Iqtishodia Republika 5 Des 13

3
S alah satu permasala- han mendasar dalam pembangunann ekono- mi di Indonesia adalah tidak sehatnya struk- tur pelaku usaha yang ada. Pada tahun 2011, dari sejumlah 55,17 juta jumlah pelaku usaha, ha- nya 4.952 (0,01 persen) terkategori se- bagai usaha skala besar, dan selebi- hnya 99,99 persen merupakan UM- KM. Ternyata dari 54,56 juta pelaku usaha terkategori UMKM, hanya 602.195 terkategori usaha kecil dan 44.280 usaha menengah. Kebijakan pengembangan UMKM umumnya diarahkan pada upaya men- jadikan para pelaku usaha mampu naik kelas yang diikuti dengan pen- ingkatan produktivitasnya. Hal ini diupayakan melalui peningkatan ke- mampuan wirausaha yang diikuti de- ngan pengembangan akses pembiaya- an dan akses pasar bagi pelaku UMKM. Namun pada praktiknya ti- dak mudah dijalankan, khususnya ba- gi pelaku usaha mikro. Alasan pertama dikarenakan jumlah usaha mikro yang sangat banyak sehingga membutuh- kan sumberdaya yang besar untuk mengembangkannya. Alasan kedua dikarenakan adanya hambatan inter- nal para pelaku usaha mikro itu sen- diri, dimana pada umumnya tidak memiliki sikap mental seorang pelaku usaha tangguh, yang siap dan mau berkembang. Bahkan tidak jarang diantara mereka yang tidak mau dan bahkan takut untuk berkembang. Wirausaha individu vs wirausaha berjamaah Selain konsep wirausaha yang dipahami secara umum (individual entrepreneur) terdapat konsep wira- usaha berjamaah (co-operative entre- preneur). Konsep yang terakhir ini belum banyak dipahami dan dikem- bangkan masyarakat. Pada dasarnya, untuk dapat meningkatkan produk- tivitas pelaku usaha mikro, tidak perlu memaksakan mereka untuk masing- masing memiliki jiwa wirausaha. Jiwa wirausaha yang terkait dengan ke- mampuan menangkap peluang usaha, mengembangkan inovasi dan sekali- gus membuka akses pasar. Terdapat mekanisme lain yang lebih mudah, yaitu dengan menghadirkan para co- operative entrepreneur di tengah- tengah para pelaku usaha mikro. Sebagai ilustrasi bisa dikaitkan dengan keutamaan sholat berjamaah. Untuk mendapatkan kebaikan 27 ka- li lipat, tiap orang tidak harus bisa menjadi imam dalam sholat berja- maah. Cukup satu saja yang bisa menjadi imam, maka seluruh orang yang ikut berjamaah akan mendap- atkan 27 derajat kebaikan yang sama. Demikian pula dalam konteks bisnis, untuk mendapat peluang usaha, me- ngembangkan inovasi dan membuka akses pasar, tidak perlu semua orang harus memiliki kemampuan tersebut. Dibutuhkan minimal satu orang yang mampu memainkan peran wirausaha tersebut, yang selanjutnya peluang bisnis tersebut dikembangkan bersa- ma-sama dengan jamaahnya. Wirausaha berjamaah dalam praktik Pada sebuah seminar internasional dengan tema “The Role of Entrepre- neurial Congregation, Strengthening Trade and Economic among Islamic Countries”, yang diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor pada tang- gal 18 Nopember 2013 lalu, sengaja dihadirkan seorang pembicara yang merupakan praktisi bisnis florikultur asal Sukabumi. Berbekal pengalaman dua tahun menjadi TKI di Korea Selatan, Wahyudin (kakak dari pem- bicara tersebut) mengetahui bahwa masyarakat Korea Selatan menyukai tanaman suji (Dracaena sanderiana) yang diyakini sebagai pohon hoki. Jenis tanaman ini banyak dijumpai di kampung halamannya yang biasa dijadikan sebagai tanaman pagar. Sepulangnya dari Korsel, Wahyu- din merintis bisnis ekspor tanaman suji ke Korsel. Namun Wahyudin ti- dak membeli atau menyewa lahan sekian puluh hektar untuk menanam tanaman suji tersebut. Apa yang dilakukan Wahyudin adalah me- ngembangkan kerjasama dengan dua ribu petani yang tergabung dalam 200 kelompoktani. Para petani me- nanam suji di lahan mereka masing- masing. Wahyudin melakukan pem- binaan bagaimana menjadikan ta- naman suji petani menjadi produk yang menarik dan layak ekspor. Ti- dak ada unsur eksploitasi terhadap petani, dalam artian, petani menda- patkan harga yang baik yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat kesejahteraan hidup mereka. Baik Wahyudin maupun petani, mereka sama-sama menimati kerjasama bisnis ini bagaikan suatu keluarga besar yang penuh rasa persaudaraan. Keunggulan wirausaha berjamaah Paling tidak terapat lima keung- gulan dalam menerapkan konsep wi- rausaha berjamaah dibandingkan wi- rausaha individual. Pertama, sang wirausaha dapat merealisasikan ga- gasan bisnisnya dengan skala usaha yang dibutuhkan. Tentunya untuk menjaga kontinuitas produk yang di- ekspor, Wahyudin memerlukan keter- sediaan produk yang banyak, yang tentunya akan sulit jika hanya meng- andalkan hasil usaha sendiri. Kedua, sang wirausaha tidak perlu menye- diakan dana yang sangat besar untuk investasi dan modal kerja, karena para petani dengan senang hati me- nyediakan sumberdaya yang dimiliki baik berupa lahan, tenaga kerja dan modal sebagai kontribusi mereka dalam usaha berjamaah tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan distribusi resiko bisnis. Ketiga, ekspansi usaha akan lebih mudah dilakukan, yaitu dengan men- gajak lebih banyak petani untuk ber- gabung. Keempat, petani mendapat- kan kesempatan berusaha yang men- datangkan penghasilan yang lebih baik, karena secara berjamaah mereka dapat memenuhi kebutuhan pasar ek- sport yang memberikan tingkat harga yang baik. Kelima, wirausaha berja- maah merupakan bentuk ideal dalam upaya pemberdayaan pelaku usaha mikro, sehingga dimensi manfaat bu- kan hanya terkait dengan keuntungan finansial yang bersifat duniawi, na- mun juga berlipatgandanya pahala ba- gi sang wirausahawan (lihat Tabel 1). Tantangan ke depan Pada dasarnya wirausaha berja- maah bukan hanya menguntungkan pelaku usaha mikro. namun sang wira- usaha itu sendiri. Saat ini, banyak para sarjana pertanian yang tak mau me- rasa tidak mampu dan tak percaya diri untuk berwirausaha di pedesaan de- ngan berbagai alasan seperti; tidak memiliki lahan, tidak punya modal dan tidak sanggup bekerja seharian di alam terbuka. Padahal sebagai se- orang yang terdidik, mereka memiliki kemampuan untuk membaca dan mem-buka akses pasar serta teknologi yang dibutuhkan. Dalam konsep wirausaha berja- maah, hal tersebut tidak lagi menjadi kendala, karena berbagai kekurang- an para sarjana pertanian ini ternya- ta dimiliki oleh para petani. Semen- tara petani sangat membutuhkan ke- mampuan yang dimiliki oleh para sarjana tersebut. Dengan penerapan konsep wirausaha berjamaah, maka kehadiran para sarjana di perdesaan bukan menjadi kompetitor bagi para petani, namun akan menjadi komple- menter para petani. Mengingat fakta 54,56 juta pelaku usaha di Indonesia adalah berskala usaha mikro, sementara di sisi lain, Indonesia dikaruniai Allah SWT de- ngan sumberdaya alam yang sangat besar dan beragam (mega biodiversi- ty), maka tantangan ke depan adalah bagaimana konsep wirausaha berja- maah ini dapat terus disosialisasikan dan dikembangkan pada berbagai sektor perekonomian. Untuk itu so- sok wirausaha berjamaah ini menjadi sangat penting, dan kehadirannya tidak bisa hanya ditunggu (by chan- ce), tapi harus didatangkan secara terprogram (by design). Oleh kare- nanya program kaderisasi co-opera- tive entrepreneurs melalui proses pendidikan dan pelatihan yang sis- tematis dan terarah menjadi suatu hal yang esensial untuk dikem- bangkan. Wallahu ‘alam. 23 REPUBLIKA KAMIS, 5 DESEMBER 2013 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA G erakan Ekonomi Syariah atau GRES yang dicanang- kan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 November 2013 lalu pada dasarnya merupakan simbol pe- nguatan sinergi seluruh sektor dalam ekonomi syariah. Selama ini, ada ke- san bahwa setiap sektor dalam eko- nomi syariah, seperti sektor keuang- an syariah, ZISWAF dan sektor riil (bisnis syariah), berjalan sendiri-sen- diri. Belum terlihat adanya kesatuan gerak langkah yang efektif. Melalui GRES diharapkan agar konsolidasi lintas sektor ini dapat berjalan de- ngan baik dan lancar, sehingga po- tensi-potensi kekuatan yang selama ini berserakan, dapat diorganisir dan dioptimalkan bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Secara politik, peluncuran GRES merupakan simbol penguatan du- kungan pemerintahan Presiden SBY terhadap keberadaan institusi eko- nomi syariah. Bahkan Presiden SBY telah mencanangkan tekad untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Dengan melihat realitas yang ada saat ini, ditambah dengan banyaknya potensi yang belum tergali, maka pernyataan SBY tersebut tentu bukan sekedar basa basi, melainkan bisa kita realisasikan secara nyata. Tentu saja kita berharap bahwa GRES ini tidak hanya berhenti di dek- larasi. Tidak seperti gerakan-gerakan lain yang hanya terlihat semarak pa- da saat diluncurkan, namun kemudi- an tenggelam dan tidak pernah ter- dengar lagi ke permukaan. Untuk itu, kita perlu membangun sejumlah in- dikator yang dapat dijadikan sebagai parameter keberhasilan dan efektivi- tas gerakan ekonomi syariah ini, se- hingga kesan sebagai ‘gerakan ser- emonial’ ini bisa dihapuskan. Menurut Michael Woodford (2005), efektivitas ini dapat dilihat dari dua sisi utama. Pertama, policy commitment atau komitmen kebijakan pemerintah, dan yang kedua, public understanding atau pemahaman publik terhadap esensi dari suatu gerakan. Sementara Fauchex (1998) me- nambahkan faktor sustainability atau keberlanjutan dan kontinuitas sebagai indikator keberhasilan. Karena itu, merujuk pada kedua pendapat yang ada, maka paling tidak, efektivitas dan keberhasilan GRES ini harus dilihat dari tiga faktor, yaitu komitmen kebi- jakan negara, pemahaman dan par- tisipasi publik, dan keberlanjutan GRES ke depan. Tiga indikator Pertama, terkait kebijakan peme- rintah. Woodford (2005) menegaskan bahwa komitmen kebijakan ini harus bisa direalisasikan secara nyata di lapangan. Realisasi ini akan menum- buhkan kepercayaan publik bahwa pemerintah memang tidak sekedar berbasa basi dengan pencanangan GRES tersebut. Untuk itu, pemerintah harus segera meluncurkan paket ke- bijakan yang akan dilakukannya da- lam rangka memperkuat posisi eko- nomi syariah, dan mengkomunika- sikannya kepada publik secara ter- buka. Kalau ini tidak dilakukan, maka prosesi seremonial yang telah dila- kukan, dapat berbalik “menjatuhkan” citra pemerintah itu sendiri. Jika melihat kondisi yang ada, sesungguhnya ada banyak kebijakan yang bisa segera diluncurkan. Misal- nya, pada sektor ZISWAF, pemerintah dapat mempercepat penerbitan PP (Peraturan Pemerintah) sebagai pera- turan pelaksana dari UU No 23/2011, dan kebijakan lainnya, seperti Instruksi Presiden dan Peraturan Menteri ter- kait, untuk mengoptimalkan penghim- punan dan penyaluran zakat. Kemu- dian pada sektor keuangan syariah, di samping eksekusi penempatan dana haji di bank syariah, pemerintah juga harus menyampaikan roadmap pen- dirian bank BUMN syariah dan pen- empatan dana APBN di bank syariah. Contoh lainnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana menya- lurkan sebagian dana PUAP kepada para petani, melalui skema pembi- ayaan syariah. Kementerian Pertani- an dapat mewajibkan, misalnya, se- pertiga dana PUAP tersebut melalui skim syariah. Penulis yakin, ada ba- nyak daerah yang telah siap untuk menerapkan skim syariah tersebut. Selanjutnya, kedua, penguatan pe- mahaman publik terhadap ekonomi syariah. Ini dapat dilakukan melalui peningkatan kampanye dan edukasi yang efektif. Regulator, praktisi, dan para asosiasi yang terlibat dalam GRES ini harus bisa merumuskan strategi nasional edukasi publik yang tepat dan efektif. PKES (Pusat Komu- nikasi Ekonomi Syariah), sebagai in- stitusi yang bertanggung jawab dalam melakukan komunikasi publik, harus dapat meningkatkan perannya seba- gai mediator sekaligus akselerator pe- nyusunan strategi nasional ini. Harus ada tindak lanjut program sosialisasi yang nyata pasca deklarasi GRES. Pemahaman yang benar akan ekonomi syariah diyakini akan men- dorong penguatan komitmen publik untuk mau berekonomi dan berbisnis secara syariah. Keberpihakan publik yang lebih besar, akan berdampak pada penguatan posisi Indonesia da- lam konstelasi ekonomi syariah dunia. Ketiga, seluruh stakeholder eko- nomi syariah yang ada, harus mampu menjaga stamina untuk menjaga ke- berlanjutan dari gerakan ini. Hal ini dimaksudkan agar gerakan ini tidak bersifat temporal dan jangka pendek, melainkan akan terus membesar dan semakin kuat, baik di level negara maupun di level grass root. Insya Allah, jika ini dapat dila- kukan, maka cita-cita untuk menjadi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia, akan menjadi kenya- taan. Wallahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Menguji Efektivitas GRES Dr Lukman M Baga Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB TSAQOFI Urgensi Wirausaha Berjamaah DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI Wihdan Hidayat/Republika Tabel 1. Perbedaan Wirausaha Individu dengan Wirausaha Berjamaah

Transcript of Iqtishodia Republika 5 Des 13

Page 1: Iqtishodia Republika 5 Des 13

Salah satu permasala-han mendasar dalampembangunann eko no -mi di Indonesia ada lahtidak sehatnya struk -tur pelaku usaha yang

ada. Pada tahun 2011, dari sejumlah55,17 juta jumlah pelaku usaha, ha -nya 4.952 (0,01 persen) terkategori se -bagai usaha skala besar, dan selebi-hnya 99,99 persen merupakan UM -KM. Ternyata dari 54,56 juta pelakuusaha terkategori UMKM, hanya602.195 terkategori usaha kecil dan44.280 usaha menengah.

Kebijakan pengembangan UM KMumumnya diarahkan pada upaya men -jadikan para pelaku usaha mam punaik kelas yang diikuti dengan pen-ingkatan produktivitasnya. Hal inidiupayakan melalui peningkatan ke -mampuan wirausaha yang diikuti de -ngan pengembangan akses pem bia ya -an dan akses pasar bagi pelakuUMKM. Namun pada praktiknya ti -dak mudah dijalankan, khususnya ba -gi pelaku usaha mikro. Alasan per tamadikarenakan jumlah usaha mik ro yangsangat banyak sehingga mem butuh -kan sumberdaya yang be sar untukmengembangkannya. Alas an keduadikarenakan adanya ham bat an inter-nal para pelaku usaha mik ro itu sen -diri, dimana pada umum nya tidakmemiliki sikap men tal seorang pelakuusaha tangguh, yang siap dan mauberkembang. Bahkan tidak jarangdiantara mereka yang tidak mau danbahkan takut untuk berkembang.

Wirausaha individu vs wirausahaberjamaah

Selain konsep wirausaha yangdipahami secara umum (individualentrepreneur) terdapat konsep wira -usaha berjamaah (co-operative entre-preneur). Konsep yang terakhir inibelum banyak dipahami dan dikem-bangkan masyarakat. Pada dasarnya,untuk dapat meningkatkan produk-tivitas pelaku usaha mikro, tidak perlumemaksakan mereka untuk masing-masing memiliki jiwa wira usaha. Jiwawirausaha yang terkait de ngan ke -mampuan menangkap pe luang usaha,mengembangkan ino vasi dan sekali-gus membuka akses pa sar. Terdapatmekanisme lain yang lebih mudah,yaitu dengan menghadirkan para co-operative entrepreneur di tengah-tengah para pelaku usaha mikro.

Sebagai ilustrasi bisa dikaitkandengan keutamaan sholat berjamaah.Untuk mendapatkan kebaikan 27 ka -li lipat, tiap orang tidak harus bisamen jadi imam dalam sholat berja-maah. Cukup satu saja yang bisamen jadi imam, maka seluruh orangyang ikut berjamaah akan mendap-atkan 27 derajat kebaikan yang sama.Demikian pula dalam konteks bisnis,untuk mendapat peluang usaha, me -ngembangkan inovasi dan membukaakses pasar, tidak perlu semua orangharus memiliki kemampuan tersebut.Dibutuhkan minimal satu orang yangmampu memainkan peran wirausahatersebut, yang selanjutnya peluangbisnis tersebut dikembangkan bersa -ma-sama dengan jamaahnya.

Wirausaha berjamaah dalampraktik

Pada sebuah seminar internasionaldengan tema “The Role of En tre pre -neurial Congregation, Streng the ningTrade and Economic among Isla micCountries”, yang diselenggarak an diInstitut Pertanian Bogor pada tang -gal 18 Nopember 2013 lalu, se ngaja

dihadirkan seorang pembicara yangmerupakan praktisi bisnis flo rikulturasal Sukabumi. Berbekal pe ngalamandua tahun menjadi TKI di KoreaSelatan, Wahyudin (kakak dari pem-bicara tersebut) mengetahui bah wamasyarakat Korea Selatan me nyukaitanaman suji (Dracaena san de riana)yang diyakini sebagai pohon hoki.Jenis tanaman ini banyak di jum pai dikampung halamannya yang biasadijadikan sebagai tanam an pagar.

Sepulangnya dari Korsel, Wahyu -din merintis bisnis ekspor tanamansu ji ke Korsel. Namun Wahyudin ti -dak membeli atau menyewa lahansekian puluh hektar untuk menanamtanaman suji tersebut. Apa yangdilakukan Wahyudin adalah me -ngem bangkan kerjasama dengan duaribu petani yang tergabung dalam200 kelompoktani. Para petani me -nanam suji di lahan mereka masing-masing. Wahyudin melakukan pem-binaan bagaimana menjadikan ta -naman suji petani menjadi produkyang menarik dan layak ekspor. Ti -dak ada unsur eksploitasi terhadappe tani, dalam artian, petani menda-patkan harga yang baik yang padagilirannya mempengaruhi tingkatkesejahteraan hidup mereka. BaikWahyudin maupun petani, merekasama-sama menimati kerjasamabisnis ini bagaikan suatu keluargabesar yang penuh rasa persaudaraan.

Keunggulan wirausahaberjamaah

Paling tidak terapat lima keung -gul an dalam menerapkan konsep wi -ra usaha berjamaah dibandingkan wi -rausaha individual. Pertama, sangwi rausaha dapat merealisasikan ga -gasan bisnisnya dengan skala usahayang dibutuhkan. Tentunya untukmenjaga kontinuitas produk yang di -ekspor, Wahyudin memerlukan keter -sediaan produk yang banyak, yangtentunya akan sulit jika hanya meng -a ndalkan hasil usaha sendiri. Ke dua,sang wirausaha tidak perlu menye-diakan dana yang sangat besar untukinvestasi dan modal kerja, karenapara petani dengan senang hati me -nyediakan sumberdaya yang dimiliki

baik berupa lahan, tenaga kerja danmodal sebagai kontribusi merekadalam usaha berjamaah tersebut.Hal ini sangat erat kaitannya dengandistribusi resiko bisnis.

Ketiga, ekspansi usaha akan lebihmudah dilakukan, yaitu dengan men-gajak lebih banyak petani untuk ber -ga bung. Keempat, petani mendapat -kan kesempatan berusaha yang men-datangkan penghasilan yang lebihbaik, karena secara berjamaah me rekadapat memenuhi kebutuhan pa sar ek -sport yang memberikan tingkat hargayang baik. Kelima, wirausaha berja-maah merupakan bentuk ideal dalamupaya pemberdayaan pelaku usahamikro, sehingga dimensi man faat bu -kan hanya terkait dengan keuntunganfinansial yang bersifat duniawi, na -mun juga berlipatgandanya pahala ba -gi sang wirausahawan (lihat Tabel 1).

Tantangan ke depanPada dasarnya wirausaha berja-

maah bukan hanya menguntungkanpe laku usaha mikro. namun sang wira -usaha itu sendiri. Saat ini, banyak parasarjana per ta nian yang tak mau me -rasa tidak mam pu dan tak per ca ya diriuntuk ber wirausaha di pe desaan de -ngan ber bagai alasan seperti; tidakme miliki la han, tidak punya mo daldan ti dak sanggup bekerja sehari an dialam ter bu ka. Padahal sebagai se - orang yang ter didik, mereka memilikike mam puan untuk membaca dan

mem -buka akses pasar serta teknologiyang dibutuhkan.

Dalam konsep wirausaha berja-maah, hal tersebut tidak lagi menjadikendala, karena berbagai kekurang -an para sarjana pertanian ini ternya -ta dimiliki oleh para petani. Semen -tara petani sangat membutuhkan ke -mampuan yang dimiliki oleh parasarjana tersebut. Dengan penerapankonsep wirausaha berjamaah, makakehadiran para sarjana di perdesaanbukan menjadi kompetitor bagi parapetani, namun akan menjadi komple-menter para petani.

Mengingat fakta 54,56 juta pelakuusaha di Indonesia adalah berskalausaha mikro, sementara di sisi lain,Indonesia dikaruniai Allah SWT de -ngan sumberdaya alam yang sangatbesar dan beragam (mega biodiversi-ty), maka tantangan ke depan adalahbagaimana konsep wirausaha berja-maah ini dapat terus disosialisasikandan dikembangkan pada berbagaisektor perekonomian. Untuk itu so -sok wirausaha berjamaah ini men jadisangat penting, dan kehadirannyatidak bisa hanya ditunggu (by chan -ce), tapi harus didatangkan secaraterprogram (by design). Oleh kare-nanya program kaderisasi co-opera-tive entrepreneurs melalui prosespendidikan dan pelatihan yang sis-tematis dan terarah menjadi suatuhal yang esensial untuk dikem-bangkan. Wallahu ‘alam. �

23REPUBLIKA KAMIS, 5 DESEMBER 2013JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

G erakan Ekonomi Syariahatau GRES yang dica nang -kan oleh Presiden SusiloBambang Yudhoyono pada

tanggal 17 November 2013 lalu padada sarnya merupakan simbol pe -nguat an sinergi seluruh sektor dalamekonomi syariah. Selama ini, ada ke -san bahwa setiap sektor dalam eko -nomi syariah, seperti sektor keuang -an syariah, ZISWAF dan sektor riil(bis nis syariah), berjalan sendiri-sen -diri. Belum terlihat adanya kesatuangerak langkah yang efektif. MelaluiGRES diharapkan agar konsolidasilintas sektor ini dapat berjalan de -ngan baik dan lancar, sehingga po -tensi-potensi kekuatan yang selamaini berserakan, dapat diorganisir dandioptimalkan bagi kepentingan dankesejahteraan masyarakat.

Secara politik, peluncuran GRESme rupakan simbol penguatan du -kung an pemerintahan Presiden SBYterhadap keberadaan institusi eko -nomi syariah. Bahkan Presiden SBYtelah mencanangkan tekad untukmenjadikan Indonesia sebagai pusatekonomi dan keuangan syariah dunia.Dengan melihat realitas yang adasaat ini, ditambah dengan banyaknyapotensi yang belum tergali, makapernyataan SBY tersebut tentu bukansekedar basa basi, melainkan bisakita realisasikan secara nyata.

Tentu saja kita berharap bahwaGRES ini tidak hanya berhenti di dek -la rasi. Tidak seperti gerakan-gerakan

lain yang hanya terlihat semarak pa -da saat diluncurkan, namun kemudi-an tenggelam dan tidak pernah ter-dengar lagi ke permukaan. Untuk itu,kita perlu membangun sejumlah in -dikator yang dapat dijadikan sebagaiparameter keberhasilan dan efektivi -tas gerakan ekonomi syariah ini, se -hingga kesan sebagai ‘gerakan ser-emonial’ ini bisa dihapuskan.

Menurut Michael Woodford (2005),efek tivitas ini dapat dilihat dari dua sisiutama. Pertama, policy commitmentatau komitmen kebijakan pemerintah,dan yang kedua, public understandingatau pemahaman pub lik terhadapesensi dari suatu ge rakan.

Sementara Fauchex (1998) me -nambahkan faktor sustainability ataukeberlanjutan dan kontinuitas sebagaiindikator keberhasilan. Kare na itu,merujuk pada kedua pendapat yangada, maka paling tidak, efektivitas dankeberhasilan GRES ini harus dilihatdari tiga faktor, yaitu komitmen kebi-jakan negara, pemahaman dan par-tisipasi publik, dan keberlanjutanGRES ke depan.

Tiga indikatorPertama, terkait kebijakan peme -

rintah. Woodford (2005) menegaskanbah wa komitmen kebijakan ini harusbi sa direalisasikan secara nyata dilapangan. Realisasi ini akan menum -buh kan kepercayaan publik bahwapemerintah memang tidak sekedarberbasa basi dengan pencanangan

GRES tersebut. Untuk itu, pemerintahharus segera meluncurkan paket ke -bijakan yang akan dilakukannya da -lam rangka memperkuat posisi eko -nomi syariah, dan mengkomunika -sikannya kepada publik secara ter -buka. Kalau ini tidak dilakukan, makapro sesi seremonial yang telah dila -kukan, dapat berbalik “menjatuhkan”citra pemerintah itu sendiri.

Jika melihat kondisi yang ada,sesungguhnya ada banyak kebijakanyang bisa segera diluncurkan. Misal -nya, pada sektor ZISWAF, pemerintahda pat mempercepat penerbitan PP(Per aturan Pemerintah) sebagai pera -tur an pelaksana dari UU No 23/ 2011,dan kebijakan lainnya, seperti In struksiPresiden dan Peraturan Menteri ter -kait, untuk mengoptimal kan penghim-punan dan penyaluran zakat. Kemu -dian pada sektor ke uang an syariah, disamping eksekusi pe nempatan danahaji di bank sya riah, pemerintah jugaharus me nyam paikan roadmap pen -dirian bank BUMN syariah dan pen-empatan dana APBN di bank syariah.

Contoh lainnya yang tidak kalahpenting adalah bagaimana menya -lurkan sebagian dana PUAP kepadapara petani, melalui skema pembi-ayaan syariah. Kementerian Perta ni -an dapat mewajibkan, misalnya, se -per tiga dana PUAP tersebut melaluiskim syariah. Penulis yakin, ada ba -nyak daerah yang telah siap untukmenerapkan skim syariah tersebut.

Selanjutnya, kedua, penguatan pe -

mahaman publik terhadap ekono misyariah. Ini dapat dilakukan mela luipeningkatan kampanye dan edu kasiyang efektif. Regulator, praktisi, danpara asosiasi yang terlibat dalamGRES ini harus bisa merumuskanstrategi nasional edukasi publik yangtepat dan efektif. PKES (Pusat Komu -ni kasi Ekonomi Syariah), sebagai in -stitusi yang bertanggung jawab dalammelakukan komunikasi publik, harusdapat meningkatkan perannya seba -gai mediator sekaligus akselerator pe -nyusunan strategi nasional ini. Ha rusada tindak lanjut program sosialisasiyang nyata pasca deklarasi GRES.

Pemahaman yang benar akanekonomi syariah diyakini akan men-dorong penguatan komitmen publikuntuk mau berekonomi dan berbisnissecara syariah. Keberpihakan publikyang lebih besar, akan berdampakpada penguatan posisi Indonesia da -lam konstelasi ekonomi syariah dunia.

Ketiga, seluruh stakeholder eko -nomi syariah yang ada, harus mampumen jaga stamina untuk menjaga ke -berlanjutan dari gerakan ini. Hal inidimaksudkan agar gerakan ini tidakbersifat temporal dan jangka pendek,melainkan akan terus membesar danse makin kuat, baik di level negaramau pun di level grass root.

Insya Allah, jika ini dapat dila -kukan, maka cita-cita untuk menjadiIndonesia se bagai pusat ekonomisyariah dunia, akan menjadi kenya -taan. Wallahu a’lam. �

Dr Irfan Syauqi BeikKetua Prodi EkonomiSyariah FEM IPB

MengujiEfektivitas

GRES

Dr Lukman M BagaKepala Pusat StudiBisnis dan EkonomiSyariah (CIBEST) IPB

TSAQOFI

Urgensi Wirausaha Berjamaah DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

Wihdan Hidayat/Republika

Tabel 1. Perbedaan Wirausaha Individu dengan Wirausaha Berjamaah

Page 2: Iqtishodia Republika 5 Des 13

BMT adalah LKM Sya - riah (LKMS) yangme rupakan kom bi -nasi dari LKM danke uangan Syariah, se -hingga ia memiliki

karakteristik dan model dasar sepertimainstream LKM (koperasi), namunmemiliki cara kerja, produk dan jasayang sesuai dengan ajaran Islam yangmengedepankan keadilan dan kese-taraan. Karakteristik khusus lain yangmelekat pada BMT adalah pember-dayaan yang dimaksudkan untukmem berikan bekal kepada nasabah(bottom of the triangle atau golongantermiskin) agar dapat berkarya me -ningkatkan taraf hidup dan kesejah -teraannya, karena LKMS adalah salahsatu pendekatan untuk membasmikemiskinan dan mempersempit kesen-jangan antara golongan umat kaya dangolongan umat miskin.

Dengan besarnya porsi usaha mik -ro dan tingginya tingkat kemis kin andi Indonesia (populasi rakyat Indo -nesia yang berpenghasilan di bawah$2 per hari mencapai 43,3 persen ditahun 2011), peranan LKM konven-sional (koperasi) dan LKM Syariah(BMT) menjadi sangat pen ting. LKMharus dapat menyediakan produk danjasa keuangan mikro yang sesuai de -ngan kebutuhan usaha mikro maupunumat miskin. Untuk dapat memberi -kan pelayanan keuangan yang primadan dapat memberdayakan umatmiskin, LKM harus dapat bekerjasecara efektif, efisien dan berkelanju-tan dengan model yang sesuai.

Kajian singkat ini dimaksudkanuntuk menganalisis efisiensi teknisbeberapa model koperasi dan BMTter kemuka di Indonesia dengan meng - gunakan pendekatan Data En ve lo -pement Analysis (DEA) untuk dapatmengetahui kondisi efisiensi saat inidan aspek-aspek kekuranganya se -hingga dapat digunakan sebagai ba -han evaluasi perbaikan dimasa yangakan datang.

DataSesuai dengan pendekatan DEA,

data yang digunakan berupa datatahunan 2007-2012 yang bersumberdari laporan neraca dan rugi laba ser -ta data jumlah karyawan. Variabelinput meliputi: 1) Aset Tetap; 2) Jum -lah Karyawan; 3) Simpanan; 4) Pem -biayaan Bank; dan 5) Modal Anggota.Variabel output meliputi: 1) Pembia -yaan; dan 2) Pendapatan lainnya. Ko -perasi dan BMT yang dijadikansampel dalam kajian ini adalah limakoperasi besar dan lima BMT besardi Indonesia, seperti dalam tabel 1.

Model Grameen adalah LKMyang menerapkan sistem kelompokdengan jaminan tanggung rentenguntuk anggotanya saja, yang mayori-tas wanita, dan bertujuan memberda -yakan umat miskin. Model Individualadalah LKM yang memberikan pela -yanan kepada individu anggotanyasaja. Sedangkan, model Bank Mikroadalah LKM yang memberikan pela -

yanan individu kepada anggota danbukan anggota (yang biasa disebutcalon anggota).

Hasil kajianMetode DEA menghasilkan tiga

ukuran efisiensi, yaitu Efisiensi Tek -nis (Technical Efficiency-TE), Efisien -si Teknis Murni (Pure Technical Ef -ficiency-PTE), dan Efisiensi Skala(Scale Efficiency-SE), dimana TE ada -lah hasil perkalian dari PTE dan SE.

PTE BMT mencapai 94,8 persendi tahun 2007 yang kemudian sedikitmenurun di tahun 2008-2009 dan ak -hirnya meningkat terus di tahun2010-2012 hingga mencapai 100persen di tahun 2012 (lihat PTE gam -bar 1, kiri). PTE Koperasi meningkatterus dari 88,8 persen di tahun 2007hingga mencapai 100 persen di tahun2010-2011, dan akhirnya menurunmenjadi 94,9 persen di tahun 2012(lihat PTE gambar 1, kanan).

SE BMT secara umum meningkatsedikit demi sedikit dari 93,5 persendi tahun 2007 menjadi 97,6 persen ditahun 2012, dan terlihat sedikit me -nurun di tahun 2009 (lihat SE gambar1, kiri). SE Koperasi secara umumstabil dari 98,9 persen di tahun 2007menjadi 99,3 persen di tahun 2012,dan terlihat menurun lebih banyakdibanding BMT di tahun 2009 (lihatSE gambar 1, kanan).

TE BMT di tahun 2007-2009 men-galami stagnasi di sekitar 88 persen,namun kemudian meningkat terus ditahun 2010-1012 hingga mencapai97,6 persen di tahun 2012 (lihat TEgambar 1, kiri). Kenaikan efisiensi TEBMT utamanya didukung oleh ke -naikan PTE-nya. Sementara itu TEKo perasi meningkat terus dari 88persen di tahun 2007 hingga mencapai

100 persen di tahun 2010 dan 2011.Namun demikian TE Koperasi me -nurun di tahun 2012 menjadi 94,2 per -sen (lihat TE gambar 1, kanan). Naikturunnya TE koperasi merupakankontribusi dari pergerakan PTE.Angka-angka TE tersebut me nun -jukkan koperasi lebih efisien dari padaBMT di tahun-tahun awal, na mun diakhir tahun 2012 BMT men jadi lebihefisien dibandingkan koperasi.

Di tahun 2007-2009 BMT memilikibanyak kelemahan terutama padafaktor karyawan dan aset tetap.Namun, di akhir tahun 2012 kelema -h an BMT bergeser pada faktor pem -biaya an bank dan modal anggota.Pem biayaan bank masih menjadi sum -ber utama pendanaan karena BMTmasih mengalami kesulitan dalammeng galang dana simpanan darianggota yang mayoritas umat miskin.Selain itu, BMT juga harus menjagalikuiditasnya untuk menjaga keper-cayaan masyarakat terutama ketikamereka mengambil dana simpananyapada masa-masa tertentu (tahun ajar -an baru dan bulan Ra madhan). Modalanggota BMT yang belum efisien justrumenunjukkan tingkat pengembalianSisa Hasil Usaha (SHU) kepada ang -gota yang cukup besar.

Sementara itu, koperasi juga me -miliki banyak kelemahan di tahun2007-2009 meliputi faktor karyawan,aset tetap, pembiayaan bank, modalang gota, dan pendapatan lainnya. Na -mun, di akhir tahun 2012 faktor-faktorkelemahan koperasi berkurang men -jadi faktor aset tetap, modal anggotadan pendapatan lainnya saja. Kele -mahan faktor Aset Tetap dikarenakanbanyak koperasi yang memiliki asetme wah (misalnya gedung me wah). Mo -dal Anggota koperasi yang belum efi -

sien juga menunjukan ting kat SHU ke -pada anggota yang cukup be sar. Selainitu, Pendapatan Lainnya yang belumefisien disebabkan koperasi masihbelum banyak mena warkan variasijasa keuangan kepada anggotanya.

AnalisisDari ketiga model LKM, model

Grameen (konvensional maupun Sya -riah) menunjukan kinerja yang lebihbaik dari model Individual maupunmodel Bank Mikro. Hal ini disebab -kan karena pembiayaan yang dibe ri -kan bernominal kecil namun ba nyakkepada semua anggotanya, se hinggatingkat risiko sangat rendah dantingkat kemacetan pembiayaan (NPFatau PAR) sangat kecil. Kelemahanmodel Grameen adalah faktor sim-panan, dimana semua anggotanyamerupakan umat miskin yang tingkatsimpananya kecil, sehingga modelGrameen sangat tergantung padasumber dana dari pihak lain (faktorpembiayaan bank) yang mahal. Selainitu, model Grameen memfokuskanusahanya pada penyaluran pembi-ayaan dan belum mengembangkanproduk-produk jasa keuangan lainya.

Model Individual mempunyai ke -ung gulan karakteristik seperti modelGrameen karena seluruh penyimpan,peminjam dan pengguna layananLKM merupakan anggota LKM terse-but, sehingga segala manfaat (terma-suk SHU) akan kembali lagi kepadaanggota. Namun demikian tingkat ri -siko menjadi lebih tinggi dan tingkatkemacetan pembiayaan berpotensilebih tinggi dari model Grameen. Di -lema dalam model Individual adalahbahwa ia berpotensi mengerahkandana dari masyarakat luas namunterkendala oleh tingkat kepercayaanyang rendah terhadap BMT maupunkoperasi untuk menyimpan dananya,sehingga hanya model Individualyang terpercaya yang dapat mengum -pulkan dana murah dari masyarakat.

Model Bank Mikro mempunyaikeunggulan jaringan yang luas, besardan terpercaya sehingga dapat me -ngumpulkan dana murah dari masya -rakat. Sifat pembiayaan kepada indi -vi du dengan jumlah nominal yanglebih besar berpotensi meningkatkanri siko dan kemacetan pembiayaan (te -r utama kepada yang bukan ang gota).Untuk menjaga kinerja dan kesinam-bungannya, model Bank Mikro harusmemiliki model bisnis yang baik.

Dapat disimpulkan bahwa setiapmodel LKM memiliki karakteristik,seg men pasar, dan model bisnis ma -sing-masing yang dibutuhkan olehber bagai lapisan umat miskin danusaha mikro. Perbedaan yang men-dasar dan beragamnya variasi darise tiap model membuat kinerja ma -sing-masing model menjadi unik dantidak tepat untuk dibandingkan se -cara langsung. Untuk menjaga ki -nerja dan kesinambungannya, setiapmodel LKM harus diperlakukansecara khusus sesuai karakteris-tiknya. Wallahu a’lam. �

REPUBLIKA KAMIS, 5 DESEMBER 2013 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA24

Efisiensi Model BMT Vs Koperasi

Pengaruh Zakat Terhadap IPMTAMKINIA

Rina MurniatiMahasiswa S1 IlmuEkonomi FEM IPB danAsisten Peneliti padaPusat Studi Bisnis danEkonomi Syariah IPB

Z akat merupakan instrumen pen -ting dalam pembangunan manu -sia, khususnya di negara yang

memiliki penduduk mayoritas muslimseperti Indonesia. Potensi zakat Indo -nesia berdasarkan hasil survei badanamil zakat (BAZNAS) bersama IPB danIRTI-IDB pada tahun 2011 menemukanbahwa potensi zakat nasional mencapaiRp 217,3 triliun. Meskipun realisasinyahanya sekitar satu persen, namun seti-daknya dana zakat tersebut dapat mem-bantu lebih dari satu juta mustahiksetiap tahunnya (BAZNAS 2013).

Peran zakat dalam pembangunanmanusia dapat diukur dari nilai IndeksPembangunan Manusia (IPM) yang ter -diri dari tiga komponen. Komponen IPMmeliputi indeks angka harapan hidupyang merepresentasikan kesehatan, in -deks pendidikan yang merepresenta -sikan tingkat pengetahuan, dan indeksda ya beli yang merepresentasikan stan -dar hidup layak. Hasil laporan UNDPtahun 2013 menunjukkan bahwa IPM in -donesia mengalami peningkatan darise belumnya, tahun 2012 menduduki pe -ringkat 124 sekarang naik tiga peringkatmenjadi peringkat 121 dari 187 negara.Jika dibandingkan dengan angkapetumbuhan ekonomi Indonesia, makanilai IPM ini masih tergolong rendah.

Pembangunan manusiaSaat ini, hampir semua negara me -

mandang keberhasilan pembangunandari peningkatan pendapatan perkapita,PDB atau pun PNB. Padahal penekananpada peningkatan PDB dan PNB tanpamemerhatikan penambahan jumlahpenduduk memungkinkan terjadinyakekeliruan dalam memahami prestasikegiatan ekonomi. Karena pada saatperhitungan kenaikan GDP dan GNP,suatu negara juga mengalami pertum-buhan penduduk. Untuk itu, seharusnyapembangunan tidak hanya fokus padapeningkatan indikator ekonomi, namunjuga harus memerhatikan dimensi laindari pembangunan yaitu sumber dayamanusia. Hal ini sesuai dengan perny-ataan Soedjatmoko (1995), bahwa pem-bangunan hanya akan terlihat seutuhnya

apabila pembangunan itu merupakanproses pembangunan manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk men-gukur peran zakat dalam pembangunanmanusia dengan menggunakan estimasinilai komponen-komponen IPM tingkatindividu. Sampel yang digunakan adalahmustahik program pendayagunaanzakat BAZNAS Kota Bogor yang terhim-pun dalam program inovasi kesehatandan kemanusiaan. Teknik pengambilanda ta primer dilakukan dengan menggu-nakan metode wawancara langsung ke -pada mustahik. Sampel yang digunakansebanyak 60 orang mustahik yang terdiridari 30 orang mustahik program kese-hatan sub program aktivitas klinik dan30 orang mustahik program kemanusi-aan sub program paket senyum.

Latar belakang pengambilan sampelini didasari oleh prestasi BAZNAS KotaBogor dalam pendistribusian zakat daninovasi program. Terbukti dari dino-batkannya BAZNAS Kota Bogor sebagaiBAZ Kota/Kabupaten terbaik tingkat na -sional tahun 2009 untuk kategori Kreati -vitas Program Pendayagunaan versiBAZNAS dan pada tahun 2009 mendapatperingkat dua sebagai BAZ Kota/Kabu -paten terbaik versi Islamic SocialResponsibility.

Analisis nilai IPM per komponenNilai IPM diperoleh dengan mengga -

bungkan tiga nilai indeks yang terdiri

dari indeks harapan hidup, indeks pen -di dikan, dan indeks daya beli. Indeks ha -rap an hidup diperoleh dengan membaginilai selisih indeks harapan hidup saatin dividu lahir dan harapan hidup mi -nimum yang terdapat di UNDP dan se -lisih harapan hidup minimum dan mak-simum yang terdapat pada UNDP.

Indeks pendidikan diperoleh denganmenghitung angka rata-rata lama se -kolah dan tingkat melek huruf mustahik.In deks daya beli diperoleh dengan meng - hitung nilai purchasing power parity (PPP)yang disesuaikan terlebih dahulu, selan-jutnya nilai PPP (Xij) di masukkan ke da -lam perhitungan indeks daya beli. Setelahdiperoleh tiga nilai komponen tersebut,maka langkah akhir adalah menghitungnilai IPM, dimana nilai IPM merupakanagregasi dari ke tiga indeks yang telahdihitunga, dengan bobot masing-masingyang sama, yaitu sepertiga.

Hasil uji estimasi nilai IPM besertakomponennya menunjukkan bahwa nilaiIPM mustahik sebelum dan setelah dis-tribusi zakat berada pada tingkatanrendah. Sebelum distribusi zakat IPMmu tahik sebesar 47 dan setelah dis-tribusi zakat naik menjadi 49. Perubahannilai IPM setelah distribusi zakat sebe -sar 4.1 persen. Artinya distribusi zakatdari program pendayagunaan zakat olehBAZ Kota Bogor hanya sedikit mem -penga ruhi nilai IPM mustahik.

Hal ini bisa terjadi karena beberapafak tor seperti pengaruh nilai komponen-komponen IPM itu sendiri. Nilai indeksharapan hidup adalah sebesar 34. Artinyarata-rata kemungkinan ba nyak tahunyang ditempuh oleh musta hik ketika ialahir adalah selama 34 ta hun. Namunfaktanya, rata-rata usia mus tahik lebihdari 34 tahun. Hal ini me nunjukkan bah -wa indeks harapan hidup belum bisadijadikan indikator untuk mengukurtingkat kesejahteraan penduduk di bi -dang kesehatan. Nilai indeks pendidikanadalah sebesar 53 dengan rincian rata-rata lama sekolah 4,2 tahun dan tingkatmelek huruf 73 persen. Ar tinya rata-ratajumlah tahun yang dija lani oleh mustahikusia 15 tahun ke atas dalam menempuhsemua jenis pendidikan formal adalahsebesar 4,2 tahun dan terdapat 27persen mustahik yang berumur di atas15 tahun tidak bisa baca tulis.

Nilai indeks daya beli mustahiksebelum distribusi zakat adalah sebesar53. Sedangkan setelah distribusi zakatindeks daya beli mustahik naik menjadi59. Persentase perubahannya sebesar10,2 persen. Artinya pendistribusian za -kat oleh BAZ Kota Bogor mampu me -naikkan daya beli masyarakat sebesar10,2 persen.

Dengan demikian, dapat disimpul -kan bahwa distribusi zakat oleh BAZNASKota Bogor berperan dalam pemban-gunan manusia dengan meningkatkannilai IPM mustahik. Agar peningkatannilai IPM lebih tinggi, maka diperlukandukungan kebijakan Negara. Kita ber -harap pemerintah lebih serius mengu-payakan agar realisasi dana zakat lebihbesar dari saat ini. Wallahu a’lam. �

KOMPONEN IPM NILAI INDEKS

Indeks angka harapan hidup 0.34 34Indeks Pendidikan Rata lama sekolah 0.53 53 4.2 tahun 73 persenTingkat melek hurufIndeks paritas daya beli (PPP) tanpa zakat 0.53 53Indeks paritas daya beli (PPP) dengan zakat 0.59 59IPM sebelum distribusi zakat 0.47 47IPM setelah distribusi zakat 0.49 49Perubahan IPM (%) 4.1

TABEL 1.NILAI IPM DAN KOMPONEN-KOMPONENNYA

TINGKATAN STATUS KRITERIA

Rendah IPM < 50

Menengah bawah 50 IPM < 66

Menengah atas 66 IPM < 80

Tinggi IPM 80

TABEL 2. KLASIFIKASI NILAI IPMMENURUT STATUSNYA

TABEL 1 SAMPEL KOPERASI DAN BMT

MODEL KOPERASI BMT

Grameen KOMIDA BMT ITQAN

MBK VENTURA

SETIA BHAKTI WANITA

ndividual KODANUA BMT MARDLOTILLAH

BMT IBADURRAHMAN

Bank Mikro KOSPIN JASA KOSPIN JASA SYARIAH

BMT UGT SIDOGIRI

Ascarya Peneliti Senior PusatRiset dan Edukasi

Bank Sentral (PRES),Bank Indonesia dan

Peneliti Tamu FEM IPB

Adinda R N IlliyyinAsisten Peneliti

pada Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral

(PRES), Bank Indonesia

Gambar 1. Efisiensi BMT (Kiri) dan Koperasi (Kanan)

Page 3: Iqtishodia Republika 5 Des 13

Islam merupakan agamayang bersifat syumuliyah. Iamencakup semua aspekkehidupan umat manusia,sehingga ia haruslah men -jadi manhajjul hayyah (ku -

rikulum kehidupan) sebagai pedo mandan kerangka utama di dalam sistemnilai kehidupan. Dalam kon teks ini,Islam tidak hanya agama yang berba-siskan moral dan etika, tetapi lebihdaripada itu, ia pun me rupakansebuah sistem operasional yangberlaku dan sangat implementatif didalam aktivitas kehidupan manusia.

Sebagai ajaran yang komprehen-sif, Islam pun mengajarkan tentangproduktivitas tenaga kerja dan sangatmenganjurkan umatnya untukmenjadi pribadi yang produktif. Halini sejalan dengan firman-Nya didalam QS At-Taubah (9) ayat 105 danQS. Al-Mulk (67) ayat 15.

Dari kedua ayat tersebut, sangatjelas tergambar bahwa Allah SWTmewajibkan orang-orang yang beri -man untuk bekerja dan menjadi pri -badi yang produktif. Karenanya, didalam Islam, bekerja dianggap se -bagai bagian dari beribadah kepada-Nya. Bahkan di dalam hidupnya, Ra -sulullah SAW selalu berdoa, “YaAllah, aku berlindung kepada-Mudari kelemahan, kemalasan, sifat pe -ngecut, menyia-nyiakan usia, dansifat kikir, Aku pun berlindung ke -pada-Mu dari siksa kubur dan fitnahkehidupan dan kematian.” (HR.Shahih Muslim)

Dilihat dari konteks perekonomi-an, tenaga kerja merupakan salahsatu aspek terpenting di dalam duniakerja. Ia merupakan sumber kreativi -tas, dasar ide, basis pengetahuan, danpembentukan inovasi. Dapat dikata -kan bahwa tenaga kerja merupakaninti dari kegiatan ekonomi, pemban-gunan, dan peradaban. Dalam hal ini,tenaga kerja sangat vital di dalamperekonomian suatu negara hanyajika terasosiasi dengan kompetensi,pengetahuan, skill, serta kecakapan(Rahman, 2009). Semakin baik kual-itas tenaga kerja yang tercerminmelalui produktivitas tenaga kerja,semakin baik pula kinerja perekono-mian. Bahkan, produktivitas tenagakerja dapat menurunkan tingkat ke -miskinan di suatu negara (Durya danPages, 2002).

Contoh dari peran produktivitastenaga kerja di sektor manufakturdibuktikan survey yang dilakukanoleh perusahaan Kronos Inc, AmerikaSerikat. Survey tersebut menun-jukkan bahwa dari sebelas negara

yang diteliti, produktivitas tenagakerja berada di peringkat pertamasebagai faktor yang paling penting didalam menentukan kesuksesan in -dustri manufaktur.

Di antara negara-negara yang ter-gabung di dalam Organization forEconomic Co-operation and Develop -ment (OECD), Malaysia merupakannegara yang memiliki pertumbuhanproduktivitas paling tinggi padatahun 2010. Pertumbuhan produktiv-itas di Malaysia mencapai 5,8 persen,sedangkan negara-negara OECDhanya 2,8 persen (Productivity Re -port, 2010). Di sisi lain, di antarabeberapa negara di Asia, pertum-buhan produktivitas Malaysia masihlebih rendah daripada Singapura(11,78 persen), Cina (9,97 persen),Taiwan (8,23 persen), India (6,65persen), Hong Kong (5,95 persen), danThailand (5,94 persen).

Pertumbuhan produktivitas te -naga kerja di Malaysia selama tahun1971 hingga 2011 yang tertinggi di -capai pada periode tahun 1991 hing -ga 1995 yang mencapai angka 5,67persen. Angka tersebut kemudian tu -run drastis ke angka 1,52 persen padaperiode 1996 hingga 2000, karenapada periode tersebut terjadi krisismoneter 1998 yang melanda negara-negara di Asia Tenggara, termasukIndonesia. Pertumbuhan rata-rataproduktivitas tenaga kerja per tahundi Malaysia adalah 2,99 persen. Jikadilihat pada Tabel 2, semakin tinggipertumbuhan produktivitas tenaga

kerja, semakin besar pula pertum-buhan GDP riil di Malaysia. Hal inimembuktikan bahwa pertumbuhanekonomi salah satunya didukung olehproduktivitas tenaga kerja.

Melihat peran yang begitu pen -ting dari produktivitas tenaga kerja,maka penelitian ini akan menganal-isis faktor-faktor yang menentukanproduktivitas tenaga kerja denganstudi kasus negara Malaysia dari ta -hun 1970 hingga 2011. Secara khu -sus, penelitian ini akan melihat peranda ri pendidikan, kesehatan, komuni -kasi, transportasi, dan formasi mo -dal tetap bruto dari sisi pengeluaranpemerintah terhadap produktivitastenaga kerja.

Metode dan hasil penelitianSalah satu cara untuk menje-

laskan hubungan kausalitas di antarabeberapa variabel adalah teknik To -da-Yamamoto (Toda dan Ya ma moto,1995). Tidak seperti teknik kau salitasGranger, metode ini tidak mensya -ratkan pre-testing seperti tes unit rootand peringkat kointegrasi, se hing gahasilnya tidak tergantung kepada tespreliminary yang dapat menghasilkanoutput yang bias. Toda dan Yamamoto(1995) merekomendasikan sebuahmetode yang simpel di dalam menges-timasi penambahan VAR, meski ter-dapat kointegrasi, yang menjamindistribusi asimtotik dari statistikWald. Teknik ini menggunakan Waldtest statistic untuk menguji restriksilinear pada koefisien dari model VAR

tidak teretriksi dengan order P.Dari hasil kausalitas Toda-Yama -

moto, diketahui panjang lag k yangdidapat adalah 4, sedangkan d yangdi dapat adalah 1. Selanjutnya, kitadapat menentukan nilai order VARke (k+d) yaitu 5 dengan mengguna -kan metode Ordinary Least Square(OLS). Hasil dari kausalitas Toda-Ya -mamoto dapat dilihat di Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, tes kausal-itas Toda-Yamamoto menunjukkanbahwa terdapat empat variabel yangsignifikan di dalam memiliki hu -bung an kausalitas dengan produk-tivitas tenaga kerja, yaitu pendidik -an, kesehat an, komunikasi, dan for -masi modal tetap bruto. Hal ini dika -renakan nilai probabilitas Wald sta-tistik kurang dari 10 persen sehinggatolak H0 dan simpulkan bahwa ke -empat variabel tersebut menyebab -kan produktivitas tenaga kerja.

Hu bungan ini bersifat satu arah,dimana pendidikan, komunikasi, danformasi modal tetap bruto menye-babkan peningkatan produktivitastenaga kerja. Sedangkan kesehatanmemiliki hu bungan dua arah denganproduktivitas tenaga kerja, yaituselain kesehatan yang menyebabkanproduktivi tas tenaga kerja, produk-tivitas tena ga kerja pun menye-babkan kesehatan bagi tenaga kerjaitu sendiri.

Satu-satunya variabel yang tidakme miliki hubungan kausalitas de nganproduktivitas tenaga kerja ada lahtransportasi dikarenakan nilai pro -babilitas dari Wald statistik lebih be -sar daripada 10 persen. Dari hasil pe -nelitian ini, kita dapat melihat bah -wa investasi dalam sumber daya ma -nusia, yaitu kesehatan, pendi di kan,dan komunikasi lebih berpenga ruh didalam meningkatkan produktivitastenaga kerja di dalam perekonomian.

KesimpulanDari penelitian ini dapat disim-

pulkan bahwa pendidikan, kesehat -an, komunikasi, dan formasi modalte tap bruto memiliki hubuangan kau -salitas dengan produktivitas tenagakerja. Oleh karena itu, peran peme -rin tah di dalam meningkatkan pro-duktivitas tenaga kerja dapat dila -kukan dengan cara membuat strategiplanning pendidikan yang efektif, pe -nyediaan akses dan fasilitas kesehat -an dengan baik yang dapat di jang k -au oleh masyarakat, akses ko mu ni -kasi yang lebih mudah, serta pe ning -katan formasi modal tetap bruto yangdapat meningkatkan produktivitastenaga kerja.Wallahu a’lam. �

D iskursus akademikmau pun media inter-nasional saat ini mem -pertanyakan ba gai -

mana peranan agama dalampem bangunan berkelanjutan(sus tainable development). Pem -bangunan berkelanjutan sen dirididefinisakan sebagai prosespem bangunan multidimensi yangbertujuan mencari keseimbanganantara ekonomi-kesenjangan so -sial di satu sisi dan kelestarianlingkungan di sisi lain. Niscaya manusia menggunakan sumber-daya secara ber tang gungjawabdengan mempertimbangkan ke -les tarian lingkungan.

Dari tiga pilar sustainable de -ve lopment yang meliputi per-tumbuhan, pemerataan/ keadi-lan pem bangunan (equity), danling kungan (environment), su dahba nyak dibahas dua hal yangperta ma namun masih sedikityang me ngulas posisi dan peraneko nomi syariah terhadap isu-isu lingkungan.

Pendapat skeptis berangga-pan tidak ada korelasi antaraagama dan isu lingkungan. Deg -radasi lingkungan yang terjadilebih dikarenakan dampak nega -tif dari paradigma pembangunanekonomi dan gaya hidup modernyang mendominasi alam. Pan -dangan ini berpendapat bahwaisu lingkungan dapat dikontrolde ngan implementasi teknologihijau, kontrol pertumbuhan pop-ulasi, dan meningkatkan kepe du -lian lingkungan. Terlalu jauh me -letakkan agama sebagai solusi.

Sebaliknya, argumen lain me -nyatakan bahwa justru pe ran anmoralitas dan spiritualitas sangatdiperlukan sebagai pe ngingatakan kerusakan ling kung an. Da -lam proses mitigasi degradasi

ling kungan, termasuk isu pe -manas an global (climate change),banyak pihak seakan ‘putus asa’bila degradasi ling kungan hanyaditanggulangi via paradigmateknikal saja sambil dan menagihkon tribusi peranan agama se -bagai salah satu benteng moral.

Beberapa tahun ini bahkante lah ada deklarasi antarkeyakin -an terkait isu perubahan iklim (In -terfaith Declaration on Cli mateChange), dimana forum pa ra pe -muka berbagai agama se cara re -gu ler hadir dalam fo rum isu-isuling kungan. Di negara ma ju, parapemuka agama bah kan mulaimengu sung gerakan se misal“green re ligion’ atau ‘eco-theol-ogy’ yang mengkampa nye kanpeng gunaan energi ra mah ling -kungan (clean energy) dan ge -rakan hemat berkonsumsi.

Secara moral penggiat eko -nomi syariah mestinya lebih ber -sahabat dengan lingkungan ka -rena dalam ajaran agama sen dirimengharuskan perlunya ke se -imbangan alam. Pertama, se tiapaktifitas harus berpijak pada pen-capaian maqashid syariah yak ni:menjaga keyakinan (hifdz al-din),memelihara jiwa (hifdz al-nafs),memelihara akal (hifdz al-‘aql),menjaga keberlangsungan gen-erasi (hifdz al-nasl), dan memeli-hara harta benda (hifdz al-mal).Memelihara alam (hifdz al-alam)tentu merupakan konsekuensisejajar yang harus di la kukandalam menegakkan ke masla -hatan agama dan dunia tersebut.

Sistem ekonomi konvensionalhanya menempatkan kebutuhanmanusia dalam berkonsumsi diatas segalanya dan sum ber daya(alam) lebih dipandang sebagai“barang bebas” da lam kerangkaeksploitatif. Se ba liknya, prinsip

syariah ber pan dangan lebih ‘hi -jau’ karena menempatkan manu -sia sebagai khalifah alam se -mesta dimana dalam melakukanaktifitasnya harus memastikanketiadaan ke rugian akibat ek -sploi tasi ber lebih. Ma nusia adalahkhalifah Tuhan di muka bumi danmereka diperbolehkan mengam-bil man faat dari sumberdayaalam tanpa se enaknya berperi-laku superior.

Dengan kata lain, tujuan sus-tainable development sangatsejalan dengan tujuan de nganajaran aga ma, yang meng hindaripemborosan (mubadzir),mengikis pe ri laku monopoli, ko -rup tif, mem pro mosikan kelesta -rian dan keseimbangan sumber-daya alam, dan hak-hak generasimendatang.

Kedua, konsekuensi dariper tama, semua aktifitas eko -nomi harus mencerminkan prin -sip-prinsip syariah. Ajaran aga -ma memandang bahwa pe -ngem bangan dan penjagaanalam adalah bagian dari ajaranagama, bukanlah pilihan.

Terdapat banyak instrumensyariah terkait kelestarian ling -kungan. Dalam pengelolaan la -han misalnya dikenal is tilah ihyaal-mawat, yakni memproduk-tifkan lahan terlantar (ruang ko -song), disertai disinsentif/ in sen -tif bagi yang tidak berproduksiapa lagi digunakan untuk inves-tasi/spekulasi.

Ada pula konsep hima yaknikawasan yang dilindungi demikemaslahatan umum dan habitathe wan/ tum buhan. Ada zonaharim (kawasan terla rang)dimana tak diperbolehkan adakegiat an lain yang meng gang g uatau me ngurangi fungsi utamaka wasan itu, misalnya ka was an

aliran/resapan air. Ada pu la konsep ijarah yakni

bisa me nyewakan lahan publikuntuk per ta nian, bukanmemperjual beli kannya. Ada pulawaqaf yakni la han swasta yangkemudian di hi bahkan untukkepentingan ma sya rakat umum.

Tak hanya sebatas itu, ur -gen si konservasi lingkunganyang semakin luas dan kom-pleks mengharuskan ijtihad dariberbagai referensi syariat untukdiadaptasi ke dalam berbagaibentuk instrumen konservasialam di berbagai bidang. Padaprinsipnya, segala aktifitas harusdisertai keharusan menjagakesinambungan dan kelestariansumberdayanya demi bagi ke -pentingan masyarakat umum,kesinambungan antar generasi,dan kepentingan ekologi, terma-suk hewan dan tumbuhan.

Demikian halnya aspek tidaklangsung misalnya pembiayaaninvestasi, tentu juga tidak lepasdari prinsip-prinsip di atas. Ke -uangan syariah tentu perlumeng i nisiasi pembiayaan “hijau”seperti pembangunan pem bang -kit energi hidro, pembiayaanproyek ramah lingkungan, dansebagainya, Jadi “hijau” di sini takmelulu terkait perkebunan, per-tanian, atau tanam pohon lainnya.

Perbankan diharuskan me -miliki indikator-indikator ‘hijau’yang lebih jelas dan terukur da -lam menilai proyek pembiayaan.Tentu perusakkan ling kungantentu bisa dirunut dari siapa yangmembiayainya. Dari sini, kasusdegradasi lingkungan yang me -nimpa satu proyek ‘ko tor’ yangmemperoleh pembia ya an suatubank tentu dapat me rusak kred-ibilitas, reputasi, bahkan sustain-abilitas bank itu sendiri.

Mekanisme screening (danmonitoring) pembiayaan syariahmesti menetapkan list-list usahayang tidak boleh dibiayai.Sepadan dengan larangan berin-vestasi di sektor-sektor yangdiharamkan seperti alkohol,babi, judi, berinvestasi dalamproyek-proyek yang memba-hayakan kelestarian lingkunganjuga sama dilarangnya.

Akhirnya inisiasi substansinilai agama dalam implementasihukum positif diperlukan daripemerintah. Peranan tokohagama adalah penting tak hanyamemberi inspirasi tapi jugamemberi pemahaman akankewajiban menjaga lingkungan.Bahasa agama memang memi-liki peringatan moral yang lebihkuat disertai peringatan akankonsekuensi atas pengabaian-nya. Perkataan ustadz atau kyaiterkait menyatakan keharamanmerusak lingkungan boleh jadilebih didengar daripada politisi.

Dari sisi praktisi syariah, wa -laupun masih banyak perbankanyang masih enggan dan seganterlibat dalam pembiayaan‘hijau’, bank syariah justru harusmenjadi pionir menyalur kanpembiayaan peduli lingkungan.

Terakhir, sabda Nabi (riwayatBukhari-Muslim) mengingatkanbahwa “seisi bumi bisa dijadikantempat shalat dan suci”. Pesanutamanya menyatakan bahwakita boleh mengerjakan ibadah ditempat manapun selagi suci dantidak dilarang syariat, na munpesan tersiratnya boleh jadiadalah bahwa kedudukan seisialam ini adalah suci sehinggakewajiban manusia dalam me -melihara dan tidak merusaknya.Dan praktisi syariah harus bisa digarda terdepan. Wallahu a’lam. �

BUKANTAFSIR

Dr Iman SugemaDosen IE FEM IPB

M Iqbal IrfanyDosen IE-FEM IPB

Ekonomi Syariah dan Pembangunan Berkelanjutan

25REPUBLIKA KAMIS, 5 DESEMBER 2013JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

APA YANG MENDORONGPRODUKTIVITAS TENAGA KERJA?Studi Kasus Malaysia

Qurroh AyuniyyahAlumnus IE FEM IPB danIIU Malaysia, Asisten

Peneliti pada Pusat StudiBisnis dan EkonomiSyariah (CIBEST) IPB

TABEL 1. HASIL KAUSALITAS TODA-YAMAMOTO

Null Hypothesis Wald Statistik Panel A: PendidikanLEDU tidak menyebabkan LLAP 13,10897 (0,0108)*LLAP tidak menyebabkan LEDU 2,870410 (0,5797)

Panel B: KesehatanLHEALTH tidak menyebabkan LLAP 15,46032 (0,0038)*LLAP tidak menyebabkan LHEALTH 7,813861 (0,0986)*

Panel C: KomunikasiLCOM tidak menyebabkan LLAP 10,12260 (0,0384)*LLAP tidak menyebabkan LCOM 1,784116 (0,7754)

Panel D: TransportasiLTRANS tidak menyebabkan LLAP 7,392528 (0,1165)LLAP tidak menyebabkan LTRANS 2,058387 (0,7250)

Panel E: Formasi Modal Tetap BrutoLGFCF tidak menyebabkan LLAP 15,43642 (0,0039)*LLAP tidak menyebabkan LGFCF 4,288951 (0,3683)

Catatan: * mendenotasikan tolak Null Hypothesis