Insya Allah 1
-
Upload
agita-raka -
Category
Documents
-
view
78 -
download
6
Transcript of Insya Allah 1
Oleh : Agita Raka Pratiwi
FMIPA/Jurusan Kimia/C
101810301013
Potensi Bunga Matahari (Helianthus annus L.) Sebagai Fitoremediasi
Akumulasi Logam Berat pada Lahan Bekas Tambang Batubara
Abstrak
Penambangan batubara yang umumnya menggunakan teknik
penambangan terbuka, membuang seluruh lapisan tanah yang berada di atas
cadangan bahan galian dengan cara oksidasi mineral sulfidik yakni melepaskan
asam sulfat yang akan menurunkan pH tanah secara drastis. Peristiwa ini dikenal
dengan air asam tambang (acid mine drainage/AMD). Akibat yang paling
berbahaya dari air asam tambang adalah tingginya akumulasi logam-logam tanah
dan air. Hal ini selain akan memperberat pekerjaan rehabilitasi lahan juga dapat
membahayakan kesehatan masyarakat di dekat lokasi penambangan karena pada
umumnya mereka memanfaatkan air sungai yang melalui daerah pertambangan.
Fitoremediasi dengan menggunakan aktivitas tanaman merupakan salah satu
teknologi yang dapat diterapkan untuk menangani akumulasi logam-logam
tersebut. Bunga Matahari (Helianthus annus L.) mempunyai kemampuan untuk
mengakumulasi logam-logam berat pada tanah bekas penambangan seperti Pb,
Zn, Cu, dan Zn memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan dalam
mengatasi akumulasi logam pada lahan bekas tambang.
Kata kunci : akumulasi logam, bunga matahari, fitoremediasi, penambangan
1
Pendahuluan
Salah satu fungsi hutan adalah sebagai pengatur tata air. Melalui
mekanisme penyaringan oleh partikel tanah di bawah hutan, kualitas air yang
muncul disekitar hutan menjadi jernih. Selain itu, hutan juga dapat mengatur
kuantitas air dengan cara menyerap sebagai air tanah sehingga air tidak meluap
ketika musim penghujan dan air tetap tersedia ketika musim kemarau.
Aktivitas manusia sering kali dapat mengganggu fungsi hutan. Salah satu
kegiatan manusia yang paling berat dampaknya terhadap hutan adalah kegiatan di
sektor pertambangan. Sektor ini memberikan dua dampak berlawanan, yaitu
sumber kemakmuran dan kerusakan lingkungan. Pendapatan negara dari sektor
penambangan batubara dan mineral meningkatkan ekonomi nasional. Akan tetapi
sektor tersebut telah menurunkan luas lahan hutan bahkan menghilangkan hutan.
Batubara di Indonesia umumnya diekstrak dengan sistem penambangan
terbuka (opened pit mixing). Hal ini dikarenakan cadangan batubara di Indonesia
umumnya terletak dekat dengan permukaan tanah sehingga penambangan terbuka
merupakan cara yang paling aman dan ekonomis. Penambangan dengan sistem ini
membuang semua lapisan tanah di atas galian batubara, termasuk lahan hutan
yang ada di atasnya. Sehingga penambangan sistem ini dilakukan dengan
menghilangkan ekosistem hutan beserta seluruh fungsinya.
Dampak penambangan terbuka yang paling serius adalah adanya air asam
tambang sehingga upaya revegetasi lahan menghadapi banyak hambatan. Air
asam tambang adalah oksidasi mineral bersulfur sehingga melepaskan sulfat ke
lingkungan. Akibatnya pH tanah menjadi sangat rendah sehingga unsur hara
makro tidak tersedia karena terikat oleh ion-ion logam. Sebaliknya unsur-unsur
hara mikro yang umumnya terdiri atas logam-logam kelarutannya menjadi sangat
tinggi (Tan dalam Widyanti, 2009).
Memperhatikan kondisi di atas maka untuk melakukan rehabilitasi lahan
menghadapi banyak hambatan. Namun demikian, beberapa jenis tumbuhan
ditemukan mempunyai kemampuan untuk hidup pada lingkungan yang 2
mengandung logam cukup tinggi. Pada lahan yang mempunyai kandungan logam
cukup tinggi diperlukan jenis tanaman yang mampu menurunkan akumulasi
logam sehingga kualitas lingkungan meningkat. Penurunan konsentrasi
pencemaran dengan menggunakan aktivitas tanaman disebut fitoremediasi
(Widyati, 2009).
Fitoremediasi adalah teknologi proses dengan menggunakan tanaman
untuk menghilangkan dan memperbaiki kondisi tanah, slugde, kolam, sungai dari
kontaminan. Metode fitoremiediasi sangat berkembang pesat karena metode ini
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya secara finansial relatif lebih murah
bila dibandingkan dengan metode konvensional.
Beberapa jenis tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai akumulator
logam berat. Salah satu yang paling terkenal adalah Bunga Matahari (Helianthus
annus L.) dapat mengakumulasikan logam berat seperti Arsen dan Uranium.
Tanaman seperti bunga matahari (Helianthus annus L.) menunjukkan toleransi
yang tinggi terhadap logam berat dan karena itu, digunakan dalam studi
fitoremediasi (Wikipedia, 2012). Ximenez-Embun et al. (dalam Angelova et al.,
2012) menyatakan bunga matahari efektif dalam mengurangi kandungan Pb, Cr,
Zn, Cd, dan Ni. Melihat hal tersebut dapat dikatakan potensi bunga matahari
sebagai fitoremediasi sangat besar khususnya untuk lahan bekas pertambangan
batubara.
Pembahasan
Kegiatan penambangan selalu menyebabkan masalah lingkungan yang
dapat merusak ekosistem dan kesehatan manusia. Salah satunya teknik
pertambangan terbuka batubara yang menggunakan oksidasi mineral sulfidik
untuk membuang lapisan tanah diatas galian sehingga pada lahan bekas tambang
terjadi akumulasi logam-logam berat dan turunnya pH tanah. Penurunan pH
otomatis membuat tanah dan air tanah bersifat asam sehingga dikenal sebagai air
asam tambang. Fenomena tersebut didukung dengan tingginya curah hujan di
daerah tropis Indonesia. Air asam tambang mengakibatkan air disekitar lokasi
3
pertambangan tidak layak untuk dimanfaatkan oleh penduduk sekitar karena
bersifat asam dan mengandung banyak logam berat yang terlarut.
Air asam tambang ditandai dengan berubahnya warna air menjadi merah
jingga karena ion ferro (Fe2+) yang terdapat dalam mineral pirit teroksidasi
menjadi ferri (Fe3+). Hasil pengukuran logam Fe, Mn, Zn dan Cu pada tanah bekas
tambang batubara PT. Bukit Asam mempunyai nilai jauh di atas ambang batas
yang diijinkan, sedangkan untuk air hanya Fe dan Mn yang melampaui ambang
batas (Widyati, 2006).
Secara kimia, formasi batuan tempat terbentuknya batubara di Indonesia
umumnya tersusun atas mineral sulfidik (PT. Bukit Asam, komunikasi pribadi).
Mineral yang tersisa (baik over burden maupun sisa galian) ketika bersinggungan
dengan udara dan atau air akan cepat teroksidasi menghasilkan asam sulfat.
Karena asam sulfat merupakan asam sangat kuat, maka pH tanah dan air akan
mengalami penurunan secara drastis. Hasil pengukuran pada tanah bekas tambang
batubara PT. Bukit Asam mempunyai pH 2,8 – 3,2 ; sedangkan air mempunyai
pH 1,6 – 5,2 (Widyati, 2006).
Menurut Costello (dalam Widyati, 2009), terjadinya air asam tambang
diawali dari oksidasi pirit yang digambarkan pada reaksi berikut :
selanjutnya ion ferro sangat mudah teroksidasi menjadi ferri yang memberi warna
merah pada air, reaksinya digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan reaksi tersebut terlihat bahwa logam Fe akan terakumulasi
dengan baik pada daerah tanah maupun air. Disamping Fe juga dijumpai logam-
logam lain seperti Mn, Zn, Cu, Ni, Pb, Cd, dan lain-lain. Hal ini karena mineral
umum yang terdapat pada lahan bekas tambang batubara selain pirit (FeS) antara
4
lain spalerit (ZnS), galena (PbS), milerit (NiS), ginokrit (CdS), kalkopirit
(CuFeS), dan lain-lain (Costelo dalam Widyati, 2009).
Adanya air asam tambang mengakibatkan lahan bekas tambang batubara
membutuhkan penanganan serius terutama untuk menetralkan tingkat keasaman
dan menurunkan akumulasi logam-logam berat yang terlarut dalam tanah.
Beberapa teknik telah diterapkan untuk menanggulangi masalah air asam tambang
baik itu yang berbasis ilmu kimia atau fisika. Widyanti (2009) menyatakan pada
hasil pemantauan di PT. Bukit Asam, lahan bekas tambang telah diratakan
selanjutnya dilapisi dengan material yang disebut “blue clay” setebal 1 – 2 meter.
Material tersebut meningkatkan kepadatan tanah sehingga terhindar kontak
dengan oksigen maupun air. Akan tetapi teknik pelapisan tersebut menelan biaya
ratusan juta rupiah setiap hektar lahannya.
Teknik sederhana yang sering dipakai adalah pengapuran untuk
menaikkan pH tanah asam menjadi netral, tetapi teknik tersebut juga memerlukan
biaya tidak sedikit karena harus membeli banyak kapur. Cara-cara biokimia belum
banyak dikembangkan di Indonesia. Mikroba dan tumbuhan tertentu dapat
dimanfaatkan untuk keperluan ini, karena mereka menghasilkan enzim dan bahan
organik yang dapat mereduksi keasaman serta menurunkan ketersediaan logam-
logam berat dalam tanah dan air. Salah satu penerapan upaya tersebut dikenal
sebagai fitoremediasi.
Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya
untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik
secara ex situ menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun secara in situ pada
tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Proses fitoremediasi dapat
dilakukan dengan menggunakan tanaman secara langsung, dengan menggunakan
ekstrak tanaman yang mengandung enzim degradator maupun kultur jaringan
tanaman (Subroto, 1996).
Menurut Schnoor (dalam Aryani, 2006), beberapa jenis tanaman memiliki
kemampuan untuk bertahan dari konsentrasi senyawa organik dan anorganik yang
5
tinggi tanpa pengaruh sifat toksik, juga dapat merubah dan mendegradasi senyawa
organik atau merubah senyawa anorganik yang bersifat toksik menjadi senyawa
yang sifat toksiknya lebih berkurang. Tanaman memperlihatkan potensinya untuk
menangani kontaminan logam dengan cara fitoekstraksi (mengambil dan
merombak kontaminan menjadi biomassa dalam tanah), rhizofiltrasi (memfilter
logam dari air ke sistem akar), dan fitostabilisasi yaitu menstabilkan sampah
dengan erosi dan evapotranspirasi dalam jumlah besar.
Dari beberapa tanaman fitoremediasi yang menarik perhatian adalah
penggunaan bunga matahari (Helianthus annus L.) . Bunga matahari yang biasa
dikenal sebagai bunga hias setia mengikuti arah matahari dan beberapa
legendanya ternyata mempunyai potensi yang luar biasa terhadap penyelamatan
lingkungan khususnya pada lahan bekas tambang batubara.
Menurut Tjitrosoepomo (1999), klasifikasi tanaman bunga matahari
(Helianthus annus L.) adalah sebagai berikut :
Divisio : Plantae
Classis : Dycotyledon
6
Gambar 1. Kemungkinan jalur penyerapan polutan pada tanaman ketika proses fitoremediasi (titik merah menunjukkan polutan
Ordo : Dyallipetalae
Familia : Compositae
Genus : Helianthus
Species : Helianthus annus L.
Bunga matahari merupakan tanaman semusim dengan masa tumbuh 3,5-
4,5 bulan (McAllister dan Suan dalam Aryani, 2006). Pertumbuhan terbaik dapat
mencapai 1- 6 m dan pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh fotoperiodisitas
(Chapman dan Charter dalam Aryani, 2006). Pertumbuhan terbaik pada
temperatur diatas 10˚C, meskipun tanaman ini tahan pada suhu yang lebih rendah
(Purseglove dalam Aryani, 2006). Tanah bukan faktor yang mutlak bagi bunga
matahari sehingga dapat ditanam pada berbagai jenis tanah (Arnon dalam Aryani,
2006)
Melihat keterangan diatas bahwa bunga matahari tidak layaknya tanaman
hias lainnya yang rentan akan beberapa faktor lingkungan. Tahan terhadap
temperatur rendah dan temperatur diatas 10˚C , dapat ditanam diberbagai jenis
7
Gambar 2. Tanaman bunga matahari (Helianthus annus L.)
tanah merupakan beberapa keuntungan menggunakan bunga matahari sebagai
akumulator logam berat. Selain itu masa tumbuh yang singkat antara 3,5-4,5 bulan
merupakan salah satu syarat dari tumbuhan hiperakumulator. Peer et al. (2008)
menyatakan bahwa tanaman hiperakumulator harus mampu menghasilkan
biomassa yang tinggi dalam waktu yang cepat (cepat tumbuh), mudah
dibudayakan dan dipanen, lebih baik yang dapat dipanen berkali-kali dalam
setahun.
Sebagai hiperakumulator, bunga matahari pastinya mampu bertahan dan
cocok di tanah yang terkontaminasi logam berat seperti tanah bekas penambangan
batubara. Bunga matahari mampu menyerap berbagai logam berat bahkan hingga
unsur radioaktif. Menurut Schnoor ( dalam Aryani, 2006), bunga matahari sebagai
tanaman fitoremediasi mempunyai keunggulan. Percobaan Rhizofiltrasi pada
kolam dekat bencana nuklir di Chernobyl, Ukraina menggunakan tanaman
matahari berhasil mereduksi 90 % kontaminan-kontaminan 137Cs dan 90Sr dalam 2
minggu. Percobaan rhizofiltrasi menggunakan tanaman bunga matahari
diaplikasikan dalam penanganan limbah energi Departemen Energi Amerika
Serikat dengan berhasil memindahkan 95 % Uranium dalam 24 jam dari 350 ppb
menjadi kurang dari 5 ppb. Dushenkov et al. (dalam Angelova, 2012)
menyatakan, bunga matahari dapat mereduksi tingkat logam Cd, Cr (VI), Cu, Mn,
Pb, Sr, U dan Zn di dalam air hingga kadarnya mendekati atau bahkan di bawah
ambang batas.
Setiap komponen dari tanaman bunga matahari mampu menyerap logam
berat. Angelova et al. (2012) menyatakan bahwa kadar logam Pb bagian akar
bunga matahari tanpa amandemen sebesar 284,5 mg/kg, logam Cu - 19,7 mg/kg,
logam Zn - 551,1 mg/kg dan Cd - 18,1. Kadar logam berat pada batang bunga
matahari lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar logam pada akar. Batang
bunga mengandung logam Pb mencapai 60,9 mg/kg, Zn – 375,5 mg/kg, Cu – 5,91
mg/kg dan Cd - 11,9 mg/kg. Kadar logam yang paling tinggi terletak pada bagian
daun dimana kadar Pb mencapai 449,5 mg/kg, Zn - 793,1 mg/kg, Cu - 46,7 mg/kg
dan Cd - 206,9 mg/kg. Tingginya akumulasi logam berat membuktikan bahwa
8
daun bunga matahari terdiri dari pappus yang pendek dan kuat, yang berkontribusi
untuk pengikatan aerosol polutan dan untuk akumulasi logam. Sebaliknya bagian
biji bunga matahari mengandung kadar logam yang paling rendah yakni Pb
sebesar 8,3 mg/kg, Zn sebesar 154 mg/kg, Cu sebesar 20,3 mg/kg dan Cd sebesar
9,6 mg/kg.
Fakta diatas menambah persyaratan yang bisa dipenuhi bunga matahari
sebagai hiperakumulator yang baik. Chaney et al. (dalam Mitra Hutan Tanaman,
2011) menyatakan, tanaman hiperakumulator mampu mentranslokasikan suatu
unsur logam dari akar ke bagian pucuk tanaman dengan kecepatan tinggi.
Beberapa tumbuhan hiperakumulator ditemukan mampu mentransfer Zn, Cd atau
Ni 10 kali lebih cepat daripada non hiperakumulator,sehingga konsentrasi logam
pada jaringan pucuk jauh lebih besar daripada yang terdapat pada jaringan
akarnya. Terbukti dengan tingginya kadar logam yang ditemukan pada bagian
daun dan batang dibandingkan di akar bunga matahari.
Pengembangan teknologi fitoremediasi perlu memperhatikan beberapa
hambatan atau kendala antara lain fitoremediasi hanya terbatas pada area
permukaan tanah sampai kemampuan akar tanaman menjangkau polutan (logam).
Polutan yang berupa logam berat akan berada cukup dalam daripada mineral
lainnya karena massanya yang lebih berat. Perlu tanaman hiperakumulator yang
mempunyai akar yang kokoh dan dalam. Bunga matahari mempunyai kedua hal
tersebut. Angelova et al. (2012) menyatakan bahwa bunga matahari mempunyai
tudung akar yang kuat dimana perkembangan dari cabang akar menembus dengan
kuat dan dalam untuk mengambil nutrien serta logam-logam berat yang ada dalam
tanah.
Sudah dijelaskan pula diawal bunga matahari mampu mengakumulasi
logam berat seperti Pb, Cu, Zn, Cd dan Ni yang sebagian besar terkandung pada
tanah bekas penambangan batubara akibat dari peristiwa air asam tambang.
Dilihat dari segi finansial, rehabilitasi menggunakan fitoremediasi dengan
tanaman bunga matahari lebih menguntungkan karena tidak memerlukan biaya
9
banyak untuk pembibitan, penanaman dan perawatan. Berdasarkan fakta-fakta
tersebut bunga matahari (Helianthus annus L.) memiliki potensi yang sangat baik
menjadi fitoremediasi pada lahan bekas penambangan batubara.
Penutup
Kesimpulan
Penambangan batubara membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar
dengan adanya pencemaran air asam tambang yang menyebabkan tanah menjadi
asam dan terkontaminasi logam-logam berat. Langkah yang sangat efektif untuk
merehabilitasi lahan bekas tambang batubara tersebut adalah fitoremediasi.
Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk
masalah-masalah pencemaran lingkungan. Selain ramah, efektif, dari segi
finansial juga terjangkau dan tentunya ramah lingkungan.
Bunga matahari (Helianthus annus L.) mempunyai prospek dan potensi
yang baik sebagai tanaman hiperkumulator karena mampu menyerap logam berat
seperti Pb, Zn, Cu, Cd dan Ni yang sebagian besar terkandung dalam tanah bekas
tambang batubara. Selain itu bunga matahari juga mempunyai akar yang kuat dan
10
Gambar 3. Kebun bunga matahari dibangun di atas lahan bekas tambang sebagai akumulator untuk membersihkan logam berat
dapat menembus tanah lebih dalam untuk mengambil nutrien dan logam-logam
berat. Masa tumbuh yang cepat, dapat bertahan dalam suhu rendah dan diatas
10˚C dan dapat ditanam pada semua kondisi tanah juga menjadi nilai tambah dari
bunga matahari untuk menjadi tanaman hiperakumulator dalam proses
fitoremediasi.
Saran
Pengetahuan terhadap cara-cara merehabilitasi tanah yang terkontaminasi
khususnya fitoremediasi dan jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan
untuk mengakumulasi logam-logam berat lebih disosialisasikan karena sangat
diperlukan untuk menjaga lingkungan dari pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Angelova, V.R., R.V. Ivanova, K.I. Ivanov, M.N. Perifanova-Nemska, G.I.
Uzunova. 2012. “Potensial of Soils Contaminated with Heavy Metals”.
Aryani, Arie. 2006. “Uji Toksisitas hasil Remediasi Lumpur Minyak Terhadap
tanaman Bunga Matahari”.
Cheney, R.L., M. Malik, Y.M. Li, S.L. Brown, E.P. Brewer, J.S. Angle and A.J.M
Baker. 1997. “Phytoremediation of Soil Metals” dalam Mitra Hutan
Tanaman (Agustus 2011, Vol 6). Bogor : Puslitbang Peningkatan
Produktivitas Hutan.
Peer, W.A., I.R. Baxter, E.L Richards, J.L. Freeman and A.S. Murphy. 2008.
“Phytoremediationn and Hyperaccumulator Plants”.
Subroto, M.A. 1996. Fitoremediasi : Peranan Bioremidiasi dalam Pengelolaan
Lingkungan. Cibinong : LIPI/BPPT/HSF.
Tjiptosoepomo, G. 1999. Taksonomi Tumbuh-Tumbuhan (Spermatophyta).
Yoyakarta: UGM Press.
11
Widyati, E. 2006. “Bioremediasi Tanah Bekas Tambang dengan Sludge Industri
Kertas untuk Memacu Revegetasi Lahan”.
Widyati, E. 2009. “Kajian Fitoremediasi sebagai Salah Satu Upaya Menurunkan
Akumulasi Logam Akibat Air Asam Tambang pada Lahan Bekas Tambang
Batubara”.
Wikipedia. 2012. Sun Flower. www.wikipediathefreeencyclopedia.com diakses
tanggal 3 Desember 2012.
12