INTELEGENSI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

86
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian seseorang dalam kehidupannya sering kali dihubungkan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Ketika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mereka akan lebih diakui dari pada yang tidak berpendidikan.Akan tetapi, didalam pengakuan dari pendidikan yang seseorang miliki, hal tersebut masih dibedakan lagi sejauh mana keberhasilan dari pendidikan yang telah mereka tempuh. Sejauh mana hasil yang mereka capai dan kemampuan apa saja yang telah mereka kuasai. Hasil pendidikan seseorang ini sering dikatakan sebagai pandai atau tidaknya seseorang tersebut. Sedangkan pandai tersebut sering dihubungkan dengan otak seseorang. Otak disini bukanlah tentang kuantitas otak tersebut, akan tetapi tentang kualitas yang ada didalam otak. Kualitas otak seseorang bisa dikaitkan dengan intelegensi atau tingkat kecerdasan seseorang. Seperti halnya bahwa individu itu memilIki karakteristik yang berbeda antara yang satu dan lainnya, intelegensi antara orang yang satu dan

description

INTELEGENSI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Transcript of INTELEGENSI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Page 1: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencapaian seseorang dalam kehidupannya sering kali dihubungkan

dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Ketika seseorang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi mereka akan lebih diakui dari pada yang tidak

berpendidikan.Akan tetapi, didalam pengakuan dari pendidikan yang seseorang

miliki, hal tersebut masih dibedakan lagi sejauh mana keberhasilan dari

pendidikan yang telah mereka tempuh. Sejauh mana hasil yang mereka capai

dan kemampuan apa saja yang telah mereka kuasai.

Hasil pendidikan seseorang ini sering dikatakan sebagai pandai atau

tidaknya seseorang tersebut. Sedangkan pandai tersebut sering dihubungkan

dengan otak seseorang. Otak disini bukanlah tentang kuantitas otak tersebut,

akan tetapi tentang kualitas yang ada didalam otak.

Kualitas otak seseorang bisa dikaitkan dengan intelegensi atau tingkat

kecerdasan seseorang. Seperti halnya bahwa individu itu memilIki karakteristik

yang berbeda antara yang satu dan lainnya, intelegensi antara orang yang satu

dan lainnya pun tidaklah sama, sekali pun mereka adalah kembar identik.

Intelegnsi ini adalah sesuatu yang unik dan rumit.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa jika seseorang tidak memiliki

intelegensi yang tinggi maka tidak akan berhasil, dan dari pemikiran tersebut

banyak orang tua yang resah. Hampir bisa dikatakan jika semua orang tua

menginginkan anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga ia akan

mampu memilki kesuksesan.

Inteligensi itu sendiri ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang

memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.Dari pernyataan

tersebut masih terdapat hal yang tidak bisa dipahami dengan mudah. Hubungan

Page 2: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

antara intelegensi dan pencapaian seseorang tidak bisa hanya dengan definisi

tersebut.

Untuk itu, dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikologi

Pendidikan, maka pada makalah ini akan dibahas tentang “Hubungan Antara

Intelegensi dan Tingkat Pencapaian Prestasi Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam

makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan intelegensi?

2. Bagaimana suatu perilaku bisa dikatakan intelegen?

3. Aktivitas apa yang terjadi pada tingkat Intelektual yang tinggi?

4. Bagaimana hubungan antara kapasitas dan intelegensi?

5. Teori-teori apa saja yang dapat menjelaskan tentang intelegensi?

6. Apa saja pembagian intelegensi?

7. Bagaimana implikasi antara intelegnsi dan pendidikan?

8. Apa itu tes intelegensi?

9. Apa saja kegunaan dari tes intelegensi?

C. Tujuan Pembahasan

Sesuai dengan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan

untuk menginformasikan dan menjelaskan hubungan intelegensi dengan

tingkat pencapaian prestasi siswa. Secara khusus, makalah ini berusaha

menginformasikan dan menjelaskan

1. Apa yang dimaksud dengan intelegensi,

2. Bagaimana suatu perilaku bisa dikatakan intelegen,

3. Aktivitas apa yang terjadi pada tingkat Intelektual yang tinggi,

4. Bagaimana hubungan antara kapasitas dan intelegensi,

5. Teori-teori apa saja yang dapat menjelaskan tentang intelegensi,

6. Apa saja pembagian intelegensi,

Page 3: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

7. Bagaimana implikasi antara intelegnsi dan pendidikan,

8. Apa itu tes intelegensi,

9. Apa saja kegunaan dari tes intelegensi,

10. Apa itu prestasi belajar,

11. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dan

12. Bagaimana kaitan antara intelegensi dan prestasi belajar.

Page 4: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Intelegensi

Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir,yang

memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.

William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut : Inteligensi

ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru,dengan

menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.

William stern berpendapat bahwa inteligensi sebagian besar

tergantung dengan dasar dan turunan.Pendidikan atau lingkungan tidak

begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.Prof.Waterink seorang

Mahaguru Amsterdam,menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum

dapat dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih. Belajar

berfikir hanya diartikannya bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan

tetapi tidak berarti bahwa kekuatan berpikir bertambah baik.

Dalam pada itu pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa

inteligensi pada anak-anak yang lemah pikiran dapat juga dididik dengan

cara yang lebih tepat.Juga kenyataan membuktikan bahwa daya pikir anak-

anak yang telah mendapat didikan dari sekolah,menunjukkan sifat-sifat yang

lebih baik daripada anak yang tidak bersekolah.

Dari batasan yang dikemukakan di atas,dapat kita ketahui bahwa :

1. Inteligensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat

bersangkutan di dalamnya(ingatan,fantasi,perasaan,perhatian,minat,dan

sebagainya turut mempengaruhi inteligensi seseorang).

Page 5: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

2. Kita hanya dapat mengetahui inteligensi, dari tingkah laku atau

perbutannya yang tampak.Intelegensi hanya dapat kitaketahui dengan cara

tidak langsung melalui “kelakuan inteligensinya”.

3. Bagi suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa

sejak lahir saja yang pentng.Faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun

memegang peranan.

4. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan

tujuan-tujuan yang baru,dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara

untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.

B. Tingkah Laku yang Intelegen

Sudah jelas agaknya sekarang bahwa beberapa aspek dari tingkah laku

manusia tidak dapat dikatakn intelegen. Kalau demikian apakah tanda-tanda

dari tingkah laku yang intelegen? Oleh karena itu istilah intelegen itu dapat

melingkupi berbagai aktivitas maka telah timbulah kekusutan yang besar juga

dalampenggunaan kata-kata intelegensi, intelek, pemikir (reasioning), berpikir

(thinking), rasional dan ketrampilan (skliled).

1. Intelegensi sebagai suatu konsep

Intelegensi bukan substansi. Sebenarnya banyak kekusutan yang akan

dapat kita hindari apabila kita mengerti, bahwa intelegensi adalah suatu kata

yang menyetak suatu konsep, dan bukan data yang menyatakan suatu substansi

benda, atau suatu kekuatan. Apakah konsep itu? Konsep adalah penegrtian

umum yang diabstraksikan dari pengertian-pengertian khusus yang terdapat

dalam situasi-situasi khusus. Misalnya bila seseorang bermain dengan jujur

maka kita akan berkata bahwa ia seorang pemain yang jujur. Dan apabila orang

tadi membayar segala hutangnya, dia akan dikatakan jujur pula. Apabila ia

tidak pernah menjiplak dalam ujian-ujian atau ulangan-ulangan, diapun jujur

pula. Dan apabila ia seorang saksi yang selalu memberikan keterangan yang

Page 6: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

benar, dan tidak berbohong, dia dikatakan seorang saksi yang jujur dan begitu

sebaliknya.

Dari semua keadaan tadi dan dari keadaan-keadaan lain yang serupa

dengan keadaan-keadaan diatas tadi dapatlah sekarang mengabstraksikan satu

kualitas penting yang terdapat dalam segala keadaan yang telah kita bicarakan

tadi. Dan kemudian untuk mudahnya dalam bahasa, kualitas yang kita dapati

dalam segala keadaan yang kita namakan kejujuran, ini adalah suatu pengertian

umum. Sudah jelas kiranya, bahwa kejujuran bukan suatu benda, kekuatan,

atau subtansi. Dan bukan pula suatu ciri yang harus selalu ada atau tidak ada

pada seseorang. Dengan perkataan lain, seorang mungkin jujur dalam suatu

tindakannya, sedangkan dalam tindakannya yang lain ia tidak jujur.

Begitulah pula soalnya dengan intelegensi. Seseorang mungkin

memperlihatkan intelegensi dalam suatu perbuatan yang memerlukan

intelegensi, dan tidak demikian halnya dalam perbuatan yang lain. Kalau

seorang petani dapat mengerjakan sawahnya dengan baik, akan kita katakan

bahwa ia adalah seorang petani yang intelegen. Apabila seseorang dalam

pergaulannya dengan orang lain selalu memperlihatkan kecakapan bergaul

yang tinggi, akan kita katakan, bahwa ia adalah orang yang intelegen dalam

soal-soal sosial. Orang lain yang cekatan dalam soal-soal mekanis kita katakan

orang yang yang mempunyai intelegensi mekanis. Dan apabila ia pandai pula

dalam ilmu pasti yang tinggi, akan kita katakan, bahwa ia mempunyai

intelegensi abstrak.

Dan begitulah seterusnya. Dari keadaan-keadaan semacam ini dapatlah

kita sekarang menarik suatu pengertian umum yang terdapat dalam segala

keadaan tadi, dan kita namakan pengertian umum tadi intelegansi. Jelas

kiranya, bahwa intelegensipun bukanlah suatu substansi, suatu benda, suatu

daya, suatu kekuatan ataupun suatu ciri. Jadi apakah intelegensi itu?

Intelegensi adalah kebaikan dari perbuatan sebagai yang ternyata dalam

suatu aktivitas yang efesien. Dan karena perbuatan-perbuatan yang kita

Page 7: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

namakan baik itu dapat terjadi dalam berbagai tingkat kebaikan, maka

intelgensi kita pun dalam beberapa tingkat pula. Bilamanakah suatu aktivitas

itu dapat kita namakan efesien? Baiklah kita ketahui lebih dahulu, bahwa

aktivitas disini harus kita fahamkan dalam arti luas, yang dapat meliputi segala

macam bentuk perbuatan atau sambutan baik psikis maupun fisik. Suatu

aktivitas dapat kita katakan efesien apabila aktivitas tadi dilakukan dengan

cepat, mudah serta adekwat. Faktor kecepatan yaitu dalam menyambut suatu

perangsang, tidak dapat diabaikan dalam mengira-ngira intelegensi seseorang.

Kemudian melakukan suatu perbuatan yang dalam psikologi lazim disebut

fasilitas harus kita anggap sebagai faktor intelegesi yang penting pula. Anak

yang pandai akan dapat melakukan pekerjaannya dengan kecepatan serta

fasilitas yang tinggi, yaitu ia akan dapat melakukannya dengan mudah.

Sebaliknya anak yang bodoh akan lebih lambat dan menjumpai kesukaran yang

lebih besar dalam melakukan pekerjannya, dikatakan dengan cara lain, anak

yang bodoh akan melakukan pekerjaannya dengan kecepatan serta fasilitas

yang rendah atau kecil.

Faktor intelegensi yang ketiga ialah keadekwatan atau tingkat

kelengkapan kesesuaian atau kecukupan dari suatu aktivtas. Jadi apabila kita

katakan bahwa seorang anak lebih intelegen dari anak yang lain, dengan ini

kita mengatakan bahwa anak pertama tadi dapat menyelesaiakn pekerjaanya

dengan kecepatan, fasilitas, dan keadekwatan yang lebih besar atau lebih tinggi

dari anak yang kedua. Jadi tidak sekali-kali ucapan kita tadi berarti bahwa anak

yang kita katakan lebih panda tadi memiliki suatu ciri, kekuatan, atau daya

tertentu, yang merupakan suatu substansi tersendiri. Untuk mudahnya kita

pergunakan kemudian kata intelegensi dan segala bentuk jabarannya kalau kita

membicarakan kebaikan psikologis umum seseorang yang terdapat pada

berbagai tingkat perkembangan psikisnya.

2. Bentuk rendah dan bentuk tinggi dari tingkah laku yang intelegen.

Page 8: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Dalam usaha kita untuk membedakan bentuk-bentuk tingkah laku

haruslah kita akui, bahwa sangat sukar untuk mengadakan klasifikasi yang

tegas dan jelas batas-batasnya. Untuk tujuan kita sekarang ini perbedaan antara

tingkat rendah dan tingkat tinggi dari perbuatan intelektual akan kita adakan

berdasarkan jenis persoalan yang disnggung dan jauh dekatnya letak perbuatan

itu sebelum bentuk-bentuk tingkah laku yang tinggi dicapai, dan bentuk-bentuk

tinggi tidak pernah akan terlepas sama sekali dari bentuk-bentuk rendah, dan

akan memerlukan sebagai pangkalan atau landasan. Meskipun demikian

dengan memepergunakan simbol-simbol (matematis atau verbal) dapatlah

dilakukan operasi-operasi psikis dalam bentuk-bentuk yang umum dan tidak

bersifat khusus sama sekali, tetapi cocok untuk setiap kejadian khusus.

3. Aktivitas pada tingkat intelektual rendah

Pada tingkat intelektual yang rendah, dapat meiliputi hampir seluruh

kegiatan manusia dan binatang di atas reaksi-reaksi dasar yang sederhana,

persoalan yang disinggung aktivitas selalu bersifat konkrit, misalnya seekor

kera mungkin sanggup menyusun tiga buah peti menjadi suatu landasan untuk

mencapai makanan, tetapi situasi semacam ini hanya mengenal objek-objek

dan hubungan-hubungan yang langsung dapat ditangkap oleh alat-alat darinya.

Apa yang dilakukan oleh kera tadi ialah mempergunakan alat-alat dalam situasi

yang langsung serta perseptual dengan jalan mengubah susunan lingkungan

sensoris. Ini hanya soal apa dan bagaimana semata-mata.

Tingkah laku yang serupa itu akan dapat dilihat pula pada seseorang

anak yang sedang berusaha untuk memperoleh kembali bolanya yang

tersangkut pada dahan-dahan sebatang pohon, mungkin ia akan melihat

disekelilingnya dan mencari salah satu untuk memperoleh kembai bolanya tadi.

Mungkin pula ia akan melempar bolanya tadi dengan sebuah benda. Situasi-

situasi ini hanya dapat melahirkan tingkah laku dari golongan rendah dalam

suatu situasi sensoris.

Page 9: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Cara lain untuk melukiskan aktivitas psikis yang rendah ialah dengan

menggemabrkan aktivitas semacam itu sebagai aktivitas yang bertujuan

menemukan, apakah yang harus dilakukan dalam suatu situasi. Untuk

menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini dapat kita coba cara ini atau cara

itu, dan kemudian kita perhatikan hasilnya. Kalau hasil percobaan-percobaan

tadi tidak memuaskan kita cobalah sesuatu yang lain lagi.

Murid-murid yang mendapatkan pelajaran berhitung dengan cara yang

kurang benar mungkin sekali akan beusaha untuk menyelesaikan soal-soal

berhitung dengan cara yang dilukiskan diatas tadi. Memecahkan masalah

bukan hanya terdiri dari perbuatan memeriksa, apakah yang harus dilakukan

untuk mendapatkan jawaban. Dan bukan pula hanya terdiri dari perbuatan

menemukan cara menyelesaikan masalah itu. Agar dapat dikatakan rasional

seseorang harus memahami mengapa operasi-operasi tertentu berdasarkan

prinsip-prinsip matematis harus dilakukan.

Tingkah laku intelektual diperlukan pula untuk mengikuti peraturan-

peraturan dan perskripsi-perskripsi atau untuk mempergunakan formula-

formula. Tetapi dalam praktek biasanya orang melakukan perbuatan-perbuatan

ini pada tingkat yang rendah, yang hanya menyinggung pertanyaan : Apakah

yang akan saya lakukan selanjutnya? Calon-calon guru tidak boleh berharap

bahwa mereka disekolah-sekolah guru akan menemukan segala sesuatu yang

harus diperbuat dalam setiap situasi kelas yang akan mereka jumpai kelak.

Sedangkan dalam soal-soal kecekatanpun diperlukan pengetahuan yang jauh

lebih dalam dan lebih luas daripadapengetahuan tentang apa dan bagaimana.

Termasuk kedalam golongan aktivitas-aktivitas psikis yang rendah ialah

kecekatan-kecekatan sederhana, bentuk-bentuk tertentu dari tingkah laku

emosional, mengingat-ingat, pengalaman sensoris, persepsi, pembentukan

kebiasaan , aktivitas bahasa sederhanadan memperoleh penegtahuan melalui

asosiasi-asosiasi buatan. Dalam usaha seperti ini hanya dibutuhkan prosedur

atau pemahaman yang tidak terlampau banyak.

Page 10: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

C. Aktifitas Pada Tingkat Intelektual yang Tinggi

Aktivitas pada tingkat rasional timbul pada situasi-situasi yang

mengandung proses-proses konseptual, dan khayal konstruktif. Disini

persoalan bersifat tak langsung dan abstrak. Disini diperlukan ide-ide dan

pengertian-pengertian dengan mempergunakan bermacam-macam simbolisme.

Pada tingkat ini tingkah laku bersifat intelegensi dan rasional. Tingkah laku

semacam ini menyinggung soal mengapa dan berlangsung menurut prinsip-

prinsip tertentu.

Tingkah laku semacam ini ditandai oleh penggunaan simbolisme, dan

oleh letak yang jauh dari daerah pengalaman yang lansung. Kita tak dapat

sadari atau amati jarak dunia ke bulan, tetapi jarak ini telah dihitung dengan

mempergunakan sistem bilangan serta ketentuan-ketentuan dari ilmu pasti

tinggi. Begitu pula dipergunakan kosep-konsep seperti segitiga, derajat dan

bahasa yang simbolis. Seorang anak dengan segera menguasai bahasa yang

sederhana sebagai alat untuk menyatakan keinginan-keinginannya. Tetapi

untuk menguasai bahasa sampai kepada tingkat yang memungkinkan

organisasi serta integrasi dari pemikiran konstruktif pada tingkat rasioanl

diperlukan pengalaman bertahun-tahun. Bintang tidak mungkin bertindak pada

tingkat ini, mungkin karena mereka tidak sanggup mempergunakan alat-alat

intelektual yng diperlukan pada tingkat rasional.

Alat-alat intelektual seperti konsep-konsep matematis dan simbolis ini

memungkinkan kita, manusia mengambil langkah-langkah yang langsung

membentuk semacam kesadaran kedua, suatu hal yang merupakan kesukaran

yang tak teratasi oleh binatang. Binatang barangkali hanya dapat mengenal

kejadian sebagai efek-efek atau perubahan-perubahan, tetapi mereka tak dapat

menangkap kejadian-kejadian itu sebagai peristiwa-peristiwa yang saling

diperhubungkan oleh hubungan-hubungan sebab-akibat. Unsur waktu pun

dapat merupakan faktor yang sangat penting dalam perbedaan antara tingkah

laku manusia dengan binatang, barangkali lebih penting dari pada yang tidak

Page 11: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

sadar. Binatang itu pada umumnya berkecenderungan untuk hidup dalam

waktu sekarang saja dan tidak sanggup memecahkan masalah-masalah baik

yang terjadi dalam masa yanglampau, maupun dalam masa yang akan datang.

Disini sekali lagi kita menghadapi masalah-masalah yang terletak dalam daerah

konsep dan keabstrakan.

1. Soal type-type

Setengah orang dapat menerima anggapan yang mengatakan bahwa ada

bermacam-macam type integensi. Salah satu klasifikasi yan populer ialah

klasifikasi yang menerima adanya tiga type intelegensi, ialah intelegensisosial,

intelegensi mekanis dan integensi abtrak.

Sudah jelas bahwa seseorang dalam salah satu lapangan yang kita

sebutkan diatas tadi mungkin memperlihatakan kebaikan perbuatan yang lebih

tinggi daripada dalam lapangan yang lain. Kesukaran yang dihadapi oleh

klasifikasi rupanya terletak dalam praduga, bahwa hereditas hanya

memeberikan kapasitas yang tinggi dan kompetensi untuk bertindak dalam

salah satu lapangan seluruhnya. Dalam pada itu jelaslah kiranya bahwa fungsi-

fungsi psikis yang tinggi saling berkolerasi. Hal ini berarti bahwa seseorang

yang memperlihatkan intelegensi sosial yang tinggi dapat pula memiliki

intelegensi yang tinggi dalam lapangan keabstrakan, asal ia cukup besar

mintanya untuk hal-hal yang abstrak itu. Perkataan-perkataan sosial, mekanis,

dan abstrak istilah-istilah yang harus bersifat eksklusif, yaitu istilah-istilah

yang harus tidak mempunyai hubungan sama sekali.

Sudah pasti bahwa ada orang-orang yang dapat dikatakan mempunyai

intelegensi paling sedikit dalam dua lapangan, dan bahkan mungkin pula dalam

seluruh tiga lapangan.

Daripada mementingkan type-type, lebih baik kiranya kalau kita

mengarahkan perhatian kita kembali kepada klasifikasi kita, dan menjelakan

sekali lagi bahwa tiap orang yang dapat dikatakan normal atau diatas normal

mungkin pula dalam salah satu dari ketiga lapangan tadi hanya sanggup

Page 12: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

bertindak pada tingkatan yang rendah saja, hal ini bergantung kepada batas-

batas kesedihannya untuk melakukan latihan bagi tindakan-tindakan itu. Kita

semua memiliki potensialitas-potensialitas laten yang jauh lebih banyak

jumlahnya daripada yang dapat kita harapkan akanberkembang. Hanya dalam

waktu-waktu yang sangat menekan, krisis, atau waktu-waktu yang mendesak

kita betul-betul mengerahkan kapasitas kita untuk mempergunakan proses-

proses intelektual kita yang tinggi.

D. Kapasitas dan Intelegensi

Dalam pembicaran–pembicaran kita yang sudah lalu, sudah disarankan

dengan jelas bahwa intelegensi akan terjadi dengan melalui perhubungan atau

perkembangan yang cukup baik. Dalam pada itu tak boleh kita lupakan pula

bahwa manusia memang mewarisi kapasitas untuk menjadi intelegan, yang

batasannya pada tiap-tiap orang berbeda. Warisan memberikan kapasitas

pendidikan (termasuk disini lingkungan) memperkembangkan kapasitas itu

yang diwarisi. Maka dikatakanlah bahwa seseorang menjadi manusia yang

intelegen, suatu perkataan yang terutama berarti mengetahui, tahu bagimana,

atau memahami. Banyaklah kekusutan yang dapat dihindari kalau para siswa

mau mempergunakan kata-kata seperti intelegensi, kapasitas dan abilitas

dengan tepat dan perbedaan-perbedaan yang cukup jelas.

Kenyataan bahwa seseorang karena warisan memilki suatu kapasitas

tidak berarti bahwa orang tadi pasti akan dapat melaksanakan kapasitasnya tadi

dalam suatu kecakapan yang aktual. Sebaliknya seorang dengan kapasitas yang

terbatas mungkin dapat mempergunakan kapasitasnya tadi sedemikian hingga

dalam perbuatan yang nyata ia melebihi orang lain yang mungkin memiliki

kapasitas yang tinggi. Hal ini dapat kita lukiskan dengan gambar dibawah ini :

Page 13: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Kolom seluruhnya menggambarkan kapasitas,

sedangakan bagian berwarna biru menunjukan

kecakapan sebenarnya tercapai.

A B

Murid B mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada murid A,

dapat kita lihat dari perbadaan tinggi kolom. Tetapi A memiliki kecakapan

sebenarnya yang lebih tinggi daripada B, dapat kita lihat dari kolom berwarna

biru. Ini disebabkan karena A mengalami perkembangan yang lebih baik

daripada B. Jadi hasil terakhir ialah bahwa tingkah laku A lebih baik daripada

tingkah laku B. Jadi jelas agaknya bahwa kita dapat membuat salah besar

dalam usaha kita mengetahui kapasitas dasar seseorang yang perkembangan

intelektualnya oleh salah satu sebab telah terganggu. Kesalahan semacam ini

banyak dilakukan orang dalam pengira-ngiraan perkembangan yang dipercepat

(accelerated) atau diperlambat (retarted) dan pada umumnya terjadi terhadap

anak-anak yang lingkungan keluarganya lebih tinggi atau lebih rendah dari

keluarga biasa.Pembicaraan selanjutnya mengenai soal ini akan terdapat dalam

hubungan lain.

1. Manisfestasi dari intelegensi yang tinggi

Masalah yang kita hadapi disini adalah mengetahui cara-cara

memanisfestasi atau pernyataan intelegensi seseorang. Judul bagian ini

sebetulnya dapat pula disebut “faktor-faktor intelegensi” atau “unsusr-unsur

dasar intelegansi”. Keberatan-keberatan terhadap istilah-istilah semacam ini

ialah bahwa istilah tadi dapat menimbulkan anggapan seolah-olah kehidupan

fisis terdiri dari kesatuan-kesatuan psikis yang berdiri sendiri-sendiri yaitu

yang satu terlepas dari yang lain. Dalam ilmu hitung kita dapat menguraikan

faktor 24 atas faktor 6 dan 4, yang masing-masing mempunyai eksistensi dan

arti dalam hubungannya dengan suatu sistem bilangan.

Page 14: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Meskipun mengetahui unsur-unsur intelegensi adalah suatu hal yang

sangat menarik, namun rasanya tidak akan kita mampu membuat analisa

faktor-faktor seperti dalam ilmu hitung. Ada juga beberapa usaha dalam hal ini

yang banyak sedikitnya dapat kita katakan berhasil, seperti yang akan kita

ketahui kelak, tetapi usaha-usaha itu semata-mata dilakukan untuk kepentingan

analisa. Kalaupun kita dapat mengetahui faktor-faktor intelegensi itu maka kita

pun dapat mengetahui faktor-faktor tadi dan dapat memberikan kepada kita

gambaran yang benar mengenai kehidupan psikis seperlunya. Dengan mudah

kita akan dapat mengetahui unsur-unsur kimia dari protoplasma. Kalau

demikian dengan jalan apakah kita dapat mengamati tingkah laku yang

intelegen? Untuk mudahnya berbagai manisfestasi dari intelegensi yang akan

dibicarakan dalam halaman-halaman berikut , dapat dianggap sebagai unsur ,

dengan catatan bahwa yang kita maksudkan ialah kegiatan-kegiatan atau

kesatuan-kesatuan yang terpisah-pisah dari seseorang .

2. Fasilitas dalam penggunaan bilangan

Bilangan-bilangan yang biasa kita gunakan termasuk dalam suatu

sistem, yang lazim disebut sistem bilangan Hindu-Arab. Rupanya sistem

bilangan ini telah disusun sebagai alat intelektual dalam perdagangan,

perusahaan komersial, dan dalam kerjasama sosial pada umumnya. Sebuah

bilangan bukanlah suatu fakta yang konkrit, bilangan adalah suatu abstraksi.

Suatu bilangan tidak mempunyai eksistensi yang berdiri sendiri seluruhnya.

Bilangan 7 misalnya, tidak mempunyai arti sama sekali dipisahkan dari

posisinya dalam sistem bilangan.

Rupanya telah terdapat suatu persetujuan umum bahwa fasilitas dalam

bilangan, atau suatu kelancaran mempergunakan konsep kuantitas, adalah suatu

manisfestasi dari intelegensi yang tinggi.

Sistem bilangan kita adalah suatu sistem desimal, didalam sistem ini

bilangan mendapat nilai tempat (placevalues). Bilangan 0 adalah pemegang

tempat (placeholder). Bilangan-bilangan mempunyai nilai numerik

Page 15: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

(numericalvalue) yang tetap, yang akan berganda sepuluh kali apabila

mendapat angka 0 dibelakangnya. Operasi-operasi yang sederhana seperti

penambahan, pengalian, dan pembagian sebenarnya hanyalah penyusunan

kembali dari bilangan-bilangan pada sistem bilangan.

Fasilitas dalam soal bilangan berarti penguasaan yang sempurna dari

sitem bilangan itu sebagai suatu sistem, kecepatan dalam mengatur bilangan-

bilangan dalam perhitungan , penghalusan dari konsep-konsep bilangan,

pembedaan antara bilangan-bilangan ordinal dan numeral, dan bentuk-bentuk

khayal tertentu yang berhubungan dengan teori bilangan. Orang-orang dengan

intelegensi rendah akan menjumpai kesukaran-kesukaran dalam melakuakn

kegiatan semacam ini.

3. Efesiensi dalam bahasa

Abilitas verbal, atau fasilitas dalam penggunaan kata-kata, adalah suatu

petunjuk yang jelas bagi adanya intelegensi. Selama tahun-tahun sekolah

perkembangan psikis berjalan sejajar dengan perkembangan bahasa. Abailitas

ini dapat dilihat dalam hal-hal seperti pembendaharaan kata-kata, pembedaan

kata-kata lawan, abilitas mengisi kalimat-kalimat yang tidak lengkap dengan

kata-kata yang tepat,menyelesaikan cerita, penafsiran (interpretasi) pepatah-

pepatah, membentuk analogi-analogi, mengetahui humor dalam karangan-

karangan dan mengikuti petunjuk-petunjuk (instruksi) tertulis. Aktivitas-

aktivitas ini lebih tinggi tingkatannya dari apa yang diperlukan dalam

percakapan yang sederhana, yang semata-mata hanya memeperbincangkan

objek-objek dan kegiatan-kegiatan. Apabila dalam suatu percakapan harus

dipergunakan konsep-konsep yang tinggi, bahasa kiasan dan hubungan-

hubungan yang kompleks, orang yang kurang pandai akan mendapat kesukaran

yang besar untuk mengikuti percakapan semacam ini.

Pada masa dewasa barangkali tanda yang paling meyakinkan dari

adanya intelegensi ialah abilitas mengorganisasi ide-ide dalam suatu jalan

pikiran yang tetap dan berurutan secara terautur dalam mempertahankan suatu

Page 16: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

pendapat atau pandangan. Suatu contoh mengenai hal ini adalah perbuatan

berdebat. Suatu pendapat atau usul dipertahankan atau ditolak dan bukti-bukti

pun dikumpulkan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Tingkah

laku semacam ini menghendaki efisiensi bahasa yang setinggi-tingginya oleh

karena kata-katalah yang harus kita pergunakan untuk merumuskan konsep-

konsep itu.

4. Kecepatan dalam pengamatan

Unsur waktu harus selalu diperhatikan dalam setiap analisa intelegensi.

Kecepatan perseptual adalah kecepatan yang dipergunakan untuk

memahami atau menyadari sesuatu objek, situasi atau suatu hubungan. Karena

pengamatan disusun melalui pengalaman dan pelajaran, maka pada dasarnya

adalah mungkin untuk memepercepat memilih dari kata-kata seperti bal ,bel,

bal, bal satu kata yang berbeda dari kata-kata yang lain adalah suatu tes untuk

mengetahui kesiapan belajar membaca (redaing readiness) pada anak-anak

yang akan masuk sekolah dasar. Yang penting pula bagi pekerjaan membaca

yang baik ialah pengamatan yang cepat dari kata-kata dan ungkapan-

ungkapan . Contoh-contoh lain mengenai pengamatan ialah pembedaan

bermacam-macam berat, jarak, bentuk, atau susunan, dan nada-nada musik.

Sudah jelas agaknya, bahwa dalam kehidupan praktis kita abilitas ini penting,

karena kecepatan itu harus kita pergunakan dalam memperhatikan sinyal,

mengenali tanda-tanda lalu lintas dan mengira-ngira jarak dan kecepatan kalau

kita sedang mengemudikan mobil.

5. Fasilitas dalam mengingat-ingat

Fasilitas dalam mengingat-ingat biasanya terdiri dari abilitas

mengingat-ingat nama, bilangan, kata-kata, dan ide-ide. Harus kita perhatikan

bahwa jumlah isi ingatan yang dapat diingat-ingat bergantung pada efesiensi

aktivitas belajar mula-mula. Bahwa kita sering mendapat kesukaran dalam

mengingat-ingat kembali nama-nama tertentu, hal ini disebabkan karena kita

Page 17: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

mula-mula tidak mempelajari nama-nama tertentu itu dengan baik. Dan hal

inipun berlaku pula terhadap isi-isi ingatan yang lain.

Tetapi sebenarnya fisilitas-fasilitas dalam mengingat-ingat tidak hanya

terdiri dari apa yang telah disarankan diatas. Mengapakah saksi-saksi dari suatu

kejahatan sering memberikan cerita yang berbeda-beda? Apakah ingatan

mereka lemah. Apakah mereka dahulu tidak mengamati kejadian itu dengan

baik-baik? Ataukah mereka barangkali tidak sanggup menangkap kejadian itu

seluruhnya? Suatu test ingatan yang telah terbukti kebaikannya terdiri dari

suatu cerita yang dibacakan oleh pen-test dan disusul oleh pertanyan-

pertanyaan yang harus dijawab oleh murid. Murid yang bodoh tidak akan dapat

memberi fakta –fakta yang terpenting dari cerita-cerita itu, atau mungkin hanya

akan dapat memahami bagian-bagian tertentu saja dari cerita itu secara

terpisah-pisah. Anak yang terpandai akan mempunyai gambaran yang jelas dari

cerita itu dan akan dapat menangkap cerita itu seluruhnya. Dan kemudian

sebagian besar dari pekerjaan ingatan yang harus dilakukannya mengenai cerita

tadi ialah merekonstruksikan detail-detail dari pola umum yang telah disusunya

secara logis ketika cerita dibacakan kepadanya. Jadi jelaslah kiranya bahwa

fasilitas dalam mengingat-ingat kadang-kadang lebih daripada pengingatan

kembali secara verbal saja.

Kalau dipergunakan bahan-bahan yang tidak mempunyai arti sama

sekali tentu saja persoalanya menjadi agak berlainan. Dalam hal ini diperlukan

pengamatan yang harus dilakukan berulang-ulang untuk membentuk asosiasi-

asosiasi buatan mengenai kesatuan-kesatuan tertentu dari bahan yang harus

diingat-ingat tadi, kalau suatu asosiasi logis dapat dibentuk, atau kalau

bahannya dapat diorganisisasikan menjadi beberapa pola yang berarti akan

terdapatlah kemungkinan yang lebih besar, bahwa bahan tadi akan dapat

diingat-ingat secara efektif. Apabila hal semacam ini tidak dapat dilakukan,

maka dapatlah disangsikan bahwa pekerjaan mengingat-ingat bahan-bahan

yang tidak berarti tadi akan memerlukan suatu tingkah laku pada tingkat yang

tinggi dengan kata-kata lain suatu test yang menghendaki tindakan pada tingkat

Page 18: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

rendah semacam ini tidak akan dapat dipergunakan untuk membedakan

seorang moron atau lemah ingatan yang pandai.

6. Fasilitas dalam memahami hubungan-hubungan

Suatu ciri dari intelegensi yang tinggi ialah abilitas untuk menangkap

hubungan antara unsur-unsur dalam suatu situasi, atau hubungan antara suatu

situasi dengan situasi yang lain. Manisfestasi intelegensi ini mempunyai

hubungan analogis yang sangat erat dengan apa yang dinamakan tilikan

(insight). Orang-oramg yang memiliki tilikan tidak dilahirkan dengan abilitas

istimewa itu. Orang yang bertilikan adalah orang yang dengan cepat dapat

mengetahui aspek-aspek penting dari suatu situasi dalam hubungan logis, dan

abilitas ini dapat diperkembangkan dalam setiap lapangan kegiatan, tilikan

bukanlah suatu ciri istimewa yang khusus hanya dapat dipergunakan dalam

suatu lapangan tertentu saja.

Abilitas ini untuk menangkap hubungan-hubungan menghendaki

sesuatu yang dapat disebut suatu daerah perseptual yang luas. Jadi diperlukan

pemahaman terhadap situasi seluruhnya. Dalam suatu masalah tertulis, kondisi-

kondisi dan bahan yang bermacam-macam tidak saja harus dipahami, tetapi

juga harus diintregasikan untuk mendapatkan kesatuan arti. Suatu bagian dari

masalah mungkin tidak akan mempunyai arti sama sekali kalau tidak

dihubungkan dengan bagian masalah yang lain dan dengan masalah

seluruhnya.

Aspek lain abilitas menangkap hubungan-hubungan ini ialah hasil dari

pemahaman terhadap hubungan-hubungan dalam rangkaian fakta-fakta atau

keadaan-keadaan khusus. Sesuatu dalam setiap keadaan khusus berhubungan

secara logis dengan sesuatu dalam keadaan-keadaan khusus yang lain, dan

semua keadaan menunjukkan akan adanya suatu kebenaran umum. Jadi induksi

adalah penyusunan generalisasi atau penarikan kesimpulan fakta-fakta. Atau

induksi itu tidak lain daripada penemuan dari hubungan-hubungan yang tetap

dan terdapat diantara fakta-fakta. Bila hubungun semacam ini akhirnya diakui

Page 19: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

kebenarannya dan dirumuskan kedalam suatu persamaan matematis maka kita

peroleh suatu hukum alam (natural law).

E. Khayal

Dalam hubungan ini tidak diperbincangkan kesan-kesan ingatan yang

sederhana, seperti mengingat-ingat bagaimana rupa seseorang, bagaimana

perasaan kita pada kejadian tertentu, atau bagaimana bunyi sebuah bom yang

sangat kuat. Khayal semacam ini tidak menyinggung operasi-operasi

intelektual yang tinggi tingkatannya dan oleh karenanya tidak dapat dianggap

sebagai suatu ciri pembedaan terhadap tingkah laku rasioanal. Khayal semacam

ini tidak lain daripada reproduksi dari kesan-kesan yang dialami sebelumnya,

dan pada dasarnya sama dengan ingatan verbal.

Bentuk-bentuk khayal tertentu yang sangat berguna dalam pendidikan

menunjukkan akan adanya intelegensi yang tinggi. Beberapa contoh dari

khayal semacam ini ialah pengamatan ruang, orientasi temporal dan khayal

konstruktif. Dalam ilmu bumi, astronomi dan aspek-aspek tertentu dari ilmu

pasti adalah sangat penting untuk melakukan pengamatan ruang dan

pengamatan hubungan ruang. Dalam sejarah dimana kerap kali timbuk

hubungan-hubungan sebab-akibat, sangat dibutuhkan khayal temporal. Dalam

pekerjaan para seniman, arsitek, penemu, jenderal angkatan perang, insinyur,

dan produser film sangat dibutuhkan adanya suatu khayal konstruktif, atau

pembuatan suatu rancangan, suatu pola kerja, atau suatu alat yang belum

pernah ada sebelumnya.

Aktivitas semacam ini adalah suatu manipulasi psikis yang termasuk

kedalam daerah intelegensi tingkat tinggi.

F. Teori-Teori Intelegensi

1. Tekanan pada kuantitas

Page 20: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Setengah orang beranggapan bahwa intelegensi adalah semacam

kumpulan atau jumlah aljabar dari berbagai-usaha belajar tertentu. Yakni

kumpulan atau jumlah dari sambutan-sambutan tertentu atau respon-respo

tertentu yang dapat dilakukan oleh seseorang. Teori ini menggunakan praduga,

bahwa pada setiap aktivitas belajar akan terbentuk suatu hubungan perangsang

sambutan (stimulus response bond) dalam urat syaraf, dan bahwa kumpulan

dari hubungan-hubungan inilah yang menentukan intelegensi seseorang.

Seorang yang bodoh sekali misalnya, yang lazim pula disebut moron, mungkin

hanya memiliki 15.000 hubungan semacam ini, sedangkan seorang yang genius

mungkin 100.000 dari hubungan-hubungan ini. Teori semacam ini

menganggap intelegensi sebagai sesuatu yang semata-mata bersifat kualitatif.

Hal ini berarti, bahwa satu-satunya perbedaan tingkah laku manusia dengan

tingkah laku binatang, atau antara tingkah laku seorang genius dengan tingkah

laku seorang moron,adalah perbedaan jumh atau perbedaan kuantitas.

Dengan mengikuti pandangan semacam ini, E.L. Thorndike

merumuskan teorinya tentang soal transfer dalam belajar sebagai transfer dari

“unsur-unsur yang identik”. Kalau sebuah hubungan terbentuk dalam suatu

aktivitas belajar, maka dalam situasi yang sama sifatnya, yang menghendaki

suatu kesatuan tingkah laku dengan hubungan stimulus respon yang sama,

maka hubungan yang lama dipergunakan dan usaha belajar yang baru itu akan

menjadi lebih mudah.

Dalam setiap teori tentang intelgensi, yang bersifat kuantitatif rupanya

tidak terdapat pengertian semacam abilitas umum, kecuali apabila istilah ini

ditafsirkan sebagai kumpulan atau jumlah dari unsur-unsur tingkah laku yang

sangat spesifik yang dinyatakan oleh hubungan-hubungan stimulus respon.

Dalam rangka teori semcam ini perbedaan antara manusia dengan binatang

terletak dalam jumlah hasil-hasil usaha belajar yang mereka lakukan. Apabila

terdapat juga perbadaan kualitatif, maka perbedaan semacam ini rupanya hanya

timbul apabila suatu superioritas kwantitatif tertentu telah tercapai.

Page 21: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

2. Tekanan pada kualitas

Sangat bertentangan dengan teori yang bersifat kuantitatif tadi ialah

yang menganggap intelegensi yang tinggi sebagai order atau golongan lain dari

pada tingkah laku-tingkah laku rendah. Teori ini mementingkan sifat umum

dari aktivitas belajar yang spesifik dan terisolir. Intelegensi adalah sesuatu

yang bersifat kualitatif, dan bukan kumpulan atau kuantitas dari aktivitas-

aktivitas belajar.

Pandangan umum semacam ini dipelopori oleh Charles II Juud. Dia

berpendapat bahwa manusia,berkat cerebrumnya yang sangat adaptebel itu,

sanggup melakuakn penyesuaian-penyesuaian tingkah laku yang sangat berarti,

sedangkan binatang, oleh karena susunan urat syarafnya jauh kurang plastis,

hanya sanggup melakukan penyesuaian-penyesuaian struktural pada tingkat

yang rendah. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa manusia dapat mencapai

kemjuan struktural, kerena ia berhasil menemukan alat-alat intelektual untuk

menyelenggarakan kerjasama sosial. Antara lain disebutnya bahasa yang

simbolis, manulis, membaca dan memeprgunakan bilangan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa manusia sanggup melakukan

tingkah laku yang secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dilakukan

binatang pada taraf yang lebih rendah, oleh karena binatang tidak sanggup

mempergunakan simbolisme abstrak untuk menyelesaikan masalah-masalah

atas dasar rasional. Perbedaan ini mungkin pula pada keadaan tertentu

dikatakan kuantitatif, tetapi ciri-ciri pokok yang membadakan bersifat

kuantitatif. Dalam rangka teori semacam ini orang berpendapat bahwa otak

manusia secara kualitatif berbeda dari oatk binatang, meskipun pendapat ini

belum lagi diterima oleh semua golongan. Soal lain yang juga masih

diperbincangkan ialah dapat tidaknya binatang dibebani tanggung jawab moral,

atau dapat dan tidaknya binatang mengenali nilai-nilai yang tinggi. Rupanya

hingga sekarang masih belum cukup terdapat bukti-bukti yang jelas untuk

menyelesaikan masalah ini.

Page 22: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

3. Teori tentang daya-daya (kemampuan)

Teori yang sangat terkenal dalam abad ke-18 dan ke-19 ialah teori yang

menganggap initelegensi sebagai soal melatih atau mempertajam berbagai

“daya” yang diduga ada pada diri manusia.

Manusia dianggap memiliki kira-kira tiga puluh “daya-daya” khusus

atau lebih seperti ingatan, perhatian, dan khayalan. Diduga pula pada waktu itu,

bahwa setiap daya dapat dialtih dan diatur hanya dengan mengadakan latihan-

latihan, tanpa memperhatikan bahan latihan (subjct matter) yang dipergunakan.

Misalnya latihan dalam mengingat-ingat kata-kata Latin akan menyebabkan

orang yang melakukan latihan-latihan itu lebih efisien,tidak hanya dalam

mengingat-ingat kata-kata Latin tadi, tetapi juga dalam pekerjaan mengingat-

ingat, termasuk pula mengingat-ingat nama dan wajah.

Eksperimen yang lebih modern memperlihatkan ketidakbenaran

pengertian tentang daya ini. Teori ini mengandung kecederungan untuk

memecah-mecah jiwa, kecenderungan semacam ini mengandung implikasi

bahwa suatu daya dapat dipergunakan pada suatu ketika, sedangkan daya-daya

yang lain tidak dipergunakan, seolah-olah merupakan alat-alat yang disimpan

dalam peti alat-alat saja.

“Kemauan” rupanya diangap sebagai suatu daya ampuh (super faculty)

yang dapat digerakkan terlepas dari pengaruh-pengaruh keadaan-keadaan yang

ada di lingkungannya. Sememnjak Herbart dalam tahun-tahun pertama

disekitar tahun 1830 menentang psikologi daya ini terlihat adanya keyakian

yang makin kuat diantara para ahli psikologi bahwa kehidupan jiwa senantiasa

berfungsi sebagai suatu kesatuan keseluruhan. Pada setiap perbuatan

intelektual seluruh fungsi-fungsi individual turut bekerja.

Setengah orang menyarankan bahwa usaha kearah “analisis fakor-

faktor” yang banyak dilakukan pada waktu akhir-akhir ini pada dasarnya tidak

lain adri usaha menghidupkan kembali psikologi daya ingat itu, dengan

memprgunakan selimut baru, atau dengan mempergunakan istialh-istilah yang

Page 23: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

baru. Barangkali para pendukung teori analisis faktor pada hakekatnya lebih

memikirkan soal manisfestasi intelegensi daripada soal daya dar jiwa.

4. Teori dwi faktor dari Spearman

Seorang ahli psikologi bangsa Inggris yang bernama Charles Spearman

mentest secara teliti sejumlah individu,dengan mempergunakan tes-tes yang

disusun untuk mengetahui abilitas seseorang dalam soal ilmu pasti,

kesusastraan, mengenal kembali bermacam-macam bentuk dan sebagainya.

Dalam mengolah hasil-hasil eksperimennya itu, Spearman mempergunakan

prosedur statistik. Dalam rumusnya yang mula-mula Spearman melukiskan dua

faktor dari intelegensi, yang pertama faktor umum (general), sedangakn yang

kedua disebut faktor khusus (special). Faktor-faktor general dan special

bersama-sama membentuk keseluruhan aktivitas seseorang , atau menentukan

bakat sebagai yang terlihat pada seseorang. Faktor general ialah

pemebendaharaan umum seseorang mengenai energi jiwa atau cerebral. Jika

suatu perbuatan tertentu dilakukan, seperti memperbedakan nada-nada

misalnya maka efesiensi perbuatan ini bergantung kepada faktor diatas tadi,

yaitu energi psikis umum dan abilias khusus untuk memperbedakan nada-nada

itu.

Teori Spearman tentang kedua faktor general dan spesific itu secara

kasar dapat dijelaskan dengan menggunakan skema seperti dibawah ini :

X A

A

s A

Y A

Ilustrasi hubungan general dan spesific terhadap aptitude

total dari teori dwi-faktor Spearman

GS2

S1

S1G

S2

Page 24: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Ilustarsi ini hanya untuk menggambarkan bakat dua orang murid X dan

Y. persegi panjang dengan garis utuh menggambarkan faktor umum, dan

persegi panjang dengan garis putus-putus menggambarkan faktor khusus. Dari

ksema ini terlihat bahwa X dan Y memilki faktor general dan spesifik berbeda-

beda, tetapi G+S2 pada X sama dengan G+S2 pada Y.

Meskipun Y memiliki faktor G yang lebih besar dari pada X, tetapi

karena Y memiliki S2 yang lenih kecil dari pada X, maka bakatnya tidak lebih

besar dari pada X. perhatiakn juga bahwa Y memilii S1 yang lebih kecil dari

pada X, tetapi keseluruhan bakatnya lebih besar dari pada bakat X, karena

faktor G pada Y lebih besar dari pada faktor G pada X.

Walaupun tidak dapat disangkal bahwa teori ini mengandung kesukran-

kesukaran, namun teori ni banyak sedikitnya dapat menerangkan keadaan

mengapa seorang murid memperlihatkan bakat yang sangat besar untuk suatu

mata pelajaran, sedangkan bakatnya untuk mata pelajaran yang lain lagi

nampak sangat kecil. Suatu abilitas khusus yang sagat besar akan diimbangi

oleh G yang kecil, dan sebaliknya suatu G yang besar akan merupakan

kompensasi terhadap S yang rendah. Orang yang memilki faktor G yang tinggi

atau besar dapat diharapkan akan mencapai prestasi-prestasi yang baik dalam

seluruhmata pelajaran. Hal ini memeperlihatkan kepada kita pentingnya faktor

umum terhadap intelegensi.

5. Analisis faktor-faktor

Teknik-teknik statistik yang disusun oleh Spearman telah dipergunakan

sangat luas dalam usaha-usaha lebih lanjut untuk mengisolir faktor-faktor dari

intelegensi. Masalah mengenai faktor-faktor intelegensi ini masih tetap

merupakan masalah yang menimbulkan kontroversi. Analisa dwi faktor dari

Spearman untuk beberapa tahun lamanya merupakan satu-satunya analisa yang

dikenal. Penyelididkan-penyelidikan yang dilakukan kemudian oleh beberapa

orang lain dengan menggunakan teknik Spearman yang telah diubah

seperlunya ditujukan kepada peengisolir abilitas-abilitas manusia yang dapat

Page 25: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

diduga batas-batasnnya. Karl J. Holzingen telah memeperluas teori dwi faktor

dari Spearman ini dengan mengembangkan faktor kelompok (group factors),

seperti abilitas verbal, dan ia menamakan teorinya ini Metode bi-factors. L.L.

Thurstone telah pula melakukan suatu pekerjaan yang amat penting dalam

mengadakan suatu studi yang disebutnya multiple factors anaysis. Ia

menamakan faktor itu abilitas-abilitas primair (primary abilities), dan ia

beranggapan bahwa pengertian faktor umum tidak diperlukan. Kita tentu akan

mengetahui pula bahwa faktor-faktor yang kita bicarakan samapi saat ini

banyak sedikitnya mengandung persamaan kuno tentang daya-daya dari jiwa

kita. Kaalu daya-daya psikis yang kuno itu hanyaa dibeda-bedakan oleh

observasi-observasi biasa saja, maka para pendukung teori analisa faktor

memepergunakan teknik-teknik statistik yang tinggi tarafnya dalam studi

mereka mengenai korelasi-korelasi yang ditemukan antara tes-tes.

Dalam banyak hal daftar faktor-faktor yang diisolasikan oleh Holzinger

dan Thusstone serupa meskipun fakotr-faktor itu memperoleh nama-nama yang

berlainan. Daftar-daftar itu ialah sebagai berikut :

Holzinger Thurstone

1. Umum

2. Matematis-mekanis

3. Verbalitas

4. Faktor ruang

5. Ingatan

6. Kecepatan psikis

7. Deduksi

8. Kecepatan motoris

1. Fasilitas dengan bilangan

2. Kelancaran kata-kata

3. Pengamatan ruang

4. Ingatan untuk kata-kata,

nama-nama dan bilangan-

bilangan

5. Kecepatan pengamatan

6. Pemikiran verbal

7. Induksi

Kesukaran terbesar dengan faktor-faktor ini ialah, bahwa sering

terdapat kecenderungan unutk menganggap abilitas-abilitas ini sebagai sesuatu

yang terlepas dari keseluruhan kehidupan psikis yang komplek. Faktor-faktor

itu tidak boleh dianggap sebagi satuan-satuan atau bagian-bagian yang terlepas

Page 26: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

dari aktivitas psikis. Yang sudah pasti ialah bahwa penyusun-penyusun daftar

faktor-faktor itu tidak menginginkan mereka ditafsirkan secara demikian.

Seperti telah disarankan diatas, barangkali faktor-faktor itu harus dianggap

sebagai manisfestasi-manisfestasi tingkah laku yang intelegen dari organisme.

Jadi faktor-faktor itu bukanlah bagian dari organisme melainkan hanya aspek-

aspek yang diamati dari tingkah laku yang integen.

9. “Atribut-atribut” intelegensi dari Stoddart

Dalam analisa yang sangat menarik dan mengerakan pikiran Stoddart

memeperbincangkan tujuh atribut yang dimasukkan dalam definisinya tentang

integensi. Ketujuh atribut tadi ialah :

1. Keseukaran

2. Kekomplekan

3. Keabstrakan

4. Kehematan

5. Penyesuaian dengan tujuan

6. Pemahaman terhadap nilai-nilai sosial

7. Keoriginilan

Penggunaan kata atribut ini agak memebingungkan. Misalnya

“kesukaran-kesukaran” adakah atribut ini untuk seseorang atau untuk suatu

tugas? Apakah “kekomplekan” sejenis dengan “kesesuaian”, sehingga kedua

atribut ini dapat dikatakan homogen. Mual-mula Stoddard mendefinisikan

intelegensi sebagai suatu “abilitas” untuk melakukan sesuatu, tetapi kemudian

memeperingatkan kita harus menggunakan bentuk kata intelegensi untuk

menandai suatu tingkah laku dari apa mempergunakan bentuk kata

“intelegensi” sebagai suatu substantif. Peringatan ini rupanya memang perlu

diberikan, karena sebenranya intelegensi bukanlah suatu substantif.

Dengan tepat sekali Stoddard mempertahankan keharusan adanya

kesatuan atau totalitas untuk segenap atribut ini. Seorang moronmungkin

Page 27: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

mencapai prestasi yang tinggi dalam salah satu atribut ini, seperti atribut

mengingat bilangan yang panjang misalnya. Selanjutnya Stoddard

menegmukakan dengan jelas bahwa tingkah laku yang intlegen bukanlah

bukanlah hanya kesibukan untuk mengumpulakn fakta-fakta atau bahan-bahan

penegnalan saja, melainkan lebih dari pada itu. Dalam tingkah laku yang

intelegen seluruh energi selalu dipusatkan ke arah tujuan atau senantiasa “lekat

pada persoalan”. Pembicaraan Stoddard tentang hal ini dibatasi pda

pembicaraan mengenai tingkah laku manusia saja, karena tingkah laku bntang

rupanya tidak menunjukkan ketujuh atribut tadi.

G. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi

1. Faktor Bawaan

Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas

kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara

lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat

dijumpai anak yang bodoh, agak pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka

menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.

2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas

Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan

merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan

atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia

luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan

untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

3. Faktor Pembentukan

Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang

mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara

pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau

pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.

Page 28: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

4. Faktor Kematangan

Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun psikis, dapat

dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga

mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu

mengerjakan atau memecahkan soal soal matematika di kelas empat sekolah

dasar, karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya

dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan

kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.

5. Faktor Kebebasan

Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam

memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode,

juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan

yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya

berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

H. Pemabagian Intelegensi

Intelegensi atau kecerdasan diartikan dalam berbagai dimensi oleh para

ahli. Donald Stener, seorang Psikolog menyebut intelegensi sebagai suatu

kemampuan untuk menerapkan pegetahuan yang sudah ada untuk memecahkan

berbagai masalah. Tingkat intelegensi dapat diukur dengan kecepatan

memecahkan masalah-masalah tersebut.

Intelegensi secara umum dapat juga diartikan sebagai suatu tingkat

kemampuan dan kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau

keterampilan tertentu. Kemampuan dan kecepatan kerja otak ini disebut juga

Page 29: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

dengan efektifitas kerja otak. Potensi intelegensi atau kecerdasan ada beberapa

macam yang dapat didentifikasikan menjadi beberapa kelompok besar yaitu;

1. Intelegensi Verbal-Linguistik

Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan bahasa dan segala

sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan membaca dan menulis.

2. Intelegensi Logical-Matematik

Merupakan kecerdasan dalam hal berfikir ilmiah, berhubungan dengan

angka-angka dan simbol, serta kemampuan menghubungkan potongan

informasi yang terpisah.

3. Intelegensi Visual Spasial

Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan seni visual seperti

melukis, menggambar dan memahat. Selain itu juga kemampuan navigasi,

peta, arsitek dan kemampuan membayangkan objek-objek dari sudut

pandang yang berbeda.

4. Intelegensi Kinestetik Tubuh

Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan

menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan atau disebut juga

dengan bahasa tubuh (body language). Kecerdasan ini berhubungan

dengan berbagai keterampilan seperti menari, olah raga serta keterampilan

mengendarai kendaraan.

5. Intelegensi Ritme Musikal

Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan mengenali

pola irama, nada dan peta terhadap bunyi-bunyian.

6. Intelegensi Intra-Personal

Kecerdasan yang berfokus pada pengetahuan diri, berhubungan dengan

refleksi, kesadaran dan kontrol emosi, intuisi dan kesadaran rohani. Orang

yang mempunyai kecerdasan intra-personal tinggi biaasanya adalah para

pemikir (filsuf), psikiater, penganut ilmu kebatinan dan penasehat rohani.

7. Intelegensi Interpersonal

Page 30: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Kecerdasan yang berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan

individu untuk bekerjasama, kemampuan berkomunikasi baik secara

verbal maupun non-verbal. Seseorang dengan tingkat kecerdasan

Intrapersonal yang tinggi biasanya mampu membaca suasana hati,

perangai, motivasi dan tujuan yang ada pada orang lain. Pribadi dengan

Potensi Intelegensi Interpersonal yang tinggi biasanya mempunyai rasa

empati yang tinggi.

8. Intelegensi Emosional

Kecerdasan yang meliputi kekuatan emosional dan kecakapan sosial.

Sekelompok kemampuan mental yang membantu seseorang mengenali dan

memahami perasaan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk

mengatur perasaan-perasaan diri sendiri.

Sedangkan Prof. Horward Gardner menyatakan bahwa terdapat delapan

kecerdasan yang berbeda untuk menjelaskan potensi manusia yang lebih luas

pada anak-anak dan orang dewasa. Kecerdasan-kecerdasan ini adalah :

1. Kecerdasan linguistik

Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-

kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.Kecerdasan ini

mencakup kepekaan terhadap artikata,urutan kata,suara,ritme dan intonasi

dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti kekuatan

kata dalam mengubah kondisi pikirandan menyampaikan informasi

2. Kecerdasan logic metematik

Kecerdasan logic matematik ialah kemampuan seseorang dalam

memecahkan masalah.Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi dengan

urutan yang logis. Ia suka angka, urutan, logika, dan keteraturan. Ia

mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan proses berfikir induktif dan

deduktif. Proses berfikir deduktif adalah cara berfikir dari hal-hal yang besar

kehal-hal yang kecil dan induktif sebaliknya.

3. Kecerdasan visual dan spacial

Page 31: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Kecerdasan visual dan special adalah kemampuan untuk melihat dan

mengamati dunia visual dan spasial secara kuat.Visual artinya gambar

sedangkan spasial yaitu hal-hal yang berkanaan dengan ruang atau

tempat.Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk,

ukuran, dan juga hubungan antara elemen-elemen tersebut. Kecerdasan ini

juga melibatkan kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut

pandang.

4. Kecerdasan musik

Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati,

mengamati, membedakan, mengarang, membentuk, dan mengekspresikan

bentuk-bentuk music.Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap

ritme ,melodi, dan timbre dari music didengar. Musik mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan

ilmu sains dalam diri seseorang.

5. Kecerdasan interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati dan

mengerti maksud, motivasi, dan perasaan orang lain. Peka terhadap ekspresi

wajah,suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan

respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu

untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti

pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok.

6. Kecerdasan intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan

dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri.Dapat memahami

kekutan dan kelemahan diri sendiri.Mampu memotivasi dirinya sendiri dan

melakukan disiplin diri.Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat

menghargai nilai etika dan moral.

Page 32: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

7. Kecerdasan kinestetik

Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan dalam mengunakan tubuh

kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan

perasaan.Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang

koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelentukan dan kecepatan.

8. Kecerdasan naturalis

Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali,

membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di

jumpai di alam maupun di lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia

untuk mengenali tanaman, hewan, dan bagian lain dari alam semesta.

I. Implikasi-implikasi untuk pendidikan

Suatu hal yang harus kita akui adalah bahwa intelegensi bukanlah suatu

sifat atau ciri yang selalu dimiliki oleh seseorang. Kalau seorang bermata biru,

maka birunya itu selalu dipergunakannya baik dalam membaca, menulis,

ataupun dalam membuat sebua meja. Tetapi tidak dapat diperlihatkan bahwa

bila seseorang intelegen dalam suatu hal atau mata pelajaran sekolah, ia akan

sama integennya dalam soal-soal lain. Karena sutu tingkah laku yang intelegen

selalu dicapai sesuai denagn pola hereditas atau kualitas gen-gen seseorang,

maka tidak benarlah guru menduga bahwa seorang murid pasti mempunyai

mentalitas yang rendah, semata-mata karena ia tidak menegtahui hal-hal

tertentu. Tidak mengetahui hal-hal tertentu tidak sama dengan bodoh.

1. Tekanan pada kualitas-kualitas umum

Pelajaran-pelajaran kelas atau pelajaran-pelajaran rombingan

mengandung batas-batas yang serius. Anak-anak yang sebaya umurnya

memang memiliki suatu yang sama, setidak-tidaknya ada suatu yang dapat

dipelajari bersama-sama oleh semuanya yang mengunjungi sekolah. Dalam

suatu rombongan selalu ada beberapa orang yang bodoh dan ada pula beberapa

Page 33: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

orang yang sangat pandai. Mengusahakan untuk mengajar semua anak dalam

suatu kelas bersama-sama,berarti bahwa guru harus meletakkan tekanan-

tekanan yang sangat besar atas sesuatu dasar umum yang dapat diketahui oleh

guru. Kalau misalnya setengah anak-anak itu mempunyai bakat untukmusik,

sedangkan yang setangahnya lagi tidak mempunyai bakat untuk musik sama

sekali, maka kemungkinan selalu ada bahwa pelajaran musik akan diabaikan

sama sekali, dan bahwa hanya akan selalu diajarkan sesuatu yang dapat

dipelajari oleh semua anak. Memang ini adalah jalan yang termudah untuk

seorang guru yang terlalu berat bebannya untuk mengajarnya. Dan memang

telah pula dikemukakan orang bahwa sekolah-sekolah di Amerika perlu

disesali, karena terlampau banyak mementingkan kualitas umum itu dalam

usahanya untuk memberikan pendidikan kepada seluruh rakyat. Jawaban yang

biasa bdiberikan terhadap penjelasan semacam ini ialah, demokratis, harus

mempunyai sebai dasar suatu lapisan penduduk yang berpengetahuan dan

intelegen terhadap hal-hal yang menyinggung kepentingan umum, bahkan

apabila ada fungsi-fungsi psikis tertentu pada taraf yang tinggi harus dilakukan

oleh suatu minoritas, maka setidak-yidaknya seluruh penduduk harus mampu

melakukannya pada tingkat intelektual yang kebih rendah yang menghendaki

pengetahuan yang berguna, kecakapan-kecakapan praktis, dan terutama

pengetahuan dan penerangan tentang kebiasaan sosial dan susila.

2. Pembentukan rombingan-rombongan yang homogen

Suatu hal yang telah lama menjadi persoalan ialah apakah untuk

kepentingan pengajaran anak-anak harus dibagi-bagi menjadi beberapa

rombongan atas dasar abilitas-abilitas umum tertentu. Barangkali persoalan ini

lebih merupakan soal filsafat daripada soal psikologi, jadi persoalan ini

sebenarnya semata-mata adalah soal tujuan atau nilai. Kalau sekolah ini

mementingkan dan mengajar keintelektualan yang abstrak semata-mata, maka

untuk tujuan semacam ini baiklah kalau para murid yang sangat cerdas

digolongkan menjadi suatu rombongan yang homogen. Tetapi kalau yang

diinginkan sekolah ialah pembentukan keseluruhan kepribadian, yang akan

Page 34: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

berguna untuk suatu masyarakat yang demokratis, maka pembentukan

rombongan seperti di atas tadi dapat merugikan para cerdik pandai itu sendiri,

dan merugikan pula seluruh masyarakat. Sebenarnya rombongan yang

homogen hanya ada dalam khayal saja. Meskipun kita berusaha untuk

membentuk suatu golongan anak-anak yang cerdik pandai dengan cara yang

sangat teliti, maka biasanya akan terbukti, bahwa diantara para murid-murid

yang terpilih itupun akan dapat perbedaan-perbedaan yang luas mengenai

beberapa aspek dari intelektualitas abstark pun mereka akan memperlihatkan

variasi-variasi yang luas pula. Hal ini berarti bahwa pada dasrnya tidalah

mungkin untuk menentukan sifat, kekuatan atau abilitas umum yang kemudian

dapat dijadikan dasar untuk membentuk rombongan-rombongan yang

homogen. Diantara para mahasiswa pada oerguruan tinggi pada umunya

terdapat perbedaan yang laus mengenai suatu ciri yang dapat diukur. Perbedaan

ini diantara para tamatan universitas dengan gelar Ph.D., bahkan di antara gelar

Ph.D dari satu jurusan, terdapat homogenitas yang lebih kecil daripada

homogenitas yang ada diantara mahasiswa tahun pertama.

J. Membantu Anak yang Kurang

Salah satu kepercayaan yang dipertahankan orang lain, bahwa anak

yang bodoh harus lebih didorong dari pada anak yang pandai. Bahkan ada pula

kemungkian orang, bahwa anak yang pandai tidak boleh didorong-dorong

karena tindakan semacam ini akan dapat melukai jiwa para anak yang pandai

itu tadi praduga yang dipergunakan dalam pendapat semacam ini ialah, bahwa

kalau tindakan mendorong-dorong tadi dilakukan terhadap anak yang kurang

panadai, hal ini tidak akan melukai jiwa mereka. Kita dapat berfikir, apakah ini

bukan cara berpikir seorang montir yang berpikir tentang perbedaan

memeprcepat jalan sebuah mobil kecil dengan empat silinder dengan

mempercepat jalan sebuah mobil dengan daya kuda yang tinggi, yang

bersilinder dua belas misalnya. Kesukaran ini sebetulnya terletak dalam tujuan

sekolah. Ripa-rupanya sampai sekrang ini terlalu banyak orang yang

Page 35: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

memperhatikan soal intelektualitas tinggi, dan mengabaikan aspek-aspek

belajar yang lain, yang tidak kurangpentingnya bagi masyarakat.

Kalau kita mau memperlihatan soal ini dengan seksama, barang kalai

akan dapat kita akui pentingnya mendorong anak-anak yang apnadi dalam

berbagai “sifat” yang biasanya sangat tidak mereka kuasai. Kerapkali terjadi,

bahwa anak bodoh ditolong, bhakan digiring oleh gurunya dan orang tuanya

sedemikian, sehingga mereka tidak memperoleh kesempatan sama sekali untuk

mempergunakan kapasitas-kapasitas yang sebenarnya betul-betul mereka

miliki. Dalam keadaan semacam ini promosi mendahului hasil belajar yang

sebenarnya dan mereka akan banyak mengalami kekecewaan bila mereka harus

belajar seorang diri saja.

1. Intelegensi dan kenaikan kelas

Soal artikulasi secara vertikal adalah suatu masalah yang terus menerus

berlangsung. Apakah murid ini atau murid itu akan dinaikkan ke kelas yang

lebih tinggi, ataukah barangkali lebih baik unutk menahan mereka pada kelas

yang lama? Haruskah perguruan tinggi dijadikan pedoman dalam menentukan

pola pengajaran yang akan diberikan pada sekolah menengah? Sekali lagi

kesukaran yang kiat jumpai disini terletak kepada banyaknya tekanan, yang

kita berikan kepada perbuatan yang semta-mata bersifat intelektual abstrak.

Tinggal kelas atau ditolak oleh suatu perguruan tinggi bukan hanya soal

akademis semata, ini munkin sekali mengandung implikasi-implikasi sosial,

politik, dan bahkan juga implikasi-implikasi moril. Orang tua yang melihat

anaknya jatuh dalam suatu tujuan akan merasa hina, dan mungkin pula hal ini

akan mereka anggap sebagai penguranga terhadap harkat sosial mereka.

Karena pertimbangan-pertimbangan semacam ini banyak sekali diberikan

dispensasi-dispensasi istimewa untuk menaikkan kelas atau meluluskan

seorang murid dalam suatu ujian,. Bahkan pula murid-murid yang berhasil juag

memasuki perguruan tinggi berkat “pestasi-prestasi” semacam ini. Nilai sosial

dan ekonomis yang mereka peroleh dari perguruan tinggi samapi batas tertentu

Page 36: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

dapat merupakan kompensasi terhadap mentalitas mereka yang rendah dan

dapat pula membantu kelangsungan hidup mereka.

Namun hasil murninya ialah, bahwa kehadiran mereka di perguruan

tinggi semata-mata hanya memperlebar pintu-pintu perguruan tinggi itu, baik

pintu-pintu di depannya, maupun pintu-pintu dibelakangnya.

Disekolah rakyat barangkali saja kriteria yang terbaik untuk kenaikan

kelas ialah, umur kronologis dari anak-anak, oleh karena sekolah ini tidak

mungkin melakukan sesuatu yang jauh melebihi segala sesuatu yang mutlak

dibutuhkan oleh setiap orang untuk kehidupan demokratis. Sekolah ini benar-

benar sekolah untuk rakyat. Menggolongkan ank menurut umurnya yang akan

mempermudah rancangan pengajaran terhadap rombongan. Pada sekolah

menengah dan perguruan tinggi, lapangan pengajaran lebih luas, dan disini

pengajaran tidak disesuaikan kepada kapasitas-kapasitas dan batas-batas

kemampuan para siswa. Pada umunya para pemimpin dari perguruan tinggi

mulai mengakui bahwa adalah suatu tindakan yang kurang bijaksana bila pada

tingkat sekolah menengah telah ditentukan pola pengajaran yang pasti sebagai

persiapan untuk pengajaran pada perguruan tinggi kelak. Kunci yang dapat

membuka pintu ke suatu sukses lebih dalam lagi letaknya daripada soal

persiapan pengajaran tadi. Kunci kearah sukses ini, menyinggung pula soal

cita-cita, ambisi, kebiasaan, kecakapan umum untuk menyesuaikan diri, secara

singkat, seluruh kepribadian harus dipertimbangkan. Tiaklah cukup bila

seorang peljara hanya pandai dalam ilmu pasti dan pengetahuan saja, lebih

penting daripada itu, iapun harus cukup pandai dalam hal-hal menegnai

abilitas, kebutuhan-kebutuhan, dan batas-batas kemampuannya sendiri.

K. Definisi Tes Intelegensi

Apabila anda sebagai psikolog ingin menguji perbendaharaan kata pada

anak-anak,ketelitian seorang akuntan, ataukoordinasi tangan danmata bagi

pilot,maka anda tentu akanmenguji kinerja (performance) mereka dengan tes

Page 37: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

psikologi, masing-masing adalah tesrangkaian kata, tes penjumlahan

matematika, dan tes motorik. Masing-masing tes tersebutdapat dibagi-bagi lagi

menjadi beberapa sub tes. Lalu apa yang dimaksud dengan tespsikologi?

Tes psikologi pada dasamya adalah sampel perilaku yang diambil pada

suatu saattertentu. Tes seringkali dibedakanmenjadi tes prestasi dan tes bakat.

Tes prestasi digunakanuntuk mengukur ketrampilan yang telah

dicapai/dipelajari danmenunjukkan apa yang dapatdilakukan sesorang pada

saat ini, sedangakn tes bakat adalah untuk memprediksi apa yangdapat

dilakukan seseorang apabila dilatih. Perbedaan ini akhimya tidak dianggap

sebagaiperbedaan, melainkan dianggap sebagai begian dari suatu kesatuan

(Atkinson dkk., 1993).

Suatu tes psikologi dalam mengukur sampel perilaku harus memiliki

sifat standar danobjektif. Standardisasi berhubungan dengan keseragaman tes

dalam hal administrasi danskoring, sementara objektivitas berhubungan dengan

standardisasi, terutama dalam haladministrasi, skoring, dan interpr~asi skor

yang hams tidak bergantung kepada penilaiansubjektif dari pengujinya

(Anastasi, 1988). Keseragarnan tes beserta validitas dan reliabilitasnya akan

dibahas dalam sub bab terakhir dalam babini.

Intelegensi atau kecerdasan sering diasosiasikan dengan kecerdikan,

kemengertian,kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk menguasai

sesuatu, kemampuan untukmenyesuaikan diri dengan situasi atau lingkungan

tetentu, dan sebagainya. Lalu apa pengertianintelegensi itu?

Pada tahun 1982, Sternberg dkk. merancang suatu studi untuk

menemukan keberagamanorang-orang di dalam mendefinisikan intelegensi.

Subjek penelitiannya adalah duakelompokyang berbeda, yaitu orang awam dan

para ahli psikologi yang secara khusus mengkajimengenai intelegensi. Pada

kedua kelompok tersebut, para peneliti memberikan daftarbeberapa orang

dengan beberapa karakteristik tertentu dan kemudian diminta untuk

menilaikeragaman kemampuan yang didasarkan kepadakarakteristik tersebut.

Hasilnya menunjukkanbahwa pada kebanyakan orang awammengira bahwa

intelegensi adalah kemampuan untukmemecahkan masalah secara praktis,

Page 38: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

kemampuan verbal, dan kompetensi sosial. Kemampuanuntuk memecahkan

masalah secara praktis termasuk di dalamnya penggunaan

logika,menghubungkan ide-ide, dan pandangan kepada masalah secara

keseluruhan. Kemampuanverbal meliputi penggunaan dan pemahaman bahasa

secara lisan dan tulisan dengan carayang baik. Kompetensi sosiallebih

menekankan kepada interaksi yang baik dengan oranglain, yaitu tentang

pemikiran yang terbuka pada perbedaan jenis manusia dan menunjukkanminat

dalam topik-topik yang beragam. Sementara itu para pakar psikologi

menyebutkanbahwa intelegensi dapat diperoleh dari intelegensi verbal,

kemampuan dalam memecahkanmasalah, dan intelegensi praktis. Ini berarti

terdapat hubungan yang dekat dengan pendapatorang awam. Perbedaan

pemikiran utama di antara dua kelompok tersebut adalah satupenekanan,

dimana awam menekankan kompetensi sosial, semen tara para pakar

tidakmempertimbangkan hal tersebut sebagai hal yang esensial dalam

intelegensi. Di lain pihak,para pakar mempertimbangkan motivasi sebagai

faktor yang penting, dimana motivasi initidak terlihat di daftar yang diberikan

oleh orang awam (Morris, 1990).

Banyak ahli yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan apa itu

intelegensi. Sepertimisalnya pada pertentangan antara kubu Spearman dan

kubu Thurstone/Guilford, yangkemudian dikenal dengan dua buah teori

mengenai lumpers (gumpalan) dan splitters(pecahan) (Mayr dalam Morris,

1990). Spearman berpendapat bahwa intelegensi adalahkemampuan urn urn

untuk berpikir dan mempertimbangkan. Sementara Thurstone

melihatkecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah.

Thurstone meyakinibahwa kemampuan seperti numerik, ingatan, dan kefasihan

berbicara, secara bersama-samaakan membentuk perilaku pandai. Bahkan

Guilford lebih tegas mengatakan bahwakecerdasanterbentuk dari 120 faktor

yang berbeda-beda. Perdebatan seperti ini masih tetap aktual sampaikini.

J.P. Guilford (dalam Morris, 1990) membedakan tiga macam

kemampuan mental dasar,yaitu: operation (tindakan berpikir), contents (istilah-

Page 39: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

istilah dari hal-hal yang kita pikirkan,seperti kata-kata atau simbol-simbol), dan

product (ide-ide yang dapat kita hasilkan).

Menurut Morgan dkk. (1984) setiap teori tentang intelegensi di atas

tentunya akanmembawa pengaruh pada perbedaan cara dalam pengukuran

untuk memperkirakan

Kemampuan mental seseorang. Sebagai contoh, teori Faktor G akan

menyarankan bahwaskor tunggal akan dapat mewakili intelegensi secara

adekuat. Sementara ahli-ahli lain yangmenyarankan perbedaan perangkat dari

faktor-faktor memisahkannya ke dalam subtes-subtes. Kita kenaI dua buah tes

intelegensi individual yang terbaik yaitu Binet danWechsler.

L. Beberapa Sifat Tes Intelegensi

Menurut Atkinson dkk. (1993) intelegensi oleh beberapa pakar psikologi

dipandangsebagaikapasitasumumuntukmemahamidanmenalarsesuatuyangkem

udiandiejawantahkanke dalamberbagai cara.AsumsiBinet adalahmeski suatu

tes intelegensi terdiri dari berbagaimacam butir soal (yang mengukur

kemampuan seperti rentang ingatan, berhitung, dan kosakata) seperti

dalamtesBinet, akantetapi anakyang cerdas akancenderung mendapatkan

skoryang lebih tinggi dari pada anak yang bodoh. Dengan demikian, Binet dan

Simon laluberasumsi bahwa tugas yang berbeda-beda tersebut menggali

kecakapan atau kemampuandasar. Dalam intelegensi kecakapan tersebut jika

mengalami perubahan dan kekuranganakan mempengaruhi kehidupan

praktis.Kecakapan ini berupa daya timbang, akal sehat, citarasa praktis,

inisiatif, dan kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap

situasi.Menimbangdengan baik, memahami dengan baik, menalar dengan

baik, kesemua- nya itu merupakankegiatan intelegensi yang sangat penting.

Beberapa Contoh Item-item dalam Skala Intelegensi Stanford-Binet.

USIA TUGAS

2 Menyebut bagian-bagian tubuh: Kepada anakditunjukkan

Page 40: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

sebuahkertas yang besar dan diminta untuk menunjukkan

berbagai bagian tubuh.

3 Ketrampilan visual motorik: Kepada anak ditunjukkan

sebuah jembatanyang disusun dari tiga balok dandiminta

untuk membangunjembatan seperti itu; Dapat meniru

sebuah lingkaran.

4 Analogi yang berlawanan: Mengisi titik-titik dengan kata

yangtepat jika ditanya:"Saudara laki-Iakiseorangpria adalah ;

Saudaraperempuan adalah seorang ; Siang hari terang,

malam hari.........

Penalaran: Menjawab dengan tepatjika ditanya:

"Mengapa kita memerlukan rumah?"

"Mengapa kita memerlukan buku?"

5 Perbendaharaan kata: mendefinisikan kata seperti: bola, topi,

dan tungku. Ketrampilan visual motorik:Dapat meniru

gambar sebuah persegi empat.

6 Konsep angka: Dapat memberikan 9 buah balok kepada

penguji jika diminta melakukannya.

8 Ingatan tentang cerita:Mendengarkan sebuahceritadan

menjawab pertanyaan tentang cerita tersebut.

14 Kesimpulan: Penguji melipat sehelai kertas beberapa kali,

menggunting sudutnya setiap kali melipat.

Subjek ditanya tentang cara menetapkanjumlah lubang yang

akan terjadi bila kertas itu dibentangkan.

Dewasa

(diatas 15 th)

Perbedaan: Dapat menjelaskan perbedaan antara

"kesengsaraan dan kemiskinan";

"watak ke dan reputasi"

Ingatan tentang angka yang dibalik: Dapat mengulang

enam angka secara mundur (dalam susuna terbalik) setelah

dibaca keras oleh penguji.

Sumber : Atikson dkk. (1993)

Page 41: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

David Wechsler (dalam Atkinson dkk., 1993) meski dengan tes intelegensi

denganberagam skala, juga meyakini bahwa intelegensi merupakan himpunan

kapasitas untukbertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan

berhubungan dengan lingkungansecara efektif.

Beberapa Contoh Item-item dalam WISC

(Wechsler Intelligence Scale for Children)

TES URAIAN

Skala verbal

InformationCompre

hension

Arithmetic

Digit Span

(Deret angka)

Vocabulary

Skala performance

Digit symbol

Picture

Pertanyaan-pertanyaan tentang infonnasi yang umum:

misalnya, "Satu kilogram sarna dengan berapa pon?"

Mengukur infonnasi praktis dankemampuan untuk

mengevaluasi pengalaman masa lampau; misalnya,

Mengapa kita perlu menabung?"

Soal-soal verbal yang mengukur penalaran aritmetika

Similarities. Menanyakan kesamaan objek atau konsep

tertentu (misalnya: telur & benih); mengukur pemikiran

abstrak.

Serangkaian angka yang disajikan secara auditoris

misalnya 7-5-6-3-8) diulang dari depan atau dari belakang;

mengukur perhatian dan ingatan luar kepala

Mengukur pengetahuan kita

Tugas pengkodean yang diberi batas waktu dimana

angka diasosiasikan dengan berbagaimacam bentuktanda;

mengukur kemampuan belajar menulis.

Bagian yang hilang dari gambar yang completation tidak

lengkap hams dicari dan disebutkan; mengukur

kemampuan untuk memahami dan menganalisis

Page 42: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Block design

Picture

Object

pola.

Susunan yang tergambar hams ditim dengan menggunakan

balok; mengukur kemampuan untuk memahami dan

menganalisis pola.

Serangkaian gambar hams disusun arrangement menjadi

cerita yang hidup dengan urutan ke kanan; mengukur

pemahaman tentang situasi sosial.

Potongan-potongan kayu hams disatukan assembly untuk

membentuk suatu bendayang

sempurna;mengukurkemampuanyangberkaitandenganhubu

ngan bagian-keseluruhan.

Sumber : Atikson dkk. (1993)

Beberapasifat intelegensidi atasadalahsifat-

sifatyangbersifatteknisdalamhubungannyadengan penyusunan tes intelegensi.

Beberapa sifat lain dari tes intelegensi dan hasilpengukurannya antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Tes individual dan tes klasikal;

b. Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas;

c. Bebas budaya dan penggunaan pada anak khusus.

1. Tes Individual dan Tes KIasikal

Pada bagian terdahuludikatakan bahwatesBinetdan tesWechsler adalah

teskemampuanindividual, karena kedua tes tersebut dilaksanakan pada satu

individu oleh seorang pengujiyang dilatih secara khusus. Sementara itu

kitajuga mengenal tes kemampuan klasikal, yangdapat dilakukan terhadap

sejumlah orang dengan satu orang penguji, serta biasanya dalambentuk tertulis.

Tes kemampuan yang bersifat klasikal tersebut berfungsijika sejumlah

orangharus segera dievaluasi, sementara hanya terdapat sedikit orang penguji.

Salah satu bentuktes klasikal adalah SPM (Standard Proggresive Matrices).

2. Hubungan Antara Intelegensi Dengan Kreativitas

Page 43: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Menurut Atkinson dkk. (1993) tes intelegensi umum (seperti Binet dan

Wechsler)ternyata berkorelasi cukup tinggi dengan prestasi belajar di sekolah,

serta berkorelasi yanglebih rendah dengan prestasi intelektual di kemudian hari

(bila dibandingkan prestasibelajar). Akan tetapi tes intelegensi tidak

dapatmengukur aspekpenting dari intelegensi yaitupemikiran kreativitas atau

pemikiran orisional.

Dalam suatu pemecahan masalah umumnya meliputi dua fase yaitu

mencari beberapaalternatif dan kemudian memilih salah satu alternatif tersebut

yang tampaknya dianggappaling tepat. Fase yang pertama dapat diasumsikan

sebagai pemikiran divergen, dimanapemikiran individu menyebar pada

sejumlah alur yang berbeda. Sedangkan yang keduadiasumsikan

sebagaipemikiran konvergen,dimanapengetahuandan aturan

logikadigunakanuntuk memperkecil kemungkinan guna memperoleh

kemungkinan pemecahan masalahyang tepat.

Sebagian besar tes intelegensi menekankan kepada pemikiran

konvergen, yangmenyajikan masalah yang memiliki jawaban tepat yang

dirumuskan dengan baik. Tes-tesintelegensi tradisional tersebutumumnya

tidakdapatmenggalikemampuan berpikirdivergenpada subjek yang dikenai tes.

Dua pertanyaan mendasar yang kemudian muncul: apakah kemampuan

yang diukurmelalui tes kreativitas berbeda dengan tes yang diukur melalui tes

intelegensi umum?Apakah skor pada tes intelegensi tersebut dapat

memprediksi prestasi kreatif dalamkehidupan sehari-hari?

MenurutAtkinson dkk. (1993) kemamapuanyang akandigalimelalui tes

intelegensi dantes kreativitas tampaknya akan selalu tumpang tindih. Untuk

suatu populasi, tes intelegensicenderung berkorelasi positif dengan skor pada

tes kreativitas; dimana orang yang memilikiIQ di atas rata-rata

cenderungmencapai skordi atas rata-ratapada tes kreativitas. Akan tetapipada

tahap intelegensi tertentu (IQ sekitar 120), terdapat korelasi yang rendah antara

skorintelegensi dengan skorkreativitas.Beberapaindividu yangmemiliki

skoryang sangat tinggipada tes intelegensi akan memperoleh skor yang rendah

pada tes kreativitas. Sedangkanindividu yangmemiliki intelegensi sedikit di

Page 44: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

atas rata-rata akanmemperoleh skoryang tinggipada tes kreativitas. Sehingga

dapat dikatakan bahwa pada distribusi bagian atas, kreativitastidak tergantung

pada intelegensi.

Lalu apakah hasHtes kreativitas dapat diprediksi sebagai alat untuk

melihat kreativitasdalam kehidupan sehari-hari?

Menurut Kogan danPankove (dalamAtkinsondkk., 1993)kita hanya

dapat berspekulasitentang apakah tes kreativitas dapatmemprediksi prestasi

kreatif yang sebenamya. Beberapapenelitian jangka panjang telah dilakukan,

yang hasilnya tidak menggembirakan. Salahsatunya menyimpulkan bahwa

terdapat korelasi yang rendah antara skor berpikir divergendengan kecakapan

ekstrakurikuler yang membutuhkan bakat dalam hal kepemimpinan,drama,

seni, atau ilmu pengetahuan pada siswa-siswa sekolah lanjutan.

Agaknya untuk memperoleh prestasi kreatif, dibutuhkan keduanya baik

kreativitasuntuk berpikir divergen maupun intelegensi untuk berpikir

konvergen. Para peneliti yangmelakukan penelitian terhadap para ilmuwan dan

seniman menyimpulkan bahwa faktorkepribadian seperti kebebasan

berpendapat,motifberprestasi, inisiatif, dan adanya toleransiterhadap

ambiguitas (kemenduaan), merupakan syarat penting bagi prestasi kreatif,

yangkesemuanya itu tidak dapat diukur melalui tes kreativitas (Atkinson dkk.,

1993).

Page 45: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Beberapa Contoh Item-item dalam Tes Kreativitas

1. Penggunaan yang tidak biasa (Guilford, 1954)

Sebutkansebanyak mungkin penggunaan:

a. tusukgigi

b. batubara

c. penjepit kertas

2. Akibat(Guilford, 1954)

Bayangkan semua hal yang mungkin terjadi bila tiba-tibahukum nasional

danhukum daerah dihapuskan

3. Asosiasi jauh (Mednik, 1962)

Carilahkatakeempatyang dapatdiasosiasikan dengan setiap kata dari

ketigakatadi bawah ini:

a. tikus- biru -pondok

b. keluar - anjing- kucing

c. roda -listrik- tinggi

d. heran – garis- ulang tahun

4. Asosiasi kata (Getzels dal1Jackson, 1962)

Tuli§kan sebanyakmllngkip makna setiap kata.di bawah ini:

a. itik

b. saku

c. bubungan

d. adil

Sumber: Atkinson dkk.(1993)

3. Bebas Budaya dan Penggunaan Pada Anak Khusus

Menurut Atkinson dkk. (1993) penampilan seseorang dalam suatu tes

amat tergantungpada kebudayaan mana seseorang itu dibesarkan.Hal ini akan

nyata benar terutama pada tesverbal yang membutuhkan pemahaman bahasa

tertentu.

Page 46: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Suatu tes umumnya memang dirancang untuk mengukur intelegensi

pada orang yang berada di dalam kebudayaan dimana tes tersebut dirancang.

Suatu tes yang bebas budaya (culturefair) dikembangkan dengan cara

meminimalkan penggunaan bahasa, ketrampilan,dan nilai-nilai yang berbeda-

beda dari kebudayaan satu dengan yang lain. Suatu contoh darites bebas

budaya adalah Good enough-Harris Drawing Test. Dalam tes ini subjek

diminta menggambar manusia semampunya (semaksimal yang dia dapat).

Gambar manusia tersebut diskor dari proporsi, ketepatannya, dan

kelengkapannya yang kesemuanya itu dapat diwakili dari bagian tubuh, detil

pakaian, dan sebagainya. Bukannya diskor dari bakat artistiknya(Morris, 1990).

Contoh lain dari tesbebas budaya adalah StandardProgressiveMatrices,

yang berisikan 60 rancangan. Subjek diminta untuk memilih dari 6 sampai 8

pilihan jawaban dari setiap pertanyaan.

Cattel (dalam Morris, 1990) mengembangkan Culture Fair Intelligence

Test (CFIT), yangberusaha mengkombinasikan beberapa pertanyaan

pemahaman verb pengetahuan yang bebasbudaya. Dengan membandingkan

skor-skor dalam dua macam pertanyaan, maka faktorbudaya dapat

dikesampingkan.Anak yang tuli akan membutuhkan waktu lebih lama untuk

mempelajari kata-kata dari padaanak normal. Para imigran atau tenaga kerja

asing yang berprofesi sebagai pengacara atau insinyur tentu akan

membutuhkan waktu yang lama dalam mempelajari bahasa Indonesia.Bayi di

bawah tiga tahun tentu akan mengalami kesulitan dalam menjawab beberapa

pertanyaan verbal. Lalu muncul pertanyaan: bagaimana kita mengukur dengan

tes intelegensi terhadap orang-orang seperti itu?

Cara yangdigunakan adalah dengan meminimalkan penggunaan kata-

kata, yaitu dengan performace test atau tes kinerja, yang merupakan tes non-

verbal. Salah satu contoh tes kinerja yang pertama kali dikembangkan adalah

pada tahun 1866 adalah Seguin FormBoard,yang merupakan suatu puzzle yang

dipakai pada anak-anak yang mengalami retardasi mental.Tes kinerja lainnya

yang terkenal adalah PorteusMaze, yangberupa jaringan jalan yang rumit dan

memiliki tingkat kesulitan yang bertingkat (Morris, 1990).

Page 47: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Bagi anak-anak yang masih kecil, salah satu tes yang paling efektif

digunakan adalah Bayley Scales of Infant Development. Skala Bayley

digunakan untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan anak dari umur 2

bulan hingga 1,5 tahun. Skala-skalanya meliputi persepsi, memori, komunikai

verbal, dan beberapa skala motorik seperti duduk,berdiri, berjalan, dan

ketangkasan. Skala Bayley ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi tanda-

tanda awal dari kerusakan sensorisdan neurologis, gangguan emosional, dan

kesulitan beradaptasi dengan lingkungan fisik (Morris, 1990).

M. Syarat-syarat Tes Yang Baik

Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila skornya dapat dikatakan sudah

sahih (valid) dan andal (reliable).

1. Keandalan (Validitas)

Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan

dan kecermatan suatu tes dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan

fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu

tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya

pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah.

Sisi lain dari konsep validitas adalah kecermatan pengukuran. Suatu tes

yang validitasnya tinggi bukan saja akan rnenjalankan fungsi ukurnya dengan

tepat, akan tetapi harus juga rnemiliki kecermatan tinggi (Azwar, 1989).

Estirnasi validitas suatu pengukuran pada urnurnnya dinyatakan secara

ernpiris oleh suatu koefisien yang kernudian disebut koefisien validitas.

Koefisien ini dinyatakan oleh korelasi antara distribusi skor tes yang

bersangkutan dengan distribusi suatu skor suatukriteria. Kriteria ini dapat

berupa skor tes lainyang rnerniliki fungsi yangsarna,dan dapat pula berupa

ukuran-ukuran yang lain yang relevan (Azwar, 1989).

Page 48: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Apabila suatu tes diberi sirnbol X dan skor kriteria diberi sirnbol Y,

rnaka koefisiensikorelasi antara tes dan kriteria rnerupakan suatu koefisien

validitas dengan sirnbol 'XY(Azwar, 1989).

2. Keterandalan (Reliabilitas)

Reliabilitas berasal dari kata reliability, yang berasal dari kata rely

(dipercaya) danability (kernarnpuan). Suatu tes dapat dikatakan reliabel

apabila rnerniliki reliabilitas yangtinggi.

Reliabilitas seringkali rnerniliki beragarn istilah lain seperti

keterpercayaan, keterandalan,keajegan, konsistensi, kestabilan, dan

sebagainya yang kesernuanya itu rnengacu kepadakonsep reliabilitas yang

berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Artinyahasil ukur

yang dapat dipercaya apabila dalarn beberapa kali pengukuran terhadap

kelornpoksubjek yang sarna akan diperoleh hasil yang relatif sarna,jikalau

aspek yangdiukur dalarn dirisubjek rnernang belurn berubah. Pengertian

relatif tersebut rnenunjukkan bahwa terdapattoleransi terhadap perbedaan-

perbedaan kecil di antara hasil pengukuran. Apabila perbedaanhasil

pengukuran tersebut besar dari waktu ke waktu, rnaka tes tersebut tidak dapat

dipercayaatau tidak reliabel (Azwar, 1989).

Untuk rnengukur reliabilitas dapat dilakukan dengan perolehan dua

nilai dari orang yangsarna pada tes yang sarna, yakni dengan cara

rnengulanginya atau dengan rnernberikan duabentuk tes yang berbeda tetapi

setara. Jika setiap individu dapat rnencapai skor yang kuranglebih sarna pada

kedua pengukuran tersebut, rnaka berari bahwa tes tersebut reliabel.

Meskisuatu tes dapat dikatakan reliabel, beberapa perbedaan dapat rnuncul di

antara kedua karenaadanya perbedaan peluang dan kesalahan pengukuran.

Oleh karena itu, dibutuhkan pengukuranstatistik mengenai tingkat hubungan

di antara seperangkat pasangan skor. Tingkat hubungantersebut ditetapkan

dengan koefisien korelasi (Atkinson dkk., 1993).

Menurut Azwar (1989) koefisien korelasi dilambangkan dengan huruf r.

Apabila skorpada tes pertarna diberi larnbang X dan skor yang kedua

(paralelnya) diberi larnbang X' , rnakakoefisien korelasi antara keduanya

Page 49: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

diberi larnbang rxx" dirnana sirnbol ini kemudiandigunakan sebagai sirnbol

koefisien reliabilitas.

Secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar dari 0 sarnpai I.

Akan tetapi padakenyataannya koefisien korelasi sebesar 1 tidak akan pernah

dijurnpai. Di sarnping itu,rneskipun koefisien korelasi dapat saja positif (+)

rnaupun negatif (-), akan tetapi halreliabilitas koefisien yang besarnya kurang

dari 0 tidak ada, karena interpretasi reliabilitasselalu rnengacu kepada

koefisien yang positif (Azwar, ] 989).

Apabila koefisien reliabilitas sebesar rxx.=l, berarti adanya konsistensi

yang sempurnapada alat ukur yang bersangkutan.Konsistensi sempurna ini

tidak akanpernah terjadi, karenadalam pengukuran psikologis, manusia

merupakan sumber error yang potensial (Azwar,1989).

Selain validitas dan reliabilitas, suatu tes yang baik juga harus

memenuhi syaratkeseragaman prosedur tes. Untuk menghindari pengaruh

variabel yang mengganggu,maka suatu tes harus seragam di dalam prosedur.

Keseragaman tersebut meliputi: instruksi,batas waktu (speed test atau power

test), dan cara skoring. Dalam instruksi misalnya,penjelasan yang diberikan

olehpengujimengenai carapenyajianmateri tes seyogyanya harusbersifat

standar dari waktu ke waktu (Atkinson dkk., 1993).

Akan tetapi tidak semua variabel yangmengganggu dapat kita

kendalikan dengan baik,seperti misalnya penampilan umum (ekspresi wajah,

nada suara, pakaian, dan sebagainya),jenis kelamin dan suku bangsa penguji

juga akan mempengaruhi hasil tes subjek (Atkinsondkk., 1993) . Apabila

seorang anak perempuan dari Jawa Tengah mengerjakan tes denganhasil

buruk ketika diuji oleh seorang penguji pria dari Batak, harus

dipertimbangkan pulabahwa kecemasan dan motivasi anak tersebut mungkin

akan berbeda apabila diuji olehpenguji perempuan dari Jawa.

Page 50: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

N. Penggunaan Tes-Tes Intelegensi

Pada dasarnya tes-tes intelegensi memang berguna. Beberapa

penggunaan praktis yang sekarang telah diakui yaitu pertama-tama tes psikis

dapat digunakan untuk turut menentukan emasakan anak-anak menerima

pelajaran sekolah. Anak yang berumur 6 tahun biasanya memperlihatkan

variasi yang sangat luas mengenai umur mereka. Beberapa diantara mereka

mungkin psikis harus berumur 3 atau 4 tahun, sedangkan sebagian besar dari

mereka mempunyai umur psikis antara 5,5 dan 6,5 tahun. Anak-anak yang

terdapat pada golongan umur psikis yang rendah belum siap untuk

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan di kelas satu, meskipun

mereka kronologis telah berumur 6 tahun. Mereka yang terdapat dalam

golongan umur psikis yang tinggi barangkali telah dapat melakukan pekerjaan

kelas satu ini pada umur 4 atau 5 tahun.

Penggunaan kedua dari test psikis ini adalah untuk mengadakan

klasifikasi kedalam golongan-golongan menurut abilitas mereak yang

dilakukan untuk kepentingan pelajaran. Klasifikasi ini dapat dilakukan dalam

setiap kelas. Namun perlu diperhatikan, bahwa kriteria ini tidak boleh

merupakan faktor satu-satunya dalam mengadakan klasifikasi ini, faktor-

faktor lainpun tak kurang pula pentingnya, atau mungkin juga minat serta

usahanya. Tetapi kalau faktor-faktor lain dapat dianggap sama, seorang anak

dengan IQ sebesar 150 dapat menjelaskan pelajaran untuk enam kelas dalam

6 tahun. Apakah bijaksana untuk menyelesaikan pelajaran 6 tahun dalam 4

tahun adalah pertanyaan yang lain lagi.

Penggunaan ketiga adalah diagnosis murid. Kalau seorang murid tak

berhasil mencapai kemajuan yang normal, maka test psikis dapat

dipergunakan untuk menentukan macam kesukaran apa yang dihadapi anak

itu. Kalau seorang anak, yang terlambat kemajuannya mencapai score yang

tinggi pada suatu test intelegensi, maka mungkin bbahwa cara mengajar yang

kurang baik, atau faktor psikologis lain seperti sikap atau minat, atau

mungkin pula dasar appersesif yang tidak cukup. Faktor-faktor lian yang

terganggu dan faktor-faktor sosial tertentu seperti kehidupan keluatga tidak

Page 51: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

terlalu menyenangkan. Dalam memberikan test psikis kepada seorang anak

yang terlambat, misalnya kepada seorang murid yang menemui kesukaran-

kesukaran dalam pelajaran membaca, haruslah dipergunakan suatu test tanpa

bahasa nonverbal. Kalau anak tadi tidak dapat membaca, pasti ia akan

mendapat score yang rendah pada suatu test yang mempergunakan instruksi-

instruksi secara tertulis. Kalau kemudian didapati kapasitas psikis yang

rendah, maka kelambatan itu untuk sebagian telah diterangkan, tetapi

kemungkinan tetap besar, bahwa faktor-faktor lainpun menyebabkan

kelambatan itu.

Keempt, tes psikis itu dapat dipergunakan dalam memberikan

bimbingan pendidikan untuk menentukan jabatan. IQ seseorang merupakan

faktor yang penting dalam meilih jabatan. Kalau seseorang mempunyai

kapasitas psikis biasa atau rata-rata saja, janganlah ia menginginkan jabatan

yang memerlukan kapasitas psikisnya tinggi. Penetrasi yang dalam yang

dikehendaki oleh jabatn-jabatan yang tinggi serta jabatan-jabatan yang

sosialisasi terlalu berat bagi orang-orang dengan IQ yang biasa. Bimbingan

dalam pendidikan, atau setiap macam bimbingan biasanya diperlukan dalam

setiap krisis. Makain rendah IQ seseorang, barangkali makin banyak orng itu

memerlukan bimbinga untuk mengatasi masa-masa krisisnya.

Penggunaan yang kelima dari test intelagensi ialah untuk menolong

studi mengenai pelanggaran-pelanggaran kalau seseorang pemuda

memperlihatkan kecenderungan untuk melakukan tingkah-tingkah yang

bersifat nonsusila dan kriminal, maka timbullah sial tangung jawab moral.

Apakah pemuda tadi cukup intelegensi untuk dimintai tanggung jawab moral

bagi segala tindakannya atau tidak. Jawaban dari hal tersebut mungkin

bersifat menetukan terhadap penuntutan perlakuannya yang harus diterima

oleh pemuda tadi.

Penggunaan keenam ialah untuk meramalkan sukses yang mungkin

dicapai oleh seorang anak di perguruan tinggi, atau dalam suatu lapangan

aktivitas yang lain. Korelasi yang terdapat antara score pada tes intelegensi

Page 52: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

dengan sukses dalam suatu lapangan memberikan dasar untuk meramalkan

kemungkinan sukses dalam batas tertentu.

Tentu saja daam hal ini diperlukan ketentuan-ketentuan, bahwa faktor

lain akan tetap konstan. Korelasi semacam ini tidak pernah terlalu tinggi,

bergerak antara kira-kira 0,4 sampai 0,6. Tetapi korelasi itu selamanya positif

dan cukup berarti.

Page 53: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari materi yang telah dibahas sebelumnya, kita bisa menyimpulkan bahwa:

1. Inteligensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat

bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat,

dan sebagainya turut mempengaruhi intelegensi seseorang). Intelegensi

tidak bisa dianggap sebagai suatu substansi, suatu sifat, atau suatu daya.

2. Tingkah laku manusia dikatan intelegen berdasarkan kesanggupannya

untuk melakukan tugasnya dengan cepat, mudah, serta memadai.

3. Suatu tingkah laku yang intelegn, dapat tinggi dan dapat pula rendah

tingkatannya.

4. Intelegensi berbeda dari kapasitas. Manusia tidak dapat intelegen berkat

hereditas saja. Manusia hanya mewarisikin kapasitas untuk menjadi

intelegen, pada yang seorang dengan batas yang cukup tinggi, sedangkan

pada yang lain dengan batas yang rendah.

5. Intelegensi pada tingkat tinggi dapat diketahui dari manifestasi-

manisfestasi berikut :

a. Fasilitas dalam mempergunakan bilangan-bilangan

b. Efesiensi dalam penggunaan bahasa

c. Kecepatan dalam pengamatan

d. Fasilitas dalam mengingat-ingat

e. Khayal

6. Telah banyak teori tentang intelegensi teori tentag intelegensi yang

dikemukakan orang. Ada yang meletakkan tekanan pada kualitas, dan

persesuaian pendapat mengenai persoalan, apakah intelegensi terdiri atas

satu faktor atau atas lebih dari satu faktor. Tiap teori berguna samapi

Page 54: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

tingkat tertentu, yaitu bahwa teori itu dapat menerangkan tingkah laku

yang dapat dianggap intelegen.

7. Tujuan-tujuan itu setiap konsep tentang intelegensi harus kita periksa

dalam hubungannya dengan implikasi dalam pendidikan:

a. Filsafat yang dianut oleh sekolah harus menentukan apakah

pendidikan yang diberikan oleh sekolah tadi diperuntukkan bagi

seluruh masyarakat atau apakah intelektualitas yang akan memperoleh

pengakuan dan penghargaan tertinggi.

b. Selama manusia masih berbeda tidak mungkin dibentuk rombingan

yang mutlak homogen.

c. Mendorong anak yang kurang pandai dan menilai kemajuan

berdasarkan intelengensi abstraknya.

8. Intelegensi dibagi menjadi beberapa jenis, secara garis besar menjadi IQ,

EQ, dan SQ.

9. Intelegensi seseorang dapat diketahui dengan cara menggunakan tes

intelegnsi yang hasil dari tes tersebut tidaklah bersifat mutlak.

10. Tes-tes intelegensi digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu :

a. Untuk menggolongkan murid disuatu kelas berdasakan kemampuan

belajar,

b. Menentukan siap dan tidaknya anak untuk bersekolah,

c. Mengadakan diagnosis kesukaran-kesukaran belajar,

d. Dipergunakan untuk kepentingan bimbingan,

e. Studi mengenai pelanggaran-pelangaran, dan

f. Mengetahui kecenderungan sukses yang mungkin dicapai oleh

seseorang.

Page 55: INTELEGENSI   DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

DAFTAR RUJUKAN

Alim, Baitul Muhammad.2010.Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi,(Online),(http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-intelegensi/06511548). diakses tanggal 6 Desember 2011.

Dryden,Gordon dkk.2003.Revolusi cara Belajar.alih bahasa oleh Word++ Translation service. Bandung : Kaifa.

Gunadarma.____.Bab 6 Tes Intelegensi,(Online), (http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum2/bab6_tes_intelegensi.pdf). diakses tanngal 14 Desember 2011.

Whiterington, H.Carl. 1982. Psikologi Pendidikan.alih bahasa oleh M. Buchori M.ED. Bandung : Jemmars.

Yunita, Riny.2009.Kenali Potensi Intelegensi Anda,(Online),(http://rinyyunita.wordpress.com/2009/01/16/potensi-intelegensi/). diakses 6 Desember 2011