INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

30
Nama : Nuning Utami NIM : 06413241037 Prodi : P.Sosiologi (R) MAKALAH INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Konflik bernuansa rasial merupakan suatu fenomena penting dan menarik dalam perjalanan sejarah kota Solo. Dari 15 konflik sosial besar yang terjadi selama hampir seabad yang melanda kota Solo, sekitar separuh secara langsung diwarnai dengan konflik rasial sementara sissanya menunjukkan sifat tidak langsung yang terkait dengan konflik ini. Konflik rasial yang terjadi di Solo merupakan peristiwa kompleks yang khususnya melibatkan suatu kelompok etnis tertentu sebagai pendatang dan kelompok etnis lain sebagai penduduk asli, khususnya

description

Konflik bernuansa rasial merupakan suatu fenomena penting dan menarik dalam perjalanan sejarah kota Solo. Dari 15 konflik sosial besar yang terjadi selama hampir seabad yang melanda kota Solo, sekitar separuh secara langsung diwarnai dengan konflik rasial sementara sissanya menunjukkan sifat tidak langsung yang terkait dengan konflik ini. Konflik rasial yang terjadi di Solo merupakan peristiwa kompleks yang khususnya melibatkan suatu kelompok etnis tertentu sebagai pendatang dan kelompok etnis lain sebagai penduduk asli, khususnya antara etnis Cina dan etnis pribumi. Meskipun dikotomi demikian belum bisa menjamin kepastian dan kebenaran paradigma polarisasi yang berlaku sejauh ini, yakni adanya sifat permusuhan yang melandasi pandangan antar etnis ini, namun pandangan umum yang merebak ke permukaan adalah konflik Cina versus pribumi.

Transcript of INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

Page 1: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

Nama : Nuning Utami

NIM : 06413241037

Prodi : P.Sosiologi (R)

MAKALAH

INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Konflik bernuansa rasial merupakan suatu fenomena penting dan menarik

dalam perjalanan sejarah kota Solo. Dari 15 konflik sosial besar yang terjadi selama

hampir seabad yang melanda kota Solo, sekitar separuh secara langsung diwarnai

dengan konflik rasial sementara sissanya menunjukkan sifat tidak langsung yang

terkait dengan konflik ini. Konflik rasial yang terjadi di Solo merupakan peristiwa

kompleks yang khususnya melibatkan suatu kelompok etnis tertentu sebagai

pendatang dan kelompok etnis lain sebagai penduduk asli, khususnya antara etnis Cina

dan etnis pribumi. Meskipun dikotomi demikian belum bisa menjamin kepastian dan

kebenaran paradigma polarisasi yang berlaku sejauh ini, yakni adanya sifat

permusuhan yang melandasi pandangan antar etnis ini, namun pandangan umum yang

merebak ke permukaan adalah konflik Cina versus pribumi.

Dari hasil penelitian berbagai sumber sejauh ini agaknya perlu dibedakan

kelompok pribumi mana yang mengambil peranan utama dalam ledakan konflik rasial

dengan dampak kerusuhan massal sebagai akibatnya. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut

Page 2: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

mengingat tidak semua elemen dalam masyarakat pribumi di Solo berperan aktif

dalam konflik, bahkan tidak semua unsur kelompok pribumi ini yang mudah

terpengaruh oleh pandangan anti pendatang. Di sisi lain faktor-faktor apa yang

menyebabkan etnis Cina selalu menjadi sasaran tembak dari kerusuhan yang terjadi.

Etnis Cina sebagai suatu pendatang hidup di kota Solo dalam kelompok khusus

bersama dengan etnis Eropa, Arab dan bila ada juga kaum pendatang lain, baik

domestik maupun asing.

Meskipun mengambil posisi yang sangat menentukan dalam perkembangan

sejarah kota Solo, kelompok penduduk Eropa hampir tidak pernah terlibat dalam

kasus konflik rasial dengan penduduk pribumi. Mungkin saja ini terjadi berkat posisi

mereka yang strategis sebagai penguasa politis sehingga mampu mengerahkan

kekuatan untuk menindas setiap gerakan yang melawan mereka, meskipun tidak

tertutup kemungkinan adanya ledakan konflik yang bermotivasi individu. Namun

demikian garis batas pemisah yang dilandasi oleh sistem kekuasaan yang ada tidak

memungkinkan adanya benturan dan hubungan langsung antara masyarakat Eropa

baik para pejabat negara maupun swasta di kota Solo cenderung membatasi diri pada

hubungan dengan kalangan elit pribumi terutama keluarga Susuhunan dan

Mangkunegaran. Mereka bahkan tidak banyak berhubungan dengan elit cendekiawan

pribumi yang banyak melakukan aktivitas di kalangan masyarakat menengah ke

bawah di Solo.

Pada bagian lain terdapat kelompok Timur Asing selain Cina, yakni

masyarakat keturunan Arab. Meskipun dikelompokan sebagai golongan Timur Asing,

orang Arab lebih banyak berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan

Page 3: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

kepentingan ekonomi yang melandasi kehidupan masyarakat Arab lebih mendekatkan

mereka dengan kalangan penduduk pribumi daripada dengan penguasa Eropa maupun

kelompok Cina. Sejauh perjalanan sejarah sosial Solo diamati, tidak pernah terdengar

adanya konflik antara orang Arab dan masyarakat pribumi yang meledak selama masa

kolonial. Kecilnya jumlah orang Arab yang bermukim di kota juga mengakibatkan

peranan mereka kurang menonjol dari kehidupan sosial kota Solo. Selain itu

keterbatasan tinggal yang ditunjuk sebagai daerah pemukiman mereka membuat

masyarakat Arab ini ikut tercampur dalam dinamika aktivitas sosial ekonomi

masyarakat pribumi.

Dengan melihat penjelasan di atas, sungguh menarik untuk dicermati peranan

kelompok minoritas Cina dalam hubungan sosial di kota Solo. Dibandingkan dengan

kelompok penduduk Eropa dan Arab, kelompok masyarakat Cina merupakan suatu

golongan asing yang banyak bergaul dan berhubungan dengan masyarakat pribumi

secara sosial dan ekonomi. Untuk itu dalam hal ini perlu diperhatikan bagaimana pola

perkembangan peran kehidupan kelompok Cina ini dalam sejarah kota Solo sampai

awal masa pemerintahan Sunan Pakubuwono X, yang diakui sebagai puncak sekaligus

akhir dari masa kejayaan pemerintahan Kasunanan Surakarata.

B.RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini, rumusan masalah yang dapat digunakan antara lain :

1. Bagaimana Integrasi masayrakat Cina ?

2. Mengetahui aktivitas ekonomi masayarakat Cina zaman dulu?

3. Bagaimana pasang surut Etnis cina di Surakarta?

Page 4: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

C.TUJUAN PENULISAN

Makalah ini disusun dengan tujuan :

Untuk mengetahui mengetahui sejarah etnis Cina di Indonesia

Untuk mengetahui perekonomian etnis Cina di Solo dan Sekitarnya

Dapat menambah wawasan bagi kita

Untuk memngetahui Interaksi social yang ada di Cina Solo,Surakarta.

BAB II

PEMBAHASAN

A.ETNIS CINA ZAMAN VOC

Setelah berakhirnya geger Pacina (pemberontakan orang-orang Cina terhadap

Kompeni Belanda) pada tahun 1742, orang-orang Cina diijinkan kembali berkumpul

dan tinggal di Batavia. Mereka datang tersebar di sekitar kota ini, dan oleh Gubernur

Jenderal Van Imhoff diberi daerah Glodok sebagai tempat pemukiman pertama bagi

orang-orang Cina ini. Dibandingkan dengan kondisi sebelum terjadinya

pemberontakan itu, orang-orang Cina kini lebih ditertibkan dalam hal pemukiman.

Mereka kemudian diberi tempat yang bebas untuk dihuni dengan batas-batas daerah

yang telah ditetapkan. Pemukiman khusus bagi orang Cina ini dimaksudkan oleh

pemerintah kolonial agar bisa lebih mudah mengawasi aktivitas ekonomi dan segala

tindakan sosial komunitas tersebut.

Page 5: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

Tindakan Belanda ini segera diikuti dengan penunjukan para pejabat Cina

yang diangkat dari kalangan masyarakat tersebut serta dikukuhkan oleh penguasa

VOC. Tugas dari pejabat Cina ini adalah bertanggungjawab untuk menyampaikan

semua kebutuhan yang diperlukan dari warganya kepada pemerintah Belanda dan

sebaliknya menyebarkan keputusan dari pimpinan Belanda yang berhubungan dengan

masyarakat Cina kepada warganya. Dengan demikian pejabat Cina di kampung

Pecinan ini tidak bisa dianggap sebagai pejabat pimpinan dalam arti birokrat,

mengingat mereka tidak digaji dan tidak memiliki wewenang memerintah warganya.

Para pejabat Cina tersebut lebih tepatnya bila disebut sebagai koordinator.

Sistim yang diterapkan oleh VOC untuk mengatur orang-orang Cina dalam hal

pemukiman dan mobilitas ini diterapkan juga di daerah lain yang telah dikuasai

olehnya, seperti kota-kota besar utama di Semarang, Surabaya, Malang, dsb. di kota-

kota ini VOC juga menunjuk daerah sebagai tempat pemukiman bagi orang-orang

Cina berikut dengan para pejabat dan peraturannya yang mirip dengan di Batavia. Hal

serupa juga terjadi di kota-kota menengah lainnya di sepanjang pantai utara Jawa yang

dikuasai oleh VOC.

Dalam penerapan pengaturan di Vorstenlanden khususnya Surakarta, kondisi

yang dijumpai agak berbeda. Mengingat di wilayah projokejawen ini Belanda tidak

mempertahankan kekuasaan secara langsung, melainkan masih terbatas pada kontrak-

kontrak politik dan mencegah campur tangan langsung terhadap urusan intern raja-raja

Surakarta. Oleh karena itu dalam mobilitas sosial warga khususnya orang-orang Cina,

VOC tidak bisa memaksakan peraturan yang berlaku di kota-kota wilayahnya untuk

diterapkan di kota Solo. Setelah berakhirnya perang Cina itu, masyarakat Cina

Page 6: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

diijinkan bermukim di kota Solo sebagai ibukota baru yang dipindahkan dari pusat

pemerintahan lama Kartasura. Mereka diberi tempat oleh Susuhunan untuk tinggal di

sebelah utara sungai Pepe dekat dengan pasar Besar dan diijinkan untuk melakukan

aktivitas sosial ekonomi.

Dengan pemukiman yang tumbuh di sana, kehidupan sosial juga ikut

berkembang. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi

kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina untuk mengenal lebih jauh

budaya Jawa. Mereka banyak yang meniru pola pemukiman dan pergaulan hidup

orang Jawa. Pada kalangan elit ini orang-orang Cina juga banyak berhubungan dengan

para bangsawan dan kerabat kraton di Surakarta. Kehidupan para bangsawan kraton

yang sering menuntut pengeluaran melebihi pendapatannya, yang memerlukan tingkat

kebutuhan tinggi, menemukan penyelesaian pada beberapa orang Cina kaya yang

tinggal di Surakarata. Beberapa orang pangeran dan pejabat istana bahkan banyak

terjebak dalam hutang dengan orang-orang Cina ini sehingga harus melepaskan

tanahnya atau meminta bantuan kepada Susuhunan untuk menebusnya.

B.INTEGRASI MASYARAKAT

Berangkat dari kegelisahan komunitas sosial masyarakat Surakarta yang terangkat

dalam forum–forum, dialog dan diskusi intersubyektif, agenda permasalahannya

senantiasa menempatkan persoalan konflik perkotaan di Solo yang bersifat laten dan

endemic. Wacana dialog dilandasi ketidakpercayaan dan ketidakniscayahan, bahwa

lembaran sejarah konflik di Solo menorehkan lembaran hitam, sampai kurang lebih

sampai 17 kali amuk massa.

Page 7: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

Pusat studi budaya dan perubahan sosial UMS ikut gelisah untuk mengangkat

persoalan konflik yang berakar pada masalah laten pri vs nonpri diangkat dalam

penerbitan Buletin Kalimatun Sawa edisi ke 4 tahun ini. Topik yang menarik adalah

“Pasang Surut Integrasi Sosial Masyarakat Etnis Cina di Surakarta”

Boleh jadi, topik ini sangat menarik untuk dikaji dari sisi sosiologis dengan

menerapkan konsep integrasi sosial berdasarkan kepentingan ekonomi perdagangan di

kota. Dalam eskalasi yang panjang yang panjang dan bersifat linier maka sejarah

integrasi sosial masyarakat Cina di Solo keberadaannya senantiasa terikat pada

kepentingan ekonomi perdagangan yang sangat ekskusif menciptakan pemukiman yang

menyatu dengan basis perdagangan mereka, yaitu Rumah dan toko (ruko).

Potret sosial pemukiman masyarakat Cina di Solo, tidak ubahnya dengan

komunitas etnik yang memiliki kepentingan perdagangan (Madura–Sampangan, Bali-

Kebalen, Arab-Pasar Kliwon, Cina-Pecinan , Banjarmasin-Banjar di Serengan, komunitas

dagang Belanda di Loji Wetan, Komunitas Pedagang Batik Jawa di Laweyan), juga

bersifat eksklusif dalam potret segregasi sosial yang bersifat etnisitas. Sementara etnik

Jawa lebih menampakan pemukiman yang menyebar mengikuti alur stratifikasi sosial

wong cilik vs wong gedhe, yaitu berada dalam konsep: mbatur tapi lancur, mlincur golek

pitutur.

Berangkat dari kegelisahan komunitas sosial masyarakat Surakarta yang terangkat

dalam forum–forum, dialog dan diskusi intersubyektif, agenda permasalahannya

senantiasa menempatkan persoalan konflik perkotaan di Solo yang bersifat laten dan

endemic. Wacana dialog dilandasi ketidakpercayaan dan ketidakniscayahan, bahwa

Page 8: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

lembaran sejarah konflik di Solo menorehkan lembaran hitam, sampai kurang lebih

sampai 17 kali amuk massa.

Pusat studi budaya dan perubahan sosial UMS ikut gelisah untuk mengangkat

persoalan konflik yang berakar pada masalah laten pri vs nonpri diangkat dalam

penerbitan Buletin Kalimatun Sawa edisi ke 4 tahun ini. Topik yang menarik adalah

“Pasang Surut Integrasi Sosial Masyarakat Etnis Cina di Surakarta”

Boleh jadi, topik ini sangat menarik untuk dikaji dari sisi sosiologis dengan

menerapkan konsep integrasi sosial berdasarkan kepentingan ekonomi perdagangan di

kota. Dalam eskalasi yang panjang yang panjang dan bersifat linier maka sejarah

integrasi sosial masyarakat Cina di Solo keberadaannya senantiasa terikat pada

kepentingan ekonomi perdagangan yang sangat ekskusif menciptakan pemukiman yang

menyatu dengan basis perdagangan mereka, yaitu Rumah dan toko (ruko).

Potret sosial pemukiman masyarakat Cina di Solo, tidak ubahnya dengan

komunitas etnik yang memiliki kepentingan perdagangan (Madura–Sampangan, Bali-

Kebalen, Arab-Pasar Kliwon, Cina-Pecinan , Banjarmasin-Banjar di Serengan, komunitas

dagang Belanda di Loji Wetan, Komunitas Pedagang Batik Jawa di Laweyan), juga

bersifat eksklusif dalam potret segregasi sosial yang bersifat etnisitas. Sementara etnik

Jawa lebih menampakan pemukiman yang menyebar mengikuti alur stratifikasi sosial

wong cilik vs wong gedhe, yaitu berada dalam konsep: mbatur tapi lancur, mlincur golek

pitutur.

Mencoba untuk mengamati kedudukan wong cilik di kota Solo dalam struktur

masyarakat feodal maka potret pemukiman wong cilik pribumi Jawa menunjukkan

fenomena pemukiman ngindung, magersari , kuli kendho, kuli kenceng dan kuli gladhag.

Page 9: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

Itulah potret sinkronik segregasi sosial wong Solo yang berada dalam fenomena

pemukiman eksklusif berdasarkan lintas etnik, bersifat pengelompokan pemukiman

dagang dan terciptanya struktur sosial feodal yang tajam antara pemukiman wong gedhe

vs wong cilik. Unsur-unsur konflik dikota akan meletus ketika terjadi interest group

kalangan enteprenur bergesekan secara politis dengan komunitas feodal dan kolonial.

C. AKTIVITAS EKONOMI ORANG CINA

Pada hari Senin tanggal 18 Januari 1819 orang Cina Lolie pengelola gerbang

tol dari Pangeran Prangwedono di kota Solo, diadukan karena telah memeras orang-

orang pribumi secara sewenang-wenang. Akibat tindakan ini Pangeran Prangwedono

mengambil kembali hak sewa gerbang tol (tol porten), dimulut jembatan “jurug”

Bengawan Solo meskipun sebenarnya Lolie masih mempunyai hak tersebut selama

dua tahun.

Peristiwa tersebut di atas merupakan salah satu contoh dari banyak kasus

serupa yang terjadi di wilayah Surakarta, khususnya di kota Solo. Pemborongan

sarana umum dari para bangsawan pribumi kepada orang-orang Cina mewarnai

kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cina ini di Solo setelah palihan nagari .

Gerbang tol merupakan salah satu pilihan yang paling menguntungkan untuk

dieksploitasi oleh orang-oarang Cina karena mereka bisa menetapkan bea lewat tol

tersebut tanpa standard yang berlaku. Sebagai akibatnya setiap tol memiliki nilai yang

berbeda-beda, tergantung pada tujuan yang akan dicapai dari jalur tersebut. Misalnya

tol yang mengarah ka pasar besar memiliki standard nilai tertinggi dibandingkan tol

tol di jalan biasa, sementara pada jalur yang mengarah ke pasar ini terdapat bebrapa

Page 10: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

buah gerbang tol masing-masing diborongkan. Dengan demikian kasus pemerasan

seperti yang disebutkan dalam contoh di atas bukan merupakan hal langka.

Dengan kondisi tersebut tidak perlu diragukan lagi bahwa pemasukan luar

biasa akan dicapai dari pengelolaan gerbang tol ini, karena tanpa standard harga baku

eksploitasi bisa berlangsung tanpa pengawasan yang memadai dari penguasa pribumi

yang telah memborong haknya. Korbannya jelas penduduk pribumi yang menjadi

konsumen utama dari gerbang tol. Tingginya cukai yang dipungut di tol ini

disebabkan oleh pemborongan berlipat ganda bukan hanya oleh satu orang namun bisa

satu gerbang tol diborongkan kepada beberapa orang. Sebagai akibatnya pemborong

terakhir menerima kewajiban membayar tertinggi, sehingga dia harus menerapkan

harga yang tinggi agar bisa menutup semua pengeluarannya.

Pemborongan tol juga diikuti dengan pemborongan berbagai sarana lain seperti

pasar, tempat pemotongan hewan, rumah judi, syahbandar pelabuhan sungai,

penambangan perahu, tempat penjualan dan pemadatan candu, bahkan termasuk ijin

berburu di hutan. Sejauh ini pasar merupakan pilihan strategis setelah tol, mengingat

pasar merupakan sentra aktivitas ekonomi yang tumbuh di daerah itu. Ada banyak

pungutan di pasar ini seperti beya plingsan bagi penjual kain, beya metu bila akan

meninggalkan pasar, beya pesapon dan beya jaga bagi kebersihan dan keamanan, dan

beya bango untuk menyewa sebuah tempat di pasar. Setiap biaya ini bisa diborong

oleh satu orang, namun kadang kala juga diborong oleh masing-masing individu.

Apabila terdapat lebih dari satu pemborong, maka harga yang ditetapkan akan naik.

Sektor persewaan lain yang akan menjadi sasaran orang Cina ini adalah

agrobisnis. Dalam bidang ini orang-orang Cina menyewa tanah-tanah apanase milik

Page 11: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

para bangsawan Jawa untuk memasok pasar-pasar lokal dengan barang-barang hasil

bumi domestik. Meskipun masih jauh dibandingkan dengan para pengusaha Eropa

yang cenderung mengelola tanah sewaan ini sebagai onderneming, para pengusaha

Cina ini memiliki kekuasaan yang luas di tanah-tanah sewaannya. Beberapa dari

mereka tampil sebagai tuan tanah (lanlord) model manor Eropa dengan wewenang

otonominya yang luas sebagai pengganti para pemegang apanase. Di sini mereka

membentuk pasukan sendiri, memungut pajak atas tanahnya, memungut upeti dalam

bentuk hasil bumi dari warganya dan menetapkan harga bagi penjualan produk oleh

penduduk kepadanya. Namun kadang-kadang ada juga orang Cina yang

memborongkan tanah berikut penduduknya yang mereka sewa dari pemegang apanase

itu kepada orang Cina yang lain sementara dia sebagai penyewa tetap tinggal di kota

Solo.

Semua hasil persewaan dan pemborongan ini berlangsung cukup lama sejak

akhir abad XVIII. Meskipun terjadi bencana besar yaitu perang Jawa antara 1825-

1830, sampai pertengahan kedua abad XIX pemborongan ini masih terus terjadi.

Bahkan pada masa Taman Paksa, ketika monopoli produksi agraria diterapkan oleh

pemerintah di wilayah yang langsung dikuasai, posisi orang-orang Cina sebagai

pemborong hasil bumi di Vorstenlanden semakin kuat. Mereka kemudian digunkana

oleh para pengusaha swasta Eropa yang sulit memperoleh produk komoditi ekspor

Eropa akibat tekanan monopoli pemerintah, unutk menutup kekurangan ini dari

pemborongan hasil bumi di Vorstenlanden.

Hak-hak yang mereka terima lebih luas memungkinkan operasi bisnis mereka

merebak sampai ke pedesaan. Ketergantungan terhadap orang Cina dari para

Page 12: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

pengusaha pribumi menjadi semakin besar setelah berakhirnya Perang Jawa sebagai

sumber kredit bagi mereka. Jika pada awal abad XIX aktivitas ekonomi orang Cina

masih terbatas pada pemborongan prasarana tertentu, sejak pertengahan abad XIX

sektor kerajinan dan perdagangan pedesaan juga menjadi sasaran bisnis Cina. Di

samping memborong hasil bumi dan kerajinan tradisional, orang-orang Cina yang

berkeliling di daerah pedesaan juga menjual barang-barang impor kepada penduduk

secara kredit (Cina mindring atau klontong). Dengan berdasarkan kepercayaan,

interaksi ekonomi tumbuh dan berkembang antara para pedagang Cina ini dengan

penduduk pribumi. Meskipun kadang-kadang harus menanggung resiko yang besar

bila tidak dibayar atau bahkan nywanya terancam, namun para pedagang Cina ini tetap

dengan tekun meneruskan usahanya dan memperoleh keuntungan berlipat ganda.

Perkembangan aktivitas ekonomi Cina di pedesaan Jawa ini begitu pesat

sehingga pada perempatan terakhir abad XIX bisa dikatakan bahwa hampir semua

sektor perdagangan kecil dan perantara berada di tangan orang Cina. Dengan

menyisihkan saingannya orang-orang Arab, para pedagang Cina ini lebih mampu

menjalin hubungan baik dengan kalangan bangsawan pribumi. Ini terbukti dari

munculnya beberapa orang Cina dalam kehidupan politik di kraton dengan

penganugerahan gelar kebangsawanan dari Susuhunan Surakarta dan hidup seperti

halnya para bangsawan pribumi dengan hak-hak istimewanya

C.PASANG SURUT INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI

SURAKARTA

Integrasi sosial orang Cina di Surakarta, di satu sisi memiliki ruang sejarah yang

sangat kompleks dengan potret tipologi pemukimannya yang menunjukkan fenomena

Page 13: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

kampung dagang pecinan. Di sisi lain keberadaan orang Cina di Solo memiliki rentang

panjang sejarah sosial ekonomi yang sangat tua dalam proses integrasi sosial mereka

dengan kaum pribumi, hampir boleh dikatakan ekologi sungai yang masih berfungsi

sebagai jaringan trasportasi perdagangan, mereka selalu ada mewarnai aktivitas

perdagangan yang lintas etnik. Dalam hal ini peradaban besar sungai bengawan solo

periode kuno dijaman Mataram Kartasura, orang Cina sudah bermukim dan meramaikan

komunitas dagang disana. Orang Jawa dipedalaman selatan Jawa Tengah karena sifatnya

yang inklusif menepuk dada sebagai golongan pribumi pada rentang Mataram Kartasura,

tapi momentum sejarah “geger pecinan kartasura” , menunjukkan bahwa potret integrasi

sosial Cina dengan pribumi Jawa sudah lekat dalam ikatan struktur sosial kelas menengah

di Jawa. Gambaran ini setidaknya sudah diantisipasi oleh sejarawan Belanda Wertheim

dan D.H, Burger, sebagai menempati kelas menengah Jawa. Kesempatan mereka

mengambil kelas menengah karena dalam struktur perfeodalan Jawa, agaknya hanya

mengenal strata wong gedhe vs wong cilik. Filsafah sosial resmi ekonomi feodal Jawa

hanya mengenal prinsip: “kekuasaan identik dengan kekayaan seseorang”.Oleh sebab itu

sistim ekonomi-feodal pendapatan diukur berdasarkan besar kecilnya prinsip apanage

yang diperoleh seorang penguasa di pusat sampai di daerah. Besarnya kekuasaan akan

diukur luas tanah pertanian apanage sebagai gaji imbalan jasa. Dengan demikian

kekayaannya senantiasa bisa diukur sekaligus paralel dengan kekuasaan yang

menyertainya.

Prinsip ekonomi perdagangan adalah untuk mencari laba yang sebesar-besarnya

dan prinsip ini menjadi simbol kekayaan sebagai simbol status sosial kelas menengah

pedagang di jawa. Ditengah struktur sosial resmi perfeodalan prinsip ekonomi apanage

Page 14: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

berseberangan dengan prinsip perdagangan, oleh sebab itu maka eksistensi kekayaan

kaum pedagang senantiasa mengganggu idiologi kekuasaan kaum feodal yang tingkat

ekonominya lebih rendah. Ujung-ujungnya maka integrasi sosial masyarakat feodal

bertarung untuk melemahkan kedudukan kaum pedagang, sehingga ekologi pemukiman

pedagang di kota harus dipinggirkan dalam batas wilayah administratif projo kejawen.

Tanpa disadari maka pemukiman para pedagang mengelompok dalam potret ekslusif

dalam kampung Laweyan di era Kartasura dan kerajaan Pajang.

Sungguh menjadi polemik kesejarahan ketika kerajaan mataram itu dipindahkan

ke kawasan Solo. Polemik ini hampir pararel dengan image yang tercipta antara land

mark kota dagang vs kota budaya (kerajaan) dan vs kota kolonial. Artefak kota Solo

meninggalkan jejak-jejak sejarah yang kuat dari desain peninggalan lama sebagai

kenangan memory kolektif wong Solo. Oleh sebab itu polemik sejarah antara

pembenaran hardfact (fakta keras) dan coldfact (fakta lunak) harus ditegaskan kembali

untuk menemukan otentisitas.

Menarik kembali intepretasi atas ekologi peradaban bengawan solo, fungsi yang

paling benar untuk di intepretasikan adalah munculnya jaringan transportasi bengawan

solo untuk kepentingan perdagangan. Maka potret pemukiman kalangan pedagang

senantiasa berada dibibir sungai. Komunitas dagang Laweyan tumbuh dalam kebesaran

ekonomi lokal Jawa, karena pengaruh transportasi sungai Laweyan. Komunitas pedagang

Arab dipasar Kliwon memanfaatkan jaringan sungai kaliwingko dari arah Sukoharjo,

komunitas pedagang Belanda dilengkapi beteng perdagangan Groote Modigheijd

memanfaatkan ramainya pasar di tempuran kali pepe dan kaliwingko disekitar kreteg

gantung . kemudian kampung pecinan pasar Gedhe memanfaatkan bandar perdagangan

Page 15: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

kali pepe (sekarang gedung BNI’46) Balaikota, sementara itu pedagang Madura yang

sekarang menempati kampung sampangan dahulunya bandar perdagangan bengawan

semanggi. Para pedagang dari Bali yang bermukim di kampung kebalen adalah cikal

bakal perkampungan dagang disepanjang tambak segaran menyusuri kali pepe yang

menembus wilayah Mangkunegaran. Interaksi sosial mereka menempatkan relasi sosial

dagang yang cukup harmonis seirama dengan lahirnya kerajaan dagang kuno Semanggi

dibawah penguasa Joko Sengoro. Berita-berita tertua yang dilansir oleh De Graaf,

hubungan antara kerajaan semanggi dengan komunitas pedagang disepanjang kali yang

melintas kota Solo (kali laweyan, kaliwingko, kali bathangan-sekarang jalan Slamet

riyadi, dan kali pepe, terjalin sangat harmonis, bahkan tidak terjadi berita konflik diantara

kepentingan mereka. Tapi sejak geger pecinan Kartasura, kraton dipindah ke Solo

menempati kawasan yang tersisa di kedung lumbu, (suatu kawasan rawa-rawa yang

dipaksa menjadi situs kraton), maka ekologi sosial komunitas dagang disekitarnya

menjadi rusak. Hal ini disebabkan karena perbedaan idiologi ekonomi antara budaya

ekonomi feodal berhadapan dengan ekologi ekonomi komunitas pedagang, seperti

dijelaskan diatas.

Lingkungan sosial kampung pecinan pasar gedhe terusik kepentingannya karena

eksistensi pasar gedhe harus menjadi bagian dari tata ruang ekologi projo kejawen yang

berorientasi pada prinsip kosmologi kraton. Apa sesungguhnya prinsip kosmologi kraton

itu? Kraton yang dalam kajian ekologi tata ruang, ditempatkan sebagai center dari suatu

kawasan, maka harus dilengkapi fungsi-fungsi tata ruang bangunan yang bersifat mistis

legendaris. Dimulai dari pintu gerbang kori brojonolo, bangunan jalan supit urang,

bangunan sitihinggil, pagelaran, alun-alun, masjid agung, gapura pamurakan, gapura

Page 16: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

gladhag, garis poros lurus sampai tugu pamandengan dalem (depan balaikota) dan pasar

gedhe, adalah syarat utama tata ruang kraton untuk melengkapi konsep mistis projo

kejawen.

Relasi sosial kampung pecinan dalam interest perdagangan agak terganggu oleh

keberadaan pasar gedhe yang dalam ekologi projo kejawen dikemas dalam disfungsi

ekonomi. Ini adalah interpretasi sejarah atas munculnya idiologi konflik yang mewarnai

kota Solo di awal munculnya budaya perkotaan, berupa konflik idée yang memposisikan

eksistensi land mark kota dagang berhadapan dengan land mark kota budaya. Dalam

dunia kehidupan interaksi sosial para pedagang yang potretnya lintas etnik, sebenarnya

relasi sosial mereka yang mencerminkan kehidupan harmonis terjaga selama kepentingan

ekonomi mereka tidak terganggu. Namun potret pemukiman yang masing-masing

kelompok pedagang yang bersifat lintas ethnic, mencerminkan pencitraan kultur sebagai

kaum migran sehingga lahirlah varian ruko, rumah industri laweyan, dan pemukiman

etnik yang cukup ekslusif dimata pribumi Jawa. Agaknya potret ini juga menampakkan

putusnya relasi sosial karena potret segregasi pemukiman yang memisahkan diri dari

lingkup masyarakatnya. Idiologi konflik kota Solo selain dipicu masalah pemukiman

yang menampakkan segregasi sosial, agaknya juga dilengkapi oleh varian kecemburuan

posisi pribumi Jawa yang tidak memperoleh tempat yang layak dalam tata ruang kota.

Karena selama ini potret mereka dalam proses relasi sosial perkotaan senantiasa

dialinasikan sebagai wacana fisik dan psikis. Dalam artian relasi sosial pribumi hanya

memperoleh haknya sebagai warga buruh kota, sementara kaum bangsawan dan orang

kaya pedagang hampir dikategori sebagai tuan tanah dan tuan burger master.

Kecemburuan sosial ini melahirkan melemahnya nilai-nilai interaksi sosial warga kota

Page 17: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

yang pada gilirannya akan membangun basis-basis pemukiman dipinggiran kota. Wacana

kearifan lokal, potret segregasi sosial yang melahirkan kecemburuan sosial ini antara

pribumi dan non pri, hampir diibaratkan sebagai “ngalah-ngalih-ngamuk-ngobong” , dari

kalangan ethnic keturunan muncul pameo mereka selalu dijadikan “kelinci percobaan,

kambing hitam dan sapi perahan.” Potret amuk massa pada siklus lima belas tahunan

sekali dalam wacana sejarah konflik perkotaan di Solo, sesungguhnya menunjukkan

bahwa interaksi sosial diantara masyarakat pedagang, bangsawan dan pribumi Jawa,

hampir tidak terjadi interaksi sosial yang wajar. Karena diwarnai oleh kepentingan

idiologi konflik dari masing-masing kelas sosial yang masih melekat dalam sejarah

kolektif masyarakat kota. Oleh sebab itu maka potret konflik selalu menunjukkan sasaran

amuk massa yang ditujukan pada simbol kekayaan dari warga keturunan. Padahal ruko

sebagai hunian dan alat perdagangan di kota Solo tidak selamanya dimiliki oleh warga

keturunan Cina.

Potret interaksi sosial dari kalangan kelas menengah di kota Solo dalam dimensi

kontemporer sekarang ini tidak lagi menunjukkan basis-basis pengelompokan etnik,

melainkan menguasai jaringan jalan-jalan protocol dan strategis di kota. Dengan

demikian konflik berdasarkan segregasi sosial kaya-miskin lebih dipicu kearah lekatnya

kecemburuan sosial perkotaan. Orang kaya hidup berdampingan dengan orang miskin

disepanjang jalan strategis, padahal dalam bahasa sosiologis perkotaan mereka bersama-

sama membutuhkan pengakuan hak sebagai warga kota. Ketidak percayaan dalam faktor

security lingkungan maka rumah orang kaya umumnya dibangun seperti potret beteng

kecil, sementara pemukiman kampung ditengah kota diwarnai bangunan portal disetiap

gang-gang jalan. Dengan demikian maka potret kehidupan orang kaya yang

Page 18: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

direpresentasi dari kalangan etnik keturunan, nampaknya gagal membangun aksi integrasi

sosial dengan lingkungannya, sementara warga miskin kota tetap pada sikap prejudis anti

china karena penguasaan basis ekonomi kota. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti

PMS agaknya hanya wujud dari kamuflase politik dalam aspek cultural saja. Karena

eksistensinya juga hanya berwujud eksklusivitas anggotanya yang tetap mencerminkan

sebagai lembaga segregasi budaya.

KESIMPULAN

Kehidupan di kota Solo hampir juga mencerminkan lahirnya kehidupan budaya

perkotaan. Di akhir abad 19 bersambungan dengan awal abad 20, hampir disebut era

tumbuhnya budaya perkotaan.. Potret ini juga menunjukkan kecemburuan sosial karena

munculnya dikotomis budaya kota dan desa. Dalam filsafah pandangan hidup masyarakat

feodal Jawa dikotomis desa-kota hampir pararel dengan struktur sosial wong gedhe vs

wong cilik. Diluar ekosistem itu juga lahir kelas menengah pedagang yang melahirkan

pertumbuhan ekonomi kota untuk menggantikan system ekonomi apanage. Perseteruan

diantara kelas-kelas sosial feodal dengan lahirnya kelas menengah pedagang yang pada

gilirannya melahirkan kecemburuan yang seimbang dengan potret segregasi sosial

berdasarkan etnik. Gagalnya warga etnik keturunan Cina untuk membangun proses

integrasi sosial, agaknya dijadikan alasan lahirnya kecemburuan kaya-miskin masyarakat

yang pararel dengan struktur masyarakat feodal yang melahirkan tipologi wong gedhe vs

wong cilik. Leburnya komunitas kampung Bali menjadi Kebalen, komunitas Madura

menjadi kampung Sampangan, komunitas Banjar menjadi kampung Banjar Serengan,

Page 19: INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT ETNIS CINA DI INDONESIA

agaknya tidak diikuti secara diakronik sejarah sosial kalangan kampung Pecinan di Pasar

Gedhe sebagai usaha integrasi sosial. Memang muncul fenomena kampung mbalong

sebagai wujud asimilasi Cina-Jawa, atau dalam bahasa local disebut keturunan

“ampyang” yaitu kacang Cina gula Jawa, tapi fenomena sosial masyarakat mbalong

agaknya bukan hasil dari keinginan untuk warga keturunan Cina melakukan proses

integrasi sosial. Dengan demikian maka hampir boleh dikatakan eksistensi warga

keturunan etnik Cina di Solo bisa dikategorikan sebagai falsafah kehidupan diatas gabus

mengapung di negeri seberang.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/swf/f116.swf

www.kompas.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial

http://jibis.pnri.go.id/artikel/ilmu-ilmu-sosial/thn/2007/bln/03/tgl/05/id/925

http://iccsg.wordpress.com/2006/01/23/perilaku-ekonimi-etnis-cina-di-indonesia-sejak-

tahun-1930-an-fr-wulandari/