16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Vegetatif : Normal
Fungsi Sensorik : Normal
Fungsi Motorik : Normal
17. Pemeriksaan Psikiatrik :
6
Penampilan : Normal
Afek : Normal/sesuai
Psikomotor : Normal
Proses berfikir :
o Bentuk : Realistik
o Isi : Halusinasi (-), waham (-)
o Arus : Koheren
Insight : Baik
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap :
Hb : 12 g/dL (n: 12-16 g/dl)
Lekosit : 8.700 ribu/mm3 (n: 4-10 ribu/mm3)
Trombosit : 265.000 /mm3 (n: 150-400 ribu/mm3)
Hematokrit : 36,1 % (n: 37-48 %)
Eritrosit : 4,86 juta/mm3 (n: 4-5,5 juta/mm3)
Hitung Jenis : eos/bas/st/seg/lim/mon(n:1-3/0-1/2-6/50-70/20-40/2-8)
- / - / - /80 /17 / 3
Widal :
Typhus O : + 1/160 (Negatif)
Typhus H : + 1/160 (Negatif)
Paratyph A : + 1/80 (Negatif)
Paratyph B : + 1/80 (Negatif)
I.8 RESUME
Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang
malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan berkurang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, compos
mentis, status gizi kesan cukup, kulit teraba hangat dan lidah berselaput.
Tanda vital dengan nadi 110 x/menit, pernafasan 24 x/menit dan suhu 38 0C.
7
Pemeriksaan penunjang, pada Widal didapatkan Typhus O: + 1/160, Typhus
H: + 1/160, Paratyph A: + 1/80 dan Paratyph B: + 1/80.
1.9 WORKING DIAGNOSA
1. Typhoid
1.10 DIAGNOSTIK HOLISTIK
An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan
anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan
ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan
keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N
adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.
1. Diagnosis dari segi biologis:
o Typhoid
2. Diagnosis dari segi psikologis:
Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung,
perhatian dan pengertian
3. Diagnosis dari segi sosial:
An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.
1.11 PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
a. Edukasi
Edukasi terhadap keluarga, mengenai:
Penyakit typhoid
Intervensi farmakologik dan non farmakologik
b. Cukup istirahat dan tidur
Penderita sebaiknya tidur cukup 6-8 jam setiap harinya dan tidak
memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Diet tinggi kalori tinggi protein, seperti ayam, telur dan ikan
2. Medikamentosa
a. IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit
8
b. Proris 3x 1/2 cth
c. Biothicol syp 3x1 cth
d. Injeksi Glocef 2x300 mg
1.12 FOLLOW UP
S O A P
Tanggal 16 Januari 2012
Demam,
nyeri
perut,
muntah,
nafsu
makan
menurun
KU tampak sakit sedang,
compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital:
N: 110 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 38 0C
Status Generalis:
Muntah (+) 3x sejak 2 hari
yang lalu
Nafsu makan menurun
Nyeri perut (+)
Status Lokalis:
Lidah berselaput (+)
Status Neurologis: dBN
Status Mentalis: dBN
Typhoid IUFD KAEN 3B 24
tetes/menit
Injeksi Glocef 2x300
mg
Proris 3x 1/2 cth
Biothicol syp 3x1 cth
Diet tinggi kalori
tinggi protein, seperti
ayam, telur dan ikan
Dilakukan
pemeriksaan
penunjang (darah
lengkap dan widal)
Tanggal 17 Januari 2012
Demam,
nafsu
makan
menurun
KU tampak sakit sedang,
compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital:
N: 112 x/menit
RR: 25 x/menit
S: 38,5 0C
Status Generalis: dBN
Status Lokalis:
Lidah berselaput (+)
Typhoid IUFD KAEN 3B 24
tetes/menit
Injeksi Glocef 2x300
mg
Biothicol syp 3x1 cth
Diet tinggi kalori
tinggi protein, seperti
ayam, telur dan ikan
9
Status Neurologis: dBN
Status Mentalis: dBN
Pemeriksaan Penunjang:
Widal:
Typhus O: + 1/160
Typhus H: + 1/160
Paratyph A: + 1/80
Paratyph B: + 1/80
Tanggal 18 Januari 2012
Demam,
badan
lemah,
hidung
buntu
KU tampak sakit sedang,
compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital:
N: 111 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 36,5 0C
Status Generalis: dBN
Status Lokalis: dBN
Status Neurologis: dBN
Status Mentalis: dBN
Typhoid IUFD KAEN 3B 24
tetes/menit
Injeksi Glocef 2x300
mg
Paracetamol syr 4x1
cth
Iliadin drop (tetes
hidung) 3x0,11 cc
Biothicol syp 3x1 cth
Tanggal 19 Januari 2012
Demam,
hidung
buntu
KU cukup, compos mentis, gizi
kesan cukup
Tanda Vital:
N: 110 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 37 0C
Status Generalis: dBN
Status Lokalis: dBN
Status Neurologis: dBN
Status Mentalis: dBN
Typhoid IUFD KAEN 3B 24
tetes/menit
Injeksi Glocef 2x300
mg
Paracetamol syr 4x1
cth
Iliadin drop (tetes
hidung) 3x0,11 cc
Biothicol syp 3x1 cth
1.13 KESIMPULAN
10
o Keadaan An. N membaik
1.14 IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari pasien (An. N, 2 tahun), ayah dan ibu. An. N
baru pertama kali menderita penyakit seperti ini.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan An. N dengan keluarganya baik dan harmonis, saling
mendukung, perhatian dan pengertian.
3. Fungsi Sosial
An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.
B. FUNGSI FISISOLOGIS DENGAN ALAT APGAR SCORE
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau
dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya
dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
1. Adaptasi
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan
anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran
dari anggota keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh
keluarga tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga.
5. Resolve
11
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga
yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5 kurang, 6-7
cukup dan 8-10 adalah baik. Dimana score untuk masing-masing
kategori adalah:
2 : Sering/selalu
1 : Kadang-kadang
0 : Jarang/tidak sama sekali
APGAR score An. N (pasien)
APGAR score An. N = tidak dapat ditentukan, karena tidak kooperatif
APGAR score Tn. N (ayah pasien)
APGAR Tn. N Terhadap
Keluarga
Sering
/selalu
Kadang
-kadang
Jarang/
Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali
ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya
dan merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-
sama
Untuk Tn. N APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
12
Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn. N sering
memecahkannya bersama anaknya.
Score : 2
Partnership : Tn. N tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga
yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena
merasa dapat menyelesaikannya sendiri.
Score : 1
Growth : Tn. N sering berdiskusi bersama ibunya untuk
menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan
mendukungnya.
Score : 2
Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung,
memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara
satu dengan lainnya.
Score : 2
Resolve : Tn. N sering menghabiskan waktunya dengan keluarga
di rumah.
Score : 2
Total APGAR score Tn. N = 9 (fungsi keluarga dalam keadaan baik).
APGAR score Ny. S (ibu pasien)
APGAR Ny. S Terhadap
Keluarga
Sering
/selalu
Kadang
-kadang
Jarang/
Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali
ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
13
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya
dan merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-
sama
Untuk Ny. S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. S sering
memecahkannya bersama anaknya.
Score : 2
Partnership : Ny. S tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga
yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena
merasa dapat menyelesaikannya sendiri.
Score : 1
Growth : Ny. S sering berdiskusi bersama ibunya untuk
menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan
mendukungnya.
Score : 2
Affection : Antar anggota keluarga kadang saling mendukung,
memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara
satu dengan lainnya.
Score : 1
Resolve : Ny. S sering menghabiskan waktunya dengan keluarga
di rumah.
Score : 2
Total APGAR score Ny. S = 8 (fungsi keluarga dalam keadaan baik).
APGAR SCORE keluarga An. N adalah: (8+9) : 2 = 8,8
Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga An. N = BAIK
C. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREAM
14
Fungsi patologis dari keluarga An. N dinilai dengan menggunakan
alat S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Sumber Patologis
Social Anak yang aktif dan jarang keluar rumah -
Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa dalam
kehidupan sehari-hari
-
Religious Anggota keluarga menjalankan sholat 5
waktu di rumah dan sering mengikuti
kegiatan keagamaan di lingkungannya
-
Economic Tn. N (ayah pasien) pegawai negeri, Ny. S
(ibu pasien) ibu rumah tangga
-
Educational Tn. N (ayah pasien) lulusan SI, Ny. S (ibu
pasien) lulusan SI
-
Medical An. N jarang ke dokter/Rumah Sakit untuk berobat, pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita
+
Kesimpulan:
Dalam keluarga pasien (An. N) ditemukan hanya satu fungsi
patologis yaitu medical.
D. GENOGRAM KELUARGA
Keterangan diagram:
: Perempuan
: Laki-laki
: Penderita
E. INFORMASI PADA POLA INTERAKSI KELUARGA
15
Ny. STn. N
An. N
An. N
Keterangan:
: Hubungan baik
: Hubungan tidak baik
Kesimpulan:
Hubungan antar keluarga baik dan cukup harmonis
1.15 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU
KELUARGA
Keterangan :
16
Tn. N
Ny. S
An. N: Usia 2 tahun Typhoid
Pemahaman :Pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita
Sikap :Keluarga cukup peduli dengan penyakit penderita. Keseharian An. N selalu berkumpul dengan keluarga, jika sakit diantar ke dokter
Tindakan :Keluarga mengantarkan penderita berobat
Lingkungan :Kondisi rumah sudah memenuhi kriteria sehat
Keturunan :Keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang sama
Pelayanan Kesehatan:Jika sakit An. N jarang berobat ke RS/praktek dokter
Faktor Perilaku Faktor Non perilaku
An. R
B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
Lingkungan Luar Rumah (Fungsi Outdoor) :
o Tinggal di perumahan
o Rumah ukuran 6x10m
o Memiliki pagar dan pekarangan
o Jarak dengan tetangga tidak berdempetan
o Sumber air dari pompa
Lingkungan Dalam Rumah (Fungsi Indoor):
o Terdapat 7 ruangan :
3 kamar tidur
1 ruang tamu, 1 ruang keluarga
1 dapur
1 kamar mandi
o Ventilasi dan pencahayaan cukup
o Lantai keramik
o Dinding dari tembok, atap dari genting
DENAH RUMAH
U 10 m
6m
C. DAFTAR MASALAH
17
DapurRuang Keluarga
Ruang TamuKamar Tidur
IKamar Tidur
IIKamar Tidur
III
Kamar Mandi
Pekarangan
1. MASALAH MEDIS :
o Typhoid
2. MASALAH NON MEDIS :
o Jarang berobat ke dokter/RS
o Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang
D. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN :
E. MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul,
1996).
No Daftar Masalah I T R JumlahIxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang
5 5 4 3 3 3 2 5.400
2. Jarang berobat ke dokter/RS
5 5 5 2 3 3 3 6.750
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
18
An. N : Typhoid
Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang
Jarang berobat ke dokter/RS
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga An. N adalah sebagai berikut :
1. Jarang berobat ke dokter/RS
2. Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang
Kesimpulan :
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai konsep sehat
dan kondisi pasien menyebabkan pasien sering jatuh dalam kondisi yang
parah ketika berobat.
BAB II
19
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan panas
berkepanjangan, ditambah dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endothelial atau endokordial dan endokardial dan infeksi bakteri sekaligus
multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limfa, kelenjar limfe
usus, dan Payer’s patch (Soedarmo et all., 2002).
Bakteri Salmonella dapat ditularkan dari hewan yang menderita
salmonellosis atau karier ke manusia, melalui bahan pangan telur, daging,
susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh ekskresi
hewan/ penderita atau sebaliknya (animal and human carrier). Ekskresi ini
terutama adalah keluaran dari saluran pencernaan berupa feses. Makanan yang
mengandung bahan dari telur tercemar Salmonella misalnya kue-kue, es krim
dan lainnya, yang kurang sempurna dimasak atau setengah matang, telur
mentah yang dicampur pada hidangan penutup juga dapat sebagai sumber
penularan Salmonella (Dharmojono, 2001).
2.2 PATOGENESIS
Patogenesis salmonellosis diawali oleh ingesti bakteri Salmonella melalui
makanan atau minuman terkontaminasi dan bakteri tersebut mengadakan
penetrasi ke dalam sel epitelium intestinal sebelum menginduksi penyakit.
Invasi ke dalam sel intestinal hospes menghasilkan perubahan morfologi pada
sel yang berhubungan dengan eksploitasi dari sitoskeleton hospes. Setelah
kontak dengan epithelium, Salmonella akan menginduksi degenerasi mikrovili
enterosit. Struktur mikrovilar akan berkurang diikuti oleh mengkerutnya
membran bagian dalam di tempat kontak antara sel bakteri dan sel hospes.
Mengkerutnya membran disertai dengan makropinositosis profus, sebagai
jalan masuknya bakteri ke dalam sel hospes. Ketika proses masuknya bakteri
sempurna, Salmonella terletak dan bermultiplikasi di dalam endosom
(Goosney et all., 1999).
20
Selanjutnya sitokeleton akan kembali pada distribusi yang normal.
Seluruh proses terjadi hanya dalam beberapa menit. Prostaglandin yang
disekresikan pada proses inflamasi menyebabkan dilepaskannya elektrolit dan
menarik air ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare (adanya enterotoksin
non inflamatori dalam usus besar). Dinding sel bakteri akan menghasilkan
endotoksin yang tersusun dari lipopolisakarida (LPS). Diduga LPS ini
merupakan penyebab timbulnya gejala demam pada penderita (Seberbeniuk,
2002).
Gambar 2.1 Patofisiologi Typhoid
2.3 MANIFESTASI KLINIS
21
Gambaran klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
melalui makanan, sedang lewat minuman yang terlama 30 hari, pada masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala seperti perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan menurun, gejala
yang biasa ditemukan adalah:
1. Demam
Kasus khas demam berlangsung 3 minggu dan suhu tidak terlalu tinggi
sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
biasa menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari, minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam, pada minggu
ketiga berangsur turun dan suhu kembali normal pada akhir minggu ketiga
(Ngastiyah, 1997).
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih, ujung dan tepinya kemerahan.
Abdomen dapat ditemui perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat
diare atau normal (Ngastiyah, 1997).
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun. Jarang terjadi koma dan gelisah
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kulit, dapat pula bradikardi dan epistaksis
(Ngastiyah, 1997).
2.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman Salmonella typhi pada salah satu
biakan darah, feses, urine, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Waktu
pengambilan contoh sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan
bakteriologis tersebut. Sampai saat ini tes Widal merupakan reaksi serologis
22
yang digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Prinsip uji Widal
adalah memeriksa reaksi antara antibody aglutinin dalam serum penderita
yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik
(O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga
terjadi aglutinasi (Rampengan dan Laurenz, 1995).
Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau
harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
cukup baik, seperti uji TUBEX®, Typhidot-M® dan dipstik mungkin dapat
mulai dirintis penggunaannya di Indonesia. Tes Thypidot dan Thypidot-M
memang lebih unggul dibandingkan tes Widal, akan tetapi biayanya mencapai
4 kali biaya tes Widal. Di samping itu, tes Thypidot dan Thypidot-M tidak
bisa menggantikan kultur dalam biakan empedu (gall culture) sebagai standar
baku mendiagnosis demam tifoid. Meskipun demikian, jika secara klinis
pasien diduga tifoid sementara hasil kultur negatif atau tidak bisa melakukan
kultur darah, Thypidot-M ini bisa digunakan (Anonim, 2008).
Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid meliputi pemeriksaan darah
tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler.
Selain ini juga masih ada metode baru yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid seperti IDL Tubex® test, Typhidot® test, IgM dipstik
test (Anonim, 2003). Akan tetapi penggunaan metode baru ini masih jarang
digunakan di Indonesia dan baru mulai dirintis penggunaanya.
1. Pemeriksaan jumlah leukosit
Pemeriksaan jumlah leukosit pada penyakit demam tifoid digunakan
sebagai diagnosa pembanding karena gejala yang terjadi pada kasus
demam tifoid hamper sama dengan kasus penyakit infeksi lain. Kadar
normal jumlah leukosit pada orang sehat adalah 5000-10.000 sel/mm3.
Pada pemeriksaan darah perifer sering ditemukan leukositosis (leukosit
kurang dari normal), dan dapat pula terjadi leukosit lebih dari normal
(leukopenia). Pada Leukositosis dapat terjadi walaupun tidak disertai
infeksi sekunder. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa hitung jumlah
dan jenis leukosit tidak mempunyai nilai sensitifitas, spesifitas dan dugaan
yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita
23
demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan leukositosis
relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid (Prawito et all., 2002).
2. Widal test
Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara luas terutama di
Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Interpretasi uji Widal
harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitifitas, spesifitas,
stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi
yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis
dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis), faktor
antigen, teknik serta reagen yang digunakan (Wardhani et all., 2005).
Kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau aglutinin H dalam
jangka waktu 5-7 hari bernilai diagnostik amat penting untuk demam
tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali
pemeriksaan widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik
yang penting untuk diagnostik (Wardhani et all., 2005). Walaupun test
widal mempunyai banyak kelemahan seperti sensitifitas dan spesifitas
rendah, serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi
pengunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi
hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan penderita demam
tifoid atau penanda infeksi (Prawito et all., 2002).
3. Test fungsi hati
Hati merupakan organ metabolisme yang besar dan terpenting dalam
tubuh. Salah satu tes fungsi hati adalah dengan serum transaminase yaitu
penghitungan AST (serum aspartate aminotransferase) yang sebelumya
disebut SGOT (Serum glutamic-Oxaloacetic Transaminase) dan ALT
( serum Alanin aminotransferase) yang sebelumya disebut SGPT ( Serum
Glutamic-Pyruvic Transaminase), Rentang normal SGOT dan SGPT
adalah 0-35 unit/liter (Aslam et all., 2003).
4. Tes fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam hal
eksresi bahan-bahan yang tidak diperlukan bagi tubuh, seperti produk
buangan dari metabolisme karbohidrat seperti air dan asam, juga produk
24
buangan dari metabolism protein seperti urea, asam urat dan kreatinin.
Salah satu pemeriksaan terhadap fungsi ginjal adalah pemeriksaan kliren
kreatinin. Rentang nilai serum kreatinin dapat berbeda secara bermakna
karena perbedaan metode dan standarisasi pengujian. Rumah sakit
umumnya juga mempunyai rentang nilai uji tersendiri berdasarkan
golongan populasi khusus yang mereka layani, sehingga bisa terdapat
suatu perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebagai akibatnya,
nilai hasil uji yang digunakan pada satu rumah sakit dapat berbeda
dibandingkan dengan nilai yang dipakai di rumah sakit lain. Nilai normal
SrCr adalah 0,6 – 1,2 mg/dl (Aslam et all.,2003).
2.5 PENGOBATAN DEMAM TIFOID1. Managemen umum
Terapi supportif sangat penting untuk mendukung penatalaksanaan
pengobatan demam tifoid, seperti pemberian cairan rehidrasi secara oral
atau intravena, pemberian antipiretik, nutrisi yang sesuai dan tranfusi
darah jika diperlukan.
2. Terapi antimikroba
Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya
yang merugikan manusia. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam
penggunaan antibiotik adalah khasiyat, ketersediaan dan harga obat.
Fluoroquinolon adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan
demam tifoid untuk orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan
lebih cepat menyembuhkan daripada antibiotic lini pertama seperti
kloramfenikol, ampisilin, amoxicillin dan trimethoprimsulfamethoxazole.
Golongan Flouroquinolon seperti (ofloxacin, ciprofloxacin,
fleroxacin, perfloxacin) efektif untuk pengobatan demam tifoid, tetapi
tidak pada nofloxacin karena bioaviabilitas oral rendah sehingga tidak
cocok untuk demam tifoid. Fluroquinolon secara umum digunakan,
dibeberapa negara terjadi kontraindikasi bila Fluroquinolon diberikan pada
anak-anak karena dapat menganggu pertumbuhan tulang rawan anak.
Pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi dapat dilihat pada tabel 2
berikut :
25
Tabel 1. Pengobatan Demam Tifoid tanpa Komplikasi
Ciprofloxacin, ofloxacin, perfloxacin dan feroxacin secara umum
terbukti efektif untuk pengobatan demam tifoid. Walaupun telah banyak
informasi ciprofloxacin kurang efektif dan sering terjadi kegagalan terapi.
Untuk asam nalidixid untuk Salmonella typhi yang masih sensitif
pemberian dosis selama 7 hari efektif untuk pengobatan demam tifoid.
Untuk Salmonella typhi yang sudah resisten pemberian minimal 7 hari
atau maksimal 10-14 hari. Jika penggunaan kurang dari 7 hari hasilnya
tidak efektif.
Pengobatan dengan kloramfenikol sering terjadi kekambuhan 5-7 %,
untuk terapi jangka panjang 14 hari dan sering terjadi carrier pada orang
dewasa. Dosis yang direkomendasikan 50-75 mg/kgBB/hari selama 14
hari dibagi 4 dosis perhari, atau 5-7 hari setelah deferensiasi. Untuk dosis
dewasa 4 x 500 mg perhari.
Untuk menurunkan demam, efektifitas ampisilin dan amoksisilin
lebih kecil dibanding kloramfenikol. Indikasi mutlak untuk pasien demam
tifoid dengan leukopenia. Dengan ampisilin dan amoksisilin demam dapat
turun 7-9 hari (Juwono, 2004). Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik secara oral,
intramuskular, intravena.
26
Trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ) dapat diberikan secara
oral, intravena, intramuskular dengan dosis 160 mg trimethoprim dan 800
mg sulfamethoxazol 2 kali perhari dan untuk anak 14 mg
trimethoprim/kgBB dan 20 mg sulfamethoxazol/kgBB selama 14 hari.
Sefalosporin generasi ketiga aktifitas terhadap kuman Gram negatif
lebih kuat dan lebih luas, untuk cefixim dosis dewasa yang dianjurkan
adalah 15-20 mg/kgBB secara oral, 100-200 mg 2 kali perhari.
Azitromisin dengan dosis 500 mg (10 mg/kg) diberikan setiap hari selama
7 hari terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid untuk pasien dewasa
dan anak-anak, efektifitas azitromisin mirip dengan kloramfenikol.
Pemberian antibiotik intravena yang dianjurkan, sefalosporin dapat
diberikan dengan dosis, untuk ceftriaxone 50-75 mg/kgBB/hari (dosis
dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis, cefotaxime 40-80
mg/KgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis,
cefoperazone 50-100 mg/kgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi
dalam 2-3 dosis.
Gambar 2.2 Algoritma Tatalaksana demam tifoid
BAB III
PEMBAHASAN
27
3.1 PERMASALAHAN MEDIS
Typhoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebakan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi. Gejala klinis meliputi
demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam pada sore
atau malam hari, sakit kepala, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya febris, lidah yang berselaput (kotor
di tengah, tepi dan ujung merah), nyeri abdomen, hepatomegali dan
splenomegali. Pada pemeriksaan penunjang, darah ditemukan adanya
lekositosis, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan
fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji
Widal ≥ 4 kali lipat setelah 1 minggu memastikan diagnosis. Uji Widal
tunggal dengan titer antibodi O: + 1/320 atau H: + 1/640 disertai gambaran
klinis khas menyokong diagnosis.
Pada pasien ini mengeluh adanya demam naik menjelang malam, muntah,
nafsu makan berkurang dan nyeri perut. Berdasarkan hasil laboratorium, pada
hasil Widal didatpatkan Typhus O: + 1/160, Typhus H: + 1/160, Paratyph A: +
1/80 dan Paratyph B: + 1/80. Sehingga pasien ini didiagnosa Typhoid.
Pada pasien ini diberikan:
1. IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit
Merupakan cairan isotonis
Rumus : 10 x 100 = 1000
10 x 2,5 = 50
Total kebutuhan cairan = 1050 cc
(1050 cc x 15 tetes) / 1440 menit = 11 tetes/menit
2. Proris 3x 1/2 cth
Termasuk golongan antireumatik, analgesik dan antiinflamasi
Indikasi: Meredakan demam, mengurangi rasa nyeri pada sakit gigi, sakit
kepala, nyeri otot, nyeri pasca op setelah cabut gigi dan penyakit reumatik
Kontraindikasi: Tukak peptik. Penderita dengan penyakit asma, rhinitis
atau urtikaria karena menggunakan aspirin atau obat AINS lain
Dosis: 5 mg/kgBB
28
3. Biothicol syr 3x1 cth
Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol
Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama
infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea, meningitis
Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. hipersensitif
Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis
4. Injeksi Glocef 2x300 mg
Termasuk antibiotik golongan sefalosporin
Indikasi: Infeksi saluran nafas bawah, kulit, struktur kulit dan jaringan
lunak, tulang dan sendi, intraabdominal, saluran kemih dan ginekologi,
meningitis, septicemia, bakterimea. Profilaksis infeksi pasca op
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin
Dosis: 50-180 mg/kgBB secara IM/IV
3.2 PERMASALAHAN NON MEDIS
Dari data mengenai identifikasi fungsi keluarga dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan keluarga, didapatkan permasalahan sebagai berikut :
Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang
Jarang berobat ke dokter/RS
Penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan
secara holistik dan komprehensif.
Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang
Kurangnya pemahaman keluarga terhadap penyakit pasien (An. N) sangat
mempengaruhi sikap maupun tindakan keluarga terhadap kondisi penderita,
sehingga edukasi dan informasi yang baik mengenai penyakit pasien
diharapkan mampu merubah sikap keluarga yang nantinya konsep sehat akan
dapat tercapai.
Jarang berobat ke dokter/RS
Pemberian penyuluhan, promosi kesehatan maupun konseling diharapkan
akan mampu merubah stigma keluarga An. N mengenai konsep sakit dan sehat
sehingga akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga termasuk
29
dengan pemberian informasi mengenai manfaat penggunaan asuransi yang
mereka miliki.
BAB IV
PENUTUP
30
4.1 KESIMPULAN HOLISTIK
An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan
anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan
ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan
keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N
adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.
1. Diagnosis dari segi biologis:
Typhoid
2. Diagnosis dari segi psikologis:
Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian
dan pengertian
3. Diagnosis dari segi sosial:
An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah.
4.2 SARAN KOMPREHENSIF
An. N dan keluarga eprlu diberikan edukasi mengenai typhoid serta
intervensi farmakologik dan non farmakologik. Selain itu, penderita
meneruskan terapi biothicol syrup (3x1 cth), iliadin (3x0,11 cc) dan
paracetamol (4x1 cth). Panderita harus cukup istirahat dan tidur.
1. Promotif
Edukasi terhadap pasien dan keluarga, mengenai:
Penyakit Typhoid
Intervensi farmakologik dan non farmakologik
2. Preventif
Penderita sebaiknya cukup istirahat dan tidur (6-8 jam setiap harinya) dan
tidak memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Kuratif
Biothicol syrup 3x1 cth
Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol
Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama
infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea,
meningitis
31
Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. Hipersensitif
Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis
Iliadin 3x0,11 cc
Indikasi: Meringankan hidung tersumbat karena rhinitis akut, sinusitis
akut dan kronik, rhinitis alergika, faringitis, laringitis
Kontraindikasi: Hipersensitif, PJK, hipertensi, hipertiroid, kelainan
kelenjar prostat atau DM, inflamasi mukosa dan kulit hidung dengan
krusta (rhinitis sika)
Dosis: 2-3 tetes 2 x/hari
Paracetamol 4x1 cth
Indikasi: Demam pasca imunisasi, sakit kepala, mialgia, nyeri sendi,
sakit gigi, dismenore, nyeri telinga
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen ini
Dosis: 1 sdm-sdt 3-4 x/hari
4. Rehabilitatif
Penyelesaian dan pendekatan secara holistik dan komprehensif
diharapkan mampun memperbaiki permasalahan kesehatan keluarga yang
ada sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesehatan
keluarga An. N.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Konsil Kedokteran Indonesia (2006). Standar Kompetensi Dokter, KKI,
Jakarta
2. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ (2007). Rang And Dale’s
Pharmacology, Churchill Livingstone, USA
3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2003) Robins Basic Pathology, 7th edition,
WB Saunders Co, Philadelphia, USA.
4. Ganong WF (2003) Review of Medical Physiology, 21th edition, Mc Graw
Hill, USA.
5. Guyton AC, Hall JE (2000) Textbook of Medical Physiology, 10th Edition,
WB Saunders, Philadelphia, USA.
6. McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, Lange JD (1997) Pathophysiology of
Disease, an Introduction to Clinical Medicine, 2nd Edition, Appleton &
Lange, USA.
33