Isi Skripsi
-
Upload
ahmad-ali-fatha -
Category
Documents
-
view
126 -
download
10
description
Transcript of Isi Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia merupakan
salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yakni
terciptanya kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan
Pancasila sila ke lima. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Dalam mengelola pembangunan daerah perlu ditunjang
oleh beberapa sumber keuangan yang berasal dari daerah yang bersangkutan,
kemudian diperlukan beberapa kebijakan keuangan yang ditempuh pemerintah
untuk mengatur semua konsep pembangunan daerah tersebut.
Keuangan daerah menurut Natawijaya (2000), dalam bukunya Ilmu
Keuangan Daerah dan Kebijaksanaan Fiskal, mengklasifikasikan pendapatan
daerah dalam dua sumber pokok, dimana dia menganggap bahwa pendapatan
yang berasal dari pemerintah pusat meliputi pajak Negara, bea cukai, ganjaran,
subsidi dan sumbangan Negara. Pendapatan yang berasal dari daerah sendiri
meliputi pajak daerah, perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah, sumbangan-
sumbangan wajib, pendapatan-pendapatan lain.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka setiap daerah
1
semakin dituntut untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan daerahnya melalui upaya peningkatan pendapatan asli daerahnya
dengan memanfaatkan sumber-sumber penerimaan daerahnya dengan sebaik-
baiknya. Adapun sumber-sumber penerimaan daerah menurut Undang-Undang ini
meliputi: (1) Pendapatan Asli Daerah, (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman
Daerah, (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Kota Bulukumba sebagaimana daerah-daerah lainnya yang ada dalam
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dituntut untuk berupaya menggali
dan meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerahnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Singkat kata, adanya kewenangan
yang dimilki ini memberikan konsekuensi adanya tuntutan peningkatan
kemandirian daerah Sidik (2002). Untuk itu, pemerintah daerah seyogyanya lebih
berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal, melakukan alokasi
yang lebih efisien pada berbagai potensi lokal yang sesuai dengan kebutuhan
publikLin dan Liu(2000); Mardiasmo (2002); Wong (2004). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi lokal lebih cepat terwujud dan pada gilirannya dapat
meningkatkan kinerja (kemampuan) keuangan daerah. Hal ini berarti, idealnya
pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya diindikasikan
dengan meningkatnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal
pembiayaan daerah.Adi (2007).
Dalam usaha untuk mengembangkan dan membangun daerahnya,
pemerintah Kabupaten Bulukumba telah berupaya untuk meningkatkan sumber-
2
sumber pendapatan asli daerah yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Upaya tersebut dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber
pendapatan asli daerah, agar pendapatan target tiap tahunnya dapat diikuti dengan
pencapaian realisasi secara konsisten.
Pembangunan yang dilaksanakan itu meliputi beberapa sektor. Salah satu
di antaranya adalah pembangunan di sektor pariwisata. Sektor pariwisata
merupakkan salah satu sumber devisa Negara yang cukup potensial untuk
dikembangkan. Karena Negara kita kaya akan panorama yang indah, sejuk dan
sangatmenarik untuk dijadikan objek wisata. Sejalan dengan itu, maka sektor
pariwisata ditempatkan sebagai salah satu sumber yang dapat menunjang
kelangsungan pembangunan ekonomi nasional Indonesia.
Pembangunan kepariwisataan menjadi sesuatu yang mudah untuk
mengembangkan perekonomian, sebab hanya dengan mnegksploitasikan
keindahan alam untuk mengatasi kesukaran dalam defisit neraca pembayaran yang
dialami, pembangunan kepariwisataan selalu akan mendatangkan keuntungan
untuk perbaikan perekonomian pada Negara-negara berkembang.
Untuk menggalakkan pembangunan perekonomian dengan suatu
pertumbuhan yang berimbang, kepariwisataan dapat diharapkan sebagai
pemegang peranan yang menentukan dan dapat dijadikan sebagai pemicu untuk
mengembangkan pembangunan sektor lainnya secara bertahap. Pertumbuhan yang
berimbang bagi aktivitas perekonomian akan terjadi sebagai akibat majunya
pertumbuhan industri pariwisata yang dikembangkan dengan baik.
3
Kepariwisataan digolongkan dalam sektor tersier yang meliputi sektor
angkutan, fasilitas penginapan, jasa, dan perdagangan mulai dikenal di Indonesia
sebagai suatu industri karena pengelolaan yang profesional sudah mencakup
berbagai aspek perekonomian yang saling berkaitan satu sama lainnya dimana
nantinya akan dapat mendukung peningkatan produktivitas pembangunan
ekonomi baik regional maupun nasional.
Di Sulawesi Selatan yang juga merupakan salah satu daerah tujuan wisata
di wilayah Indonesia secara khusus di Kabupaten Bulukumba terdapat banyak
obyek wisata yang sangat potensial dan tentu sangat berpengaruh dalam kinerja
perekonomian Kabupaten Bulukumba. Kabupaten Bulukumba merupakan tujuan
wisata yang sangat diminati oleh wisatawan baik domestik maupun dunia
internasional.
Sedangkan pariwisata itu sendiri merupakan industri jasa yang
memilikimekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan
pergerakanwisatawan dari daerah atau negara asal, ke daerah tujuan wisata,
hingga kembalike negara asalnya yang melibatkan berbagai komponen seperti
biro perjalanan,pemandu wisata (guide), tour operator, akomodasi, restoran,
artshop,moneychanger, transportasi dan yang lainnya. Pariwisata juga
menawarkan jenisproduk dan wisata yang beragam, mulai dari wisata alam,
wisata budaya, wisatasejarah, wisata buatan, hingga beragam wisata minat khusus.
Pariwisata adalah salah satu jenisindustri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalampenyediaan lapangan kerja, standar hidup
serta menstimulasi sektor-sektorproduktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor
4
yang kompleks, ia juga meliputiindustri-industri klasik yang sebenarnya seperti
industri kerajinan tangan dancinderamata. Penginapan dan transportasi secara
ekonomis juga dipandangsebagai industri Salah (2003).
Sektor pariwisata yang sangat potensial memberikan kontribusi atau devisa
terhadap perekonomian, besarnya kontribusi tersebut ditentukan oleh besarnya
jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Bulukumba yang kemudian
dapat dilihat melalui tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jumlah kunjungan wisatawan asing dan nusantara (2000-2009).
Tahun Wisatawan Jumlah
Mancanegara Nusantara
(1) (2) (3) (4)
2000 818 48.934 49.752
2001 915 64.086 65.001
2002 821 54.030 54.851
2003 700 56.746 57.446
2004 1.054 70.676 71.730
2005 1.269 68.576 69.846
2006 928 57.915 58.843
2007 787 57.808 58.595
2008 1.546 75.779 77.325
2009 2.200 84.016 86.216
Sumber: Dinas perindustrian dan Pariwisata, Seni Budaya Bulukumba
5
Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bulukumba dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2001 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2002
mengalami penurunan lalu kemudian di tahun 2003 sampai tahun 2004
mengalami peningkatan yang sangat drastis, lalu di tahun 2005 sampai tahun
2007, jumlah kunjungan wisata turun hanya mencapai 58.595 wisatawan dan
kemudian terus terjadi peningkatan jumlah wisatawan hingga pada tahun 2009
mencapai86.216. Penurunan serta meningkatnya jumlah wisata tentu
berpengaruhterhadap besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Bulukumba.
Melihat hal tersebut, maka akan sangat diharapkan dukungan dan
kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sarana dan prasarana agar dapat
lebih menarik minat para wisatawanyang berkunjung ke daerah Kabupaten
Bulukumba sehingga dapat menstimulisasi peningkatan PAD. Meskipun tidak ada
satu sektor pun yang menjadi kunci ajaib, namun dengan memberdayakan sektor
tertentu yang dianggap sebagai ciri khas suatu daerah tersebut tentunya akan
memberikan cukup kontribusi kepada pendapatan daerah yang bersangkutan dan
tentunya masih memerlukan dukungan dari beberapa sektor terkait.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk
mengangkat judul: “ Analisis Sektor Pariwisata dalam Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah di Kabupaten Bulukumba Periode 2000-2009”
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah pokok dalam uraian ini
adalah:
Apakah adapengaruh jumlah objek wisata, jumlah wisatawan dan PDRB
(non migas, non pertanian) terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Bulukumba.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai
berikut
Untuk mengetahui apakah adapengaruh jumlah objek wisata, jumlah
wisatawan, dan PDRB (non migas, non pertanian)terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Bulukumba.
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat berguna terhadap berbagai
pihak, seperti :
a. Sebagai masukan bagi pihak pemerintah dalam meningkatkan PAD
dengan mengembangkan objek wisata di Kabupaten Bulukumba.
b. Sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang ingin mengetahui peranan
Objek Wisata di Kabupaten Bulukumba dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bulukumba melalui
pengembangan sektor pariwisata.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan Asli Daerah
Sebagaimana diketahui bahwa dalam penyelenggaraan rumah tangga
daerah, selalu membutuhkan biaya yang cukup besar karena itu untuk mencukupi
keperluan penyelenggaraan rumah tangga daerah bersangkutan, maka dibutuhkan
pembiayaan sebagaimana tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) pada setiap daerah adalah pungutan yang dilakukan berdasarkan
pendapatan daerah.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, daerah tersebut memiliki sumber
keuangan tersendiri, sekurang-kurangnya untuk menutupi anggaran rutin daerah
sehingga tidak tergantung pada subsidi dan sumbangan dari pemerintah pusat atau
propinsi. Oleh sebab itu, diharapkan pada pemerintah daerah agar berusaha
memanfaatkan pendapatan asli daerahnya, berusaha mengelolahnya dengan baik
agar bisa memberikan hasil yang bisa mencukupi kebutuhan APBD. Sejalan
dengan itu, maka sangat diharapkan kepada pemerintah pusat atau propinsi dalam
pola kebijaksanaan yang tertuang dalam anggaran keuangan agar berusaha untuk
mengarahkan atau membantu daerah tingkat bawahnya yang tidak mampu
membiayai pembiayaan APBD.
8
Anggaran pendapatan dan belanja daerah program pemerintah daerah
diwujudkan dalam bentuk angka. Dengan mempelajari dan membaca angka-angka
tersebut, dapat diketahui program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Berbicara tentang APBD tidak dapat dipisahkan dengan program tahunan karena
anggaran tersebut merupakan rancangan pelaksanaan program tahunan yang
dinyatakan dalam bentuk uang.
Pendapatan daerah adalah komponen anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk membiayai pembangunan dan melancarkan jalannya roda
pemerintahan. Oleh karena itu, tiap daerah harus mengupayakan agar pendapatan
daerah dapat dipungut seintensif mungkin, maka harus didukung oleh aparat
pemerintah yang terampil dan bekerja seefektif mungkin dalam mengelolah
sumber pendapatan.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung
pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 32 tahun 2000
dijelaskan mengenai eksistensi pelaksana ekonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab yaitu kepada daerah diberikankewenangan untuk
melaksanakan barbagai urusan pemerintahan terutama dalam hal mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri utamanya dalam mengatur pembiayaan rutin dan
pembangunan. Karena antara satu daerah dengan daerah yang lainnya terdapat
sifat dan sumber penerimaan pusat untuk digali dan dikembangkan oleh masing-
masing daerah yaitu pendapatan asli daerah.
9
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah sebagai
sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat
menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga
kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dapat
dilaksanakan.
Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa :
1. PAD bersumber dari :
a. Pajak daerah
Pajak daerah dapat didefinisikan sebagai pajak Negarayangdiserahkan
kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah denganundangundang.
Menurut Undang-Undang Nomer 34 tahun 2000 pajak daerahdidefinisikan
sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi ataubadan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapatmembiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
b. Retribusi daerah
Retribusi daerah dapat didefinisikan sebagai pungutan terhadap
orangataubadan kepada pemerintah daerah dengan konsekuensi pemerintah
daerahmemberikan jasa pelayanan atau perijinan tertentu yang langsung
dapatdirasakan oleh pembayar retribusi.
10
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan Bunga
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat daripenjualan atau
pengadaan barang dan jasa oleh daerah
Untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD ada hal-hal yang perlu diketahui :
1. Kondisi awal suatu daerah
a. besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkanpungutan.
b. kemampuan masyarakat untuk membayar segala pungutan-pungutanyang
ditetapkan oleh pemerintah daerah
c. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi
penerimaanPAD. Kegiatan ini merupakan upaya memperluas cakupan
penerimaanPAD
3. Perkembangan PDRB per kapita riil
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi
pulakemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai
pungutanyang ditetapkan oleh pemerintah.
11
4. Pertumbuhan Penduduk
Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jikajumlah
penduduk meningkat maka pendapatan yang ditarik akanmeningkat.
5. Tingkat Inflasi
Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannyadidasarkan
pada omzet penjualan,misalnya pajak hotel
6. Penyesuaian Tarif
Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan
penyesuaiantarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara
tetap,maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi.
7. Pembangunan baru
Penambahan PAD juga dapat diperoleh bila pembangunan-
pembangunanbaru ada, seperti pembangunan pasar, pembangunan
terminal,pembangunan jasa pengumpulan sampah dan lain-lain.
8. Sumber Pendapatan Baru
Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya
sumberpendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. Misalnya usahapersewaan
laser disc, usaha persewaan computer/internet dan lain-lain.
9. Perubahan Peraturan
Adanya perubahan peraturan baru, khususnya yang berhubungan
denganpajak dan atau retribusi jelas akan meningkatkan PAD.
12
2.2. Peranan obyek pariwisata dalam peningkatan PAD
Pariwisata dapat dipergunakan sebagai katalisator dari
kegiatan pembangunan,kepariwisataan merupakan mata rantai
panjang yang dapat menggerakkan bermacam-macam kegiatan
dalam kehidupan masyarakat. Sebelum dijelaskan lebihlanjut
terlebih dahulu berangkat dari beberapa halmenurut Yoeti
(2008) kata pariwisata sesungguhnya baru popular di
Indonesiasetelah diselenggarakannya musyawarah nasional
Touristme ke II di Tretes JawaTimur, pada tanggal 12 sampai
dengan 14 Juni 1958. Sebelumnya, kata gantipariwisata yang
digunakan kata touristme yang berasal dari bahasa Belanda
yangsering pula diindonesiakan menjadi turisme.Pada waktu
pembukaan musyawarah yang diadakan di gedung
pemudaSurabaya, Presiden RI pertama Soekarno dalam
amanatnya yang disampaikan kepadapeserta musyawarah,
menanyakan kepada Menteri Pendidikan dan KebudayanPrijono,
perkataan Indonesia apakah yang paling tepat untuk
menggantikan kataTourisme. Dalam jawabannya kepada
Presiden Ir. Soekarno Prijono memberipenjelasan, bahwa sebagai
pengganti kata Tourisme dapat digunakan katadharmawisata
untuk perjalanan antar kota (dalam negeri), sedangkan
untukperjalanan antar benua (luar negeri) tepat digunakan kata
pariwisata. Pada waktuitulah diresmikan pengganti kata tourisme
13
menjadi kata pariwisata oleh PresidenIr. Soekarno dan atas dasar
itu pula, pada tahun 1960 istilah Dewan PariwisataIndonesia
(Depari). Adapun orang yang berjasa mempopulerkan kata
pariwisata ituadalah Jendral GPH Jatikusumo yang pada waktu itu
menjabat Menteri Perhubungan Darat, Pos dan Telekomunikasi
dan Pariwisata.
Sejak dahulu manusia selalu bergerak, berpindah dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Ciri itu selalu Nampak pada pola kehidupan manusia, baik
sebagai bangsa primitif maupun modern. Pada hakekatnya mobilitas manusia
merupakan salah satu sifat utama kehidupan manusia yang tidak bisa terpaku pada
suatu tempat untuk memenuhi tuntutan kelangsungan hidupnya.
Dalam zaman modern, meningkatnya pertambahan penduduk dan
perkembangan sosial ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi, mendorong
manusia menjadi jauh lebih aktif daripada sebelumnya. Faktor jarak, waktu dan
sarana tidak lagi menjadi masalah besar.
Pada saat ini, terdapat suatu kecenderungan untuk melihat pariwisata
sebagai suatu aktifitas yang wajar dan merupakan suatu permintaan yang wajar
untuk dipenuhi. Pariwisata tidak hanya dilihat sebagai suatu segi dari gejala di
mana sejak zaman purbakala manusia mempunyai keinginan untuk mengadakan
perjalanan, tetapi justru menyatukan pengertian pariwisata dengan gejala tersebut.
Pariwisata bukan saja ditujukan untuk memberikan kesenangan kepada
wisatawan, akan tetapi pariwisata itu dapat memberikan pengaruh yang luas dan
14
membawa perubahan yang luas pula terhadap masyrakat baik dari segi sosial,
budaya, lingkungan hidup terutama dari segi ekonomi masyarakat itu sendiri.
Di dalam Undang-Undang No. 9 tentang Kepariwisataan dan
pelaksanaannya pada pasal 1 ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan
“pariwisata” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut (UU No. 9 Pasal 1 Tahun 1990).
Pengertian dari aspek waktu dari pariwisata yang lebih menekankan pada
aspek waktu perjalanan dikemukakan oleh Yoeti (2008) bahwa pariwisata/tour
adalah perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya
dengan suatu maksud tertentu, tetapi selalu mengaitkan perjalanannya itu dengan
tujuanuntuk bersenang-senang (for plesure) dan perjalanannya itu dilakukan lebih
dari 24 jam.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa setiap
perjalanan untuk pariwisata adalah peralihan tempat untuk sementara waktu dan
mereka mengadakan perjalanan tersebut untuk memperoleh layanan dari lembaga-
lembaga atau perusahaan yang bergerak dalam bidang kepariwisataan.
Dalam hubungan dengan pengembangan suatu daerah untuk menjadi
tujuan wisata agar ia dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, maka
daerah tersebut harus memenuhi paling sedikit tiga syarat menurut Yoeti (2008)
yaitu meliputi Something to see, artinya di tempat tersebut harus ada objek wisata
atau atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang telah dimiliki oleh daerah lain,
artinya ada daya tarik khusus agar dapat dijadikan entertiments.Something to do,
15
artinya di tempat tersebut selain ada yang dapat dilihat dan disaksikan harus pula
disediakan fasilitas rekreasi agar dapat membuat wisatawan betah.Something to
buy, artinya di tempat tersebut tersedia fasilitas untuk belanja, terutama barang-
barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai kenang-kenangan untuk dibawa
pulang, selain sarana lain seperti money changer, bank, kantor pos, telepon dan
lain-lain.
Ditinjau dari segi ekonomi, pemberian klasifikasi dan jenis pariwisata itu
dianggap penting, karena dengan cara itu kita akan dapat menentukan berapa
penghasilan devisa yang dapat diterima dari suatu pariwisata yang dikembangkan
dari suatu tempat atau daerah tertentu menyusun statistik kepariwisataan atau
untuk mendapatkan data penelitian di masa yang akan datang.
Berkaitan pengkasifikasian pariwisata dianggap penting, karena dengan
cara itu kita akan dapat menentukan berapa penghasilan devisa yang diterima dari
suatu macam pariwisata yang dikembangkan dari suatu tempat atau daerah
tertentu. Di lain pihak, kepentingannya juga sangat berguna untuk mendapatkan
data penelitian yang diperlukan dalam perencanaan selanjutnya di masa yang akan
datang.
Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran jenis pariwisata dapat
dibagi atas pariwisata aktif dimana dengan masuknya wisatawan asing tersebut,
berarti dapat memasukkan devisa bagi Negara yang dikunjungi yang dengan
sendirinya akan memperkuat posisi neraca pembayaran Negara yang dikunjungi
wisatawan tersebut. Dan berikutnya adalah pariwisata pasif, disebut sebagai
16
pariwisata pasif karena ditinjau dari segi pemasukan devisa Negara, kegiatan ini
merugikan Negara asal wisatawan, karena uang yang seharusnya dibelanjakan di
dalam negeri dibawa ke luar negeri dan tidak ada arti ekonominya bagi Negara
sendiri.
Dilihat dari perkembangan dunia dewasa ini, peranan pariwisata
memberikan arti yang sangat penting terhadap perkembangan ekonomi suatu
Negara. Maju tidaknya suatu Negara, juga tergantung pada perkembangan
kepariwisataannya. Jika arus wisatawan meningkat, maka pendapatan perkapita
suatu Negara akan meningkat dan sebaliknya jika wisatawan menurun, income
perkapita suatu Negara akan menurun. Seperti di Indonesia, sektor kepariwisataan
merupakan salah satu pendukung perekonomian. Itulah sebabnya sehingga
pemerintah Indonesia saat ini berusaha untuk membangkitkan kembali system
kepariwisataan di Indonesia yang selama ini mengalami kemerosotan yang
disebabkan oleh ketidakstabilan perekonomian di Indonesia.Adapun manfaat dari
pariwisata, dapat dari beberapa aspek, seperti aspek ekonomi, aspek seni budaya,
memperluas kesempatan kerja.
Untuk lebih jelasnya, manfaat pariwisata ditinjau dari ketiga aspek
tersebutdi atas, akan diuiraikan secara singkat dan khusus pada aspek ekonomi
dimana belanja wisatawan asing di suatu Negara tujuan merupakan penerimaan
valuta asing atau devisa. Semakin besar belanja tersebut, akan semakin
memperkuat neraca pembayaran Negara tujuan. Dari sisi lain, Negara
17
memperoleh pendapatan dari penerimaan pajak dari sektor-sektor usaha yang
bersangkutan dengan kepariwisataan termsuk di dalamnya adalah pajak daerah
(PAD). Di samping itu, belanja wisatawan itu dapat pula merangsang
pertumbuhan berganda di sektor-sektor ekonomi lain.
Sebagai ilustrasi dilukiskan sebuah industri hotel yang maju memerlukan
daging, telur, sayuran, alat-alat dekorasi dan lain sebagainya. Hal ini merangsang
tumbuhnya usaha-usaha peternakan, perkebunan, industri ringan, dekorasi, dan
sebagainya dan tentunya aspek-aspek pendukung ekonomi tersebut pada akhirnya
akan memberikan kontribusi yang cukup berpengaruh dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam putaran selanjutnya perusahaan tersebut memerlukan makanan
ternak, pupuk ataupun bahan-bahan untuk barang-barang dekorasi sehingga tubuh
rangkaian kegiatan ekonomi tertentu.Wisatawan-wisatawan yang membeli
souvenir barang seni, akan merangsang kegiatan kreasi seni sehingga seniman-
seniman membutuhkan bahan mentah tertentu untung ungkapan kreasi seninya.
Dari ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan pariwisata
merangsang tumbuhnya usaha-usaha ekonomi tertentu yang saling menunjang.
Dalam istilah teknisnya, hal tersebut dinyatakan sebagai memperluas dasar-dasar
perekonomian suatu Negara. Aspek Seni Budaya sebagai salah satu dorongan
kebutuhan manusia untuk mengunjungi suatu daerah ialah untuk memenuhi rasa
ingin mengetahui, mengegumi tau menyelami seni budaya dari daerah yang
dikunjungi.
18
Pada dasarnya wisatawan ingin melihat sesuatu yang jarang, unik dan
indah. Kebutuhan ini akan mendorong pengembangan kreasi, penggalian,
pemeliharaan atau pagelaran seni yang baik.Mungkin sekali pengembangan seni
budaya ini pada mulanya karena rangsangan silaunya keuntungan ekonomi akan
lebih menjurus ke arah perkembangan jumlah daripada mutu yang baik maka seni
budaya dengan mutu yang baik akan tetap menonjol dan tidak tenggelam.Sudah
barang tentu pembinaan dari instansi dan lembaga yang berwenang dan yang
bersangkutan dengan pengembangan seni budaya akan mempercepat proses
pengembangan seni budaya yang tinggi.
Manfaat dari pengembangan kepariwisataan di kalangan masyarakat yakni
kualitas hidup masyarakat dapat ditingkatkan dengan adanya diversifikasi
ekonomi melalui pariwisata. Selain itu fasilitas rekreasi dan budaya yang dibuat
untuk kebutuhan pariwisata dapat digunakan oleh masyarakat setempat juga oleh
pengunjung domestik atau mancanegara.
Bagi suatu daerah yang mengembangkan industri pariwisata di daerahnya,
lalu lintas orang-orang tersebut ternyata membawa hasil yang bukan sedikit dan
bahkan merupakan penghasilan yang utama, melalui eksport bahan-bahan mentah
yang dihasilkan daerah di negara tertentu. Sebagai akibat lebih jauh dengan
adanya lalu lintas orang-orang yang mengadakan perjalanan wisata yakni mereka
yang berusaha mencari kemakmuran, ternyata membawa keuntungan bagi daerah
yang mengembangkan industri pariwisata tersebut. Kentungan yang nyata yang
banyak pengaruhnya dalam perekonomian di antaranya menurut Youti (2008)
adalah, terutama peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bertambahnya
19
kesempatan kerja, dengan perkataan lain akan dapat menghilangkan
pengangguran, meningkatkan penerimaan pendapatan nasional yang berarti pula
income perkapita bertambah pula untuk negaranya dan semakin kuatnya posisi
neraca pembayaran luar negeri.
Jadi, dalam pengembangan industri pariwisata dalam suatu daerah,
tujuannya adalah untuk mengarahkan dan mengembangkan nilai-nilai ekonomi
yang disebabkan adanya lalu lintas orang-orang yang mengadakan perjalanan
untuk tujuan wisata. Peningkatan pemasukan pajak daerah pun menjadikan suatu
daerah mampu meningkatkan pelayanan publiknya.
Pada umumnya keuntungan-keuntungan yang diharapkan adalah
peningkatan pertumbuhan urbanisasi sebagai akibat adanya pembangunan
prasarana dan sarana kepariwisataan dalam suatu wilayah atau suatu daerah
tujuan. Meningkatkan produk hasil kebudayaan disebabkan meningkatnya
konsumsi oleh para wisatawan, seperti timbulnya istilah kebudayaan komersil dan
kebutuhan wisatawan, menjabarkan pemerataan pendapatan salah satu jalan atau
usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan devisa Negaralainnaya.
Prasarana dalam kepariwisataan sama dengan prasarana dalam
perekonomian pada umumnya, karena kegiatan kepariwisataan pada hakekatnya
tidak lain adalah salah satu sektor kegiatan perekonomian juga. Yang dimaksud
dengan prasarana menurut Yoeti (2008) adalah semua fasilitas yang
memungkinkan semua proses perekonomian dapat berjalan dengan lancar,
sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang fungsinya
20
adalah melengkapi sarana kepariwisataan dapat memberikan pelayanan
sebagaimana mestinya.
Kegiatan perbankan di Kabupaten Bulukumba memperlihatkan volume
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bank-bank yang sudah ada di
Kabupaten Bulukumba yakni BRI, BPD BNI dan sebagainya. Kemudian sarana
koperasi yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat meningkatkan
pendapatan khususnya masyarakat pedesaan. Koperasi (KUD dan non KUD)
cukup banyak diKabupaten Bulukumba dengan berbagai jenis usaha yang
dikelolahnya, termasuk berfungsi sebagai penyalur produk-produk pertanian
masyarakat untuk keperluan hotel, restoran dan lain-lain.
2.3. Hal-hal yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah dari
SektorPariwisata
Mata rantai industri pariwisata yang berupa hotel atau penginapan,restoran
atau jasa boga, usaha wisata (obyek wisata, souvenir, dan Hiburan), danusaha
perjalanan wisata (travel agent atau pemandu wisata) dapat menjadi
sumberPendapatan Asli Daerah bagi Kota Bulukumba yang berupa pajak daerah,
retribusidaerah, laba BUMD, pajak dan bukan pajak.
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Bulukumba dari sektor pariwisata :
a. Jumlah obyek wisata
21
Indonesia sebagai negara yang memiliki keindahan alam sertakeanekaragaman
budaya yang mempunyai kesempatan untuk menjual keindahanalam dan atraksi
budayanya kepada wisatawan baik wisatawan mancanegaramaupun nusantara
yang akan menikmati keindahan alam dan budaya tersebut.Tentu saja
kedatangan wisatawan tersebut akan mendatangkan pendapatan bagidaerah
yang dikunjunginya. Bagi wisatawan mancanegara yang datang dari luarnegeri,
kedatangan mereka akan mendatangkan devisa bagi negara.
Kabupaten Bulukumba memiliki potensi pariwisata yang cukup besar,
khususnya wisata alam dan wisata budaya. Dengan demikian banyaknya
jumlah obyek wisata yang ada, maka diharapkan dapat meningkatkan PAD dari
sektor pariwisata di Kabupaten Bulukumba, baik melalui pajak daerah maupun
retribusi daerah.
b. Jumlah wisatawan
Secara teoritis (apriori) dalam Austriana (2005) semakin lama wisatawan
tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang
dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan
makan, minum dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut. Berbagai
macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkan
gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuanwisata.
Dengan adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun
domestik, maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisatasuatu
daerah. Oleh karena itu, semakin tingginya arus kunjungan wisatawan
22
keKabupaten Bulukumba, maka pendapatan sektor pariwisata seluruh
KabupatenBulukumba jugaakan semakin meningkat.
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah Satu cara untuk melihat kemajuan perekonomian adalah dengan
mencermati nilai pertumbuhan PDRB, PDRB adalah merupakan nilai dari seluruh
barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu satu tahun di suatu wilayah tertentu
tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi itu, (BPS. Indikator Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan 1993, hal : 98).
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini dihitung melalui 3
pendekatan, yaitu :
Segi produksi, PDRB merupakan jumlah netto atas suatu barang dan jasa
yang dihasilkan untuk unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan lainnya
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
Segi pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang
diterima oleh faktor-faktor produksi karena ikut serta dalam proses
produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
Segi pengeluaran, PDRB merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan
oleh rumah tangga, pemerintah dan lembaga swasta non profit biasanya
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
23
Dalam penyajiannya, PDRB selalu dibedakan atas dua, yakni atas dasar
harga konstan dan atas dan dasar harga berlaku. Adapun defenisi pembagian
PDRB ini adalah sebagai berikut:
PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai barang dan jasa
(komoditi) atau pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan
harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.
PDRB atas dasar harga konstan adalah nilai barang dan jasa (komoditi) atau
pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap.
Nilai PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi karena nilai PDRB atas dasar harga konstan ini tidak
dipengaruhi oleh perubahan harga, sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku
digunakan untuk melihat besarnya perekonomian suatu daerah.
Dalam perhitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dibagi menjadi
Sembilan sektor, yaitu :
1. Pertanian,
2. Pertambangan dan Penggalian,
3. Industri Pengolahan,
4. Listrik, gas dan air minum,
5. Bangunan,
6. Perdagangan, hotel dan restoran,
7. Angkutan dan komunikasi,
8. Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan,
9. Jasa-jasa.
24
Keadaan perekonomian suatu Negara dapat dilihat dari PDRB nya, dimana
pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat diukur dengan salah satu indikator yakni
pendapatan perkapita, sehingga dengan kesimpulan bahwa ketiga indikator
tersebut, yakni PDRB, keadaan ekonomi suatu wilayah dan pendapatan perkapita
adalah saling berkaitan satu sama lain.
Pendapatan perkapita yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh PDRB
suatu wilayah, tentunya juga berperan terhadap peningkatan daya beli atau tingkat
konsumsi masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Kemudian jika dikaitkan
dengan pengadaan perjalanan wisata, tentunya pendapatan perkapita yang dapat
diindikasikan dengan PDRB, memiliki andil yang cukup positif terhadap
pengadaan perjalanan wisata itu sendiri sebab pada umumnya orang-orang yang
melakukan perjalanan wisata adalah orang-orang dengan tingkat sosial ekonomi
yang tinggi. Mereka memiliki trend hidup dan waktu senggang serta pendapatan
(income) yang cukup besar. Artinya kebutuhan hidup minimum mereka telah
terpenuhi. Mereka mempunyai cukup uang untuk membiayai perjalanan wisata.
Semakin besar tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang dipengaruhi
oleh PDRB maka semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk melakukan
perjalanan wisata, yang padaakhirnya berpengaruh positif dalam meningkatkan
penerimaan daerah sektor pariwisata di Kabupaten Bulukumba.
2.4. Dampak Pariwisata
Pengembangan pariwisata pada dasarnya dapat membawa berbagai
manfaat bagi masyarakat di daerah. Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal,
antara lain: pariwisata memungkinkan adanya kontak antara orang-orang dari
25
bagian-bagian dunia yang paling jauh,dengan berbagai bahasa, ras, kepercayaan,
paham, politik, dan tingkat perekonomian. Pariwisata dapat memberikan tempat
bagi pengenalan kebudayaan, menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat
mengurangi jumlah pengangguran.
Sarana-sarana pariwisata seperti hotel dan perusahaan perjalanan
merupakan usaha-usaha yang padat karya, yang membutuhkan jauh lebih banyak
tenaga kerjadi bandingkan dengan usaha lain. Manfaat yang lain adalah pariwisata
menyumbang kepada neraca pembayaran, karena wisatawan membelanjakan uang
yang diterima di negara yang dikunjunginya. Maka dengan sendirinya penerimaan
dari wisatawan mancanegara itu merupakan faktor yang penting agar neraca
pembayaran menguntungkan yaitu pemasukan lebih besar dari pengeluaran.
Dampak positif yang langsung diperoleh pemerintah daerah atas pengembangan
pariwisata tersebut yakni berupa pajak daerah maupun bukan pajak lainnya.
Sektor pariwisata memberikan kontribusi kepada daerah melalu ipajak daerah,
laba Badan Usaha Milik Daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah berupa
pemberian hak atas tanah pemerintah. Dari pajak daerah sendiri, sektor pariwisata
memberikan kontribusi berupa pajak hotel dan restoran, pajak hiburan,pajak
reklame, pajak minuman beralkohol serta pajak pemanfaatan air bawah tanah.
Menurut Spillane (1987) belanja wisatawan di daerah tujuan wisatanya
juga akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat setempat
secara langsung maupun tidak langsung melalui dampak berganda (multiplier
effect). Dimana di daerah pariwisata dapat menambah pendapatannya dengan
menjual barang dan jasa, seperti restoran, hotel, pramuwisata dan barang-barang
26
souvenir. Dengan demikian, pariwisata harus dijadikan alternatif untuk
mendatangkan keuntungan bagi daerah tersebut.
2.5. Tinjauan Empiris
Susiana (2003); Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Pariwisata Kota Surakarta (1985-
2000).
Dalam penelitian terdahulu oleh Susiana (2003), mahasisiwa Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah dari sektor
pariwisata di Kota Surakarta dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
variabel-variabel independen terhadap Pendapatan Asli Daerah dari sektor
pariwisata sebagai variabel dependennya. Alat analisis yang digunakan adalah
regresi linear berganda dengan penerimaan daerah darisektor pariwisata sebagai
variabel dependen dan lima variabel sebagai variabel independen yaitu jumlah
obyek dan aktraksi wisata, jumlah kamar hotel berbintang dan melati terhuni,
jumlah wartel dan pos-pos telepon, jumlah armada biro perjalanan wisata dan
jumlah kunjungan wisatawan dikota Surakarta. Dari hasil uji signifikansi
diperoleh bahwa keseluruhan semua variabel independen berpengaruh signifikan
dan dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 76,5 persen.
Dicky Satrio (2002); Perkembangan Pendapatan Pendapatan Asli Daerah
dari Sektor Pariwisata di Kabupaten Blora dan Faktor yang
Mempengaruhi.
27
Dalam penelitian terdahulu oleh Dicky Satrio (2002), mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah darisektor
pariwisata di Kabupaten Blora dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
dari variabel-variabel independen terhadap pendapatan pariwisata sebagai variabel
dependennya. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan
pendapatan pariwisata sebagai variabel dependen dan empat variabel sebagai
variabel independen yaitu jumlah rumah makan, jumlah sarana angkutan, jumlah
pengunjung obyek wisata, jumlah kamar hotel dan dana pengembangan. Dari hasil
uji signifikansi diperoleh bahwa tiga variabel yaitu jumlah rumah makan, jumlah
sarana angkutan dan jumlah pengunjung obyek wisata berpengaruh positif
terhadap pendapatan pariwisata pada taraf signifikan 5 persen dan variabel jumlah
kamar hotel dan dana pengembangan berpengaruh negatif.
Ida Austriana (2005); Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Asli Daerah Dari Sektor Pariwisata di Jawa Tengah.
Dalam penelitian terdahulu oleh Ida Austriana (2005), mahasiswaFakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah dari
sektor pariwisata kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Tengah dan untuk
menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap pendapatan pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan
adalah regresi linear berganda dengan penerimaan daerah sebagai variabel
dependen dan lima variabel sebagai variabel independen yaitu jumlah wisatawan,
28
jumlah kamar hotel berbintang dan melati, jumlah sarana angkutan, pendapatan
perkapita danjumlah obyek wisata. Dari hasil regresi dan uji signifikansi dapat
diperoleh koefisien regresi masing-masing variabel sebesar 0,674 untuk jumlah
wisatawan, 0,426 untuk jumlah kamar hotel berbintang dan melati, 0,410untuk
jumlah sarana angkutan dan 0,282 untuk jumlah pendapatan perkapita pada taraf
signifikansi 5 persen dan jumlah obyek wisata berpengaruh negatif terhadap
penerimaan daerah kabupaten/kota Propinsi Jawa Tengah dengan koefisien regresi
sebesar -0,588.
2.6. Kerangka Pemikiran Teoretis
Variabel-variabel yang digunakan dalam pemikiran penelitian “Analisis
Sektor Pariwisata Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Bulukumba” adalah antara lain variabel jumlah obyek wisata, variabel jumlah
wisatawan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas-non
pertanian. Yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bagan Kerangka Pikir
29
Jumlah Objek Wisata
Jumlah WisatawanPendapatan Asli Daerah
2.6. Hipotesis
2.7. Hipotesis
Diduga jumlah objek wisata, jumlah wisatawan serta Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
peningkatan PAD.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Daerah Penelitian
Sehubungan dengan objek yang akan ditulis, maka penelitian difokuskan
di Kabupaten Bulukumba khususnya objek wisata dengan pertimbangan bahwa di
daerah ini terdapat objek wisata yang sangat menarik dan berpotensi untuk
dikembangkan.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh
bahan-bahan yang relevan, akurat, dan realistis. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode studi pustaka, yang diperoleh
dari instansi-instansi terkait, buku referensi, maupun jurnal-jurnal ekonomi.
Data yang digunakan adalah data time series adalah data runtut waktu(time
series) yang merupakan data yang dikumpulkan, dicatat atau diobservasi
30
Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB) Non migas-non pertanian
sepanjang waktu secara beruntutan, dengan jenis data yang digunakan adalah data
sekunder.
3.3. Jenis dan Sumber Data
a. Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
data sekunder yang bersifat:
1. Data kuantitatif yakni data yang dapat dihitung berupa angka-
angka yang diperoleh dari dinas pariwisata, dinas pendapatan
daerah (Dispenda) dan Kantor Biro Pusat Statistik yang
berhubungan dengan kepariwisataan di Kabupaten Bulukumba.
2. Data kualitatif, yakni data yang diperoleh dari buku-buku acuan
yang merupakan hasil studi kepustakaan.
b. Sedangkan sumber datanya berupa informasi tertulis yang diperoleh
dari:
1. Kantor dinas pariwisata Kabupaten Bulukumba
2. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bulukumba
3. Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba.
3.4. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi
linear berganda, yaitu untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi merupakan suatu metode
yang digunakan untuk menganalisa hubungan antar variabel. Hubungan tersebut
dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel
31
dependen Y dengan satuatau lebih variabel independen. Model Pendapatan Asli
Daerah dari sektor pariwisata yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = f (Xi , X2, X3)…………………………………………………………... (1)
Y = β° X1β1 X2β2 X3β3 e............………....................……….....................(2)
Selanjutnya fungsi regresi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma
berganda dengan menggunakan logaritma natural (Ln) sebagai berikut (Damodar
Gujarati, 1991)
LnY=β0+β1 lnX1 + β2 lnX2 + β3 lnX3 + μ………………………. (3)
Dimana:
μ = Kesalahan yang disebabkan faktor acak (error term)
β0 = Konstanta
Y = Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata
X1 = Jumlah Obyek Wisata
X2 = Jumlah Wisatawan
X3 = PDRB (non migas, non pertanian)
β1.β2.β3 = Parameter elastisitas
Alasan dipilih bentuk fungsi logaritma adalah :
1. Koefisien regresi menunjukkan elastisitas
2. Untuk mendekatkan skala data sehingga terhindar dari heteroskedastisitas
32
3.5 Pengujian Asumsi Klasik (Uji Penyimpangan)
Karena data yang digunakan adalah data sekunder maka untuk
menentukan ketepatan model perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi
klasik yang digunakan yaitu : Multikolonieritas, Heteroskedastisitas, Autokorelasi
dan Uji Normalitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
3.5.1 Uji Multikolinearitas
Masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada penggunaan persamaan
regresi berganda adalah multikolinearitas, yaitu suatu keadaan yang variabel
bebasnya (independen) berkorelasi dengan variabel bebas lainnya atau suatu
variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,
2009). Adanya Multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai
variance inflation factor (VIF). Batas dari tolerance value dibawah 0,10 atau nilai
VIF diatas 10, maka terjadi problem multikolinearitas. Jika terjadi
multikolinearitas akan menimbulkan akibat sebagai berikut :
1) Standar error koefisien regresi yang diperoleh menjadi besar. Semakin
besarnya standar error maka semakin erat kolinearitas antara variabel
bebas.
2) Standar error yang besar mengakibatkan confident interval untuk penduga
parameter semakin melebar, dengan demikian terbuka kemungkinan
terjadinya kekeliruan, yakni menerima hipotesis yang salah.
33
Maka dari itu perlu dilakukan uji multikolinearitas terlebih dahulu.
3.5.2 Uji Autokolerasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara
anggota-anggota dari serangkaian observasi yang berderetan waktu (apabila
datanya time series) atau korelasi antara tempat berdekatan (apabila cross
sectional). Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan
ada problem autokorelasi. (Ghozali, 2009).Menurut Muhammad Iqbal Hasan
(2001:290) klaisfikasi nilai dw yang dapat digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya autokorelasi dalam model regresi.
Tabel 3.5.2
Klasifikasi Nilai DW untuk Autokorelasi
Nilai Keterangan
<1,10
1,10 – 1,54
1,55 – 2,45
2,46 – 2,90
>2,91
Ada autokorelasi
Tidak ada kesimplan
Tidak ada autokorelasi
Tidak ada kesimpulan
Ada autokorelasi
Sumber: Iqbal Hasan (2001)
Oleh karena itu perlu dilakukan ‘pengobatan’ autokorelasi.
3.5.3 Uji Normalitas
34
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang
baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Metode yang
dapat dipakai untuk normalitas antara lain: analisis grafik dan analisis statistik.
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik.
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi
memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Kemudian, untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan analisis non – parametric Kolmogorof - Smirnov (K-S). Ghozali (2009)
3.6 Uji Hipotesis
3.6.1 Uji Serentak/simultan (Uji F)
Uji F pada dasarnya dimaksudkan untuk membuktikan secara statistik
bahwa keseluruhan variabel independen berpengaruh secara bersama-sama
keseluruhan terhadap variabel dependen. Langkah pengujiannya adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan formulasi Ho dan HA
35
Ho : b1, b2, b3, b4, b5, b6 = 0 artinya tidak ada pengaruh dari
variabelindependen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
HA : b1, b2, b3, b4, b5, b6 ≠ 0 artinya ada pengaruh dari variabel
independensecara bersama-sama terhadap variabel dependen.
2. Tes Statistik
Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak dan HA diterima, berarti
adapengaruh yang signifikan antara variabel independen (X) secara
bersamasamaterhadap variabel dependen (Y).
Jika F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima dan HA ditolak, berarti tidak
adapengaruh yang signifikan antara variabel independen (X) secara
bersama-samaterhadap variabel dependen (Y).
3.6.2 Uji Signifikansi Individu(Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji kemaknaan atau keberartian
koefisienregresi partial. Pengujian melalui uji t adalah dengan membandingkan t
hitungdengan ttabelpada taraf nyata α = 0,05. Uji t berpengaruh positif dan
signifikan apabila hasil perhitungan t hitung lebih besar dari t tabel (t- hitung > t- tabel)
atau probabilitas kesalahan lebih kecil dari 5 % (P < 0,05). Selanjutnya akan
dicari nilai koefisien determinasi partial (r2) untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas (X) secara partial terhadap variabel tidak bebas (Y).
Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Menentukan formulasi HO dan HA
36
HO : bi ≤0 artinya HO tidak ada pengaruh yang positif dan signifikanantara
variabel bebas dan variabel terikat.
HA : bi > 0 artinya HA ada pengaruh yang positif dan signifikan
antaravariabel bebas dan variabel terikat.
2) Tes Statistik
Jika T-hitung > T-tabel, maka Ho ditolak dan HA diterima, berarti
adapengaruh yang signifikan antara masing-masing variabel
independendan
variabel dependen.
3.7.Batasan Variabel
Penentuan variabel pada dasarnya adalah operasionalisasi terhadap
konstrak, yaitu upaya mengurangi abstraksi konstrak sehingga dapat diukur.
Definisi operasional adalah penentuan konstrak sehingga menjadi variabel
yangdapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan
oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan konstrak, sehingga memungkinkan
bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dangan cara yang
samaatau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik Irdriantoro
dan Supomo (1999 : 69). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah (Sektor pariwisata)
Merupakan total PAD Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009
37
2. Jumlah Obyek Wisata
Merupakan banyaknya obyek wisata yang ada di kota Bulukumba
tahun2000-2009
3. Jumlah Wisatawan
Merupakan besarnya jumlah wisatawan baik mancanegara maupun
nusantara yang berkunjung ke Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009
4. ProdukDomestik Reginal Bruto (PDRB)
PDRB yang digunakan adalah PDRB non pertanian dan non migas 2000-
2009 berdasarkan harga konstan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Geografi dan Klimatologi
Kabupaten Bulukumba adalah wilayah di bagian selatan jasirah
Sulawesi dan berjarak kurang lebih 153 km dari ibu kota Propinsi Sulawesi
Selatan, terletak antara 05o2’-05o40’ lintang selatan dan 119o58-120o38’ bujur
timur dan batas-batasnya sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
38
b. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone
c. Sebelah selatan berbatasan denganLaut Flores
d. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Bantaeng
Luas wilayah Kabupaten Bulukumba sekitar 1.154,67 km2 atau
sekitar 1,85 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan yang meliputi sepuluh
kecamatan dan terbagi kedalam 24 kelurahan dan 102 desa. Wilayah
Kabupaten Bulukumba hamper 59,39 persen berada pada ketinggian 0-1000
meter di atas permukaan laut (DPL) dengan tingkat kemiringan tanah
umumnya 0-40o.
Penduduk Kabupaten Bulukumba berdasarkan data hasil
perhitungan penduduk tahun 2006 berjumlah 383.870 juwa. Dilihat dari jenis
kelamin penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki yaitu
201.319 jiwa perempuan dan 182.551 jiwa laki-laki. Kepadatan penduduk
Kabupaten Bulukumba pada tahun 2006 yaitu 332 jiwa/km2 dengan
pertambahan penduduk rata-rata 0,39 persen pertahun. Jumlah penduduk
kabupaten Bulukumba menurut pemeluk agama dapat dilihat pada tabel
4.1.1berikut ini:
Tabel 4.1.1
Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama di Kabupaten
Bulukumba Tahun 2009
No. Agama Jumlah Jiwa Persentase
1. Islam 836.773 99,75
39
2. Kristen Protestan 1.090 0,13
3. Kristen Katholik 504 0,06
4. Hindu 84 0,01
5. Budha 419 0,05
Total 838.870 100,00
Sumber: Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba
4.1.2 Mata Pencaharian
Masyarakat Kabupaten Bulukumba mempunyai profesi yang
beragam mulai dari petani, buruh, pegawai/ABRI, pengusaha, pedagang,
pengrajin dan lain-lain. Namun profesi sebagai petani menempati urutan yang
pertama. Jumlah tenaga kerja menurut profesi dapat dilihat pada tabel 4.1.2
berikut
Tabel 4.1.2
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Bulukumba
Tahun 2009
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Jiwa Persentase
40
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Petani
Pertambangan
Industri
Listrik, gas dan air minum
Bangunan
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Jasa-jasa
Lainnya
55.993
176
9.554
176
4.425
24.460
6.386
1.810
22.699
352
44,42
0,13
7,58
0,13
3,51
19,40
5,06
1,43
18,01
0,27
Total 126.031 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba
4.1.3 Potensi Pariwisata Kabupaten Bulukumba
Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu daerah tujuan wisata
yang cukup menarik untuk dikunjungi dengan berbagai jenis wisata alam
maupun wisata budaya.
41
Salah satu objek wisata yang paling menarik dan cukup dikenal di
Kabupaten Bulukumba adalah wisata pantai Tanjung Bira yang memiliki
panorama alam yang indah. Pantai dengan pasir putihnya yang bening
laksana hamparan mutiara. Selain itu, di kabupaten Bulukumba juga terdapat
wisata budaya seperti makam para leluhur dan berbagai gua-gua bersejarah
yang juga tak kalah menarik untuk dikunjungi.
Adapun berbagai onjek wisata di Kabupaten Bulukumba yang telah
terdaftar di Dinas Pendapatan Daerah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.3Daftar Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata Dirinci
MenurutKondisinya Di Kabupaten Bulukumba, 2006
42
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Pantai Bira Desa Bira
2. Pantai pembuatan perahu pinisi Kelurahan Tanah Lemo
3. Pantai Lemo-lemo Kelurahan Lemo-lemo
4. Puncak puang janggo Desa Bira
5. Gua Malukua Desa Bira
6. Pantai Panrang Luhu Desa Bira
7. Pantai Mandala Ria Desa Ara
8. Pantai Marummasa Desa Darubia
9. Pantai Kasuso Desa Darubia
10. Gua Pasuhara Desa Ara Lembanna
11. Pulau Kambing Desa Bira
12. Pulau Liukang Desa Bira
13. Gua Liang Panikia Desa Bira
Kecamatan Bonto Tiro
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Pantai Samboang Desa Tritiro
2. Makam Dato Tiro Kelurahan Eka Tiro
3. Permandian Hila-hila Kelurahan Eka Tiro
4. Permandian Alam Limbua Kelurahan Eka Tiro
5. Makam Karaeng Sapo Batu Desa Tri Tiro
6. Makam Karaeng Ambibia Kelurahan Eka Tiro
Kecamatan kajang
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
43
1. Kawasan Adat Amma toa Desa Tanah Toa
2. Pertenunan Tradisional (pemb
uatan sarung Kajang)
Desa Tanah Toa
3. Perkebunan Karet Desa Lolisang
Kecamatan Bulukumpa
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Perkebunan Karet balombessie Desa Bonto Biraeng, Desa mangerong
2. Puncak Karampuang Desa Karampuang
Kecamatan Rilau Ale
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Pertanian Terpadu Desa Balangtieng
2. Sungai Balantieng Desa Balangtieng
Kecamatan Ujung Loe
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Agro Wisata Tambak Ujung Loe
2. Perkebunan Karet Paklangisang Kampung Paklangisang,
Kecamatan Ujung Bulu
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
44
1. Pantai Merpati Kel Ujung Bulu
2. Pasar Cekkeng Kel. Ujung Bulu
Kecamatan Kindang
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Danau Kahaya Desa Kindang
2. Air Terjun Bravo Kel. Borong rappoa
Kecamatan Gantarang
No. Nama Objek Kecamatan/Kelurahan
1. Sungai Bialo Desa Bialo
2. Sungai bijawang Desa Bijawang
Sumber: Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Bulukumba
4.2 Kondisi Perekonomian
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan
olehseluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah nilai barang
danjasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
PDRBperkapita merupakan salah satu ukuran dari tingkat kesejahteraan
masyarakat disuatu daerah.
Tabel 4.2.1
45
Perkembangan dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bulukumba
Tahun 2000-2009
Tahun PDRB harga
berlaku (juta Rp)
Perkembangan
(Persen)
PDRB harga
konstan
(juta Rp)
Pertumb
uhan
(Persen)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1.051.083,52
1.179.767,46
1.312.524,56
1.411.943,82
1.565.071,47
1.740.029,48
1.976.249,22
2.201.346,39
2.711.090,80
3.255.210,15
-
10.90
10.11
7.04
9.78
10.05
11.95
10.22
18.80
16.71
1.051.085,52
1.079.560,76
1.121.407,28
1.162.301,85
1.216.722,84
1.271.224,62
1.352.303,09
1.424.820,83
1.539.670,17
1.639.311,55
-
2.63
3.73
3.51
4.47
4.28
5.99
5.08
7.45
6.07
Rata-rata xxx 11.73 xxx 4.80
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba dari tahun 2000-2009 mencapai
4.80 persen dengan tingkat pertumbuhan perekonomian yang berfruktuasi dan
dapat terlihat bahwa pada tahun 2008 memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup
baik yakni mencapai angka 7,45 persen, hal ini disebabkan tingginya kontribusi
46
sektor pertanian serta perdagangan, hotel dan restoran. Pertumbuhan-pertumbuhan
yang dialami pada tahun sebelumnya pun cukup stabil yakni di tahun 2000 hingga
tahun 2002 cenderung mengalami peningkatan hingga mencapai 3,73 persen. Di
tahun 2003 mengalami penurunan pada angka 3,51 persen disebabkan
berkurangnya kontribusi industri migas, namun kemudian meningkat lagi di tahun
2004 sebesar 4,47 persen dan sedikit mengalami penurunan kembali pada tahun
berikutnya menjadi 4,28 persen lalu di tahun 2006 sebesar 5,99 persen, kemudian
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba kembali di tahun
2007 di angka 5,08 persen yang disebabkan oleh produksi pertanian yang sedikit
mengalami penurunan akibat penanggulangan hama yang kurang tepat di tahun
tersebut. Di tahun 2008 meningkat kembali di 2009 kembali mengalami
penurunan pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang disebabkan kenaikan
bahan bakar minyak hingga persentase pertumbuhan perekonomian menurun
menjadi 6,07 persen. Hal ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bulukumba mengalami tingkat pertumbuhan yang belum begitu stabil
namun masih bisa diatasi.
4.3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah
Sebagaimana diketahui bahwa dalam penyelenggaraan rumah tangga
daerah, selalu membutuhkan biaya yang cukup besar karena itu untuk mencakup
keperluan penyelenggaraan rumah tangga daerah bersangkutan, maka dibutuhkan
47
pembiayaan sebagaimana tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) pada setiap daerah, pendapata asli daerah adalah pungutan yang
dilakukan berdasarkan pendapatan daerah.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, daerah tersebut memiliki sumber
keuangan sendiri, sekurang-kurangnya untuk menutupi anggaran rutin daerah
sehingga tidak tergantung pada subsidi dan sumbangan dari pemerintah pusat atau
propinsi. Oleh sebab itu, diharapkan pada pemerintah daerah agar berusaha
memanfaatkan pendapatan asli daerahnya, berusaha mengelolahnya dengan baik
agar bisa memberikan hasil yang bisa mencukupi kebutuhan APBD.
Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam
mengelola sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut, dan perkembangan di
dalam menunjang pelaksanaan pembangunan serta jalannya roda pemerintahan di
Kabupaten Bulukumba berikut ini penulis menyajikan data tentang perkembangan
realisasi Pendapatan Asli Daerah sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2009.
Tabel 4.3.1
Perkembangan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bulukumba
Tahun 2000-2009 (milyar rupiah)
Tahun Realisasi Kenaikan/Penurunan(-)
48
(milyar rupiah)
Jumlah
(milyar rupiah)
Persen
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
4.078,78
6.843,44
9.451,92
12.687,39
11.515,06
10.957,35
20.053,49
22.544,91
35.406,41
35.974,62
-
2.764,66
2.608,48
3.235,47
-1.172,33
-557,71
9.096,14
2.491,42
12.861,5
568,21
-
40.39
27.59
25.50
-10.18
-5.08
45.35
11.05
36.32
1.57
Sumber: Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bulukukmba
Pada tabel 4.3 di atas, perkembangan realisasi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bulukumba terlihat diwarnai dengan naik turunnya target yang dicapai
yakni di tahun 2000 dengan realisasi sebesar Rp 4.078.780.000 ke tahun 2001
sebesar Rp 6.843.440.000 yang mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu Rp
2.764.660.000 atau sebesar 40.39 persen.
Kemudian di tahun 2001 ke tahun 2002 tetap mengalami peningkatan namun
tidak sebanyak yang dialami pada tahun 2000 ke tahun 2001. Jumlah kenaikan
yang terjadi, hanya sebesar Rp 2.608.480.00 atau seebesar 27,59 persen. Dan
49
jika kemudian dibandingkan kembali dengan tahun berikutnya yakni tahun 2003
dimana realisasi PAD adalah sebesar Rp 12.687.390.000 mengalami kenaikan
sebesar Rp 3.235.470.000 atau sebesar 25,50 persen. Selanjutnya di tahun 2004
realisasi sebesar Rp 11.515.060.000 mengalami penurunan jumlah realisasi dari
tahun 2003 ke 2004 yakni sebesar Rp 1.172.330.00 atau menurun sekitar 10,18
persen dan dilanjutkan lagi dengan penurunan dari tahun 2005 sebesar 5,08 persen
dengan jumlah realisasi Rp 10.957.350.000 dengan jumlah penurunan sebesar
Rp 557.710.000.
Di tahun 2006, realisasi PAD kembali meningkat dibandingkan dengan
tahun 2005 dengan jumlah peningkatan cukup besar yakni Rp 9.096.140.000 atau
sebesar 45.35persen dengan angka realisasi sebesar Rp 20.053.490.000. tahun
2006 ke tahun 2007 juga ikut mengalami peningkatan sebesar Rp 2.491.420.000
atau sebesar 11,05 persen dan kemudian meningkat lagi di tahun 2008 sebesar Rp
15.352.920.000 atau sebesar 43.36persen dengan realisasi sebesar Rp
35.406.410.000 kemudian kembali mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke
tahun 2009 dengan realisasi sebesar Rp 35.974.620.000 dengan angka kenaikan
sebesar Rp 568.210.000 atau sebesar 1,57 persen.
Kondisi fluktuasi tingkat realisasi yang dialami Kabupaten Bulukumba
tentunya sangat berpengaruh terhadap tingkat kemandirian kabupaten Bulukumba
sehingga diperlukan berbagai kebijakan pengembangan dan peningkatan
kemandirian daerah agar target dan realisasi dapat dipenuhi.
50
4.4 Analisis Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Asli Daerah
di Kabupaten Bulukumba Periode 2000-2009
Hasil penelitian dan pembahasan merupakan penggambaran tentang hasil
yang diperoleh dalam penelitian yang terdiri atas variabel-variabel independen
dan variabel dependen. Dalam penelitian ini juga termasuk data yang diperoleh
yakni data PAD, jumlah objek wisata, jumlah wisatawan serta data PDRB(non
migas, non pertanian) dari tahun 2000 hingga tahun 2009. Data ini diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bulukumba.
Karena dalam pengolahan dalam penelitian ini, yang digunakan adalah
PDRB non migas dan non pertanian, sehingga PDRB total Kabupaten Bulukumba
tahun 2000-2009 dikurangkan dengan total PDRB sektor pertanian dan PDRB
migas (pertambangan dan penggalian), dengan hasil olahan sebagai berikut:
Tabel 4.4.1
PDRB non migas, non pertanian Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009
Tahun PDRB sektor
pertanian
PDRB sektor pertambangan
dan
a1 + a2 (juta rupiah)
Total PDRB
PDRB non migas, non pertanian
51
(a1)(juta rupiah)
penggalian (a2)
(juta rupiah)(juta rupiah) (juta
rupiah)
2000 650.314,42 2.943,23 653.257,651.051.085,52
397.827,87
2001 653.755,36 3.287,61 657.042,971.079.560,76
422.517,79
2002 676.13,.4 3.489,8 679.621,21.121.407,28
441.786,08
2003 691.622,98 3.636,01 695.258,991.162.301,85
467.042,86
3004 723.705,87 3.961,9 727.667,771.216.722,84
489.055,07
2005 741.040,45 4.206,26 745.246,711.271.224,62
525.977,91
2006 772.739,24 4.583,71 777.322,951.352.303,09
574.980,14
2007 787.743,82 5.243,3 792.987,121.424.820,83
631.833,71
2008 844.836.,5 6.057,2 850.894,051.539.670,17
688.776,12
2009 867.461,4 6.778,96 874.240,361.639.311,55
765.071,19Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba
4.5 Hasil Uji Penyimpangan
4.5.1 Hasil Uji Multikolinearitas
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS maka VIF LnJOWS adalah 7.554,
VIF LnJWS adalah 1.271 dan VIF LnPDRB adalah 9.267. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa masalah multikolinearitas antara variabel bebas yakni variabel
Jumlah objek wisata (JOWS), jumlah wisatawan (JWS) dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB non migas dan non pertanian), bebas dari
multikolonieritas yang ditunjukkan dengan nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF <
10.dapat diabaikan karena VIF berada di antara 0,10 dengan 10.
4.5.2 Hasil uji Autokorelasi
52
. Setelah dilakukan ‘pengobatan’ autokorelasi diperoleh hasil seperti
dipaparkan pada tabel berikut. Tabel 4.5.3 Hasil Uji Autokorelasi setelah
‘Pengobatan’.
Tabel 4.5.1
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model RR
SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
EstimateDurbin-Watson
1 .917a .841 .761 .26566 1.144
a. Predictors: (Constant), LnPDRB, LnJWS, LnJOWS
b. Dependent Variable: LnPADSumber: hasil uji dengan SPSS 17
Berdasarkan nilai DW 1,144 (1,10 – 1,54) artinya tidak ada kesimpulan.
4.5.3Hasil Uji Heteroskedisitas
Berikut ini merupakan hasil uji heteroskedasititas dengan menggunakan
SPSS 17.
53
Tabel 4.5.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model
Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -18.951 23.588 -.951 0.053
LnJOWS 7.125 14.331 13.266 13.377 0.619
LnJWS 5.071 12.133 10.092 17.532 0.014
LnPDRB 4.689 9.778 7.679 8.950 0.937
Sumber: hasil uji dengan SPSS 17
Dan kemudian dilakukan pengujian terhadap plots dari hasil uji heteroskeditas
dengan gambar sebagai berikut:
Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskeditas
Berdasarkan plot di atas bahwa tidak ada plot yang jelas dan titik-titik
menyebar di atas dan di bawah sumbu y sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedisitas.
54
4.5.4 Hasil Uji Normalitas
Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan SPSS 17, maka diperoleh
gambar 4.2 seperti berikut ini:
Gambar 4.2
Grafik Distribusi Normal Variabel Pengganggu
Berdasarkan tampilan grafik histogram (dapat dilihat pada gambar 4.2),
dapat disimpulkan bahwa variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Berdasarkan dari histogram di atas, menunjukkan pola regresi normal
yang memenuhi asumsi normalitas karena histogram yang ada menyerupai
lonceng (mendekati pola distribusi normal)
Sedangkan berdasarkan grafik normal plot (dapat dilihat pada gambar 4.3),
dapat dilihat bahwa titik - titik menyebar di sekitar garis diagonal. Hal ini
mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
55
Gambar 4.3
Grafik Normal Plot
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa model regresi memen
uhi asumsi normalitas data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti garis diagonal tersebut.
Berdasarkan Uji Normalitas menggunakan analisis non – parametric
Kolmogorof - Smirnov (K-S), diperoleh hasil bahwa variabel PAD, JOWS, JWS
dan PDRB mempunyai tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel - variabel tersebut terdistribusi secara
normal.
4.6. Pengujian Hipotesis
Hasil analisis dan pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.6.1 Uji Serentak (Uji F)
56
Berdasarkan Uji - F diperoleh pengaruh secara bersama - sama tiga
variabel independen Jumlah objek wisata, Jumlah wisatawan dan PDRB (non
migas, non pertanian)terhadap variable dependen PAD sebagai berikut.
Tabel 4.6.1Uji F
ANOVAb
ModelSum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.238 3 .746 10.571 .000a
Residual .423 6 .071
Total 2.662 9
a. Predictors: (Constant), LnPDRB, LnJWS, LnJOWS
b. Dependent Variable: LnPADSumber:hasil olahan dengan SPSS 17
Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh nilai F hitung sebesar
10.571dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan demikian nilai P (sig) =
0,001< α 0,005. Kemudian F hitung > F tabel (10.571> 4,53 ) dan tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi variabel dependen PAD. Dengan demikian secara serentak dapat
disimpulkan JOWS (X1), JWS (X2), dan PDRB non migas dan non pertanian
(X3) berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y).
Adjusted R2
Berdasarkan tampilan SPSS model summary diperoleh hasil bahwa
nilai adjusted R2 sebesar 0,917, hal ini berarti 91% variasi PAD dapat
57
dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen Jumlah objek wisata,
jumlah wisatawan, dan PDRB (non migas, non pertanian). Sedangkan sisanya
sebesar 0,19% dijelaskan oleh sebab - sebab lain diluar model.
Tabel 4.6.2 Adjusted R2
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .917a .841 .761 .26566
a. Predictors: (Constant), LnPDRB, LnJWS, LnJOWS
b. Dependent Variable: LnPAD
Sumber: hasil olahan dengan SPSS 17
4.6.2. Uji Partial (Uji t)
Sementara itu secara parsial pengaruh dari tiga variabel independen
tersebut terhadap PAD dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 4.6.3
Uji Partial (Uji t)
58
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -36.769 10.323 -.951 0.053
LnJOWS 7.487 8.010 .433 13.377 0.619
LnJWS 5.237 .659 .060 17.532 0.014
LnPDRB 1.501 1.500 .490 8.950 0.937
a. Dependent Variable: LnPADsumber: hasil uji SPSS 17
Dari tabel 4.12 dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3+ e
lnY = a + b1lnX1 + b2ln X2 + b3ln X3+ µ
LnY = -36.769+ 7.487lnX1 + 5.237lnX2 + 1.501 lnX3 + µ
LnPAD= -36.769+ 7.487lnX1 + 5.237lnX2 + 1.501 lnX3 + µ
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas diperoleh koefisien
regresiJOWS (X1) sebesar (+)7,487. Koefisien tersebut mengindikasikan
adanya hubungan positif antara variabel Jumlah Objek Wisata (JOWS)
(X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y) dan kemudian 7,487> 1 maka
bersifat elastis dimana hal tersebut berarti bahwa kenaikan 1 persen jumlah
objek wisata di Kabupaten Bulukumba mengakibatkan peningkatan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bulukumba sebesar 7,487persen
namun tidak signifikan.
59
Koefisien regresi JWS atau jumlah wisatawan (X2) sebesar (+) 5,237.
Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara
variabel Jumlah Wisatawan (X2 ) terhadap Pendapatan Asli Daerah dan
kemudian 5,237> 1 juga mengindikasikan bahwa kenaikan jumlah
wisatawan sebesar 1 persen mengakibatkan kenaikan juga terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bulukumba sebesar 5,237persen
dengan pengaruh yang signifikan .
Koefisien regresi PDRB (non migas, non pertanian) sebesar (+)1,501.
Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara
variable PDRB (non migas, non pertanian) terhadap Pendapatan Asli
Daerah (Y) dan bersifat elastis karena 1,501 > 1 yang juga
mengindikasikan bahwa kenaikan tingkat PDRB non migas, non pertanian
Kabupaten Bulukumba mengakibatkan kenaikan Pendapatan Asli Daeraha
di Kabupaten Bulukumba sebesar 1,501 persen namun tidak berpengaruh
signifikan.
Dari hasil Uji - t dapat dilakukan pembahasan hipotesis yang diajukan
sebagai berikut :
1. H1: Jumlah Objek Wisata berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t-hitung sebesar
(+)13.377dan t- tabelnya 1,943dengan tingkat signifikansi 0.619. Karena t
hitung lebih besar dari t tabel (13.377>1,943) dan karena tingkat
signifikansi lebih besar dari 0,05 dan nilai t hitung bertanda positif, maka
60
secara parsial variabel independen Jumlah objek wisata berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap variabel dependen PAD. Dengan
demikian hipotesis ditolak.
2. H2 : Jumlah wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t-hitung sebesar (+)17.532
dengan tingkat signifikansi 0.014. Karena t-hitung lebih besar dari t-
tabel(17.532>1,943) serta tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 dan
nilai t-hitung bertanda positif, maka secara parsial variabel independen
Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian hipotesis
diterima.
3. H3: PDRB(non migas, non pertanian) berpengaruh Positif terhadap
Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan Uji - t diperoleh hasil bahwa nilai t-hitung sebesar
(+)8.950dengan tingkat signifikansi 0.937. Karena t-hitung lebih besar dari
pada t-tabel (8.950> 1,943) dan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05
dan nilai t-hitung bertanda positif, maka secara parsial variabel independen
PDRB (non migas, non pertanian)berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap variabel dependen Pendapatan Asli Daerah. Dengan
demikian hipotesis ditolak.
a. Variabel Jumlah Objek Wisata (X1)
Hasil Penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
Jumlah objek wisata selama periode penelitian mempengaruhi secara positif
61
Pendapatan Asli Daerah namun tidak dengan signifikan. Semakin tinggi jumlah
objek wisataKabupaten Bulukumba maka akan mendorong peningkatan
Pendapatan Asli Daerah. (H1 : Jumlah Objek Wisata berpengaruh positif terhadap
PAD.Ho diterima, HA ditolak).
Dari hasilperhitungan regresi seperti ditampilkan pada persamaan diatas
menunjukkankonsistensi terhadap teori bahwa jumlah obyek wisata memberikan
tanda positif.Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa banyaknya
jumlah obyekwisata yang ada, maka dapat meningkatkan penerimaan daerah
sektor pariwisatadi Kabupaten Bulukumba, baik melalui pajak daerah maupun
retribusi daerah. Meskipun dari hasil yang diperoleh tersebut, belum bisa
memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susiana (2003),
dimana penelitian dilakukan di Kota Semarang dengan hasil regresi yang
menunjukkan bahwa jumlah objek wisata memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Pendapatan Asli daerah.
Objek-objek wisata yang ada di suatu wilayah memang memiliki peranan
yang sangat penting dalam menarik para wisatawan untuk berkunjung dan
menikmati segala panorama berikut fasilitas yang disediakan di daerah tujuan
wisata tersebut. Kabupaten Bulukumba sebenarnya memiliki potensi yang cukup
dalam pemanfaatan objek-objek wisata yang dimilikinya untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerahnya sebab Kabupaten Bulukumba juga memiliki banyak
objek-objek wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi, namun pada
kenyataannya dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa jumlah objek wisata
memang berpengaruh positif namun belum cukup signifikan untuk mendukung
62
peningkatan PAD Kabupaten Bulukumba. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh
sarana dan prasarana yang belum cukup, terutama akses di berbagai objek wisata
yang berpotensi untuk dijadikan objek wisata yang masih terlampau kurang
seperti halnya yang dikemukakan oleh Yoeti (2008) yang menganggap bahwa
perjalanan pariwisata yang dilakukan tersebut adalah untuk memperoleh layanan
dari lembaga-lembaga atau perusahaan yang bergerak dalam bidang
kepariwisataan.Pengembangan sarana dan fasilitas serta akses yang memadai
memang sangat penting untuk dikembangkan di berbagai objek wisata yang ada,
karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap minat para wisatawan untuk
berkunjung, seperti misalnya pada objek wisata alam Danau Kahayya dan air
terjun Bombang Tellue yang memiliki panorama yang sangat indah, namun akses
dan sarana yang kurang memadai untuk berkunjung ke sana, sehingga membuat
para wisatawan enggan untuk berkunjung ke sana bahkan masih banyak yang
belum mengetahui keberadaan objek wisata tersebut dikarenakan para wisatawan
yang kurang berminat untuk berkunjung ke sana.
Selain akses dan fasilitas yang belum memadai, objek wisata yang ada di
Kabupaten Bulukumba cenderung monoton atau tidak ada objek-objek wisata
baru yang sekiranya dapat menambah daya tarik. Selain itu, di Kabupaten
Bulukumba cenderung hanya berfokus mengembangkan objek wisata yang sudah
terkenal dan telah banyak dikunjungi oleh wisatawan, namun objek wisata yang
memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan namun belum banyak
dikunjungi oleh wisatawan, justru semakin terabaikan karena tidak ada tindak
lanjut yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bulukumba untuk lebih
63
melakukan ekplorasi untuk menjadikan objek wisata tersebut sebagai objek wisata
yang layak dan lebih menarik lagi untuk dikunjungi.
Kemudian di sisi lain, peran para pihak-pihak swasta justru lebih menonjol
dalam peningkatan daya tarik di setiap objek wisata dibandingkan dengan peran
pemerintah dalam memperhatikan potensi yang ada di Kabupaten Bulukumba.
Hal ini terbukti dengan lebih banyaknya asset-aset pihak swasta dalam
mengembangkan usahanya di sektor pariwisata seperti misalnya pembangunan
hotel, café, dan penginapan yang layak di area kunjungan wisatawan dan jika
dibandingkan dengan produk-produk pemerintah yang ada di area objek wisata
tersebut terlihat sangat minim dan tidak begitu menarik jika dibandingkan dengan
sarana yang dibangun oleh puhak swasta. Selain itu juga, fasilitas-fasilitas umum
yang sangat penting dan seharusnya ada di daerah objek wisata pun ikut diabaikan
seperti misalnya pembuatan toilet, tempat sampah, mesjid atau pun musholah
justru hampir tidak ada dan kalau pun ada, fasilitas yang disediakan masih
tergolong sangat minim yang kemudian kedepannya hal ini menjadi pertimbangan
kembali untuk para wisatawan dalam mengadakan perjalanan wisata ke
Kabupaten Bulukumba.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bulukumba
sebenarnya dapat ditingkatkan dengan jumlah objek wisata dengan
memperhatikan hal-hal yang perlu ditanggulangi lebih lanjut atau dapat dilakukan
pembangunan atau penambahan objek wisata sebagai alternatif lain. Dalam
hubungan dengan pengembangan suatu daerahuntuk menjadi tujuan wisata agar ia
dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, maka daerah tersebut harus
64
memenuhi paling sedikit tiga syarat menurut Yoeti (2008) yaitu meliputi
Something to see, artinya di tempat tersebut harus ada objek wisata atau atraksi
wisata yang berbeda dengan apa yang telah dimiliki oleh daerah lain, artinya ada
daya tarik khusus agar dapat dijadikan entertiments.Something to do, artinya di
tempat tersebut selain ada yang dapat dilihat dan disaksikan harus pula disediakan
fasilitas rekreasi agar dapat membuat wisatawan betah. Something to buy, artinya
di tempat tersebut tersedia fasilitas untuk belanja, terutama barang-barang
souvenir dan kerajinan rakyat sebagai kenang-kenangan untuk dibawa pulang,
selain sarana lain seperti money changer, bank, kantor pos, telepon dan lain-lain.
b. Variabel Jumlah Wisatawan(X2)
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
jumlah wisatawan selama periode penelitian mempengaruhi peningkatan
Pendapatan Asli Daerah dan signifikan. Semakin tinggi jumlah wisatawan, maka
Pendapatan Asli Daerah akan meningkat. ( H2 : JWS berpengaruh positif terhadap
PAD.Ho ditolak, HA diterima), sebaliknya jika jumlah wisatawanyang berkunjung
mengalami penurunan maka pendapatan daerah yang diterimaakan semakin
menurun sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa berbagaimacam kebutuhan
wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkangejala konsumtif untuk
produk-produk yang ada di daerah tujuan wisata. Denganadanya kegiatan
konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun domestik,maka akan
memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata di Kabupaten Bulukumba.Hasil
regresi yang diperoleh, memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh
65
Austriana (2005) yang menyebutkan bahwa jumlah wisatawan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap peningkatan PAD.
Jumlah wisatawan ini merupakan variabel yang berpengaruh positif dan
lebih signifikan dibandingkan dengan kedua variabel yang ikut diteliti dalam
hubungannya dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Bulukumba. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa objek wisata yang
dianggap masih memiliki daya tarik yang layak untuk dikunjungi dan di samping
itu, kedatangan para wisatawan di Kabupaten Bulukumba bukan hanya didasari
oleh keinginan dalam menikmati panorama semata, namun juga didasari oleh
beberapa faktor seperti salah satunya misalnya memanfaatkan daerah Kabupaten
Bulukumba sebagai lahan ekonomi atau dengan kata lain berinvestasi terutama di
sektor perdangan seperti perhotelan, rumah makan, mini market dan sebagainya.
Hal tersebut sekiranya kemudian dapat ditindak lanjuti agar pengaruh jumlah
wisatawan ini dapat tetap dipertahankan dan sebaiknya ditingkatkan dengan tetap
memperhatikan berbagai fasilitas wisata yang tersedia yang memiliki eksistensi
yang cukup untuk menjadi daya tarik untuk dikunjungi dan fasilitas-fasilitas yang
masih perlu ditinjau ulang agar dapat ikut serta memberikan kontribusi terhadap
peningkatan PAD Kabupaten Bulukumba.
c. Variabel PDRB (non migas, non pertanian) (X3)
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan atau penurunan
PDRB non pertanian dan non migas di Kabupaten Bulukumba selama periode
penelitian mempengaruhi Peningkatan PAD setiap tahunnya tetapi tidak
66
signifiikan. Semakin otptimal PDRB (non migas, non pertanian) akan mendorong
meningkatnya PAD. (H3 : PDRB berpengaruh positif terhadap PAD, ditolak).
Pertumbuhan Ekonomi / PDRB adalah tingkat pertambahan dan
pendapatan, atau dengan kata lain sebagai kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan jenis barang-barang
ekonomi kepada masyarakat. Jadi suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonomi suatu
masyarakat tersebut lebih tinggi dari kegiatan ekonomi yang dicapai sebelumnya.
Pada umumnya para ahli-ahli ekonomi memberikan pengertian yang sama
mengenai pertumbuhan ekonomi / PDRB sebagai kenaikandalam perkapita,
karena kenaikan pendapatan perkapita merupakan suatu pencerminan terjadinya
perbaikan dalam tingkat kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan PDRB atas dasar berlaku dari tahun ke tahun
menggambarkan perkembangan PDRB yang disebabkan oleh adanya perubahan
dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam
tingkat harganya. Untuk dapat mengukur perubahan volume produksi atau
perkembangan produksi secara nyata, faktor pengaruh harga perlu dihilangkan
dengan cara menghitung PDRB atas dasar harga konstan. Produk riil per kapita
biasanya juga dipakai sebagai indikator untuk menggambarkan perubahan tingkat
kemakmuran ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk perencanaan, proyeksi dan
penentuan target, selalu bertitik tolak dari perhitungan atas dasar harga konstan.
67
Variabel PDRB (non migas, non pertanian) ini memiliki pengaruh yang
positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bulukumba
namun tidak signifikan, hal ini dipengaruhi oleh daya beli atau tingkat konsumsi
para wisatawan yang masih stabil bahkan relatif meningkat yang terbukti dari
pendapatan retribusi pos masuk ke daerah tujuan wisata yang masih cenderung
meningkat, namun tidak signifikannya variabel PDRB (non migas, non pertanian)
disebabkan adanya beberapa faktor ekternal dan internal diamana faktor
eksternalnya yaitu berada pada kesadaran pembayaran pajak (pemilih usaha) atau
dengan kata lain transparansi pendapatan pemilik usaha yang seharusnya dibayar
sesuai yang ditentukan oleh aparat penanganan pajak yang disesuaikan dengan
pendapatan para pemilik usaha di sektor-sektor yang berpengaruh terhadap
pariwisata dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Bulukumba.
Kemudian faktor internal yang mempengaruhi adalah pendataan yang
dilakukan oleh para aparat penanganan pajak terhadap pemilik usaha yang
seharusnya dimasukkan dalam pendataan, namun kenyataannya masih banyak
restoran-restoran, maupun usaha lainnya yang berada di Kabupaten Bulukumba
khususunya di daerah tujuan wisata belum terdaftar sebagai wajib pajak sehingga
hal tersebut mempengaruhi peningkatan jumlah PDRB non migas dan non
pertanian.
Selain itu, PDRB (non migas, non pertanian) memiliki pengaruh yang
tidak signifikanterhadap penerimaan daerah sektor pariwisata yang dikarenakan
68
wisatawan yangberkunjung ke obyek wisata dan menginap di hotel-hotel di
Kabupaten Bulukumba adalah wisatawan yang berasal dari luar Kabupaten
Bulukumba atau menurut Spillane (1987) bahwa daya tarik para wisatawan
internasional berbeda dari turis-turisIndonesia. Mereka datang dari iklim dingin
dan sangat menyenangi pantai-pantaidan sinar matahari walaupun orang Indonesia
yang hidup pada iklim tropis padaumumnya tidak tertarik pada tempat di tepi laut
yang biasanya panas. Hal ini jugaterjadi pada masyarakat Kabupaten Bulukumba
yang sudah terbiasa dengan iklim di Kabupaten Bulukumba lebih tertarik
berkunjung pada daerah yang mempunyai iklim yang berbeda dengan Kabupaten
Bulukumba seperti di Malino yang cenderung lebih sejuk iklimnya dibandingkan
dengan Kabupaten Bulukumba.
69
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
dikemukakan pada bab IV, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh jumlah objek wisata terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Bulukumba.
Digambarkan dari hipotesis yang telah diuji dengan indikasi bahwa jumlah
objek wisata memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan hasil hungungan yang tidak cukup
signifikan, hal ini disebabkan oleh fasilitas dan akses untuk menjangkau
lokasi objek wisata yang ada di Kabupaten Bulukumba belum memadai
dan juga pengemangan objek wisata yang ada masih cenderung lebih
banyak dikuasai oleh pihak swasta sehingga mengakibatkan para
wisatawan memiliki pertimbangan yang lain dalam melakukan perjalanan
wisata yaitu adanya faktor finansial yang relatif meningkat dengan terlalu
banyaknya campur tangan pihak swasta dibandingkan perhatian dari pihak
pemerintah.
2. Pengaruh jumlah wisatawan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Bulukumba.
Dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, mengindikasikan
bahwa jumlah wisatawan adalah variabel yang memiliki pengaruh yang
positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
70
Pendapatan Asli Kabupaten Bulukumba. Hal ini disebabkan oleh masih
tersedianya objek wisata di Kabupaten Bulukumba yang layak untuk
dikunjungi, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik.
Selain itu, Kabupaten Bulukumba juga memiliki wisatawan yang
berkunjung bukan hanya sekedar menikmati pemandangan tetapi juga
datang untuk melihat peluang bisnis yang ada dan kemudian membangun
sebuah investasi di daerah tujuan wisata tersebut sehingga hal tersebut
menghasilkan pemasukan untuk Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Bulukumba.
3. Pengaruh PDRB (non migas, non pertanian) dalam peningkatan Pendapatan
asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bulukumba.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa, variabel PDRB (non migas, non
pertanian) memiliki hubungan yang positif terhadap peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) namun tidak signifikan. (Ho diterima, HA
ditolak). Hal tersebut disebabkan karena belum adanya transparansi dari
pihak pemilik usaha di setiap sektor pariwisata yang berhubungan dengan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti misalnya
pembangunan hotel yang belum terdaftar. Selain itu, juga dipengaruhi oleh
banyaknya hotel-hotel yang cenderung hanya dihuni oleh para wisatawan
dari luar Kabupaten Bulukumba sebab para masyarakat yang ada di
Kabupaten Bulukumba sudah merasa jenuh dengan keadaan di Kabupaten
Bulukumba baik itu karena iklim maupun objek wisata yang tidak
bervariasi sehingga pendapatan masyarakat yang seharusnya dibelanjakan
71
di daerah asal yakni di Kabupaten Bulukumba, menjadi milik daerah lain
yang dikunjunginya dan dianggap lebih menarik dan memiliki objek
wisata dan iklim yang berbeda dengan yang ada di Kabupaten Bulukumba.
a. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah objek wisata (JOWS), jumlah
wisatawan (JWS) dan PDRB (non migas, non pertanian) merupakan faktor -
faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bulukumba.
Semakin besar jumlah objek wisata, jumlah wisatawan, dan PDRB (non migas,
non pertanian) yang berhasil dihimpun maka semakin besar pula jumlah PAD,
meskipun variabel jumlah objek wisata dan PDRB (non migas, non pertanian)
pengaruhnya tidak signifikan.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Susiana (2003) dan Austriana
(2005) yang menyatakan bahwa jumlah objek wisata, jumlah wisatawan, dan
PDRB (non migas, non pertanian) memiliki pengaruh yang positif terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
b. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan periode penelitian dari tahun 2000 - 2009.
Oleh karena itu penelitian ini hanya mampu menggambarkan kondisi
perkembangan Pendapatan Asli Daerah selama periode tersebut. Faktor - faktor
yang mempengaruhi PAD juga dipengaruhi oleh kondisi periode penelitian yang
digunakan.
72
c. Agenda Penelitian Mendatang
Untuk agenda penelitian mendatang dapat dikembangkan penelitian
dengan periode penelitian yang lebih panjang. Dengan demikian mampu
memberikan gambaran kondisi Pendapatan Asli Daerah secara lebih luas.
5.2 Saran
1. Apabila dilihat dari nilai koefisien ketiga variabel tersebut,variabelyang
sangat mempengaruhi perubahan pendapatan Asli Daerah adalah variabel
jumlah wisatawan yang berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini perlu
diperhatikan oleh pemerintah daerahKabupaten Bulukumba agar lebih
meningkatkan dan lebih giat lagi melakukan berbagai promosi dan
perkenalan terhadap beberapa objek wisata yang ada, baik itu yang telah lama
dikenal maupun yang masih baru ditemukan. Selain itu diharapkan
pemerintah membuat beberapa fasilitas-fasilitas baru yang dapat dinikmati
oleh para wisatawan di daerah tujuan wisata agar para wisata menjadi lebih
tertarik untuk berkunjung ke daerah tersebut.
2. Sebenarnya Kabupaten Bulukumba mempunyai potensi yang cukup besar di
sektorpariwisata. Dengan adanya berbagai macam obyek wisata seperti
wisatabudaya, wisata alam maupun wisata buatan, maka seharusnya
kontribusisektor pariwisata terhadap PAD bisa ditingkatkan lagi
denganmencari lagi beberapa daerah yang dianggap berpotensi untuk menjadi
objek wisata di Kabupaten Bulukumba, atau paling tidak membuat objek
wisata yang baru dan menarik untuk dikunjungi sehingga hal ini dapat
73
menambah daftar objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Bulukumba dan
selanjutnya diharapkan dapat membantu dalam peningkatan Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Bulukumba.
3. Melakukan pendataan yang lebih intensif terhadap berbagai sektor-sektor
yang berpengaruh terhadap peningkatan PAD khususnya di sektor pariwisata
seperti misalnya pendataan terhadap restoran-restoran dan hotel-hotel yang
baru dibangun namun belum dimasukkan sebagai wajib pajak. Dengan
demikian selanjutnya akan memperbaiki tingkat pertumbuhan PDRB yang
selanjutnyadiharapkan akan ikut mendorong peningkatan PAD di Kabupaten
Bulukumba.
74
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga
_____________ 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
_____________ 2007. KemampuanKeuangan Daerah dan Relevansinya dengan Pertumbuhan Ekonomi. The 1st National Accounting Conference. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Austriana, Ida. 2005, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Daerahdari Sektor Pariwisata”. Fakultas Ekonomi,Universitas Diponegoro.
Badan Pusat Statistik, 2010, Data Jumlah Pengunjung/Wisatawan2000-
2009, Makassar.
Gujarati,Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar, terjemahan Sumarno Zain,
Erlangga, Jakarta
________________. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw Hill, New York.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Jakarta: Gema Pertama.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Iqbal Hasan M.M (1999). Pokok-Pokok Materi Staistik. Edisi ke-dua. PT.
BumiAksara : Jakarta
Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. 2000. Fiscal Decntralization and Economic
Growth in China. Economic Development and Cultural Change. Chicago.
Vol 49. Hal : 1 – 21.
75
Lundberg, Arsyad. 1997. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN, Yogyakarta
Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis
Perekonomian Daerah:. Makalah. Disampaikan dalam seminar
pendalaman ekonomi rakyat.
Natawijaya, 2000, Keuangan Daerah dan Kebijaksanaan Fiskal. Gobel, Jakarta.
Raiutama, 2006, Konsep Pariwisata (Kajian Sosiologi dan Ekonomi)
(http://raiutama.blog.friendster.com/2006/09/konsep-pariwisata/), diakses
8Nopember 2009.
Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam
Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Makalah
disampaikan Acara Orasi Ilmiah. Bandung. 10 April 2002.
Salah, Wahab. 2003. Manajemen Kepariwisataan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Samsubar, Saleh. 2003. “Kemampuan Pinjam Daerah Kabupaten dan Kota
diIndonesia”, Vol. XIV No. 2 Desember 2003, Semarang : Media Ekonomi
&Bisnis
Satrio, Dicky. 2002, “Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah dari
SektorPariwisata, di Kabupaten Blora dan Faktor Yang Mempengaruhi”.
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung.
Susiana. 2003, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Daerah
dariSektor Pariwisata, Kota Surakarta (1985-2000)”. Fakultas Ekonomi,
Universitas Diponegoro.
76
Spillane, James J. DR. 1987. Pariwisata Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta: K
Wong, John D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development
on Local Government Capacity. Journal of Public Budgeting., Accounting and
Financial Management. Fall. 16.3. Hal : 413 – 423.
77
LAMPIRAN A
(DATA MENTAH)
78
Data Mentah
N Y X1 X2 X3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4.078,78
6.843,44
9.451,92
12.687,39
11.515,06
10.957,35
20.053,49
22.544,91
35.406,41
35.974,62
29
29
29
30
30
30
31
31
32
32
49.752
65.001
54.851
57.446
7.173
69.846
58.846
58.595
77.325
86.216
1
.051.085,52
1
.079.560,76
1
.121.407,28
1
.162.301,85
1
.216.722,84
1
.271.224,62
1
.352.303,09
1
.424.820,83
1
.539.670,17
1
79
.639.311,55
LAMPIRAN B
(DATA VARIABEL PENELITIAN)
80
Data Variabel Penelitian
Data Pendapatan Asli Daerah, data jumlah objek wisata, data jumlah wisatawan,
dan data PDRB (non migas, non pertanian) Kabupaten Bulukumba
Tahun Pendapatan Asli
Daerah
(milyar rupiah)
Jumlah
Objek
Wisata
Jumlah
Wisatawan
PDRB (non
migas, non
pertanian)
<juta rupiah>
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
4.078,78
6.843,44
9.451,92
12.687,39
11.515,06
10.957,35
16.866,02
20.053,49
35.406,41
35.974,62
29
29
29
30
30
30
31
31
32
32
49.752
65.001
54.851
57.446
7.173
69.846
58.846
58.595
77.325
86.216
1
.051.085,52
1
.079.560,76
1
.121.407,28
1
.162.301,85
1
.216.722,84
1
.271.224,62
1
.352.303,09
1
.424.820,83
81
1
.539.670,17
1
.639.311,55
82
LAMPIRAN C
(HASIL OUTPUT REGRESI)
83
Hasil Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas
Hasil Uji Heteroksidisitas
Model
Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -18.951 23.588 -.951 0.053
LnJOWS 7.125 14.331 13.266 13.377 0.619
LnJWS 5.071 12.133 10.092 17.532 0.014
LnPDRB 4.689 9.778 7.679 8.950 0.937
84
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 LnJOWS .132 7.554
LnJWS .841 1.129
LnPDRB .152 9.267
a. Dependent Variable: LnPAD
Hasil Uji Normalitas
85