Isi-permukiman Tradisional Ende

49
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pengambilan judul tentang pelestarian permukiman Tradisional Dusun Ende, dilatar belakangi oleh potensi lahan pertanian yang baik, budaya dan adat istiadat serta permukiman tradisionalnya yang masih tetap terjaga, yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Selain itu, juga di latar belakangi oleh beberapa permasalahan diantaranya: Terdapat beberapa bangunan tradisional tampak kurang terawat dan hilangnya beberapa elemen bangunan disebabkan pemeliharaan bangunan yang sangat tergantung pada tingkat ekonomi masing-masing pemiliknya, adanya kecenderungan masyarakat ingin mengalami perubahan dalam bentuk dan konstruksi bangunan rumah, terlihat dari berkembangnya ruang-ruang baru (rumah semi permanen) di sekitar batas pekarangan yang di khawatirkan akan merusak konsep tata ruang permukiman tradisional, dan belum adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang bentuk pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun Ende tersebut. Sejak lama di sadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang permukiman. Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat di lihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang digunakan tidak 1

Transcript of Isi-permukiman Tradisional Ende

Page 1: Isi-permukiman Tradisional Ende

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pengambilan judul tentang pelestarian permukiman Tradisional Dusun

Ende, dilatar belakangi oleh potensi lahan pertanian yang baik, budaya dan adat

istiadat serta permukiman tradisionalnya yang masih tetap terjaga, yang dapat

dikembangkan secara lebih jauh. Selain itu, juga di latar belakangi oleh beberapa

permasalahan diantaranya: Terdapat beberapa bangunan tradisional tampak

kurang terawat dan hilangnya beberapa elemen bangunan disebabkan

pemeliharaan bangunan yang sangat tergantung pada tingkat ekonomi masing-

masing pemiliknya, adanya kecenderungan masyarakat ingin mengalami

perubahan dalam bentuk dan konstruksi bangunan rumah, terlihat dari

berkembangnya ruang-ruang baru (rumah semi permanen) di sekitar batas

pekarangan yang di khawatirkan akan merusak konsep tata ruang permukiman

tradisional, dan belum adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang bentuk

pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun Ende tersebut.

Sejak lama di sadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting

dalam membentuk struktur ruang permukiman. Penggambaran struktur ruang

permukiman juga dapat di lihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan

ritual dan acara keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang

digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya juga nampak

temporal. Bagi masyarakat Sasak tradisional, rumah bukan sekadar tempat hunian

yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi

bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.

Pola tata ruang permukiman tradisional serta gaya arsitektur tradisional

yang terdapat di Dusun Ende merupakan salah satu bentuk seragam serta budaya

yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat. Oleh

karena itu Dusun Ende perlu mendapatkan perhatian khusus yang dimaksudkan

untuk tetap memperhatikan eksistensi dan kesinambungan prinsip-prinsip ke

dalam tradisi yang baku, yaitu berupa pola tata ruang permukiman tradisional

yang telah terwujud dalam ruang tradisional Dusun Ende.

1

Page 2: Isi-permukiman Tradisional Ende

Namun sayangnya pada saat ini arahan dari pemerintah mengenai

permukiman tradisional belum terlalu menegenai terhadap pelestarian

permukiman tradisional yang sebenarnya.

Pembentukan pola permukiman berdasarkan aturan adat Ende yang di

wariskan secara turun temurun menjadi suatu hal yang menarik. Namun

sayangnya desa adat ini kurang di ketahui oleh perhatian masyarakat luar kota

maupun luar negeri. Pada perumahan ini elemen permukimannya meliputi

rumah/bale, berugaq, dapur/pawon, lumbung, KM/WC, dan kandang. Dalam

menata rumah dan elemen lain memiliki pola berjajar, dalam arti bale semua

berjajar dalam satu garis lurus, demikian juga dengan berugaq dan lumbung atau

kandang.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa

permasalahan yang akan dibahas, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik permukiman Adat Ende ?

2. Bagaimana kelayakan Desa Ende sebagai Desa Adat atau permukiman

Tradisional ?

3. Bagaimana arahan pelestarian Desa Ende ?

I.3. Tujuan Penelitian

Dari berbagai rumusan-rumasan masalah di atas, maka dapat di ketahui

tujuannya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui karakteristik permukiman baik dari segi fisik maupun

sosial budayanya.

2. Untuk mengetahui kelayakan Desa Ende sebagai Desa Adat.

3. Untuk mengetahui arahan pelestarian Desa Ende.

2

Page 3: Isi-permukiman Tradisional Ende

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori

Pada landasan ini menjelaskan mengenai dasar-dasar sebagai panduan

dalam mengdentifikasi suatu permukiman baik dari karakteristik social budaya

ataupun karakteristik pola perumahan dan permukimannya.

II.1.1. Permukiman Tradisional

Permukiman tradisional adalah tempat dimana yang masih

memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai

kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu

masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar

determinasi sejarah (Sasongko 2005).

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta  yaitu 

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari

kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga

sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang

diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan merupakan sebuah endapan dari kegiatan dan karya

manusia yang meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang

berbudi luhur dan mempunyai sifat kerohanian. Para ahli antropologi

mengatakan kebudayaan merupakan sebuah dinamika masyarakat namun

belum terjawab secara definisi mengenai kebudayaan yang sebenarnya.

Seperti Robet H Lowie mengatakan bahwa sebuah kebudayaan

mempunyai sifat abstrak dari prilaku nyata manusia yang berlokasi dari

otak manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville

J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala

sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang

dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu

adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai

3

Page 4: Isi-permukiman Tradisional Ende

sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang

kemudian disebut sebagai superorganic.

II.1.2. Arsitektur Tradisional Sasak

Rumah-rumah yang ada di Sasak sangat berbeda dengan orang-

orang Bali. Di dataran, rumah orang Sasak cendrung luas dan melintang.

Desa-desa di gunung terpencil tertata rapi dan mengikuti perencanaan

yang pasti. Di bagian utara, tata ruang desa-desa pegunungan yang ideal

terdiri atas dua baris rumah (bale), dengan sederet lumbung padi di satu

sisi, dan di antara rumah-rumah ada sederet balai bersisi terbuka (beruga)

dibagun diatas enam tiang. Bagunan lain di desa adalah rumah besar (bale

bele) milik para pejabat keagamaan, yang konon didiami arwah leluhur

yang sakti. Semtara makam leluhur yang sebenarnya merupakan rumah-

rumah kayu dan bambu kecil dibangun di atasnya.

Dalam arsitektur Sasak, bangunan tradisionalnya juga memiliki

bagian dan fungsinya tersendiri. Menurut Saptaningtyas (2006:14) faktor

yang dinilai sangat penting dalam perencanaan dan pembangunan

arsitektur tradisional Sasak adalah skala dan ukuran bangunan yang

diperhitungkan dengan sangat teliti. Selain skala, ketepatan jumlah

hitungan dari ukuran masing-masing unit rumah juga menjadi perhatian

utama, karena dipercaya ada pengaruhnya terhadap kehidupan

penghuninya yang menyangkut keselamatan, kabahagiaan, kemujuran,

rejeki dan lain sebagainya.

a. Rumah ; Tumah orang Sasak, yang berdenah persegi, tidak

lazim disbandingkan dengan bentuk arsitektur asli daerah lain

dalam hal ini di dalamnya tidak disangga oleh tiang-tiang.

Bubungan atap curam dengan atap jerami berketebalan kurang

lebih 15 cm, menganjur ke dinding dasar yang menutup

panggung setinggi sekitar satu meter setengah terbuat dari

campuran lumpur, kotoran kerbau, dan jerami yang

permukaannya halus dan dipelitur. Perlu tiga atau empat

langkah untuk mencapai ke rumah bagian dalam (dalam bale)

di atas panggung ini, yang ditutup dinding anyaman bamboo,

dan sering kali dilengkapi dengan daun pintu ganda yang diukir

halus. Anak laki-laki tidur di panggung di luar dalam bale;

4

Page 5: Isi-permukiman Tradisional Ende

anak perempuan di dalamnya. Rumah bagian dalam berisi

tungku di sisi sebelah kanan, dengan rak untuk mengeringkan

jagung di atasnya. Di sisi sebelah kiri dibagi untuk kamar tidur

bagi para anggota rumah tangga, berisi sebuah rumah tidur

dengan rak langit-langit untuk menyimpan benda-benda pusaka

dan berharga di atasnya. Bagian ini merupakan tempat untuk

melahirkan anak. Kayu bakar disipan di bagian belakang

rumah, dibawah panggung.

b. Masjid Wetu Telu ; Sebanyak kurang lebih 28.000 orang Sasak

taat pada bentuk sinkretis islam yang ditunjukan dalam Wetu

Telu, yang menggabungkan hindu dan kepercayaan animisme

asli. Masjid Wetu Telu sering dibangun dengan gaya asli dari

kayu dan bamboo, serta atap terbuat dari alang-alang atau sirap

bamboo. Dengan bentuk denah persegit empat dan atap piramid

tumpang yang di sangga dengan empat tiang, apabila

diperhatikan maka akan terlihat mirip dengan masjid lama

Ternate dan Tidore.

c. Lumbung Padi ; lumbung padi menjadi cirri pembeda arsitektur

suku Sasak. Bangunan itu dinaikan pada tiang-tiang dengan

cara khas Austronesia dan memakai atap berbentuk  “topi”

yang tidak lazim, ditutup dengan ilalang. Empat tiang besar

menyangga tiang balok melintang di bagian atas, tempat

kerangka, atap penopang dengan kaso bambu bersandar. Satu-

satunya bukaan adalah sebuah lubang persegi kecil yang

terletak tinggi di atas ujung sopi-sopi, yang merupakan tempat

penyimpanan  padi hasil panen. Piringan kayu yang besar

(jelepreng) disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah

hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi.

d. Bale Tani ; Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat

tinggal dari masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai ‘petani’.

Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari beberapa ruangan,

yaitu: satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang

untuk kamar (dalem bale). Walaupun ‘dalem bale’ merupakan

ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak

5

Page 6: Isi-permukiman Tradisional Ende

digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai

tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau

digunakan sebagai tempat tidur anak perempuannya, sedangkan

anggota keluarga yang lain tidur di serambi (=sesangkok).

Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat

tempat khusus yang disebut ‘pawon’. Desain atapnya dengan

sistem jurai yang terbuat dari alang-alang (rumbia) atau dari

bahan penutup ‘jerami’ di mana ujung atap bagian serambi

(sesangkok) sangat rendah, tingginya sekitar kening orang

dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian dalem bale

terbuat dari bedek (anyaman bamboo), sedangkan pada

sesangkok tidak menggunakan dinding. Posisi dalem bale lebih

tinggi dari pada sesangkok oleh karena itu untuk masuk dalem

bale dibuatkan tangga (undakundak) yang biasanya dibuat tiga

trap dengan pintu yang dinamakan ‘lawangkuri’.

e. Bale Jajar ; Bale jajar merupakan bangunan rumah tinggal

orang Sasak golongan ekonomi menengah ke atas. Bentuk bale

jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah

jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar

(dalem bale) dan satu serambi (sesangkok), kedua kamar

tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari sesangkok menuju

dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut

tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada

sepertiga dari panjang bangunan bale jajar. Bahan yang

dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu,

dinding bedek dan alang-alang untuk membuat atap.

Penggunaan alang-alang, saat ini, sudah mulai diganti dengan

menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang

dan ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada di

komplek pemukiman yang luas dan ditandai oleh keberadaan

sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat penyimpanan

kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan

bale jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut

berugaq atau sekepat) dan pada bagian belakangnya terdapat

6

Page 7: Isi-permukiman Tradisional Ende

sebuah bangunan yang dinamakan ‘sekenam’, bangunan seperti

berugaq dengan tiang berjumlah enam.

f. Barugak/ Sakepat ; Rumah adat sasak Berugaq / sekepat

mempunyai bentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa

dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-

alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat

di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani.

Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi

terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat

tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu

yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40

– 50 cm di atas permukaan tanah. Fungsi dan kegunaan

berugaq / sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu,

karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang

boleh masuk rumah. Berugaq / sekepat juga digunakan pemilik

rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang

datang midang (melamar).

g. Sekenam ; Sekenam bentuknya sama dengan berugaq/sekepat,

hanya saja sekenam mempunyai mempunyai tiang sebanyak

enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam

biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar

tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat

pertemuan internal keluarga.

h. Bale Bonter ; Bale bonter merupakan bangunan tradisional

Sasak yang umumnya dimiliki oleh para perkanggo/Pejabat

Desa, Dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di

tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan

Desa/kampung. Bale bonter dipergunakan sebagai temopat

pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat penyelesaian

masalah pelanggaran hokum adat, dan sebagainya. Bale bonter

juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan

benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale

bonter berbentuk segi empat bujur sangkar, memiliki tiang

paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan ini

7

Page 8: Isi-permukiman Tradisional Ende

dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya

seperti aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada

puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk kopyah

berwarna hitam.

i. Bale Beleq Bencingah ; Bale beleq adalah salah satu sarana

penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq diperuntukkan

sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga

disebut “Bencingah.” Adapun upacara kerajaan yang biasa

dilakukan di bale beleq diantaranya adalah: (1) Pelantikan

pejabat kerajaan, (2) Penobatan Putra Mahkota Kerajaan, (3)

Pengukuhan / penobatan para Kiai Penghulu (Pendita)

Kerajaan, (4) Sebagai tempat penyimpanan benda-benda

Pusaka Kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya

seperti pustaka /dokumen-dokumen Kerajaan, dsb.

j. Bale Tajuk ; Bale tajuk merupakan salah satu sarana pendukung

bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar.

Bale tajuk berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima

buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga

Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan

keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk

menambah wawasan dan tata krama.

k. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq ; Selain jenis bangunan yang

telah disebut di atas, adapula jenis bangunan lain yang

dibangun berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale

gunung rate dan bale balaq. Bale gunung rate biasanya

dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan,

sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk

menghindari bencana banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk

rumah panggung.

II.2. Kebijakan tentang Permukiman

Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1992, permukiman adalah

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun

8

Page 9: Isi-permukiman Tradisional Ende

perdesaan sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung

perikehidupan dan penghidupan.

a. Undang- undang mengenai permukiman tradisional.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, permukiman adalah

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan

maupun perkotaan sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan;

Menurut Sinulingga (1999: 187), permukiman adalah gabungan 4

elemen pembentuknya (lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum)

dimana lahan adalah lokasi untuk permukiman. Kondisi tanah

mempengaruhi harga rumah, didukung prasarana permukiman berupa

jalan lokal, drainase, air kotor, air bersih, listrik dan telepon, serta

fasilitas umum yang mendukung rumah;

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, perumahan adalah

kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan, sedangkan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai

tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

BAB III

9

Page 10: Isi-permukiman Tradisional Ende

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan, beserta

jalan dan kota/kabupatennya. Dalam penelitian ini saya mengambil di Desa Adat

Ende yang terletak di Jl. Priwisata, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten

Lombok Tengah.

Lombok tengah merupakan salah satu Kabupaten dari Provinsi NTB yang

memiliki beberapa titik-titik lokasi Desa Adat atau Permukiman Tradisional

dengan potensi yang baik yaitu kerajinan tangan (nyesek songket dan patung ukir)

dan pertanian yang memiliki hasil yang baik.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian kualitatif lebih menitik beratkan diri pada

pendekatan emik, akan tetapi walaupun sudah jelas batas-batas

dan caranya, masih saja terdapat pekerjaan yang berada di

antara emik dan etik (Moleong,1991:59). Pendekatan emik oleh

Moleong (1991:54) adalah struktural yang berarti peneliti

berasumsi bahwa perilaku manusia terpola dalam sistem pola itu

sendiri. Satuan-satuan dari sistem terpola tersebut bersama-

sama dengan satuan-satuan kelompok struktural itu membentuk

masyarakat tertentu melalui aksi dan reaksi para anggotanya.

Menurut Moleong (1994:5), dalam penelitian kualitatif

digunakan metoda kualitatif dengan pertimbangan, (1)

menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan

dengan kenyataan ganda, (2) metode ini menyajikan secara

langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, dan

(3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap

pola-pola nilai yang dihadapi.

Sugiyono (2008:222) mengatakan bahwa metode kualitatif

digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data

yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya,

10

Page 11: Isi-permukiman Tradisional Ende

data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang

tampak. Penelitian Pelestarian Pola Permukiman (P3) di Desa Adat

Wisata di Dusun Ende di Desa Sengkol, Lombok Tengah.

Rancangan Penelitian

3.3. Variabel Penelitian

11

Kurangnya perhatian dan optimaliasi terhadap potensi yang dimiliki oleh Dusun Ende

belum adanya arahan khusus yang mengatur tentang bentuk

pelestarian kawasan Desa budaya di Dusun Ende tersebut.

mengidentifikasi karakteristik permukiman dan kelayakan desa sebagai Desa Adat terkait dengan upaya

pelestarian permukiman di Desa Adat Ende.

Bagaimana pengembangan pelestarian permukiman tradisional berdasarkan dengan konsep Dusun Ende

Analisis- Informasi;- Karakteristik

fisik permukiman;

- Karakteristik

Analisis Kelayakan

- Nilai historis;- Keistimewaan;

- kelangkaan;- kejamakan; dan

Arahan Pelestarian

Kesimpulan

Page 12: Isi-permukiman Tradisional Ende

Dengan adanya masalah itu, kemudian rumusan masalah dapat

dikembangakan. Rumusan masalah pada umumnya berupa kalimat pertanyaan.

Dari pertanyaan-pertanyan yang ada pada rumusan masalah tersebut nantinya

akan menjawab variabel penelitian. Menurut Sugiono (2009) menyatakan bahwa

“Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, yang kemudian ditarik kesimpulannya”. Suatu variabel

mengandung variasi. Variasi dalam variabel tersebut diperoleh dari sekelompok

sumber data atau obyek yang bervariasi. Variabel dapat dipelajari yang kemudian

bisa ditarik kesimpulan. Hubungan antara variabel yang satu ke variabel yang lain

perlu kita ketahui bagamaina hubungannya. Oleh karena itu, dari rumusan-

rumusan masalah maka dapat di tentukan suatu variabel yaitu Variabel Pelestarian

Permukiman.

Tabel. 3.3. Operasionalisasi Variabel Penelitian

No. Sasaran Kriteria Variabel Sub Variabel/ Parameter

1 Identifikasi Karakteristik Permukiman

Karakteristik Fisik

Fisik Bangunan Keadaan rumah: material yang masih

baik dan bersifat alami. struktur bangunan yang

terdiri dari pondasi, dinding, dan atap.

Keadaan kandang: material yang bersifat

alami (natural). struktur bangunan yang

terdiri dari tiang penegak dan atap saja.

Keadaan koperasi: material penggunaan

bangunannya yang bersifat natural

struktur bangunannya terdiri dari dinding dan atap saja.

Struktur Ruang Bangunan

Rumah: Tangga Sengko (tangga

undakan luar). Ada ruang Sengko,

yang terdiri dari :

12

Page 13: Isi-permukiman Tradisional Ende

sesangkok kiri dan sesangkok kanan.

Tangga Bale dalem (tangga undakan dalem)

Dalem Bale, yang terdiri dari : ruang tidur, pawon dan sempare.

Kandang: Kandang yang terdiri

dari : ruang kerbau dan penempatan rumput kerbau.

Koperasi: Ruang Koperasi yang

terdiri dari : ruang pengunjung, dan penempatan barang-barang hasil karya tangan warga Ende.

Pola Ruang Permukiman

Konsep arah matahari: menghadap ke arah

timur (sinar matahari) menunjukkan pembentukan karakter masyarakat Sasak bahwa yang muda melindungi yang tua.

Konsep sejajar dan seragam: Suatu kelompok dan

dapat dikatakan secara keseluruhan merupakan satu warga besar yang terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan satu kesatuan dari keluarga.

Karakteristk Sosial

Kependudukan Kekerabatan: Asal muasalnya

keberadaan masyarakat Ended an terbentuknya Dusun tersebut.

Tingkat kependudukan: Tingkat penduduk yang

masih rendah dengan jumlah 19 kk = 76

13

Page 14: Isi-permukiman Tradisional Ende

Orang.

Kehidupan Ekonomi: Dengan cara bertani dan

kerajinan tangan.

Kehidupan Religi: Semua penduduk Dusu

Ende beragama Islam.

Kebudayaan Upacara adat antara Manusia dengan Tuhan

Rowah Wulan dan Sampet Jum’at

Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi

Lebaran Pendek Mulud

Upacara adat antara Manusia dengan Manusia

Buang Au Ngurisang dan Molang-

Malik Ngitangan Merosok Merari’, Mentikah, dan

Sorong Serah Sajikrama

Rowah Bale Gawe Pati

3 Identifikasi kelayakan permukiman adat Dusun Ende

Budaya Sejarah Keistimewaan Estetika

Mempertahankan fungsi-fungsi bangunan serta keistimewaan sejarah terbentuknya Dusun tersebut.

4 Arah Pengembangan

Pelestarian Preservasi dan Konservasi

Selain mempertahankan guna mengembangkan dan menjadikan Permukiman Tradisional yang benar-benar Original.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Rachman, bahwa penelitian menggunakan metode yang tepat,

juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan.

Metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah dengan proses triangguasi, yaitu:

14

Page 15: Isi-permukiman Tradisional Ende

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewancara

(interviuewer) yang mengajukan pertanyaan dari yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan atas itu. Wawancara digunakan untuk

mendapatkan suatu data informatik dan orientik mengenai keadaan

permukiman (settleman) di Desa Adat Ende.

Metode interview adalah sebuah dialog atau Tanya jawab yang

dilakukan dua orang atau lebih yaitu pewancara dan terwancara (nara

sumber) dilakukan secara berhadap-hadapn (face to face).

Sedangkan interview yang penulis gunakan adalah jenis interview

pendekatan yang menggunakan petunjuk umum, yaitu mengharuskan

pewancara membuat kerangka dan garis-garis besar atau pokok-pokok

yang dinyatakan dalam proses wawancara, penyusunan ini dilakukan

sebelum wawancara.

2. Pengamatan/observasi

Sebagai metode ilmiahobservasi dapat di artikan sebagai

pengamatan, meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan

menggunakan seluruh alat indra. Jadi observasi merupakan suatu

penyelidikan yang dilakukan secara sistematik dan sengaja di adakan

dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap kejadian yang

berlangsung dan dapat di analisa pada waktu kejadian itu terjadi.

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara

langsung terhadap kondisi yang akan diteliti. Dimana dilakukan

pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap obyek dengan

menggunakan seluruh alat indra, jadi mengobservasi dilakukan melalui

penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang

tertulis, metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan

mencatat data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi adalah mencari

data hal-hal atau variabel yang berupa catatan buku, surat, transkrip,

majalah, prasasti, motulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

15

Page 16: Isi-permukiman Tradisional Ende

Namun pada study ini dokumentasi yang kami artikan sebagai

gambar sebuah obyek survey yang lebih mengarah ke gambar fasade

bangunan maupun kawasan survey.

3.5. Metode Analisis Data

Dari data yang telah di dapatkan maka dapat dilakukan suatu analisis

dengan Metode Analisis Deskriptif dan Kualitatif. Metode kualitatif adalah

pengamatan seorang peneliti untuk menginterpretasikan suatu obyek dimana

tempat melakukan riset.

1. Tahap pertama: mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat

Dusun Ende.

a. Tinjauan sejarah dan perkembangan Dusun Ende dan budaya

bermukim masyarakat Suku Sasak Ende yang meliputi sejarah

munculnya dusun dan permukiman tradisional.

b. Analisis sosial budaya (Koentjaraningrat, 1982)

1) Sistem kelembagaan;

2) Sistem kemasyarakatan/kekerabatan;

3) Kehidupan ekonomi; dan

4) Kehidupan budaya dan religi

Hasil interpretasi sejarah dan pengaruhnya terhadap karakteristik

sosial budaya masyarakat Dusun Ende, dijadikan dasar untuk mendukung

kajian untuk analisis karakteristik pola tata ruang permukiman tradisional.

2. Tahap kedua: mengidentifikasi pola tata ruang permukiman Dusun Ende

dan menganalisis kesesuaiannya dengan konsep pola tata ruang tradisional

Suku Sasak.

a. Analisis tata guna lahan dilakukan untuk melihat elemen apa saja yang

membentuk ruang permukiman, pengaruhnya terhadap pemanfaatan

guna lahan, dan peletakan elemen berdasarkan konsep yang dikenal

dalam pola tata ruang tradisional Suku Sasak. Selanjutnya, untuk

melihat keterkaitan antar elemen-elemen pembentuk kawasan

pedesaan, dilakukan analisis dengan teknik super impose guna lahan.

Kajian elemen pembentuk kawasan pedesaan meliputi:

1) Perairan;

16

Page 17: Isi-permukiman Tradisional Ende

2) Hutan;

3) Permukiman;

4) Pertanian;

5) Infrastruktur; dan

b. Analisis ruang budaya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan

hirarki ruang dan sifat penggunaan ruang yang ada di Dusun Ende.

Pendekatan yang dilakukan adalah secara eksploratif, dengan melihat

fungsi dan kepentingan ruang permukiman dari hasil analisis

kehidupan budaya dan religi dan kegiatan masyarakat sehari-hari.

c. Analisis pola tata ruang tempat tinggal. Pada tahap ini, analisis

dilakukan dengan mengidentifikasi tiga variabel, yaitu di antaranya:

1) Fisik bangunan dan pekarangan;

2) Struktur tata ruang tempat tinggal; dan

3) Pola tata bangunan.

3. Tahap ketiga: menentukan arahan pelestarian secara fisik dan non fisik

berdasarkan analisis pola permukiman sebelumnya dengan kondisi

bangunan eksisisting yang ada.

17

Page 18: Isi-permukiman Tradisional Ende

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Terbentuknya Permukiman Tradisional Sasak Dusun Ende

Dusun Ende adalah salah satu permukiman tradisional di pulau Lombok

dan kalau di lihat dari segi kualitas bangunannya masih terlihat sangat natural

karena belum adanya bangunan-bangunan yang mempengaruhi fasade bangunan

di Dusun tersebut.

Terbentuknya Dusun Ende berasal dari pecahan kerajaan tertua di Pulau

Lombok akibat dari meletusnya gunung Rinjani masing-masing sekelompok orang

membangun suatu permukiman di berbagai tempat termasuk salah satunya di Desa

Sengkol. Kata Ende merupakan salah satu bahasa dari suku sasak yang berarti

perisai. Dimana fungsi perisai sebagai alat atau tameng dalam berperang pada

zaman terdahulu. Namun pada saat ini perisai (Ende) itu di gunakan sebagai salah

satu alat dalam melakukan suatu adat kesenian bela diri yang di kenal dengan

sebutan “Presean”. Presean adalah sebuah tradisi yang digelar rutin tiap tahun oleh

masyarakat suku Sasak di mana dalam Presean ini diadakan sebuah pertarungan

antar dua orang di arena dengan bersenjatakan sebilah rotan dengan lapisan aspal

dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit

lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan

kain panjang. Tak heran jika di lihat dari segi pola permukian pada dusun ini

berbentuk persegi yang melambangkan model dari suatu Perisai.

18

Page 19: Isi-permukiman Tradisional Ende

Gambar 4.1. Kesenian Bela Diri Suku Sasak (sumber: Google)

4.2. Identifikasi Kawasan

Dusun Ende merupakan salah satu Permukiman Tradisional yang terdapat

di Pulau Lombok yang terletak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten

Lombok Tengah.

Sketsa. 4.2. Dusun Ende

4.3. Karakteristik Fisik

4.3.1. Struktur Ruang Permukiman

Permukiman di Desa Adat Ende terbentuk karena adanya

keterikatan secara keturunan. Sama seperti di wilayah lainnya di Pulau

Lombok, masyarakatnya hidup secara mengelompok. Masyarakat di Desa

Adat Ende tinggal bersama atau berkelompok mengikuti garis keturunan

ayah (patrilineal). Keturunan laki-laki yang baru menikah biasanya akan

membangun rumah baru di lahan yang sama dengan orang tuanya.

Kepercayaan masyarakat terhadap susunan letak rumah dalam satu rumpun

keluarga berdasarkan senioritas terus diturunkan kepada anak cucu

mereka.

Hal ini didukung dengan keyakinan masyarakat Ende akan adanya

sanksi jika tidak mengikuti aturan adat ini. Sanksi yang dipercaya adalah

19

Page 20: Isi-permukiman Tradisional Ende

keluarga yang melanggar akan terkena musibah penyakit. Selain itu juga,

aturan ini bertujuan untuk memudahkan dalam melihat silsilah keturunan

dalam kelompok keluarga tersebut.

a. Konsep Arah Matahari

Konsep filosopis yang dimiliki warga sasak yang sering di gunakan

di berbagai desa di pulau Lombok. Dimana konsep filosopis ini adalah

konsep arah matahari.

Gambar 4.3.1.a. Sumber (Google)

Semua permukiman adat di Dusun Ende menghadap ke arah timur

(sinar matahari) menunjukkan pembentukan karakter masyarakat Sasak

bahwa yang muda juga harus melindungi yang tua, dan jika ada musuh

menyerang maka kaum yang mudalah yang terlebih dahulu harus menyerang.

b. Konsep pembangunan Rumah dan elemennya secara berderet dan tanah

berundak-undak Pembangunan rumah dengan konsep ini mencerminkan

penduduk yang terdiri dari satu kelompok dan dapat dikatakan secara keseluruhan

merupakan satu warga besar yang terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan

satu kesatuan dari keluarga majemuk.

Peta. 4.3.1.b. Struktur Ruang Permukiman

20

Page 21: Isi-permukiman Tradisional Ende

Konsep undak-undakan ini di iterprestasikan pada baris horizontal

maupun vertikal. Dari baris horizontal semakin ke tengah undak-

undakannya semakin rendah, dan dari baris vertikal semakin ke arah

belakang maka undak-undakannya semakin tinggi selain memiliki fungsi

dari segi keamanan agar menghindari bencana alam jika suatu saat terjadi,

serta terhindar dari malapetaka yang dapat menimpa Dusun Ende, juga

menjaga agar rumah generasi tua yang terletak di baris belakang, akan

tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup mengingat tempatnya yang

lebih tinggi dari baris didepannya.

Gambar1. 4.3.1.b. Tampak Sebelah Utara

Gambar2. 4.3.1.b. Struktur Pola Ruang (Hasil Survei)

c. Konsep Sejajar dan Seragam (seteran)

Pola ruang permukiman yang yang berderet horizontal Utara-

Selatan dan arah rumah berhadap Timur/barat. Di Dusun ini terdapat 19

unit rumah, 5 buah kandang, 2 lumbung padi, 5 barugak, dan 1 koperasi.

21

Page 22: Isi-permukiman Tradisional Ende

Gambar. 4.3.1.c. Struktur Penataan Ruang

4.3.2. Struktur Ruang Bangunan

Bale adat sasak Ende yang menghadap ketimur sebagian memilki

elemen berupa kandang di depan bale. Struktur dari beberapa bangunan di

Dusun Ende sebagai berikut:

1. Bale Sasak

Bale Sasak ini memiliki denah berbentuk segi empat, yang

terbagi menjadi dua ruang yaitu ruang sengko (ruang bawah) yang

berfungsi sebagai ruang tamu (sesangkok), dan dalem bale (ruang

atas) yang terdiri dari kamar tidur, dan dapur, antara ruang sengko

dan dalam bale dibatasi oleh undak-undak (anak tangga).

Gambar. 4.3.2.1. Striktur Ruang Bale (sumber google)

Fungsi elemen-elemen ruang rumah pada bagian dalem bale

(ruang atas) tersebut antara lain:

a. Dalem bale (Ruang Tidur) berfungsi untuk tempat tidur

biasanya masyarakat Ende digunakan untuk para wanita

baik istri maupun anak, dan ruang khusus bila perempuan

22

Page 23: Isi-permukiman Tradisional Ende

akan melahirkan atau mayat seseorang disemayamkan

sebelum dikebumikan;

b. Pawon atau dapur bagi masyarakat Ende difungsikan

sebagai tempat memasak;

c. Sempare (ruang simpan barang), letak sempare biasanya

berada di atas dapur/ langit-langit rumah atau di sebelah kiri

tempat tidur;

d. Ruang Sengko (Ruang Bawah) yang terdiri dari sesangkok

(ruang tamu) yang letaknya berada di depan pintu masuk

rumah utama sebagai tempat menerima tamu dan tempat

duduk-duduk;

2. Kandang

Kandang komunal yang dijadikan satu dan berada di luar

ruang atau halaman besar permukiman asli Sasak, terletak tepat di

depan baleq sasak.

Gambar. 4.3.2.2. Kandang

4.4. Karakteristik Sosial BudayaMasyarakat Ende yang dulunya berasal dari berbagai kerjaan yang kini

masih memegang adat-adat budaya tersebut. Beberapa kegiatan budaya yang

sering di laksanakan masyarakat Ende.

4.4.1. Upacara Adat Terkait dengan Hubungan Manusia dengan Tuhan

a. Rowah Wulan dan Sampet Jum’at

Upacara adat Rowah Wulan dan Sampet Jum’at dilaksanakan

untuk menyambut tibanya bulan puasa. Rowah Wulan dilaksanakan

pada hari pertama bulan Saban, sedangkan Sampet Jum’at

23

Page 24: Isi-permukiman Tradisional Ende

dilaksanakan pada hari Jum’at terakhir di bulan Saban. Upacara adat

ini dilaksanakan oleh para tokoh adat di tiap-tiap kampu;

b. Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi

Upacara adat Maleman Pitrah dilaksanakan sehari sebelum

perayaan Lebaran Tinggi. Upacara adat Lebaran Tinggi dilaksanakan

untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri. Pelaksanaan upacara adat

Maleman Pitrah berupa pengumpulan zakat fitrah oleh masyarakat

Ende. Masyarakat mengantarkan zakat fitrah di masing-masing bale

(rumah) tetangga yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka.

Setelah semua zakat fitrah terbagaikan, masing-masing rumah akan

mengirim utusannya untuk membawa zakat fitrah tersebut ke Masjid

terdekat. Pada keesokan hari setelah pengumpulan zakat fitrah,

dilaksanakan upacara adat Lebaran tinggi;

Gambar 4.4.1.b. Pelaksanaan Upacara Adat Lebaran Tinggi (sumber:

Google)

c. Lebaran Pendek

Upacara adat lebaran pendek dilaksanakan untuk merayakan

Hari Raya Idul Adha. Lebaran pendek diadakan berdasarkan

penanggalan adat Ende yang ditetapkan dalam begundem oleh para

pemuka adat;

24

Page 25: Isi-permukiman Tradisional Ende

Gambar 4.4.1.c. Pelaksanaan Upacara Adat Lebaran Pendek (sumber: Google)

d. Mulud

Upacara adat mulud dilaksanakan untuk memperingati

perkawinan antara Adam dan Hawa. Upacara adat ini dirayakan pada

Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW. berdasarkan penanggalan

adat Ende yang ditetapkan dalam begundem oleh para pemuka adat di

Kampu Adat Ende.

Gambar 4.4.1.d. Pelaksanaan Upacara Adat Mulud (sumber: Google)

4.4.2. Upacara Adat Terkait dengan Hubungan Manusia

a. Buang Au

Upacara adat Buang Au dilaksanakan untuk membuang abu

hasil pembakaran arang yang diletakkan di bawah tempat tidur si bayi.

Upacara adat Buang Au dilaksanakan sebagai symbol pengislaman

pada seorang bayi yang baru lahir. Selain itu, upacara adat ini juga

bertujuan untuk mengumumkan nama si bayi;

b. Ngurisang dan Molang-Malik

Upacara adat Ngurisang merupakan upacara potong rambut

yang dilaksanakan setelah upacara adat Buang Au. Upacara adat ini

diadakan pada anak yang sudah berusia antara 1– 7 tahun. Setelah

upacara adat Ngurisang, biasanya dilanjutkan dengan upacara adat

Molang-Malik atau upacara adat pemotongan umbaq kombong.

Upacara adat Ngurisang dilaksanakan sebagai simbol pengislaman

pada seorang anak;

c. Ngitangan

Upacara adat ngitanang merupakan upacara adat khitanan yang

diadakan untuk anak laki-laki berusia 3 – 10 tahun. Upacara ngitanang

25

Page 26: Isi-permukiman Tradisional Ende

dilaksanakan sebagai simbol pengislaman kepada seorang anak laki-

laki;

d. Merosok

Upacara adat Merosok merupakan upacara adat meratakan

gigi/potong gigi, untuk menandai peralihan dari masa kanak-kanak

menjadi dewasa. Upacara ini dilaksanakan pada anakanak yang mulai

memasuki usia remaja;

e. Merari’, Mentikah, dan Sorong Serah Sajikrama

Merari’ merupakan tradisi yang mengawali upacara adat

Mentikah. Merari’ atau kawin lari di lakukan sebagai ganti acara

lamaran yang di lakukan oleh calon pengantin laki-laki. Kawin lari

melibatkan pertemuan rahasia antara si laki laki dengan si perempuan.

Kedua pasangan ini kemudian akan bersembunyi di tempat

persembunyian (penyembuan). Biasanya tempat persembunyian ini

merupakan salah satu rumah keluarga dari pihak calon pengantin laki-

laki. Upacara adat Mentikah di laksanakan tiga hari setelah Merari’ di

rumah kerabat dari calon pengantin laki-laki yang merupakan tempat

persembunyian kedua calon pengantin. Mentikah dilaksanakan oleh

kedua pengantin, kerabat tempat persembunyian, dan Kiai. Tujuannya

adalah untuk memberkati dan mengesahkan kedua pengantin sebagai

sepasang suami istri. Upacara adat Sorong Serah Sajikrama

dilaksanakan ketika pihak keluarga pengantin laki-laki sudah siap

membayar sajikrama yang diminta oleh keluarga pengantin

perempuan. Upacara adat ini bertujuan untuk menyerahkan sajikrama

dari pihak keluarga pengantin laki-laki kepada pihak keluarga

pengantin perempuan, dan pemberkatan pasangan pengantin;

f. Rowah Bale

Upacara adat Rowah Bale bertujuan agar rumah/bale yang baru

dibangun dan keluarga yang menempati bisa hidup dengan tentram

dan sejahtera. Upacara adat ini dilaksanakan pada bangunan

rumah/bale yang baru dibangun.

g. Gawe Pati

26

Page 27: Isi-permukiman Tradisional Ende

Upacara adat gawe pati merupakan rangkaian prosesi untuk

jika salah satu anggota keluarga ada yang meninggal. Pada

pelaksanaan upacara adat yang terkait dengan hubungan manusia

dengan manusia atau daur hidup manusia, biasanya menggunakan

ruang dalam lingkup lingkungan tempat tinggal. Masyarakat yang

mengadakan upacara adat biasanya akan mengundang seorang Kiai

adat dan para tetangga. Upacara adat ini berpusat di berugaq dan

halaman pekarangan. Untuk penyiapan kebutuhan upacara adat

biasanya menggunakan rumah sendiri dan rumah kerabat atau tetangga

di sekitar tempat tinggal. Upacara adat terkait hubungan manusia

dengan alam atau siklus tanam padi.

4.5. Kelayakan Desa Adat Ende

27

Page 28: Isi-permukiman Tradisional Ende

28

Page 29: Isi-permukiman Tradisional Ende

Kriteria variabel Sub variabel komponen gambar Deskripsi Arahan

Kelayakan Bangunan

Nilai Historis Tangga Makna dari 3 anak tangga

Bentuk 3 anak tangga yang dimana artinya ada Ayah, Ibu dan anak.

Preservasi

Kejamakan Ornamen Gaya dan bentuk ornamen

Ukuran

Bangunan lumbung adalah salah satu bangunan yang dimiliki oleh setiap permukiman tradisional lainnya.

Preservasi dan Konservasi.

Fasade Bentuk dan Material

Atap Dimensi atap

29

Page 30: Isi-permukiman Tradisional Ende

Kelangkaan Ornamen Gaya dan bentuk ornamen

Ukuran

Koperasi adalah salah satu bangunan yang tidak terdapat pada permukiman tradisional lainnya.

Preservasi.

Keistimewaan Konstruksi Kekuatan

Material

Bentuk

Dimensi

Material kayu,bambu dan bahan dari alam yang digunakan menambah kekuatan bangunan lebih permanen namun tetap perlu perawatan

Preservasi

Estetika Fasade Bale sasak Bentuk fasade yang menampilkan ciri khas balek sasak +Bali dgn tetap menggunakan material yang natural yang menambah nilai estetika bangunan tersebut.

Konservasi

30

Page 31: Isi-permukiman Tradisional Ende

4.5.1. Nilai Historis

Ende yang berarti perisai dalam bahasa sasak ini telah menjadi nama di

sebuah Dusun di Desa Sengkol. Dapat di ketahui nilai historis yang terkandung

dalam sejarah ini adalah terkandung nilai para pejuang dulu untuk berperang

guna sebagai tameng yaitu perisai (Ende). Itulah nilai sejarah yang terkandung

dalam sejarah terbentuknya Dusun ini.

4.5.2. Keistimewaan Desa Ende

Dusun Ende adalah termasuk salah satu permukiman tradisional yang lain

dari permukiman tradisional lainnya di Pulau Lombok. Maksud dari kata lain

ini adalah Dusun Ende yang masih lebih Natural di bandingkan dengan

permukian tradisional lainnya, maka dari itu akan lebih baik apabila melakukan

suatu preservasi dan konservasi guna mempertahankan dan mengembangkan

Dusun ini sebagai Desa Adat yang jauh lebih baik atau lebih natural dari Desa

Adat lainnya.

4.6. Pelestarian Permukiman Desa Adat Ende

4.6.1. Arahan Pelestarian Fisik

Arahan pelestarian fisik pada pola permukiman tradisional di Desa Adat

Ende adalah dengan mempertahankan pola-pola yang sudah ada berdasarkan

awig-awig adat Ende. Selain itu juga, perlu diadakan perbaikan dan

peningkatan sarana dan prasarana di Desa Adat Ende yang dapat mendukung

upaya pelestarian pola permukiman dan menunjang kegiatan masyarakatnya.

Dalam menentukan arahan pelestarian fisik, dengan menggunakan

langkah sebagai berikut:

1. Preservasi berupa: pemelihaaraan secara berkala, mengganti bahan

bangunan yang sudah rusak/ lapuk, mempertahankan arah hadap,

bahan dan konstruksi bangunan, serta aturan adat pembangunan

rumah. Menjaga elemen permukiman tradisional dari kerusakan

seperti elemen Rumah, Barugak, Lumbung, jalan di dalam

permukiman adat;

2. Konservasi (rehabilitasi) berupa Pengembalian kondisi bangunan

yang telah rusak atau menurun berupa atap,lantai, dinding, sehingga

dapat berfungsi kembali seperti sedia kala; dan

31

Page 32: Isi-permukiman Tradisional Ende

3. Konservasi (rekonstruksi) berupa upaya mengembalikan kondisi

dan membangun kembali bangunan dan elemen yang telah hilang

semirip mungkin dengan penampilan seperti aslinya.

4.6.2. Arahan Pelestarian Non-fisik

Untuk arahan pelestarian non-fisiknya maka dapat di jabarkan sebagai

berikut :

1. Aspek ekonomi, dengan insentif pajak dan retribusi, pemberian

subsidi, dan pengenaan denda.

2. Aspek sosial, dengan mempersiapkan SDM, pemberian

penghargaan, dan membina kehidupan sosial dan budaya, serta adat

istiadat Ende.

3. Aspek hukum, dengan perlindungan yang Sah, penetapan

pemberlakuan izin khusus bangunan, serta penyempurnaan Awig-

awig Desa Adat Ende.

32

Page 33: Isi-permukiman Tradisional Ende

DAFTAR PUSTAKA

Tanudirjo,A. 2003.’Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan

Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan V.

Bukit Tinggi, 2002.

Dewi, Pancawati. 2005. Peran Perapian dalam Pembentukan Ruang Baru di Sasak. Jurnal

Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 33 No. 1 Hlm. 94 – 98.

http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/.html

Saptaningtyas, Rini S. 2009. Kearifan Lokal Dalam Arsitektur Tradisional Sasak di Pulau

Lombok. http://lombokculture.blogspot.com

Tanudirjo,A. 2003.’Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan

Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan V.

Bukit Tinggi, 2002.

Sasongko, Ibnu. 2005. Harmonisasi Tata Ruang Permukiman Melalui Mitos (Studi

Kasus: Permukiman Sasak Desa Puyung). Jurnal Plannit, Vol. 3 No.2.

Soeroto, Myrtha. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

33