Isi Buku CDM Kyoto

48

description

beberapa hal tentang protokol kyoto yang harus disepakati oleh para pemimpin dunia.

Transcript of Isi Buku CDM Kyoto

Page 1: Isi Buku CDM Kyoto
Page 2: Isi Buku CDM Kyoto

ii ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Buku ini diterbitkan oleh :

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Penyusun :

Dr. Kirsfianti L. GinogaDr. A. Ngaloken GintingsIr. Ari Wibowo, MSc

Hak Cipta Oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopi, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau keperluan non komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya, sebagai berikut :

Untuk sitiran seluruh buku, ditulis : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2008). Isu Pemanasan Global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan Peluang Aplikasi A/R CDM di Indonesia, April 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta.

Untuk sitiran sebagian dari buku, ditulis : Nama Penulis dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2008). Isu Pemanasan Global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan Peluang Aplikasi A/R CDM di Indonesia, April 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta.

Halaman..........

ISBN : 978-979-8452-20-8

Desain : Bintoro, S.Kom

Alamat :

Gedung MANGGALA WANABAKTIBlok I Lantai XI, Jl. Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270 Telp. (021) 573 7945, 573 0398. 573 4333; Telek 45996 Dephut ia; Fax. (021) 572 0189

Page 3: Isi Buku CDM Kyoto

iiiSAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN

Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih, pemanasan muka laut serta banjir dan longsor. Dampak dari perubahan iklim akan sangat dirasakan negara berkembang yang paling menderita karena tidak mampu membangun struktur untuk beradaptasi, walaupun negara maju juga merasakan dampak perubahan iklim.

Upaya untuk memerangi dampak perubahan iklim secara global telah dimulai sejak diadakannya KTT Bumi di Rio De Janeiro tahun 1992. Pertemuan tersebut menyepakati dibentuknya United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia menandatangani UNFCCC pada tanggal 5 Juni 1992, dan mengeluarkan Undang-Undang No. 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Sebagai negara berkembang yang tidak termasuk dalam negara Anex I UNFCCC, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan mandat Konvensi berdasarkan prinsip “common but differentiated responsibilities”. Indonesia sangat mendukung tujuan dari UNFCCC yaitu mencegah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer agar tidak membahayakan kehidupan manusia di bumi.

Page 4: Isi Buku CDM Kyoto

iv ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Sejak tahun 1995, para pihak yang meratifikasi UNFCCC bertemu setiap tahun melalui Konferensi Para Pihak (Conference on Parties, CoP) guna menerapkan dan mengimplementasikan kerangka kerja tersebut. Hasil dari COP ke 3 di Kyoto, yang dikenal sebagai Protokol Kyoto telah mengadopsi aturan hukum mengikat (legal binding) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) bagi negara industri (negara industri dikenal sebagai negara Annex I).

Pengetahuan tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Protokol Kyoto dan mekanisme pembangunan bersih (CDM), sangat penting untuk disebarluaskan dan disosialisasikan. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum tentang isu pemanasan global serta mekanisme untuk menghadapinya, sebagaimana yang diuraikan dalam buku ini, sehingga upaya memerangi pemanasan global tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga mendapat dukungan luas dari masyarakat.

KEPALA BADAN,

WAHJUDI WARDOJO

Page 5: Isi Buku CDM Kyoto

v

KATA PENGANTAR

Indonesia sebagai negara berkembang sangat mendukung upaya untuk memerangi pemanasan global yang secara ilmiah dampaknya telah banyak dibuktikan. Dampak dari perubahan iklim terhadap Indonesia akan sangat dirasakan karena Indonesia sebagai negara agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber utama kehidupan masyarakat.

Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang isu pemanasan global sangat perlu dilakukan guna mendukung upaya mitigasi dan adaptasi pemerintah untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Selain itu mekanisme internasional yang terkait dengan upaya memerangi dampak pemanasan global juga perlu disebarluaskan agar para pihak memahami dan berpeluang untuk memanfaatkannya. Mekanisme internasional tersebut pada dasarnya tertuang dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang merupakan upaya untuk memerangi dampak perubahan iklim secara global. Secara lebih spesifik, hasil dari pertemuan para pihak (COP) ke 3 di Kyoto, atau Protokol Kyoto telah menghasilkan kesepakatan mengikat yang mekanismenya dapat diikuti oleh negara berkembang melalui Mekanisme Pembangunan Bersih.

Tulisan ini menjelaskan isu pemanasan global, UNFCCC, Protokol Kyoto dan mekanisme pembangunan bersih (CDM), yang diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman umum dan partisipasi aktif dalam upaya untuk memerangi pemanasan global.

Jakarta, April 2008

Penulis

Page 6: Isi Buku CDM Kyoto

vi ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 7: Isi Buku CDM Kyoto

vii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN .................................................................................................... iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... vDAFTAR ISI .....................................................................................................viiDAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ixBAB 1 Pendahuluan ..................................................................................... 1BAB 2 Isu Pemanasan Global .................................................................... 5BAB 3 UNFCCC dan Kyoto Protocol ........................................................ 9 3.1 UNFCCC ...................................................................................... 9 3.2 PROTOKOL KYOTO ................................................................12 3.2.2 Preamble .....................................................................13 3.2.2 Pasal yang relevan dengan kegiatan kehutanan ..................................................................15BAB 4 A/R CDM ........................................................................................19 4.1 Peluang A/R CDM ...............................................................21 4.2 Tantangan Pelaksanaan A/R CDM .................................22 4.2.2 Aspek Teknis dan Metodologi .............................22 4.2.2 Aspek Pendanaan ....................................................24 4.2.2 Aspek Kelembagaan dan Kebijakan (Nasional dan Internasional) ................................24BAB 5 Penutup ........................................................................................35DAFTAR BACAAN 37

Page 8: Isi Buku CDM Kyoto

viii ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 9: Isi Buku CDM Kyoto

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Ilustrasi Sistem Iklim (Sumber: UNEP dan UNFCCC, 2002) ..........................................................................8

Gambar 2. Siklus karbon (sumber : http://www.carboncycle. biz/images/carbon-cycle.gif ) ..............................................8

Gambar 3. Kinerja beberapa sistem agroforestri dan hutan tanaman di Indonesia .........................................................22

Gambar 4. Illustrasi Additionaliti dari kegiatan A/R CDM ............23

Gambar 5. Proses Perolehan Surat Persetujuan dari Departemen Kehutanan dan KomNas MPB di Tingkat Nasional ...............................................................26

Gambar 6. Proses Perolehan SPE Karbon dan Kelembagaan MPB di Indonesia (Ginoga, et.al., 2007) .........................29

Page 10: Isi Buku CDM Kyoto

x ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 11: Isi Buku CDM Kyoto

1

BAB 1 PendahuluanSejak tahun 1980 telah diperoleh bukti-bukti adanya hubungan Gas

Rumah Kaca (GRK) dan kegiatan manusia dengan resiko terhadap perubahan iklim, sehingga dimulailah meningkatkan perhatian masyarakat/publik terhadap masalah tersebut. Pada tahun 1990 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk komite negosiasi antar Pemerintah untuk Konferensi Kerangka Kerja Dalam Perubahan Iklim (KKKDPI). KKKDPI menyusun

konsep UNFCCC dan diterima tanggal 9 Mei 1992 di Kantor Perserikan Bangsa-Bangsa di New York.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ) Bumi (Earth Summit) tentang Lingkungan dan Pembangunan yang dikenal

dengan nama United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, bulan Juni 1992,

lebih dari 180 negara telah sepakat untuk mengadopsi Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Frameworks Convention on Climate Change, UNFCCC). Pada KTT Bumi tersebut UNFCCC telah ditanda tangani oleh 154 wakil negara dan pada tanggal 21 Maret 1994, UNFCCC telah mempunyai kekuatan hukum. Indonesia telah meratifikasi UNFCCC dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim. Konvensi internasional tersebut bertujuan untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca (GRK) dunia ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi.

Page 12: Isi Buku CDM Kyoto

Sejak tahun 1995, para pihak telah bertemu setiap tahun melalui Konferensi Para Pihak (Conference on Parties, COP) guna menerapkan dan mengimplementasikan kerangka kerja tersebut.

Hasil dari Konferensi Para Pihak (COP) ke 3 di Kyoto tahun 1997, yang dikenal dengan Protokol Kyoto telah mengadopsi aturan hukum mengikat (legal binding) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) bagi negara industri (negara industri dikenal sebagai negara Annex I). Negara Annex I akan mengurangi total GRK sedikitnya 5 % dibandingkan dengan tingkat GRK pada tahun 1990, yang harus dicapai pada tahun 2008-2012. Dengan target itu seluruh negara maju yang terdaftar dalam Annex I harus menurunkan emisinya sebesar 13,7 Giga Ton. Yang termasuk GRK dalam Protokol Kyoto adalah karbon dioksida CO2, metana (CH4), nitrogen oksida (N20), Hydro fluorocarbon (HFC), PFC dan Sulfur Heksafluorida (SF6).

Untuk mencapai target penurunan emisi, dikenal mekanisme fleksibel atau Mekanisme Kyoto yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu Joint Implementation (JI), Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) dan Perdagangan Emisi (Emission Trading, ET). CDM adalah satu-satunya mekanisme fleksibel dimana negera berkembang dapat berpartisipasi, sedangkan JI dan ET hanya bisa dilakukan antar negara maju.

Mekanisme tersebut menghasilkan unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit, ERU) untuk JI, pengurangan emisi yang disertifikasi (Certified Emission Reduction, CER) untuk CDM dan unit jatah emisi (Assigned Amount Unit, AAU). CDM memungkinkan Indonesia sebagai negara berkembang menghasilkan Sertifikat Penurunan Emisi (CER) melalui kegiatan pembangunan hutan tanaman sebagai bagian dari proyek Aforestation/Reforestation Kehutanan.

2 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 13: Isi Buku CDM Kyoto

3Pendahuluan

Tulisan ini memberikan informasi umum tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan peluang aplikasi A/R CDM di Indonesia, sebagai upaya untuk membangkitkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya issue pemanasan global dan upaya mitigasinya.

Page 14: Isi Buku CDM Kyoto

4 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 15: Isi Buku CDM Kyoto

5

BAB 2 Isu Pemanasan GlobalIklim di bumi ditentukan oleh aliran energi yang berlangsung terus yang berasal dari sinar matahari. Energi ini sampai ke bumi dalam bentuk cahaya yang dapat terlihat. Kurang lebih 30 % dari energi dipancarkan kembali ke angkasa, tetapi sebagian besar (70 %) dapat menembus atmosfer dan menghangatkan permukaan bumi. Energi yang diterima oleh bumi akan dipancarkan kembali ke angkasa dalam bentuk radiasi infra merah. Karena bumi jauh lebih dingin dari matahari, bumi tidak mengemisikan energi dalam bentuk cahaya tetapi memancarkannya dalam bentuk radiasi panas atau sinar inframerah.

Gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer akan memblokir radiasi inframerah, mencegah larinya energi dari permukaan bumi ke angkasa. Radiasi inframerah tidak dapat secara langsung melalui udara seperti cahaya yang terlihat, melainkan sebagian besar energi yang datang dialirkan ke angkasa melalui arus udara, yaitu lari ke angkasa melalui ketinggian di atas lapisan selimut gas rumah kaca. Gas rumah kaca utama adalah uap air, CO2, metana, nitrogen oksida, halokarbon dan gas industri. Kecuali gas industri, seluruh gas lainnya terjadi secara alami. Keseluruhan GRK akan membentuk kurang dari 1 % lapisan atmosfer. Jumlah ini cukup untuk menghasilkan efek rumah kaca alami yang menyebabkan planet bumi tetap 30oC lebih hangat dibandingkan tanpa gas rumah kaca, yang memungkinkan untuk berlangsungnya kehidupan seperti yang kita kenal selama ini.

Page 16: Isi Buku CDM Kyoto

6 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Tingkat gas rumah kaca utama (dengan kekecualian uap air) cenderung meningkat sebagai akibat peningkatan kegiatan manusia. CO2 dihasilkan ketika bahan bakar fosil yaitu batubara dan minyak bumi digunakan untuk menghasilkan energi, serta hutan ditebang dan dibakar. Metana dan N2O dihasilkan dari kegiatan pertanian dan perubahan penggunaan lahan serta sumber lainnya. Gas buangan kendaraan dan industri menghasilkan gas yang tahan lama seperti CFCs, HFCs, dan PFCs. GRK tersebut telah merubah cara atmosfer menyerap energi, yang hasilnya dikenal sebagai peningkatan efek rumah kaca.

Sistem iklim akan melakukan penyesuaian terhadap meningkatnya tingkat gas rumah kaca untuk menjaga keseimbangan neraca energi global. Dalam jangka panjang, bumi harus membuang energi pada selang yang sama dengan energi yang diterima dari matahari. Karena selimut tebal gas rumah kaca telah mengurangi jumlah energi yang lari ke angkasa, iklim akan berubah untuk mengembalikan keseimbangan antara energi yang datang dan pergi. Perubahan atau penyesuaian ini akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global pada permukaan bumi dan lapisan bawah atmosfer. Pemanasan merupakan cara yang paling sederhana dari sistem iklim untuk membuang ekstra energi. Meskipun demikian, bahkan peningkatan kecil pada suhu akan disertai dengan perubahan lainnya pada lingkungan.

Model iklim saat ini memprediksikan pemanasan global sebesar 1.4 - 5.8°C antara tahun 1990 dan 2100. Proyeksi ini didasarkan atas asumsi tentang kekuatan yang menentukan emisi dimasa yang akan datang seperti pertumbuhan penduduk dan perubahan teknologi, tetapi mengabaikan perubahan kebijakan dalam penurunan emisi. Bahkan kenaikan sebesar 1,4oC akan lebih besar dari pada kenaikan dengan skala seratus tahun selama 10.000 tahun sebelumnya. Rata-rata permukaan laut diprediksikan akan

Page 17: Isi Buku CDM Kyoto

7Isu Pemanasan Global

naik setinggi 9 sampai 88 cm pada tahun 2100. Hal ini disebabkan oleh ekspansi thermal lapisan atas lautan yang semakin hangat, dengan kontribusi dari cairnya gunung es (gleyser).

Dampak dari pemanasan global adalah kondisi iklim yang tidak menentu, kondisi ekstrim semakin sering terjadi, yaitu kekeringan di suatu tempat sementara curah hujan tinggi di tempat lain. Akan terjadi kelangkaan pangan di tingkat global, dan sumberdaya air akan terpengaruh akibat dari perubahan pola hujan dan penguapan. Infrastruktur fisik akan mengalami kerusakan akibat meningkatnya permukaan laut dan kondisi cuaca ekstrim.

Perubahan iklim mempunyai dampak yang luas terhadap bidang Pertanian dalam arti luas termasuk Kehutanan, Perikanan, dan Peternakan. Hasil pertanian yang tidak stabil karena musim tanam yang tidak teratur, berkembangnya hama dan penyakit, kegagalan tanaman karena tidak menentunya waktu datangnya hujan dan sebagainya. Terjadinya angin kencang, kenaikan permukaan air laut dan meningkatnya macam penyakit manusia juga merupakan dampak dari perubahan iklim tersebut.

Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan usaha mitigasi (menanggulangi terjadinya perubahan iklim) dan adaptasi yakni mencarikan jenis-jenis tanaman yang dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut menjadi suatu hal yang perlu dilaksanakan sejak saat ini. Skema illustrasi sistim iklim dan siklus karbon dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 berikut.

Page 18: Isi Buku CDM Kyoto

8 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Skema Ilustrasi Sistem Iklim (Sumber: UNEP Gambar 1. dan UNFCCC, 2002)

Siklus karbon (sumber : http://www.Gambar 2. carboncycle.biz/images/carbon-cycle.gif )

Page 19: Isi Buku CDM Kyoto

9

BAB 3 UNFCCC dan Kyoto Protocol

UNFCCC3.1

Konvensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992, telah mengadopsi draft konvernsi yang telah diterima pada tanggal 9 Mei 1992 di Markas Besar PBB New York.

Konvensi ditanda tangani oleh Kepala Negara dan Perwakilan Senior dari 154 negara dan berlaku mulai tanggal 21 Maret 1994. Pada pertengahan 2002, sebanyak 185 negara telah meratifikasi konvensi dan mengikat diri dengan konvensi.

Secara garis besar, UNFCCC memuat 26 Pasal dan secara umum pasal-pasalnya adalah sebagai berikut :

Definisi (1. Definitions) yang meliputi : (a) Effek negatif dari perubahan iklim, (b) Perubahan iklim, (c) Sistem iklim, (d) Emisi, (e) Gas rumah kaca, (f ) Organisasi kesatuan ekonomi regional, (g) Penyimpanan, (h) Rosot dan (i) Sumber

Tujuan (2. Objective) adalah menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat tertentu yang akan menghindari bahaya kegiatan manusia terhadap sistem iklim.

Prinsip-prinsip (3. Principles) yang meliputi :(a) Tanggung jawab setiap pihak, (b) Keperluan khusus dan keadaan khusus dari setiap pihak, (c) Tindakan yang harus dikerjakan oleh setiap pihak, (d) Kewajiban setiap pihak untuk melaksanakan

Page 20: Isi Buku CDM Kyoto

10 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

pembangunan yang berkelanjutan, dan (e) Setiap pihak harus turut dalam perbaikan ekonomi dunia.

Komitmen (4. Commitments) yang meliputi : (a) Setiap pihak memiliki tanggung jawab yang sama tapi harus membedakan kemampuannya dan penetapan prioritas pembangunan nasional dan regional, tujuan dan keadaan setempat, (b) Komitmen dari negara maju, (c) Komitmen negara maju dan negara berkembang

Penelitian dan Pengamatan Sistematis (5. Research and Systematic Observation).

Pendidikan, Pelatihan dan Kesadaran Publik (6. Education, Training and Public Awareness).

Konferensi Para Pihak (7. Conference of the Paties, COP). Merupakan badan tertinggi dan mempunyai wewenang untuk membuat keputusan.

Sekretariat (8. Secretariat). Secara umum melayani tugas kesekretariatan.

Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi (9. Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice, SBSTA). Suatu badan yang dapat memberikan informasi ilmiah sebagai dasar pembuatan keputusan.

Badan Pembantu untuk Implementasi (10. Subsidiary Body for Implementation, SBI). Suatu badan yang berperan untuk mengevaluasi implementasi sesuai dengan komitmennya.

Mekanisme Keuangan (11. Finacial Mechanism). Menyampaikan beberapa alternatif mekanisme keuangan.

Komunikasi Informasi yang berhubungan dengan Implementasi 12. (Communication of Information Related to Implementation). Setiap pihak harus menginformasikan kepada Konferensi Para

Page 21: Isi Buku CDM Kyoto

11UNFCCC dan Kyoto Protocol

Pihak melalui sekretariat tentang inventarisasi emisi nasional, kebijakan dan metoda pengamatan.

Penyelesaian Masalah Tentang Implementasi (13. Resolution of Questions Regarding Implementations). Melaksanakan konsultasi untuk membuat keputusan bersama.

Penyelesaian Sengketa (14. Settlement of Disputes). Dilaksanakan secara musyawarah dan cara lain yang menyenangkan setiap pihak.

Amandemen Konvensi (15. Amendments of the Convention). Setiap pihak dapat mengajukan amandemen terhadap konvensi dan akan diputuskan Konferensi Para Pihak.

Adopsi dan Amandemen Lampiran dalam Konvensi (16. Adoption and Amendment of Annexes to the Convention). Lampiran harus diajukan dan disetujui.

Protokol (17. Protocols). Konferensi Para Pihak dapat mengesahkan protokol.

Hak Suara (18. Right to Vote). Setiap pihak hanya mempunyai satu suara.

Depositori (19. Depositary). Sekretaris Jendral PBB mengesahkan konvensi dan protokol yang sudah disetujui.

Tandatangan (20. Signature). Konvensi itu terbuka untuk ditanda tangani anggota PBB.

Peraturan Peralihan (21. Interim Arrangement).

Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi (22. Ratification, Acceptance, Approval or Accession). Konvensi ini untuk diratifikasi, diterima dan disetujui. Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1994.

Mempunyai Kekuatan Hukum (23. Entry into Force). Konvensi telah mempunyai kekuatan hukum 19 hari setelah 15 instrumen telah diterima dan disetujui.

Page 22: Isi Buku CDM Kyoto

12 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Pengunduran Diri (24. Withdrawal). Pengunduran diri dapat dilakukan dengan cara permohonan secara tertulis.

Naskah Asli (25. Authentic Texts). Tek ditulis dalam bahasa Arab, China, Inggris, Perancis, Rusia dan Sepanyol.

PROTOKOL KYOTO3.2

Pada tahun 1997, 10.000 delegasi menghandiri pertemuan COP 3 di Kyoto Jepang. Konperensi menghasilkan konsensus (1/CP3) yang mengadopsi protokol, dikenal sebagai Kyoto Protocol.

Komitmen penurunan GRK disepakati dari hasil Konferensi Para Pihak (COP) ke 3 tersebut adalah mengurangi emisi GRK bagi negara industri, yaitu akan mengurangi total GRK sedikitnya 5 % (13,7 Giga Ton) dibandingkan dengan tingkat GRK pada tahun 1990, yang harus dicapai pada tahun 2008-2012.

Kyoto Protokol menghasilkan mekanisme CDM yang salah satunya adalah Aforestation-Reforestation CDM, sehingga Indonesia layak untuk mendapatkan kegiatan. Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa walaupun reforestasi sudah membudaya lama di Indonesia dan secara finansial ekonomi menguntungkan (feasibel), ternyata proses untuk mengajukan kegiatan ini menuju mekanisme A/R CDM masih sangat panjang. Persyaratan awal berkaitan dengan pemilihan lokasi/lahan MPB yang bebas konflik, layak berdasarkan definisi Protokol Kyoto dan tidak mempunyai resiko sosial yang tinggi, seperti kepadatan penduduk, pendidikan, dan kepemilikan lahan cukup sulit untuk diperoleh. Kendala kedua adalah proses waktu dan biaya masih perlu dipertimbangkan. Aspek biaya untuk sertifikasi dan konsultasi perlu mendapat perhatian. Kegiatan MPB dianggap sebagai hal yang masih baru dan belum ada contoh proyek yang sudah dilakukan, sehingga proses dan mekanisme perolehan sertifikat dan konsultasi dianggap sangat penting. Oleh

Page 23: Isi Buku CDM Kyoto

13UNFCCC dan Kyoto Protocol

karena itu perlu dibentuk Forum MPB atau komisi daerah yang berfungsi untuk koordinasi, fasilitasi dan sinkronisasi kegiatan MPB. Forum MPB/ Komisi daerah MPB ini diharapkan dapat mengurangi biaya pengurusan persyaratan-persyaratan yang diperkirakan cukup besar.

Secara umum Kyoto Protokol terdiri dari 28 pasal dan 2 lampiran, yaitu lampiran A tentang kategori GRK dan lampiran B tentang Kuantifikasi perubahan emisi atau komitmen penurunan emisi oleh party.

Secara umum isi Protokol Kyoto adalah sebagai berikut :

Preamble3.2.2

Definisi (Definitions) yang meliputi COP, Convention, IPCC, 1. Montreal Protocol, Party, dan Annex I

Kebijakan dan Tindakan (2. Policies and measures)

Komitmen Pembatasan dan Pengurangan Emisi (3. Quantified emission limitation and reduction commitments)

Pemenuhan Bersama atas Komitmen (4. Joint fulfillment of commitments)

Isu-isu Metodologi (5. Methodological issues)

Pengalihan dan Perolehan unit Pengurangan Emisi (Implementasi 6. Bersama) (Transsfer and acquisition of emmission reduction units (joint implementation)).

Komunikasi Informasi (7. Communication of information).

Peninjauan Informasi (8. Review of information)

Peninjauan Protokol (9. Review of the Protocol)

Page 24: Isi Buku CDM Kyoto

14 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Kelanjutan untuk mempercepat implementasi komitment 10. (Continuing to advance the implementation of existing commitments)

Mekanisme keuangan (11. Finacial mechanism)

Mekanisme Pembangunan Bersih (12. Clean Development Mechanism)

Konferensi Para Pihak yang Merupakan Pertemuan Para Pihak 13. Protokol (Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Protocol)

Sekretariat (14. Secretariat)

Badan-badan pembantu (15. Subsidiary bodies)

Proses Konsultasi Multilateral (16. Multilateral consultative process)

Perdagangan emisi (17. Emission trading)

Ketidakpatuhan (18. Non-compliance)

Penyelesaian sengketa (19. Dispute settlement)

Amandemen (20. Amendments)

Adopsi dan Amandemen Lampiran (21. Adoption and amendment of annexes)

Hak suara (22. Right to vote)

Depositori (23. Depositary)

Tandatangan dan Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau 24. Aksesi (Signature and ratification, acceptance, approval or accession)

Mempunyai Kekuatan Hukum (25. Entry into force)

Reservasi (26. Reservations)

Page 25: Isi Buku CDM Kyoto

15UNFCCC dan Kyoto Protocol

Pengunduran Diri (27. Withdrawal) dan

Naskah Asli (28. Authentic texts)

Pasal yang relevan dengan kegiatan kehutanan3.2.2

Pasal 3 (1). Setiap negara Annex I harus menurunkan tingkat 1. emisi GRK paling rendah 5 % dibawah emisi GRK sebelum tahun 1990, pada periode komitmen 2008-2012.

Pasal 3 (2). Setiap pihak termasuk Annex 1, harus sejak 2. tahun 2005 telah memperlihatkan progres dalam mencapai komitmennya dalam Protocol.

Pasal 3 (3). Perubahan bersih dalam emisi GRK oleh sumber dan 3. pemindahan karena rosot yang merupakan kegiatan manusia dalam perubahan penggunaan lahan dan kehutanan, terbatas kepada afforestation, reforestation dan deforestation sejak 1990, diukur sebagai variabel perubahan persediaan karbon pada setiap periode komitmen. Informasi ini harus dilaporkan secara transparan.

Pasal 3 (4). Setiap pihak termasuk Annex 1, harus menyediakan 4. data stok karbon pada tahun 1990, dan mengestimasi perubahan stok karbon setiap tahun berikutnya sebagai dasar bagi Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi untuk memberikan pertimbangan.

Pasal 12 (1). Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). 5.

Pasal 12 (2).Tujuan (MPB) adalah membantu negara yang tidak 6. termasuk dalam Annex 1, untuk mendapatkan pembangunan yang berkelanjutan.

Pasal 12 (3). Keuntungan melaksanakan MPB: (a) Pihak yang 7. tidak masuk Annex 1, akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan yang berupa sertifikat pengurangan emisi (CER) dan

Page 26: Isi Buku CDM Kyoto

16 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

(b) Pihak termasuk Annex 1 bisa menggunakan CER dari suatu proyek untuk mengkonpensasi kewajibabannya, yang telah ditetapkan dalam Pasal 3.

Pasal 12 (5). Hasil pengurangan emisi dari setiap proyek harus 8. disertifikasi oleh suatu lembaga (operational entities) yang akan ditetapkan Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para pihak untuk Protokol, dengan syarat : (a) Keikut sertaan secara sukarela, (b) Nyata dan dapat diukur serta keuntungan dalam jangka panjang yang berhubungan dengan mitigasi perubahan iklim, dan (c) Pengurangan emisi merupakan tambahan (additional).

Karena Indonesia telah meratifikasi UNFCCC & Kyoto Protocol, telah menetapkan definisi hutan dan telah terbentuk Komisi Nasional Perubahan Iklim (DNA), maka Indonesia telah berhak mengajukan kegiatan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Untuk keperluan itu Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih, yang memuat 19 Pasal .

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini pengertian hutan dalam kerangka MPB ialah lahan yang lausnya minimal 0,25 ha dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter.

Sebagai Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2004 tanggal 5 Oktober 2004 adalah :

Pedoman Pemberian Keterangan Lahan untuk Kerangka 1. Mekanisme Pembangunan Bersih oleh Bupati/Walikota/Camat.

Page 27: Isi Buku CDM Kyoto

17UNFCCC dan Kyoto Protocol

Pedoman Penyusunan Usulan Proyek Aforestasi atau Reforestasi 2. Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih.

Pedoman Penyusunan Dokumen Rancangan Proyek Dalam 3. Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih.

Page 28: Isi Buku CDM Kyoto

18 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 29: Isi Buku CDM Kyoto

19

BAB 4 A/R CDMClean Development Mechanisme (CDM) merupakan salah satu mekanisme pada Protokol Kyoto (PK) di bawah Konvensi Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change, UNFCCC). Protokol Kyoto (PK) Pasal 12 menyebutkan bahwa Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau CDM merupakan bentuk komitmen kemitraan antara Negara Annex 1 (negara maju) dan Non-Annex 1 (negara berkembang) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan kehutanan. Kegiatan CDM kehutanan yang sudah disepakati adalah Aforestasi dan Reforestasi (A/R). Aforestasi (A) adalah penanaman pohon pada areal yang 50 tahun sudah tidak berhutan. Sedangkan Reforestasi (R) adalah penanaman pohon pada areal yang sejak 31 Desember 1989 bukan merupakan hutan. Dari definisi ini, reforestasi merupakan kegiatan yang lebih sesuai untuk dilakukan di Indonesia baik oleh Swasta, BUMN/D, atau perseorangan.

A/R CDM dapat diterima apabila dilakukan secara sukarela oleh para pihak, kegiatannya terukur, dan merupakan upaya mitigasi terhadap perubahan iklim. Ukuran mitigasi perubahan iklim yang sudah disepakati diukur dalam ton setara CO2, dan diperdagangkan dalam bentuk sertifikat penurunan emisi (Certified Emission Reduction, CERs). Dengan telah diratifikasinya PK, melalui UU. No. 17/2004 berarti Indonesia berkomitmen terhadap pelaksanaan CDM.

Indonesia telah mempunyai beberapa aturan operasional yang mendukung A/R CDM pada tingkat nasional seperti PP 34/2002,

Page 30: Isi Buku CDM Kyoto

20 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

yang telah direvisi menjadi PP No. 6/20071 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Permenhut No. P.14/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih, SK MenLH No. 206/2005 tentang Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih, dan Keputusan Ketua Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih No. 1/2005 tentang Sekretariat Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih. Karena itu bagaimana agar aturan ini dapat diimplementasikan dan disinkronkan dengan aturan A/R di daerah/lokal sangat diperlukan.

Pemerintah Indonesia, Swasta dan masyarakat umum sudah banyak menunjukkan minatnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan A/R CDM sebagai upaya global untuk mitigasi perubahan iklim. Hal ini karena Indonesia beranggapan bahwa potensi benefit yang akan diperoleh baik secara finansial maupun teknologi transfer dari negara maju, melalui kegiatan penyerapan karbon akan membantu mencapai pembangunan kehutanan yang berkelanjutan.

Luasnya lahan kritis yang terdegradasi, terbatasnya sumber dana untuk rehabilitasi, dan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat sekitar hutan yang mencapai 10,2 juta jiwa (BPS, 2004) merupakan alasan lain mengapa Indonesia melihat A/R CDM sebagai kegiatan yang dapat menjadi komplemen program rehabilitasi lahan pemerintah selama ini. Semudah itukah melaksanakan A/R CDM? Ternyata jawabnya sama sekali tidak. Bab selanjutnya akan membahas beberapa peluang dan tantangan untuk melaksanakan A/R CDM di Indonesia.

1 PP 6/2007 menyebutkan bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan pada hutan produksi dan hutan lindung dengan areal maksimum sesuai kebutuhan investor

Page 31: Isi Buku CDM Kyoto

21A/R CDM

Peluang A/R CDM 4.1

Kegiatan reforestasi seperti hutan rakyat dan agroforestry sudah sejak berabad-abad lamanya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Misalnya kegiatan hutan rakyat atau kebon di Ciamis, Sukabumi dan Tasikmalaya, serta repong damar di Jambi merupakan kegiatan yang dapat menyerap karbon dan dapat diperdagangkan dalam bentuk Sertikat Penurunan Emisi (Certified Emission Reductions (CERs). Menurut Noble (2003) kegiatan afforestasi dan reforestasi, seperti agroforestry, berpotensi untuk menyerap karbon sebesar 400 Mt C per tahun.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hutan tanaman dan agroforestry di Indonesia secara finansial dan ekonomi menguntungkan (feasible) (Ginoga, 2002, 2004) sekaligus mempunyai kontribusi dalam mitigasi iklim global. Seperti terlihat dalam Gambar 3. Dari Gambar 3 terlihat bahwa hutan tanaman Acacia mangium memberikan penyerapan karbon terbesar, disusul oleh hutan rakyat di Ciamis dengan pola 2 (C2). Dari aspek ekonomi (sosial NPV), hutan rakyat di Tasikmalaya dengan pola 3, memberikan nilai ekonomi per hektar yang paling tinggi. Karena itu, dapat dikatakan bahwa secara ekonomi dan penyerapan beberapa pola hutan tanaman dan hutan rakyat sangat menjanjikan untuk didesain sebagai kegiatan A/R CDM.

Akan tetapi banyak dari kegiatan seperti ini menjadi tidak layak karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa diajukan sebagai A/R CDM di bawah aturan PK. Tantangan ini akan diuraikan dalam sub bab selanjutnya.

Page 32: Isi Buku CDM Kyoto

22 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Carbon Sequestration

0 50 100 150 200 250

tC/ha

Social NPV

-5,000,000 0 5,000,000 10,000,000 15,000,00 20,000,000

Rp'000/ha

Year To Positive Cashflow

0 2 4 6 8 10 12

Year

Employment potential

0 50 100 150 200 250 300 350

pd/ha/yr

Coffee Shade-based

Coffee Fruit-based

Coffee Timber-based

Mangium

C4

C3

C2

C1

T4

T3

T2

T1

Kinerja beberapa sistem agroforestri dan Gambar 3. hutan tanaman di Indonesia

Tantangan Pelaksanaan A/R CDM 4.2

Tantangan pelaksanaan A/R CDM secara umum dapat dibagi ke dalam 3 aspek, yaitu : (i) Aspek Teknis dan Metodologi, (ii) Aspek Pendanaan, serta (iii) Aspek Kelembagaan dan Kebijakan.

Aspek Teknis dan Metodologi4.2.2

Aspek teknis yang harus dilengkapi adalah informasi dan data yang mencakup lima prinsip yaitu: (i) Data dasar (Baseline),

Page 33: Isi Buku CDM Kyoto

23A/R CDM

(ii) Nilai tambah (Additionality), (iii) Kebocoran (Leakage), (iv) Sifat permanen (Permanence) dan (v) Batas Proyek (Project Boundaries)

Data dasar (Baseline). Baseline adalah kondisi stok pool karbon pada saat belum ada proyek dan kemudian dibuat perkiraan perubahan stok di pool ke depan apabila tidak ada proyek. Pool karbon yang dihitung adalah biomas di atas tanah, biomas di bawah tanah, dan serasah.

Nilai tambah (Additionality). Prinsip additionality ini pada dasarnya harus bisa membuktikan bahwa kegiatan CDM bukan merupakan Business As Usual (BAU). Beberapa kegiatan reforestasi tidak bernilai tambah, dalam arti bahwa kegiatan itu akan tetap berjalan tampa adanya insentif dari PK. Akan tetapi, apabila ada kegiatan reforestasi terbukti bersifat bernilai tambah, proyek tersebut perlu dipromosikan dan diberikan insentif global. Ilustrasi nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 4.

Umur

Car

bon

Karbon tidak dihitung

Sumber: after Boer (2005)

Karbon yang diperoleh dari proyek (CER) kalau leakage tidak ada

Akumulasi Carbon pada vegetasi alam sebagai Baseline

NILAI TAMBAH (ADDITIONALITY)

Illustrasi Additionaliti dari kegiatan A/R CDMGambar 4.

Page 34: Isi Buku CDM Kyoto

24 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Kebocoran (Leakage). Kebocoran didefinisikan sebagai peningkatan emisi di luar batas proyek akibat adanya proyek A/R CDM. Kebocoran ini dapat bersifat langsung atau tidak langsung dari keberadaan proyek. Perhitungan penyerapan GRK suatu kegiatan dihitung sebagai serapan bersih, yaitu = (serapan nyata) – (baseline) – (kebocoran).

Sifat Permanen (Permanence). Untuk menyikapi sifat penyimpanan karbon kehutanan yang tidak permanen, maka dibuat 2 (dua) macam metode perhitungan CERs, yaitu tCER: dengan periode kontrak minimum 5 tahun dan lCER dengan periode komitmen dapat 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali, atau 30 tahun.

Batas Proyek (Project Boundaries). Batas proyek perlu ditetapkan secara jelas, untuk mengetahui berapa besar karbon yang diserap dari suatu kegiatan A/R CDM tertentu.

Aspek Pendanaan4.2.2

Aspek pendanaan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh beberapa calon A/R CDM, apabila masalah teknis sudah dapat diatasi. Sumber dan mekanisme pendanaan yang belum jelas banyak menyurutkan niat beberapa calon proyek yang potensial dapat berkontribusi dalam kegiatan mitigasi iklim.

Aspek Kelembagaan dan Kebijakan (Nasional dan 4.2.2 Internasional)

Ada tiga kelembagaan yang berperan dalam mendukung pelaksanaan A/R CDM di Indonesia, yaitu pertama Kelembagaan MPB lokal pada tingkat daerah yaitu propinsi dan kabupaten, kedua Kelembagaan nasional yakni Kelompok Kerja MPB Kehutanan di

Page 35: Isi Buku CDM Kyoto

25A/R CDM

Departemen Kehutanan dan Komnas MPB (DNA), serta ketiga Kelembagaan Internasional.

Kelembagaan A/R CDM Lokal.4.2.2.1

Kelembagaan CDM lokal dengan investor awal diperlukan untuk kelancaran suatu kegiatan A/R CDM. Untuk kelembagaan lokal, beberapa pihak dapat menjadi komisi pengarah seperti Gubernur dan Bupati, Dinas Kehutanan Propinsi, dan Instansi sektoral tingkat propinsi. Bagaimana bentuk koordinasi antara pihak di tingkat lokal penting untuk dipertimbangkan.

Kelembagaan Nasional4.2.2.2

Kelembagaan di tingkat nasional terdiri dari:

Kelompok Kerja MPB Departemen Kehutanan1.

Menanggapi permintaan pemerintah Indonesia agar setiap sektor memperoleh manfaat dari CDM maka Departemen Kehutanan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2004 yang secara spesifik mengatur pelaksanaan proyek MPB A/R di Indonesia. Isi utama dari peraturan pemerintah tersebut adalah: i). definisi hutan, aforestasi dan reforestasi dalam kerangka proyek MPB, ii). identifikasi pihak-pihak yang berkompeten menjadi pengembang proyek MPB A/R, iii). memvalidasi prosedur bagi pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) dalam menentukan lahan yang layak untuk kegiatan proyek MPB, dan iv). prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh ijin dan surat rekomendasi dari Departemen Kehutanan yang menyatakan bahwa proyek MPB A/R yang diajukan memberikan manfaat bagi pembangunan hutan berkelanjutan. Surat dari Departemen Kehutanan harus dilampirkan pada setiap desain rancangan proyek (DRP) A/R CDM.

Page 36: Isi Buku CDM Kyoto

26 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Proses untuk memperoleh surat rekomendasi dari Departemen Kehutanan dijelaskan pada Gambar 5. Sebagai tambahan, peraturan pemerintah memberikan kewenangan kepada Departemen Kehutanan untuk membentuk Kelompok Kerja A/R CDM untuk memfasilitasi dan memberikan bimbingan bagi pihak terkait dan pengembang proyek dalam mempersiapkan dan/atau mengevaluasi proyek MPB A/R. Kelompok kerja harus menjamin bahwa proyek MPB A/R yang diajukan sesuai dengan kebijakan kehutanan nasional dan mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.

5a

5321

0

4

Y

T

6

DRP keSekretariat Evaluasi Tim

Teknis(21 Hari)

RapatInternalKomnas(1 Hari)

LaporanDiterima

SekretariatRapat Komnas

(1 Hari)Surat

Persetujuan

Evaluasi olehAhli

Evaluasi olehExpert Luar

(5 Hari)

PertemuanPara Pihak

(1 Hari)

PersyaratanKurang

Pengembang/Pengusul

DepartemenKehutanan

UsulanProyek/DRP

2a

Perbaikan DRP (3 bulan)

Data Tambaan/Dokumen

2a

Keterangan : Diajukan melalui Departemen Kehutanan Perlu Revisi DRP

Proses Perolehan Surat Persetujuan dari Gambar 5. Departemen Kehutanan dan KomNas MPB di Tingkat Nasional

Komisi Nasional MPB (KomNas MPB)2.

Pemerintah Indonesia membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB) sebagai DNA nasional pada tanggal 22 Agustus 2005 yang secara resmi dibuka pada bulan

Page 37: Isi Buku CDM Kyoto

27A/R CDM

September 2005. Komnas MPB ini bertanggung jawab terhadap semua hal yang berkaitan dengan MPB di Indonesia. Komisi Nasional (KomNas) sebagai lembaga otoritas nasional (designated national authority, DNA) yang mempunyai tugas memberikan persetujuan atas usulan proyek MPB, termasuk kolaborasi antar organisasi. KomNas MPB terdiri dari National Executive Board (NEB) yang beranggotakan seluruh sektor yang relevan di tingkat nasional, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Industri, Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.

Dalam menjalankan fungsinya KomNas MPB dibantu oleh: i) tim teknis tetap (TTT) dan tidak tetap (TTTT), dan ii) sekretariat. Tim teknis mempunyai tugas melakukan evaluasi teknis setiap usulan proyek dalam kerangka pemenuhan kriteria indikator pembangunan berkelanjutan, serta menyampaikan hasil evaluasi dan rekomendasi teknis kepada Komnas MPB melalui sekretariat. Sekretariat MPB berkedudukan di Kementerian Negara Lingkungan Hidup di bawah Deputi yang membidangi masalah perubahan iklim. Peranan dari setiap komponen dalam Komnas ini dapat dilihat pada Tabel 1. TTT terdiri dari perwakilan seluruh sektor dan LSM.

Page 38: Isi Buku CDM Kyoto

28 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Peranan dan Fungsi Setiap Komponen Pada KomNas MPBTabel 1.

Komponen Peranan Tugas

KomNas MPB DNA Indonesia Semua tugas dan fungsi DNA

National Executive Board (NEB)

Menjalankan dan memfasilitasi tugas KomNas

Menyetujui DRP

Sekretariat Adminstrasi DRP Menerima dan komunikasi DRP

TTT (& TTTT) Tim Teknis dan Review Evaluasi dan rekomendasi Teknis DRP

Kelembagaan Internasional4.2.2.3

Lembaga internasional yang terlibat dalam pelaksanaan MPB kehutanan adalah CDM Executif Board (Badan Eksekutif MPB) yang mengeluarkan CER dan Entitas Operasional (EO) yang sudah diakreditasi oleh Badan Eksekutif MPB yang melakukan validasi dan verifikasi kebenaran kegiatan MPB.

Secara umum kelembagaan untuk memperoleh SPE/CERs dapat dilihat pada Gambar 6. Sedangkan penjelasan setiap tahap untuk memperoleh SPE/CERs diuraikan pada Tabel 2. Seperti digambarkan pada Tabel 2, tahapan untuk memperoleh SPE/CERs, masing-masing adalah:

Pembuatan Dokumen Rancangan Proyek (DRP)1.

Syarat keharusan untuk pembuatan DRP yaitu:

areal memenuhi syarat kelayakan lahan untuk reforestasi, a.

Page 39: Isi Buku CDM Kyoto

29A/R CDM

yaitu sejak tanggal 31 Desember 1989 bukan merupakan hutan,

surat keterangan kepemilikan lahan, b.

surat keterangan lahan untuk MPB, yang membuktikan c. bahwa lahan tersebut bebas dari konflik serta mempunyai kepemilikan lahan yang jelas,

peta lokasi dengan skala 1:10.000 serta batas lokasi untuk d. kegiatan MPB,

informasi situasi dan kondisi lahan dan tata gunanya sejak e. 1989 sampai sekarang, yang didasarkan pada informasi yang akurat seperti peta dan berita acara, dan

surat pernyataan dukungan masyarakat dan para pihak terkait f. dalam kegiatan MPB.

Proses Perolehan SPE Karbon dan Gambar 6. Kelembagaan MPB di Indonesia (Ginoga, et.al., 2007)

Page 40: Isi Buku CDM Kyoto

30 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Matriks Tahapan Sertifikat Penurunan Emisi (SPE atau Tabel 2. CERs) (Ginoga, et.al., 2007)

No. Tahap Organisasi Kelem-bagaan Persyaratan

1. Dokumen Rancangan Proyek (DRP)

Pengusul/Pengembang(Perseorangan, Swasta, Koperasi, BUMN, BUMD)

Daerah/Nasional

Surat Keterangan lahan MPB •dari Bupati/Camat Peta skala 1:10 000•Surat kepemilikan lahan•Usulan Proyek•Ijin Usaha Pengelolaan •Jasa Lingkungan/Ijin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu untuk Kawasan hutanHak Guna Usaha untuk Tanah •NegaraSurat Keterangan Tanah untuk •Tanah milikHak Kelola Adat untuk Hutan •Adat

2. Persetujuan DRP

Pengusul kepada Menhut dan Komnas MPB

Nasional DRP dengan format MPB •Surat Keterangan Menteri •Kehutanan

3. Validasi DRP Lembaga Operasional atas permintaan pengembang

Internasional Surat Keterangan Menhut •bahwa DRP yang diusulkan mempunyai kontribusi terhadap pembangunan kehutanan yang berkelanjutanSurat Keterangan/Persetujuan •Komnas MPB bahwa DRP yang diusulkan berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan Dana tersedia untuk •melakukan validasi lapangan

4. Penyampaian hasil validasi/ Pendaftaran

Lembaga Operasional ke Badan Pelaksana MPB

Internasional DRP terbukti valid dengan •kondisi lapangan

Page 41: Isi Buku CDM Kyoto

31A/R CDM

No. Tahap Organisasi Kelem-bagaan Persyaratan

5. Pelaksanaan Pengembang Daerah DRP disetujui Badan Pelaksana •MPBDana tersedia untuk •melakukan kegiatan reforestasi

6. Monitoring Pengembang Daerah Kesiapan apa dan bagaimana •proses monitoring Dana tersedia untuk kegiatan •monitoringDilaporkan kepada Lembaga •Operasional

7. Verifikasi dan sertifikasi

Lembaga Operasional kepada Badan Pelaksana MPB

Internasional Laporan monitoring dari •PengembangDana tersedia•Verifikasi memenuhi •persyaratan

8. Penerbitan Sertifikat Penurunan Emisi (CERs)

Badan Pelaksana MPB kepada Pengembang

Internasional Peraturan yang berlaku •dipenuhi

Pembuatan DRP dimulai dengan menyusun usulan proyek yang dapat digunakan sebagai dasar penawaran kegiatan kepada investor yang tertarik dan mengurus ijin usaha pengelolaan jasa lingkungan (IUPJL) apabila kegiatan akan dilaksanakan pada lahan kawasan. IUPJL ini dikeluarkan oleh daerah sesuai dengan arahan kriteria dan indikator pengelolaan jasa lingkungan dari Departemen Kehutanan. Sebelum ketentuan kriteria dan indikator dari pusat ini ada, daerah diberi keleluasaan untuk menetapkan persyaratan ijin pengelolaan jasa lingkungan. Secara rinci kelembagaan yang terlibat dalam pembuatan DRP dan persyaratannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 42: Isi Buku CDM Kyoto

32 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Lembaga yang Diperkirakan Terkait dengan Pembuatan Tabel 3. DRP (Ginoga, et.al., 2007)

No. Lembaga Lokasi Tugas

1. Pengembang/

Pengusul

D a e r a h /Pusat

Membuat Usulan Proyek dan DRP dilengkapi dengan:

Surat keterangan lahan dari Bupati/•Camat

Surat kepemilikan lahan•

Peta lahan dengan skala 1:10.000•

Informasi tentang situasi dan kondisi •lahan sejak tahun 1989 sampai sekarang

Surat keterangan adanya dukungan •masyarat dan para pihak terkait lainnya

2. Gubernur/Bupati/

Camat

Daerah Mengeluarkan Surat Keterangan Lahan •untuk MPB

Mengeluarkan IUPJL•

3. Dinas Kehutanan Daerah Verifikasi lahan dan IUPJL, IUPHHK/HGU/Sertifikat Tanah

4. Menteri Kehutanan melalui kelompok kerja MPB

Pusat Ketentuan Kriteria dan Indikator •IUPJL

Mengeluarkan IUPHHK•

Mengeluarkan surat keterangan bahwa •usulan kegiatan MPB mendukung pembangunan kehutanan yang berkelanjutan

5. Bapeda/Bapedalda/

Universitas

Daerah Monitoring Kegiatan/Nara Sumber

Page 43: Isi Buku CDM Kyoto

33A/R CDM

Persetujuan DRPg.

Apabila proses dan persyaratan di tingkat lokal selesai, usulan proyek dengan semua kelengkapannya diserahkan ke Departemen Kehutanan untuk memperoleh Surat Keterangan dari Menteri Kehutanan bahwa usulan kegiatan MPB yang diajukan akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Setelah Surat Keterangan ini diperoleh, pengusul dapat menyerahkan DRP ke KomNas MPB, untuk memperoleh persetujuan DRP. DRP tersebut minimal memuat: (i) uraian umum tentang kegiatan proyek, (ii) baseline dan additionality, (iii) rencana monitoring dan penghitungan pengurangan emisi, (iv) dampak proyek terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi, dan (v) komentar dari lembaga-lembaga terkait.

Validasi DRPh.

Validasi dilakukan terhadap DRP yang telah disetujui oleh KomNas MPB. Validasi dilakukan oleh Lembaga Operasional yang telah diakreditasi oleh Badan Pelaksana MPB. Kegiatan validasi ini apabila dilakukan oleh lembaga Entitas Operasional internasional akan memerlukan biaya tinggi dan waktu yang relatif lama, oleh karena itu ketersediaan dana untuk membayar lembaga operasional mutlak diperlukan.

Pendaftarani.

Pendaftaran dilakukan oleh lembaga operasional kepada badan pelaksana MPB, berdasarkan hasil validasi di lapangan.

Page 44: Isi Buku CDM Kyoto

34 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Pelaksanaan/Monitoringj.

Setelah terdaftar di Badan Pelaksana MPB, kegiatan MPB dapat dilaksanakan. Penggunaan dana dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam DRP. Monitoring kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana dalam DRP. Hasil monitoring disampaikan kepada lembaga operasional untuk dilakukan verifikasi.

Verifikasi dan Sertifikasik.

Verifikasi dilakukan berdasarkan laporan kegiatan monitoring. Beberapa hal yang akan diverifikasi adalah additionality dari aspek serapan karbon, dampak sosial, dan dampak ekonomi. Hasil verifikasi yang telah sesuai dengan kegiatan monitoring diserahkan kepada badan pelaksana MPB untuk diterbitkan sertifikat penurunan emisi.

Penerbitan Sertifikat Penurunan Emisil.

Sertifikat penurunan emisi dikeluarkan oleh Badan Pelaksana MPB. Sertifikat ini menjadi jaminan bahwa kegiatan MPB dengan jumlah serapan karbon tertentu layak untuk dijual ke pasar atau ditawarkan ke Negara Annex 1, dan pengembang mendapat insentif dari karbon yang dihasilkan.

Page 45: Isi Buku CDM Kyoto

35

BAB 5 PenutupTulisan ini telah memaparkan informasi umum tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan peluang aplikasi A/R CDM di Indonesia, sebagai upaya untuk membangkitkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya upaya mengatasi dampak pemanasan global dan upaya mitigasinya.

Dengan diketahuinya dampak perubahan iklim akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, serta bukti-bukti adanya hubungan GRK dan kegiatan manusia dengan resiko perubahan iklim, telah mengakibatkan peningkatan perhatian masyarakat terhadap masalah tersebut. Perhatian yang besar untuk mengurangi dampak negatif akibat peningkatan GRK dibuktikan dengan banyaknya negara yang meratifikasi konvensi, yaitu lebih dari 180 negara telah sepakat untuk mengadopsi Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Frameworks Convention on Climate Change, UNFCCC).

Karena Indonesia telah meratifikasi UNFCCC & Kyoto Protocol, serta telah menetapkan definisi hutan dan telah terbentuk Komisi Nasional Perubahan Iklim (DNA), maka Indonesia telah berhak mengajukan kegiatan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Untuk keperluan itu Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Bagaimna peluang dan tantangan, serta hambatan dalam implementasi A/R CDM telah dibahas dalam tulisan ini.

Page 46: Isi Buku CDM Kyoto

36 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Page 47: Isi Buku CDM Kyoto

37

DAFTAR BACAAN

Ginoga, K.L., R.D. Djaenudin dan A. Sarsito. 2003. Mekanisme Pembangunan Bersih Kehutanan : Suatu Pengertian Awal. Sekretariat CDM Departemen Kehutanan, Jakarta.

Ginoga, K.L. 2007. Kelembagaan Aforestasi dan Reforestasi Mekanisme Pembangunan Bersih (A/R MPB) Di Indonesia: Kasus Di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat (A/R CDM Institution in Indonesia: Case in West Nusa Tenggara and West Java). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 4, No. 2. Tahun 2007.

Jung, M. 2006. CDM Terminology, status of the CDM portfolio, failures and lessons learned.

Murdiyarso, D. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto. Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Murdiyarso, D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Sekretariat Clean development Mechanism, Departemen Kehutanan, Jakarta.engertian.

Purnama, B. dan N. Masripatin. 2001. Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto dalam Konteks “National Forest Program”.

Page 48: Isi Buku CDM Kyoto

38 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Prosiding Lokakarya Tindak Lanjut Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto 18 September 2001. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim). Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

UNEP dan UNFCCC. 2002. Climate Change Information Kit. United Nations Environment Programme (UNEP) and UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Secretariat. Switzerland.

UNEP.1999. Convention on Climate Change. United Nations Framework Convention on Climate Change. UNEP/IUC/99/2, Switzerland.

UNEP.1999. Tke Kyoto Protocol to the Convention on Climate Change. United Nations Framework Convention on Climate Change. UNEP/IUC/99/10, France.