Ipo dan underpriced

97
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengembangkan usahanya perusahaan melakukan berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Pelaksanaan ekspansi diperlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu salah satu caranya perusahaan melakukan penawaran sahamnya ke masyarakat umum, yang disebut Go Public di pasar modal. Perusahaan penerbit saham disebut Emiten atau Investee, sedangkan pembeli saham disebut Investor. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan bagi perusahaan yang sedang berkembang guna mendapatkan tambahan dana untuk keperluan pembiayaan atau pengembangan usaha perusahaan. Transaksi penawaran umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di Pasar Perdana ( Primary Market ). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum 1

Transcript of Ipo dan underpriced

Page 1: Ipo dan underpriced

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mengembangkan usahanya perusahaan melakukan

berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Pelaksanaan ekspansi

diperlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu salah satu caranya

perusahaan melakukan penawaran sahamnya ke masyarakat umum, yang

disebut Go Public di pasar modal. Perusahaan penerbit saham disebut Emiten

atau Investee, sedangkan pembeli saham disebut Investor.

Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan bagi perusahaan

yang sedang berkembang guna mendapatkan tambahan dana untuk keperluan

pembiayaan atau pengembangan usaha perusahaan. Transaksi penawaran

umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di Pasar Perdana ( Primary

Market ). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum saham

perdana disebut IPO (Initial Public Offering), selanjutnya saham dapat

diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar sekunder (Secondary

Market).

Penetapan harga saham perdana pada IPO atau saat go public sangat

sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk

dipakai sebagai penetapan penawaran, selain itu kebanyakan dari perusahaan

yang akan go public mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada pengalaman

1

Page 2: Ipo dan underpriced

terhadap penetapan harga ini. Pada umumnya dalam melakukan penjualan

saham di pasar perdana, perusahaan menyerahkannya kepada underwriter yang

merupakan perantara antara perusahaan yang membutuhkan dana dengan

investor sebagai penyedia dana. Hal ini dikarenakan underwriter memiliki

informasi lebih baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten,

dibanding emiten itu sendiri.

Underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk

memperoleh kesepakatan yang optimal dengan emiten, yaitu dengan

memperkecil resiko keharusan membeli saham yang tidak laku jual dengan

menetapkan harga murah, sehingga emiten harus menerima harga yang murah

bagi penawaran saham perdananya, pada saat itulah terjadi underpricing, yang

berarti bahwa penentuan harga saham dipasar perdana lebih rendah dibanding

harga saham di pasar sekunder pada saham yang sama. Beberapa peneliti telah

menganalisis sebab-sebab fenomena underpricing ini (Ritter [1984], Ritter

[1991], Husnan [1993]), menyatakan bahwa harga saham IPO yang

underpriced adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder.

Pada saat penawaran perdana harga saham ditentukan berdasarkan

kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter, sedangkan harga

dipasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Kesepakatan pada

penentuan harga perdana antara emiten dan underwriter bukanlah sebuah

kesepakatan yang mudah, karena sebenarnya masing-masing mempunyai

kepentingan yang berbeda. Emiten sebagai pihak yang membutuhkan dana,

2

Page 3: Ipo dan underpriced

menginginkan harga perdana yang tinggi, karena dengan harga perdana yang

tinggi emiten berharap akan secepatnya mendapatkan dana untuk

merealisasikan rencana proyek perusahaan. Underwriter sendiri mempunyai

keinginan yang berbeda dengan emiten, yaitu dengan menginginkan harga yang

rendah untuk penawaran saham perdana, hal ini disebabkan oleh sistem

penjaminan saham full commitment yang berlaku di Indonesia, yaitu keadaan

dimana underwriter harus membeli semua saham yang tidak laku terjual.

Underwriter juga dimungkinkan untuk memiliki informasi yang lebih banyak

bila dibandingkan dengan pihak emiten. Kondisi asimetri inilah yang

menyebabkan terjadinya underpricing, dimana underwriter merupakan pihak

yang memiliki kelebihan informasi dan menggunakan ketidaktahuan emiten

untuk memperkecil resiko (Hanafi dan Husnan 1991; Cheung et al,1994).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

meneliti dan menganalisis kembali tentang faktor-faktor penyebab terjadinya

underpricing, yang akan dituangkan ke dalam bentuk skripsi dengan judul :

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpriced

Saham Pada Perusahaan Yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Periode

2002-2006”

3

Page 4: Ipo dan underpriced

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi underpriced saham, maka penelitian ini akan menguji apakah

Reputasi Underwriter, Persentase Saham Yang Dtawarkan, Besar Perusahaan,

Umur Perusahaan, Financial Leverage, ROA( Return On Assets) berpengaruh

terhadap Tingkat Underpriced Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEJ

th 2002-2006.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan objek perusahaan-perusahaan yang

melakukan penawaran perdana (IPO) di Bursa Efek Jakarta untuk periode tahun

2002 sampai dengan tahun 2006 dengan melihat pengaruh secara parsial maupun

simultan dari variabel reputasi underwriter, Prosentase saham yang ditawarkan

ke publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial leverage dan return on

assets terhadap tingkat underpriced.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk membuktikan apakah faktor-faktor reputasi underwriter,

persentase saham yang dijual, ukuran perusahaan, umur perusahaan, Financial

Leverage, ROA (Return On Assets) yang ditawarkan kepada public pada saat

IPO mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpriced saham.

4

Page 5: Ipo dan underpriced

Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan

wawasan tentang faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat

underpriced saham, serta dapat mengaplikasikan teori yang pernah

didapatkan selama kuliah.

2. Bagi investor/calon investor di pasar modal, hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran dalam pengambilan keputusan investasi

pada saat penawaran saham perdana.

3. Bagi perusahaan selaku emiten, dapat dijadikan referensi dalam

menentukan harga yang tepat saat penawaran saham perdana.

4. Pada bidang akademik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar

untuk melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut dan juga dapat

menambah khasanah pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan

dalam bidang pasar modal.

5

Page 6: Ipo dan underpriced

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pasar Modal

Menurut UU RI No. 8/1995 tentang pasar modal: “Bursa efek adalah

pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem/sarana untuk

mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan

memperdagangkan efek diantara mereka.”

Sedangkan menurut keputusan Menkeu RI No. 1548/1990: “Pasar

modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisir, termasuk didalamnya

adalah bank-bank komersial dan semua lembaga-lembaga perantara dibidang

keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga”.

Pasar modal merupakan alternatif mengenai pembiayaan pembangunan.

Modal dari pasar modal dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Di

pasar modal yang diperjualbelikan adalah kepemilikan perusahaan dan surat

pernyataan utang suatu perusahaan. Kepemilikan ini dapat berupa saham, surat

pernyataan utang seperti obligasi dan surat pernyataan utang lainnya yang

berjangka panjang (Algifari, 1997: 7).

Pasar modal mempunyai peran penting dalam kegiatan ekonomi secara

makro. Pasar modal dapat berperan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber

6

Page 7: Ipo dan underpriced

daya ekonomi secara optimal. Perusahaan yang memerlukan dana memandang

pasar modal sebagai alat untuk memperoleh dana yang lebih menguntungkan

dibandingkan dengan modal yang diperoleh dari sektor perbankan. Modal yang

diperoleh dari sini selain mudah memperolehnya juga biaya yang diperlukan

lebih mudah (Algifari, 1997: 8).

2.1.2. Alasan Perusahaan Go Public

Kebutuhan modal tambahan bagi perusahaan dapat dipenuhi melalui

berbagai cara, salah satu cara yaitu dengan menjual saham baru. Penjualan

saham baru bagi perusahaan dapat dilakuakan melalui berbagai cara sebagai

berikut (Jogiyanto, 2000:16)

1. Dijual kepada pemegang saham yang sudah ada.

2. Dijual kepada karyawan melalui ESOP (Employee Stock Ownership

Plan).

3. Menambah saham lewat deviden yang tidak dibagi (deviden reinvestment

plan).

4. Dijual secara langsung kepada pembeli tunggal ( biasanya investor

institusi ) secara privat (privat placement).

5. Ditawarkan kepada publik.

Jika keputusannya adalah menjual kepada publik, berarti perusahaan

tersebut melakukan go public. Dengan melakukan go public, perusahaan dapat

menarik dana yang relatif besar dari masyarakat secara tunai. Bagi masyarakat,

7

Page 8: Ipo dan underpriced

dengan membeli saham perusahaan yang melakukan go public berarti

memperoleh kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan tersebut, sehingga

terjadi distribusi kesejahteraan. Untuk lebih lengkapnya, alasan perusahaan

melakukan go public dijelaskan sebagai berikut :

1. Memungkinkan pendiri untuk diversifikasi usaha. Pemegang

saham yang sudah lama menanamkan modalnya dalam perusahaan

(pendiri), dengan menjual sahamnya kepada masyarakat akan memberi

indikasi mengenai berapa harga saham perusahaan mereka menurut

penilaian masyarakat. Hal ini dapat memberi kesempatan bagi penanam

modal lama untuk mentunaikan seluruh atau sebagian saham miliknya

dengan laba kenaikan harga saham.

2. Mempermudah usaha pembelian perusahaan lain (ekspansi). Para

pemegang saham mempunyai kesempatan untuk mencari dana dari

lembaga-lembaga keuangan tanpa melepaskan sahamnya. Sebab, apabila

saham yang dimiliki likuid maka dapat accepble dan dapat dijadikan

sebagai agunan kredit pada lembaga-lembaga keuangan. Dana pinjaman

tersebut dapat dijadikan pembayaran untuk mengambil alih perusahaan

lain. Lalu terjadi dengan apa yang disebut share-swap, yaitu membeli

perusahaan lain tanpa mengeluarkan kontan, tetapi membayar dengan

saham yang listed di bursa.

3. Nilai perusahaan go public memungkinkan masyarakat maupun

manajemen mengetahui nilai perusahaan. Nilai perusahaan tercermin pada

kekuatan tawar menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai

8

Page 9: Ipo dan underpriced

perusahaan yang mempunyai prospek pada masa yang akan datang, nilai

saham menjadi lebih. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang

mempunyai prospek maka harga saham menjadi rendah.

2.1.3. Pengertian Go Public

Go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang

dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham

kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan

Peraturan Pelaksanaannya. Terdapat dua metode utama untuk melakukan go

public yang digunakan di seluruh dunia. Pertama, melakukan penawaran

perdana (initial public offering) dengan penawaran pada harga tetap (a fixed

price offer) atau penawaran melalui sistem tender, metode yang kedua yaitu

dengan prosedur lelang (auction procedure),dimana penentuan harga saham

berdasarkan penawaran tertinggi.

Perusahaan yang berniat go public harus melalui tiga prosedur, yaitu :

1. Persiapan diri.

2. Memperoleh ijin dari BAPEPAM.

3. Melakukan penawaran umum perdana atau IPO dan memasuki pasar

sekunder dengan pencatatan efeknya di bursa.

Dalam tahap persiapan diri, setelah keputusan go public ditetapkan

dalam rapat umum pemegang saham, perusahaan harus menyiapkan dokumen

dokumen dengan bantuan para profesi di pasar modal, antara lain : penjamin

9

Page 10: Ipo dan underpriced

emisi efek (underwriter), akuntan publik, notaris, konsultan hukum, perusahaan

penilai (appraisal) dan lain lain.

Setelah semua persiapan yang telah dilakukan, semua dokumen

persyaratan pendaftaran dikirim ke BAPEPAM. Tahap ketiga dapat

dilaksanakan setelah mendapatkan ijin dari BAPEPAM. Pada tahap ini

dilakukan penawaran umum perdana (IPO) dan memasuki pasar sekunder

dengan pencatatan efeknya di bursa.

2.1.4. IPO

Penawaran umum perdana atau IPO (Initial Public Offering) adalah

kegiatan penjualan sekuritas kepada masyarakat baik perorangan maupun

lembaga di pasar perdana. Penawaran perdana ini dilakukan setelah

mendapatkan ijin dari BAPEPAM dan sebelumnya sekuritas tersebut

diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek).

Dalam melakukan IPO, perusahaan harus menerbitkan prospectus

sebelum melakukan listing di BEJ. Prospectus adalah dokumen yang berisikan

informasi tentang perusahaan penerbit sekuritas dan informasi lainnya yang

berkaitan dengan sekuritas yang ditawarkan.

Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin emisi

(underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan.

Pada umumnya underwriter mempunyai tiga fungsi, yaitu : advisory function,

underwriting function, dan marketing function. Sebagai advisory function,

10

Page 11: Ipo dan underpriced

underwriter memberikan saran kepada perusahaan yang akan melakukan go

pulic mengenai jenis sekuritas yang akan ditawarkan, penentuan harga sekuritas

dan waktu penawarannya. Underwriting function adalah fungsi penjaminan

dimana emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham

perdana emiten tersebut, jika emiten meminta underwriter memberikan jaminan

full commitment, maka underwriter menjamin seluruh sekuritas akan habis

terjual dan bersedia untuk membeli sisanya jika sebagian sekuritas tidak terjual.

Dalam prakteknya, tidak semua underwriter bersedia memberikan jaminan full

commitment, terutama untuk sekuritas perusahaan yang belum mapan. Untuk

perusahaan yang belum mapan tersebut biasanya underwriter hanya berani

memberikan jaminan best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha

sebaik mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan

tersebut.

Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana (offering price) yang telah

ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan melakukan go public

(emiten) dengan penjamin emisi, dimana harga sekuritas tersebut telah

dicantumkan dalam prospectus. Dalam penentuan offering price, underwriter

dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang

wajar. Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price yang rendah

dari harga yang diharapkan oleh perusahaan akan melakukan go public, dengan

tujuan untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang ditawarkan

pada saat penawaran perdana tidak laku atau tidak habis terjual.

11

Page 12: Ipo dan underpriced

2.1.5. Harga Saham

Harga saham merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus

dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Harga ini di

pasar sekunder akan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan

penawaran yang terjadi atas saham. Tinggi rendahnya harga saham lebih

banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi

internal dan eksternal perusahaan (Payamta, 2000).

Menurut Hanafi dan Husnan (1991) harga suatu saham merupakan nilai

sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham dikemudian hari.

Untuk menaksir harga saham yang wajar dapat dilakukan dengan tepat apabila

arus kas yang akan diterima tersebut dapat diestimasikan secara tepat pula.

Namun adanya unsur ketidakpastian pada masa yang akan datang menyebabkan

tidak ada cara yang paling tepat untuk memberikan hasil estimasi yang paling

tepat. Sekarang telah dikembangkan beberapa pendekatan dalam penilaian dan

penentuan harga saham, untuk keperluan analisis saham yang pada dasarnya

untuk membantu judgement analysis.

Para peneliti melihat penawaran saham perdana di pasar modal (IPO)

sebagai suatu masalah yang menarik, dikarenakan adanya fenomena

underpricing. Husnan dan Hanafi (1991) melakukan pengamatan perilaku

harga saham di pasar perdana, bahwa telah terjadi fenomena underpricing

selama tahun 1990.

12

Page 13: Ipo dan underpriced

Investor dan analisis sekuritas yang memiliki informasi mengenai

kondisi perusahaan menghubungkan harga aktual sekuritas dengan nilai

intrinsik. Jika harga saham overvalued, maka pada saat perdagangan di bursa,

investor akan menjual saham yang dimilikinya atau menghindari pembelian

saham tersbut, sebaliknya jika harga saham dinilai undervalued, maka pada saat

perdagangan di bursa, investor akan terdorong untuk melakukan pembelian atau

menahan bila saham tersebut telah dimiliki. Adanya koreksi pasar

mengakibatkan harga saham yang overvalued cenderung turun dan harga saham

yang undervalued akan cenderung naik saat diperdagangkan di pasar sekunder.

Keduanya akan bergerak mendekati nilai seharusnya dari suatu saham atau

biasa disebut nilai intrinsik.

2.1.6. Fenomena Underpricing dan Review Penelitian Terdahulu

Ketika perusahaan pertama kali melakukan penawaran sahamnya ke

pasar modal, masalah yang dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana

tersebut. Di satu pihak pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham

baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor baru, tetapi disisi lain

investor menginginkan untuk memperoleh capital gains dari pembelian saham

di pasar perdana tersebut. Perbedaan kepentingan tersebut, dimana emiten

menginginkan dana yang lebih besar dan investor menginginkan return,

mengakibatkan terjadinya underpricing, yakni adanya selisih positif antara

harga saham dipasar sekunder dengan harga perdana, yang disebut initial return

13

Page 14: Ipo dan underpriced

bagi investor. Bagi emiten, underpricing ini tentunya merugikan karena

perusahaan tidak dapat memperoleh dana secara maksimal.

Underpricing terjadi karena perusahaan dinilai lebih rendah dari nilai

yang sesungguhnya oleh underwriter dalam rangka untuk mengurangi tingkat

resiko yang harus di hadapi karena fungsi penjaminannya. Emiten dilain pihak

tidak mengetahui keadaan pasar modal yang sesungguhnya. Dalam hal ini

underwriter sebagai pihak yang lebih sering berhubungan dengan pasar modal

mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai pasar modal bila

dibandingkan dengan calon emiten. Adanya asimetri informasi inilah maka

harga saham pada penawaran perdana lebih rendah dari pada harga saham di

passar sekunder. Jadi underwriter menggunakan ketidaktahuan emiten

mengenai pasar modal untuk mengurangi resiko yang harus ditanggug apabila

saham yang dia jamin dipasar perdana tidak laku, maka underwriter harus

membeli sisa saham tersebut sebesar harga penawaran dikalikan dengan sisa

saham yang tidak laku terjual.

Penentuan harga dalam IPO merupakan bagian yang sulit, sekaligus

penting karena tidak ada harga sebelumnya di pasar dan sejarah mengenai

operasi perusahaan sangat sedikit atau hampir tidak ada. Jika harga ditemukan

terlalu rendah, perusahaan penerbit tidak dapat memperoleh dana maksimal dari

potensi yang ada untuk menaikkan modalnya. Sementara itu jika harga terlalu

tinggi, investor akan memperoleh return yang sangat kecil sehingga berakibat

pada penolakan investor untuk membeli saham tersebut, dengan demikian tanpa

14

Page 15: Ipo dan underpriced

harga (pricing) yang akurat pasar dapat menguntungkan salah satu pihak dan

merugikan pihak lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengaktifan

kembali pasar modal yaitu pemerataan pendapatan masyarakat (investor)

melalui kepemilikan saham perusahaan, akan tetapi harga yang sebenarnya ini

baru bisa diketahui setelah saham dijual di pasar sekunder, karena harga

ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand) dari

investor.

Fenomena lain yang menarik untuk dicermati dalam konteks IPO

dan underpricing adalah besar kecilnya tingkat underpriced ternyata tidak sama

antara negara yang satu dengan negara yang lain. Ada perbedaan dalam tingkat

underpriced antar pasar modal yang ada di dunia.

Secara sederhana, perbedaan yang mencolok terhadap tinggi rendahnya

tingkat underpriced di antara dua kelompok negara tersebut merupakan

cerminan dari tingkat resiko dan ketidakpastian yang ada serta sampai sejauh

mana keterbukaan informasi mampu diakses oleh calon investor.

Kedewasaan pasar modal dan juga rasionalitas investor di kedua

kelompok pasar modal tersebut tentu tidak sama, dimana untuk pasar modal

maju (developed capital market) keterbukanan informasi sudah sangat baik

dibandingkan dengan di pasar modal baru (emerging).

Bukti lain juga menunjukkan bahwa sistem penjaminan yang digunakan

dalam proses penawaran saham merupakan faktor penentu besar kecilnya

15

Page 16: Ipo dan underpriced

tingkat underpriced. Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan yang go public

menggunakan sistem penjaminan full commitment cenderung mengalami

tingkat underpriced yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang

menggunakan sistem penjaminan best effort. Di Amerika Serikat, saham yang

harganya kurang dari satu dolar, cenderung mengalami tingkat underpriced

lebih tinggi dibandingkan dengan saham yang ditawarkan dengan harga yang

relatif lebih tinggi (diatas lima dolar) (Anggrawal dan Rivoli, 1990 dalam

Gumanti, 2002).

Ritter dan Ibboston, 1995 (dalam Gumanti, 2002) juga menyatakan

bahwa tinggi rendahnya tingkat underpriced ditentukan oleh kondisi pasar

secara umum. Artinya, pada tahun dimana banyak perusahan melakukan IPO

(bull market), rata-rata tingkat underpricing relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun-tahun dimana tidak ada banyak perusahaan melakukan IPO (bear

market).

Setidaknya ada empat hal yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat

underpriced dalam IPO, yaitu (1) sistem yang digunakan dalam penetapan

harga penawaran, (2) sistem penjaminan, (3) tinggi rendahnya atau mahal

murahnya harga penawaran, (4) banyak sedikitnya perusahaan yang melakukan

IPO. Selain keempat hal diatas, bukti empiris juga menunjukkan bahwa tingkat

underpriced dapat dipengaruhi oleh kaarakteristik khusus perusahaan, mislanya

ukuran perusahaan, ukuran penawaran, besarkecilnya porsi saham yang

16

Page 17: Ipo dan underpriced

ditawarkan atau ditahan, umur perusahaan dan rasio kecukupan modal

(Loughran, et.al., 1994; Gumanti, 2002).

Dari berbagai riset empiris tentang IPO diperoleh tiga konsekuensi yang

hampir selalu tejadi. Pertama, saham perusahaan mengalami underpriced, yakni

harga pasar pada hari pertama perdagamngan lebih tinggi dari pada harga

penawaran. Kedua, adanya long-run underperfomance setelah IPO dan ketiga,

volume IPO menunjukkan suatu kecenderugan yang kuat untuk tidak mengikuti

periode dari underpricing yang tinggi (Prastiwi dan Kusuma, 2001 dalam

Sudento, 2003).

Menurut Baron (1982) dan Daljono (2000) mengemukakan bahwa

adanya asimetri informasi antara pemilik perusahaan dengan underwriter

merupakan salah satu sebab terjadinya underpricing. Model ini mengangap

emiten merupakan pihak yang tidak memiliki inforamasi lebih mengenai pasar

modal sedangkan underwriter merupakan pihak yang memiliki informasi lebih.

Dengan demikian, semakin besar ketidakpastian akan semakin besar resiko

yang dihadapi underwriter, maka akan menyebabkan tingkat underpricing

tinggi (Daljono, 2000). Sedangkan Rock (1986) dalam Daljono (2000)

menjelaskan asimetri informasi yang terjadi adalah antara investor yang

memiliki informasi lebih. Kelompok investor yang memiliki informasi pasar

modal akan membeli saham-saham IPO bila nantinya akan memberikan return.

How, et al, 1995 (dalam Ghozali dan Mansur, 2002) mengadakan

penelitian di Australia dengan memasukkan variabel-variabel seperti reputasi

17

Page 18: Ipo dan underpriced

underwriter, reputasi auditor, umur emiten, skala emiten, delay in listing dan

leverage. Hasil penelitian tersebut menunjukkna bahwa variabel umur emiten,

tipe penjaminan underwriter juga berpengaruh terhadap tingkat underpriced,

demikian juga dengan skala perusahaan terbukti berpengaruh terhada tingkat

underrpiced.

Penelitian yang dilakukan oleh Carter dan Manaster (1990), Alli, el al

(1994), How, et al (1995) dalam Ghozali dan Mansur (2002)mengatakan bahwa

emiten menggunakan underwriter yang berkualitas akan mengurangi tingkat

ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat

dalam prospectus dan memberikan sinyal bahwa informasi privat dari emiten

mengenai prospek perusahaan dimasa mendatang tidak menyesatkan. Hasil

penelitian tersebut didukung oleh Janice, J.Y. How, et al (dalam Ghozali dan

Mansur, 2002) yang mengukur asimetri informasi dengan menggunakan dua

dimensi, yaitu dimensi kuantitatif dan dimensi kualitatif. Dalam dimensi

kualitatif direfleksikan dengan variabel reputasi underwriter dan reputasi

auditor, sedangkan dalam dimensi kuantitatif direfleksikan dengan variabel

umur perusahaan dan skala perusahaan. Hasil penelitian yang sama dengnan

penelitian diatas adalah penelitian dari Ursal dan Djocavic (1998) ( dalam

Ghozali dan Mansur, 2002) yang menunjukkna bahwa tingkat underpricing

pada periode tersebut sebesar 3,64% - 3,95%. Dari pengujian umur perusahaan,

reputasi underwriter, gross proceed, dana untuk investasi, jumlah resiko

reputasi auditor, perusahaan extractive dan high-tech, kepemilikan pemegang

18

Page 19: Ipo dan underpriced

saham lama dan tipe penjaminan, ternyata ada dua yang signifikan berpengaruh

pada underpricing yaitu reputasi underwriter dan perusahaan high-tech.

Daljono (2000) yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

initial return saham yang listing di BEJ tahun 1990-1997 dengan memasukkan

variabel-variabel seperti reputasi auditor,reputasi undewriter, umur perusahaan,

profitabilitas perusahaan, prosentase saham yanag dipegang oleh pemilik lama,

leverage keuangan dan solvability ratio mengungkapkan bahwa hanya leverage

keuangan dan reputasi underwriter saja yang berhasil menunjukkan hubungan

yang signifikan dengan tingkat initial return pada penawaran perdana,

sedangkan reputasi auditor, profitabilitas, umur perusahaan, persentase saham

yang dipegang oleh pemilik lama, dan solvability ratio tidak berhasil

menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tingkat initial return.

Penelitian lain, yakni Lee,1995 (dalam Daljono, 2000) menemukan

bahwa tingkat return awal dipengaruhi oleh faktor jumlah saham yang

ditawarkan, jumlah aktiva, umur perusahaan, waktu listing, standar deviasi dan

persentase saham yang ditahan pemilik lama.

Rosyani dan Arifin Sabeni (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan

bahwa hanya variabel reputasi underwriter dan umur perusahaan yang

mempengaruhi underpricing. Sedangkan variabel kondisi pasar dan reputasi

auditor tidak mempengaruhi underpricing.

19

Page 20: Ipo dan underpriced

Penelitian yang dilakukan oleh Imam Ghozali dan Murdik Al Mansur

(2002) mengungkapkan adanya hubungan antara reputasi underwriter, financial

leverage, dan ROA dengan underpricing. Sedangkan variabel yang tidak

mempengaruhi underpricing adalah persentase saham yang masih dipegang

oleh pemegang saham lama, ukuran perusahaan dan umur perusahaan.

Sudento (2003) dengan menggunakan variabel profitabilitas, ukuran

perusahaan, dan solvabilitas, hanya berhasil menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan antara ukuran perusahaan (size) dengan underpricing.

2.2. Formulasi Hipotesis

Alasan mengapa variabel-variabel independen yang digunakan dalam

penelitian berpengaruh pada tingkat underpriced pada saat IPO adalah sebagai

berikut:

2.2.1. Reputasi Underwriter

Underwriter merupakan pihak perantara antara pihak yang melakukan

IPO yaitu emiten dengan pihak yang akan membeli saham yaitu investor.

Underwriter merupakan salah satu pihak yang bertanggungjawab atas berhasil

tidaknya perusahaan dalam melakukan IPO. Emiten dan Underwriter bersama-

sama dalam penentuan harga perdana, walaupun demikian mereka mempunyai

kepentingan yang berbeda. Emiten menginginkan harga perdananya tinggi

sehingga bisa mendapatkan modal yang besar untuk merealisasikan proyeknya.

sebaliknya underwriter menginginkan harga yang cenderung rendah, karena

20

Page 21: Ipo dan underpriced

tipe penjaminan yang ada di Indonesia adalah tipe penjaminan Full

Commitment, yaitu tipe penjaminan yang akan membeli saham yang tidak

terjual dalam pelaksanaan IPO. Dengan harga yang rendah maka dana yang

dibutuhkan untuk membeli saham yang tidak laku terjual relatif lebih kecil

dibandingkan dengan bila harga saham perdana ditetapkan terlalu tinggi.

Dalam penjaminan emisi efek, peranan dari underwriter sangat besar.

Karena Underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar modal dan

mempunyai pengalaman yang lebih dibandingkan dengan emiten. Apabila

suatu emisi dilakukan oleh underwriter yang mempunyai reputasi yang baik,

maka kemungkinan akan mendatangkan kesuksesan bagi emiten.

Ha1 : Reputasi underwriter berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

2.2.2. Persentase Saham Yang Ditawarkan

Besarnya persentase penawaran menunjukkan persentase jumlah saham

yang ditawarkan kepada publik dari keseluruhan saham yang diterbitkan

emiten. Kepemilikan saham diduga berpengaruh terhadap tingkat underpriced

karena dengan jumlah saham yang semakin banyak ditawarkan kepada publik

menunjukkan bahwa tidak ada private information yang dimiliki oleh pemilik

perusahaan. Semakin kecil persentase saham yang ditawarkan (atau semakin

besar tingkat kepemilikan saham) akan memperkecil tingkat ketidakpastian

dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara

21

Page 22: Ipo dan underpriced

persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dengan tingkat

underpriced.

Ha2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik berpengaruh

positif terhadap tingkat underpriced.

2.2.3. Ukuran Perusahaan

Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa

hal, antara lain dengan total asset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan

dan rata-rata total asset. Sehubungan dengan total asset, apabila perusahaan

memiliki total asset yang besar maka hal tersebut menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan. Kecilnya dana untuk investasi

menyebabkan deviden kepada pemegang saham besar dan berkaitan dengan

prospek perusahaan. Investor tentunya akan lebih tertarik untuk menawarkan

modalnya pada perusahaan yang punya prospek baik dalam jangka waktu yang

relatif lama. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah:

Ha3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

2.2.4. Umur Perusahaan

Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu

bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam

perekonomian. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi

22

Page 23: Ipo dan underpriced

yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Sehingga umur

perusahaan diduga mempengaruhi underpriced. Dengan demikian hipotesis

yang diajukan adalah:

Ha 4 : Umur perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

2.2.5. Financial Leverage

Financial Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar

dana yang diperoleh dari hutang digunakan oleh perusahaan atau seberapa

banyak asset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang. Tingkat kewajiban

yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam

memprediksi jalanya perusahaan ke depan. Para investor dalam melakukan

keputusan investasi, tentu akan mempertimbangkan informasi financial

leverage (Firh dan Smith, 1992). Atas dasar tersebut, maka diajukan hipotesis

sebagai berikut:

Ha5 : Financial leverage berpengaruh positip terhadap tingkat

underpriced.

2.2.6. Rate of Return on Total Asset (ROA)

ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas

perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas

operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan

23

Page 24: Ipo dan underpriced

variable ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing.

Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang

ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan

informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan

modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi

ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing (Kim

et al.1993). Wart dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa prestasi

keuangan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam

penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam

keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham. Dengan demikian

hipotesis yang diajukan adalah:

Ha6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) berpengaruh negatip terhadap

tingkat underpriced.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka kerangka pemikiran yang

menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen

dapat dijelaskan dalam bentuk bagan dibawah ini:

24

Variabel Independen 1. Reputasi Underwriter 2. Persentase saham yang ditawarkan 3. Ukuran Perusahaan 4. Umur Perusahaan 5. Financial Leverage 6. ROA

Underpriced saham

Page 25: Ipo dan underpriced

Sesuai dengan hubungan antar variabel dan perumusan masalah diatas,

maka penulis mengajukan hipotesis berikut ini:

Ha7 : Reputasi Underwriter, Persentase Saham yang Dijual, Ukuran

Perusahaan, Umur Perusahaan, Financial Leverage, dan ROA

(Return On Assets) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

Underpriced Saham.

25

Page 26: Ipo dan underpriced

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO

dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006.

Dengan menggunakan kriteria perusahaan yang mengalami underpriced.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling dimana populasi yang dijadikan dasar pembentukan sampel penelitian

adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu sesuai dengan yang

dikehendaki oleh peneliti. Kriteria perusahaan yang akan dijadikan sampel

dalam penelitian ini adalah :

1. Perusahaan yang melakukan IPO tahun 2002-2006 di BEJ.

2. Yang dijadikan sampel penelitian adalah Perusahaan yang

mengalami underpriced pada tahun 2002-2006, yaitu harga saham

di pasar perdana lebih rendah daripada di pasar sekunder.

3. Perusahaan yang akan diteliti memiliki data-data yang lengkap yaitu

harga perdana dan listing untuk menentukan sampel.

4. Memiliki Laporan Keuangan yang lengkap dan sejarah yang dapat

diandalkan kebenarannya selama 3 tahun berturut-turut.

5. Perusahaan yang mencantumkan nama underwriter.

26

Page 27: Ipo dan underpriced

3.2 Data Penelitian

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari pojok

BEJ-UII, berupa laporan keuangan publikasi tahunan (annual report)

perusahaan-perusahaan. Data sekunder ini dipublikasikan dan sumber data

berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Jakarta Stock

Exchange yang terdapat di Pojok BEJ-UII. Data yang diperlukan meliputi :

a. Nama perusahaan (lihat lampiran 1).

b. Harga perdana saham (offering price) (lihat lampiran 4).

c. Harga saham di pasar sekunder hari pertama (lihat lampiran 4).

d. Tanggal listing (Initial Public Offering) (lihat lampiran 1).

e. Nama underwriter (lihat lampiran 2).

f. Jumlah emisi saham ( lihat lampiran 3).

g. Persentase penawaran saham ke publik, untuk ini dibutuhkan data berupa

jumlah saham yang beredar serta jumlah saham keseluruhan (lihat lampiran

4), serta untuk hasil perhitungannya (lihat lampiran 5).

h. Profitabilitas yang diproksi dengan ROA, untuk ini dibutuhkan data berupa

laba setelah pajak serta total assets (lihat lampiran 4), serta untuk hasil

perhitungannya (lihat lampiran 5).

i. Financial leverage, untuk ini dibutuhkan data berupa total hutang dan total

modal (lihat lampiran 4), untuk hasil perhitungannya (lihat lampiran 5).

j. Ukuran perusahaan yang diproksi dengan total asset (lihat lampiran 4).

27

Page 28: Ipo dan underpriced

Adapun sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 3.1 berikut :

TABEL 3.1

Daftar Nama Perusahaan Sampel

No Kode Nama Perusahaan Berdiri Tanggal  Saham   (th) Listing1 FORU Fortune Indonesia Tbk 1970 17-Jan-022 FISH Fishindo Kusuma Sejahtera Tbk 1992 18-Jan-023 ANTA Anta Express Tour & Travel Service 1972 18-Jan-024 CITA Cipta Penelutama Tbk 1992 20-Mar-025 FPNI Fatrapolindo Nusa Industri Tbk 1987 21-Mar-026 JTPE Jasuindo Tiga Perkasa Tbk 1990 16-Apr-027 ATPK Anugrah Tambak Perkasindo Tbk 1999 17-Apr-028 UNIT United Capital Indonesia Tbk 1988 18-Apr-029 BSWD Bank Swadesi Tbk 1968 1-May-02

10 SUGI Sugi Samapersada Tbk 1990 19-Jun-0211 KREN Kresna Graha Sekurindo Tbk 1999 28-Jun-0212 BABP Bank Bumiputra Tbk 1989 15-Jul-0213 SCMA Surya Citra Media Tbk 1999 16-Jul-0214 GEMA Gema Graha Sarana Tbk 1984 12-Aug-0215 IIKP Inti Indah Karya Plasindo Tbk 1999 14-Oct-0216 ARTA Artha Securities Tbk 1990 5-Nov-0217 BKSW Bank Kesawan Tbk 1913 21-Nov-0218 TRUS Trust Finance Indonesia Tbk 1990 28-Nov-0219 APIC Artha Pacific Securities Tbk 1989 18-Dec-0220 PTBA Tanbang Batubara Bukit Asam Tbk 1980 23-Dec-0221 ARTI Arona Binasejati Tbk 1997 30-Apr-0322 BMRI Bank Mandiri Tbk 1993 14-Jul-0323 BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk 1896 10-Nov-0324 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 1953 15-Dec-0325 ASJT Asuransi Jasa Tania 1979 29-Dec-0326 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk 1997 18-Mar-0427 HADE Hortus Danavest Tbk 1996 12-Apr-0428 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk 1997 14-May-0429 ENRG Energi Merga Persada Tbk 1987 7-Jun-0430 PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk 1992 2-Jul-0431 AKKU Aneka kemasindo Utama Tbk 2001 1-Nov-0432 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk 1992 10-Nov-0433 YULE Yulie Sekurindo Tbk 1989 10-Dec-0434 WOMF Wahana Oto Multiartha Finance Tbk 1991 13-Dec-0435 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk 1991 9-Jun-05

28

Page 29: Ipo dan underpriced

36 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk 1975 22-Jun-0537 PEGE Panca Global Securities Tbk 1999 24-Jun-0538 RELI Reliance Securities Tbk 1993 13-Jul-0539 MFIN Mandala Multifinance Tbk 1997 6-Sep-0540 MICE Multi Indocitra Tbk 1990 21-Dec-0541 AMAG Asuransi Multi Artha Guna Tbk 1980 23-Dec-0542 BTEL PT Bakrie Telecom 1994 3-Feb-0643 MAIN PT Malindo Feedmill 1998 10-Feb-0644 BNBA PT Bank Bumi Artha 1967 1-Jun-0645 BBKP PT Bank Bukopin 1970 10-Jul-06

3.3 Metode Analisis Data

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka teknik yang

digunakan untuk menganalisis masalah ini adalah teknik regresi berganda.

Analisis ini dipakai untuk mempermudah melihat sejauh mana hubungan antara

Independen variable dan Dependen variable.

3.3.1 Variabel Penelitian

a) Variabel Dependen merupakan variabel tak bebas yang diperkirakan atau

diduga nilainya, dalam hal ini berupa tingkat underpriced.

b) Variabel Independen merupakan variabel penduga. Dalam hal ini berupa

reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan, ukuran

perusahaan, umur perusahaan, Financial Leverage, dan ROA( Return On

Assets).

3.3.2. Pengukuran Variabel

Underpricing, merupakan selisih positif antara harga saham di pasar

sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur dengan persentase yang

29

Page 30: Ipo dan underpriced

dihitung dengan rumus berikut (Alli,K.,J.Yau, and K.Yung, dalam Ernyan dan

Husnan, 2002) :

(CP-OP) Underpricing = x 100%

OP Dimana :

CP = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder.

OP = Harga penawaran perdana.

Reputasi Underwriter. Diukur berdasarkan peringkat dari persentase

nilai initial public offering yang dijamin oleh underwriter tersebut. Seperti yang

telah dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya yang terdapat dalam majalah

Uang dan Efek. Perangkingan dilakukan berdasarkan nilai IPO tertinggi, maka

underwriter yang masuk 5 besar adalah: PT Bahana Securities, PT ABN Amro

Asia Securities Indonesia, PT Danareksa Sekuritas, PT Reksadana Sekuritas,

PT Danatama Makmur. Selanjutnya penentuan reputasi underwriter

menggunakan variabel dummy, apabila perusahaan menggunakan underwriter

yang masuk 5 besar maka diberi nilai 1, sedangkan apabila perusahaan

menggunakan underwriter yang tidak termasuk 5 besar maka diberi nilai 0.

Persentase saham yang ditawarkan ke publik, menunjukkan berapa

besar bagian dari modal disetor yang akan dimiliki oleh publik. Secara umum

semakin besar bagian yang ditawarkan maka semakin memiliki potensi untuk

likuidnya perdagangan saham di bursa, sebaliknya informasi privat yang

dimiliki perusahaan semakin sedikit. Namun demikian, investor lebih

mengutamakan perusahaan dengan persentase penawaran saham ke publik yang

kecil. Asumsi mengindikasikan perusahaan tersebut mempunyai prospek

30

Page 31: Ipo dan underpriced

dimasa yang akan datang. Variabel ini diukur dengan prosentase saham yang

ditawarkan kepada publik ketika perusahaan melakukan IPO, dirumuskan

sebagai berikut (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998 ; Kusuma, 2001 dalam

Suswati, 2003).

TSB - JSYDP PPS = ———————— × 100%

TSB

Dimana : PPS = Persentase saham yang ditawarkan ke publik

TSB = Total Saham Beredar

JSYDP= Jumlah Saham yang Ditahan Pemilik

Umur Perusahaan, menunjukkan sudah berapa lama perusahaan

didirikan dan beroperasi, dan berapa banyak informasi yang bisa diperoleh

calon investor. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi

yang bisa diperoleh masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Persentase

saham yang ditawarkan ke publik, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian.

Variabel ini dihitung mulai perusahaan didirikan berdasarkan akte sampai

perusahaan melakukan IPO (Suswati,2003).

Ukuran Perusahaan. Semakin besar perusahaan, semakin mudah

untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan akan meningkatkan

kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti resiko

underpricing lebih kecil. Ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah total asset perusahaan untuk tahun terakhir sebelum go public.

Variabel ini diukur dengan total asset yang di-logaritma natural-kan untuk

mempermudah perhitungan nilai dalam analisis statistik (Suswati, 2003).

31

Page 32: Ipo dan underpriced

Financial leverage, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya. Rasio ini menunjukkan

sejauh mana perusahaan dibiayai oleh pihak luar. Menunjukkan proporsi atas

penggunaan utang untuk membiayai investasi. Apabila financial leverage tinggi

menunjukkan resiko perusahaan tinggi pula (Daljono, 2000). Variabelnya

dirumuskan sebagai berikut (S. Harahap: 307).

Hutang Financial leverage = ————— × 100%

Modal

Return on Assets (ROA), menggambarkan kemampuan perusahaan

mendapatkan laba dengan asset yang dimilikinya. ROA merupakan salah satu

rasio keuangan yang dapat dipergunakan oleh pemegang saham dalam

mengukur profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. ROA merupakan

perbandingan antara laba setelah pajak dengan total asset perusahaan Variabel

ini diukur dengan rumus sebagai berikut:

Profit After Tax ROA = ————————— × 100%

Total Asset

Dimana : ROA = Return On Asset

Profit After Tax = Laba Setelah Pajak

Total Asset = Total Aset

3.3.3. Model Analisis

Peneliti menggunakan model regresi berganda untuk menguji hipotesis

yang diajukan. Model yang digunakan adalah:

32

Page 33: Ipo dan underpriced

UNDP = b0 + b1 [UNW] + b2 [PPS] + b3 [SIZE] + b4 [UMR] + b5 [FL]

+b6 [ROA] + e

Dimana;

UNDP = Underpricing

b0 = Konstanta

b1, b2, …b6 = Koefisien regresi

UNW = Reputasi Underwriter

PPS = Persentase saham yang ditawarkan kepada publik

SIZE = Ukuran Perusahaan

UMR = Umur Perusahaan

FL = Financial Levearage

ROA = Return on Assets

e = Random Error

Tujuan pengujian regresi adalah untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi tingkat underpriced saham. Pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen secara individu diuji dengan Uji T, sedangkan

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan

diuji dengan Uji F.

Untuk mempermudah perhitungan konstanta (a) maupun koefisien

regresi (b1,b2,b3,b4,b5) digunakan komputer dengan menggunakan program SPSS

12.0 For Windows.

33

Page 34: Ipo dan underpriced

3.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka diturunkan hipotesis

operasional sebagai berikut :

Ho1 : Reputasi underwriter tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

Ha1 : Reputasi underwriter berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

Ho2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik tidak berpengaruh

positip terhadap tingkat underpriced.

Ha2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik berpengaruh positip

terhadap tingkat underpriced.

Ho3 : Ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

Ha3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.

Ho4 : Umur perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

Ha4 : Umur perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.

Ho5 : Financial leverage tidak berpengaruh positip terhadap tingkat

underpriced.

Ha5 : Financial leverage berpengaruh positip terhadap tingkat underpriced.

34

Page 35: Ipo dan underpriced

Ho6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) tidak berpengaruh negatip terhadap

tingkat underpriced.

Ha6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) berpengaruh negatip terhadap tingkat

underpriced.

Ho7 : Reputasi underwriter, umur perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan ke publik, return on assets, financial leverage dan ukuran

perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced.

Ha7 : Reputasi underwriter, umur perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan ke publik, return on assets, financial leverage dan ukuran

perusahaan berpengaruh terhadap tingkat underpriced.

3.5. Uji Hipotesis

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan

pengujian asumsi klasik yang meliputi uji autokorelasi, uji multikolinearitas,

dan uji homokedastisitas. Hasil uji normalitas dengan menggunakan

Kolmogorov-Smirnov Test terhadap variabel yang bukan dummy menunjukkan

ada beberapa yang tidak normal. Terhadap variabel yang tidak berdistribusi

normal tersebut dilakukan perbaikkan dengan menggunakan transformasi

kuadrat. Hasil uji terhadap asumsi klasik lainnya hanya terjadi pelanggaran

pada autokorelasi. Akan tetapi karena data yang dipakai bukanlah data time-

series maka pelanggaran dapat diabaikan (Keller, et. al., 1990).

Model statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah

analisis regresi berganda untuk mengukur kekuatan hubungan variabel

35

Page 36: Ipo dan underpriced

dependen dan variabel independen pada hipotesis-hipotesis yang ada serta

menunjukkan arah hubungan antara variabel-variabel tersebut tersebut dari

masing-masing hipotesis.

3.5.1. Uji Asumsi Klasik

Pada dasarnya ada 3 asumsi klasik yang melandasi analisa regresi yakni

asumsi tidak terjadinya autokorelasi, tidak terjadinya multikolonieritas dan

tidak terjadinya heteroskedastisitas. Pengujian asumsi klasik merupakan syarat

utama untuk menilai apakah persamaan regresi yang digunakan sudah

memenuhi syarat best linear unbias estimator.

Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal

atau tidak. Pengujian normalitas data secara statistik menggunakan

modification of kolmogorov test. Apabila nilai sig (2- tailed) variabel

independent yang bukan dummy lebih dari 0.05 maka data tersebut berdistribusi

normal. Jika nilai sig (2- tailed) variabel independent yang bukan dummy

kurang dari 0.05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal. Jika terdapat

data yang tidak berdistribusi normal untuk normalitas data maka sebelum diuji

hipotesisnya dilogaritmakan terlebih dahulu.

Autokorelasi

Autokorelasi / korelasi serial merupakan korelasi yang terjadi diantara

anggota observasi yang terletak berderetan secara series dalam bentuk waktu

(jika datanya time series) atau korelasi antara 4 variabel berdekatan (jika

datanya cross sectional). Dalam pengujian ini menggunakan uji Durbin-Watson

36

Page 37: Ipo dan underpriced

dari program SPSS untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi. Jika nilai

Durbin-Watson mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, tetapi jika nilainya

0 atau 4 maka terjadi autokorelasi.

Multikolenieritas

Menurut Gujarati (2000: 84) multikolenieritas menunjukkan adanya

hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa/semua variabel

yang independen dari model yang ada. Hal ini dapat menimbulkan bias dalam

spesifikasinya, karena koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Meroge yang

digunakan dalam pengujian multikolenieritas adalah tolerance variance

inflaction factor (VIF). Menurut Hair et al batas tolerance value dibawah 0.1

dan variance inflaction factor (VIF) adalah 10. Jika nilai tolerance value

dibawah 0.1 atau variance inflaction factor (VIF) diatas 10 maka terjadi

multikolenieritas (Trisnawati, 1998).

Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah faktor

pengganggu mempunyai variasi sama atau tidak. Jika varians residual dari satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Dan jika

varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi dikatakan baik

jika homoskedastisitas. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat

jarak kuadrat titik-titik sebaran terhadap garis regresi. Untuk mendeteksi gejala

heteroskedastisitas dalam persamaan regresi digunakan metode dengan

menggunakan plot pada regresi. Metode grafik dengan menggunakan nilai

prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) untuk melihat

37

Page 38: Ipo dan underpriced

ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED

jika ada pola tertentu sepert titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka

telah terjadi heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik

menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

3.5.2. Uji Kriteria Statistik

Uji T

Untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara parsial

terhadap variabel dependennya dilakukan Uji T. Hasil perbandingan antara

P-value nilai t dari tiap-tiap variabel independen dengan tingkat signifikansi

yang digunakan merupakan dasar dalam menarik kesimpulan. Jika nilai P-

value nilai t lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan maka Ha1 –

Ha6 diterima, dan bila P-value nilai t lebih besar dari tingkat signifikansi yang

digunakan maka Ho1 – Ho6 diterima. Sifat hubungan antara variabel independen

dan varabel dependen dapat diketahui dari koefisien regresi masing-masing

variabel. Bila koefisien bertanda negatip berarti variabel independen dan

variabel dependen mempunyai hubungan yang sifatnya terbalik, sedangkan bila

koefisien regresi bertanda positip menunjukkan bahwa hubungan variabel

independen dan variabel dependen searah. Penelitian ini menggunakan level

signifikan 95 % atau α = 5 %

38

Page 39: Ipo dan underpriced

Jika, P-value nilai t > α (α = 0,05), maka Ho diterima

Jika, P-value nilai t < α (α = 0,05), maka Ho ditolak.

Uji F

Uji F, digunakan untuk menguji keseluruhan signifikansi terhadap

variabel-variabel dalam regresi (Ha7). Bila P-value nilai F dari variabel-

variabel independen lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan maka

Ha7 diterima, yang berarti ada pengaruh variabel independen secara simultan

terhadap variabel dependennya, begitu pun sebaliknya. Penelitian ini

menggunakan level signifikan 95 % atau α = 5 %

Jika, P-value nilai F > α (α = 0,05), maka Ho diterima

Jika, P-value nilai F < α (α = 0,05), maka Ho ditolak

39

Page 40: Ipo dan underpriced

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan akan dibahas mengenai hasil pengujian 7 hipotesis

dengan satu variabel dependen yaitu tingkat underpricing dan 6 variabel

independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan ke

publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial leverage, dan Return

On Assets (ROA) yang dilakukan dengan program SPSS 12.0 For Windows.

4.1 Menghitung Rasio Keuangan dan Variabel Penelitian

4.1.1 Tingkat Underpriced

Variabel tingkat underpriced, merupakan selisih positif antara harga

saham di pasar sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur dengan

persentase yang dihitung dengan rumus berikut (Alli,K.,J.Yau, and K.Yung,

dalam Ernyan dan Husnan, 2002) :

(CP-OP) Underpriced = x 100%

OP Dimana :

CP = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder.

OP = Harga penawaran perdana.

Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada

tanggal 17 Januari 2002 dengan harga saham perdana sebesar Rp. 130 dan

40

Page 41: Ipo dan underpriced

harga awal listing sebesar Rp. 150, sehingga dapat dihitung besarnya tingkat

underpriced yaitu :

Rp. 150 – Rp. 130 Underpriced = ──────────── × 100 % = 15,38 %

Rp. 130

Nilai underpriced 15,38 % bernilai positip artinya harga saham pada

hari pertama penutupan pada pasar sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan

harga pasar perdana. Dengan demikian PT Fortune Indonesia Tbk terjadi

underpricing. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat Underpriced pada

seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.

4.1.2 Reputasi Underwriter

Diukur berdasarkan peringkat dari persentase nilai initial public offering

yang dijamin oleh underwriter tersebut, sebagai contoh PT Fortune Indonesia

Tbk yang melakukan listing pada tanggal 17 Januari 2002, dengan jumlah

saham beredar sebesar 205.000.000 lembar serta harga perdana saham Rp.

130,- maka

Nilai IPO = 205.000.000 x Rp. 130,-

= Rp. 26.650.000.000,-

Besarnya nilai emisi yang ditanggung oleh PT. Millenium Atlantic

Securities selaku Underwriter PT. Fortune Indonesia Tbk sebesar Rp.

26.650.000.000,- .Selanjutnya untuk hasil perhitungan nilai emisi pada seluruh

perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 3a. Data

perankingan persentase nilai emisi yang dijamin oleh Underwriter dapat dilihat

pada lampiran 3b. Penilaian untuk 5 ranking tertinggi dari persentase

41

Page 42: Ipo dan underpriced

penjaminan emisi diberi kode nilai 1, yang lainnya diberi kode nilai 0, adapun

data kode penialaiannya dapat dilihat di lampiran 5.

4.1.3 Persentase saham yang ditawarkan ke publik

Persentase saham yang ditawarkan ke publik menunjukkan berapa besar

bagian dari modal yang disetor yang akan dimiliki oleh publik. Semakin besar

bagian yang ditawarkan, maka semakin memiliki potensi untuk likuidnya

perdagangan saham di bursa. Variabel ini diukur dengan persentase saham yang

ditawarkan ke publik ketika perusahaan melakukan initial public offering (IPO)

sebagai berikut :

TSB - JSYDP PPS = ———————— × 100%

TSB

Dimana : PPS = Persentase saham yang ditawarkan ke publik

TSB = Total Saham Beredar

JSYDP = Jumlah Saham yang Ditahan Pemilik

Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang listing 17 Januari 2002,

dengan jumlah saham beredar sebesar 205.000.000 lembar serta saham yang

ditahan pemilik adalah sebesar 250.000.000 lembar sehingga dapat dihitung

besarnya prosentase penawaran saham ke publik adalah sebagai berikut :

455.000.000 - 250.000.000 PPS = ———————————— × 100 % = 45,05 %

455.000.000

Besarnya persentase saham yang ditawarkan ke publik sebesar 45,05%

artinya jumlah saham yang ditawarkan ke publik pada saat melakukan initial

public offering (IPO) adalah sebesar 45,05 % dari total lembar saham

42

Page 43: Ipo dan underpriced

perusahaan tersebut. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat persentase

saham yang ditawarkan ke publik pada seluruh perusahaan sampel dalam

penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.

4.1.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan yang semakin besar menunjukkan informasi tentang

perusahaan tersebut semakin banyak diketahui oleh investor sehingga dapat

mengurangi ketidakpastian. Variabel ini diukur dengan total aktiva untuk tahun

terakhir sebelum go public. Rasionya diukur dengan rumus sebagai berikut :

SIZE = Ln (Total Assets)

Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada

tanggal 17 Januari 2002, mempunyai total assets sebesar Rp. 45.727.000.000,-

maka dapat dihitung besarnya size sebagai berikut :

SIZE = Ln (45.727.000.000) = 10,7304

Ukuran perusahaan tersebut adalah 10,7304. Selanjutnya untuk hasil

perhitungan SIZE pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat

dilihat pada lampiran 5.

4.1.5 Umur Perusahaan

Umur = Tahun awal listing – Tahun berdiri

Sebagai contoh, PT Fortune Indonesia Tbk yang berdiri pada tahun

1970 dan listing pada tahun 2002, maka umur perusahaan adalah 32 tahun.

Selanjutnya untuk hasil perhitungan umur pada seluruh perusahaan sampel

dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.

43

Page 44: Ipo dan underpriced

4.1.6 Finincial Leverage

Financial Leverage merupakan persentase perbandingan antara total

hutang dengan modal perusahaan. Rasio ini dihitung dengan rumus :

Hutang Financial leverage = ————— × 100 %

Modal

Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada

tanggal 17 Januari 2002, mempunyai total hutang sebesar Rp. 12.034.000.000,-

dengan total modal sebesar Rp. 33.693.000.000,- , sehingga dapar ditentukan

besarnya financial leverage sebesar :

Rp. 12.034.000.000,- Financial leverage = ———————— × 100 % = 35,72 %

Rp. 33.693.000.000,-

Besarnya financial leverage sebesar 35,72 % artinya besarnya hutang

pada perusahaan PT Bintuni Minaraya sebesar 35,72 % dari total modal

sendirinya. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat financial leverage pada

seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.

4.1.7 ROA (Profitabilitas)

Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba

pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi

perusahaan. Variabel ini diproksi dengan Return On Asset (ROA) yang

merupakan persentase perbandingan antara profit after tax dengan total assets :

Profit After Tax ROA = ————————— × 100 %

Total Asset

44

Page 45: Ipo dan underpriced

Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada

tanggal 17 Januari 2002, mempunyai profit after tax sebesar Rp.

2.397.000.000,- jt dengan total assets sebesar Rp. 45.727.000.000,-, maka dapat

dihitung besarnya ROA sebagai berikut:

Rp. 2.397.000.000,- ROA = ————————— × 100 % = 5,24 %

Rp. 45.727.000.000,-

Besarnya ROA sebesar 5,24 % artinya kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba bersih sebesar 5,24 %. Selanjutnya untuk hasil perhitungan

tingkat ROA pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat

pada lampiran 5.

4.2 Analisis Deskriptif

Sebelum melakukan Uji Test Statistik lebih lanjut sebaiknya

dilakukan Uji Analisis Deskriptif dengan memasukkan semua variable dari

semua perusahaan sample untuk mengetahui nilai minimum, maksimum, mean,

dan standar devination dari tiap-tiap variable.

TABEL 4.1

Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. DeviationUNDP % 45 .0227 1.5000 .414424 .3822495UNW 45 0 1 .27 .447PPS % 45 .0335 1.0000 .353604 .2515661SIZE (jt Rp) 45 314 250394689 10166764.80 40521536.991UMR (th) 45 3 107 19.02 20.290FL % 45 .0036 69.8693 4.369224 10.9420205ROA % 45 -.0948 2.5377 .108431 .3770568Valid N (listwise) 45

45

Page 46: Ipo dan underpriced

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui jumlah sampel yang diteliti

sebanyak 45 observasi, Dalam statistik deskriptif ada nilai minimum dan

maksimum, nilai mean, serta tingkat penyimpangan penyebaran (standar

deviasi) dari variabel yang diteliti. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel,

variabel Tingkat Underpriced nilai minimumnya 0,0227 pada Aneka

Kemasindo Utama Tbk dan nilai maksimumnya 1,5 yaitu pada Reliance

Securities Tbk, dengan nilai rata-rata 0,414424 dan standar deviasi sebesar

0,3822495.

Variabel umur perusahaan, nilai minimumnya 3 (yang berarti 3 th) yaitu

pada Anugrah Tambak Perkasindo Tbk, Kresna Graha Sekurindo Tbk, Surya

Citra Media Tbk, Inti Indah Karya Plasindo Tbk, dan Aneka Kemasindo Utama

Tbk, serta umur maksimumnya 107 yaitu pada Bank Rakyat Indonesia dengan

nilai rata-rata 19,02 dan standar deviasi sebesar 20,290.

Variabel Persentase saham yang ditawarkan ke publik, nilai

minimumnya 0,0335 yaitu pada Adhi Karya (Persero) Tbk, serta nilai

maksimumnya 1,0000 yaitu pada Perusahaan Hortus Danavest, Perusahaan

Bumi Tekno Kultura Unggul dan Energi Merga Persada Tbk dengan nilai rata-

rata 0,353604 dan standar deviasi 0,2515661.

Variabel ROA nilai minimumnya - 0,0948 yaitu pada Bakrie Telecom

Tbk, serta nilai maksimumnya 2,5377 yaitu pada Perusahaan Multistrada Arah

Sarana Tbk, dengan nilai rata-rata 0,108431 dan standar deviasi sebesar

0,3770568.

46

Page 47: Ipo dan underpriced

Variabel financial leverage nilai minimumnya 0,0036 yaitu pada

Perusahaan Bumi Tekno Kultura Unggul serta nilai maksimumnya 69,8693

yaitu pada Perusahaan Aneka Kemasindo Utama Tbk, dengan nilai rata-rata

4,369224 dan standar deviasi sebesar 10,9420205.

Variabel ukuran perusahaan nilai minimumnya 314 yaitu pada

Perusahaan Bhakti Capital Indonesia serta nilai maksimumnya 250394689

yaitu pada Perusahaan Arona Bina Sejati dengan nilai rata-rata 10166764,80

dan standar deviasi sebesar 40521536,991.

4.3 Pengujian Normalitas

Normalitas data merupakan asumsi yang sangat mendasar dalam

analisis multivariate. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah

data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah data yang

berdistribusi normal atau mendekati normal.

Normalitas data diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Pengujian yang dilakukan dengan program SPSS 12.0 for Windows pada One-

Sample Kolmogorov-Smirnov Test (lihat tabel 4.2) memperlihatkan nilai diatas

0,05 yang berarti seluruh data dari variabel-variabel tersebut berdistribusi

normal. Hasil uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov

Test menunjukkan ada beberapa variabel yang tidak berdistribusi normal yaitu

size, umur, financial leverage, dan ROA. Terhadap data yang tidak berdistribusi

normal tersebut dilakukan perbaikan dengan melakukan fungsi absolut terhadap

nilai yang bertanda negatif dan transformasi Ln (dengan Mic.Excel).

47

Page 48: Ipo dan underpriced

TABEL 4.2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

UNDP UNW PPS SIZE UMR FL ROAN 45 45 45 45 45 45 45Normal Parameters (a,b)

Mean.414424 .27 .353604 10166764.80 19.02 4.369224 .108431

Std. Deviation

.3822495 .447 .2515661 40521536.991 20.290 10.9420205 .3770568

Most Extreme Differences

Absolute.193 .458 .198 .469 .267 .345 .368

Positive .193 .458 .198 .469 .267 .341 .368

Negative -.153 -.275 -.127 -.401 -.215 -.345 -.346

Kolmogorov-Smirnov Z 1.297 3.071 1.329 3.144 1.794 2.314 2.465

Asymp. Sig. (2-tailed) .069 .000 .059 .000 .003 .000 .000

a Test distribution is Normal.b Calculated from data.

4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan

pengujian asumsi klasik terhadap model regresi, meliputi 3 (tiga) hal yaitu

pengujian terhadap multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

4.4.1. Uji multikolinearitas

Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dideteksi

dengan melihat nilai toleransinya (tolerance value) dan VIF (Varian Inflation

Factors). Batas nilai toleransi adalah di atas 0,10 dan VIF adalah di bawah 10.

jika nilai toleransinya di bawah 0,10 atau VIF di atas 10, maka terjadi korelasi

antara variabel independen sebesar 90% (Ghozali dan Mansur, 2002). Hasil

pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari tabel 4.3.

TABEL 4.3

48

Page 49: Ipo dan underpriced

Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 UNW .719 1.390 PPS .782 1.279 SIZE .747 1.339 UMR .888 1.126 FL .742 1.348 ROA .927 1.079

a Dependent Variable: UNDP

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai toleransi di atas nilai 0,10 dan

nilai VIF di bawah nilai 10 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi

multikolinearitas pada variabel independen yang digunakan dalm model

regresi tersebut.

4.4.2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya korelasi antara

anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti data time

series) atau ruang (seperti data cross sectional), Gujarati (1999).

Dasar yang digunakan untuk pengambilan keputusan secara umum

adalah sebagai berikut, Gujarati (1999) :

Jika pengujian diperoleh nilai DW;

a. Di bawah –2, maka diindikasikan ada autokorelasi positif.

b. Antara –2 sampai 2, maka diindikasikan tidak ada autokorelasi.

c. Di atas 2, maka diindikasikan ada autokorelasi negatif.

TABEL 4.4

49

Page 50: Ipo dan underpriced

Hasil Uji Auto Korelasi

Model R R SquareAdjusted R

SquareStd. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .416(a) .173 .042 .3740634 1.623

a Predictors: (Constant), ROA, UMR, SIZE, PPS, FL, UNWb Dependent Variable: UNDP

Dalam penelitian ini didapatkan nilai DW 1,623 sesuai dengan

table 4.3. Nilai DW 1,623 berarti memenuhi kriteria b bahwa nilai DW antara

-2 dan 2, atau -2<1,623<2. Dengan hasil ini maka model persamaan pada

penelitian ini bebas dari autokorelasi.

4.4.3. Pengujian Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat jarak kuadrat titik-

titik sebaran terhadap garis regresi. Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas

dalam persamaan regresi digunakan metode dengan menggunakan plot pada

regresi. Metode grafik dengan menggunakan nilai prediksi variabel terikat

(ZPRED) dengan residualnya (SRESID) untuk melihat ada tidaknya pola

tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED jika ada pola

tertentu sepert titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi

heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar

diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

GAMBAR 4.1

50

Page 51: Ipo dan underpriced

-3 -2 -1 0 1 2 3

Regression Standardized Predicted Value

-2

-1

0

1

2

3

Reg

ressio

n S

tud

en

tize

d R

esid

ual

Dependent Variable: UNDP

Scatterplot

Dari gambar grafik 4.1 dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada

menyebar di atas dan dibawah angka nol pada sumbu Y dan tidak terdapat pola

tertentu, jadi tidak terjadi heteroskedastisitas.

Dari ketiga uji asumsi klasik di atas tidak terdapat satu pun yang terjadi

penyimpangan asumsi klasik, sehingga pengujian hipotesis untuk data ini dapat

dilakukan.

4.5. Analisis Regresi Linier Berganda

4.5.1. Pengujian Parsial (Uji t)

Pengujian secara terpisah bertujuan untuk melihat apakah masing-

masing variabel independen berpengaruh terhadap tingkat underpriced.

Signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat

dilihat dari P-value nilai t. Apabila P-value nilai t lebih kecil dari α = 5%,

51

Page 52: Ipo dan underpriced

maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara terpisah

berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value nilai t lebih

besar dari α = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara

terpisah tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji t ini juga

dimaksudkan untuk melihatbesarnya konstribusi masing-masing variabel

independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan ke

publik, ukuran perusahaan umur perusahaan, financial leverage, dan return on

assets (ROA), terhadap variabel independen yaitu tingkat underpriced yang

dapat dilihat dari nilai koefisien beta (β). Hasil dari pengujian terpisah dapat

dilihat dari tabel 4.5.

TABEL 4.5

Hasil Analisis Pengujian Secara Terpisah

Coefficients(a)

Model Unstandardized

CoefficientsStandardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) .887 .366 2.425 .020 UNW .056 .149 .066 .380 .706 PPS -.284 .254 -.187 -1.121 .269 Ln SIZE -.025 .026 -.159 -.930 .358 Ln UMR -.043 .072 -.093 -.595 .556 Ln FL -.084 .040 -.358 -2.090 .043 Ln ROA -.016 .046 -.053 -.348 .730

a Dependent Variable: UNDP

Persamaan regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang

dirangkum dari tabel 4.5 adalah :

UNDP = 0,887 + 0,056 (UNW) – 0,284 (PPS) – 0,025 (LnSIZE) – 0,043

(LnUMR) – 0,084 (LnFL) – 0,016 (LnROA) + e

52

Page 53: Ipo dan underpriced

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa variabel independen yang paling

berpengaruh terhadap tingkat underpriced adalah variabel Financial Leverage

(FL) yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu

0,043 dan merupakan variabel yang paling signifikan berpengaruh terhadap

tingkat underpriced diantara 6 variabel yang diujikan. Penjelasan lebih lanjut

akan diuraikan berikut ini.

Analisis hasil pengujian variabel reputasi underwriter yang memiliki

P-value nilai t 0,706 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel

reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga

dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho1 yang menyatakan bahwa

reputasi underwriter tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.

Koefisien korelasi -0,111 menunjukkan arah hubungan antara keduanya adalah

negatif, yang berarti semakin baik reputasi underwriter mengakibatkan tingkat

underpriced semakin kecil dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi

0,234 yang berarti korelasi antara reputasi underwriter dengan tingkat

underpriced lemah. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu Carter dan Manaster (1990),

Ghozali dan Murdik Al Mansur (2002), Nasirwan (2000) dan Daljono (2000)

mungkin disebabkan oleh perbedaan acuan prediksi nama-nama underwriter

yang masuk ke dalam posisi 5 terbaik pada setiap tahun penelitiannya. Di

samping itu pula, karena sampel yang digunakan hanya persuahaan yang

melakukan IPO pada tingkat harga yang underpriced. Seluruh perusahaan yang

melakukan IPO antara tahun 2002-2006 sebesar 26,67% yang menggunakan

53

Page 54: Ipo dan underpriced

underwriter yang masuk 5 besar dan 73,33% menggunakan underwriter

lainnya.

Analisis hasil pengujian variabel persentase saham yang ditawarkan ke

publik yang memiliki P-value nilai t 0,269 yang ternyata lebih besar dari

α = 5%. Artinya variabel prosentase saham yang ditawarkan ke publik tidak

berpengaruh terhadap tingkat underpriced. Denagan demikian hal ini

mendukung Ho2 yang menyatakan bahwa persentase saham yang ditawarkan

ke publik tidak mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat underpriced, akan

tetapi arah hubungan yang terjadi adalah negatif yaitu koefisien korelasi

menunjukkan angka -0,061 yang artinya semakin besar persentase saham yang

ditawarkan ke publik maka semakin kecil tingkat underpriced, dan tingkat

signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,234 yang berarti korelasi antara

persentase saham yang ditawarkan dengan tingkat underpriced lemah. Hasil ini

konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yuniarto (2004), hal ini

mungkin terjadi dikarenakan besarnya kecilnya persentase saham yang

ditawarkan tidak berarti bisa menunjukkan apakah perusahaan yang

bersangkutan mempunyai kredibilitas yang baik atau tidak di mata publik.

Analisis hasil pengujian variabel ukuran perusahaan yang memiliki

P-value nilai t 0,358 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel

ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga

dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho3 yang menyatakan bahwa

ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.

54

Page 55: Ipo dan underpriced

Koefisien korelasi -0,235 menunjukkan arah hubungan antara keduanya adalah

negatif, yang berarti semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat

underpriced semakin kecil dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi

0,060 yang berarti korelasi antara ukuran perusahaan dengan tingkat

underpriced lemah. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang telah

dilakukan oleh Nurhadayati dan Indartoto (1998), Nurhayati (2004).

Kemungkinan penyebab tidak signifikan disebabkan oleh perbedaan

pengambilan sampel dengan data sampel yang hanya dititik beratkan pula pada

perusahaan yang melakukan IPO dengan harga saham yang underpriced

sehingga data yang diperlukan berkurang dan penelitian menjadi kurang

optimal pula.

Analisis hasil pengujian variabel umur perusahaan yang memiliki

P-value nilai t 0,556 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel

umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga

dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho4 yang menyatakan bahwa

umur perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.

Koefisien korelasi -0,181 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah

negatif, yang berarti semakin lama umur perusahaan mengakibatkan tingkat

underpriced semakin kecil, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi

0,116 yang berarti korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced

lemah. Hal ini konsisten dengan temuan Rina Trisnawati (1999) dalam Sudento

(2003), Ghoali dan Mansur (2002).

55

Page 56: Ipo dan underpriced

Analisis hasil pengujian variabel financial leverage yang memiliki

P-value nilai t 0,043 yang ternyata lebih kecil dari α = 5%. Artinya variabel

financial leverage berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga dengan

demikian hasil temuan ini menerima Ha5 yang menyatakan bahwa Financial

leverage berpengaruh positip terhadap tingkat underpriced. Koefisien korelasi -

0,322 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah negatif, yang berarti

semakin besar nilai Financial Leverage mengakibatkan tingkat underpriced

semakin kecil, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,015 yang

berarti korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced kuat.

Analisis hasil pengujian variabel ROA yang memiliki P-value nilai t

0,730 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel ROA tidak

berpengaruh terhadap tingkat underpriced. Dengan demikian temuan ini

mendukung Ho6 yang menyatakan bahwa variabel ROA tidak mempunyai

pengaruh yang negatif terhadap tingkat underpriced, akan tetapi koefisien

korelasi 0,13 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah positif, yang

berarti semakin besar nilai ROA mengakibatkan tingkat underpriced semakin

besar, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,465 yang berarti

korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced lemah. Hasil ini

konsisten dengan temuan Daljono (2000) dan Sudento (2003). Penjelasan yang

mungkin dapat diterima dari tidak signifikannya ROA terhadap tingkat

underpriced ini adalah mungkin investor telah menduga bahwa laporan

keuangan perusahaan yang melakukan IPO telah di mark up untuk

menunjukkan kinerja yang baik. Dengan demikian para investor tidak

56

Page 57: Ipo dan underpriced

memperhatikan ROA yang disajikan dalam prospektus, tetapi mereka

memperhatikan ROA untuk beberapa tahun sebelum perusahaan Go Public

(Daljono,2000). Penelitian ini menguji profitabilitas perusahaan selama satu

tahun sebelum IPO. Hasil ini mungkin akan berbeda jika yang dianalisis adalah

profitabilitas perusahaan beberapa tahun sebelum IPO . Penjelasan lain yaitu

mungkin dikarenakan kondisi perekonomian Indonesia yang kurang setabil.

4.5.2. Pengujian Serentak (Uji F)

Hasil pengujian secara serentak dimaksudkan untuk mengetahui apakah

semua variabel independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang

ditawarkan ke publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial

leverage, dan return on assets (ROA) berpengaruh secara simultan terhadap

variabel dependen yaitu tingkat underpriced. Pengujian ini dilakukan dengan

menggunakan uji F (F-test).

Jika, P-value nilai F > α (α = 0,05), maka Ho7 diterima

Jika, P-value nilai F < α (α = 0,05), maka Ho7 ditolak

Ho7 : Secara serempak variabel independen ( UNW, PPS, UMR, SIZE, FL

dan ROA ) tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat 5%

terhadap variabel dependen (UNDP).

Hasil pengujian serentak (Uji F) disajikan dalam tabel 4.6.

TABEL 4.6

Hasil Analisis Pengujian Secara Serentak (Simultan)

57

Page 58: Ipo dan underpriced

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.1 Regression 1.112 6 .185 1.324 .270(a) Residual 5.317 38 .140 Total 6.429 44

a Predictors: (Constant), Ln ROA, Ln UMR, Ln SIZE, PPS, Ln FL, UNWb Dependent Variable: UNDP

Dari hasil pengujian tersebut diperoleh P-value nilai F sebesar 0,270.

Ternyata P-value nilai F tersebut lebih besar dari α = 5%, yang artinya Ho7

diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa; Secara serempak variabel

independen ( UNW, PPS, UMR, SIZE, FL dan ROA ) tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen (UNDP).

4.5.3. Pengujian Koefisien Determinasi (adjusted R2)

Berdasarkan hasil penelitian ini didapat nilai koefisien determinasi

adjusted R2 sebesar 0,042 (tabel 4.4) . Nilai adjusted R2 menunjukan seberapa

besar pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian mampu

menjelaskan variasi total variabel dependen. Jadi nilai adjusted R2 dari model

regresi ini, berarti sebesar 4,2 % pengaruh variabel independen yang digunakan

dalam penelitian mampu menjelaskan variasi total variabel dependen.

Penelitian ini menggunakan lebih dari dua variabel independen yang biasanya

melihat dari nilai adjusted R2 untuk menganalisa hubungan keeratan variabel

dependen dengan variabel independennya.

BAB V

KESIMPULAN

58

Page 59: Ipo dan underpriced

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, keterbatasan dan

saran-saran yang diharapkan akan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua variabel

independen terbukti ada salah satu yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. Adapun kesimpulan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Berdasarkan uji t dari keenam variabel bebas yang dianalisis (reputasi

underwriter, persentase kepemilikan saham, skala perusahaan, umur

perusahaan, financial leverage dan Rate of Return On Assets) terhadap

tingkat underpriced, ternyata ada satu variabel yang berpengaruh

secara signifikan terhadap tingkat underpriced yakni variabel

financial leverage. Hal ini ditunjukkan dengan P-value nilai t < α (α =

5%) yaitu sebesar 0,043 (tabel 4.5).

2. Dari perhitungan uji F, dapat disimpulkan bahwa secara serempak

variabel independen yang meliputi reputasi underwriter, prosentase

saham yang ditawarkan ke publik, ukuran perusahaan, umur

perusahaan, financial leverage, dan return on assets (ROA) tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpriced karena

P-value nilai F > α (α = 5%) yaitu sebesar 0,270 (tabel 4.6).

5.2. Keterbatasan Penelitian

59

Page 60: Ipo dan underpriced

Seperti halnya dalam penelitian lainnya, penelitian ini tidaklah

sempurna. Oleh karena itu masih banyak keterbatasan-keterbatasan yang

terdapat dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan-keterbatasannya adalah

sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya mengambil periode penelitian selama

lima tahun, yaitu antara tahun 2002 – 2006 sehingga mungkin sampel

kurang representatif.

2. Variabel-variabel yang digunakan hanya dari sisi perusahan

saja dan belum menggunakan faktor-faktor luar perusahaan atau

faktor makro ekonomi dan faktor mikroekonomi lainnya.

5.3 Saran

Oleh karena keterbatasan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka

temuan penelitian ini perlu pengkajian yang lebih seksama di masa mendatang

dengan mengurangi atau menghilangkan segala keterbatasannya.

Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah sebagai berikut:

1. Perlu mempertimbangkan untuk menambah

periode penelitian sehingga hasilnya akan lebih representatif.

2. Data yang digunakan, pada seluruh perusahaan yang melakukan IPO,

bukan hanya perusahaan IPO yang underpriced saja.

3. Selain variabel yang ada dalam prospektus

perusahaan disarankan untuk memasukkan variabel kondisi makro

seperti kurs mata uang. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi

perekonomian Indonesia masih belum stabil.

60

Page 61: Ipo dan underpriced

5.4. Implikasi Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai pertimbangan, khususnya yang

berkaitan dengan masalah keterbukaan informasi bila akan melakukan

penentuan harga yang baik pada pasar sekunder.

2. Bagi investor dan calon investor yang tertarik menanamkan

modalnya melalui pasar modal, maka hasil penelitian ini dapat

dijadikan tambahan referensi dalam mempertimbangkan keputusan

informasi.

3. Kalangan akademisi maupun para peneliti yang berminat

terhadap pasar modal, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

dasar untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

61

Page 62: Ipo dan underpriced

Budi Santosa, P dan Ashari, Analisis Statistik dengan Microsoft Excel & SPSS, Andi, Yogyakarta, 2005.

Daljono, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing Di BEJ th 1990-1997, SNA III, 2000.

Ghozali, Imam dan Mudrik Al Mansur, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpriced di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol 4,No.1.April, 74-88, 2002.

Husnan, Suad dan Eni Pudjiastuti, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1993.

Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta, 2000.

Kusuma, H, Prospektus Perusahaan dan Keputusan Investasi : Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Siasat Bisnis, Vol.1, No6, 2001.

Munawir, S, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta, 1983.

Rosyati dan Arifin Sabeni, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta (Tahun 1997-2000). Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang, September 2002.

Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi 3, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2003.

Tatang Ary Gumanti, Underpricing dan Biaya-biaya di Sekitar Initial Pulic Offering. Wahana Volume 5, No.2 Agustus, 2002.

Tjiptono Darmaji dan Fakhruddin, Hendy M, Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta, 2006.

Triani, A, Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Persentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris Pada Bursa Efek Jakarta, Simposiun Nasional Akuntansi 9, K-AKPM 23, Padang, 2006.

Trisnaningsih, S, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Perusahaan Yang Go Public di BEJ, JAK vol.4, No.2, Surabaya, September, 2005.

62