Isi Paper Hts (Repaired)

20
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : Herman Tuah Sitohang NIM : 080100396 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. 1 Klasifikasi amblyopia dibagi menjadi beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu amblyopia strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia anisometropik, amblyopia isometropia dan amblyopia deprivasi. 1 Amblyopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), adalah masalah dalam penglihatan yang mengenai 2-3% populasi, tapi bila dibiar-biarkan, akan sangat merugikan bagi kehidupan penderita nantinya. Amblyopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan amblyopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang amblyopia, oleh karena itu amblyopia harus ditatalaksana secepat mungkin. 2 Hampir seluruh amblyopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan intervensi 1

Transcript of Isi Paper Hts (Repaired)

Page 1: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi

koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat

dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan

posterior.1

Klasifikasi amblyopia dibagi menjadi beberapa kategori dengan nama yang

sesuai dengan penyebabnya yaitu amblyopia strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia

anisometropik, amblyopia isometropia dan amblyopia deprivasi.1

Amblyopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), adalah masalah

dalam penglihatan yang mengenai 2-3% populasi, tapi bila dibiar-biarkan, akan

sangat merugikan bagi kehidupan penderita nantinya. Amblyopia tidak dapat sembuh

dengan sendirinya dan amblyopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan

penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit

ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang

amblyopia, oleh karena itu amblyopia harus ditatalaksana secepat mungkin.2

Hampir seluruh amblyopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan

deteksi dini dan intervensi yang tepat.2,3 Anak dengan amblyopia atau yang beresiko

amblyopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis

keberhasilan terapi akan lebih baik.1

1.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan paper Amblyopia ini adalah:

Menambah pengetahuan pembaca mengenai Amblyopia atau yang dikenal dengan

nama “Mata Malas” oleh orang awam.

Memberikan informasi bagi orang tua untuk mengetahui gejala dan tanda tanda

dini anak yang menderita amblyopia.

Menambah pengetahuan para petugas kesehatan mengenai penyakit Amblyopia.

1

Page 2: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

1. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology and Strabismus: Chapter 5 : Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p.67 – 73.

2. Lee,J; Bailey,G; Thompson, V; “ Amblyopia (Lazy Eye)”. Available at :http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm

3. Yen, K.G ; Amblyopia. Available at:http://www.emedicine.com/OPH/topic316.htm

4. Prof. dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M (K); Gangguan Penglihatan Pada Anak karena Ambliopia dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Gajah Mada.

5. Abraham M. Rudolph, Julien I.E Hoffman, Collin D.Rudolph,. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol.III. Alih Bahasa, A.Samik Wahab.2006. Jakarta: ECG.

6. Attebo K, Mitchell P, Cumming R, Smith W, Jolly N, Sparkes N. 2000. Prevalence and causes of ambliopia in adult population. Ophthalmologi. 105 : 1154-9.

7. Harley, Robinson, Nelson Leonard B, Olitsky Scott E . 2005. Pediatric Opthalmology Harley. Edisi 5. United States of America. Library of Conggress.

8. American Academy of Ophthalmology ; International Ophthalmology; Chapter 10: Amblyopia; Section 13; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p111-119.

9. Amblyopia : Treat “Lazy Eye” in early childhood. Available at:http://www.eyesite.ca/english/public-information/eyeconditions/ pdfs/amblyopia.pdf#search=’amblyopia

10. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8

11. Henkind, P; Priest, R.S; Schiller, G; Compendium of Ophthalmolgy; J.B.Lippincott Company; Philadelphia and Toronto; 1983; p 78-93

12. Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93

13. Ciufrfreda, K.J; Levi,D.M ; Selenow, A ; Amblyopia Basic and Clinical Aspects,Butterworth Heinemann; 1991

14. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott

Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346

2

Page 3: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

3

Page 4: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi

yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan

langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.1

Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia

(penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye” atau “mata malas”.4

Amblyopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau

bilateral walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur

pada mata atau lintasan visual bagian belakang. Hal ini merupakan akibat pengalaman

visual yang abnormal pada masa lalu (masa perkembangan visual) yang penyebabnya

adalah strabismus atau mata juling, anisometropia atau bilateral ametrop yang tinggi serta

amblyopia exanopsia.4 Amblyopia hanya dapat terjadi selama tahun-tahun pertama

kehidupan, saat sistem penglihatan memiliki plastisitas yang paling besar.5

2.2. Epidemiologi

Prevalensi di berbagai belahan dunia bervariasi sesuai tajam penglihatan yang

digunakan. Prevalensi ambliopia pada populasi usia diatas 5,5 tahun dengan batasan tajam

penglihatan dengan koreksi terbaik 6/9 ditemukan berkisar antara 0,14-3,14%, dengan

batasan tajam penglihatan 6/12 berkisar antara 0,35-2,9% dan dengan batasan tajam

penglihatan 6/18 berkisar antara 1,13-2%. Data prevalensi ambliopia pada anak Indonesia

masih belum ada.6

Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit ditaksir dan berbeda pada tiap literatur,

berkisar antara 1–3,5% pada anak yang sehat sampai 4-5,3% pada anak yang mempunyai

masalah pada mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan

populasi menderita ambliopia. Di China, menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar

3-5% atau 9 hingga 5 juta anak menderita ambliopia.2

Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya

Bandung pada tahun1989 adalah sebesar 1,56%. Pada tahun 2002 hasil penelitian

mengenai ambliopia di Yogyakarta didapatkan insidensi ambliopia pada anak-anak SD di

4

Page 5: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedagkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%. Penyebab

ambliopia terbanyak pada studi tersebut adalah anisometropia yaitu sebesar 44,4%.

Sedangkan penelitian tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan di DIY

pada tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbaik ≤ 20/30 dan

terdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen antara mata kanan dan kiri,

menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter dan tidak ditemukannya

kelainan organik ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia sebesar 0,35%.4

Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia

yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang

perkembangannya terlambat, prematur, dan atau dijumpai adanya riwayat keluarga

ambliopia.2

2.3. Faktor Resiko

2.3.1. Faktor ambliogenik

1. Mata yang berdeviasi (deviated eye) sampai usia sekitar 6 tahun, akan

menyebabkan ambliopia strabismus. Umumnya deviasi yang terjadi bersifat

konstan dan non alternating. Ini adalah mekanisme adaptasi untuk

mengatasi kebingungan visual (visual confusion; bayangan yang tidak sama

tumpang tindih) dan diplolpia (bayangan identik yang tumpang tindih).7

2. Perbedaan kelainan refraksi antara kedua mata akan menyebabkan

ambliopia anisometropia. Menurut Sloane 2002, anisometropia dibagi

menjadi tiga yaitu, anisometropia kecil dengan beda refraksi lebih kecil dari

1,5 D, anisometropia sedang dengan beda refraksi 1,5- 3 D, dan

anisometropia berat dengan beda refraksi lebih dari 3 D. Perbedaan

bayangan pada masing-masing mata akan mengakibatkan interaksi kortikal

abnormal, inhibisi bayangan retina dan berakhir menjadi ambliopia.

Berbeda dengan ambliopia stabismus ambliopia anisometropia dapat timbul

dan pulih sampai usia 10 tahun atau mungkin lebih. 7

3. Mata dengan bayangan retina yang kurang jelas (defocused eye) akan

menyebabkan ambliopia isoametropia. Ambliopia isoametropia terjadi

akibat kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dan hampir sama besar pada

5

Page 6: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

kedua mata. Umumnya batasan besar sferis maupun SE yang digunakan

adalah ≥ +3D pada hipermetropia dan ≥ -6 D pada miopia, sedangkan

batasan astigmat umumnya ≥ 2,5 D. Ini adalah bentuk ambliopia bilateral

yang tidak lazim yang disebabkan oleh kesalahan refraksi yang besar,

biasanya hiperopia lebih dari 5 dioptri. Anak gagal melakukan akomodasi

penuh dan memperoleh bayangan yang jelas karena gejala astenopik yang

ditimbulkan oleh akomodasi kontinu. Anak akhirnya terbiasa dengan

bayangan retina yang sedikit kabur, dan korteks penglihatan gagal

mnegmbangkan potensi untuk menerima ketajaman resolusi yang tinggi.

Masalah yang serupa terjadi pada astigmatisme yang lebih dari 3 dioptri. 7

4. Mata dengan deprivasi (deprived eye) akan menyebabkan ambliopia

deprivasi. Bayangan obyek di retina kedua mata yang kurang jelas akibat

kelainan kongenital maupun didapat dini (early acquired) akan

mengakibatkan kurangnya stimulasi foveal yang adekuat dan berakhir

menjadi ambliopia. Sumbu penglihatan harus dibersihkan dan citra retina

terbentuk pada usia 6 bulan untuk mencegh ambliopia tipe ini menjadi

permanen. 7

2.3.2. Faktor Internal dan Eksternal

1. Faktor internal, dimana secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya

ambliopia meliputi faktor pendidikan, pengetahuan, dan perilaku (P&P)

orang tua dan terutama status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap

tingkat prevalensi ambliopia.

2. Faktor eksternal, meliputi faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan mata,

dan faktor terlaksananya program Unit Kesehatan Sekolah (UKS).

Kelemahan sistem pelayanan kesehatan mata di Indonesia yang telah

diidentifikasi saat ini adalah belum tertatanya sistem pelayanan kesehatan

indera penglihatan yang komprehensif, termasuk belum terlaksananya

program rutin skrinning gangguan penglihatan pada anak usia pra sekolah,

anak usia sekolah maupun sekolah dasar (SD). Tenaga kesehatan terkait

6

Page 7: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

dirasakan masih kurang dalam hal kompetensi dan jumlah penduduk yang

harus dilayani serta belum terdistribusi secara merata.

2.4. Patofisiologi

Pada amblyopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah

penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang

serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang

peka dalam berkembangnya keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan

perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang

diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.

Secara umum, periode kritis untuk amblyopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding

strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya

amblyopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan

strabismus ataupun anisompetropia.1

Periode kritis tersebut adalah:

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu pada

saat lahir sampai usia 3 – 5 tahun.

2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi, yaitu

di usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.

3. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya

deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.3

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab amblyopia masih sangat belum

jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan

percobaan laboratorium pada manusia dengan amblyopia telah memberi beberapa

masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi

neuron yang dalam/besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada

korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada

satu atau kedua mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun.

Kelainan juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih

belum dapat disimpulkan.1

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi

7

Page 8: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang

hingga dewasa.8 Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar

bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk fokus, dan

bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan.9

2.5. Klasifikasi

Amblyopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang

menjadi penyebabnya.1

1. Ambliopia Strabismik

Amblyopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi

konstan. Konstan, tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi)

sering menyebabkan amblyopia yang signifikan.1 Amblyopia umumnya tidak terjadi bila

terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan/ akses

yang sama ke pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung

intermiten maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan

sistem penglihatan tetap terjaga baik.10

Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya

interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata,

yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi

dan lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak

berfiksasi.1 Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular

ini tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun

pengaburan bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi

faktor tambahan.10

Hal tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan

diplopia dan konfusi.11 (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi

berhimpitan, satu di atas yang lain).12

Ketika kita menyebut amblyopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia,

bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah, bukan

eksotropia, yang sering diasosiasikan dengan amblyopia . Hal ini disebabkan karena

eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternat dibanding deviasi

unilateral konstan, yang merupakan ”prasyarat” untuk terjadinya amblyopia.13

8

Page 9: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

2. Fiksasi Eksentrik

Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus

menerus untuk penglihatan monokular oleh mata amblyopia. Fiksasi eksentrik terdapat

sekitar 80% dari penderita amblyopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat minor), hanya

dapat dideteksi dengan uji khusus, seperti visuskop, banyak dijumpai pada penderita

amblyopia strabismik dan hilangnya tajam penglihatan ringan.1

Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat dideteksi dengan melihat refleks

kornea pada mata amblyopia tidak pada posisi sentral, dimana ia memfiksasi cahaya,

dengan mata dominan ditutup.1Umumnya tajam penglihatan adalah 20/200 (6/60) atau

lebih buruk lagi.1,14 Penggunaan regio nonfoveal untuk fiksasi tidak dapat disimpulkan

sebagai penyebab utama menurunnya penglihatan pada mata yang amblyopia. Mekanisme

fenomena ini masih belum diketahui.1

3. Amblyopia Isometropia

Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi,

yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.1 Dimana walaupun telah

dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam

penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa

bulan). Khas untuk amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi

dengan terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan faktor

penyebab.13 Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja.1 Pada

amblyopia isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam

hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran.13 Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10

D beresiko menyebabkan bilateral amblyopia dan harus dikoreksi sedini mungkin agar

tidak terjadi amblyopia.14

4. Amblyopia Deprivasi

Istilah lama amblyopia ex anopsia atau ”disuse amblyopia” sering masih

digunakan untuk amblyopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media

kongenital atau dini1, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan

yang akhirnya menimbulkan amblyopia.14 Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun

merupakan yang paling parah dan sulit diperbaiki.1Amblyopia bentuk ini lebih parah pada

kasus unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik.14

9

Page 10: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat / total yang menempati

daerah sentral dengan ukuran 3mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan

amblyopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia > 6 thn lebih tidak

berbahaya.1 Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena

penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan.1 Amblyopia berat dilaporkan dapat

terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2 tahun

sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.10

2.6. Tanda dan Gejala

10

Page 11: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophthalmik,

yaitu cabang besar pertama arteri carotis interna bagian intrakranial. Cabang ini

berjalan di bawah nervus optikus dan bersamaan melewati kanalis optikus menuju ke

orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki

nervus optikus sekitar 8 – 15 mm di belakang bola mata.

11

Page 12: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena ophthalmik superior dan

inferior, yang juga menampung darah dari vena vorticose, vena siliaris anterior, dan

vena sentralis retina. Vena ophthalmika berhubungan dengan sinus cavernosus melalui

fisura orbitalis superior, dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura

orbitalis inferior.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riardon,P., etc. 2008. Anatomy & Embryology of the Eye. In General

Ophthalmology Vaughan D, Asbury T, Rordian Eva P.The McGraw-Hill ED 17 :

6-8

2. Chauduri, Z., etc. 2011. Summary of the Gross Anatomy of the Extraocular

Muscles. Available from: http://books.google.co.id/ [Accessed 27th May 2013].

12

Page 13: Isi Paper Hts (Repaired)

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Herman Tuah SitohangNIM : 080100396

3. Graham, R.H., etc. 2011. Extraocular Muscle Anatomy. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1189799-overview#showall [Accessed 27th

May 2013]

4. Baker, R.S., 1989. Morphology od Extra-Ocular Muscle. Available from:

http://www.aoa.org/x4717.xml. [Accessed 27th May 2013]

5. Putz, R., Pabst, R., Sobotta Atlas of Human Anatomy, Urban & Fischer. 744-762

6. Standring,S., 2008. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice.

40th ed. Churchill Livingstone; Chapter 39; 659-666

7. Ramadan, W.S.E., etc. 2008. Anatomical Study of the Arterial Supply of Human

Extraocular Recti Muscles. Available from:

http://www.med.alexu.edu.eg/journal/index.php/bulletin/article/view/579/488

[Accessed 27th May 2013].

8. Kleckowska, J., etc. 2003. Morphology of the extra-ocular muscles (musculi bulbi)

of the American Stafford Terrier during the perinatal period. Wroclaw, Poland

9. Schlote, T., etc. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology, Thieme

10. Terfera, D., etc. 2012. Muscles, Nerves, and Blood Vessels in the Human Eye.

13