Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...

86
AL-BAHR FÎ AL-QUR’ÂN: TELAAH TAFSIR ILMI KEMENTERIAN AGAMA RI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Oleh: Khanifatur Rahma 11140340000015 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2018 M

Transcript of Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...

Page 1: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

AL-BAHR FÎ AL-QUR’ÂN: TELAAH TAFSIR ILMI

KEMENTERIAN AGAMA RI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

Oleh:

Khanifatur Rahma

11140340000015

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2018 M

Page 2: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018
Page 3: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018
Page 4: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018
Page 5: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

v

ABSTRAK

Khanifatur Rahma

Al-Baẖr fî al-Qur’ân: Telaah Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI

Keberadaan tafsir ilmi melahirkan perdebatan di kalangan para ulama yang

terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendukung dan

kelompok yang menolak tafsir ilmi. Posisi tafsir ilmi Kemenag RI sejatinya

memang berada di pihak kelompok yang mendukung tafsir ilmi, namun hal ini

lebih dianggap sebagai usaha untuk mengembangkan misi dakwah Islam di tengah

kemajuan ilmu pengetahuan. Fungsi teori ilmiah yang terdapat dalam tafsir ilmi

berfungsi sebagai alat untuk memahami ayat-ayat kauniyah yang terdapat di

dalam al-Qur’an. Skripsi ini bertujuan untuk menguraikan penafsiran ayat-ayat

mengenai laut dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI dan menjelaskan perbedaan

penafsiran dalam kitab ini dengan kitab tafsir ilmi lainnya.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang menggunakan

metode analisis-deskriptif untuk memaparkan gambaran umum tafsir ilmi

Kemenag RI dan termasuk dalam penelitian library research (studi kepustakaan).

Sedangkan untuk mengumpulkan data, penulis mencari beberapa penelitian

terdahulu yang relevan dengan skripsi ini. Setelah data terkumpul, penulis

mengklasifikasikannya ke dalam dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder.

Pertama, sumber primer dalam penelitian ini adalah buku Tafsir Ilmi Kemenag

RI yang bertema tentang laut. Kedua, sumber sekunder dalam penelitian ini terdiri

dari buku-buku dan tulisan ilmiah lainnya yang berupa skripsi, tesis, disertasi,

jurnal, dan artikel yang relevan dengan skripsi ini. Adapun teknik penulisan yang

digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada Surat Keputusan Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penafsiran yang disajikan oleh tim

penyusun tafsir ilmi Kemenag RI mencakup uraian sains yang mendalam terkait

penafsiran ayat-ayat tentang laut; fakta seputar laut yang ada di Indonesia yang

merupakan bentuk sosialisasi pemerintah Indonesia. Penjelasan inilah yang

merupakan ciri khas dan kelebihan yang dimiliki tafsir ilmi Kemenag RI dan tidak

ditemukan pada kitab-kitab tafsir bercorak ilmi lainnya; dan penafsiran ulama

tafsir yang berkaitan dengan laut untuk menguatkan penafsiran ilmiah yang

dilakukan oleh tim penyusun. Selain itu, penulis menemukan beberapa penafsiran

yang berbeda dengan kitab tafsir ilmi lainnya, yaitu kitab al-Taẖrîr wa al-Tanwîr

karya Ibn ‘Âsyûr dan Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah karya Zaglul dan al-Kahil.

Perbedaan tersebut terletak pada penafsiran QS. al-Takwîr [81] ayat 6, QS. al-

Infiṯâr [82] ayat 3, dan QS. Ibrâhîm [14] ayat 32.

Kata kunci: tafsir ilmi Kemenag RI, laut.

Page 6: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

vi

KATA PENGANTAR

Bismillâh, alhamdulillâh rabb al-‘âlamîn, laka al-hamd wa laka al-syukru,

segala puja dan puji syukur hanya patut dipersembahkan kepada Allah Swt. Tuhan

pencipta alam raya dengan segala keagungan-Nya. Atas kehendak dan bimbingan-

Nya, skripsi ini bisa terselesaikan meski melalui berbagai lika-liku di dalam proses

pembuatannya. Shalawat serta salam beriring kerinduan senantiasa tercurah

kepada Nabi Muhammad Saw., seorang tauladan terbaik bagi umat manusia dalam

menempuh kehidupan ini dan kepada para sahabat serta keluarganya yang selalu

setia menyertai pahit dan manisnya perjuangan beliau.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tersusunnya

skripsi ini tidaklah berarti apa-apa tanpa bantuan, motivasi, dan doa dari orang-

orang tercinta, maka dari itu penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah: Prof. Dr. Dede

Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Masri

Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. Lilik Ummi Kaltsum,

MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, dan Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. 2. Dr. Ahsin Sakho M. Asyrofuddin, MA. selaku dosen pembimbing yang selalu

sabar, meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis hingga

dapat menyelesaikan skripsi ini. Jazâhumullâh ahsanal jazâ’. 3. Dr. Eva Nugraha, MA. yang telah meluangkan waktunya untuk mengoreksi

dan memberi masukan kepada penulis atas kekurangan skripsi ini sebelum

disidangkan. 4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin khususnya para dosen yang telah

mengajarkan dan memberikan banyak ilmu kepada penulis selama

perkuliahan.

5. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin, Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Iman Jama’, dan Pusat Studi al-Qur’an sebagai tempat mencari

referensi dari berbagai buku dan menjadi tempat yang nyaman bagi penulis

dalam menyusun skripsi ini.

Page 7: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

vii

6. Yang tercinta kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Sutaman dan Ibunda

Nuriyati Diana yang tak henti-hentinya memotivasi dan mendoakan penulis.

Mereka yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang yang utuh walaupun

terhalang oleh jarak yang jauh, tetapi cinta dan kasih sayang itu tersampaikan

lewat lantunan doa yang selalu beliau kirimkan tanpa diminta sekalipun. Semoga

penulis selalu mendapatkan ridha mereka dalam setiap langkah yang akan dilalui

dan bisa berbakti kepada keduanya. 7. Kepada Mas Ibnu Septiyarudin, sosok kakak yang dengan ikhlas membiayai

perjalanan hidup penulis selama di perantauan. Semoga selalu diberi

keberkahan atas rezekinya dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari

Allah yang Maha Kaya. Terimakasih juga untuk semua keluarga besar yang

ada di Malang dan Blitar atas doa-doanya sehingga penulis mampu

menyelesaikan studi ini. 8. Teristimewa untuk keluarga LTTQ Fathullah. Terimakasih sudah

membersamai dan menjadi tempat yang paling nyaman selama empat tahun

ini. Banyak kisah yang menyisakan canda, tawa, bahagia, dan lain-lain yang

tak akan mudah untuk dilupakan. Terimakasih untuk kakak-kakak yang sabar

membimbing, teman-teman, dan adik-adik yang senantiasa menemani

perjuangan mengabdi di lembaga ini. Semoga LTTQ selalu sukses dalam

memasyarakatkan al-Qur’an. 9. Kepada teman-teman mulazamah PP. Nurul Hikmah dan Rumah Tahfizh

Alif, khususnya Alif 2. Terimakasih sudah menjadi obor penyemangat bagi

penulis untuk ikut ber-fastabiqulkhoirot dalam memperjuangkan al-Qur’an. 10. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu. Terimakasih atas kebaikan, kebersamaan, sharing, support, dan

segalanya. Semoga tali persaudaraan ini akan tetap terjaga hingga kapanpun.

11. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung ikut serta

membantu penyelesaian skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih yang tak

terhingga, semoga segala bantuan dan doa dari semua pihak mendapat balasan

dari Allah Swt.

Page 8: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

viii

Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi pengembangan ilmu

pengetahuan nantinya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak

menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk penulisan yang lebih baik dan sebagai

pengembangan kajian di waktu yang akan datang.

Ciputat, 4 Oktober 2018

24 Muharram 1440 H

Ttd,

Khanifatur Rahma

Penulis

Page 9: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman

pada Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507

Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q qi ق

k ka ك

Page 10: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

x

l el ل

m em م

n en ن

w We و

h ha ھ

apostrof ’ ء

y ye ي

2. Vokal

Vokal dalam Bahasa Arab seperti vokal Bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

- َ A Fatẖah

- َ I Kasrah

- َ U Ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي --- ai a dan i

و --- au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad) yang dalam Bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

nâ a dengan topi di atas

nî i dengan topi di atas

nû u dengan topi di atas

Page 11: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

xi

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah

maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan tanda ( - َ ) dalam alih aksaran ini dilambangkan

dengan huruf, yaitu menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak beraku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata

.tidak ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya (الضرورة)

6. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta

marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (naʻt) (lihat contoh 2). Namun, jika

huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

ṯarîqah

al-jâmiʻah al-islâmiyyah

waẖdat al-wujûd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

Page 12: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

xii

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf

awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid

Al-Ghazâlî, al-Kindî bukan Al-Kindî, kecuali penulisan kata al-Qur’an baik

di awal, tengah, atau akhir kalimat, bukan Al-Qur’an.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata baik kata kerja (fiʻl), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam Bahasa Arab dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu

tsabata al-ajru

al-ẖarakah al-‘asriyyah

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulânâ Malik al-Sâliẖ

yu’atstsirukum Allâh

al-maẕâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka,

nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd;

Mohamad Roem, bukan Muẖammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Faḏl al-

Raẖmân.

Page 13: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

xiii

DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN` ...................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ ix

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 7

F. Metode Penelitian .............................................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 11

BAB II TAFSIR ILMI

A. Pengertian Tafsir Ilmi ........................................................................................ 13

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Ilmi .................................................................... 17

C. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi ............................................ 21

BAB III GAMBARAN UMUM TAFSIR ILMI KEMENAG RI TENTANG

LAUT

A. Mengenal Tafsir Ilmi Kemenag RI .................................................................... 27

1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an .............................. 27

2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi ........................................................ 28

B. Studi Kitab Tafsir Ilmi Kemenag RI ................................................................. 33

1. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kemenag RI ................................................. 33

2. Klasifikasi Data dalam Kitab Tafsir Ilmi tentang Laut ................................ 34

Page 14: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

xiv

BAB IV TELAAH TAFSIR ILMI KEMENAG RI TENTANG LAUT

A. Telaah Penafsiran Mengenai Laut dalam al-Qur’an .......................................... 37

1. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran ..................................................... 37

2. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Laut ............................................................. 40

a. Manfaat Laut untuk Kehidupan ............................................................. 45

b. Fenomena Laut ...................................................................................... 50

c. Sosialisasi Pemerintah Indonesia ke dalam Tafsir Ilmi ......................... 55

3. Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmi Kemenag RI dengan Kitab

Tafsir Ilmi Lainnya ...................................................................................... 60

a. Penafsiran QS. al-Takwîr [81] ayat 6 .................................................... 60

b. Penafsiran QS. al-Infiṯâr [82] ayat 3 ...................................................... 64

c. Kemudahan Kapal Berlayar (taskhîr al-fulk) ........................................ 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 67

B. Saran .................................................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69

Page 15: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai ilmu pengetahuan, al-Qur’an sebagai kitab suci

umat Islam sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan bahkan memberikan

penghargaan terhadap generasi ulûl albâb dan kaum cendekiawan yang

memanfaatkan akalnya untuk merenungi dan memperhatikan ilmu. Isyarat ini

terbukti dari berbagai derivasi kata ilmu yang termuat dalam al-Qur’an hingga

ratusan kali. Perintah iqra’ merupakan ayat pertama yang turun dengan indikasi

bahwa manusia diperintahkan Allah Swt. untuk melihat alam dengan

mengunggulkan ilmu. Telah dijelaskan pula dalam surah al-Baqarah bahwa

keistimewaan manusia hingga mampu mengungguli malaikat guna menjadi

khalifah di bumi adalah dengan ilmu yang diberikan oleh Allah Swt. Hal ini

menunjukkan potensi manusia untuk mengetahui rahasia alam dan

memanfaatkannya guna mengemban amanah tersebut.1

Al-Qur’an memiliki perhatian besar terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat-ayat kauniyah (yang

membicarakan tentang alam) tersebar di dalam al-Qur’an. Dari keseluruhan ayat

al-Qur’an yang berjumlah 6200-an2, ada sekitar 750-1000 ayat-ayat kauniyah.

Jumlah ini cukup banyak apabila dibandingkan dengan ayat-ayat hukum yang

hanya berjumlah sekitar 250 ayat.3 Dari sinilah diperlukan karya-karya ilmuwan

muslim untuk melahirkan sebuah pemahaman berupa tafsir ilmi yang bertujuan

untuk mengekspolari ayat-ayat kauniyah.

1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2011), h. 408. 2 Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah keseluruhan ayat al-Qur’an. Terdapat tujuh

macam pendapat, diantaranya: ulama Madînah awal terbagi menjadi dua versi, yaitu riwayat ahl

Kuffah dari ahl Madînah berpendapat bahwa seluruh ayat al-Qur’an berjumlah 6217 ayat, sedangkan

riwayat ahl Basrah dari Warsy berpendapat 6214 ayat; ulama Madînah akhir berpendapat 6214 ayat;

ulama Makkah berpendapat 6210 ayat; ulama Basrah berpendapat 6204 ayat; ulama Damaskus ada

yang berpendapat 6226 ayat dan ada yang berpendapat 6227 ayat; ulama Hims berpendapat 6232

ayat; dan ulama Kuffah berpendapat 6236 ayat. Lihat: ‘Abd al-Fattâẖ ibn ‘Abd al-Ghanî al-Qâḏî, al-

Farâid al-Hisân fî ‘Add Ây al-Qur’ân, juz 1 (Madînah: Maktabah al-Dâr, 1983), h. 25-27. 3 Keterangan ini diperoleh dari Zaglul al-Najjar yang dikutip oleh Lajnah Pentashihan

Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan

Mushaf al-Qur’an, 2013), h. xxiii.

Page 16: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

2

Tafsir ilmi merupakan ijtihad mufassir untuk mengungkap hubungan

ayat-ayat kauniyah di dalam al-Qur’an dengan penemuan ilmiah yang bertujuan

untuk memperlihatkan kemukjizatan al-Qur’an.4 Namun, keberadaan tafsir ilmi

menuai perdebatan di kalangan para ulama. Perdebatan ini terbagi menjadi dua

kelompok besar, yakni kelompok yang mendukung hadirnya tafsir ilmi di tengah

atmosfer kajian keilmuan dan kelompok yang menolak kehadiran tafsir

hasinilmi sebagai suatu usaha memaksakan penafsiran ayat al-Qur’an dengan

penemuan ilmiah. Di antara ulama yang mendukung keberadaan tafsir ilmi

adalah Abû Hâmid al-Ghazâlî yang menyatakan bahwa semua pemahaman dari

al-Qur’an yang terdiri atas berbagai teori tentang alam merupakan petunjuk dari

al-Qur’an yang dapat diperoleh melalui usaha orang-orang yang ingin

memahami rahasia-Nya dan mempunyai kedalaman ilmu sehingga tersingkaplah

segala rahasia al-Qur’an.5

Selanjutnya al-Suyûṯî dalam kitabnya juga menukil beberapa teks al-

Qur’an, hadis nabawî, dan atsar yang menunjukkan bahwa al-Qur’an mencakup

semua bidang ilmu pengetahuan.6 Kemudian Muẖammad ‘Abduh

merealisasikan tafsir ilmi ke dalam penafsirannya pada QS. al-Fîl. Beliau

menafsirkan kata al-ṯair ( ) dengan makna mikroba dan kata al-hijârah

( ) ditafsirkan menjadi bakteri penyakit. Contoh ini sebagaimana yang

dijelaskan oleh ‘Abd al-Majîd al-Muẖtasib dalam kitabnya.7

Di samping itu, tafsir ilmi juga menuai banyak protes yang tajam dari

sejumlah ulama, diantaranya adalah Abû Isẖâq al-Syâṯibî yang dianggap sebagai

pimpinan para ulama klasik yang kontra terhadap tafsir ilmi. Menurut beliau,

ulama salaf pada zaman Nabi Saw., sahabat, tâbiʻîn, dan generasi setelahnya

merupakan orang-orang yang paling memahami al-Qur’an dan ilmu-ilmu di

dalamnya, tetapi mereka tidak menyampaikan tentang ketetapan ilmu-ilmu

4 Quraish Shihab, et. al., Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), h. 183. 5 Abû Hâmid al-Ghazâlî, Iẖyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1 (Beirut: Dâr al-Maʻrifah, t.th.), h. 303. 6 Jalâl al-Dîn al-Suyûṯî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz 2 (Beirut: Dâr al-Fikr, 1979),

h.125-126. 7 ‘Abd al-Majîd ‘Abd al-Salâm al-Muẖtasib, Ittijâhât al-Tafsîr fî ‘Asr al-Râhin (‘Amân:

Maktabah al-Nahḏah al-Islâmiyyah, 1982), h. 265-267.

Page 17: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

3

modern seperti pada masa ini. Selain itu, tujuan al-Qur’an adalah untuk

menguraikan hukum-hukum Islam dan segala yang berkenaan dengan akhirat.8

Dalam kitabnya, ‘Abd al-Majîd al-Muẖtasib juga menjelaskan beberapa

ulama yang menolak adanya tafsir ilmi, antara lain pendapat Maẖmûd Syalṯût

yang hampir sama dengan al-Syâṯibî bahwa manusia hanya diberi ilmu yang

sedikit untuk mengetahui rahasia Allah sehingga al-Qur’an bukanlah kitab yang

harus berisi dengan penjelasan hakikat-hakikat alam, tetapi merupakan kitab

hidayah, penyempurna kitab-kitab samawi sebelumnya, dan berisi syariat-

syariat Islam. Hal ini beliau landaskan pada QS. al-Isrâ’ [17] ayat 85.9

Selanjutnya ‘Izzah Darwazah, penulis kitab al-Tafsîr al-Hadîts yang menilai

bahwa persoalan menafsirkan al-Quran dengan teori-teori ilmiah dan

semacamnya bisa melampaui batas hingga dapat menjadikan al-Qur’an keluar

dari kesakralan dan tujuannya.10

Selain itu, ada pula kubu yang dianggap moderat dalam menyikapi

keberadaan tafsir ilmi, yakni Yûsuf al-Qaraḏâwî yang berpendapat bahwa

seorang peneliti tafsir ilmi tidak boleh memaksakan asumsi yang masih menjadi

perdebatan dan belum valid untuk digunakan sebagai sebuah penafsiran. Hal

tersebut dikhawatirkan apabila teori tersebut di hari kemudian telah terbukti

tidak benar, maka dampak negatifnya akan berpengaruh terhadap al-Qur’an.11

Dalam hal ini, penulis menyimpulkan bahwa Yûsuf al-Qaraḏâwî sejatinya

berada di pihak kelompok yang mendukung adanya tafsir ilmi, namun beliau

memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-

Qur’an dari sisi ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kesalahan yang fatal.

Dari perdebatan ulama terhadap tafsir ilmi oleh dua kelompok tersebut,

faktor yang mempengaruhi terjadinya perdebatan itu adalah perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dijadikan sebagai penafsiran atas ayat-ayat

kauniyah. Kelompok yang menolak adanya tafsir ilmi berargumen bahwa

karakteristik ilmu pengetahuan yang bersifat tidak tetap dan berubah-ubah

8 Abû Ishâq Ibrâhîm al-Syâṯibî, al-Muwâfaqât, juz 2 (Dâr Ibn ‘Affân, 1997), h. 127. 9 Al-Muẖtasib, Ittijâhât al-Tafsîr fî ‘Asr al-Râhin, h. 306-307. 10 Al-Muẖtasib, Ittijâhât al-Tafsîr fî ‘Asr al-Râhin, h. 308-309. 11 Yûsuf al-Qaraḏâwî, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Terj.

Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 323.

Page 18: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

4

sehingga tidak pantas jika disandingkan dengan al-Qur’an yang bernilai absolut.

Sedangkan bagi kelompok yang mendukung tafsir ilmi, mereka menilai bahwa

tafsir ilmi bertujuan untuk membangun kesatuan paradigma bahwa antara al-

Qur’an dan ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan.12

Berdasarkan rangkaian perdebatan tafsir ilmi di atas, Muchlis Hanafi

sebagai salah satu penyusun buku tasfir ilmi Kemenag RI menjelaskan bahwa

tafsir ilmi Kemenag RI sebagai salah satu upaya pengembangan kajian tafsir di

Indonesia sejatinya memang berada di pihak kelompok yang berpihak pada tafsir

ilmi, namun hal ini lebih dianggap sebagai formula kompromistik untuk lebih

mengembangkan misi dakwah Islam di tengah kemajuan ilmu pengetahuan.13

Hal ini dikuatkan dengan apa yang telah ditulis oleh M. Quraish Shihab bahwa

banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan untuk mempergunakan akal

pikiran dalam mencapai hasil yang dimaksudkan pada ayat tersebut,14 salah satu

upayanya adalah dengan membuktikan kebenaran ayat-ayat tersebut dengan

penemuan ilmiah. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap tafsir ilmi terletak pada

kesalahan mufassir dalam mencocok-cocokkan penemuan ilmiah yang belum

valid terhadap ayat al-Qur’an yang dibahas. Sebagaimana yang kita ketahui

bahwa tafsir adalah sebuah ijtihad yang dilakukan oleh mufassir, maka bisa jadi

ia benar atau salah. Adapun untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut,

mufassir harus bersikap lebih hati-hati dalam mengaitkan penafsiran al-Qur’an

dengan ilmu pengetahuan dan memperhatikan kaidah-kaidah penafsiran yang

telah ditetapkan oleh ulama.

Salah satu kitab tafsir ilmi yang menarik untuk dikaji adalah buku seri

tafsir ilmi hasil karya ulama dan ilmuwan Indonesia dengan berbagai macam

tema yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang

dan Diklat Kementerian Agama RI sejak tahun 2010 hingga 2016 yang

berjumlah 21 seri.15

12 Muchlis M. Hanafi, “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains, xxiii. 13 Muchlis M. Hanafi, “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains, h. xxv. 14 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013), h. 60. 15 Hal ini berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis. Uraian selengkapnya telah

dijelaskan di bab III.

Page 19: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

5

Penelitian ini bermaksud mengkaji salah satu tema kitab tafsir ilmi

Kemenag RI, yaitu tentang laut. Adapun ketertarikan penulis mengkaji tafsir ilmi

Kemenag RI adalah: Pertama, tim penyusun telah menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’an berdasarkan tema-tema yang telah ditentukan atau menggunakan metode

mauḏûʻî16 sehingga penjelasan yang dipaparkan bisa fokus dengan tema

tersebut. Kedua, upaya menafsirkan ayat kauniyah dengan temuan ilmiah yang

dilakukan tim penyusun sejak 2010 hingga 2016 telah menghasilkan puluhan

buku yang menurut penulis merupakan sebuah usaha yang serius dalam

mengungkap makna ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an. Ketiga, alasan penulis

memilih tema laut adalah manusia sangat bergantung dan tidak bisa terlepas dari

air. Secara kuantitatif, 97 % air yang ada di bumi berasal dari laut sehingga laut

memiliki peran besar bagi kehidupan manusia di bumi17 sebagaimana firman

Allah dalam QS. al-Baqarah [2] : 164 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam

dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi

manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu

dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya

bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan

antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.

Penggunaan kata laut dalam al-Qur’an yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah term al-baẖr yang dapat diartikan dengan kumpulan air asin atau tawar.

Selain itu, al-baẖr disebut sebagai laut karena kedalaman airnya dan wilayahnya

16 Mauḏûʻî secara bahasa adalah al-waḏʻu yaitu menempatkan sesuatu. Sedangkan secara

istilah tafsir mauḏûʻî merupakan salah satu metode tafsir yang membahas tentang suatu persoalan

dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya

yang kemudian dilakukan sebuah analisis menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat tertentu

pula untuk menjelaskan maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubungkannya

antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Lihat Musṯafâ Muslim, Mabâẖits fî al-Tafsîr al-Mauḏûʻî

(Dimasyq: Dâr al-Qalam, 2000), h.16. 17 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 26.

Page 20: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

6

yang sangat luas.18 Maka dari itu, penelitian ini akan khusus membahas ayat-

ayat yang membicarakan tentang al-baẖr.

Dari sekian banyak penelitian yang mengkaji tentang tafsir ilmi

Kemenag RI, penulis akan membahas tema khusus tentang laut. Sejauh

pencarian yang penulis lakukan, belum ada penelitian yang membahas tentang

telaah kitab tafsir ilmi Kemenag RI yang dikhususkan pada tema laut, sehingga

penelitian ini merupakan karya pertama yang membahas hal tersebut. Maka dari

itu judul penelitian ini adalah al-Baẖr fî al-Qur’ân: Telaah Tafsir Ilmi

Kementerian Agama RI.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dengan mengacu kepada latar belakang di atas, penulis membatasi

penelitian ini dengan membahas salah satu tema yang disajikan oleh tim

penyusun tafsir ilmi Kemenag RI, yaitu laut. Maka, rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaimana telaah atau penafsiran ayat-ayat al-Qur’an

mengenai laut dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI dan di mana letak perbedaan

penafsiran ayat-ayat tentang laut dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI dengan

kitab tafsir ilmi lainnya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan telaah atau penafsiran ayat-

ayat mengenai laut dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI dan menjelaskan

perbedaan penafsiran ayat-ayat tentang laut dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI

dengan kitab tafsir ilmi lainnya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan

praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah melengkapi apa yang telah

ditulis oleh peneliti-peneliti sebelumnya terkait kitab tafsir ilmi Kemenag RI

maupun penafsiran ayat-ayat tentang laut pada umumnya. Sedangkan manfaat

praktis dari penelitian ini adalah diharapkan mampu memberikan tambahan

informasi bahan ajar pada mata kuliah Literatur Tafsir Indonesia.

18 Ibn Manẕûr, Lisân al-ʻArab, juz 4 (Beirut: Dâr Sadr, 1414 H), h. 41.

Page 21: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

7

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis menyajikan beberapa tinjauan pustaka

yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu penelitian mengenai tafsir illmi, tafsir

tentang ayat-ayat laut, dan tafsir ilmi Kemenag RI. Pertama, yaitu penelitian-

penelitian yang membahas tentang tafsir ilmi secara umum, antara lain:

1. Artikel jurnal: Geliat Tafsir Ilmi di Indonesia dari Tafsir al-Nûr hingga Tafsir

Salman.19 Artikel ini membahas tentang perjalanan tafsir ilmi di Indonesia

sejak era 1960-an hingga sekarang. Penulis artikel ini juga menjelaskan

transformasi tafsir ilmi seiring dengan lajunya perkembangan sains dan

teknologi khususnya di Indonesia.

2. Tesis: Telaah Epistemologi Penafsiran Agus Mustofa (Studi Ayat-Ayat

Akhirat dalam Tafsir Ilmi).20 Tesis ini menjelaskan pemahaman terhadap

ayat-ayat tentang akhirat yang dilakukan Agus Mustofa dalam bukunya,

Ternyata Akhirat Tidak Kekal, yang menggunakan metode sains di mana

secara validitas belum koheren dan tidak konsisten dalam menggunakan

sumber pengetahuan.

3. Skripsi: Tafsir Salman dalam Wacana Tafsir Ilmi.21 Skripsi ini menjelaskan

ciri-ciri penafsiran juz ‘amma oleh tim tafsir ilmiah ITB, tipologi tafsir, dan

penilaian ulama lain terhadap tafsir tersebut.

4. Skripsi: Raḏâʻah dalam al-Qur’an (Tafsir Ilmi atas Konsep Laktasi).22

Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana wawasan al-Qur’an tentang

raḏâʻah, urgensinya, dan manfaat ASI dalam tinjauan ilmu gizi.

5. Skripsi: Kontroversi Tafsir Ilmi (Telaah Penafsiran Ṯanṯâwî Jauharî terhadap

Sabʻa Samâwât dalam Surah al-Baqarah ayat 29).23 Skripsi ini menjelaskan

19 Jurnal ini ditulis oleh Annas Rolli Muchlisin dan Khairun Nisa (mahasiswa UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta), “Geliat Tafsir Ilmi di Indonesia dari Tafsir al-Nûr hingga Tafsir Salman”,

Millatî: Journal of Islamic Studies and Humanities, vol. 2, no. 2 (2017): 239. 20 Tesis ini ditulis oleh Erma Sauva Asvia, mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Program Studi Agama dan Filsafat Konsentrasi Studi al-Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: 2018). 21 Skripsi ini ditulis oleh Ai Sahidah, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2017). 22 Skripsi ini ditulis oleh Lathifatul Masula, mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab, dan

Dakwah IAIN Tulungagung (Tulungagung: 2017). 23 Skripsi ini ditulis oleh Ayu Aulia Munika, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

UIN Sunan Ampel (Surabaya: 2016).

Page 22: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

8

penafsiran Ṯanṯâwî Jauharî yang secara umum menggunakan corak ilmi,

namun kali ini beliau juga menjelaskan ayat tersebut secara lughâwî.

6. Skripsi: Orientasi Ilmi dalam Tafsir al-Ibriz Karya Bisyri Mustafâ.24 Skripsi

ini menjelaskan adanya indikasi corak ilmi dalam kitab Tafsir al-Ibriz. Hal

ini terbukti ketika Bisyri Mustafâ menafsirkan QS. Fussilat ayat 11 dan

Yûnus ayat 5. Adanya corak ilmi dalam kitab tafsirnya dipengaruhi oleh

kitab-kitab yang menjadi rujukan Bisyri Mustafâ sebelum menulis kitab

tafsirnya.

7. Skripsi: Pemikiran Tafsir Ilmi Yûsuf al-Qaraḏâwî (Telaah atas Kitab Kaifa

Natʻâmal maʻa al-Qur’ân al-‘Aẕîm).25 Skripsi ini menjelaskan posisi Yûsuf

al-Qaraḏâwî dalam menyikapi pro dan kontra di tengah-tengah perdebatan

ulama mengenai tafsir ilmi. Penulis skripsi ini juga menjelaskan bagaimana

pandangan Yûsuf al-Qaraḏâwî terhadap tafsir ilmi dalam kitabnya yang

berjudul Kaifa Natʻâmal maʻa Al-Qur’ân al-‘Aẕîm.

Kedua, penelitian-penelitian tentang ayat-ayat laut (al-baẖr). Penulis

menemukan beberapa penelitian yang membahas penafsiran ayat yang bertema

laut, yaitu:

1. Skripsi: Makna al-Baẖr al-Masjûr dalam Surah al-Ṯûr Ayat 6 Menurut

Mufassir dan Relevansinya dengan Teori Sains.26 Penulis skripsi ini

menjelaskan perbedaan penafsiran para mufassir mengenai ayat tersebut.

Teori sains yang relevan dengan ayat tersebut adalah adanya lempeng

tektonik ada dasar laut yang membentuk rangkaian gunung api di bawah laut.

2. Skripsi: Pertemuan Dua Laut dalam QS. al-Raẖmân (Analisis QS. al-

Raẖmân [55] Ayat 19-22 Menurut Fakhruddin al-Râzî dalam Kitab Tafsir

Mafâtîẖ al-Ghaib).27 Penulis skripsi ini menjelaskan tentang penafsiran al-

Râzî mengenai dua laut yang tidak saling bercampur karena mempunyai

24 Skripsi ini ditulis oleh Moh. Mufid Muwaffaq, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2015). 25 Skripsi ini ditulis oleh Ahmad Syafi’in Aslam, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2014). 26 Skripsi ini ditulis oleh oleh Milcha Qurrotul Aini, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Sunan Ampel (Surabaya: 2018). 27 Skripsi ini ditulis oleh oleh Adelina Qurrotul A., mahasiswa Fakultas Ushuluddin STAIN

Kudus (Kudus: 2016).

Page 23: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

9

karakteristik yang berbeda. Selanjutnya penulis mengaitkannya dengan teori

sains.

3. Skripsi: Konsep Geologi Laut dalam al-Qur’an dan Sains (Analisa Surah al-

Raẖman [55]:19-20, Surah al-Naml [27]:61, dan Surah al-Furqân [25]:53).28

Penulis skripsi ini menjelaskan fenomena laut yang diterangkan dalam ayat

al-Qur’an kemudian menguatkannya dengan teori sains yang berkenaan

dengan hal tersebut.

Ketiga, penelitian-penelitian tentang tafsir ilmi Kemenag RI. Penulis

menemukan beberapa penelitian yang membahas tentang tafsir ilmi Kemenag

RI, yaitu:

1. Artikel jurnal: Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmi

KementerianAgama RI29 yang menjelaskan bahwa Tafsir Ilmi Kemenag RI

merupakan bentuk implementasi integrasi agama dan sains. Karya ini

berusaha untuk memadukan antara agama dan sains sehingga menegaskan

bahwa agama dan sains tidak bertentangan.

2. Artikel jurnal: Konstruksi Tafsir Ilmi Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur

Kepentingan Pemerintah dalam Tafsir30 yang menerangkan bahwa secara

validitas, beberapa penafsiran tidak sesuai dengan dengan prinsip-prinsip

tafsir ilmi. Di sisi lain, tafsir ilmi Kemenag RI ini memperhatikan fakta dan

problem keindonesiaaan yang dijadikan sebagai usaha maksimalisasi

kebijakan pemerintah.

3. Skripsi: Epistemologi Tafsir ‘Ilmî Kementerian Agama RI dalam Penafsiran

Penciptaan Manusia.31 Skripsi ini menjelaskan aspek-aspek epistemologi

pada tafsir ilmi Kemenag RI dilihat dari sumber penafsiran, metode

penafsiran, dan validitas penafsiran. Secara validitas, tafsir ilmi Kemenag

RI tidak koheren karena di beberapa tempat isi dari buku tidak sesuai dengan

28 Skripsi ini ditulis oleh Nuri Qomariah Maritta, mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah (Jakarta: 2010). 29 Faizin, mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir

Ilmi Kementerian Agama RI”, Jurnal Ushuluddin, vol. 25, no.1 (2017): 19. 30 Ahmad Muttaqin, mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

“Konstruksi Tafsir Ilmi Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur Kepentingan Pemerintah dalam Tafsir”,

Religia, vol. 19, no. 2 (2016): 74. 31 Skripsi ini ditulis oleh oleh Muhamad Ariful Amri, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2017).

Page 24: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

10

prinsip-prinsip tafsir ilmi yang telah dijelaskan di awal oleh pihak Lajnah

Pentashihan Mushaf al-Qur’an.

4. Skripsi: Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif Antara Teori-

M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementerian

Agama RI).32 Skripsi ini membahas tentang perbandingan antara teori

penciptaan alam dari Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi Kemenag RI yang

hasilnya adalah keduanya sama-sama penganut creation exhilo, yaitu

menciptakan alam dari sesuatu yang tidak ada serta mendukung teori Big

Bang, yaitu bermulanya alam semesta ini dari ledakan yang sangat besar.

Sedangkan perbedaan di antara keduanya adalah bahwa tafsir ilmi Kemenag

RI menjelaskan bahwa yang menciptakan alam ini adalah Allah, sedangkan

Stephen meyakini bahwa alam ini menciptakan dirinya sendiri karena

adanya hukum fisika yang bekerja.

Dari semua penelusuran yang penulis sajikan di atas, penulis belum

menemukan penelitian yang membahas tentang penafsiran ayat-ayat tentang laut

dalam kitab tafsir ilmi Kemenag RI sehingga skripsi ini merupakan penelitian

pertama yang membahas tentang hal tersebut. Selain itu, penulis juga akan

menjelaskan perbedaan penafsiran ayat-ayat laut dalam tafsir ilmi Kemenag RI

dengan beberapa kitab tafsir ilmi lainnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya di

mana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati33

atau bisa juga dikatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan lainnya.34 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode

32 Skripsi ini diitulis oleh Nida Ulkhusna, mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayataullah (Jakarta: 2013). 33 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 7. 34 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Terj. M. Shodiq

dan Imam Muttaqien (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 4.

Page 25: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

11

analisis-deskriptif untuk memaparkan gambaran umum tentang tafsir ilmi

Kemenag RI.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data, penulis menggunakan studi

kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang didasarkan pada

metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah

bahan penelitian.35 Studi ini digunakan untuk mencari beberapa penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.

Setelah data terkumpul, penulis mengklasifikasikannya ke dalam dua

sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Pertama, sumber primer dalam

penelitian ini adalah buku Tafsir Ilmi Kemenag RI yang bertema tentang

laut. Kedua, sumber sekunder dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku

dan tulisan ilmiah lainnya yang berupa skripsi, tesis, disertasi, dan artikel

jurnal yang relevan dengan penelitian ini.

3. Metode Penulisan

Dalam menulis penelitian ini, penulis mengacu kepada Surat

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017

tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan untuk transliterasi juga

mengacu pada pedoman di atas, khusus untuk teknik penulisan al-Qur’an

ditulis dengan “a” kecil diikuti tanda pemisah (-) dan huruf “Q” besar

kemudian terdapat tanda apostrof (’) antara huruf r dan a.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab terbagi

menjadi beberapa sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-

masing yang berkaitan satu sama lain.

Bab I adalah pendahuluan. Dalam bab ini penulis membahas latar

belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

35 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),

h. 3.

Page 26: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

12

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab I

ini merupakan gambaran umum dari isi skripsi.

Bab II merupakan pembahasan tafsir ilmi. Sebagai kerangka teori, bab

ini menjelaskan tafsir ilmi secara umum, mulai dari pengertiannya, sejarah awal

munculnya hingga perkembangannya, dan syarat-syarat dan adab bagi mufassir

tafsir ilmi.

Bab III adalah gambaran umum kitab tafsir ilmi tentang laut. Bagian ini

meliputi sejarah singkat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dan latar

belakang pembuatan tafsir ilmi. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai

studi kitab tafsir ilmi Kemenag RI yang terdiri dari sistematika kitab tersebut

dan pengklasifikasian data terhadap isi kitab tersebut. Bab ini menjadi bahan

untuk melakukan analisis pada bab IV.

Bab IV merupakan telaah tafsir ilmi Kemenag RI tentang laut. Pada

bagian ini penulis menjelaskan beberapa pembahasan yang sering muncul pada

setiap bab dalam buku tafsir ilmi Kemanag RI yang bertema tentang laut. Hal ini

dapat dilihat dari klasifikasi data yang telah dibuat pada bab III. Selain itu,

penulis juga membahas perbedaan penafsiran tafsir ilmi Kemenag RI dengan

kitab-kitab tafsir bercorak ilmi lainnya.

Bab V adalah penutup. Penulis memberikan kesimpulan yang

merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian dan saran-saran yang

dibutuhkan untuk penelitian selanjutnya.

Page 27: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

13

BAB II

TAFSIR ILMI

A. Pengertian Tafsir Ilmi

Tafsir ilmi merupakan salah satu corak tafsir yang populer atau diminati

di kalangan para ulama masa kini. Kepopuleran tafsir ilmi telah menyebar di

masa kontemporer di mana para cendekiawan mempunyai perhatian yang besar

terhadap ilmu yang berkembang saat ini. Hal ini merupakan pengaruh dari

kecenderungan paradigma ilmu pengetahuan yang mendominasi pada diri

mufassir untuk menafsirkan al-Qur’an dengan penemuan ilmiah.1 Sebelum

penulis menjelaskan lebih lanjut mengenai tafsir ilmi, ada baiknya apabila kita

mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara terpisah.

Pengertian tafsir menurut bahasa, Ibn Manẕûr menjelaskan pada bab

( )2:

“Al-fasr adalah penjelasan dan menerangkan. Al-fasr juga berarti

memperlihatkan yang tertutup, sedangkan tafsir adalah mengungkapkan makna

dari lafaz yang sulit”.

Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama menyatakan sebagaimana

berikut:

Al-Zarkasyî dalam al-Burhân berkata3:

“Tafsir adalah ilmu yang dibutuhkan dalam rangka memahami kitab Allah yang

diturunkan kepada Rasulullah Saw. dan menjelaskan makna-maknanya,

mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya dan semua itu merujuk

1 Muẖammad Husain al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2 (Kuwait: Dâr al-

Nawâdir, 2010), h. 497. 2 Ibn Manẕûr, Lisân al-‘Arab, juz 5 (Beirut: Dâr Sadr, 1414 H), h. 55. 3 Muẖammad ibn ‘Abd Allâh al-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz 1 (Beirut: Dâr

al-Ma’rifah,1391 H), h. 13.

Page 28: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

14

dari ilmu bahasa, naẖwu dan saraf, ilmu bayân, usûl fiqh, dan qira’ât. Seorang

ahli tafsir juga membutuhkan pengetahuan terhadap asbâb al-nuzûl, nâsikh, dan

mansûkh”.

Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, tafsir merupakan hasil

pemikiran manusia tentang penjelasan maksud firman-firman Allah Swt. yang

sesuai dengan kemampuan manusia yang dipengaruhi oleh beberapa hal

sehingga banyak terjadi perbedaan-perbedaan penafsiran baik dari masa ke masa

atau dari satu tempat ke tempat lain.4

Sementara kata ilmi di sini merupakan kata sifat yang bernisbat pada

kata ilmu. Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima – yaʻlamu – ‘ilman dengan

wazn faʻila – yafʻalu – faʻlan yang berarti mengerti, memahami benar-benar.

Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut science yang diambil dari bahasa Latin

yaitu scientia (pengetahuan) – scire (mengetahui). Jadi, pengertian ilmu adalah

pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut

metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala

tertentu.5 Terkait sains dan ilmu, Mulyadhi Kartanegaraberpendapat bahwa

keduanya merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki kemiripan. Hal ini

bisa terlihat dari pengertian sains dan pengetahuan yang ia kemukakan. Sains

menurut Mulyadhi adalah any organized knowledge (pengetahuan yang

tersistem), sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji kebenarannya.

Secara sepintas dapat dikatakan bahwa ilmu dalam epistemologi Islam

mempunyai kemiripan makna dengan sains dalam epistemologi Barat.

Perbedaan di antara keduanya adalah bahwa sains dibatasi pada bidang-bidang

fisik sedangkan ilmu lebih bebas hingga pada bidang-bidang nonfisik atau

metafisika.6

Setelah mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara terpisah, maka

penulis akan menjabarkan pengertian tafsir ilmi secara kolektif. Adapun

pengertian tafsir ilmi menurut Fahd ‘Abd al-Raẖmân, sebagaimana yang dikutip

oleh M. Quraish Shihab dkk dalam buku Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân, menjelaskan

4 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 364. 5 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), h. 12. 6 Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistemologi Islam (Bandung: Mizan 2003), h. 1.

Page 29: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

15

bahwa tafsir ilmi adalah ijtihad mufassir untuk mengungkap hubungan ayat-ayat

kauniyah di dalam al-Qur’an dengan penemuan-penemuan ilmiah yang

bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan al-Qur’an.7 Dari penjelasan di

atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir ilmi adalah upaya menafsirkan al-

Qur’an dengan teori-teori ilmiah di mana antara al-Qur’an dan sains terdapat

kesesuaian sehingga mufassir dapat mengkompromikan keduanya melalui

sebuah karya yang disebut tafsir ilmi. Objek dari tafsir ilmi ini adalah ayat-ayat

kauniyah, yaitu ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan isyarat tentang realita

alam semesta atau penciptaan segala sesuatu yang bersifat ilmiah.

Tak dapat dipungkiri bahwa al-Qur’an berisi mukjizat ilmiah yang

terkandung dalam isyarat ayat-ayat kauniyah. Apa yang telah diisyaratkan al-

Qur’an 1400 abad yang lalu merupakan fakta ilmiah yang telah diuji oleh para

ilmuwan masa kini. Hal ini menunjukkan sisi keagungan al-Qur’an yang

menghadirkan sesuatu yang sebelumnya belum diketahui manusia pada

umumnya dan terbukti kebenarannya melalui penemuan ilmiah yang telah teruji.

Pada abad ini, isyarat ayat kauniyah menjadi nyata karena dibuktikan oleh

penemuan ilmiah yang mendukung kebenaran ayat al-Qur’an. Pada abad ini

pula, ilmu pengetahuan terus dijunjung tinggi oleh manusia hingga mereka

berhasil menghasilkan penemuan-penemuan yang memberikan bukti tentang

hakikat ilmu yang diwahyukan dalam al-Qur’an.8 Allah berfirman:

Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran)

Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi

mereka bahwa al-Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa

Tuhan-mu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fussilat [41] :53)

Apabila diteliti lebih jauh, tidak ada kontradiksi dalam al-Qur’an

dengan penemuan-penemuan sains modern yang menyangkut ilmu astronomi,

7 M. Quraish Shihab, et. al., Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 183. 8 Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.al., Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang

IPTEK, jilid 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 22.

Page 30: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

16

kedokteran, fisika, gizi, kesehatan, zoologi9, botani10, geologi11, oseanologi12,

vulkanologi13, dan sebagainya. Semuanya sejalan dengan apa yang al-Qur’an

sebutkan.14 Inilah sisi kemukjizatan al-Qur’an dan kelebihannya dari kitab-kitab

samawi lainnya di mana kitab-kitab tersebut hanya berlaku pada kaum tertentu,

sedangkan al-Qur’an berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman,

baik pada masa Nabi Muhammad Saw., masa kini, hingga masa yang akan

datang.

Kesesuaian al-Qur’an dengan penemuan sains modern juga diutarakan

oleh para pakar sains yang memiliki karya di bidang tafsir ilmi, yaitu Zaglul al-

Najjar dan Abdul Daim al-Kahil. Mereka mengatakan dalam muqaddimah karya

tafsir ilminya dengan memberikan ulasan mengenai apa yang dimaksud dengan

mukjizat ilmiah:

“Penisbatan kata mukjizat dengan kata ilmiah adalah penisbatan terhadap

ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari praktik dan penelitian ilmiah

tentang fenomena-fenomena yang tampak di dalam alam semesta dan diri

manusia menurut ilmu pengetahuan, hingga akhirnya sampai pada ketentuan-

ketentuan hukum alam yang sistem kerjanya dapat dijelaskan secara ilmiah.

Jadi, yang dimaksud dengan mukjizat ilmiah menurut kami adalah semua

penemuan ilmiah yang kebenarannya bisa dibuktikan secara ilmiah dan tidak

perlu diragukan lagi. Kebenaran ilmiah tersebut sesuai dengan kebenaran

yang ada dalam al-Qur’an dan sama sekali tidak ada pertentangan. Hal ini

sekaligus merupakan bukti tentang kenabian Nabi Muhammad Saw. dan

kebenaran risalahnya, juga untuk membuktikan bahwa Islam merupakan

agama terakhir dan satu-satunya agama yang kitab sucinya tidak mengalami

perubahan.”15

9 Zoologi adalah ilmu tentang kehidupan binatang dan pembuatan klasifikasi aneka macam

bentuk binatang dunia. Lihat Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Dep.Pendidikan

Nasional, 2008), h. 1826. 10 Botani adalah cabang dari biologi yang menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan. Lihat

Kamus Bahasa Indonesia, h. 218. 11 Geologi adalah ilmu tentang komposisi, struktur, dan sejarah bumi. Lihat Kamus Bahasa

Indonesia, h. 473. 12 Oseanologi adalah ilmu yang mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan laut

dan lautan (seperti, tanaman, binatang laut). Lihat Kamus Bahasa Indonesia, h. 1094. 13 Vulkanologi adalah ilmu pengetahuan tentang gunung berapi, gempa, dan sebagainya.

Lihat Kamus Bahasa Indonesia, h. 1803. 14 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, Terj. Zaenal Arifin dkk. (Jakarta:

Zaman, 2014), h. 717. 15 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Manusia, Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia, jilid 1 (Jakarta: PT Lentera

Abadi, 2012), h. iv.

Page 31: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

17

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Ilmi

Apabila dilihat dari rekam jejak sejarahnya, perkembangan tafsir ilmi

ini tak lepas dari perkembangan ilmu dalam khazanah Islam di mana keilmuan

umat Islam menunjukkan masa kejayaannya pada zaman Dinasti Umayyah dan

Dinasti Abbasiyah. Hal ini ditunjukkan pada masa Khalifah al-Mansûr melalui

proses penerjemahan karya-karya filosof Yunani ke dalam Bahasa Arab yang

berjalan dengan pesat. Penerjemahan ini terus berlangsung hingga masa

Khalifah al-Ma’mûn di mana muncul banyak para penerjemah yang telah

menerjemahkan buku-buku Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonuis, dan

Archimedes.16 Sejak zaman dahulu sebagian kaum muslimin memang telah

berupaya menciptakan hubungan erat antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan.

Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu pengetahuan dari ayat-ayat al-

Quran. Usaha seperti itu ternyata di kemudian hari semakin meluas dan tidak

dapat disangkal lagi memang telah mendatangkan hasil yang banyak

faedahnya.17

Sebagaimana yang telah dijelaskan Husain al-Dzahabî bahwa eksistensi

tafsir ilmi mulai muncul dari kultur karya ulama mutaqaddimîn, contohnya yang

telah dilakukan oleh al-Ghazâlî dalam kitab Iẖyâ’ ʻUlûm al-Dîn yang

menerangkan bahwa ilmu adalah bentuk manifestasi perbuatan dan sifat Allah,

sedangkan al-Qur’an yang berisi banyak ilmu menjadi sebuah wadah untuk

menjelaskan Dzat, afʻâl (perbuatan), dan sifat-sifat Allah.18 Al-Suyûṯî juga telah

membahasnya pada kitab al-Itqân di mana banyak ayat al-Qur’an, hadis,

maupun atsar yang menunjukkan bahwa al-Qur’an mencakup berbagai disiplin

ilmu.19 Selanjutnya, perkembangan tafsir ilmi mengalami kemajuan pesat

sehingga menjadi tema yang populer di kalangan para ulama. Kitab tafsir

pertama yang memuat perincian ayat-ayat kauniyah adalah Kasyf al-Asrâr al-

Nûrâniyyah al-Qur’âniyyah yang berisi berbagai uraian tentang benda-benda

16 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 40-41. 17 Ahmad Syirbasi, Sejarah Tafsir al-Qur’an, Terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1985), h. 130. 18 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 475. 19 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 477.

Page 32: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

18

langit, bumi, hewan, tumbuhan, permata, dan logam. Kitab ini ditulis oleh

Muẖammad ibn Aẖmad al-Iskandarî, seorang dokter yang mahir dan terampil.

Beliau merupakan ulama pada abad 13 H. Kitab ini terdiri dari 3 jilid besar,

dicetak pertama kali di Mesir pada tahun 1297 H oleh penerbit Dâr al-Kutub al-

Misriyyah.20

Selanjutnya ada sebuah kitab yang berjudul Ṯabâiʻ al-Istibdâd wa

Masâriʻ al-Istiʻbâd ditulis oleh ‘Abd al-Raẖman al-Kawâkibî. Kitab ini

merupakan kumpulan makalah beliau yang dijadikan satu sehingga menjadi

sebuah karya yang agung. Kitab ini pertama kali dipublikasikan di Mesir pada

tahun 1318 H. Dalam kitab ini terdapat sebuah ungkapan yang disifatkan kepada

al-Qur’an, yakni “Syams al-‘Ulûm wa Kanz al-Hikam (Matahari Ilmu dan

Himpunan Hikmah)” yang menunjukkan bahwa al-Qur’an menjadi sumber

segala ilmu. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu di alam ini mengalami

pembaruan setiap harinya sesuai dengan perkembangan zaman. Jika umat Islam

tidak ingin tertinggal dengan pemikiran ilmuwan Barat, maka seharusnya Islam

membutuhkan para peneliti al-Qur’an yang mampu membuktikan bahwa al-

Qur’an berisi pernyataan dan isyarat yang benar walaupun telah ditulis sejak

ribuan abad yang lalu.21

Kemudian muncul sebuah karya dari seorang dokter terkenal, yaitu

‘Abd al-‘Azîz Ismâʻîl. Karyanya adalah al-Islâm wa al-Ṯib al-Hadîts yang

merupakan kumpulan makalah beliau yang disebarkan di majalah al-Azhar.

Setelah dikumpulkan menjadi satu, karya ini dijadikan sebuah kitab yang dicetak

oleh percetakan al-Iʻtimâd pada tahun 1357 H. Dalam kitab tersebut, beliau

mengatakan bahwa penjelasan di dalam buku-buku kedokteran, arsitektur, dan

astronomi mengarah kepada sunnatullah yang terjadi di alam ini. Hal ini

menunjukkan bahwa di dalam buku-buku tersebut tidak hanya berisi teori-teori

rumit yang berkaitan dengan ilmu-ilmu, tetapi segala kejadian di alam ini baik

dari segi kedokteran, seni/arsitektur, astronomi, dan sebagainya, merupakan

ketentuan-ketentuan yang berjalan secara teratur sesuai dengan kehendak Allah

20 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 497-498. 21 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 498.

Page 33: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

19

Swt. ʻAbd al-‘Azîz Ismâʻîl juga berpendapat bahwa ilmu modern yang kekinian

dapat membantu mengungkap makna sebagian ayat-ayat al-Qur’an sehingga al-

Qur’an akan tetap eksis seiring dengan berkembangnya zaman.22

Tak berhenti hingga di situ, perkembangan tafsir ilmi terus melaju

hingga corak ilmi menjadi sesuatu yang populer di kalangan ulama kontemporer.

Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kitab-kitab tafsir ilmi yang mewarnai

kehidupan di masa itu, diantaranya: al-Tafsîr al-‘Ilmî li al-Âyât al-Kauniyyah fî

al-Qur’ân karya Hanafî Aẖmad diterbitkan di Mesir oleh Dâr al-Fikr; Tafsîr al-

Âyât al-Kauniyyah karya ‘Abd Allâh Syahatah diterbitkan di Mesir oleh Dâr al-

Iʻtisâm tahun 1400 H/1980 M; al-Isyârât al-‘Ilmiyyah fî al-Qur’ân al-Karîm

karya Dr. Muẖammad Syauqî al-Fanjârî, diterbitkan oleh Maktabah Gharîb

tahun 1413 H/1992 M.23

Seiring dengan perkembangannya, kitab tafsir yang bercorak ilmi dapat

ditemui dengan penyusunan yang urut mulai dari surah al-Fâtiẖah hingga surah

al-Nâs atau disusun sesuai tema-tema yang diinginkan oleh mufassir. Contoh

kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun urut mulai dari surah al-Fâtiẖah hingga

surah al-Nâs adalah al-Jawâhir karya Ṯanṯâwî al-Jauharî, sebuah kitab yang

terdiri dari 25 jilid, diterbitkan pertama kali di Mesir pada kisaran tahun 1341 H

– 1351 H. Kitab ini disusun secara taẖlîlî24 dengan penjelasan yang kaya

mengenai ilmu pengetahuan pada tiap ayatnya.25

Sedangkan kitab tafsir ilmi yang disusun sesuai dengan tema-tema yang

diinginkan oleh mufassir adalah al-Iʻjâz al-‘Ilmî fî al-Qur’ân wa al-Sunnah

karya Prof. Dr. Zaglul al-Najjar dan Dr. Abdul Daim al-Kahil. Mereka adalah

22 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 502. 23 Amin Suma, Ulumul Qur’an, h. 397-398. 24 Taẖlîlî secara harfiah berarti menjadi lepas atau terurai. Secara istilah tafsir taẖlîlî adalah

metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian makna yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-Qur’an

(tartîb mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya. Lihat M. Amin Suma, Ulumul Qur’an,

(Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 379. Quraish menambahkan hal-hal yang dianalisis dalam

penafsiran metode taẖlîlî ini adalah pengertian umum kosakata ayat, munâsabah/hubungan ayat

dengan ayat sebelum dan sesudahnya, sabab al-nuzûl, makna global ayat, hukum yang dapat ditarik

dari ayat tersebut dari pendapat ulama mazhab. Ada juga yang menambahkan uraian tentang qirâ’ât,

iʻrab, serta keistimewaan susunan kata-katanya. Lihat M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378. 25 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 505.

Page 34: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

20

para pakar yang telah diakui oleh dunia internasional karena telah banyak

meneliti mukjizat ilmiah yang ada di dalam al-Qur’an dan Hadis selama

berpuluh-puluh tahun. Di Indonesia, karya mereka telah diterjemahkan menjadi

sebuah ensiklopedia mukjizat ilmiah yang tersusun dari enam seri berdasarkan

judul tertentu, yaitu: 1) Penciptaan Manusia; 2) Syariat Islam; 3) Penciptaan

Langit dan Alam Semesta; 4) Penciptaan Planet Bumi; 5) Gaya Hidup,

Kesehatan, dan Pengobatan; 6) Penciptaan Hewan dan Tumbuhan.26

Sedangkan di Indonesia, kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun secara

tematik juga telah menghiasi khazanah keilmuan oleh para cendekiawan

muslim. Diawali dengan sebuah karya dari Dr. Mochtar Na’im, ilmuwan

Indonesia tamatan Institute of Islamic Studies di McGill University, telah

menghasilkan sebuah buku yang berjudul “Kompendium Himpunan Ayat-Ayat

al-Qur’an”. Buku ini pertama kali diterbitkan pertama kali di Jakarta oleh Gema

Insani Press pada tahun 1996. Buku ini memuat banyak seri diantaranya adalah

himpunan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Biologi dan Kedokteran;

Botani dan Zoologi; Geografi dan Fisika; Ekonomi; Hukum; Teologi; Etika dan

Sosial-Budaya; Kisah-Kisah Sejarah; Akhirat, Surga dan Neraka; dan Doa-Doa

dalam al-Qur’an.27

Selanjutnya Kementerian Agama RI juga mengambil peran untuk

menerbitkan beberapa kitab tafsir bercorak ilmi mengenai tema-tema tertentu

sejak tahun 2010 hingga 2016 yang disusun secara kolektif dengan melibatkan

para ulama dan ilmuwan yang terdiri dari Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an,

dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Semua yang terlibat

melakukan tugasnya masing-masing sehingga dapat melahirkan sebuah

penafsiran yang memiliki perpaduan lengkap dan seimbang antara kajian ilmu-

ilmu keislaman dan ilmu pengetahuan.28

26 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis, (Jakarta: Lentera Abadi, 2012). 27 Mochtar Naim, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1996). 28 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. xxvii.

Page 35: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

21

C. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi

Tafsir yang bercorak ilmi merupakan ijtihad seorang mufassir dalam

mengungkap sejumlah ilmu yang diisyaratkan di dalam al-Qur’an. Dengan

sejumlah ilmu yang nantinya dapat dikembangkan menjadi ilmu kedokteran,

astronomi, bintang, biologi, dan lain-lain sehingga membuat al-Qur’an menjadi

sempurna dengan beragam ayat-ayat kauniyah di dalamnya.29

Abdul Mustaqim berpendapat dalam bukunya yang berjudul Dinamika

Sejarah Tafsir al-Qur’an, sebagaimana yang dikutip oleh Rubini, bahwa corak

ilmi merupakan corak penafsiran al-Qur’an yang menggunakan pendekatan

teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara

mengenai alam. Tafsir bercorak ilmi dimaksudkan untuk menggali isyarat-

isyarat ilmiah yang terkandung dalam al-Qur’an. Tafsir ini berangkat dari

paradigma al-Qur’an yang tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu

pengetahuan sehingga antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan dapat saling

dikompromikan.30

Begitu banyaknya penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat al-Qur’an

mengindikasikan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh orang

sembarangan tanpa mempunyai dasar ilmu, karena al-Qur’an mempunyai

keotentikan yang tinggi sehingga tidak mungkin dan tidak pantas apabila

penafsiran terhadap ayat-ayatnya dikaitkan dengan percobaan-percobaan ilmiah

yang belum valid. Sebelum penulis menjabarkan bagaimana adab yang benar

dalam menafsirkan al-Qur’an dengan teori ilmiah, ada baiknya jika penulis

menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir dalam

menafsirkan al-Qur’an secara umum, diantaranya adalah31:

1. Memiliki akidah yang benar, karena akidah memiliki pengaruh yang besar

terhadap jiwa seorang mufassir. Apabila akidahnya salah, seorang mufassir

bisa jadi mengubah teks-teks al-Qur’an maupun hadis dan tidak jujur dalam

penyampaian berita.

29 ‘Alî Iyyâzî, al-Mufassirûn, juz 1, h. 127. 30 Rubini, “Tafsir Ilmi”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol. 2, no. 2 (2016): 93. 31 Mannâʻ Khalîl al-Qaṯṯân, Mabâẖits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, (Madînah: Maktabah al-Ma’ârif,

2000), h. 340-342. Lihat juga al-Suyûṯî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz 2, h. 467-472. Lihat juga

Nûr al-Dîn ‘Itr, ‘Ulûm al-Qur’ân al-Karîm, juz 1 (Dimasyq: Maṯba’ al-Sabâẖ, 1993), h. 250.

Page 36: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

22

2. Bersih dari hawa nafsu, karena hawa nafsu dapat mendorong seorang

mufassir untuk membela kepentingan mazhabnya sendiri sehingga ia mampu

menipu manusia dengan perkataan yang halus dan penjelasan yang menarik.

3. Memulai penafsiran dengan tafsir al-Qur’ân bi al-Qur’ân, karena bisa jadi

suatu ayat memiliki makna global, namun sebenarnya telah dijelaskan

rinciannya pada ayat yang lain.

4. Mencari penafsiran al-Qur’an dari sunnah Nabi Saw, karena beliau adalah

penjelas al-Qur’an pertama dan utama. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa

ketetapan Rasulullah Saw. berasal dari Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Quran) kepadamu

(Muhammad) dengan membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara

manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah

engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)

orang yang berkhianat. (QS. al-Nisâ’ [4]:105)

5. Apabila tidak didapati penafsiran al-Qur’an melalui sunnah, maka merujuk

kepada perkataan sahabat karena mereka terlibat dalam kondisi ketika ayat-

ayat al-Qur’an diturunkan. Mereka juga mempunyai pemahaman yang

sempurna, ilmu yang sahih, dan amal yang saleh.

6. Apabila tidak pula didapati penafsiran dari perkataan sahabat, maka merujuk

kepada perkataan tâbiʻîn. Sebagian tâbiʻîn ada yang menerima seluruh

penafsiran sahabat, namun juga ada yang berpegang pada isṯinbâṯ dan istidlâl

(penalaran dalil atas ijtihadnya sendiri).

7. Mengetahui perbendaharaan Bahasa Arab dan cabang-cabangnya karena al-

Qur’an diturunkan ke dalam Bahasa Arab. Pemahaman yang baik terhadap

al-Qur’an bergantung pada pengetahuan dalam menjelaskan mufradât, lafaz-

lafaz, dan pengertian-pengertian sesuai dengan struktur kalimat. Selain itu,

makna yang bermacam-macam dikarenakan terdapat perbedaan iʻrâb (fungsi

kata dalam kalimat), maka atas dasar ini diperlukan pengetahuan mengenai

ilmu naẖwu dan tasrîf di mana dengan ilmu ini akan diketahui bentuk-bentuk

dan perubahan kata. Ada juga ilmu yang membahas keindahan kalimat, yakni

ilmu balâghah (retorika) yang terbagi menjadi tiga cabang: maʻânî, bayân,

dan badîʻ. Semua ini adalah syarat penting yang harus dimiliki oleh seorang

Page 37: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

23

mufassir, sebab dalam menafsirkan al-Qur’an harus memelihara

kemukjizatan al-Qur’an dengan mengetahui ilmu-ilmu yang telah dijelaskan

di atas.

8. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan al-Qur’an, seperti ilmu

qirâ’ât (ilmu untuk mengetahui cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an dan

memilih bacaan yang râjiẖ di antara banyak ragam bacaan dari para imam

qirâ’ât); ilmu tauhid sehingga seorang mufassir mampu mena’wilkan ayat-

ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hak-hak dan sifat-sifat Allah; ilmu

usûl al-tafsîr untuk mendalami kaidah-kaidah yang dapat memperjelas makna

ayat, seperti persoalan asbâb al-nuzûl, nâsikh-mansûkh, dan sebagainya.

9. Memiliki pemahaman yang dalam agar mufassir dapat mengokohkan makna

ayat yang sedang ditafsirkan dan menyimpulkan makna sesuai nas-nas

syariat.

Setelah mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam menafsirkan

al-Qur’an secara umum, berikut ini penulis akan menjelaskan persyaratan yang

harus dimiliki dan dilakukan oleh para mufassir dalam mengkaji ayat-ayat

kauniyah, diantaranya32:

1. Tetap memelihara kaidah syarat-syarat menafsirkan al-Qur’an yang telah

disebutkan di atas.

2. Dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah harus sesuai dengan makna susunan

al-Qur’an (naẕm al-Qur’ân).

3. Tidak keluar dari batas-batas menafsirkan al-Qur’an dengan teori ilmiah yang

terlalu berlebihan.

4. Seorang mufassir hendaknya menetapkan teori ilmiah yang berasal dari

isyarat-isyarat al-Qur’an yang terkait dengan ayat-ayat kauniyah.

5. Memperhatikan kesesuaian antara penafsiran al-Qur’an dengan teori ilmiah,

sebab jika teori tersebut sesuai dengan makna ayat-ayat al-Qur’an maka hal

tersebut menjadi sebuah penemuan yang menakjubkan, namun jika tidak ada

kesesuaian, maka jangan dipaksakan untuk mensinkronkan antara keduanya.

32 Khâlid ‘Abd al-Raẖmân al-Ak, Usûl al-Tafsîr wa Qawâʻiduh, (Beirut: Dâr al-Nafîs,

1986), h. 224. Lihat juga Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta:

Amzah, 2007), h. 146-157.

Page 38: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

24

6. Menjadikan kandungan ayat-ayat kauniyah sebagai dasar bagi penjelasan dan

penafsiran yang dilakukan mufassir.

7. Seorang mufassir harus berpegang kepada makna kebahasaan terhadap ayat-

ayat yang ingin dijelaskan isyarat ilmiahnya karena ayat-ayat al-Qur’an

tersusun dari Bahasa Arab sehingga tidak mungkin jika aspek ini dihilangkan

dalam sebuah penafsiran.

8. Tidak menyalahi isi syariat Islam dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah.

9. Penafsirannya harus sesuai (muṯâbiqah) tanpa ada pengurangan atau

penambahan yang diperlukan dalam menjelaskan makna isyarat ayat.

10. Memelihara susunan antarayat dan memelihara munâsabah ayat sehingga

terjalin ikatan antarayat agar memiliki satu tema yang terpadu.

11. Menyeimbangkan antara bidang spesialisasi ilmu yang dimiliki oleh

mufassir dengan kemampuan dirinya dalam menjelaskan makna ayat.

Poin-poin di atas mungkin tak jauh berbeda dengan persyaratan

mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an pada umumnya, namun dalam

tafsir ilmi seorang mufassir harus memperhatikan dua disiplin ilmu sekaligus,

yaitu bidang ilmu pengetahuan yang akan ditelitinya dan ‘ulûm al-Qur’ân serta

perbendaharaan Bahasa Arab. Menurut Alî Iyyâzî bahwa sebuah penafsiran

ilmiah yang baik merupakan hasil kerjasama antara pakar tafsir dan pakar sains

atau bisa juga dikatakan bahwa tafsir ilmi membutuhkan dua gabungan

paradigma, yaitu paradigma ilmu-ilmu al-Qur’an dan paradigma ilmu

pengetahuan.33

Menurut Andi Rosadisastra dalam bukunya yang berjudul “Metode

Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial” dijelaskan mengenai tatacara yang benar

dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah, diantaranya adalah seorang peneliti

ilmiah harus memahami hakikat ilmu pengetahuan yang sedang ditelitinya,

menentukan fokus penelitiannya, melakukan kerja metodologis sesuai dengan

bidang ilmu pengetahuan yang ditelitinya dengan memperhatikan tujuan dan

mengkaji teori-teori yang sudah muncul sebelumnya. Selanjutnya, seorang

mufassir menentukan kajian ilmiah yang tepat berdasarkan ayat al-Qur’an yang

33 Sayyid Muẖammad ‘Alî Iyyâzî, al-Mufassirûn: Hayâtihim wa Munhajihim (Teheran:

Wizârah al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1386 H), h. 129.

Page 39: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

25

akan ditafsirkannya sambil memilah atau menggabungkan beberapa metode

pemahaman suatu teks yang tepat dan selanjutnya menganalisis teks yang

dimaksud dengan selalu berpegang teguh pada tatacara/adab dalam menafsirkan

al-Qur’an. Lebih jelasnya, ia merumuskan langkah-langkah tersebut ke dalam

sebuah peta konsep sebagai berikut34:

Tafsir Ilmi

Rangkaian langkah-langkah di atas mengindikasikan bahwa seseorang

yang ingin menafsirkan ayat al-Qur’an dan dihubungkan dengan teori ilmiah

tetap harus berada pada jalur atau adab dalam menafsirkan al-Qur’an secara

benar. Ia tidak boleh menghilangkan unsur-unsur menafsirkan al-Qur’an pada

umumnya, hanya mungkin terdapat beberapa tambahan yang harus lebih

diperhatikan oleh seorang peneliti tafsir ilmi.

34 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, h. 12-13.

Paradigma Ilmu dan

Realitas

Paradigma Tafsir al-

Qur’an

Memahami Hakikat Ilmu

dan Realitas

Kerja Observasi dan

Lapangan

Menganalisis Teks dengan

Konteks dan Hakikat Ilmu

Memilih Metode

Pemahaman Teks

Menentukan Ayat-Ayat

yang Relevan

Menentukan Sub-bahasan

Landasan Teori atau

Praktek Ilmu dan Realitas

Qur’ani

Page 40: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

26

Penawaran konsep di atas dapat mengeksplorasi fungsi-fungsi dalam

menafsirkan ayat-ayat kauniyah, diantaranya adalah35:

a. Tabyîn, yaitu menjelaskan teks al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

b. Iʻjâz (mengungkap kemukjizatan al-Qur’an), yaitu pembuktian atas

kebenaran teks al-Qur’an menurut ilmu pengetahuan dan teknologi yang

selanjutnya dapat memberikan dorongan atau stimulan yang nantinya dapat

ditindaklanjuti oleh para ilmuwan dalam meneliti dan mengobservasi ilmu

pengetahuan lewat penafsiran teks-teks al-Qur’an.

c. Istikhrâj al-‘ilm, yaitu adanya isyarat penemuan teori ilmu pengetahuan baru

di mana teks ayat-ayat al-Qur’an berisi isyarat-isyarat ilmiah yang dapat

diteliti oleh para ilmuwan.

35 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, h. 13.

Page 41: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

27

BAB III

GAMBARAN UMUM TAFSIR ILMI KEMENAG RI TENTANG LAUT

A. Mengenal Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI

1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dibentuk sebagai wujud

perhatian pemerintah dalam menjamin kesucian teks al-Qur’an dari berbagai

kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya. Pada tahun 1957, pemerintah

membentuk sebuah lembaga kepanitiaan yang bertugas mentashih

(memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf al-Qur’an yang akan dicetak dan

diedarkan kepada masyarakat Indonesia. Keberadaan lembaga ini tidak muncul

dalam struktur yang berdiri sendiri, namun merupakan bagian dari Puslitbang

Lektur Keagamaan yang kemudian diberi nama Lajnah Pentashihan Mushaf al-

Qur’an.

Seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah semakin banyak dan

beragam. Pada tahun 1982, Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982

dikeluarkan dalam rangka menguraikan secara resmi tugas-tugas Lajnah

Pentashihan Mushaf al-Qur’an, diantaranya adalah: (1) Meneliti dan menjaga

mushaf al-Qur’an, rekaman bacaan al-Qur’an, terjemah, dan tafsir al-Qur’an

secara preventif dan represif; (2) Mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf

al-Qur’an, al-Qur’an untuk tunanetra (Braille), bacaan al-Qur’an dalam kaset,

piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; (3)

Menyetop peredaran mushaf al-Qur’an yang belum ditashih oleh Lajnah

Pentashih Mushaf al-Qur’an.1

Tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh lajnah hingga tahun 2007.

Namun seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah menjadi semakin meluas.

Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Agama serta untuk meningkatkan dayaguna dan hasil guna

1 Muhammad Shohib, dkk., Profil Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang

dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), h.

2-3.

Page 42: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

28

pelaksanaan tugas di bidang pentashihan dan pengkajian al-Qur’an, maka

terbitlah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007

tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an.

Di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 2007 Bab 1

pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an adalah Unit Pelaksanaan Teknis

Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan yang

berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Kepala Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama RI. Sejak terbitnya Peraturan Menteri Agama

(PMA) tersebut, Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf al-

Qur’an turut berubah sesuai dengan tugas dan fungsi lajnah dalam diktum

sehingga lajnah mencakup tiga bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang

Pengkajian al-Qur’an, dan (3) Bidang Bayt al-Qur’an dan Dokumentasi.2

Berdasarkan fungsi lajnah di atas, kajian tafsir merupakan hasil kerja

dari bidang pengkajian al-Qur’an yang muncul karena masyarakat Islam

Indonesia tidak saja memerlukan mushaf al-Qur’an yang benar dari sisi

penulisannya, tetapi juga benar dari sisi pemahamannya. Apabila dirinci, tugas

Bidang Pengkajian al-Qur’an adalah melaksanakan pengembangan dan

pengkajian al-Qur’an, penerbitan mushaf, terjemah, dan tafsir al-Qur’an; serta

melakukan sosialisasi dan pelaporan hasil pengkajian al-Qur’an.3

2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi

Salah satu kegiatan Bidang Pengkajian al-Qur’an adalah menyusun

tafsir al-Qur’an. Tafsir pertama yang dibuat adalah tafsir tematik yang

menitikberatkan pembahasannya pada persoalan akidah, akhlak, ibadah, dan

sosial. Tak hanya itu saja, Bidang Pengkajian al-Qur’an juga melakukan kajian

dan penyusunan tafsir ayat-ayat kauniyah, yang dikenal dengan sebutan tafsir

ilmi. Tafsir ini memfokuskan pada kajian saintifik terhadap ayat-ayat kauniyah

dalam al-Qur’an.4

2 Muhammad Shohib, dkk., Profil Lajnah...., h. 4. 3 Muhammad Shohib, dkk., Profil Lajnah...., h. 42. 4 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an” dalam

Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, h. xiii.

Page 43: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

29

Penyusunan kitab tafsir ilmi ini didukung oleh kerjasama yang baik

antara Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah untuk penyempurnaan buku

al-Qur’an dan Tafsirnya. Hasil kajian ayat-ayat kauniyah ini dimasukkan ke

dalam tafsir tersebut sebagai tambahan penjelasan atas tafsir yang ada. Tim

kajian dan penyusunan tafsir ilmi ini terdiri dari para pakar yang dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu: (1) Tim syarʻi yang menguasai persoalan kebahasaan dan

hal lain terkait penafsiran al-Qur’an, seperti asbâb al-nuzûl, munâsabah al-âyât,

riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya; (2) Tim

kauni yang menguasai persoalan-persoalan saintifik, seperti fisika, kimia,

geologi, biologi, astronomi, dan sebagainya. Kedua kelompok ini bersinergi

dalam membentuk ijtihâd jamâʻi (ijtihad kolektif) untuk menafsirkan ayat-ayat

kauniyah dalam al-Qur’an.5

Susunan tim penyusun tafsir ilmi sejak tahun 2011 terdiri dari:

Pengarah:

1. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

2. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

3. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an

Narasumber:

1. Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M. Sc.

2. Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA.

3. Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar

4. Prof. Dr. H. Muhammad Kamil Tajudin

5. Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA.

Ketua:

Prof. Dr. H. Hery Harjono

Wakil Ketua:

Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA.

Sekretaris:

Prof. Dr. H. Muhammad Hisyam

5 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah ....”, h. xiii-xiv.

Page 44: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

30

Anggota:

1. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

2. Prof. Dr. Ir. Arie Budiman, M. Sc.

3. Prof. Safwan Hadi, Ph. D.

4. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA.

5. Prof. Dr. H. M. Darwis Hude, M. Si.

6. Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, MM.

7. Dr. H. Moedji Raharto

8. Prof. Dr. H. Soemanto Imamkhasani

9. Dr. Ir. H. Hoemam Rozie Sahil

10. Dr. Ir. M. Rahman Djuwansah

11. Dr. Ali Akbar

12. Dra. Endang Tjempakasari, M. Lib.

Selain bekerjasama dengan LIPI, beberapa instansi juga turut

membantu penyusunan buku ini, diantaranya adalah Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN), Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, dan

Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB).6

Berikut ini judul-judul kitab tafsir ilmi yang telah diterbitkan oleh

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an sejak tahun 2010 hingga 2016, yaitu:

No. Judul Buku Tahun Terbit

1. Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif al-Qur’an

dan Sains 2010

2. Penciptaan Bumi dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains 2010

3. Penciptaan Manusia dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains 2010

4. Air dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2010

5. Tumbuhan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2010

6. Kiamat dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2010

7. Hewan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2012

8. Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains 2012

9. Seksualitas dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2012

6 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah.....”, h. xiv-xv.

Page 45: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

31

10. Manfaat Benda-Benda Langit dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains 2012

11. Makanan dan Minuman dalam Perspektif al-Qur’an

dan Sains 2013

12. Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2013

13. Waktu dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2013

14. Jasad Renik dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2015

15. Kepunahan Makhluk Hidup dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains 2015

16. Eksistensi Kehidupan di Alam Semesta dalam

Perspektif al-Qur’an dan Sains 2015

17. Cahaya dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2016

18. Gunung dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains 2016

19. Fenomena Kejiwaan Manusia dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains 2016

20. Penciptaan Manusia dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains (Edisi Revisi) 2016

21. Hewan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains (Edisi

Revisi) 2016

Di dalam buku tafsir ilmi Kemenag RI, tim penyusun juga memaparkan

prinsip-prinsip dasar tafsir ilmi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya

adalah7:

a. Memperhatikan arti dan kaidah-kaidah kebahasaan.

b. Memperhatikan konteks ayat yang ditafsirkan, sebab-sebab ayat dan surah al-

Qur’an, bahkan kata dan kalimatnya saling berkolerasi serta memahami

secara komprehensif atau tidak parsial.

c. Memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Nabi Saw., para sahabat, tâbiʻîn

dan ulama tafsir serta memahami ilmu-ilmu al-Qur’an seperti nâsikh-

mansûkh, asbâb al-nuzûl, dan sebagainya.

d. Tidak menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmu untuk

menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan ilmiah.

e. Memperhatikan kemungkinan satu kata atau ungkapan yang mengandung

banyak makna.

7 Muchlis M. Hanafi, “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-

Qur’an dan Sains, h. xxvi.

Page 46: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

32

f. Mengetahui objek bahasan ayat termasuk penemuan-penemuan ilmiah yang

berkaitan dengannya.

g. Sebagian ulama menyarankan untuk tidak menggunakan penemuan-

penemuan ilmiah yang masih bersifat teori dan hipotesis, tetapi menggunakan

penemuan yang telah mencapai tingkat kebenaran ilmiah yang tidak bisa lagi

ditolak oleh akal manusia.

Penyusunan kitab tafsir ilmi ini bertujuan untuk menjadikan al-Qur’an

sebagai kitab suci yang memberikan makna spiritual. Melalui karya tafsir ilmi

ini, masyarakat diajak untuk mengamati dan memperhatikan alam semesta

dengan pendekatan teori-teori ilmu pengetahuan yang telah teruji sehingga dapat

mengagungkan Allah sebagai pencipta alam. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan

dari mendalami ayat-ayat kauniyah adalah sebagai perantara dalam menguatkan

ketauhidan seseorang. Setiap ayat yang menyeru untuk menyembah Allah dan

mentauhidkan-Nya selalu diiringi dengan perintah berpikir atau meneliti bukti-

bukti keagungan Ilahi yang tersebar di alam raya ini. Yûsuf al-Qaraḏâwî juga

sependapat dengan hal ini bahwa tafsir ilmi dapat memberikan manfaat bagi

umat Islam dalam upaya peneguhan iman mereka, menghilangkan keraguan, dan

mempertebal hidayah yang mereka dapatkan. Selain itu, tafsir ilmi juga bisa

menjadi perantara untuk meyakinkan orang-orang nonmuslim agar beriman,

meyakini Allah sebagai Tuhan pencipta alam semesta ini.8

Kemunculan tafsir ilmi juga merupakan apresiasi Islam terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus menjadi bukti bahwa al-Qur’an dan

ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan.9 Hal ini sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh Husain al-Dzahabî bahwa tafsir ilmi adalah sebuah upaya

membahas ilmu pengetahuan dalam penuturan ayat-ayat al-Qur’an serta

berusaha menggali dimensi keilmuan dan menyingkap rahasia kemukjizatan al-

Qur’an mengenai informasi-informasi sains yang mungkin belum dikenal

manusia pada saat ayat tersebut diturunkan dan dapat dibuktikan kebenarannya

pada zaman sekarang sehingga terbukti bahwa al-Qur’an bukan karangan

8 Al-Qaraḏâwî, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, h. 328. 9 Muẖammad Kâmil ‘Abd al-Samad, Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj. Alimin &

Uzair Hamdan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), h. 6-7.

Page 47: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

33

manusia, melainkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dari Sang

Pencipta dan Pemilik alam semesta ini.10

B. Studi Kitab Tafsir Ilmi Kemenag RI tentang Laut

1. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kemenag RI

a. Judul buku: Tafsir Ilmi Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains

b. Penerbit: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama RI

c. Tempat terbit: Jakarta

d. Tahun terbit: 2013

e. Jumlah halaman:

(1) 19 halaman berisi sambutan-sambutan dan kata pengantar oleh

Menteri Agama, yaitu Drs. Suryadharma Ali, M.Si; Kepala Badan

litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, yaitu Prof. Dr. Machasin,

M.A.; Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Kementerian

Agama RI, yaitu Drs. Muhammad Shohib, MA.; Kepala Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu Prof. Dr. Lukman Hakim;

dan kata pengantar dari salah satu perwakilan tim penyusun, yaitu

Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA.

(2) 131 halaman isi buku yang terdiri dari: tujuh bab (Pendahuluan;

Penciptaan Samudra; Peran Laut untuk Kehidupan Bumi; Laut

sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah; Laut sebagai Rahmat Allah;

Bencana Kelautan; dan Penutup), Daftar Pustaka, dan Indeks.

f. Tebal buku: 2 cm

g. Panjang x lebar buku: 17,5 cm x 25 cm

10 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 497.

Page 48: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

34

2. Klasifikasi Data dalam Kitab Tafsir Ilmi tentang Laut

Dalam sub bab ini, penulis memaparkan klasifikasi data pada setiap bab

yang terdapat pada buku tafsir ilmi Kemenag RI tentang laut. Klasifikasi ini

terdiri dari pengantar, teks al-Qur'an utama yang merupakan landasan dari inti

penjelasan pada bab tersebut, argumen (terdiri dari ayat al-Qur’an penjelas,

hadis, dan hasil analisis penyusun), dan rujukan yang terdiri dari kitab-kitab

tafsir yang dirujuk oleh penyusun dalam menafsirkan ayat. Lebih jelasnya,

penulis menyajikannya dalam bentuk tabel sebagai berikut

Pengantar Teks al-

Qur’an

Argumen

Rujukan Ayat Hadis

Hasil Analisis

Penyusun

BA

B I

Pen

dah

ulu

an

Pengulangan

ayat tentang

laut dalam al-

Qur’an

bertujuan

untuk

menunjukkan

kekuasaan

Allah.

-

Perumpamaan

kuasa Allah:

Al-Kahf [18] : 109

Batas dua laut:

Al-Raẖmân [55] :

18-25

Kerusakan alam

akibat ulah

manusia:

Al-Rûm [30] : 41

-

Data rill kondisi

laut di bumi

-

BA

B I

I

Pen

cip

taan

Sam

ud

ra

Perdebatan

mengenai awal

mula

munculnya air

di bumi.

-

Semua yang hidup

berasal dari air:

Al-Anbiyâ’ [21] :

30

Manfaat hujan:

Al-Mu’minûn [23] :

18

Al-Naẖl [16] :65

Fenomena laut:

Al-Ṯûr [52] : 6

Al-Infiṯâr [82] : 3

Laut sebagai rekam

jejak sejarah:

Al-Baqarah [2] : 50

Semua benda di

alam bergerak dan

bertasbih:

Al-Isrâ’ [17] : 44

Al-Naml [27] : 88

-

- Tahapan

terjadinya laut

- Fenomena

gunung api di

bawah laut

- Fenomena

pangea yang

terpecah

- Keberadaan

Laut Merah dan

Laut Mati

- Macam-macam

jenis lautan di

wilayah

Indonesia

(paparan, selat,

dan lain-lain)

- Tafsir al-

Qusyairi

- Tafsir al-

Alûsî

- Tafsir al-

Muntakh

ab

Page 49: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

35

BA

B I

II

Per

an L

aut

un

tuk

Keh

idu

pan

Bu

mi

Manfaat laut

yang sangat

besar bagi

kehidupan di

bumi.

Al-Baqarah

[2] : 164

(tentang

manfaat laut

yang

menunjukkan

kebesaran

Allah dan

bertujuan agar

manusia

berpikir)

Manfaat laut/air

yang berasal dari

laut:

Al-Naẖl [16] : 14

Al-Sajdah [32] : 27

Fenomena laut:

Al-Takwîr [81] : 6

-

- Laut sebagai

sumber utama

siklus air

- Laut sebagai

pengatur iklim

global

-

BA

B I

V

Lau

t se

bag

ai T

and

a

Kem

ahak

uas

aan

All

ah

Manusia yang

berakal akan

dapat

merenungkan

kemahakuasaa

n Allah

dengan

terciptanya

lautan yang

luas dan

memiliki

banyak

manfaat

Al-Baqarah

[2] : 164

(tentang

manfaat laut

yang

menunjukkan

kebesaran

Allah

bertujuan agar

manusia

berpikir)

Taskhîr laut:

Ibrâhim [14] : 32

Fenomena laut:

Al-Furqân [25] :53

Al-Nûr [24] : 40

Al-Ṯûr [52] : 6 -

Fenomena laut:

batas dua laut,

ombak di atas

ombak, laut yang

berlapis-lapis, dan

api di bawah dasar

laut

Tafsir al-

Muntakhab

BA

B V

Lau

t se

bag

ai R

ahm

at A

llah

Lautan yang

merupakan

sumber air

melimpah

adalah bentuk

rahmat dan

nikmat yang

dikaruniakan

oleh Allah

untuk

penduduk

bumi.

Qâf [50] ayat

9-11

(tentang

keberkahan air

yang Allah

turunkan)

Manfaat air hujan:

Al-Wâqiʻah [56] :

68-70

Al-Furqân [25] : 48-

50

Al-Mu’minûn [23] :

18-20

Taskhîr laut:

Al-Naẖl [16] : 14

Luqmân [31] : 31

Al-Isrâ’ [17] : 66

Al-Jâtsiyâh [45] :

12

Ibrâhim [14] :32

Al-Hajj [22] : 65

Pemanfaatan

sumber daya laut:

Al-Mâidah [5] : 96

Fâṯîr [35] : 12

Al-Anbiyâ’ [21] : 82

Bintang sebagai

petunjuk arah:

Al-Anʻâm [6] : 97

Kapal:

Al-Mu’minûn [23] :

27

Yûnus [10] : 22

-

- Manfaat

diturunkannya

air hujan

- Manfaat laut

- Banyak taman-

taman laut yang

ada di Indonesia

- Kandungan gizi

ikan

- Penjelasan

spesies biota

laut yang bisa

menjadi bahan

obat

- Gaya air yang

kohesif

- Sejarah kapal

Nabi Nuh

- Indonesia

negara maritim

- Cara kerja kapal

- Tafsir al-

Muntakh

ab

- Tafsir

Ibn

Âsyûr

- Pendapat

al-

Zamakhs

yarî

- Tafsir Fî

Ẕilâl al-

Qur’ân

(Sayyid

Quṯb)

Page 50: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

36

BA

B V

I

Ben

can

a K

elau

tan

Laut dapat

menjadi

potensi

bencana bagi

manusia.

Kejadian ini

dapat

diakibatkan

oleh ulah

manusia atau

kuasa Ilahi

yang

menunjukkan

ketidakberday

aan manusia.

Al-Rûm [30] :

41

(tentang

kerusakan

alam akibat

ulah manusia)

Bahaya kegelapan

laut:

Al-Nur [24] : 40

Allah penyelamat

dari segala bencana:

Al-Anʻâm [6] : 63

Al-Isrâ’ [17] : 67 -

- Macam-macam

bencana dari

laut

- Dampak

bencana laut

bagi wilayah di

Indonesia

- Tafsir

Ibn

Âsyûr

BA

B V

II

Pen

utu

p

Samudra

merupakan

salah satu

tanda

kekuasaan

Allah dilihat

dari

manfaatnya

yang banyak.

- - -

Pelajaran yang

dapat diambil dari

pembahasan tafsir

ilmi tentang laut

-

Page 51: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

37

BAB IV

TELAAH TAFSIR ILMI KEMENAG RI TENTANG LAUT

A. Telaah Penafsiran Mengenai Laut dalam al-Qur’an

1. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran

Sumber penafsiran merupakan rujukan yang diambil oleh mufassir

dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, bisa berasal dari tafsîr bi al-ma’tsûr1, tafsîr

bi al-ra’y2, dan tafsîr bi al-isyârî.3

Sedangkan metode tafsir atau biasa disebut dengan manhaj tafsir adalah

cara yang ditempuh oleh mufassir untuk mencapai pemahaman yang benar

tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Metode tafsir

ini berisi kaidah-kaidah yang harus diindahkan ketika menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’an.4 Ada beberapa metode yang lazim digunakan oleh para ulama tafsir,

diantaranya adalah metode tafsir tahlîlî5, ijmâlî6, muqâran7, dan maudûʻî8.

1 Tafsîr bi al-ma’tsûr yaitu menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an lainnya,

dengan hadis Nabi Muhammad Saw., perkataan sahabat, dan pendapat para tâbiʻîn. Model ini juga

bisa disebut dengan penafsiran menggunakan riwayat dan atsar-atsar. Lihat Mannâʻ al-Qaṯṯân,

Mabâẖits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 358.

2 Tafsîr bi al-ra’y, yaitu menjelaskan makna al-Qur’an atas pemahaman dan kesimpulan

yang diambil dari pemikiran seorang mufassir. Model ini bisa disebut dengan penafsiran yang

menggunakan rasio. Lihat Mannâʻ al-Qaṯṯân, Mabâẖits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 362. 3 Tafsîr bi al-isyârî atau al-sûfiyah, yaitu pemafsiran ayat al-Qur’an yang dipengaruhi

dengan pemikiran tasawuf yang berdasarkan pada penyucian jiwa, zuhud, kesederhanaan, dan

ibadah. Model ini bisa disebut dengan penafsiran yang menggunakan intuisi. Tafsîr bi al-isyârî

masih menjadi perdebatan di kalangan ulama, karena ada yang menganggapnya tidak termasuk ke

dalam sumber penafsiran, melainkan masuk ke dalam corak tafsir. Lihat Mannâʻ al-Qaṯṯân,

Mabâẖits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 366. 4 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),

h. 55-56. 5 Metode Taẖlîlî adalah metode penafsiran yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian

makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-

Qur’an (tartîb mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya yang meliputi pengertian umum

kosakata ayat, munâsabah, sabab al-nuzûl, qirâ’ât, iʻrab, dan sebagainya. Lihat Amin Suma,

Ulumul Qur’an, h. 379. Lihat juga Quraish, Kaidah Tafsir, h. 378. 6 Metode Ijmâlî adalah metode penafsiran yang hanya menguraikan makna-makna umum

yang terkandung pada ayat yang ditafsirkan. Mufassir langsung menjelaskan kandungan ayat secara

umum atau hukum dan hikmah yang dapat ditarik dari ayat yang ditafsirkan. Lihat Quraish, Kaidah

Tafsir, h. 381. 7 Metode muqâran adalah metode penafsiran yang membandingkan antara perbedaan ayat-

ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda, namun kandungannya sama; perbedaan ayat al-

Qur’an dengan hadis Nabi Saw.; dan perbedaan pendapat para mufassir terkait penafsiran ayat yang

sama. Lihat Quraish, Kaidah Tafsir, h. 382. 8 Metode mauḏûʻî merupakan metode penafsiran yang membahas tentang suatu persoalan

dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya

yang kemudian dilakukan sebuah analisis menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat tertentu

Page 52: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

38

Selanjutnya adalah corak tafsir atau biasa disebut dengan laun al-tafsîr

yaitu kecenderungan atau spesifikasi keilmuan seorang mufassir yang

dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, dan mazhab yang

dianutnya. Apabila seorang mufassir adalah ahli bahasa, maka dia akan

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an melalui pendekatan kebahasaan atau disebut

dengan corak lughâwî. Apabila seorang mufassir adalah pakar ilmu

pengetahuan, maka ia akan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an melalui paradigma

ilmu pengetahuan atau biasa disebut dengan corak ‘ilmî.9

Apabila dilihat dari sumber penafsirannya, tafsir ilmi Kemenag RI ini

termasuk ke dalam tafsir bi al-ra’y. Secara bahasa, ra’yu berarti al-iʻtiqâd

(keyakinan), al-‘aql (akal), dan al-tadbîr (perenungan). Maka dari itu, tafsir bi

al-ra’y juga disebut dengan tafsir bi al-‘aql dan bi al-ijtihâd.10 Sedangkan secara

istilah, tafsir bi al-ra’y adalah upaya mufassir dalam memahami teks al-Qur’an

atas dasar ijtihad dengan tetap memperhatikan Bahasa Arab dari segala sisinya,

lafaz-lafaz Arab dan dalalah-nya, syair-syair Arab, asbâb al-nuzûl, nâsikh-

mansûkh, dan menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh seorang

mufassir.11

Maksud dari ijtihad yang dilakukan mufassir dalam penafsirannya

adalah berusaha keras untuk memahami makna teks al-Qur’an dan

mengungkapkan maksud kata-katanya serta makna yang terkandung di

dalamnya. Ijtihad ini meliputi semua teks al-Qur’an baik pada ranah kebahasaan

maupun syariat atau bisa juga dikatakan bahwa ijtihad yang dimaksud adalah

menjelaskan kandungan teks al-Qur’an, baik berupa hukum-hukum syariat,

hikmah-hikmahnya, nasihat-nasihatnya, contoh-contoh teladan, dan lain

sebagainya.12

Dalam hal ini, ijtihad para penyusun tafsir ilmi Kemenag RI dalam

menafsirkan ayat-ayat kauniyah adalah berdasarkan perkembangan ilmu

pula untuk menjelaskan maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubungkannya

antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Lihat Musṯafâ Muslim, Mabâẖits fî al-Tafsîr al-

Mauḏûʻî, h.16. 9 Anshori, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 217-218. 10 ‘Abd al-Raẖmân al-ʻAk, Usûl al-Tafsîr wa Qawâ’iduh, h. 167. 11 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1, h. 222. 12 ‘Abd al-Raẖmân al-ʻAk, Usûl al-Tafsîr wa Qawâ’iduh, h. 176-177.

Page 53: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

39

pengetahuan dan teknologi. Pada zaman dahulu, ayat-ayat kauniyah mungkin

hanya bisa dipahami oleh keimanan seorang muslim saja karena tidak ada alat

yang mendukung untuk membuktikan kebenaran ilmiah yang telah disampaikan

oleh Allah melalui ayat-ayat kauniyah. Hal ini jauh berbeda dengan zaman

sekarang di mana ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang pesat

sehingga tidak sedikit penelitian yang dilakukan untuk membuktikan isyarat

ilmiah yang ada di dalam al-Qur’an sehingga manusia dapat memahami ayat-

ayat kauniyah tersebut melalui penemuan ilmiah yang telah teruji oleh para

peneliti.

Sedangkan dilihat dari metode atau manhaj tafsirnya, tafsir ilmi

Kemenag RI menggunakan metode mauḏûʻî. Mauḏûʻî secara bahasa adalah al-

waḏ’u yaitu menempatkan sesuatu. Sedangkan secara istilah tafsir mauḏûʻî

merupakan salah satu metode tafsir yang membahas tentang suatu persoalan

dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara

menghimpun ayat-ayat kemudian menganalisis ayat tersebut untuk menjelaskan

maknanya dengan saling menghubungkan antara ayat yang satu dengan yang

lain.13 Metode mauḏûʻî ini juga bisa disebut dengan metode tauhidi.14 Menurut

Quraish, metode mauḏûʻî memiliki dua model, yaitu15:

a. Menafsirkan ayat al-Qur’an yang terdapat pada satu surah dengan

menjelaskan tujuannya, baik secara umum atau khusus, serta hubungan dari

persoalan yang beragam pada surah tersebut. Dengan demikian, semua

persoalan tersebut akan saling berkaitan satu sama lain.

b. Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas masalah tertentu dari

berbagai surah al-Qur’an kemudian menjelaskan ayat-ayat tersebut secara

menyeluruh sebagai jawaban atas persoalan yang menjadi pokok

pembahasan.

Tafsir ilmi Kemenag RI termasuk ke dalam model kedua. Tim penyusun

menentukan berbagai tema kemudian mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang

berkaitan dengan tema tersebut.

13 Musṯafâ Muslim, Mabâẖits fî al-Tafsîr al-Mauḏûʻî, h.15-16. 14 M. Amin Suma, Ulumul Qur’an, h. 391. 15 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, h. 117.

Page 54: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

40

Apabila dilihat dari corak atau laun al-tafsîr, tafsir ilmi Kemenag RI

sudah jelas termasuk ke dalam corak ilmi, yakni corak yang mengarahkan

penafsirannya kepada teori dan istilah ilmiah sebagai upaya untuk menjelaskan

ayat-ayat kauniyah.16 Maka dari itu, teori ilmiah hanya merupakan alat untuk

membantu mufassir dalam memahami ayat-ayat kauniyah yang dituangkan

menjadi sebuah penafsiran. Corak ilmi ini memberi kesempatan yang sangat luas

bagi mufassir untuk mengembangkan potensi keilmuan yang ada di dalam al-

Qur’an dan mengeksplorasi semua wawasan terkait ilmu pengetahuan yang

digeluti oleh mufassir dalam rangka membuktikan kebenaran al-Qur’an.

2. Penafsiran Ayat-Ayat tentang Laut

Terdapat dua term kata laut di dalam Bahasa Arab, yaitu al-yamm dan

al-baẖr. Kata al-yamm diulang sebanyak delapan kali di dalam tujuh ayat al-

Qur’an, diantaranya terdapat pada QS. al-Aʻrâf [7] ayat 136; Ṯâhâ [20] ayat 39,

78, dan 97; QS. al- Qasas [28] ayat 7 dan 40; QS. al-Dzâriyât [51] ayat 40.17

Kata al-yamm ini merupakan bentuk tunggal dan tidak pernah didualkan

(mutsanna) atau dijamakkan. Kata yamm berarti laut yang tidak terlalu dalam.

Kata yamm berasal dari Bahasa Suryani yang kemudian dijadikan Bahasa Arab

untuk mengungkapkan sungai yang lebar dan airnya yang tawar.18 Apabila

dilihat dari ayat-ayat yang terdapat kata al-yamm, semuanya membicarakan

tentang kisah Nabi Musa. Meskipun dalam Bahasa Indonesia al-yamm sering

diartikan dengan laut, namun tampaknya lebih cocok jika diartikan sebagai

sungai yang lebar yang hampir menyerupai laut.19

Kata selanjutnya yang bermakna laut adalah al-baẖr. Kata al-baẖr

diulang sebanyak 41 kali baik dalam bentuk mufrad, mutsanna, ataupun jamak.

20 Al-Baẖr sendiri memiliki makna kumpulan air asin atau tawar. Selain itu, kata

al-baẖr disebut laut karena kedalaman airnya dan wilayahnya yang sangat luas.21

16 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 474. 17 Muẖammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur’ân al-Karîm

(Turki: al-Maktabah al-Islâmiyyah, 1984), h. 774. 18 Abu Mansûr al-Azharî, Tahdzîb al-Lughah, juz 15 (Beirut: Dâr Iẖyâ’ al-Turâts al-‘Arabî,

2001), h. 460. 19 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 2. 20 Al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur’ân al-Karîm, h. 114. 21 Ibn Manẕûr, Lisân al-ʻArab, juz 4, h. 41.

Page 55: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

41

Walaupun dalam Bahasa Indonesia kata al-yamm sering disamakan

dengan al-baẖr yang berarti laut, namun keduanya memiliki perbedaan, yakni

sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa al-yamm lebih cocok diartikan

sungai yang lebar, sedangkan al-baẖr merupakan wilayah perairan asin atau

tawar yang sangat luas dan dalam sehingga dinamakan laut. Al-Baẖr pun sering

diartikan dengan samudra, tetapi makna laut dan samudra ternyata berbeda.

Samudra adalah lautan berapi yang memanjang dari titik pusatnya. Maka, tidak

semua lautan merupakan samudra, namun hanya beberapa laut saja yang bisa

dikategorikan sebagai samudra. Contohnya adalah Laut Merah di mana titik

rekahan atau belahan api yang berada di tengah dasar laut akan semakin

memanjang seiring berjalannya waktu.22 Belahan api Laut Merah mengalami

perluasan 3 cm dalam setahun.23 Maka dari itu, perbedaan samudra dan laut

adalah dilihat dari ada atau tidaknya rekahan api yang semakin memanjang pada

bagian tengah dasar laut.

Berikut ini penulis akan menyertakan ayat-ayat yang menghimpun kata

al-baẖr dalam bentuk tabel sebagaimana berikut:

1. Kata al-baẖr dalam bentuk mufrad

No. Nomor

surah Nama surah

Nomor

Ayat Potongan Ayat

1. 2 Al-Baqarah 50

2. 2 Al-Baqarah 164

3. 5 Al-Mâ’idah 96

22 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Manusia, h. 117-118. 23 Zaglul dan Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah..., h. 30.

Page 56: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

42

4. 6 Al-Anʻâm 59

5. 6 Al-Anʻâm 63

6. 6 Al-Anʻâm 97

7. 7 Al-A’râf 138

8 7 Al-A’râf 163

9. 10 Yûnus 22

10. 10 Yûnus 90

11. 14 Ibrâhim 32

Page 57: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

43

12. 16 Al-Naẖl 14

13. 17 Al-Isrâ’ 66

14. 17 Al-Isrâ’ 67

15. 17 Al-Isrâ’ 70

16. 18 Al-Kahfi 61

17. 18 Al-Kahfi 63

18. 18 Al-Kahfi 79

19.

18 Al-Kahfi 109 20.

21. 20 Ṯâhâ 77

22. 22 Al-Hajj 65

23. 24 Al-Nûr 40

Page 58: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

44

24. 26 Al-Syuʻarâ’ 63

25. 27 Al-Naml 63

26. 30 Al-Rûm 41

27. 31 Luqmân 27

28. 31 Luqmân 31

29. 42 Al-Syûrâ 32 30. 44 Al-Dukhân 24 31. 45 Al-Jâtsiyah 12

32. 52 Al-Ṯûr 6 33. 55 Al-Raẖmân 24

2. Kata al-baẖr dalam bentuk mutsanna (baẖrân dan baẖrain)

No. Nomor

surah Nama surah

Nomor

Ayat Potongan Ayat

1. 35 Fâṯir 12

2. 18 Al-Kahfi 60

Page 59: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

45

3. 25 Al-Furqân 53

4. 27 Al-Naml 61

5. 55 Al-Raẖmân 19

3. Kata al-baẖr dalam bentuk jamak (abẖur dan biẖâr)

No. Nomor

surah Nama surah

Nomor

Ayat Potongan Ayat

1. 31 Luqmân 27

2. 81 Al-Takwîr 6 3. 82 Al-Infiṯâr 3

Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi data yang dibuat pada bab III,

penulis menyimpulkan bahwa hampir setiap bab pada buku tafsir ilmi Kemenag

RI menjelaskan beberapa topik yang menjadi pembahasan penting, diantaranya

adalah:

a. Manfaat Laut untuk Kehidupan

Keberadaan laut sangat memberi manfaat yang sangat besar bagi

kehidupan di bumi. Mulai dari proses pendinginan bumi yang awalnya sangat

panas, ketersediaan air bagi makhluk hidup, sarana transportasi, siklus air

hujan, terciptanya sumber industri, dan masih banyak lainnya. Di antara

manfaat laut bagi kehidupan adalah:

1) Laut sebagai tempat utama dalam melakukan siklus air atau disebut juga

dengan siklus hidrologi. Tahapan-tahapan siklus air ini akan dijelaskan

sebagai berikut:

Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi mengakibatkan suhu air laut

menjadi panas sehingga wujud air yang berupa cairan berubah menjadi

gas/uap air. Proses ini disebut evaporasi. Selanjutnya, uap air naik ke

Page 60: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

46

atmosfer dan menjadi dingin serta mengalami proses kondensasi sehingga

membentuk partikel-partikel di udara yang menjadi awan. Apabila awan

sudah cukup menampung partikel-partikel uap air, maka awan akan

melepas uap air yang ada di dalamnya menjadi bentuk hujan, salju, atau

hujan es. Proses ini dinamakan presipitasi. Air hujan yang turun akan

diserap oleh tanaman agar bisa berfotosintesis. Selain itu, air hujan juga

akan diserap oleh permukaan tanah yang selanjutnya bisa tersimpan dan

keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai hingga kembali ke lautan.

Siklus air ini berlangsung secara kontinu sehingga semua makhluk hidup

bisa tetap bertahan hidup di bumi.24 Allah berfirman pada QS. al-Aʻrâf

[7]:57 yaitu:

Artinya: Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira,

mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu

membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu

Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan

hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami

membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil

pelajaran.

Siklus air ini merupakan bentuk pemeliharaan Allah terhadap kehidupan

di bumi. Dengan adanya siklus ini, air selalu diperbarui dan dibersihkan,

dapat menstabilkan cuaca, menyaring air laut yang asin dan pahit menjadi

tawar sehingga bisa digunakan untuk mengairi sawah, menumbuhkan

rerumputan untuk makan hewan ternak, mengganti air tanah yang dipompa

keluar untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan air yang baru, dan

masih banyak lagi manfaatnya.25

2) Laut yang sangat luas menyimpan kekayaan alam yang melimpah ruah.

Aneka biota laut terus melangsungkan kehidupannya secara alamiah

sehingga keseimbangan ekosistem26 laut tetap terjaga. Berbagai jenis ikan

24 Indarto, Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2010), h. 5-6. 25 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2012), h. 269. 26 Ekosistem adalah komunitas makhluk hidup dan lingkungan fisiknya yang saling

berinteraksi. Lihat Mien A. Rifai, Kamus Biologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), h. 95.

Page 61: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

47

yang tersedia melimpah di lautan mengandung sumber protein bagi

manusia. Kehalalannya pun sudah telah dijamin oleh Allah sebagaimana

firman-Nya dalam QS. al-Mâ’idah [5] ayat 96:

Artinya: Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang

berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-

orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap)

hewan darat selama kamu sedang ihram. Bertakwalah kepada Allah yang

kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali).

Hewan buruan laut yang dimaksud dalam ayat ini adalah semua hewan

yang berada dan tinggal di laut, kecuali jenis katak dan kura-kura. Kedua

hewan ini diharamkan untuk dimakan karena merupakan hewan yang

tinggal di dua alam, yakni laut dan darat. Sedangkan makna adalah

makanan yang berasal dari laut termasuk juga di dalamnya hewan yang

telah mengapung di permukaan atau yang sudah menjadi bangkai. Hal ini

didasarkan pada hadis Nabi saw. 27 (laut

itu suci airnya dan halal bangkainya).28

Selain itu, ada juga kerang mutiara yang dapat dipakai menjadi

perhiasan oleh manusia bahkan bisa menjadi hasil laut yang memiliki

komoditas ekonomi paling tinggi. Allah berfirman pada QS. al-Naẖl [16]

ayat 14:

Artinya: Dan Dia-lah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu

dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu)

kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat

perahu berlayar padanya agar kamu mencari sebagian karunia-Nya dan

agar kamu bersyukur.

27 Abû ‘Abd al-Rahmân al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î al-Kubrâ, juz 3 (Beirut: Dâr al-Kutub

al-‘Ilmiyyah, 1991), h. 163. 28 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 7 (Tûnis: Dâr al-Suhnûn

li al-Nasyr wa al-Tauzîʻ, 1997), h. 51.

Page 62: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

48

Ayat ini menerangkan bahwa penyebutan daging yang segar adalah ikan-

ikan yang berada di laut. Manusia juga dapat menikmati keindahan mutiara

yang berasal dari kerang/tiram yang berada di laut. Ada pula karang/koral

yang tumbuh di dasar laut.29 Ada juga terumbu karang yang merupakan

kumpulan polip karang, yakni binatang kecil dengan rangka keras yang

tersusun dari kalsium karbonat. Ganggang kecil tumbuh di dalam rangka

tersebut. Manfaat terumbu karang antara lain adalah: pemecah gelombang

alami, melindungi pantai, tempat yang sangat cocok bagi bibit ikan, dan

menjadi rumah bagi organisme kecil di lautan. Sedangkan di bidang

pariwisata, keindahan terumbu karang dapat memberikan sumber

pendapatan yang tinggi dengan cara dikunjungi oleh para wisatawan dari

mancanegara. Yang lebih hebat lagi, para ilmuwan telah menemukan

bahan kimia yang terkandung di dalam karang dapat menyembuhkan

penyakit HIV.30

3) Laut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi para nelayan.

Kemudahan para nelayan untuk menangkap ikan di lautan terjadi akibat

adanya angin darat. Nelayan pergi ke laut ketika ada angin darat, yakni

angin berhembus dari darat ke laut yang terjadi pada malam hari. Mereka

berangkat dengan membawa lentera dan jala. Selain gerakan angin yang

dapat memudahkan nelayan bergerak ke tengah laut, menangkap ikan di

malam hari lebih mudah daripada di siang hari karena lentera yang nelayan

bawa merupakan sumber cahaya di mana plankton akan bergerak ke arah

cahaya sehingga ikan-ikan pun berkumpul di sekitar plankton untuk

memakannya. Pada kesempatan inilah nelayan bisa langsung menangkap

ikan dengan jala yang mereka bawa.31 Selain itu, laut juga bisa dijadikan

tempat pariwisata yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pekerjaan dan

pendapatan bagi manusia.32 Hal ini menunjukkan bahwa laut dapat

dijadikan pula sebagai sarana transportasi untuk mengantarkan manusia

29 Tantâwî Jauharî, al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, juz 8 (Beirut: Dâr al-Fikr,

t.th.), h. 73-74. 30 Evan Brothers Limited, Kelestarian Laut, Terj. Liliy Nurulia (Solo: Tiga Serangkai,

2009), h. 12. 31 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, h. 152. 32 Evan Brothers Limited, Kelestarian Laut, h. 6-7.

Page 63: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

49

dari satu tempat ke tempat lain. Semua ini tertuang dalam firman-Nya yang

berbunyi:

Artinya: Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu

berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu

sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. Sungguh, pada yang

demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang

yang sangat sabar dan banyak bersyukur. (QS. Luqmân [31]:31).

Dalam hal ini manusia harus sadar bahwa Allah telah menundukkan

laut agar bisa dijadikan tempat berlayar bagi manusia. Penundukan laut

oleh Allah ini diantaranya adalah kapal dapat berjalan dengan bantuan

angin yang digerakkan oleh Allah33, sebagaimana yang dijelaskan pada

QS. Yûnus [10] ayat 22, yaitu:

.

Artinya: Dia-lah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,

(dan berlayar) di lautan sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan

meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di

dalamnya) dengan tiupan angin yang baik.

4) Laut dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin beragam pula

kebutuhan dalam hidup manusia. Manusia akan lebih banyak

membutuhkan bahan dari sumber daya alam yang ada demi memenuhi

kebutuhannya. Di sini, laut yang luasnya hampir memenuhi 70%

permukaan bumi memiliki peran untuk menghasilkan energi. Laut dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, baik itu berasal

dari energi gelombang laut, energi panas laut, energi pasang surut air laut,

energi arus, dan energi bahan bakar nabati atau biofuel dari rumput laut.34

33 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, (Bandung: Mizan, 2015), h. 523. 34 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 81.

Page 64: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

50

Ini merupakan sebuah terobosan baru sebagai pengembangan sumber

energi alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

5) Laut sebagai alat penetralisir polutan yang dibuang ke laut, baik dari

limbah, sampah, dan kotoran lainnya.

Air laut merupakan zat pelarut yang mampu melarutkan zat-zat lain yang

masuk ke dalam laut, termasuk di dalamnya polutan. Sifat ini dapat dilihat

dari unsur-unsur pokok yang terkandung dalam air laut, diantaranya adalah

ion klorida, sulfat, bikarbonat, bromid, borat, fluorid, sodium, magnesium,

kalsium, potassium, dan strontium. Selain itu, proses penetralisiran

polutan dapat dibantu dengan adanya gelombang/arus air laut dan ombak

yang terus mengalir membersihkan polutan.35

6) Garam yang terdapat pada air laut memberikan manfaat yang besar, salah

satunya dijadikan sebagai bahan makanan dengan gizi yang tinggi serta

mudah dijangkau oleh manusia. Asal-usul zat garam yang terdapat pada

air laut berasal dari dasar laut melalui proses outgassing, yaitu rembesan

dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas hingga bercampur dengan

air laut. Kikisan kerak bumi, gas, dan air laut saling bercampur dan terlarut

hingga membentuk garam di laut. Zat-zat terlarut yang membentuk garam

diantaranya terdiri dari konstituen utama (klorida, natrium, sulfat, dan

magnesium), gas terlarut (karbon dioksida, nitrogen, dan oksigen), unsur

hara, dan unsur runut.36

b. Fenomena Laut

Topik selanjutnya yang sering muncul dalam pembahasan tafsir ilmi

adalah fenomena laut. Dalam buku tafsir ilmi Kemenag RI, fenomena laut ini

dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: batas dua laut, ombak di atas ombak,

laut yang berlapis-lapis, dan api di bawah dasar laut. Penjelasan selengkapnya

akan penulis paparkan sebagai berikut.

1) Batas dua laut

35 Sahala Hutabarat & Stewart M. Evans, Pengantar Oseanografi, (Jakarta: UI Press, 1985),

h. 54-55. 36 Kasijan Romimohtarto & Sri Juwana, Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota

Laut, (Jakarta: Djambatan, 2007), h. 20.

Page 65: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

51

Salah satu ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang batas dua laut

ini adalah QS. al-Furqân [25] ayat 53 yang berbunyi:

Artinya: Dan Dia-lah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan);

yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia

jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.

Ayat lain yang juga membicarakan fenomena ini adalah QS. al-Raẖmân [55]

ayat 19-20, QS. Fâṯir [35] ayat 12, dan QS. al-Naml [27] ayat 61.

Berdasarkan penelitian, para ahli kelautan berhasil menyingkap

adanya batas antara dua lautan yang berbeda. Mereka menemukan adanya

pemisah yang dinamakan front (jabhah). Di antara pertemuan dua laut

tersebut, terdapat lapisan-lapisan air pembatas yang berfungsi memelihara

karakteristik khas tiap laut dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota

laut, suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen.37 Hal ini juga bisa disebut

dengan “tegangan permukaan”, di mana antara dua laut tersebut tidak akan

pernah bercampur satu sama lain karena partikel tiap-tiap air menarik diri dari

yang lain sehingga menimbulkan semacam ketegangan di permukaan kedua

laut.38

Secara saintifik, batas dua laut dapat berupa batas horizontal, yaitu

ketika massa air laut yang satu berada di atas massa air laut yang lain, atau

batas vertikal, yaitu ketika massa air laut yang satu berada di sisi massa air

laut yang lain. Contoh pertemuan dua laut yang membentuk bidang pemisah

horizontal adalah pertemuan antara Laut Tengah atau Laut Mediterania yang

asin dengan salinitas39 38 ppt, dengan Lautan Atlantik Utara bagian timur

yang kurang asin dengan salinitas 36 ppt. Massa air Laut Mediterania yang

lebih berat bergerak di bawah masssa Lautan Atlantik Utara yang lebih

ringan. Contoh lainnya adalah pertemuan laut air tawar dan segar dengan laut

37 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 40. 38 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, h. 532. 39 Salinitas adalah ukuran konsentrasi total garam yang terlarut dalam air laut. Lihat Mien

A. Rifai, Kamus Biologi, h. 414.

Page 66: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

52

air asin dan pahit ditemui pada Laut Cina Selatan dengan Lautan Pasifik di

perairan Laut Jawa.

Sedangkan pertemuan dua laut yang membentuk bidang pemisah

vertikal ditemui di sebelah timur Kepulauan Jepang. Tempat terjadinya di

pertemuan antara arus Oyashio yang dingin bergerak ke selatan dengan arus

Kuroshio yang hangat dan bergerak ke utara. Hal serupa juga ditemukan di

perairan Laut Agulhas, tempat terjadinya pertemuan massa air Lautan

Atlantik Selatan yang kurang asin dengan massa air Lautan Hindia yang

asin.40

2) Ombak di atas ombak

Ayat al-Qur’an yang mendasari fenomena laut ini adalah QS. al-

Nûr [24]:40 yang berbunyi:

Artinya: Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan

yang dalam yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada

(lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia

mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barangsiapa

tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai

cahaya sedikit pun.

Makna dari ayat di atas adalah sebuah pemisalan bagi orang-orang

kafir yang merupakan peringatan dari Allah di mana pemisalan kesesatan

orang-orang kafir diibaratkan sebagai kegelapan; amalan yang diusahakan

oleh orang-orang kafir diibaratkan sebagai laut yang mampu menampung

amalan baik maupun buruk; amalan baik yang pernah mereka lakukan

diibaratkan sebagai gelombang pertama, sedangkan amalan buruk seperti

mempersembahkan sesajian untuk berhala diibaratkan sebagai gelombang

kedua yang dapat membenamkan gelombang pertama; keburukan orang-

orang kafir ini diibaratkan sebagai awan yang menutupi cahaya yang

datang dari langit; dan keinginan orang-orang kafir untuk mengambil

40 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 43.

Page 67: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

53

manfaat dari amalan mereka diibaratkan dengan ketidakmampuan melihat

tangan yang mereka keluarkan dalam kegelapan.41 Dapat ditarik

kesimpulan bahwa makna ayat ini adalah sebanyak apapun amalan baik

yang dilakukan oleh orang kafir akan sia-sia dan tidak akan menghasilkan

manfaat sedikitpun dikarenakan kekafiran yang masih melekat pada diri

mereka sehingga dapat menghalangi petunjuk Allah yang turun kepada

mereka.

Sedangkan menurut penjelasan sains, ombak tidak hanya terjadi di

atas permukaan laut namun juga terjadi di bawah permukaan laut. Di

permukaan laut ombak terjadi akibat pengaruh angin, energi dari angin

ditransfer ke permukaan laut sehingga menimbulkan ombak atau

gelombang laut. Sedangkan gelombang yang terjadi di bawah permukaan

laut disebut juga dengan gelombang internal. Hal ini terjadi akibat

gangguan pada bidang antara (interface) yang memisahkan dua lapisan air

yang mempunyai densitas berbeda. Gelombang internal ini dapat terjadi di

daerah-daerah yang memiliki bukit bawah laut (sill) yang dipengaruhi oleh

arus pasut. Contoh gelombang internal ini terjadi di Selat Lombok yang

bergerak ke arah utara (ke arah Laut Flores) dan ke arah selatan (ke arah

Lautan Hindia) karena perubahan arah arus pasut.42

Selain membicarakan tentang ombak yang berlapis-lapis, ayat di

atas juga membicarakan tentang kegelapan yang berlapis-lapis disebabkan

kadar cahaya yang masuk hingga ke dasar laut semakin sedikit. Dalam

buku Marine Optics karya Nils Gunnar, sebagaimana yang dikutip oleh

Nadiah Thayyarah, bahwa pada kedalaman 35 meter tingkat pencahayaan

air laut bisa turun mencapai 10% dari cahaya yang ada di permukaan. Pada

kedalaman 85 meter mencapai 1%, pada kedalaman 135 meter mencapai

0,1%, dan pada kedalaman 190 meter mencapai 0,01%.43 Dengan

demikian, lapisan laut berdasarkan ketersediaan cahayanya bisa dibagi

menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan euphotic atau disebut juga sunlight zone

41 Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 18, h. 257. 42 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 43-45. 43 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, h. 542.

Page 68: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

54

(kedalaman 0-80 m), lapisan disphotic atau twilight zone (kedalaman 80-

200 m), dan lapisan aphotic atau midnight zone (kedalaman lebih dari 200

m). Lapisan euphotic merupakan lapisan yang mendapat sinar matahari

yang cukup banyak. Lapisan disphotic merupakan lapisan yang kurang

mendapat sinar matahari, dan lapisan aphotic adalah lapisan yang tidak

mendapat sinar matahari. Inilah yang diungkapkan dalam ayat al-Qur’an

di atas sebagai “gelap gulita yang bertindih-tindih”. 44

3) Api di Bawah Dasar Laut

Ayat al-Qur’an yang mendasari fenomena laut ini adalah QS. al-

Ṯûr [52] ayat 6 yang berbunyi:

Artinya: Dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (QS. al-Ṯûr [52]:6).

Bagi sebagian orang, ayat di atas hanya bisa dibenarkan dengan

keimanan saja, terlebih lagi pada masa ayat itu diturunkan. Hal ini terbukti

masyarakat Arab mengenal makna sajara sebagai menyalakan tungku

pembakaran hingga membuatnya panas atau mendidih, sehingga dalam

persepsi mereka bahwa api dan air adalah sesuatu yang bertentangan dan

tidak mungkin bisa menyatu.45 Namun, dengan kemajuan IPTEK, lokasi

panas di dasar laut banyak dijumpai oleh para ilmuwan, yakni adanya

gunung api di dasar laut yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng

tektonik yang berimpitan dengan punggungan tengah samudra.46 Hal ini

diperkuat lagi dengan adanya rangkaian gunung berapi (volcanic mountain

chain) yang membentang berpuluh-puluh ribu kilometer di dasar samudra.

Salah satu contohnya adalah gunung berapi di dasar Laut Merah dengan

suhu panasnya yang melebihi 1000º C yang berisi magma bebatuan yang

mampu menimbulkan pendidihan di dasar samudra.47

44 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 51-52. 45 Zaglul al-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, Terj. Zainal Abidin & Syakirun Ni’am,

(Jakarta: Amzah, 2006), h. 154. 46 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 47. 47 Zaglul al-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, h. 156-157.

Page 69: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

55

Fenomena ini juga didukung oleh hadis Nabi:

.48

Artinya: Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang menyebrangi laut

kecuali orang-orang yang berhaji, umroh, atau berperang di jalan Allah.

Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat

lautan”.

Dalam kitab ‘Aun al-Maʻbûd syarẖ Sunan Abî Dâwud dijelaskan

bahwa fenomena api di bawah laut ini merupakan kuasa Allah. Al-

Khaṯṯabî menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan kedahsyatan laut

dilihat dari hal yang mengerikan berupa api yang terletak di dasar laut.49

Melihat fenomena ini, manusia akan dibuat terkagum-kagum dengan

ketelitian ilmiah dan bahasa yang tinggi oleh al-Qur’an di mana Allah

memilih kata al-masjûr (pada QS. al-Ṯur [52]:6) yang berarti sesuatu yang

dipanaskan dan disifatkan kepada laut. Selain itu, manusia juga akan

dibuat takjub pada Nabi yang ummi, namun memiliki kemampuan ilmiah

mengenai fenomena ini yang diiisyaratkan melalui hadis di atas. Ini

merupakan bukti kebenaran risalah dan kenabian Rasulullah Saw.50

c. Sosialisasi Pemerintah Indonesia ke dalam Tafsir Ilmi

Hampir setiap bab dalam buku tafsir ilmi Kemenag RI ditemukan

berbagai penjelasan ke-Indonesia-an yang terkait dengan laut. Hal ini

menandakan bahwa terdapat upaya sosialisasi pemerintah Indonesia terkait

hal-hal yang berkaitan dengan laut yang ada di Indonesia.

Perihal ini dibuktikan pada konteks ke-Indonesia-an bahwa

penyusunan tafsir ilmi ini tidak terlepas dari sebuah langkah konkret dari

48 Abû Dâwud al-Sijistânî, Sunan Abî Dâwud, juz 3 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 6. 49 Abû Ṯayyib Muhammad Syams al-Haq, ‘Aun al-Maʻbûd, (Madinah: al-Maktabah al-

Salafiyah, 1968), jilid 7, h. 167. 50 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, h. 539.

Page 70: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

56

pengamalan amanat pasal 29 UUD 1945 bahwa pemerintah menaruh

perhatian besar terhadap upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama,

salah satunya adalah peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan

agama yang diwujudkan dengan penyediaan kitab suci al-Qur’an dan

tafsirnya bagi umat Islam.51 Hal ini yang mungkin mendasari beberapa

penjelasan mengenai laut diwarnai oleh konteks wilayah Indonesia dan

beberapa hal juga akan berkaitan dengan sosialisasi kebijakan pemerintah.

Penulis akan mengelompokkan penjelasan ini menjadi 3 macam, diantaranya:

(1) Ragam Bentuk Wilayah Laut Indonesia

Laut bagi Indonesia merupakan sesuatu yang sangat berharga

karena dua pertiga dari wilayah Indonesia ditutupi oleh laut. Letak

Indonesia yang berada di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia

menyebabkan Indonesia memiliki wilayah perairan yang beragam.

Hampir semua bentuk dasar laut dapat ditemukan, seperti paparan,

lereng, cekungan yang jeluk berupa basin dan palung, kenaikan dasar laut

berupa punggung-punggung atau tanggul-tanggul, terumbu karang,

atol52, beting53, gosong, dan lain-lain.54

Salah satu bentuk laut di Indonesia yang dijelaskan dalam tafsir

ilmi yang disusun oleh Kemenag RI adalah paparan. Paparan merupakan

dasar laut yang datar dan dangkal.55 Dahulunya, paparan merupakan

sebuah daratan yang menggabungkan beberapa wilayah. Namun seiring

berjalannya waktu, air laut meluap dan menggenangi daratan tersebut

sehingga terbentuklah sebuah paparan. Indonesia memiliki dua wilayah

perairan dangkal yang terletak di barat dan timur. Dangkalan yang

terletak di barat dinamakan Paparan Sunda dan yang di bagian timur

dinamakan Paparan Sahul. Wilayah Paparan Sunda mencakup sejumlah

51 Machasin, “Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI” dalam Tafsir Ilmi:

Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, h. xi. 52 Atol adalah pulau karang yang rendah berbentuk cincin dengan bagian laut terkurung di

dalamnya menyerupai sebuah danau; rangkaian pulau karang kecil-kecil yang tersusun seperti

lingkaran. Lihat Mien A. Rifai, Kamus Biologi, h. 37. 53 Beting adalah bukit pasir yang tenggelam di laut dangkal dekat pantai. Lihat Mien A.

Rifai, Kamus Biologi, h. 56. 54 Kasijan Romimohtarto & Sri Juwana, Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota

Laut, h. 4. 55 Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1123.

Page 71: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

57

danau dan sungai yang berada di Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang

bermuara ke Laut Cina Selatan dan Selat Makassar. Sedangkan Paparan

Sahul berada diantara Papua dan Australia serta mencakup Laut Arafuru

dan Laut Timor.56

Selain paparan, Indonesia juga memiliki banyak selat57 yang

terbentuk akibat pergerakan lempeng-lempeng tektonik, diantaranya

adalah Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatera serta

Selat Makassar yang memisahkan Pulau Sulawesi dan Pulau

Kalimantan.58

(2) Indonesia Negara Maritim

Luas perairan yang meliputi hampir 60% dari total luas wilayah

Indonesia sebesar 1.929.317 km² menyebabkan Indonesia layak disebut

sebagai negara maritim. Hal ini diperkuat dengan kondisi bentangan laut

dari timur ke barat sepanjang 5.150 km dan bentangan utara ke selatan

sepanjang 1.930 km.59

Sebagai negara maritim, Indonesia tak lepas dari sejarah

Kerajaan Sriwijaya yang sangat mengandalkan kekuatan armada lautnya

dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, dan membangun

kawasan strategis sebagai pangkalan armada laut. Hal ini menunjukkan

sejak dahulu laut dijadikan sebagai sarana transportasi oleh penduduk

Indonesia untuk mendukung kegiatan perdagangan kerajaan saat itu.60

Pemanfaatan laut selain sebagai sarana transportasi juga bisa

dinikmati berbagai hasil pangannya. Hal ini dibuktikan dengan hasil laut

Indonesia yang amat melimpah sebagaimana data dari Kementerian

Kelautan dan Perikanan menyebutkan potensi sumber daya ikan laut

Indonesia diperkirakan sebesar 6.408 juta ton per tahun, yang terdiri dari

56 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 16-17. 57 Selat adalah laut di antara pulau-pulau. Lihat Kamus Bahasa Indonesia, h. 1389. 58 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 20. 59 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 81. 60 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 74-75.

Page 72: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

58

pelagis61 besar sekitar 1.165 juta ton, pelagis kecil sekitar 3.605 juta ton,

demersal62 sekitar 0,145 juta ton, udang dan cumi-cumi sekitar 0,128 juta

ton.63 Selain memiliki hasil laut yang melimpah ruah, Indonesia juga

memiliki taman-taman laut yang indah sehingga banyak dijadikan tempat

wisata, contohnya Laut Banda di Maluku, Bunaken dan Wakatobi di

Sulawesi, Raja Ampat di Papua, Pulau Seribu di Jakarta, dan beberapa

laut yang ada di Bali dan Lombok.64

(3) Bencana Kelautan di Indonesia

Lautan luas yang meliputi Indonesia menyebabkan negeri ini

sering mengalami bencana yang berasal dari laut. Di antara beberapa

bencana tersebut adalah:

a. Gelombang badai

Gelombang badai terbesar yang pernah menimpa Indonesia

adalah gelombang badai pasang dengan tinggi 2-6 meter disertai

kecepatan angin 49 km/jam telah menerjang 11 provinsi (Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali) pada 18 Mei

2007 lalu.65

b. Tsunami

Informasi yang didapat dari Katalog Tsunami Indonesia

menunjukkan setidaknya telah terjadi 110 kali bencana tsunami di

Indonesia, 100 diantaranya disebabkan oleh gempa bumi, 9 kali

akibat letusan gunung berapi, dan 1 kali akibat tanah longsor.

Tercatat bahwa tsunami tertinggi yang melanda Indonesia

adalah tsunami Oma pada tahun 1674 yang terjadi di Laut Banda

61 Pelagis adalah ikan yang hidup di permukaan atau perairan pantai. Lihat Kamus Bahasa

Indonesia, h. 1141. 62 Demersal adalah ikan yang hidup di dekat dasar laut, tetapi mampu berenang secara

bebas aktif. Lihat Mien A. Rifai, Kamus Biologi, h. 78. 63 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 61. 64 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h, 57. 65 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 101-102.

Page 73: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

59

dengan tinggi mencapai 80 meter dan menewaskan 2.970 orang.

Selanjutnya tsunami Krakatau pada tahun 1883 dengan tinggi 63

meter yang menewaskan 36.714 orang. Yang terakhir adalah

tsunami Aceh dengan tinggi sekitar 30 meter yang menewaskan

283.000 orang dan merusak pantai Thailand, India, dan Srilanka.66

c. Pencemaran laut

Pencemaran laut dapat menyebabkan tertutupnya permukaan

laut dan menurunkan kualitas air serta mengganggu stabilitas

populasi organisme lainnya termasuk menyebabkan kematian ikan

dalam jumlah besar seperti yang pernah terjadi di Teluk Jakarta.67

Selat Malaka juga menjadi tempat yang sangat rawan akan tumpahan

minyak karena merupakan jalur pelayaran kapal-kapal tanker. Pada

29 Agustus hingga 3 November 2009 Laut Timor juga tercemar oleh

tumpahan minyak mentah akibat meledak dan terkabarnya unit

pengeboman West Atlas milik ladang minyak Montara.68

d. Bencana iklim

Bencana iklim yang dimaksud adalah fenomena El-Nino dan

La-Nina. Kedua fenomena ini dapat menyebabkan curah hujan yang

tinggi sehingga menyebabkan banjir atau sebaliknya dapat

menyebabkan kekeringan karena kurangnya jumlah curah hujan dan

penguapan yang besar.69 Selain itu, banjir juga dapat disebabkan

karena melimpahnya air laut yang terjadi akibat perubahan tinggi

muka air laut sehingga dapat menggenangi daerah pesisir yang

topografinya lebih rendah daripada muka laut rata-rata, seperti

66 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 103-106. 67 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 109-110. 68 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 111. 69 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 115.

Page 74: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

60

pesisir utara Jakarta (Muara Baru dan Muara Angke) dan

Semarang.70

3. Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmi Kemenag RI dengan Kitab Tafsir

Ilmi Lainnya

Di antara penafsiran ayat-ayat laut yang dijelaskan oleh tim penyusun

tafsir ilmi Kemenag RI, ada beberapa perbedaan penafsiran dengan beberapa

kitab tafsir lainnya yang sama-sama mempunyai corak ilmi. Penulis melakukan

perbandingan antara penafsiran tim penyusun tafsir ilmi Kemenag RI dengan

kitab al-Taẖrîr wa al-Tanwîr karya Ibn ‘Asyûr71 dan kitab I’jâz al-‘Ilmî fî al-

Qur’ân wa al-Sunnah karya Zaglul al-Najjâr dan al-Kahil.72

a. Penafsiran QS. al-Takwîr [81] ayat 6 ( )

Tafsir ilmi Kemenag RI dalam menafsirkan ayat tersebut

mengaitkannya dengan manfaat laut sebagai pengatur iklim global. Hal ini

terjadi akibat interaksi air laut dan atmosfer yang terjadi di ekuator Samudra

Pasifik yang dikenal dengan ENSO (El-Nino Southern Oscillation), yaitu

gerakan kolam air hangat di ekuator Samudra Pasifik yang berdampak pada

cuaca dan iklim lokal maupun global. Manfaat laut sebagai pengatur iklim

global ini dijelaskan dalam empat macam peristiwa, yaitu73:

1) El-Nino merupakan fenomena meningkatnya suhu muka laut di sekitar

Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator sehingga menyebabkan

adanya pemanasan dalam skala besar yang mempengaruhi perubahan

70

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 118. 71 Nama lengkapnya adalah Muẖammad Ṯâhir Ibn ‘Asyûr, lahir di Tûnis pada tahun 1296

H//1878 M dan wafat pada tahun 1393 H/1973 M. Beliau menulis kitab al-Tahrîr wa al-Tanwîr ini

pada tahun 1340 H-1380 H. Kitab ini terdiri dari 30 juz dalam 15 jilid yang disusun secara taẖlîlî.

(Lihat ‘Alî Iyyâzî, al-Mufassirûn, juz 1, h. 358-359). Kitab ini dapat dikategorikan kitab tafsir ilmi

karena beliau termasuk mufassir yang menerapkan teori-teori ilmiah dalam memahami ayat

terutama yang terkait dengan iptek dan alam. Hal ini bisa diperhatikan dalam kitab tafsir beliau

ketika menerangkan ayat-ayat kauniyah. Lihat Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedia Kitab-Kitab

Tafsir (Depok: Lingkar Studi al-Qur’an, 2013). 72 Alasan penulis memilih Zaglul dan al-Kahil adalah karena beliau merupakan profesor di

bidang geologi yang memiliki banyak kajian ilmiah yang bericirikan keseimbangan, proporsional,

dan menjauhi sikap ekstrem. Lihat Yûsuf al-Qaraḏâwî, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu

Pengetahuan, h. 324. 73 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 27-32.

Page 75: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

61

iklim. Peristiwa El-Nino ini dapat menyebabkan Indonesia mengalami

kekeringan panjang yang berlangsung 9-12 bulan.

2) La-Nina merupakan fenomena yang terjadi akibat penguatan angin pasat

di atas kondisi rata-rata yang membuat temperatur laut berada pada kisaran

1-3º C di bawah normal sepanjang ekuator Pasifik Tengah dan Pasifik

Timur. Peristiwa ini dapat menyebabkan Indonesia mengalami curah hujan

lebih banyak dari biasanya atau bisa dikatakan bahwa La-Nina merupakan

fenomena kebalikan dari El-Nino.

3) Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan fenomena yang mirip ENSO,

tetapi terjadi di Samudra Hindia. Peristiwa IOD ini terjadi akibat tekanan

udara yang terjadi antara wilayah barat Sumatera dan wilayah timur Afrika

sehingga menyebabkan curah hujan yang tinggi atau kekeringan yang

berkepanjangan tergantung temperatur permukaan di kedua wilayah

tersebut.

4) Sirkulasi Thermolin-Conveyor Belt atau disebut dengan sistem sirkulasi

arus lapisan dalam. Sirkulasi ini merupakan bagian dari sistem transpor

panas yang dilakukan oleh laut. Untuk mempertahankan temperatur bumi,

laut mentranspor setengah jumlah panas dari daerah tropis ke lintang

tinggi. Contohnya, panas yang dibawa oleh arus di Teluk Meksiko dapat

berfungsi menghangatkan Eropa.

Apabila dibandingkan dengan buku mukjizat ilmiah karya Zaglul al-

Najjar dan Abdul Daim al-Kahil, QS. al-Takwîr ayat 6 ini dikaitkan dengan

peristiwa yang terjadi pada hari kiamat, yakni meluapnya air laut karena

adanya letusan gunung berapi di bawah laut. Zaglul dan al-Kahil menjelaskan

lebih lanjut bahwa peristiwa ini didukung oleh hadis Nabi yang menerangkan

tentang adanya api yang keluar dari Kota ‘Adn yang akan menggiring semua

manusia ke Mahsyar.74 Berikut ini redaksi hadisnya:

74 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Planet Bumi, h. 43.

Page 76: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

62

Artinya: ‘Ubaid Allâh ibn Mu’âdz al-‘Anbarî menyampaikan kepada kami

dari ayahnya, dari Syuʻbah, dari Furât al-Qazzâz, dari Abî al-Ṯufail, dari Abî

Sarîẖah Hudzaifah ibn Usaid berkata, “Suatu saat Nabi berada dalam kamar,

sedangkan kami berada lebih rendah dari beliau. Lalu beliau melihat kami dan

bertanya, ‘Apa yang sedang kalian perbincangkan?’ Kami menjawab,

‘Tentang kiamat.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya hari kiamat tidak akan

terjadi hingga muncul sepuluh tanda: gerhana di timur, gerhana di barat,

gerhana di Jazirah Arab, al-dukhân, dajjâl, ya’jûj dan ma’jûj, terbitnya

matahari di tempat terbenamnya, api yang keluar di ujung ‘Adn yang

menggiring umat manusia.”

Syuʻbah berkata, ‘Abd al-‘Azîz ibn Rufaiʻ menyampaikan kepada kami dar Abî

al-Tufail, dari Abî Sarîẖah, dengan matan seperti hadis sebelumnya. Namun

‘Abd al-‘Azîz tidak menyebutkan Nabi Saw. dalam sanadnya. Salah seorang di

antara keduanya berkata tentang tanda kesepuluh, “Turunnya Nabi Isa putra

Maryam.” Sementara yang lain berkata, “Angin yang melemparkan umat

manusia ke laut.”75

Dalam menjelaskan hadis di atas, Zaglul dan al-Kahil menceritakan

sejarah terbentuknya Kota ‘Adn dan menampilkan posisi Kota’Adn yang

terletak di lautan al-Muẖîṯ pada peta. Mereka memberikan kesimpulan dari

riset yang dilakukan oleh Ma’ruf ‘Uqbah dengan judul ‘Adn al-Buʻd al-Târikhî

wa al-Haḏarî dengan beberapa penjelasan, yaitu76:

1. Rasulullah memberitahukan bahwa ‘Adn merupakan kota berbentuk cekung

seperti lembah. Bentuk tersebut akan terlihat jelas jika dilihat menggunakan

pesawat atau satelit.

75 Muslim al-Naisâbûrî, Saẖîẖ Muslim, Terj. Masyhari, dkk., jilid 2 (Jakarta: Almahira,

2012), h. 709-710. 76 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Planet Bumi, h. 44.

Page 77: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

63

2. Rasulullah memberitahukan bahwa Kota ‘Adn berdiri di atas gunung berapi

yang padam. Namun, salurannya sampai pada inti bumi. Pada zaman

dahulu, gunung berapi ini mengeluarkan lahar api ketika terjadi erupsi besar

di dekat pesisir laut al-Muẖîṯ. Peristiwa ini membentuk gunung besar yang

di atasnya terdapat kawah yang sekarang merupakan Kota ‘Adn. Suatu saat,

gunung berapi ini bisa mengeluarkan lahar yang lebih besar dari sebelumnya

sehingga dapat menggiring manusia. Lautan pun tidak mampu mencegah

lahar panas tersebut karena lautan juga akan mengeluarkan lahar dari

gunung api di bawah laut pada hari kiamat.

Selanjutnya, apabila dilihat penafsiran Ibn ‘Asyûr bahwa QS. al-Takwîr

ayat 6 ini menjelaskan tentang keadaan laut yang meluap sehingga membanjiri

sebagian wilayah bumi. Hal ini membuat binatang-binatang menyelamatkan

diri hingga berkumpul ke suatu tempat yang aman dari banjir tersebut. Ayat ini

juga berkaitan dengan QS. al-Ṯûr yang sama-sama menggunakan lafaz sajara

yang berarti membanjiri.77 Selain itu, peristiwa ini juga identik dengan hari

kiamat karena surah al-Takwîr ini digunakan sebagai salah satu penamaan hari

kiamat sebagaimana yang dijelaskan Ibn ‘Âsyûr pada pendahuluan sebelum

menafsirkan surah al-Takwîr.78

Dari uraian di atas, penulis melihat adanya perbedaan penafsiran antara

tim penyusun tafsir ilmi Kemenag RI, Zaglul dan al-Kahil, serta Ibn ‘Âsyûr.

Untuk lebih jelasnya, penulis akan meneliti makna kata sajara dalam Lisân al-

‘Arab. Menurut Ibn Manẕûr, makna sajara adalah menjadi penuh, baik dengan

api pada ayat (QS. al-Ṯûr ayat 6) atau dengan air (banjir) pada

ayat (QS. al-Takwîr ayat 6).

Penulis menyimpulkan bahwa penafsiran yang dilakukan tim penyusun

buku tafsir ilmi samudra mengenai QS. al-Takwîr ayat 6 diartikan dengan

interaksi laut dan atmosfer yang dapat mengatur iklim global, telah keluar dari

makna ayat sesuai arti kata sajara yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan

77 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 27, h. 455. 78 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 27, h. 451.

Page 78: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

64

penafsiran Zaglul dan Ibn ‘Âsyûr memiliki kesamaan di mana penafsiran QS.

al-Takwîr ayat 6 diartikan dengan meluapnya air laut sehingga menyebabkan

banjir. Zaglul menambahkan bahwa penyebab meluapnya air laut ini

dikarenakan adanya letusan gunung berapi di dasar laut yang menyembur

hingga ke permukaan.

Dari sini, penulis menyimpulkan bahwa penafsiran pada buku tafsir

ilmi tentang samudra oleh Kemenag RI kurang memperhatikan makna

kebahasaan dari suatu kata. Dalam hal ini, tim penyusun tafsir ilmi samudra

tidak memberikan penjelasan kebahasaan lafaz sajara pada ayat ini padahal

ketika ditelusuri makna sajara memiliki dua kemungkinan arti, yaitu penuh

dengan air (banjir) atau penuh dengan api tergantung dari konteks ayat.

Penafsiran dari tim penyusun tafsir ilmi samudra tidak memuat salah satu dari

dua kemungkinan di atas sehingga penafsirannya keluar dari makna aslinya.

b. Penafsiran QS. al-Infiṯâr [82] ayat 3 ( )

Pada buku tafsir ilmi samudra oleh Kemenag RI, ayat ini dimasukkan

pada pembahasan munculnya paparan atau laut dangkal di Indonesia. Pada

mulanya, Paparan Sunda yang menggabungkan Pulau Jawa, Sumatera, dan

Kalimantan merupakan sebuah daratan. Seiring dengan berjalannya waktu,

daratan tersebut digenangi oleh air sehingga membentuk laut dangkal. Hal ini

didasarkan pada peristiwa laut yang dapat meluap pada QS. al-Infiṯâr ayat 3.79

Apabila dilihat secara konteks, ayat tersebut terletak pada QS. al-Infiṯâr

yang identik dengan peristiwa hari kiamat. Hal ini sesuai dengan hadis al-

Tirmîdzî, al-Bukhârî, dan pendapat al-Suyûṯî bahwa penamaan surah al-Infiṯâr

merujuk pada hari kiamat. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn

‘Âsyûr dalam pendahulan menafsirkan QS. al-Infiṯâr.80 Ibn ‘Âsyûr

menafsirkan ayat ini dengan menyebarnya air dari tempat asalnya sehingga

menimbulkan banjir.81 Makna pada QS.al-Takwîr memiliki makna

79 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspekif al-Qur’an dan Sains,

h. 16 80 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 27, h. 481. 81 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 27, h. 483.

Page 79: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

65

yang sama dengan makna pada QS. al-Infiṯâr yang artinya sama-sama

dipenuhi dengan air atau juga bisa dikatakan banjir.82 Dari sini, penulis

menyimpulkan bahwa penafsiran yang dilakukan tim penyusun tafsir ilmi

Kemenag RI kurang memperhatikan konteks ayat yang ditafsirkan dan

menafsirkan ayat tersebut secara parsial dan tidak komprehensif. Dalam hal ini,

QS. al-Infiṯâr ayat 3 yang ditafsirkan dengan penjelasan ke-Indonesia-an terkait

adanya paparan atau laut dangkal di Indonesia tidak sesuai dengan konteks ayat

yang membicarakan tentang peristiwa yang terjadi pada hari kiamat.

c. Kemudahan Kapal Berlayar (taskhîr al-fulk) pada QS. Ibrâhîm [14] ayat 32

Dalam tafsir ilmi kemenag RI, kemudahan kapal melaju di atas air

dijelaskan karena air laut yang bersifat kohesif, yakni lunak dan mudah terurai

maksudnya adalah air mudah ditembus oleh kapal sehingga kapal tersebut

mudah melaju membelah permukaan air laut. Gaya kohesi pada air ini

merupakan gaya tarik-menarik antarmolekul yang sama. Molekul pada air laut

ini terdiri dari atom hidrogen dan oksigen yang membentuk ikatan kovalen83

dengan rumus kimia H₂O. Air memiliki gaya kohesi lebih lemah daripada

benda padat sehingga berpengaruh pada kerapatan dan jarak antarmolekulnya.

Inilah yang menyebabkan air mudah dipisah atau ditembus oleh benda padat,

sehingga kapal mudah melaju membelah permukaan air.84

Sedangkan yang dijelaskan oleh Zaglul dan al-Kahil dalam bukunya,

kemudahan kapal berlayar berkaitan dengan perintah dan wahyu Allah kepada

Nabi Nuh untuk membuat kapal dari kayu. Mereka menjelaskan bahwa kayu

adalah bahan terbaik untuk membuat kapal karena kayu memiliki sifat yang

ringan jika ia berada di atas air. Tatacara membuat kapal adalah kayu dibeber

seperti papan agar bertambah lebar serta daya tekannya bertambah. Kemudian

kayu tadi diperkuat dengan paku dan benda-benda yang bisa mencegah resapan

82 Ibn Manẕûr, Lisân al-‘Arab, juz 4, h. 345. 83 Kovalen adalah reaksi yang disebabkan oleh gabungan pasangan elektro antara dua atom.

Lihat Kamus Bahasa Indonesia, h. 817. 84 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,

h. 69-70.

Page 80: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

66

air sehingga kapal tidak tenggelam.85 Selain itu, rahasia kapal bisa mengapung

di permukaan laut karena adanya bagian kapal yang tenggelam di dalam laut

sesuai dengan ukuran besar/kecilnya kapal tersebut. Dalam hal ini berlaku

hukum Archimedes bahwa tekanan (daya tolak) bertambah dengan

bertambahnya ukuran benda yang tenggelam di air. Dalam hal ini, Allah

menganalogikan kapal dengan gunung sebagaimana terdapat pada QS. al-

Syûrâ [42]:32. Gunung bagaikan pasak yang sebagiannya tampak di atas bumi

dan bagian yang lain berada di bawah bumi. Begitu juga dengan kapal, ia

membutuhkan bagian yang tenggelam di dalam air untuk menjaga

keseimbangan dan menjauhkannya dari bahaya tenggelam.86

Menurut Ibn ‘Âsyûr, kemudahan berlayarnya kapal disebabkan karena

Allah memberi ilham kepada manusia untuk merancang kapal dengan bentuk

dan sistem yang memudahkannya bergerak di air tanpa hambatan. Maka,

penggunaan kata taskhîr yang terdapat pada ayat-ayat yang berbicara tentang

transportasi laut diartikan sebagai kemudahan untuk mengarungi laut lepas.87

Penafsiran Zaglul dan Ibn ‘Âsyûr tentang taskhîr al-fulk sama-sama

dikaitkan dengan kondisi dan bentuk kapal yang baik sehingga ia mudah

berlayar di laut. Sedangkan tafsir ilmi Kemenag RI menafsirkan taskhîr al-fulk

dengan sifat air laut yang mudah ditembus oleh kapal. Apabila dilihat secara

sekilas, kedua penafsiran di atas memang saling berkaitan dalam memudahkan

kapal berlayar, namun apabila dilihat dari redaksi taskhîr al-fulk yang secara

bahasa diartikan dengan penundukan kapal, maka penjelasan air yang memiliki

sifat kohesif tidak termasuk ke dalam pengertian taskhîr al-fulk. Dalam hal ini,

penafsiran tim penyusun Kemenag RI kurang memperhatikan pendapat ulama

tafsir sehingga hasil penafsirannya terlihat bertentangan.

85 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Planet Bumi, h. 120. 86 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan

Hadis: Penciptaan Planet Bumi, h. 121-122. 87 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 13, h. 425.

Page 81: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari telaah yang penulis lakukan atas kitab tafsir ilmi Kementerian

Agama RI ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penafsiran yang dilakukan oleh tim penyusun tafsir ilmi ini mencakup:

a. Uraian sains yang mendalam mengenai penafsiran ayat-ayat tentang

laut, baik dari hasil riset/penelitian orang lain yang dimasukkan ke

dalam penjelasan di dalam buku ini maupun hasil penelitian yang

dilakukan oleh tim LIPI.

b. Fakta seputar laut di Indonesia yang merupakan bentuk sosialisasi

pemerintah Indonesia terkait lautan yang ada di negeri ini. Adanya

penjelasan ini merupakan ciri khas dan kelebihan yang dimiliki oleh

kitab tafsir ilmi Kemenag RI dibanding kitab-kitab tafsir bercorak ilmi

lainnya. Penjelasan ini merupakan salah satu upaya tim penyusun dalam

memperkaya penafsiran ayat-ayat tentang laut yang kemudian dikaitkan

dengan realitas yang ada di Indonesia.

c. Penafsiran ulama tafsir dalam beberapa ayat yang berkaitan dengan

samudra untuk menguatkan penafsiran ilmiah yang telah dijelaskan oleh

tim penyusun.

2. Dari beberapa penafsiran terkait ayat-ayat kauniyah dalam buku ini, penulis

menemukan beberapa perbedaan penafsiran dengan kitab tafsir bercorak

ilmi lainnya, diantaranya terdapat pada penafsiran QS. al-Takwîr [81] ayat

6, QS. al-Infiṯâr [82] ayat 3, dan taskhîr al-fulk. Analisis ini diperoleh dari

perbandingan penafsiran buku tafsir ilmi Kemenag RI dengan penafsiran

Ibn ‘Âsyûr dalam kitab al-Taẖrîr wa al-Tanwîr dan penafsiran Zaglul serta

al-Kahil dalam I’jâz al-‘Ilmî fî al-Qur’ân wa al-Sunnah.

Page 82: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

68

B. Saran

Setelah mengkaji kitab tafsir ilmi Kemenag RI, khususnya tema tentang

laut, penulis menyadari bahwa masih banyak celah dalam penelitian ini hingga

membutuhkan kajian lebih lanjut tentang tafsir ilmi tersebut. Berdasarkan

penelusuran yang penulis lakukan pada tinjauan pustaka, masih sedikit

penelitian yang membahas tentang tafsir ilmi Kemenag RI, padahal ada sekian

banyak tema yang diusung oleh tim penyusun Kemenag RI. Peneliti selanjutnya

dapat memilih salah satu tema dari tema-tema tersebut dan bisa dikomparasikan

dengan kitab tafsir ilmi lainnya sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang

beragam dan kaya akan pengetahuan.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dari awal hingga akhir,

tentulah masih banyak kekurangan, baik yang berkaitan dengan ide, sistematika

penulisan dan pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman demi

kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 83: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

69

DAFTAR PUSTAKA

Al-ʻAk, Khâlid ‘Abd al-Raẖmân. Usûl al-Tafsîr wa Qawâ’iduh. Beirut: Dâr al-

Nafîs. 1986.

Anshori. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers. 2016.

‘Âsyûr, Muhammad al-Tâhir Ibn. al-Tahrîr wa al-Tanwîr. Tûnis: Dâr al-Suhnûn li

al-Nasyr wa al-Tauzîʻ. 1997.

Al-Azharî, Abu Mansûr. Tahdzîb al-Lughah. Beirut: Dâr Iẖyâ’ al-Turâts al-‘Arabî.

2001.

Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2002.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.

Al-Bâqî, Muẖammad Fu’âd ‘Abd. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur’ân al-

Karîm. Turki: al-Maktabah al-Islâmiyyah. 1984.

Al-Dzahabî, Muẖammad Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Kuwait: Dâr al-

Nawâdir. 2010.

Faizin. “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI”.

Jurnal Ushuluddin, vol. 25, no.1 (2017): 19-33.

Al-Ghazâlî, Abû Hâmid. Iẖyâ’ ‘Ulûm al-Dîn. Beirut: Dâr al-Maʻrifah. t.th.

Hakim, Husnul IMZI. Ensiklopedia Kitab-Kitab Tafsir. Depok: Lingkar Studi al-

Qur’an. 2013.

Al-Haq, Abû Ṯayyib Muhammad Syams. ‘Aun al-Maʻbûd. Madinah: al-Maktabah

al-Salafiyah. 1968.

Hutabarat, Sahala & Stewart M. Evans. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press.

1985.

Indarto. Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta: PT

Bumi Aksara. 2010.

Ismail, Hudzaifah. Kerajaan al-Qur’an. Jakarta: Almahira. 2012.

Iyyâzi, Sayyid Muẖammad ‘Alî. al-Mufassirûn: Hayâtihim wa Munhajihim.

Teheran: Wizârah al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî. 1386 H.

Jauharî, Tantâwî. al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm. Beirut: Dâr al-Fikr. t.th.

Page 84: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

70

Kartanegara, Mulyadhi. Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan. 2003.

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan

Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2013.

Limited, Evan Brothers. Kelestarian Laut. Terj. Liliy Nurulia. Solo: Tiga

Serangkai. 2009.

Manẕûr, Ibn. Lisân al-ʻArab. Beirut: Dâr Sadr. 1414 H.

Al-Muẖtasib, ‘Abd al-Majîd ‘Abd al-Salâm. Ittijâhât al-Tafsîr fî ‘Asr al-Râhin.

‘Amân: Maktabah al-Nahḏah al-Islâmiyyah. 1982.

Muslim, Musṯafâ. Mabâẖits fî al-Tafsîr al-Mauḏûʻî. Dimasyq: Dâr al-Qalam. 2000.

Muttaqin, Ahmad. “Konstruksi Tafsir Ilmi Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur

Kepentingan Pemerintah dalam Tafsir”. Religia, vol. 19, no. 2 (2016): 74-88.

Naim, Mochtar. Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an. Jakarta: Gema

Insani Press. 1996.

Al-Naisâbûrî, Muslim. Saẖîẖ Muslim. Terj. Masyhari, dkk. Jakarta: Almahira.

2012.

Al-Najjar, Zaglul. Pembuktian Sains dalam Sunah. Terj. Zainal Abidin & Syakirun

Ni’am. Jakarta: Amzah. 2006.

Al-Najjar, Zaglul dan Abdul Daim al-Kahil. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-

Qur’an dan Hadis: Penciptaan Manusia. Terj. Tim Penerbit Bahasa

Indonesia. Jakarta: PT Lentera Abadi. 2012.

__________. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan Hadis: Penciptaan

Planet Bumi. Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Lentera

Abadi. 2012.

Al-Nasâ’î, Abû ‘Abd al-Rahmân. Sunan al-Nasâ’î al-Kubrâ. Beirut: Dâr al-Kutub

al-‘Ilmiyyah. 1991.

Purwanto, Agus. Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: Mizan. 2015.

Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Dep. Pendidikan

Nasional. 2008.

Al-Qâḏî, Abd al-Fattâẖ ibn ‘Abd al-Ghanî. al-Farâid al-Hisân fî ‘Add Ây al-

Qur’ân. Madînah: Maktabah al-Dâr. 1983

Page 85: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

71

Al-Qaraḏâwî, Yûsuf. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan.

Terj. Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani. 1998.

Al-Qaṯṯân, Mannâʻ Khalîl. Mabâẖits fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Madinah: Maktabah Aa-

Ma’ârif. 2000.

Rifai, Mien A. Kamus Biologi. Jakarta: Balai Pustaka. 2004.

Romimohtarto, Kasijan & Sri Juwana. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang

Biota Laut. Jakarta: Djambatan. 2007.

Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah.

2007.

Rubini. “Tafsir Ilmi”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol. 5, no. 2

(2016): 89-115.

Al-Samad, Muẖammad Kâmil ‘Abd. Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an. Terj.

Alimin & Uzair Hamdan. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2002.

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks. 2012.

Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013.

________. Membumikan al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2011.

________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2013.

________., et. al. Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2013.

Shohib, Muhammad, dkk. Profil Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan

Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Jakarta:

Perpustakaan Nasional RI. 2013.

Al-Sijistânî, Abû Dâwud. Sunan Abî Dâwud. Beirut: Dâr al-Fikr. t.th.

Strauss, Anselm & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Terj. M.

Shodiq dan Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2015.

Suma, M. Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Press. 2014.

Al-Suyûṯî, Jalâl al-Dîn. Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Beirut: Dâr al-Fikr. 1979.

Al-Syâṯibî, Abû Ishâq Ibrâhîm. Al-Muwâfaqât. Dâr Ibn ‘Affân. 1997.

Page 86: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42917... · 2018. 12. 20. · Author: USER-LENOVO Created Date: 11/19/2018

72

Syirbasi, Ahmad. Sejarah Tafsir al-Qur’an. Terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta:

Pustaka Firdaus. 1985.

Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam al-Quran. Terj. Zaenal Arifin dkk.

Jakarta: Zaman. 2014.

Al-Zarkasyî, Muẖammad ibn ‘Abd Allâh. Al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Beirut:

Dâr al-Ma’rifah. 1391 H.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2008.

Al-Zindani, Abdul Majid bin Aziz, et.al. Mukjizat al-Qur’an dan As-Sunnah

tentang IPTEK. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.