Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

7
SISTEM POLITIK INDONESIA DISKUSI KELOMPOK INVENTARISASI MASALAH OTONOMI DAERAH KELOMPOK 2 : 1. ANTON SETIAWAN 2. ANGLIR BOINGRAH 3. DEPI KURNIANI 4. EVA RIANTI DOSEN : SURADJI, M.Si PRODI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA/SMT III IAN A.SORE FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG

Transcript of Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

Page 1: Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

SISTEM POLITIK INDONESIA

DISKUSI KELOMPOKINVENTARISASI MASALAH OTONOMI DAERAH

KELOMPOK 2 :1. ANTON SETIAWAN2. ANGLIR BOINGRAH3. DEPI KURNIANI4. EVA RIANTI

DOSEN :SURADJI, M.Si

PRODI :ILMU ADMINISTRASI NEGARA/SMT III

IAN A.SORE

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANGT.A 2010

Page 2: Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

INVENTARISASI MASALAH OTONOMI DAERAH

Dalam era transisi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis yang dituju dalam pemerintahan nasional sebagaimana ditandai dengan diberlakukannya Otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2001, memang masih ditemui kendala-kendala yang perlu diatasi.

Dari sekian kendala terdapat permasalahan yang mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah kepada melemahnya ketahanan nasional di daerah bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak segera diatasi. Hal itu antara lain :

1. Pembagian UrusanContoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijikan pusat untuk daerah (FTZ).

Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan pusat yang akhirnya tidak bisa diterapkan di daerah. Salah satu sebab itu adalah pusat tidak memahami keadaan yang terkini yang dialami daerah. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan antara daerah dan pusat tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep aturan daerah harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat membuat aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidalk bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah. Bila perlu pemerintah pusat hanya memiliki tugas sebagai pemeriksa dan menyetujui konsep yang diusul oleh daerah.

Page 3: Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

2. Pelayanan MasyarakatPada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki sumber

informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan sumber daya pada Pemerintah Pusat.

Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan wewenang dalam mengelola Sumber Daya Manusianya sesuai dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah. Sehingga pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.

3. Lemahnya Koordinasi Antarsektor dan DaerahKoordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu kerja

bersama yang operasional sifatnya tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan. Dua hal ini memang tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai lembaga yang memproduksi peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif koordinasi dalam penyusunan peraturan perundangan akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sistematis dan tidak bertubrukan satu sama lain.

Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai Badan Eksekutif Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun sangat terasa di Pusat. Kesan memposisikan diri lebih kuat, lebih tinggi dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan oleh masyarakat luas.

Ada tiga hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan eksekutif dalam menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Pola pikir yang harus sama adalah, kita sadar terhadap apa yang harus kita pertahankan, kita upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta berbagai upaya untuk memajukan dan mencapai tujuan bangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap elemen bangsa mempunyai kemampuan dan kontribusi seberapapun kecilnya. Dan pola tindak yang komprehensif, terkordinasi dan terkomunikasikan.

4. Pembagian PendapatanUU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu “money follows

function” berbeda dengan paradigma lama (“Function follows money), maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya, sesuai dengan bunyi pasal 8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang mengeluh tentang tidak proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima, baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. Banyak daerah yang DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai daerah dan pegawai eks kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah. Disamping itu, kriteria penentuan bobot setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah kurang transparan. Kriteria potensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya kurang representatif secara langsung terhadap pembiayaan daerah.

Dengan demikian perhitungan DAU yang transparan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan keuangan terutama pasal-pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor penyeimbangan, kiranya perlu ditata kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) dirasakan kurang mengikuti prinsip-prinsip pembiayaan yang layak yang sejalan dengan pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti halnya dalam paradigma lama, melalui paradigma baru pun bagian daerah selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang potensial (seperti: perkebunan, kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya), sedangkan disektor minyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian bagi hasil di bidang ini perlu

Page 4: Inventarisasi Masalah Otonomi Daerah

diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian yang proporsional sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.

5. Fanatisme Daerah (Ego Kedaerahan)Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau dimanapun,

karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan terhadap daerah-daerah lain.

Contoh pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah kabupaten Anambas dalam penerimaan CPNS. Bagi pelamar CPNS minimal mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan oleh disdik kabupaten. Anambas baik SD, SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu daerah yang mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan daerahnya sendiri sehinnga untuk warga daerahlain tidak diberikan peluang untuk menjadi CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anmbas karena dapat mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka tempat-tempt kos )

Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak terlalu egois dalam penerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah tersebut dan membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skiil serta pengetahuan mereka dalam berkopetensi untuk bersaing demi kebaikan dan memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang memiliki rumah-rumah kos. Jika dibandinkan dengan adanya fanatisme.

6. Disintegrasi

Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek ke egoisan suatu kelompok masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsure kepentingan-kepentingan kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau kecemburuan terhadap kelompok-kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama sehingga dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian dalam sebuah negara atau daerah tersebut.Contohnya: GAM, RMS, dan lain-lain.

Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang 1 dengan yang lain yang dapat menimbulkan pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi memajukan daerah atau negara yang kita cintai.