Isi organis 31

32
1 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

description

 

Transcript of Isi organis 31

Page 1: Isi organis 31

1Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 2: Isi organis 31

2 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Dari Redaksi, RedaksiPenerbitAliansi Organis Indonesia (AOI)

Penanggung JawabDirektur Program AOI

Pemimpin RedaksiSri Nuryati

Redaksi PelaksanaAni Purwati

Staf RedaksiRasdi WangsaLidya InawatiSucipto K. Saputro

Desain GrafisMuhammad Rifai

KeuanganEndang Priastuti

MarketingRizki Ratna A.

DistribusiIlyas

Alamat RedaksiJl. Kamper Blok M No.1Budi Agung, Bogor, Jawa BaratTelp./Fax+62 0251-8316294E-mailorganis@organicindonesia.orgWebsitewww.organicindonesia.org

Foto SampulAneka alat, benih,informasi pertanian, dan produk organik di Museum Pertanian BOF 3

FotoDokumentasi AOI

ISSN : 2089 7294inspirasi gaya hidup organik

Indonesia memiliki kekayaan alam yang beragam dan berlimpah. Masyarakat-nya pun memiliki budaya dan kearifan lokal yang mampu mengelola sumber alam secara berkelanjutan sejak nenek moyang. Bahkan hingga kini masih terjaga di tengah modernisasi bangsa dalam pembangunan. Seperti masyara-kat adat yang secara konsisten menjaga budaya pemanfaatan hutan dan cara bertani di Baduy, Dayak, Bali, Flores dan lainnya.

Modernisasi pembangunan sektor pertanian dengan Revolusi Hijau yang intensif dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetis sejak tahun 70-an telah terbukti berdampak buruk pada lahan, hasil panen, biaya produksi dan menyusutnya sumber daya hayati pertanian. Sementara itu, budaya dan kearifan lokal dalam bertani yang mengutamakan ekosistem dan sumber daya alam sebagai satu kesatuan telah mampu menunjukkan keberlanjutan.

Pertanian dengan menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan tetap mampu menghasilkan panen yang berlimpah, lahan tetap subur, sumber daya hayati tetap terjaga, lingkungan tidak tercemar bahan-bahan kimia sintetis dan petani mendapatkan penghasilan yang tetap tinggi.

Pertanian alami ini seperti nilai-nilai yang dilakukan dalam pertanian organik, yaitu menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan. Sehingga sebenarnya masyarakat adat Indonesia telah memiliki nilai-nilai organik dalam budaya dan kearifan lokalnya. Bisa disebut “organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia atau Organic as heritage of Indonesia”.

Melalui Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat, dengan tema Organic as heritage of Indonesia, Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Pemkot Bogor ingin mensosialisasikan organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia ini. Harapannya masyarakat bisa mengingat kembali bagaimana kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia dalam teknologi pertanian yang telah dikembangkan nenek moyang kita. Teknologi bertani yang ramah sosial, lingkungan dan ekonomi serta tak lekang oleh waktu.

Selain menyuguhkan bermacam produk organik, herbal dan makanan sehat, BOF 3 & FHI 2013 juga menampilkan bermacam acara, talkshow dan workshop dengan narasumber ternama di tingkat nasional maupun internasional seperti Andrew Leu –IFOAM, Marie Suzanne Pailler-Ecosert, Sabastian Saragih, Anton Waspo, Ning Harmanto dan lain-lain. Semua ulasan tentang BOF 3 & FHI 2013 ini ada dalam Organis edisi 31 ini. Selamat membaca!

diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fairtrade. be part of our movement

Page 3: Isi organis 31

3Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 3Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

05 Isu Utama

11 Isu Utama 15 PenjaminanOrganis

BOF 3 & FHI: Organik sebagai Warisan Budaya Indonesia

Masuk Pasar Dunia, Organik Indonesia Harus Penuhi Standar

PAMOR INDONESIA, Penjamin Organik Petani Skala Kecil

Dari Redaksi 02

Surat Pembaca 04

Jendela Konsultasi 14

Profil 18- Ciptagelar, Mesin Waktu Menuju Pertanian “Kolot Baheula”

Agribisnis 21- Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia

Info Organis 25- Belajar Percaya Diri & Mengenal Lingkungan Lewat Lomba Mewarnai- Ingin Lebih Gaul? Ayo Peduli Lingkungan!!

Bijak di Rumah 28- Doing Organic at Home

Ragam 30- Mudahnya Memasak Produk Organik

Kekayaan Alam & Kearifan Lokal Indonesia, Sumber Produk Organik Potensial

Isu Utama08

Page 4: Isi organis 31

4 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Ingin Berlangganan

4

Pembaca semua Lapisan Masyarakat

Majalah untuk Perkuat Basis Petani

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Surat Pembaca

Page 5: Isi organis 31

5Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Indonesia memiliki kekayaan alam yang beragam dan berlimpah. Tak hanya itu, masyarakat dengan budaya dan kearifan lokalnya juga telah terbukti mampu mengelola

sumber alam secara berkelanjutan sejak nenek moyang. Bahkan hingga kini masih terjaga di tengah modernisasi bangsa dalam pembangunan. Seperti masyarakat adat yang secara konsisten menjaga budaya pemanfaatan hutan dan cara bertani di Baduy, Dayak, Bali, Flores dan lainnya.

Modernisasi pembangunan sektor pertanian dengan Revolusi Hijau yang intensif dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetis sejak tahun 70-an telah terbukti berdampak buruk pada lahan, hasil panen, biaya produksi dan menyusutnya sumber daya hayati pertanian. Sementara itu, budaya dan kearifan lokal dalam bertani yang mengutamakan ekosistem dan sumber daya alam sebagai satu kesatuan telah mampu menunjukkan keberlanjutan.

Isu Utama

5

“Dan pada akhirnya masyarakat bisa mengembangkan budaya organik dalam hidup kesehariannya baik dalam bertani, konsumsi dan lainnya.”

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 6: Isi organis 31

6 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Pertanian dengan menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan tetap mampu menghasilkan panen yang berlimpah, lahan tetap subur, sumber daya hayati tetap terjaga, lingkungan tidak tercemar bahan-bahan kimia sintetis dan petani mendapatkan penghasilan yang tetap tinggi.

Pertanian alami ini seperti nilai-nilai yang dilakukan dalam pertanian organik, yaitu menggunakan bahan-bahan alami dan mengutamakan ekosistem sebagai satu kesatuan. Sehingga sebenarnya masya-rakat adat Indonesia telah memiliki nilai-nilai organik dalam budaya dan kearifan lokalnya. Bisa disebut “organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia atau Organic as heritage of Indonesia”.Untuk menggaungkan dan mensosiali-sasikan organik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia ini, Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat mengambil tema, Organic as heritage of Indonesia. “Harapannya

masyarakat bisa mengingat kembali bagaimana kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia dalam teknologi pertanian yang telah dikembangkan nenek moyang kita. Teknologi bertani yang ramah sosial, lingkungan dan ekonomi serta tak lekang oleh waktu,” ungkap Sucipto Kusumo Saputro, sebagai Ketua Pelaksana BOF 3 & FHI di Bogor, Jawa Barat.

“Dan pada akhirnya masyarakat bisa mengembangkan budaya organik dalam hidup kesehariannya baik dalam bertani, konsumsi dan lainnya,” lanjutnya.

Selama ini, bersama para pihak dan bermacam kegiatan, Aliansi Organis Indonesia (AOI) telah berupaya mengkampanyekan atau mensosiali-sasikan program pertanian organik dan perdagangan yang adil (fair trade). AOI berharap melalui kedua program ini, petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen mendapatkan man-faat secara optimal.

Aliansi Organis Indonesia (AOI) menye-lenggarakan BOF3&FHI bekerjasama dengan Asosiasi Kewirausahaan Sosial

n Prosesi Pembukaan Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI), 22-23 Juni 2013 di Bogor, Jawa Barat.

Isu Utama

6

Foto: Dok. AOI

(AKSI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pemerintah Kota Bogor dengan dukungan dari para pihak baik dari pemerintah, aka-demisi, tokoh nasional dan internasional, sponsor, media partner serta berbagai komunitas pemerhati organik dan ramah lingkungan. Salah satu tujuannya untuk mensosialisasikan program pertanian organik dan perdagangan yang adil (fair trade). Perhelatan akbar ini berlangsung di Halaman Muka Kampus IPB Baranang-siang, Bogor, Jawa Barat pada 22-23 Juni 2013.

Pusat pendidikan dan perdagangan organik

BOF sebagai even tahunan memiliki target jangka panjang (7-10 tahun) yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat pendidikan dan pusat advokasi pertanian organik di Indonesia serta menjadi bagian dari gerakan pertanian organik dan fair trade regional dan dunia.

“BOF menjadi media untuk memperton-tonkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu memproduksi produk pertanian yang bersahabat dengan alam dan tidak melanggar hak asasi manusia,” kata

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 7: Isi organis 31

7Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Isu Utama

7

Sabastian Saragih, Presiden AOI. “Dan secara pasti dari tahun ke tahun BOF akan semakin dibanjiri produk perta-nian organik, konsumen dan pedagang produk pertanian organik. Di masa-masa mendatang BOF juga akan dibanjiri oleh importir produk pertanian organik dari negara-negara lain,” lanjut Bastian.

Wahyu Indriyo dari AKSI mengatakan bahwa dalam BOF dan FHI ini kita bisa menyaksikan beragam industri kreatif yang riil diproduksi oleh masyarakat, berbasis sumber daya lokal dan kearifan masyarakat. Hal ini menunjukkan dinamika dan inovasi dari usaha-usaha komunitas. “Sektor pangan dan jamu-jamuan (herbal) merupakan suatu yang strategis, karena melibatkan banyak hal seperti kebutuhan hidup orang banyak, ekosistem, penge-tahuan dan kearifan lokal, serta mata pencaharian yang berkelanjutan. Oleh karenanya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengembangkan dan mempromosikannya,” kata Wahyu Indriyo.

n Proses mengelillingi stan pameran setelah pembukaan Bogor Organik Fair ketiga danFestival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI)

n Aksi kesenian Angklung Gubrak mengelilingi stan pameran Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI)

Foto

: Dok

. AO

I

Foto

: Dok

. AO

I

Lebih lanjut Bambang Ismawan, yang adalah Pembina AKSI menyatakan bang-ga telah mendukung BOF3 & FHI. “Kami ingin kegiatan ini tidak hanya berlang-sung 1-2 kali, namun berturut-turut. Bah-kan lebih sering lagi tidak hanya 1 tahun sekali dan lebih kreatif. Sehingga budaya organik bisa melekat dan menjadi bagian hidup kita,” ungkap Bambang.

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Sementara Sugianta Msi, Wakil Rektor IPB mengungkapkan pengalamannya bahwa menurut Pastor Agatho (Pengembang pertanian organik di Cisarua, Bogor), organik berarti membahagiakan semua mahkluk hidup dan sekitarnya. Tidak ada yang ditumpas sehingga semuanya bisa saling memberi manfaat. Sehingga organik yang diwariskan oleh nenek moyang ini bisa memberi kelanggengan hidup. “Organik lebih sehat dan berkelanjutan,” ungkapnya.

Sedangkan Achmad Ru’yat, Wakil Walikota Bogor mengatakan bahwa peran kebijakan dalam pengembangan organik dan herbal sangat penting. Semua upaya seperti BOF3 & FHI harus mendapat tindak lanjut dari pemangku kebijakan. Terlebih saat ini semua yang bersifat alami telah menjadi kebutuhan masyarakat.

“Selama 531 tahun Kota Bogor sangat inheren dengan masalah-masalah lingkungan. Kita punya saksi hidup berupa Kebun Raya Bogor. Sangat jelas

visi sustainable development Kota Bogor,” jelasnya.

Ru’yat menambahkan dalam skala eko-nomi, nilai tambah hanya terjadi antara struktur dan pendukung lingkungan. Sehingga tanpa dukungan anggaran, segala upaya lingkungan terkait organik dan herbal hanya akan menjadi simbolis. Maka yang terpenting setelah kegiatan

ini, tidak hanya sebatas workshop tapi bisa lebih mempengaruhi para pengambil kebijakan untuk medukung.

BOF 3 & FHI 2013 menargetkan ada 7000 orang mengunjungi pameran dengan 44 stand ini. Selain menyuguhkan bermacam produk organik, herbal dan makanan sehat, BOF 3 & FHI 2013 juga menampilkan bermacam acara dengan narasumber ternama di tingkat nasional maupun internasional seperti Andrew Leu –IFOAM, Marie Suzanne Pailler-Eco-sert, Sabastian Saragih, Anton Waspo, Ning Harmanto dan lain-lain.

Berbagai acara ini diantaranya Lomba Karya Tulis Ilmiah “ Solusi Teknologi dan Pengembangan Pertanian Organik yang Inovatif dan Berkelanjutan untuk Ling-kungan yang Lebih Baik”, Tur Organik, Talk Show “ Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia”, Talkshow “The Future of Organic Farming in Indonesia”, Musium Pertanian Indonesia, Workshop “Doing Organic at Home”, Workshop “Macam Bambu dan

Pemanfaatannya”, Lomba Melukis & Mewarnai: “Melukis dengan Pewarna Alami Yuk…”, Festival Buah dan Tanaman Eksotis, Wahana Permainan Tradisional, Uji Cita Rasa: Cicip, Cecap, Cerap Kopi, Teh, dan Cokelat Organik, Museum Pertanian Indonesia, Hiburan: Pertunju-kan Musik Nusantara, dan Organic Youth Camp: “Yang Muda Yang Organik”.(*)

Page 8: Isi organis 31

8 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Isu Utama

Foto

: Dok

. AO

I

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keaneka- ragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Fakta tersebut menunjukan tingginya keanekaragaman

sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (green economy). Tingginya tingkat keaneka-ragaman hayati Indonesia nampak dari 10% dari tanaman

berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.

Pembangunan berbasis geografis yang mengutamakan keseimbangan ekonomi – ekologi dan sosiokultur Bangsa Indonesia dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pilihan

apakah Indonesia sebagai negara pertanian, industri, wisata, atau tambang. Berbagai pertimbangan geografis dan sosiokultur serta letak geologis dan klimatologis,

semestinya memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara pertanian yang kuat di dunia.

n Potensi alam dan budaya pertanian

di Bali

8 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 9: Isi organis 31

9Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Isu Utama

Keanekaragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisi geografis berupa dataran rendah dan tinggi, limpahan sinar matahari dan intesitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, serta keanekaragaman jenis tanah memungkinkan dibudidaya-kannya aneka jenis tanaman dan ternak asli daerah tropis, serta komoditas introduksi dari daerah sub tropis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.

Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman dan hewan, baik yang asli daerah tropis maupun komo-ditas introduksi yang sudah beradaptasi dengan iklim tropis, merupakan sumber materi genetik yang dapat dikembangkan. Selain itu Indonesia memiliki potensi ke-tersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan La-han dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung.

Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas

n Lahan pertanian padi organik di Banjarnegara, Jawa Tengah Foto: Dok. AOI

9Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudi-dayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian.

Menurut Suratman Worosuprodjo, Staf Pengajar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, selain potensi keaneka-ragaman hayati, Indonesia juga memiliki potensi masyarakat dengan beragam suku dan kearifan lokal (budaya, adat istiadat). Pembangunan berbasis geografis yang mengutamakan keseimbangan ekonomi – ekologi dan sosiokulture bangsa Indonesia dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pilihan apakah Indonesia sebagai negara per-tanian, industri, wisata, atau tambang. Berbagai pertimbangan geografis dan sosiokultur serta letak geologis dan klimatologis, semestinya Indonesia mem-perkuat jati diri pembangunan sebagai negara pertanian yang kuat di dunia.

Suratman menjelaskan, Indonesia mampu memperkuat penyediaan pangan dunia dan komoditas pertanian dengan pengembangan strategi pertanian berbasis 5 A yaitu: 1. Agro produksi yang

berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan; 2. Agro industri (pengelolaan hasil-hasil pertanian); 3. Agro bisnis per-dagangan hasil-hasil pertanian (lokal – regional - internasional); 4. Agro teknolo-gi (penggunaan teknologi ramah ling-kungan); 5. Agro tourisme – sosio kultur yang dikembangkan.

Selama ini perjalanan pembangunan Indonesia menghadapi masalah jati diri/visi pembangunan nasional yang berbasis pertanian, pertambangan, industri, kehutanan sehingga dampak kerusakan lingkungan dan bencana alam terus meningkat. Sudah saatnya Indonesia menyatakan diri sebagai Negara Pertanian yang kuat sekaligus sebagai Negara pelestari lingkungan hidup untuk mengantisipasi global warming dan bagi penyelamatan planet bumi.

Kearifan lokal dan potensi organik

Terkait dengan inovasi teknologi, maka perlu diperhatikan kearifan lokal masya-rakat. Secara umum kearifan lokal (local wisdom) dipahami sebagai gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Sifat ini bersifat turun-temurun dan ter-bukti mampu bertahan terhadap budaya luar, mampu mengakomodasi unsur budaya luar, mampu mengintegrasikan budaya luar ke dalam budaya asli, bahkan mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Di Bali dan Lombok masyarakatnya mengenal awig-awig, yang merupakan kearifan lokal dan pranata sosial yang ada sejak dahulu dan sejauh ini selalu ditaati setiap warga masyarakat sebagai pedo-man dalam bersikap dan bertindak teru-tama dalam berinteraksi dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Sam-pai saat ini awig-awig sangat dipatuhi masyarakat Lombok dan Bali karena mampu menjaga dan melestarikan sumber daya kelautan seperti terumbu.

Page 10: Isi organis 31

10 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

dituntut untuk menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Ketiga tantangan tersebut menjadi se-buah kerja keras bagi kita semua apabila menginginkan pertanian kita menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pambangunan bangsa. Upaya mewujudkannya dapat melalui pemberdayaan kearifan lokal yang telah mengakar di masyarakat. Seperti pengembangan pertanian or-ganik yang mengutamakan ke-selarasan dengan alam dan masyarakat sekitarnya, kiranya bisa menjadi contoh untuk men-capai tujuan pembangunan tersebut. Dalam pertanian organik, selain men-gutamakan hasil alam yang berkualitas juga mengandalkan teknik bertani yang selaras alam dan menggunakan bahan-bahan alami atau organik. Bermacam ha-sil alam yang berkualitas untuk pangan organik itu seperti madu hutan, sagu, umbi-umbian dan lain-lain.(*)

Masyarakat Melayu-Jambi mengenal dan menggolongkan perladangan dalam beberapa bentuk, yaitu perelak, kebun mudo, umo renah dan umo talang. Perelak ialah sebidang tanah di sekitar desa yang ditanami jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan dapur sehari-hari seperti cabai, kunyit, serai, laos, tomat, kacang gulai, ubi rambat, ubi kayu dan pisang. Kebun mudo ialah sebidang tanah yang ditanami jenis tanaman muda ter-tentu seperti pisang, kedelai atau kacang tanah. Umo renah ialah ladang luas yang ditanami padi dengan selingan tanaman muda, seperti cabai, tomat, terong, labu dan mentimun. Sementara itu di sekitar ladang ditanami tanaman keras seperti duku, durian, karet dan sebagainya. Umo talang adalah ladang di tengah hutan yang biasanya ditanami padi. Di ladang ini juga ditanami tanaman keras seperti karet dan durian.

Selain Bali, Lombok, Melayu, masih banyak kearifan lokal dan adat istiadat dalam mengelola sumber daya alam dan pertanian di Indonesia secara alami dan berkelanjutan. Seperti masyarakat adat Baduy, Dayak, Flores dan sebagainya. Dari titik inilah, sudah saatnya kita memahami alam ciptaan Tuhan dengan kekayaan alamnya bukan sekedar obyek eksploitasi, melainkan sudah seperti sa-habat dan guru agar terjadi harmonisasi antara manusia, alam dan Tuhan.

Kearifan lokal yang lebih bertumpu kepada olah rasa seperti tersebut di atas merupakan hal yang harus men-jadi bagian terintegrasi dengan inovasi teknologi yang merupakan olah nalar yang logis berdasarkan ilmu pengetahuan. Pembangunan pertanian tidak saja

Isu Utama

n Prosesi berdoa sebelum panen madu hutan di Ujung Kulon, Jawa Barat

nAwig-awig dalam mengelola sampah di sekitar lahan pertanian di Bali.

n Pengelolaan SDA di Desa Lubuk Beringin, Jambi

Foto

: Dok

. AO

I

Foto: Dok. Balebengong

Foto: Dok. KKI Warsi

Page 11: Isi organis 31

11Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 11

Isu Utama

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 11Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 12: Isi organis 31

12 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Isu Utama

Untuk memasuki pasar dunia (ekspor), produk organik Indonesia harus memiliki standar yang harus diikuti

menurut negara tujuan ekspor. Selama ini tantangan Indonesia adalah masalah standarisasi. Demikian menurut Paula Yahya dari PT ProFair Indonesia (Profi) saat Talkshow tentang “The Future of Organic Farming in Indonesia” di Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3&FHI) yang diselenggara-kan Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan Asosiasi Kewira-usahaan Sosial Indonesia (AKSI), Pemkot Bogor dan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, Jawa Barat (22/6).

“Agar bisa mempelajari dan memenuhi standar tersebut, salah satu caranya adalah dengan mengikuti pameran organik di negara terkait dan mempro-mosikan produk secara baik dan efektif,” ungkap Paula.

Lebih lanjut Paula mengatakan bahwa, seperti ekspor organik ke negara Jerman dan Uni Eropa lainnya yang memiliki standar tinggi karena ingin melindungi

n Talkshow “The Future of Organic Farming in Indonesia” Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3&FHI) di Bogor, Jawa Barat (22/6)

Foto

: Dok

. AO

I

konsumennya, Indonesia bisa mengi-kuti pameran organik di Jerman yaitu BioFach. Jerman bisa menjadi pintu akses pasar produk organik Indonesia ke Uni Eropa.

Jerman memiliki 4% konsumen organik dari keseluruhan konsumen dan Peme-rintah Jerman memberikan dukungan bagi pengembangan produk organik untuk bisa memenuhi permintaan konsumennya. Saat ini permintaan dan pasokan produk organik di Jerman relatif seimbang.

Yang menjadi tantangan Indonesia di pameran tingkat internasional adalah produk organik Indonesia masih sebatas komoditas atau setengah jadi. Sehingga sulit untuk mempromosikan. Yang perlu dilakukan adalah membuat brand image produk Indonesia.

Mempelajari perilaku konsumen negara maju tujuan ekspor juga perlu dilakukan. Saat ini sebagian besar konsumen organik tersebut tidak hanya melihat manfaat organik bagi kesehatannya sendiri namun

juga kesehatan mahkluk hidup dan ling-kungan sekitarnya. Sehingga Indonesia bisa menghasilkan dan mengemas produk dengan mengutamakan permin-taan konsumen tersebut.

Penuhi standar organik dengan sertifikasi

Agar bisa memenuhi standar negara tujuan ekspor, salah satu caranya dengan sertifikasi produk organik. Menurut Marie Pailler dari EcoCert, salah satu lembaga sertifikasi produk organik internasional, dengan sertifikasi itu produk organik yang dihasilkan harus memenuhi standar etika, sosial, kesehatan dan lingkungan, pengembangan dan transparansi.

Dalam etika perlu diperhatikan harga minimum dan penghasilan petani penghasilnya (produsen). Dalam sosial perlu diperhatikan kondisi pekerja dan pengembangan komunitas. Dalam kesehatan dan lingkungan bisa dilakukan dengan mengembangkan pertanian organik. Dalam pengembangan bisa dilakukan dengan peningkatan kerja-

Page 13: Isi organis 31

13Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 13

sama produsen dan konsumen. Dalam transparansi bisa dengan meng-kombinasikan organik dan fair trade (perdagangan yang adil) serta memfasili-tasi pilihan konsumen.

Selama ini Marie melihat, banyak produ-sen mengatakan sulit mengakses dan mendapatkan sertifikasi karena biayanya mahal. Padahal dengan berkelompok, petani atau produsen bisa menanggung biaya sertifikasi bersama dan itu akan lebih murah.

Marie mengatakan, manfaat dengan sertifikasi adalah bisa mendapatkan pasar baru bagi produk, harga yang lebih tinggi dan terjamin serta adanya dukungan dari kelompok organisasi yang mengembangkan standar sertifikasi itu.

Kebijakan pertanian organik di Indonesia

Sementara itu Anton Waspo, peneliti pertanian organik di saat yang sama mengatakan bahwa, pengembangan pertanian organik di Indonesia memaparkan tentang kebijakan peme-rintah dalam bentuk program penguatan kapasitas petani, bantuan pupuk organik dan fasilitas pengolahan pupuk, infor-masi dan pembiayaan akses pasar serta pembiayaan sertifikasi dari lembaga sertifikasi.

Hasil penelitian Waspo dan timnya di 7 kabupaten (Sukabumi, Maros, Tabanan, Semarang, Agam, Jombang, Toba Samo-sir) menunjuk-kan bahwa dana program pertanian organik sebagian besar berasal dari APBN dan APBD provinsi. APBD kabupaten sebatas dana pendamping.

“Ada kecenderungan baru sebatas men-jalankan program dari level yang lebih atas (dinas di provinsi/Kementan). Ini me-nimbulkan kekhawatiran di tingkat petani yang menjalankan program, apakah kegiatan akan berlanjut tahun depan?” ungkap Waspo.

Akhirnya di tingkat petani yang menjadi sasaran program Dinas Pertanian me-ngalami banyak perubahan dan memun-culkan siasat sendiri. Adanya hambatan biaya sertifikasi mendorong sebagian ke-lompok yang sudah memahami persoalan sertifikasi memilih tidak menggunakan sertifikasi dari pihak ketiga (Lembaga Sertifikasi Organik-LSO). Kelompok petani ini mengembangkan sistem penjaminan bersama dengan konsumen yang mem-beli produk mereka. Secara kreatif juga, banyak kelompok petani yang mulai mengembangkan metode dan pen-gayaan sarana produksi organik (benih, pupuk, agen hayati). Hasil kreativitas ini bisa menjadi penghasilan tersendiri bagi kelompok tani.(*)

nAneka produk organik IndonesiaFoto: Dok. AOI

Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 14: Isi organis 31

14 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Daniel SupriyonoPadi Organik

SabirinTanaman Tahunan

Diah SetyoriniKesuburan Tanah

Agung PrawotoStandar dan

Sertifikasi

Toto HimawanHama dan

Penyakit Tanaman

YP SudaryantoSayuran Organik

Agus KardinanPestisida Nabati

Redaksi Ahli

Daniel Supriono menjawab:

Sesungguhnya ganti tanaman (rotasi/per-giliran) tidak hanya dilihat karena padi tidak/kurang menguntungkan saja. Aspek ekonomi oke tidak dilarang. Tapi juga seyogyanya mempertimbangkan aspek ekologi (keting-gian tempat), lahan Saudara ada di mana? Kira-kira ketinggian tempat berapa dari permukaan air laut?

Untuk ganti tanaman antara lain perlu pertim-bangan faktor ini. Alternatif tanaman dataran rendah ke menengah (0-600 m dpl) adalah cabai, terong, timun, bawang merah (tanah berpasir), kacang panjang, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau), kang-

kung, bayam, sawi, dan lain-lain. Untuk dataran menengah ke atas (lebih dari 600 m dpl) biasa tumbuh baik tanaman seperti: kol, bit, wortel, buncis, selada keriting, pak-coy, brokoli, kembang kol, dan lain-lain.

Tentang peralihan dari lahan konven-sional (kimiawi) ke organik perlu dilakukan pentahapan (konversi). Strateginya adalah pengurangan bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida) dan diganti dengan bahan-bahan organik. Secara umum empat kali musim tanaman sudah dapat diterapkan pertanian organik. Hal ini memang relatif, karena masih perlu dikaji lebih mendalam (seperti seberapa banyak selama ini peng-gunaan bahan kimia). Tapi okelah untuk sementara itu dulu. Selamat mencoba dan terus mencoba, masih terbuka lebar untuk konsultasi lebih lanjut.

Pergiliran Tanaman setelahPadi?

Tanaman apa yang baik sebagai peng-ganti tanaman padi di lahan yang sama sehingga tidak sama dengan lahan lain yang ditanami padi dan bisa mencegah penyebaran hama? Lalu langkah terbaik apa untuk memulai pertanian organik di lahan tersebut?

SaptonoDesa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah, Demak, Jawa Tengah

14 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 15: Isi organis 31

15Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

n Petani organik KORMA di Pomala,

Sulawesi Tenggara

Foto: Dok. KORMA

15Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 16: Isi organis 31

16 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Penjaminan Organis

Apa Itu Sertifikasi Komunitas?

Particiatory Guarantee System (PGS) dalam bahasa Indonesia diterjemah-kan sebagai penjaminan berbasis

komunitas (PBK) adalah sistem pen-jaminan kualitas yang cakupan kerjanya ada di tataran lokal. PBK mensertifikasi produsen berdasarkan partsipasi aktif multipihak yang dibangun berdasarkan pondasi kepercayaan, jejaring sosial dan pertukaran pengetahuan.

Istilah PGS untuk pertama kalinya dike-nalkan di Torres, Brasil pada tahun 2004. Yang mempertemukan para pelaku PGS di seluruh dunia, seperti inisiatif asosiasi petani Certified Naturally Grown di Amerika dan organisasi Wholesome Food Association di Inggris serta 20 inisatif lainya yang sudah berkembang di negaranya masing-masing.

Di Indonesia, benih penjaminan komu-nitas atau alternatif bisa dikatakan mulai muncul di era 90-an. Saat petani–petani yang melakukan budidaya secara organik mulai memasarkan produk mereka ke konsumen melalui sistem penjualan langsung dan melakukan klaim bahwa produk yang mereka jual adalah organik. Dulu biasanya kegiatan penjaminan ini dilakukan oleh LSM pendampingnya, pemasarnya atau ketua kelompok.

Seiring perkembangan pertanian organik baik dari sisi produsen maupun konsumen, muncul keinginan untuk membuat PBK lebih terstruktur agar lebih

kredible dan mensertakan beberapa do-kumen untuk dapat diverifikasi. Seperti yang tertera pada panduan PBK, sebuah sistem dapat dikatakan PBK jika memiliki : 1. Standar organik 2. Mekanisme verifikasi dan produksi 3. Peer review 4. Ketidaksesuaian dan sanksi 5. Pengesahan label 6. Sistem dan prosedur yang terdoku-

mentasikan Dari keenam poin tersebut rata–rata PBK yang ada di Indonesia sudah melakukan-nya dan memilikinya, namun poin pendokumentasian yang kerap dilewat-kan. Hal ini nampaknya terkait erat dengan budaya Indonesia yang lebih ke arah tutur ketimbang tulis. Ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sebagian besar petani kita (terutama yang sudah berusia lanjut masih buta huruf).

Siapa yang diuntungkan PBK ?

Tidak ada model penjaminan yang benar–benar sempurna sebab jika pro-dusen ingin berbuat curang akan selalu ada cara, PBK meminimalisir ini dengan memastikan produsen memiliki penge-tahuan dan pemahaman yang cukup tentang teknik budidaya organik.

Dari Produsen - Proses verifikasi yang lebih sederhana

memudahkan produsen skala kecil yang membutuhkan penjaminan.

nAneka produk organik berlabel PAMOR

Foto: Dok. AOII

- Penerapan budidaya organik yang mengacu pada standar organik ter-tentu, akan meningkatkan kualitas.

- Meski usahanya besar namun penerapan pendokumentasian dan prosedur pertanian sejatinya akan membantu produsen jika ingin

mengevaluasi usaha pertaniannya. - Biaya PBK yang terjangkau akan

membuat produsen skala kecil mam-pu menyediakan produk berharga terjangkau.

- Proses dokumentasi PBK yang relatif lebih sederhana membuat petani tetap bisa melakukan diversifikasi di lahanya.

Dari Konsumen- Konsumen akan mendapatkan

produk organik yang berkualitas dan keorganikanya dapat di pertanggung-jawabkan.

- Kesempatan untuk melibatkan konsumen secara aktif dalam skema PBK, terutama dalam hal menentukan standar.

- Biaya PBK yang relatif terjangkau, tidak akan memperbesar harga jual produk organik di tingkat retail.

- Dengan PBK diharapkan produk organik yang sehat dan bermutu bisa dinikmati semua kalangan.

Dari sisi pemerintah - Permintaan yang tinggi dari konsumen,

merupakan motivasi petani untuk beralih ke organik sehingga hal itu merupakan dukungan kepada pemerintah yang mengusung pro-gram Go Organic.

Page 17: Isi organis 31

17Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

- Pembukaan lapangan kerja baru di sektor pertanian organik.

- Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diwajibkan menu-runkan emisi gas rumah kaca dengan pertanian organik, maka akan mem-batu tercapainya target penurunan emisi ini.

Posisi PBK di Indonesia Pertumbuhan inisiatif PBK yang luar biasa cepat selama beberapa tahun ini merupakan sinyal adanya kompetensi. Sebenarnya siapakan yang potensial menjadi konsumen PBK? Benarkah akan terjadi kompetisi yang tidak sehat dengan lembaga penjamin pihak ketiga karena biaya PBK yang lebih terjangkau?

Dari uraian perbandingan, terlihat bahwa pasar dari PBK sebenarnya adalah niche market dari seluruh produsen yang membutuhkan sertifikasi organik, dengan aspek yang menguatkannya: - Area kerja PBK terbatas, tidak seluas

penjaminan pihak ketiga. PBK bekerja pada wilayah kerja yang secara geo-grafis letaknya berdekatan.

n Pembentukan Unit PAMOR Bogor di Bogor, Jawa Barat (18/4) Foto: Dok. AOI

- Pasar yang dimasuki PBK adalah pasar yang tidak terlalu rigid.

- Produk yang dijamin PBK adalah produk segar yang masa hidup singkat dan mudah rusak. Umumnya sayur dan buah yang langsung dijual ke konsumen.

Tapi memang benar ada irisan antara PBK dan penjaminan pihak ketiga dalam

hal komoditas, namun jika ditilik ada perbedaan volume dari yang dijamin. Jadi irisan ini bukanlah gangguan yang signifikan bagi penjaminan pihak ketiga.(*)

(Artikel disarikan oleh Sucipto Kusumo Saputro dari Buku Sertifikasi Organik Komunitas, Sistem Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) di Indonesia; AOI; 2013)

Penjaminan Organis

Page 18: Isi organis 31

18 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)18 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Bertani merupakan kewajiban hidup warga Kasepuhan di Ciptagelar.

Setiap warga Kasepuhan paling tidak memiliki sawah dan

lumbung masing- masing. Warga Kasepuhan pantang

menjual padi yang dihasilkan karena mereka mempercayai bahwa

padi merupakan Nyi Pohaci Sanghyang Asri. n Pesona alam Ciptagelar di kawasan Taman Nasional

Gunung Halimun Salak, Sukabumi, Jawa barat

Foto: Dok. Anggawedhaswhara dan Hibban Fathurrahman

Hari telah sore ketika kami tiba di Terminal Pelabuhan Ratu.Kami memutuskan untuk menggunakan ojek menuju tujuan kami. Sebuah kampung adat, di selatan

Pulau Jawa. Sebuah kampung yang masih melestarikan tradisi para leluhurnya. Sebuah kampung yang indah didalam foto-foto yang kami lihat. Sebuah kampung bernama Ciptagelar. Berada di kaki Gunung Halimun yang membatasi Sukabumi dan Bogor.

Dari terminal kami menuju Pangguyangan, sebuah wilayah sebelum Ciptagelar, tempat biasa beberapa orang yang akan menuju Ciptagelar transit untuk beristirahat sebelum melakukan perjalanan. Jalanan berbatu dan kawasan “setengah” hutan menjadi pemandangan kami selama sekitar 1 jam perjalanan. Kadang kami harus turun dari motor, karena ojek yang kami tunggangi tak bisa naik. Sesekali kami terjatuh dari motor karena jalanan yang terjal. Sampai Pangguyangan, hari telah gelap. Kami sampai disebuah rumah tempat kami membuat janji dengan kawan yang akan menjemput dari Ciptagelar. Malam agak gerimis, agak khawatir juga karena kami yakin perjalanan selanjutnya akan lebih sulit. Selang 10 menit 2 orang kawan kami akhirnya menjemput. Setelah berbincang sejenak, kami memutuskan tidak langsung menuju Ciptagelar melainkan menuju Ciptarasa, kampung sebelum Ciptagelar tempat dimulainya upacara “Ngunjal”. Sebuah upacara penanda berakhirnya panen sebelum upacara Nganyaran, lalu Seren Tahun.

Profil

Oleh: Angga Wedhaswhara

18 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 19: Isi organis 31

19Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Tradisi Ngunjal dilakukan setiap tahun oleh masyarakan Ciptagelar. Secara bahasa Ngunjal berarti ’mengirimkan’, dalam hal ini mengirimkan padi. Aturan adat setempat menegaskan bahwa padi adalah sumber pangan bersama,yang dimakan untuk manusiasehingga harus dibawa oleh manusia pula. Tidak boleh menggunakan kendaraan. Sehingga di malam itu ketika upacara Ngunjal berlangsung ribuan manusia mengang-kut hasil panen dari berbagai “lantayan” (alat untuk menjemur padi yang baru di-panen dan terbuat dari bambu) menuju Bale Sosial untuk dihitung, kemudian disimpan kedalam leuit(lumbung) milik desa sebagai cadangan pangan.

Hari masih gerimis ketika kami mulai mengikuti prosesi Ngunjal dari Ciptarasa, tapi momen-momen ini tidak bisa kami lewatkan begitu saja.Kami harus menyak-sikan dan merasakan bagaimana upacara ini dilakukan. Setiap lelaki, tua ataupun muda sudah bersiap dengan sebilah bambu untuk mengangkut padi. Ketika waktu tepat menunjukan pukul 19.00,

n Prosesi pengangkutan padi ke leuit dengan menggunakan “rengkong”

n Barisan para pengangkut padi dalam prosesi “ngunjal”

leuit sementara di Ciptarasa dibuka, semua orang berebut untuk mengam-bil sebanyak-banyaknya “pocongan” atau ikatan padi. Tetabuhan dimulai, sekelompok pemain angklung memulai atraksinya, seorang sinden menyanyi . Benar-benar sebuah “festival”, “keriaan”, atau upacara yang riuh dimana warga masyarakatnya bersuka cita.

Pocongan padi terus bergerak bersama para pengangkutnya menembus kegela-pan hutan dan gerimis yang menyegar-kan sehingga aktfitas yang melelahkan tidak terasa terlalu berat, hanya mungkin jalanan menjadi lebih licin. Sedangkan terjalnya jalanan tak perlu dikisahkan, karena telah pasti.

Dari Ciptarasa, bersama seorang kawan yang bertugas mendokumentasikan menggunakan sepeda motor, dalam gelap dan jalanan licin kami terus melaju melewati barisan pemuda-pemuda yang mengangkut pocongan-pocongan padi dengan berjalan kaki. Sebuah totalitas yang patut diacungi jempol.

Sampai di Ciptagelar kami disambut oleh tetabuhan ibu-ibu menumbuk “lesung”, sekelompok pemain angklung turut me-meriahkan acara, beberapa pocongan padi telah tiba di Bale Sosial. Kami tak habis pikir, bagaimana mereka bisa melaju lebih cepat dari motor dengan berjalan kaki.

Seketika sampai di Bale Sosial kami disambut oleh Kang Yoyoyogasmana, seorang kawan lama, seorang kakak yang telah memutuskan menjadi seorang war-

ga adat dan tinggal disana. Berbincang sebentar melepas rindu, kami lalu sibuk dengan kamera untuk turut mendoku-mentasikan kegiatan tersebut. Obrolan melepas rindu pasti akan berlajut lama. Sekarang ada banyak momen yang harus direkam, menjadi oleh-oleh kami.

Suasana sangat riuh, di Bale Sosial para “kolot” dari Baris Pamakayaan sibuk menghitung jumlah pocongan. Di panggung kesenian, barisan Angklung terus memainkan angklung sembari menghibur para tetamu dan pembawa padi. Didapur Imah Gede ibu-ibu sibuk memasak dan menyiapkan makanan bagi semua orang. Ya...., ribuan orang itu makan bersama secara bergiliran di teras Imah Gede. Sementara malam masih gerimis.

Dirasa cukup mengambil gambar, kami pun diajak untuk makan oleh Kang Yoyo di Imah Gede bersama warga masyara-kat lainnya. Inilah yang kami nantikan,

Profil

19Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

n Lumbung utama Ciptagelar dinamakan Leuit Si Jimat.

n Para kolot dari Baris Pamakayaan menghitung hasil panen di Bale Sosial.

Foto

: Dok

. Ang

gaw

edha

swha

ra d

an H

ibba

n Fa

thur

rahm

an

Page 20: Isi organis 31

20 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

apalagi yang lebih menyenangkan selain makan bersama banyak orang dengan sajian makanan organik?Ya, organik. Be-gitu kami menyebut padi atau hasil bumi yang ditanam tanpa asupan bahan kimia.Selepas makan, kami diajak beristirahat di rumah Kang Yoyo. 2 buah kasur lipat telah tersedia di ruang tamu buat kami tidur. Badan ini letih, tapi kerinduan dan keriaan tadi mengusik kami untuk terus berbincang.

Bertani hukumnya wajib

Pertanian di Desa Ciptagelar hukumnya wajib bagi setiap warga desa. Hampir semua aspek kehidupan sangat tergan-tung dengan ketersediaan hasil perta-nian. Menurut Kang Yoyo, setiap warga memiliki sawah dan ladang tersendiri untuk kehidupanya masing-masing. Siklus pertanian lebih terasa di Desa Ciptagelar. Selama 6 bulan warga melakukan proses bercocok tanam dan

Profil

6 bulan selanjutnya tidak ada aktifitas bercocok tanam padi, ini bertujuan un-tuk mengembalikan tanah pada keadaan awal seperti mengembalikan lagi jumlah unsur-unsur hara, nitrogen dan unsur lainnya yang berperan dalam proses pertumbuhan tanaman. Mereka sangat menerapkan prinsip simbiosis mutual-isme dan bertani selaras alam.

Sepanjang tahun diadakan upacara yang berhubungan dengan pertanian. Dari mulai upacara Mipit sampai Seren Tahun, puncak dari semua upacara tersebut. Kesemuanya bertujuan untuk mendapat-kan kemudahan dan keberhasilan dalam proses bertani, baik dari segi kuantitas dan kualitas hasil pertanian. Kesemuanya dilakukan dan dimulai berdasarkan tanda-tanda alam. Selain itu yang paling penting warga dilarang untuk menggu-nakan pestisida atupun herbisida dalam semua proses pertaniannya. Bahkan me-nutup jalan tikus di ladang pun pantan-gan bagi mereka. Setiap mahluk hidup berhak hidup. Bahkan dalam ladang yang kita tanami padi ada hak-hak bagi tikus, burung, dan serangga lainnya.

Ciptagelar memiliki banyak jenis padi, ada beberapa yang menjadi andalan bagi warga diantaranya padi jenis tempei,ketan dan beras merah. Sebagian besar para pendatang mencari beras merah karena jarang didapatkan. Sayang-nya padi disini dilarang untuk diper-

20 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

nMakan bersama masyarakat Ciptagelar

n Lantayan, tempat menjemur padi selepas panen sebelum dipindahkan ke lumbung.

nMemasukan pocongan padi ke dalam lumbung setelah dihitung dibale sosial.

Foto

: Dok

. Ang

gaw

edha

swha

ra d

an H

ibba

n Fa

thur

rahm

an

n Lahan pertanian di Ciptagelar

jualbelikan. Jangankan diperjualbelikan, dibawa menggunakan kendaraan pun pantangan. Yang boleh dibawa keluar dengan kendaraan hanya padi yang telah ditumbuk menjadi beras.

Oh..., kearifan lokal masyarakan Ciptagelar yang memiliki nama resmi Kasepuhan Ciptagelar Kesatuan Adat Banten Kidul telah mengajarkan pada kami, apa yang disebut hidup selaras alam atau organik yang sering kami ucapkan. Merekalah penjaga pertanian organik sesungguh-nya. Merekalah penjaga pertanian kolot baheula(nenek moyang) yang sudah mulai kita lupakan.

Tak terasa waktu telah menunjuk jam 1 malam, kami harus istirahat, tetapi keriuhan di luar rumah masih terden-gar. Ini mirip dengan suasana malam takbiran di hari terakhir bulan Ramadhan. Bagaimanapun kami harus tidur, karena besok pagi masih ada aktifitas yang harus kami lakukan sebagai bahan “oleh-oleh”. (*)

Page 21: Isi organis 31

21Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 21Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan herbal alami dan organik yang luar biasa dimana kekayaan kita menempati posisi kedua di dunia setelah Brazil

dengan total 7500 tanaman berkhasiat. Namun baru ratusan diantaranya yang telah dimanfaatkan sebagai obat dan suplemen. Padahal dalam survei Independent Marketing Research potensi pasar herbal kita dapat mencapai 13 trilyun rupiah.

Untuk mendukung potensi alam akan keanekaragaman hayati yang berlimpah dan berkhasiat herbal itu, petani organik juga berupaya mengembangkan pertanian organik untuk menghasilkan produk organik yang sehat tanpa bahan kimia dan ramah lingkungan.

Bisnis organik dan herbal di Indonesia selain bisa meman-faatkan potensi kekayaan alam Indonesia juga bisa untuk

n Kekayaan alam IndonesiaFoto: Dok. AOI

21Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 22: Isi organis 31

22 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Agribisnis

n Talkshow “Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia”, Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal di Halaman Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22 Juni 2013)

Foto: Dok. AOI

meningkatkan pendapatan dan kesejah-teraan masyarakat Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi hijau (green economy) yang ramah lingkungan dan sosial.

Pengembangan green economy untuk meminimalisir dampak-dampak buruk terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Konsep green economy adalah sebuah rezim ekonomi baru di era abad ke-21 dimana ekonomi hijau adalah tatanan ekonomi baru yang mengguna-kan sedikit energi dan sumber daya alam.

Menurut Stefanos Fotiou, perwakilan United Nation Environment Programme (UNEP), pertanian organik sebagai praktik produksi pangan yang tidak menggu-nakan pupuk dan pestisida kimia sintetis merupakan bagian dari green economy dan salah satu bentuk konsumsi dan produksi berkelanjutan (sustainable consumption and production-SCP).

Seperti halnya praktik-praktik kearifan lokal yang telah dilakukan masyarakat secara alami, pertanian organik juga mengutamakan proses alami dan keberagaman hayati sebagai satu kesatuan.

nAneka produk organik dari alam Indonesia

Foto: Dok. AOI Sebagai salah satu bentuk konsumsi dan produksi berkelanjutan, menurut Fotiou, harus ada kebijakan yang mengatur bagaimana peraturan tentang pengem-bangan pertanian organik.

Fotiou menjelaskan bahwa konsumsi dan produksi berkelanjutan merupakan produksi dan penggunaan barang dan jasa sesuai kebutuhan dasar dan membawa kualitas hidup yang lebih baik, sambil meminimalkan penggunaan sumber daya alam, material beracun, emisi limbah dan polutan selama siklus hidup, sehingga tidak membahayakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang.

Sementara itu telah berkembang pula wacana Investasi Bertanggungjawab Sosial atau yang lebih dikenal dengan istilah Socially Responsible Investment (SRI). SRI dapat dimaknai sebagai strategi investasi yang mempertimbangkan baik financial

22 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 23: Isi organis 31

23Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Agribisnis

23Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

return maupun social good. Karakter SRI adalah berkelanjutan, sadar sosial, green atau berinvestasi secara etis. Investasi Bertanggungjawab Sosial menghendaki para investor yang mengedepankan kepedulian lingkungan, perlindungan konsumen, hak asasi manusia dan keragaman.

Salah satu perusahaan yang berkomit-men untuk mewujudkan investasi yang bertanggungjawab sosial dan berkelan-jutan di Indonesia adalah PT. Socentix. Perusahaan yang didirikan oleh David Darmawan ini menawarkan layanan menarik kepada fund manager, investor dan wirausawan sosial. Contoh seder-hananya adalah layanan Socentix yang memungkinkan para fund manager untuk mengelola portofolio Investasi Bertanggungjawab Sosial secara efisien dengan menganalisis, mengamati dan

n Tanaman Sembukan untuk obat nyeri perut Foto: Dok. AOI

melaporkan fitur berdasarkan teknologi yang paling canggih.

David Darmawan saat Talkshow bertema “Green Economy dalam Bisnis Organik dan Herbal di Indonesia”, Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal (BOF 3 & FHI) di Halaman Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22 Juni 2013) mengungkapkan investor-investor asing dari luar negeri banyak yang tertarik dengan konsep Investasi Bertanggungjawab Sosial maupun Green Investment sehingga sangat memungkinkan untuk berkem-bangnya bisnis organik.

Potensi bisnis organik dan herbal

Lewi Cuaca, Presiden Direktur PT. Profil Mitra Abadi (PMA), sebuah perusahaan yang memproduksi dan mengekspor

produk organik, seperti kacang mete, gula aren, keripik singkong, mete madu organik mengungkapkan pengalaman-nya dalam berbisnis organik, bahwa kemitraan jangka panjang dengan petani adalah etos kerja dan filosofi penting PMA. Peningkatan kapasitas melalui pela-tihan & lokakarya perdagangan yang adil dan pengolahan untuk petani sebagai mitra telah memberikan PMA menjadi perusahaan bersertifikat sosial fair trade oleh IMO Swiss pada tahun 2010.

Menurut Lewi yang menjadi salah satu narasumber talkshow tersebut, keberlan-jutan dari pasokan produk organik tidak hanya karena peran PMA, tetapi juga tergantung kelangsungan kerjasama dengan para petani & keluarganya untuk menghasilkan kualitas terbaik hasil panen dari tanah petani Indonesia.

Page 24: Isi organis 31

24 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Agribisnis

24 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

n Kapsul dari ekstrak tanaman herbal di Indonesia

Foto

: Dok

. AO

I

Foto: Dok. AOI

Sementara itu Ning Harmanto, pendiri PT Mahkota Dewa Indonesia (MDI) yang juga menjadi narasumber dalam talkshow yang sama mengatakan bahwa khasiat tanaman herbal sudah diyakini oleh masyarakat sejak turun temurun. Contohnya adalah daun sukun yang ternyata bisa digunakan untuk obat asam urat dan osteoporosis. Tapi banyak masyarakat sendiri yang kurang tahu. Pengobatan tradisional lokal banyak memakai ramuan herbal dan sampai sekarang masih banyak yang dipercaya untuk mengatasi penyakit, baik yang remeh seperti batuk pilek hingga yang kronis seperti kanker. “Bisnis herbal cerah di Indonesia. Tahun ini bisnis herbal lebih baik dan teratur dengan sosialisasi lewat radio dan media sosial lain,” ungkap Ning. “Bisnis tersebut tidak hanya sekedar media mencari untung namun juga berbagi. Berbisnis dengan memberi akan membuat bisnis kita lebih berkembang,” pungkasnya.

Ning mengawali bisnis herbalnya dari kegiatan ibu-ibu rumah tangga yang mendirikan usaha kelompok. Nama usahanya KWT (Kelompok Wanita Tani) Bunga Lili, yang didirikan pada tanggal 1 November 1999. KWK berdiri di kawasan Jakarta Utara dengan mengelola penana-man tanaman obat dan mengolahnya menjadi produk obat tradisional. Salah satu tanaman obat yang dikembang-kannya adalah mahkota dewa. Ternyata produk obat mereka mendapat banyak perhatian.

Produk obat tradisionalnya termasuk salah satu yang banyak dicari. Usaha mereka pun maju. Untuk menambah layanan, pada 3 November 2002 Ning mendirikan klinik sendiri dengan nama Klinik Herbal Ny. Ning Harmanto (d/h Klinik Tradisional Mahkota Dewa) di Rawa Badak, Jakarta Utara. Tujuan utama pendirian klinik ini yaitu agar dapat mem-berikan pelayanan secara intensif kepada masyarakat dengan memberikan jasa konsultasi terhadap penderita penyakit, menerangkan kegunaan tanaman obat

serta khasiatnya terhadap suatu penyakit.Setelah mendapat pengakuan luas, Ning melihat usahanya bisa dikembangkan lebih jauh. Hal inilah yang memutuskan-nya mendirikan PT Mahkota Dewa Indo-nesia pada 1 Januari 2003. Perusahaan ini, kata Ning, merupakan organisasi wadah kegiatan operasional kelompok-nya dengan bidang usaha pelayanan kesehatan dan penyedia konsultasi. Salah satu kegiatannya adalah memberikan informasi, sarana dan menyediakan jamu olahan yang berasal dari tanaman obat (herbal) sebagai pengobatan alternatif.

Ning pun makin menggebu mengem-bangkan usahanya. Ia kemudian melihat kota kelahirannya Yogyakarta sebagai kota ekspansi pertamanya. Disana Ning membuka Klinik Mahkota Dewa sekaligus menjadi cabang di luar kota pertamanya. Cabang ini melayani area pemasaran DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Setelah itu berdirilah cabang-cabang lain. Kliniknya sendiri kini sudah berkembang menjadi lebih dari 20 outlet di berbagai kota. Ia juga merangkul berbagai pihak untuk bekerjasama mendirikan klinik serupa dengan dukungan produk dan layanan dari PT Mahkota Dewa.

Menurut catatan Ning, total pasien kliniknya sudah mendekati 15.000 orang sejak berdiri. Dari tiga Klinik Tradisional

Mahkota Dewa (Jl. Soka BB 16 Jakarta Utara, ITC Cempaka Mas Jakarta Pusat dan Jl. MT. Haryono 46 Yogyakarta) tercatat kurang lebih 10.000 pasien yang datang. Mereka datang dengan beraneka macam penyakit. Di antara penyakit yang paling banyak adalah asam urat dan rheumatik (Asratik) yang menduduki urutan keempat. Penyakit berat lain yang ditanganinya adalah kanker, diabetes, dan darah tinggi. Usaha entrepreneurship Ning terpupuk seiring pengalaman dan kebutuhan pasar, sekaligus banyak menolong orang.(*)

nMengenal bermacam produk organik dan herbal di pameran BOF 3 & FHI

Page 25: Isi organis 31

25Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 25Edisi 30 / Th. 10 (Januari - April 2013) 25Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Setelah duduk manis, Evela Wijaya meletakkan kertas gambar di meja di depannya. Tangannya yang mungil pun mulai memainkan kuas di air dan

pewarna. Tak lupa sebelum mengoleskan kuas ke pewarna yang berbentuk gel, dia mengusapkan kuas di kain. Lalu mengoleskan kuas ke kertas bergambar.

Nampak sudah mahir ya anak SD Taruna Bangsa di Bogor ini menggunakan pewarna alami yang bentuknya gel ini. Namun ternyata baru kali ini anak usia 7 tahun ini mengikuti lomba mewarnai. “Sebelumnya udah pernah ikut lomba me-warnai tapi pakai pewarna dari krayon. Kalau pakai pewarna bentuk ini baru kali ini,” ungkap Evela.

Meski baru kali ini mewarnai dengan pewarna alami bentuk gel, namun Evela mengaku senang. Selama ini dia sering mengikuti lomba mewarnai sampai ke Jakarta.

“Kegiatan lomba mewarnai bisa melatih Evela menjadi percaya diri dan berani tampil. Selain itu juga bisa memper-mudah mengenal lingkungan sekitarnya,” ungkap Yayuk, ibu dari Evela di sela lomba mewarnai.

Terlebih lagi menurutnya, kali ini dengan menggunakan pewarna alami yang beda dengan sebelumnya yang pernah diikuti.

Senada dengan Yayuk, Muriana, ibu dari Yuliana juga mengatakan bahwa menggunakan pewarna alami adalah pengalaman pertama Yuliana. Baginya yang penting Yuliana bisa belajar dan mendapatkan pengalaman.

Satu jam berlalu. Waktu mewarnai pun sudah habis. Evela, Yuliana dan anak-anak peserta lainnya satu per satu mengumpulkan hasil karyanya pada Panitia Lomba Mewarnai Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3 & FHI) di Halaman Muka Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (23/6).

Beberapa saat setelah semua hasil karya mewarnai gambar telah terkumpul, para juri pun mulai menilai. Hasil penjurian menunjukan nama-nama pemenang lomba mewarnai adalah Evela Wijaya sebagai Juara Pertama, Hanifah sebagai Juara Kedua dan Asya sebagai Juara Ketiga. (ANP/SNY)

25Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 26: Isi organis 31

26 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Generasi muda adalah generasi yang paling menerima dampak dari kegiatan ma-nusia dimasa sekarang yang tidak ramah terhadap lingkungan. Dampak itu akan semakin parah dan semakin membawa kesengsaraan di masa depan dengan objek

generasi muda saat ini. Generasi muda perlu sadar akan bahaya tersebut yang bisa meneng-gelamkan kesejahteraan hidup mereka di masa depan. Oleh karena itu, generasi mudalah harapan untuk mewujudkan suatu perubahan di masa yang akan datang dan menyelamat-kan banyak kehidupan untuk diri mereka sendiri.

Dengan mengangkat tema “Yang Muda Yang Organik” diharapkan diskusi di workshop Organic Youth Camp, Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia (BOF3 & FHI) di Halaman Muka Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (22/6) ini dapat menarik minat anak muda untuk terjun dan bergelut di bidang green lifestyle.

Greeneration yang merupakan sekumpulan anak muda berjumlah 25 orang dapat mem-buat aksi-aksi nyata yang sangat kreatif dan inovatif dalam mendukung gaya hidup green. Diki salah satu teman kita dari Greeneration menceritakan bahwa rekan-rekannya selalu se-mangat untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik walau mereka bukan sarjana teknik lingkungan atau pertanian namun hal itu adalah tanggung jawab setiap orang. Sementara Bibong Widyarti, yang merupakan salah satu nara sumber di kegiatan tersebut, yang juga adalah konsumen organik dan sudah menerapkan gaya hidup organik sejak lama mengaku, anak-anaknya tumbuh sehat dan cerdas. Bibong ingin anak-anaknya bisa sehat

26 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Info Organis

Page 27: Isi organis 31

27Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

dan bahagia sampai hari tua. Walau ter-kadang teman-teman anaknya sering menawarkan makanan yang kurang sehat tetapi didikan dan kasih sayang dari sang ibu ini dapat terus dijalankan dengan konsisten.

Bibong tidak benar-benar ketat melarang makanan seperti junk food tersebut, hanya saja makanan tersebut sangat tidak baik dikonsumsi ber-lebihan. “Paling tidak 1 minggu memakan satu kali makanan junk food tersebut tidak apa-apalah,” ungkap beliau yang memaklumi generasi muda seperti anaknya akan bersinggungan dengan pergaulan yang sering me-makan makanan tersebut.

Green lifestyle atau gaya hidup organik yang sering digaung-gaungkan para pemerhati kesehatan dan kemanusiaan bahkan pemerhati keberlanjutan kehidupan bukan lagi hanya sebuah slogan tetapi sesuatu yang butuh untuk diterapkan. Maka, terus berjuanglah hai para pemuda Indonesia untuk me-nyongsong masa depan mu yang cerah. (PUT/SNY)

27Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Merupakan kumpulan tulisan dari petani ataupendamping petani yang telah menerapkan ICS

di kelompoknya.

Penulis:

Indro Surono/ Slamet/ Theresia Eko Setyowati/ Novrizal/ Tommy Mulyadi/Thomas Irawan Sihombing/ M. Tahir/

Akhmad Arif/ Yuli S

Berminat?Hubungi:

Rizki Ratna AnugrahTelp: 0251-8316294

HP: +6285721519878E-mail: [email protected]

Kami hanya mencetak 200 piecesTersedia juga dalam Bahasa Inggris

WAJIB dimiliki bagi mereka yang ingin dan akan

menerapkan ICS

Buku baru AOI:“Mozaik ICS dalam Pertanian Organik”

Page 28: Isi organis 31

28 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Bijak di Rumah

28 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Sayuran dari pertanian konvensional mungkin terlihat bagus dan sehat. Tetapi, tanyalah kepada ahli

kesehatan dan analis kimia. Jika diteliti lebih dalam bahan pangan dari hasil pertanian yang tidak ramah lingkungan tersebut ternyata juga membahayakan kesehatan putra-putri tercinta kita di masa depan. Membeli sayuran organik dari swalayan pun harganya sangat mahal. Oleh karena itu, cobalah untuk mandiri pangan dari wilayah rumah kita sendiri. Bagaimana caranya?

Dalam workshop “Doing Organic at Home” di acara Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia di Bogor (22/6), Soeparwan Soelaiman, salah seorang praktisi yang menggeluti bidang pe-

Ragu dengan sayuran yang Anda makan?

Takut mengandung racun dari pestisida kimia?

Mungkin Anda berpikir buat Anda tidak apa-apa

tetapi bagaimana dengan putra-putri

kesayangan Anda yang daya tahan

tubuhnya masih rentan dan umur hidupnya

masih panjang?

manfaatan pekarangan mengemukakan tentang konsep Halaman Organik.

“Halaman organik yaitu membuat halaman rumah kita menjadi taman rumah yang produktif dan enak dilihat, perlakuannya organik dan pemanfaatan sampah rumah,” jelasnya.

Tak harus membuat langsung seluruh halaman menjadi taman, mulailah dari yang mudah dulu seperti pemanfaatan wadah bekas untuk pot menanam tana-man sayur.

Agar tanaman tumbuh subur dan sehat, Pak Soeparwan membuat konsep Rumah Sehat yang dianalogikan ke tanaman yaitu:

Page 29: Isi organis 31

29Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 29Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

1) Sirkulasi udara yang baik maka tana man butuh tanah yang gembur, 2) Makanan yang sehat maka tanaman butuh pupuk organik, 3) Air yang bersih maka tanaman butuh air yang tidak tercemar dan 4) Tercukupinya sinar matahari.

Dengan menganalogikan tanaman seperti diri kita sendiri, maka usaha untuk pemenuhan kebutuhan itu perlu dilaku-kan agar tanaman yang juga makhluk hidup sama seperti kita dapat hidup dengan baik dan tumbuh subur.

Tunggu apa lagi, mulailah untuk ber-tanam tanaman pangan organik dari mulai rumah anda sendiri.(PUT/SNY)

Bijak di Rumah

n Soeparwan Soelaiman saat workshop “Doing Organic at Home” di acara Bogor Organic Fair 3 dan Festival Herbal Indonesia di Bogor (22/6)

Foto

: Dok

. AO

I

Soeparwan SoelaimanFAM ORGANIC ParongpongJl. Desa Karyawangi Km.0.6,Kecamatan Parongpong,Kabupaten Bandung Barat,Jawa Barat

Page 30: Isi organis 31

30 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Ragam

Memasak dengan menggunakan bahan organik seringkali di-anggap sesuatu hal yang sulit

dan merepotkan. Pemilihan bahan yang digunakan dan cara pengolahan yang tepat seringkali jadi pembatas bagi para ibu untuk mengkreasikan masakannya. Demo masak yang berlangsung pada event Bogor Organic Fair Ketiga dan Festival Herbal Indonesia (BOF 3 & FHI) di halaman muka kampus IPB Baranangsiang, Bogor (23/06) pun menjawab semua permasalahan serta membagi tips cerdas untuk mengolah produk organik. Tentunya dengan produk berbahan lokal.

“Indonesia sendiri kaya akan rempah-rempah, komposisi penggunaan yang tepat akan menghasilkan masakan yang lezat dan enak,” ungkap David

Herlambang dari Bionic Farm. Namun, ia menyayangkan seringnya kita “terjebak” untuk menggunakan bahan penyedap (MSG) yang memiliki andil cukup besar untuk pembentukan penyakit degeneratif.

MSG yang berbasis bahan kimia menye-babkan organ tubuh kita mudah untuk mengikat radikal bebas juga mengandung natrium yang menyebabkan pening-katan tekanan darah. “Yang enak di lidah, belum tentu baik pada organ kita”, tegas David.

Bionic Farm mengerti ketergantungan para Ibu terhadap produk MSG tersebut, dengan menghadirkan produk terbaru yakni “Umamitake”. Produk ini mampu menggantikan citarasa MSG dengan menghadirkan asam glutamat alami melalui ekstrak jamur shiitake yang di-padukan dengan lada, bawang putih dan esktrak alami dari daging ayam, tentunya tanpa campuran bahan sintetis.

30 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 31: Isi organis 31

31Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Ragam

Dengan menghadirkan tiga menu utama yang sederhana yakni, sup jamur tiram sederhana, tumis ayam bumbu rempah dan tumis bayam gurih, para ibu diajak turut serta berkreasi dengan produk pangan organik yang tentunya sehat dan alami.

Banyak tips cerdas yang dibagi oleh Arif, RnD PT. Bionic Farm yang juga pengajar di Jakarta Culiner Centre kali ini, dianta-ranya tahapan pemasakan sayuran agar nutrisinya tetap awet selama pengola-han.

“Produk sayuran yang bertekstur keras sebaiknya dimasukkan di awal, sedangkan yang memiliki daun dimasukkan pada akhir pengolahan,” ungkap Arif.

Tomat sebaiknya dimasukkan di awal pemasakan, karena likopen yang ter-kandung akan berlipat ganda dengan proses pemanasan. Beda dengan brokoli yang harus dimasukkan di akhir. Vitamin C pada brokoli mudah hilang selama proses pemasakan. Pengolahan sayuran hanya memerlukan waktu perebusan sekitar 10-15 menit dan sebaiknya tidak dibiarkan terlalu matang.

“Proses pemasakan sendiri masih berlanjut hingga masakan kembali ke suhu normal dari berhentinya proses pemanasan,” ujar Arif.

Keseluruhan masakan pun mendapat respon positif dari peserta. Walau tak menggunakan bantuan MSG, nyatanya flavor umamitake dan gurih mampu muncul pada masakan dengan bantuan “Umamitake” yang sehat dan alami. Se-lain itu, bau langu dari sayuran mampu ditutupi dengan campuran jamur tiram pada masakan.

Tak disangka pula selain enak, protein pada jamur sebanding dengan daging, lentinan yang dikandungnya pun dapat berfungsi sebagai zat anti kanker. (*)(NIS/SNY)

nMenu masakan tumis bayam gurih dan sup jamur tiram sederhana Foto: Dok. AOI

31Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)

Page 32: Isi organis 31

32 Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013)