INTERPRENEUS PENGAWAS SEKOLAH-1
-
Upload
suhri-nasution -
Category
Documents
-
view
37 -
download
2
Transcript of INTERPRENEUS PENGAWAS SEKOLAH-1
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAAN SEKOLAH
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKANDIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKANDEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2008
i
KATA PENGANTAR
`
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompe-
tensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akade-
mik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar
kompetensi memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai
pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung
jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah
yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c)
kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e)
kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil
uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah
masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial,
supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli- tian dan
pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi
pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi
para calon pengawas sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja disiapkan agar
dapat dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam melaksanakan diklat pening-
katan kompetensi pengawas sekolah di mana pun pelatihan tersebut dilaksa-
nakan. Kepada tim penulis materi diklat kompetensi pengawas sekolah yang
terdiri atas dosen LPTK dan widya iswara dari LPMP dan P4TK kami ucapkan
terima kasih. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Jakarta, Juni 2008Direktur Tenaga KependidikanDitjen PMPTK
Surya Dharma, MPA., Ph.D
2
A. PENDAHULUAN Dewasa ini berkembang praktIk kewirausahaan dalam berbagai aspek
kehidupan bermasyarakat. Di kalangan pemerintahan, telah dikembangkan
prinsip ”kepemerintahan yang baik” (good governance) yang salah satu pilarnya
adalah efisiensi birokrasi dan pelayanan prima. Prinsip ini sesungguhnya
berakar dari prinsip-prinsip kewirausahaan. Tujuannya adalah menciptakan tata
pemerintahan yang efektif dan efisien.
Pada sisi lain, fenomena belum optimalnya pengelolaan sumber daya
dalam suatu institusi menyebabkan munculnya kesadaran pentingnya
pengembangan kewirausahaan di Indonesia. Kesadaran akan pentingnya
pengembangan kewirausahaan dipicu oleh kenyataan masih kuatnya
cengkraman budaya agraris tradisional dalam masyarakat yang terbukti telah
menjadi penghambat bangsa dalam meraih kemajuan yang dicita-citakan.
Budaya agraris tersebut tercermin pada kecenderungan anggota masyarakat
untuk memilih pola hidup statis, tidak berani mengambil resiko, dan menghindari
persaingan. Dengan kewirausahaan, kecenderungan hidup yang tak kondusif
bagi kemajuan tersebut dapat dikikis. Berbagai temuan penelitian menunjukkan
bahwa kewirausahaan memicu perubahan ke arah yang lebih baik. Holcombe
3
(1998) menegaskan bahwa kewirausahaan mendaptakan perubahan, dan
perubahan menawarkan peluang kewirausahaan yang lebih besar. Sjngkatnya,
kewirausahaan menciptakan multi-efek bagi tumbuhnya kewirausahaan
berikutnya. Carree dan Tunk (2002) menyatakan bahwa kewirausahaan
mendorong pertumbuhan karena ia merupakan kendaraan bagi inovasi dan
perubahan.
Berbagai sumber pustaka telah merumuskan pengertian kewirausahaan.
Meskipun rumusannya berbeda-beda tetapi intinya adalah kewirausahaan
menawarkan inovasi dan inovasi memberikan peluang untuk menciptakan
keuntungan baik materil maupun nonmateril seperti pelayanan yang lebih baik.
Rumusan ini juga digunakan oleh Robbins dan Coultuer (1999) bahwa
kewirausahaan merupakan sebuah proses di mana orang-orang mengejar
peluang-peluang, memenuhi kebutuhan dan keinginan berkat inovasi.
Sekolah memerlukan inovasi dan inovasi itulah yang akan merangsang
optimalisasi manajemen sekolah. Karena itu, pengembangan kewirausahaan
sangat penting dalam mendukung pendekatan baru manajemen sekolah, yaitu
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang bertujuan memberdayakan sekolah.
Menurut Slamet PH (2003), ciri-ciri sekolah yang "berdaya" adalah: tingkat
kemandirian tinggi dan sebaliknya tingkat ketergantungan rendah; bersifat
adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi
(ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.); bertanggungjawab terhadap
hasil sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber
dayanya; kontrol terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan
dinilai oleh pencapaian prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia
sekolah yang berdaya, pada umumnya memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah
miliknya, dia bertanggung jawab, dia memiliki suara bagaimana sesuatu
dikerjakan, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya dimana, dia
memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian
hidupnya.
Institusi pendidikan merupakan salah satu lembaga yang mengelola
4
sumber daya yang sangat potensil namun belum dikelola secara optimal
sehingga belum memberikan manfaat secara maksimal. Perguruan tinggi
misalnya, memiliki sumber daya dosen dan mahasiswa di samping sarana dan
prasarana yang memadai untuk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
kewirausahaan. Demikian pula institusi seperti sekolah, memiliki sumber daya
guru dan siswa, orangtua, pemerintah daerah dan masyarakat sekitar yang
merupakan potensi produksi maupun pasar. Belum lagi, hasil-hasil penelitian
dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang layak jual
dan menghasilkan keuntungan-keuntungan finansial.
Tujuan pengembangan kewirausahaan di sekolah adalah:
1. Mengembangkan budaya kewirausahaan di sekolah dalam mendorong
budaya kompetetitif, kreatif, inovatif, dan kemauan mengambil resiko bagi
warga sekolah, khususnya guru dan siswa.
2.Mengembangkan kemampuan warga sekolah, khususunya kepala sekolah,
guru dan siswa dalam menangkap peluang-peluang yang tersedia di luar
sekolah untuk mendukung implementasi program sekolah.
3. Menumbuhkan kepekaan warga sekolah dalam memanfaatkan sumber daya
yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan finansial yang
dapat dimanfaatkan dalam membantu pembiayaan sekolah.
4.Mengembangkan lembaga/unit kegiatan kewirausahaan yang efektif, efisien
dan bermanfaat bagi kemajuan sekolah yang sekaligus dapat memberikan
pengalaman belajar kepada siswa.
Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai sejalan dengan kondisi yang dihadapi
sekolah dewasa ini, seperti:
1. Secara internal, sekolah memiliki keterbatasan sumber daya sehingga
diperlukan ide-ide kreatif dan inovatif dalam mencari sumber daya yang
diperlukan
2. Sekolah menghasilkan IPTEKs dalam bentuk jasa dan produk yang memiliki
nilai ekonomi yang dapat dijual ke masyarakat.
3. Sekolah memiliki siswa, guru, staf, orangtua dan masyarakat sekitar yang
5
merupakan potensi pasar yang dapat dilayani oleh sekolah.
4. Secara eksternal sekolah memiliki peluang-peluang baik di lingkungan
pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mencari sumber daya dari luar
(outsourcing), pengembangan jaringan (networking), dan untuk melakukan
patok-duga (benchmarking).
B. CIRI-CIRI WIRAUSAHA
Pengembangan kewirausahaan terkait dengan aspek-aspek dasar diri
manusia, terutama sikap dan perilaku. Kepala sekolah sebagai pemimpin
perlu memahami karakteristik wirausaha yang membedakannya dengan
pemimpin tradisional seperti ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki wawasan kewirausahaan
melakukan lebih dari apa yang dilakukan oleh manajer tradisional, terutama
dalam hal inovasi, kemauan menerima resiko, motivasi, berorientasi jangka
panjang, dan persepsinya terhadap kegagalan. Ciri-ciri tersebut dijelaskan
lebih lanjut dalam uraian berikut.
Tabel 1 Perbedaan Karakteristik Manajer dan Wirausaha
Manajer Tradisional Wirausaha
Mempertahankan dan memelihara yang ada
Berinovasi dan mencari peluang
Menghindari resiko Menerima resiko
Dimotivasi oleh promosi karier dan imbalan
Dimotivasi oleh kebebasan dan peluang menciptakan keuntungan
Tertuju kepada pencapaian sasaran jangka pendek
Berorientasi pada jangka panjang (5-10 tahun)
Mendelegasikan tugas-tugas secara hierarkhis
Melaksakanan sendiri pekerjaan operasional
Menghindari kegagalan Menerima kegagalan sebagai bagian bisnis
6
1. Kerja keras
Kerja keras merupakan kata kunci untuk untuk berhasil dalam hal apa pun
juga. Kerja keras berarti melipatgandakan usaha untuk mencapai tujuan. Kerja
keras juga berarti mengurangi kerja santai. Keberhasilan bangsa Jepang, Korea
dan Singapuran di bidang ekonomi antara lain disebabkan karena mereka
merupakan bangsa yang suka bekerja keras. Bangsa Jepang bahkan dikenal
sebagai workaholics, tidak hanya suka bekerja keras, tetapi juga terobsesi
dengan hasil kerja yang cepat dan bermutu.
2. Percaya diri
Percaya diri adalah keadaan psikologis yang memandang diri mampu
melakukan sesuatu. Banyak orang memiliki kemampuan diri namun tidak cukup
memiliki keberanian menunjukkan kemampuan. Percaya diri penting karena
berkaitan dengan munculnya sikap optimisme, harapan untuk berhasil, dan
keyakinan untuk sukses.
3. Optimis
Optimis adalah sifat yang positf dan perlu dikembangkan dalam diri
seseorang. Lawan kata optimis adalah pesimis. Orang yang optimis memiliki
pandangan ke depan dan percaya bahwa usahanya dapat berhasil atas
dukungan sumber daya yang dimiliki, sedangkan orang yang pesimis adalah
yang berpikir bahwa kemampuan yang dimiliki tidak dapat mengatasi kondisi-
kondisi lapangan yang mempengaruhi pekerjaan.
4. Teguh hati
Teguh hati adalah salah satu sikap yang menunjukkan bahwa seseorang
memiliki keyakinan dan prinsip terhadap sesuatu. Teguh hati mencerminkan sifat
yang lain seperti komitmen, tidak mudah terombang-ambing oleh pikiran-pikiran
yang dapat menyesatkan, dan konsistensi dalam berusaha untuk mencapai
suatu tujuan. Orang yang memiliki keteguhan hati juga menunjukkan kemauan
7
untuk menepati segala janji terhadap orang lain.
5. Energi tinggi
Energi tinggi terutama dicerminkan oleh sifat energik dan memiliki
mobilitas yang tinggi. Wirausahawan kadang-kandang harus mengerjakan
pekerjaan operasional bila diperlukan sehingga energinya perlu lebih banyak
daripada sekedar menjadi manajer tradisional. Energi tinggi juga berkaitan
dengan vitalitas atau daya kerja yang tinggi untuk melaksanakan pekerjaan.
6. Tinggi kebutuhan akan prestasi
Teori motivasi berprestasi McClelland menegaskan bahwa orang pada
dasarnya dimotivasi oleh kebutuhan berprestasi. Semakin tinggi motivasinya,
semakin besar peluangnya untuk berhasil dalam pekerjaan. Manajer-manajer
tingkat rendah perlu mengembangkan motivasi berprestasi lebih tinggi di
banding manajer madya dan manajer puncak.
7. Menerima resiko
Kemauan melakukan terobosan atau bertindak sebagai agen perubahan
harus diikuti dengan kemauan mengambil dan menerima resiko. Fakta
membuktikan, banyak pemimpin yang gagal karena takut terhadap resiko dari
keputusan yang diambilnya. Semakin besar kewenangan pengambilan
keputusan pada tingkat sekolah sesuai dengan semangat MBS berarti kepala
sekolah dituntut bertindak cepat dan berusaha mengambil keputusan yang
cerdik, tentunya dengan segala resikonya, baik resiko finansial maupun resiko
lainnya.
C. STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DI SEKOLAH
Pengembangan kewirausahaan di sekolah pada dasarnya tidak berbeda
jauh dengan yang dilakukan pada institusi perguruan tinggi. Dalam konteks itu,
terdapat beberapa prinsip pengembangan kewirausaan di perguruan tinggi
8
(Arif, 2005) yang dapat diadopsi pada level sekolah seperti berikut ini.
Pengembangan budaya kewirausahaan merupakan kegiatan yang bersifat
integral (menyeluruh) yang disadari oleh segenap jajaran sekolah. Untuk itu,
cetak-biru pengembangan kewirausahaan perlu dirancang secara sungguh-
sungguh untuk kemudian disosialisasikan kepada warga sekolah (guru,
siswa, orangtua, pemerintah, orangtua dan masyarakat sekitar). Cetak-biru
yang dimaksud mencakup rencana strategis untuk. pengembangan budaya
yang bersifat makro dan rencana pengembangan usaha-usaha
kewirausahaan sekolah yang bersifat mikro. Dalam rangka perancangan
tersebut, evaluasi-diri harus dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan serta ancaman dan peluang yang dapat dimanfaatkan sehingga
program yang dikembangkan kelak berpijak pada potensi nyata sekolah.
Pengembangan budaya kewirausahaan dalam kegiatan sekolah tidak hanya
terfokus pada tujuan kurikuler/program tetapi juga pada dampak pengiring
yang diharapkan melalui penciptaan suasana kondusif bagi kegiatan
kewirausahaan (hidden curriculum) di sekolah. Suasana kondusif ini termasuk
sistem pelayanan akademik dan kesiswaan. Dengan demikian, program yang
ditawarkan memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mampu
berfikir reflektif tentang kewirausahaan.
Pengembangan keterampilan kunci kewirausahaan dilakukan melalui
pemberian pengalaman kewirausahaan yang nyata (bukan artifisial) bagi
siswa sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya-dirinya yang amat
diperlukan kelak bila ia terjun ke tengah masyarakat.
Kegiatan kewirausahaan sekolah perlu dikelola secara profesional sehingga
efektif dan efisien sehingga selain berfungsi untuk menghimpun dana bagi
sekolah juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran kewirausahaan yang
nyata bagi segenap warga sekolah.
Program kemitraan melalui pengembangan jaringan dan outsourcing dalam
rangka pengembangan kewirausahaan berbasis IPTEKS dilakukan atas
dasar kemanfaatan bersama, kesejajaran, kerelevanan, dan
9
transparansi/keterbukaan.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut dan potensi yang dimiliki sekolah maka
dikemukakan strategi pengembangan kewirausahaan sekolah yang pada
pokoknya terbagi atas dua strategi utama: strategi internal dan eksternal.
Kedua strategi ini dikemukakan secara rinci berikut ini.
1. Strategi Internal
Strategi internal pengembangan kewirausahaan di sekolah meliputi
berbagai program sebagai berikut:
a Pengembangan sikap mental dan budaya kewirausahaan melalui
kegiatan berikut:
1) Pengembangan sikap mental dan budaya kewirausahaan melalui
pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan sikap mental dan budaya
kewirausahaan dengan materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Mata
pelajaran muatan lokal bahkan dapat diberikan pada semua jenjang
sekolah dari TK hingga SMA/MA/SMK.
2) Pengembangan laboratorium dan bengkel kerja sebagai tempat bagi
siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang berguna dalam
mencari pekerjaan, seperti keterampilan menjahit, keterampilan
memperbaiki mesin, dan sebagainya. Pembelajaran praktek seperti ini
cocok diberikan pada jenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK.
3) Pemagangan dan praktek pengalaman lapangan (PPL). Kegiatan ini
harus dipandang sebagai bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan
keterampilan kerja bagi siswa terutama untuk mempelajari keterampilan-
keterampilan tertentu baik untuk pelaksanaan kurikulum muatan lokal di
SMP dan SMA maupun untuk pembelajaran keterampilan di SMK.
b. Pemanfaatan aset sumber daya sekolah yang meliputi:
1) Persewaan gedung, kelas, dan lahan yang dimiliki sekolah agar dapat
berfungsi produksi untuk menghasilkan sumber-sumber keuangan
tambahan bagi sekolah.
10
2) Pemanfaatan tenaga guru sebagai pelatih, nara sumber, dan konsultan
pada lembaga-lembaga luar, baik pemerintah maupun swasta. Banyak
guru memiliki keahlian khusus dan memiliki cukup waktu luang yang dapat
dimanfaatkan oleh lembaga luar.
3) Pengelolaan hasil temuan IPTEKS siswa dan guru yang potensil
dikembangkan oleh dunia industri dan dunia kerja. Beberapa temuan
teknologi tepat guna atau desain yang dihasilkan oleh siswa dapat dijual
ke dunia industri.
4) Pengembangan usaha jasa dan barang terutama yang berfungsi untuk
melayani warga sekolah. Layanan ini meliputi: koperasi, usaha mini-
market, toko buku, pertunjukan kesenian seperti: tari-tarian, paduan
suara, elekton, dsb.
2. Strategi Eksternal
Strategi eksternal pengembangan kewirausahaan di sekolah meliputi
berbagai program sebagai berikut:
a. Pencarian sumber daya dari luar (outsourcing). Sekolah pada dasarnya
memiliki keterbatasan tenaga dan dana dalam melaksanakan program-
program sekolah baik program kurikuler maupun nonkurikuler. Program
ini meliputi dua kegiatan pokok:
1) Dalam hal sekolah memiliki keterbatasan tenaga, program outsourcing
dapat dipilih dengan meminta dukungan dan bantuan tenaga dari luar baik
dari intansi pemerintah maupun swasta.
2) Keterbatasan dana dapat pula diatasi dengan mencari dukungan
pembiayaan dari sumber-sumber tertentu di luar sekolah.
b. Membangun jaringan (networking) dengan pihak luar dalam berbagai
kegiatan seperti:
1) Kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri dalam membuka
kesempatan magang dan praktik lapangan bagi siswa dan guru.
2) Membangun kemitraan dengan komite sekolah dan orangtua dalam
11
membantu pembiayaan sekolah.
3) Membangun jaringan dengan tokoh-tokoh kunci di lingkungan pemerintah,
DPRD, swasta, lembaga kemasyarakatan dalam mencari peluang-
peluang pembiaan program sekolah.
c. Patok-duga (benchmarking). Patok-duga merupakan salah satu kegiatan
dalam merencanakan perubahan sekolah dengan cara yang cepat
dengan cara mencari lembaga-lembaga sekolah yang memiliki
keunggulan dan dari keunggulan tersebut sebagian atau seluruhnya
dapat direplikasi pada sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ini juga
dapat digunakan untuk mengembangkan unit usaha di sekolah dengan
mencari contoh-contoh pada sekolah yang sudah maju.
D. PENUTUP
Pengembangan kewirausahaan disekolah merupakan salah satu tugas pokok
kepala sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya perlu memiliki
sikap-mental dan budaya kewirausahaan yang diperlukan dalam mendorong
perubahan dan pengembangan sekolah.
Sebagai suatu unit organisasi, sekolah memenuhi syarat sebagai tempat bagi
tumbuh-kembangnya kewirausahaan. Ada dua strategi pengembangan
kewirausahaan yang dapat dikembangkan di sekolah, yaitu strategi internal dan
strategi eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. Idris (2005). Kerangka Pengembangan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Makassar: Universitas Negeri Makassar
Carree dan Tunk (2002). Entrepreneurship. Sydney: Ashton Scholastic.
Slamet P.H. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. /www.pdk.go.id/.
Robbins, S. P. & Coulter, M. (1999). Management. Terjemahan oleh T. Hermaya. Jakarta: PT Prenhallindo.
12
1.
13