Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...
Transcript of Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...
v
ABSTRAK
Adis Suciawati. 11150480000006. “ SANKSI HUKUM TERHADAP HAKIM
PELANGGAR KODE ETIK PROFESI HAKIM ” (Studi analisis kasus Hakim
Rizet Benyamin Rafael).” Kosentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440H/2018M.
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini mengenai Sanksi Hukum
Terhadap Hakim Pelanggar Kode Etik Profesi Hakim Di Pengadilan Negeri
Kupang (Studi Kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael).
Penelitian ini menggunkan metode normatif yaitu dengan melakukan
penelitian menggunakan bahan hukum kepustakaan dengan mencari bahan-bahan
pustaka atau data sekunder dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Metode pendekatan dengan cara memakai pendekatan
Peraturan Bersama Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial dan pendekatan
kasus. Dalam analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan
menganalisis yang bertitik tolak pada dokumentasi ragam peristiwa, inforamasi
yang berwujud kasus, dan dokumentasi-dokumentasi tertulis.
Temuan dalam penelitian ini ada seorang hakim yang melanggar Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Ketika mengadili suatu perkara yang
berperkara adalah saudaranya yaitu keponakan hakim tersebut. Sanksi yang
diberikan kepada hakim tersebut diberhentikan dengan secara tidak hormat dari
jabatannya.
Kata kunci: Sanksi Hukum Terhadap Hakim Pelanggar Kode Etik
Profesi Hakim
Pembimbing Skripsi : Dr. Soefyanto, S.H., M.M., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1942 Sampai 2018
vi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “SANKSI HUKUM
TERHADAP HAKIM PELANGGAR KODE ETIK PROFESI HAKIM ” (Studi
analisis kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael)” dapat diselesaikan dengan baik,
walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi
ini. penelitian skripsi ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan,
bimbimgan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Soefyanto, S.H., M.M., M.H. pembimbing skripsi yang sudah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya serta kesabarannya dalam membimbing peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan tepat
waktu.
4. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kepala Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan Fasilitas yang memadai guna
menyelesaikan skripsi ini.
5. Pihak-pihak lain yang membantu peneliti dalam proses pembuatan skripsi ini.
Jakarta 11 September 2019
Peneliti
Adis Suciawati
vii
DAFTAR ISI
COVER JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah .......................... 5
C. Tujuan Penelitan dan Manfaat Penelitian ...................................... 6
D. Metode Penelitian .......................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
BAB II KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU
A. Kerangka Konseptual .................................................................... 14
1. Kajian Kode Etik ...................................................................... 14
a. Hukum ................................................................................. 14
b. Moral .................................................................................... 16
c. Adat ...................................................................................... 17
2. Dampak Kode Etik .................................................................... 18
3. Tujuan Kode Etik. ..................................................................... 19
4. Pengertian Istilah Kode Etik dan Istilah Etika .......................... 21
5. Macam-Macam Sanksi Hukum ................................................. 24
B. Kerangka Teori ..................................................................................... 27
C. Tinjauan (riview) Kajian Terdahulu .............................................. 28
BAB III KASUS HAKIM RIZET BENYAMIN RAFAEL
PELANGGAR KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU
HAKIM
A. Kasus Pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ............ 34
viii
1. Tangani Kasus Saudara Hakim Pengadilan Negeri Kupang
Dipecat ( Hakim Rizet Benyamin Rafael) ................................... 34
a. Hasil Putusan Oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael.................. 36
b. Hasil Putusan Oleh Mahkamah Agung ..................................... 38
c. Putusan Mahkamah Agung RepubliK Indonesia atas Perkara
Putusan Hakim Rizet Benyamin Rafael di Pengadilan Negeri
Kupang ...................................................................................... 38
d. Analisi Upaya Hukum ............................................................... 44
BAB IV DASAR HUKUM PEMBERIAN SANKSI TERHADAP KASUS
HAKIM RIZET BENYAMIN RAFAEL
A. Dasar Hukum Sanksi yang diberikan Kepada Hakim Rizet
Benyamin Rafael ........................................................................... 46
B. Peraturan Bersama Mahkamah Republik Indonesia dan Komisi
Yudisial Republik Indonesia .......................................................... 52
C. Kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael Cikal Bakal Adanya
Dugaan Pelanggaran Terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim ............................................................................................ 62
D. Perbandingan Kasus Hakim Pelanggar Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim ..............................................................................
1. Hakim Vica Hakim PN Jombang ............................................. 62
2. Analisis Menggunakan Teori ius curia Novit ........................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 66
B. Rekomendasi ................................................................................. 67
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kode Etik dimana sebagian ahli berpendapat bahwa dapat diartikan
sebagai sarana kontrol sosialbertujuan untuk terciptanya kesejahteraan bagi
semua pihak yang sedang terlibat dalam suatu kelompok yang berada dalam
satu atuaran yang dibentuk, dimana dipertegas dengan istilah Kode Etik.
Selain itu Kode Etik juga dapat memberikan semacam kriteria bagi para
calon anggota kelompok profesi (demikian juga tehadap para anggota baru)
dan membantu mempertahankan pandangan para anggota lama terhadap
prinsip profesional yang telah digariksan dalam semua pihak yang berada
dalam ruang lingkup tersebut.1
Adapun dengan terciptanya Kode Etik sebagai sarana kontrol sosial maka
memunculkan adanya Kode Etik Profesi, dimana Kode Etik Profesi ini
digunakan sebagai pencegahan ataupun pengawasan terhadap terjadinya
campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui
beberapa agen atau pelaksanaanya. Jadi digunakan sebagai salah satu alat
untuk mencegah dari adanya campur tangan pihak-pihak yang tidak terlibat
didalam anggota profesi tersebut.Bertujuan untuk terciptanya keselarasan
untuk semua anggota yang berada dalam profesi itu sendiri. Kode Etik Profesi
sebagai salah satu cambuk dalam penegakan sautu profesi yang digunakan
sebagai tolak ukur dalam menjadikan moral menjadi bagian dari adanya etika
dalam menciptkan keselarasan dalam bidang yang mengharuskan etika di
gunakan dan di capai demi keadilan.
Selanjutnya dengan adanya Kode Etik yang digunakan sebagai sala suatu
landasan yang disebut dengan norma dan asas.Dimana landasan tersebutyang
1 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum , (Yogyakarta: Anggota IKAPI,1995), h.
35
2
digunakanoleh suatu kelompok tertentu, berharap demi tercapainya keadilan
dengan adanya landasan tersebut yang berada dalam naungan Kode Etik
mampu menciptakan suatu kesejahteraan serta mampu menjadi sebagai alat
kontrol sosial. Selain itu mampu berada dalam posisi yang digunakan
semistinya, sehingga landasan tersebut bisa digunakan baik dalam Kode Etik
maupun Kode Etik Profesi dalam terciptanya keadilan yang bermartabat dan
kesejahteraan bagi semua pihak.
Sebagaimana landasan yang digunakan dalam kehidupan seorang hakim
yang berada dalam ruang lingkup suatu kelompok yang sudah ditentukan
bertujuan untuk menegakan kehidupan dan tingkah laku dalam menegakan
suatu keadilan. Sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan agar terhindar
dari kesalahan dalam menegakan suatu perkara yang menyangkut dalam
kehidupan manusia. Selanjutnya diperjelas dalam Pasal 1 Ayat (6) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial berada
dalam kehakiman.
Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004
Tentang Komisi Yudisial menegaskan2 bahwa selain disebut Kode Etik dapat
juga disebut sebagai pedoman perilaku hakim. Dimana Pasal 1 Ayat (6)
merupakan suatu panduan untuk menjaga dan melindungi kewenangannya
dalam menjalankan suatu profesinya. yang berujuan dikhususkan kepada
hakim-hakim yang berada dalam ruang lingkup kekuasan kehakiman, mampu
menjaga marwah serta martabatnya dalam menjalankan profesinya.
Selanjutnya tugas yang dilakukan oleh dalam menegakan suatu keadilan
dan dalam menegakan suatu martabatnya dalam setiap langkah yang
dilakukan oleh profesi yang digeluti oleh seorang hakim.3 Digunkan demi
tercapainya kesejahteraan bagi semua pihakyang berperkaradalam setiap
2 Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim , (Jakarta : Prenadaedia Group,2013), h. 45
3 Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim …, h. 45
3
perkara yang diadili oleh hakim, selain itu Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim ini demi berjalannya moral yang lebih baik lagi bagi semua pihak
yang bersangkutan. Selanjutmya, dimana profesi yang digeluti oleh seorang
hakim mempunyai tuntutan untuk menegakan kehormatannya, dimana
kehormatan tersebut dalam ruang lingkup memutuskan dalam setiap perkara.
Dengan adanya tuntutan tersebut bertujuan untuk menjaga kehormatan
martabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Kehormatan yang
diambil oleh hakim bukan hanya saja untuk dirinya pribadi melainkan untuk
keluarganya. kode Etik merupakan suatu pedoman tingkah laku bagi seorang
hakim saat sedang menjalankan tugas dan wewenangnya. Pedoman Kode Etik
tersebut digunakan sebagai salah satu acuan untuk menjalankan suatu
profesinya, dimana profesi tersebut yang bersangkutan dimana hakim tersebut
dalam menjalankannya baik dalam hubungan kemasyarakatan maupun
hubungan yang menyangkut kedinasannya didalam lembaga kehakiman itu
sendiri.4
Selanjutnya, Kode Etik profesi merupakan cikal bakal dari suatu
pedoman yang digunakan dalam suatu kelompok yang berada dalam ruang
lingkup profesi yang sama, dimana diterima oleh suatu kelompok tertentu
yang memiliki ketua kelompok. Dimana sebagai ketua kelompok mempunyai
peran penting untuk mengarahakan sekaligus memberikan petunjuk kepada
anggotanya, dalam menjalankan pedoman Kode Etik tersebut. Yaitu dengan
sebagaimana seharusnya. Cara yang digunakan dalam menjalankan
profesinya dengan baik dan benar.
Kode Etik dimana merupakan suatu produk etika terapan yang dihasilkan
dari berbagai penerapan pemikiran etis atas suatu profesinya. Selain itu setiap
Kode Etik Profesi selalu dibuat dalam bentuk secara tertulis dan tersusun
secara beraturan, rapi dan lengkap.Dalam bahasa menggunakan bahasa yang
baik secara singkat, dimana bertujuan untuk yang membaca merasa tertarik,
sehingga mampu menarik perhatian bagi yang membacanya. Adapun alasan
4 Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim, …h. 45
4
mengapa selalu dibuat secara tertulis, karena mengingat dari semua
fungsinya dalam Kode Etik digunakan sebagai sarana kontrol sosial. Selain
sebagai kontrol sosial Kode Etik digunakan untuk mencegah adanya
campur tangan pihak lain, dimana pihak lain yang tidak ada hubungannya
dalam hubungan profesinya, digunakan juga untuk mencegah adanya
kesalahpahaman maupun adanya konflik dari berbagai pihak yang
bersangkutan.
Adapun, Kode Etik Profesi juga mempunyai suatu kelemahan. Dimana
kelemahan yang dimilikinya yaitu terlalu „idealis yang tidak sejalan dengan
fakta yang berada dalam profesionalnya. Sehingga timbul kecenderungan
yang membuat Kode Etik profesi tersebut untuk diabaikan. Kecenderungan
tersebut ditandai dengan adanya gejala yang menunjukan Kode Etik profesi
kurang berjalan dengan baik dan tidak berfungsi dengan semestinya didalam
kalangan profesinya. Karena Kode Etik profesi hanya berdasarkan kesadaran
moral, tidak mempunyai sanksi keras.
Sehingga bagi yang melanggar Kode .Kelemahan Kode Etik profesi tidak
memiliki sanksi yang keras, sehingga bagi yang melakukan sebuah
pelanggaran tidak memdapatkan akibat dari pelanggaran yang dilakukan.
Melaikan hanya merasa tidak bersalah dan merasa tidak berdosa kepada
sesama manusia. Itu bisa terjadi akibatnya adanya kelemahan yang dimiliki
oleh Kode Etik itu sendiri, sehingga yang bersalah cukup hanya meminta
maaf kepada pihak-pihak yang dirugikan atas semua kesalahan yang
diperbuatnya.5
Namun, jika hubungan hukum yang berbeda dari keadaan sebelumnya
ketika hukum yang digunakan untuk suatu pelanggaran sudah dibuat dan
dijadikan sebagai dari adanya hukuman atau sanksi yang diberlakukan dari
sebuah hukum atas sebuah pelanggaran yang terjadi, maka hukum tersebut
harus dilaksankan. Jika hukum yang sudah dibuat maka hukum itu harus
5 Rahardjo Satjpto, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, (Yogyakarta:
Group Penerbitan cv Budi Utama,2015), h.1
5
ditegakan oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika ada pendapat bahwa
hukum tidak dapat lagi disebut dengan kata hukum, manakala jika hukum itu
tidak dilaksankan dan tidak digunakan sesuai dengan aturan yang sudah
diatur. Rahardjo Satjpto berpendapat bahwa hukum yang berlaku sekarang
merupakan hukum yang bersifat secara ideal, yang sampai saat ini masih
berlaku dalam kehidupan manusia.
Munculnya Lembaga Komisi Yudisial di Indonesia merupakan lembaga
yang mempunyai fungsi pengawasan yang bertindak sebagai dewan
kehormatan hakim dan yang bersifat indenpenden. Sebagai upaya dalam
pengawasan dalam profesi hakim, untuk menciptakan kesejahteraan dan
Lembaga Komisi Yudisial sendiri memiliki sifat yang indenpenden, sehingga
tidak mudah untuk digoyahkan dalam suatu pandangan hukum yang berkaitan
dengan pengawasan seorang hakim.6
Selain itu dalam pembentukan adanya Lembaga Komisi Yudisial atau
Dewan Kehormatan Hakim Sebagai pelaksana melakukan fungsi pengawasan
dengan pemilihan anggota-anggota yang mempunyai integritas tinggi dan
teruji sehingga bisa menjalankan tugasnya Sebagai pengawas dewan
kehormatan hakim. Dengan adanya lembaga Komisi Yudisial berharap dapat
meningkatkan kesejahteraan hakim melalui peningkatan gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya. Dengan adanya pembentukan dari lembaga Dewan
Kehormatan Hakim, sebagai cikal bakal dari adanya cambuk untuk
melakukan fungsi pengawasan yang lebih baik lagi.
Adanya Lembaga Komisi Yudisial berharap dapat meningkatkan
pengawasan peradilan secara transparan, ataupun meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam rangka pengawasan dan pembenahan sistem dalam
manajemen dan administrasi peradilan secara terpadu, selain itu juga bisa
menyusun sistem rekruittmen dan promosi yang lebih ketat, selain itu dapat
mengembangkan pengawasan terhadap rekruitmen dan promosi, dan itu
6 Rahardjo Satjpto, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, …h.1
6
merupakan beberapa harapan atau keinginan munculnya Komisi Yudisial
dalam bidang profesi kehakiman yang berada di Indonesia dengan adanya
lembaga Komisi Yudisial berharap lebih baik lagi.7
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, banyak Permasalahan
hukum yang terkait terhadap penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim, dalam uraian tersebut peneliti menganalisis yang akan membahas
tentang penelitian yang berjudul:“SANKSI HUKUM TERHADAP
HAKIM PELANGGAR KODE ETIK PROFESI HAKIM ( Studi Kasus
Hakim Rizet Benyamin Rafael).”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Lembaga yang menangani pelanggaran Kode Etik Profesi Hakim
b. Kerjasama antar lembaga dalam pengawasan profesi hakim
c. Penyebab terjadinya pelanggaran Kode Etik profesi hakim
d. Undang-undang Komsi Yudisial sebagai dasar penyelenggara profesi
hakim yang baik,jujur, dan bersih
e. Kesepakatan antar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam
penerapan sanksi hukum
f. Undang-undang Kehakiman sebagai pedoman Kode Etik profesi hakim
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada Latar Belakang Masalah yang saya kemukakan di atas.
Maka peneliti membatasi ruang lingkup terhadap penulisan skripsi ini. Yaitu
Sanksi Hukum terhadap pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
dalam Profesi Hakim. Sebagaimana kasus yang terjadi didalam pengadilan
adalah Kasus hakim Rizet Benyamin Rafael S.H yaitu kasus “ hakim yang
menangani kasus saudaranya” dan kasus ini terjadi di pengadilan Negeri
Kupang.. Yakni salah satu kasus dalam pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim termasuk ke dalam ranah kekuasaan kehakiman.
7Jimly Asshiddiqie, Komisi Yudisial Reformasi Peradilan, (Jakarta: Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat,2004), h.166
7
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas perumusan
masalah yang diangkat ialah sanksi hukum terhadap dugaan hakim
Pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dari perumusan masalah tersebut peneliti pertegas dengan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
a. Apa yang menjadi dasar pertimbangandalam diberlakukannya sanksi
hukum terhadap Hakim Rizet Benyamin Rafael ?
b. Apa sajaPelanggaran yang termasuk ke dalam Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui lebih lanjut dalam pertimbangan pemberian sanksi
terhadap Hakim Rizet Benyamin Rafael sehingga dijatuhi sanksi hukum.
a. Untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran apa saja yang termasuk
kedalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan
Komisi Yudisial Republik Indonesia .
2. Manfaat Penelitian
Selanjutnya berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan agar peneliti mampu
memberikan penyelesaian suatu kasus dalam pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim di Pengadilan Negeri Kupang
terhadap Hakim Rizet Benyamin Rafael.
b. Manfaat Praktisi
8
Ada beberapa manfaat praktis dalam skripsi ini adalah:
1) Bagi Akademis
Penelitian ini berguna dan dapat memberikan wawasan pengetahuan
mengenai sanksi bagi pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim. Yang diduga melakukan pelanggaran.
2) Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui wawasan mengenai sanksi hukum bagi
pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.Yang diduga
melakukan pelanggaran.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi peneliti ini menggunakan
penelitian hukum normatiif, dimana penelitian hukum normatif merupakan
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan
kepustakaan (data sekunder) yang mencakup : penelitian asas-asas hukum,
yaitu penelitian terhadap unsur-unsur hukum ideal (normwissenschaft/
sollen wissenschaft).
Dapat menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum dan
unsur real, yang dapat menghasilkan hukum tertentu. Adapun penelitian
terhadap sistematika hukum, yaitu dengan mengadakan identifikasi
terhadap pengertian pokok dalam hukum seperti subjek hukum, hak dan
kewajiban, dimana peristiwa hukum dalam perundang-undangan. 8
Adapun data sekunder mengunakan dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan hukum tersier, ketiga bahan tersebut di olah dan
dijadikan bahan penelitian secara terperinci.Bahan-bahan tersebut akan
dianalisis oleh peneliti dengan cara disusun secara sistematis, mengkaji
8 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Depok : Prenadamedia Group,2018), h.129
9
hukum yang dikonsepkan sebagai norma/kaidah yang berlaku
dimasyrakat, dan menyimpulkan hasil dari permasalahan tersebut.
Dengan masalah yang teliti oleh peneliti. Masalah yang akan peneliti
bahas mengenai Sanksi Hukum Terhadap Hakim Pelanggar Kode Etik
Profesi Hakim (Studi Kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael).
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perundang-
undangan, metode pendekatan perundang-undangan adalah merupakan
conditio sine quanon digunakan dalam penelitian hukum normatifdan
pendekatan kasus. Dalam pendekatan yang digunakan peneliti akan
mendapatkan informasi dari berbagai permasalahan yang ada dalam kasus
yang diambil oleh peneliti dan untuk memecahkan suatu permasalahan
yang ada dalam kasus tersebut.9
Jenis penelitian normatif harus
menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti
ini merupakan suatu hukum yang harus difokuskan dalam pelanggaran
yang dilanggar dalam hukum.
Dalam pendekatan perundang-undangan ini akan dilakukan dengan
menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang
akan digunakan adalah sanksi hukum terhadap hakim yang diduga
melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dipengadilan Negeri Kupang.
Hakim Rizet Benyamin Rafael telah melanggar Panduan Penegakan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Bagian BAB II Kewajiban dan
Larangan, Pasal 4 point (C) penjelasannya di Pasal 7 yakni berperilaku
arif dan bijaksana. Yang terdapat dalam Ayat 2, butir (c) yakni“
Kewajiban hakim dalam penerapan berperilaku arif dan bijaksana “
9 Hadi Shubhan, HukumKepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta
: Kencana Prenadamedia Group,2008), h.20
10
dimana hakim Rizet Benyamin Rafael melanggar dalam menjalank an
tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak
ketiga lainnya. Dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik
Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor:02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Penelitian yang selanjutnya digunakan peneliti ialah pendekatan kasus.
Dalam pendekatan kasus tersebut dijelaskan adanya referensi bagi suatu
hukum dalam permasalahan sanksi hukum terhdap hakim pelanggar Kode
Etik Profesi Hakim.
3. Data Penelitian
Data penelitian peneliti menggunakan data primer dan data sekunder.
Data sekunder seperti undang-undang yang berkaitan dengan kasus yang
diteliti. Data primer seperti buku-buku yang secara langsung bertalian
dengan objek material penelitian, adapun data primer dan data tersier. Data
yang melengkapi isi dari penelitian ini sebagai berikut:
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan:10
a. Bahan Hukum Primer
Data primer atau bahan hukum adalah data yang mencakup
ketentuan-ketetuan pada perundang-undangan yang berlaku, bahan
hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
a) Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan
Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor :
02/PB/MA/IX/2012, 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
b) Data Sekunder
Data sekunder atau bahan hukum sekunder adalah bahan yang
diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel yang berkaitan dengan
10 Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, ( Pal Merah Selatan : Buku
Kompas,2011), h.46
11
penelitian ini, yang menjadi data primer dan data skunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku yang
mencakup buku-buku umum seperti:
1) Kode Etik Hakim dikutip oleh Wildan Suyuti Mustofa
2) Etika Profesi Hukum dikutip oleh Sutisno dan Wiwin Yulianingsih
3) Etika profesi Hukum dikutip oleh E.Sumaryono. Buku-buku lain
yang terkait dengan permasalahann dalam sanksi hukum dan Kode
Etik dalam profesi hakim, jurnal hukum, artikel-artikel ilmiah
untuk memperkaya sumber data dalam penulisan skripsi peneliti.
c. Data Tersier
Data tersier ini merupakan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus
Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan lain-lain.11
4. Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam melakukan penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data studi pustaka yang dikhusukan untuk mengklarifikasinya
dengan masalah yang dikaji. Teknik pengumupulan data ini dikumpulkan
dalam upaya bertujuan untuk penelitian serta melakukan studi dokumen
terhadap data sekunder pustaka hukum yang berupa metode penelitian yang
diperoleh diperpustakaan dengan menganalisis teori-teori hukum melalui
pengumpulan sumber-sumber data yang dilakukan dalam penelitian hukum
dengan aspek materi yang diteliti dan menggunakan pendapat-pendapat ahli,
undang-undang, buku-buku kajian hukum yang bersangkutan dengan
permasalahan yang peneliti lakukan, dan literatur-literatur yang ada hubungan
dengan permasalahan hukum dalam penelitian. Sehinggan metide
pengumpulan data ini bisa membantu berjalannya peneliti dalam
menyelesaikan tugas akhirnya.
5. Metode Pengelolaan dan Analisa Data
Metode analisis data peneliti menggunakan analisis kualitatif. Sebuah
metode riset yang sifatnya deskritif (gambaran-gambaran) menggunakan
analisis, yang melihat permasalahan yang ada dan telah mendapat gambaran
11
Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, … h.46
12
berupa data awal tentang permasalahan yang ditimbulkan dalam peraturan
penegakan sanksi hukum bagi pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim. Yang diduga melakukan sebuah pelanggaran yang mengakibatkan
adanya sanksi hukum yang diberikan kepada hakim yang bersangkutan.
Teknik pengumpulan data studi pustaka dilakukan dengan
mengklarifikasinya dengan masalah yang dikaji dengan hasil pengamatan dan
dikumpulkan upaya peneliti mengenai tujuan penelitian dalam melakukan
dokumenter terhadap data primer dan data skunder seperti pustaka hukum
berupa undang-undang yang dianalsis dengan kasus yang akan di kaji oleh
peneliti dalam skripsi ini.12
6. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penelitian ini berdasarkan pada buku acuan yang
digunakan penelitian ini adalah buku pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017
yang dibuat oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini terdapat bab-bab yang menjelaskan permasalahan
hukum yang terdapat dalam skripsi ini. Penjelasan masing-masing bab terkait
dengan permasalahan hukum yang diteliti oleh peneliti. Adapun sistematika
dari skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan yang terakhir
Sistematika Penulisan.
BABII TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
Bab ini menjelaskan Tinjuan Umum Tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku akim, Kerangka Konseptual, Kajian Kode Etik,
12
Salim HS dan Erlies Septiani Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi Buku Ketiga , ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2014), h.19
13
ditinjau dari Hukum, moral dan adat. Dampak Kode Etk,Tujuan
Kode Etik, Pengertian Istilah Kode Etik dan Istilah Etika, amacam-
macam sanksi,Kerangka Teori dan Tinjauan (riview) Kajian
Terdahulu.
BAB III KASUS HAKIM RIZET BENYAMIN RAFAEL PELANGGAR
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
Bab ini menjelaskan Kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael Pelanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kasus Pelanggar Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, meliputi Tangani Kauss Saudara
Hakim di Pengailan Negeri Kupang Dipeat (Hakim Rizet Benyamin
Rafael), Hasil Putusan Oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael, Hasil
Putusan Oleh Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia atas Perkara Putusan Hakim Rizet Benyamin
Rafael di Pengadilan Negeri Kupang.
BAB IV DASAR HUKUM PEMBERIAN SANKSI TERHADAP KASUS
HAKIM RIZET BENYAMIN RAFAEL
Bab ini menjelakan Dasar Hukum Pemberian Sanksi Terhadap Kaus
Hakim Rizet Benyamin Rafael, Dasar Hukum Sanksi yang diberikan
Kepada Hakim Rizet Benyamin Rafael, Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial
Republik Indonesia, Kasus HakimRizet Benyamin Rafael Cikal
Bakal Adanya Dugaan Pelanggaran Terhadap Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, Perbandingan Kasus Hakim Pelanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Hakim Vica PN jombang,
Analisis Menggunakan Teori ius curia Novit.
BAB V PENUTUP
Bab ini membahas kesimpulan yang merupakan hasil dari
pembahasan terhadap permasalahan penelitian dan rekomendasi dari
peneliti.
14
BAB II
KODE ETIK DAN PEDOMAN
PERILAKU HAKIM
A. Kerangka Konseptual
1. Kajian Kode Etik
Dimana Kajian Kode Etik yang memiliki banyak tinjauan yang bisa
dipahami tanpa harus mengurangi batas yang ditentukan, disini peneliti
akan membahas dimana kajian Kode Etik yang ditinjau dari segi hukum,
moral, maupun adat. Disini peneliti akan menggabungkan ketiga tinjauan
tersebut dengan hubungannya terhadap Kode Etik. Yaitu sebagai berikut:
a. Hukum
Istilah etika dimana sering dikaitkan dengan tindakan yang baik
atau yang buruk, atau kadang kaliistilah etika yang ditinjau dengan
berhubungannya dengan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan buruk
dan tentang hak dan kewajiban (moral). Adapun profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan, kejuruan
tertentu.
Hubungan antara hukum dengan Kode Etik adalah sebuah norma
dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
tingkah laku. Dimana Keduanya memiliki kesamaan dalam hal etika
moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang
bersangkutan dalam hal profesi hukum. Dimana hukum dan etika saling
berdampingan dalam tegaknya satu pedoman Kode Etik. (hakim).1
Dengan adanya nirma dan asas terciptalah suatu Kode Etik.
Sedangkan Etika arti proses adalah suatu kegiatan perenungan
moralitas. Sebagai suatu produk, Etika adalah Kumpulan norma sebagai
suatu pilihan moralitas. Etika profesi, dimana dengan demikian
1Komisi Yudisial RepubliK Indonesia, Bahan Bacaan Klinik Etik dan Hukum,, (Jakarta
: Komisi Yudisial Republik Indonesia,2015), h. 70
15
merupakan suatu etika normatif yang menawarkan pilihan-pilihan
moralitas bagi penyandang profesi itu.
Namun, ketika ditinjau dari segi hukum bahwa Kode Etik dan
moral sanggat berhubungan, dimana moral sebagai acuan atau
gambaran baik buruknya sifat seseorang. Sedangkan ditinjau dalam segi
hukum yakni Kode Etik sebagai norma dan asa yang diterima oleh
suatu kelompok tertentu, berguna sebagai landasan tingkah lakunya.
Dimama keduanya memiliki hubungan yang erat dalam berjalannya
sistem hukum yang berlaku dalam sebuah Kode Etik.
Kedua etika yang ditinjau diatas saling memiliki kesamaan dalam
hal etika moral maupun etika yang ditinjau dalam segi hukumnya,
dimana khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang
bersangkutan dalam dunia profesi hukum yakni yang dibahas dalam
peneliti ini profesi hukum dalam bidang (hakim). Dalam menjalankan
fungsi dan pengawasannya dalam kekuasaan kehakiman.
Hakim merupakan profesi luhur yang diikat dengan Etika Profesi.
Berbeda dengan profesi luhur, profesi hakim memiliki keistimewaan
karena karya profesinya selalu diberikan legitimasi sebagai kebenaran
yang harus diterima. Legitimasi merupakan ini tidak dapat dikalahkan
oleh kekuatan manapun dalam struktur kekuassan publik diluar institusi
peradilan itu sendiri.2
Etika profesi bagi hakim bersifat sangat spesifik dan sebenarnya
relatif bisa dijalankan melalui kebebasan eksistensial. Diman hal ini
berbeda dengan budaya hukum yang membutuhkan kebebasan sosial.
Penjelasannya kurang lebih nya sebagai berikut. Dimana para ahli etika
menyatakan bahwa suatu etika dapat dijalankan apabila subjek
2 Komisi Yudisial RepubliK Indonesia, Bahan Bacaan Klinik Etik dan Hukum, … h. 70
16
pelakunya memiliki kebebasan, tanggung jawab, dan suara hati.Unsur
pertama, yaitu memiliki kebebasan akan mendapatkan porsi utama
penjelasan dalam tulisan ini.
Kebebasan manusia ini dibedakan menjadi dua golongan, pertama
adanya kebebasan golongan sosial, dan kedua kebebasan eksistensial.
Kebebasan sosial adalah kebebasan yang diterima dari orang lain (
sesama manusia), yang berarti bersifat heteronom. Sedangkan
kebebasan eksistensial merupakan kemampuan manusia untuk
menentukan sikap dan perilaku dirinya sendiri yang berarti bersifat
otonom.
b. Moral
Sedangkan Kode Etik yang ditinjau dari segi moralitas merupakan
gambaran kualitas yang terkandung didalam perbuatan manusia, yang
dengan itu kita dapat menilai perbuatan itu benar atau salah, baik atau
jahat. Dimana moralitas bisa membedakan terkait perbuatan mana yang
baik dan mana yang buruk, terhadap berjalannya Kode Etik dalam
kehidupan manusia.
Moralitas merupakan sebuah sifat yang dapat bersifat objektif
maupun subjektif. Yang dimaksud dengan moralitas objektif moralitas
yang diterapkan pada perbuatan sebagai perbuatan, yaitu semua
kegiatan yang diterapkan namun pada tempatnya dan kegiatan itu tidak
terlepas dari modifikasi kehendak pelakunya dalam melakukan sebuah
sifat yang akan mencerminkan gambaran dari Kode Etik.
Sedangkan moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang
perbuatan ditinjau dari kondisi pengetahuan dan pusat perhatian
pelakunya, latar belakangnya training, stabilitas emosional, serta
perilaku personal lainnya. Moralitas subjektif merupakan fakta
17
pengalaman bahwa kesadaran manusia (suara hatinya) menyetujui atau
melarang apa yang diperbuat manusia.3
Hubungan akibat dari adanya Kode Etik Profesi semata-mata
hanya berdasarkan kesadaran moral, karena lemahnya dalam segi
sanksi yang berlaku, dimana sanksi tersebut yang akan membuat efek
tidak mengulagi lagi terhadap si pelaku. Lemahnya tidak mempunyai
sanksi keras, sehingga pelanggar Kode Etik tidak merasakan akibat
perbuatannya, bersikap seperti tidak berdosa kepada sesama manusia.
Ditinjau dari segi moral Kode Etik hanya berdasarkan kesadaran
terhadap dirinya, sehingga tidak mempunyai rasa bersalah terhadap
pihak yang dirugikan, namun, jika sebaliknya moral yang digunakan
dalam kebaikan pastinya akan terhindar dari adanya pelanggaran.
Melainkan jika moral yang bagus maka tidak akan adanya pelanggaran
terhadap adanya Kode Etik, namun jika sebaliknya jelas pelangaran itu
akan terjadi dengan runtuhnya moral seseorang.
c. Adat
Masyarakat-masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa,
marga di Sumatra Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli,
Wanua di Selawesi Selatan, adalah merupakan kesatuan-kesatuan
kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk
sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan
penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas
tanah dan air bagi semua anggotanya.
Istilah etika yang berasal dari Yunani, yakni ethos artinya adat
kebiasaan. Ethos yang memiliki banyak arti yakni: tempat tinggal yang
biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, dan cara berpikir. Bentuk jamak dari ( ta etha) artinya
3 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Anggota Ikapi,1995), h.
51
18
adat kebiasaan, dan arti terakhri inilah yang menjadi latar belakang
bagi terbentuknya istilah etika,4
yang digunkan oleh filsuf besar
Yunani Aristoteles (384-322 SM) digunakan sebagai filsafat moral.
Sehingga dijadikan acuan dalam penegakannya.Ditinjau dari segi adat,
bahwa adat digunakan sebagai cikal bakal adanya istilah etika, dimana
yang diambil dari jamak dari ( ta etha) artinya adat kebiasaan, dan arti
terakhri inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika.
Adat sendiri memiliki makna tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan
cara berpikir.Jika dihubungkan dengan Kode Etik maka ditinjau dari
arti bahwa adat istiadat bisa digunakan sebagai gambaran sikap
seseorang, dalam menjalankan hidupnya dimana baik buruk tergantung
pribadinya. Biasanya hukum yang berlaku dalam bentuk adat, adalah
hukum yang berlaku setiap hari dari munculnya kebiasaan ditempat
orang tersebut tinggal. Sehingga berlakulah kebiasaan tersebut menjadi
sebuh hukum yang bisa digunakan dalam pemberian sanksi bagi yang
diduga melakukan sebuah pelanggaran.
2. Dampak Kode Etik
Dampak dari adanya Kode Etik bukanlah hukum, dimana diajarkan secara
formal namun demikian, dalam memasukannya dalam peranan yang
profesional diperoleh melalui pengamatan terhadap para mentor,dan terdapat
dampak terhadap kolaborasinya dengan profesi lain. melainkan nilai dan norma
sebagai tolak ukur bagi profesional dalam menegakan kewibawaan hukum
4Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta : Pt Raja Grafinda Persada,
1942), h.93
19
yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Kode Etik akan membentuk etos
kerja pada setiap anggota profesi hukum, agar menjadi profesional hukum yang
berbudi luhur, yang menjalankan profesinya sebagai perwujudan komitmen
tanggungjawab keilmuan, dan integritas moral individu pada pengabdian
kepada sesama, dengan mencintai dan menjungjung tinggi kebenaran dan
keadilan diatas uang dan jabatan. Melalui Kode Etik ini, para profesional
hukum diharapkan memiliki beberapa kualitas diri yang menjadi acuan
penilaian dan sikap moralnya dalam melaksanakan profesi.5
Bahwa dampak dari adanya Kode Etik, memuat kewajiban dan keharusan
untuk menjalankan profesinya harus secara tanggungjawab. Dan Kode Etik
bukanlah hukum melainkan nilai dan norma digunakan sebagai tolak ukur,
bagai profesional hukum. Dengan adanya Kode Etik akan membentuk etos
kerja untuk setiap anggota profesional hukum, supaya menjadi profesional
hukum yang berbudi luhur, serta menjalankan profesinya sebagai perwujudan
adanya komitemen tanggungjawab keilmuan, dan integritas moral individu
pada pengabdian kepada sesama. Dengan mencintai dan menjungjung tinggi
kebenaran dan keadilan uang dan jabatan.
Melalui adanya Kode Etik berharap para profesional hukum bisa
diharapkan memiliki beberapa kualitas diri yang mana menjadi acuan terhadap
penilian dan sikap moralnya dalam melaksankan tugas dalam profesinya. Kode
Etik merupakan cikal bakal dalam pembentukan sifat maupun kepribadian
seseorang dalam menjalankan semua tugas yang diembannya sebagai
profesinya.6
3. Tujuan Kode Etik
Adanya Kode Etika merupakan suatu tatanan etika yang telah
disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Dimana Kode Etik
umumnya termasuk dalam norma sosial, namun apabila ada Kode Etik yang
5 Albert R. Roberts dan Gilbert J.Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial jilid kesatu, (
Jakarta : Pt Bpk Gunung Mulia,2008), h. 31
6 Albert R. Roberts dan Gilbert J.Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial jilid kesatu, …
h. 31
20
memiliki sanksi yang agak berat, maka tujuan Kode Etik masuk dalam katagori
norma hukum yang didasari kesusilaan. sebagai dari tujuan adanya
kepercayaan masyarakat akan diperkuat karena setiap klien/ pencari keadilan
merasa akan ada kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Profesional hukum
memberikan pengayoman dan rasa keadilan. Akibatnya selain masyarakat
adanya hukum dan dapat memanfaatkan hukum,mereka pun merasa hukum
adalah miliknya karena mereka merasa diayomi oleh hukum.Hukum pun
mendapat pengakuan dan legitimasi dari masyarakat. Dengan demikian,
kesadaran hukum dan kepatuhan pada hukum akan eksis dalam masyarakat.
Robert D.Khon memberikan lima manfaat Kode Etik yakni sebagai
berikut:
i. Kode Etik menjadi tempat perlindungan bagi anggotanya manakala
berhadapan dengan persaingan yang tidak sehat dan tidak jujur, dan dalam
mengembangkan profesi yang sesuai dengan cita-cita dan rasa keadilan
masyarakat;
ii. Kode Etik Menjamin rasa solidaritas dan kogilialitas antar anggota untuk
saling menghormati;7
iii. Kode Etik mengukuhkan ikatan persaudaraan diantara para anggota,
terutama apabila menghadapi campur tangan dari pihak lain;
iv. Kode Etik menuntut anggotanya harus memiliki kualitas pengetahuan
hukum;
v. Kode Etik menuntut untuk mewajibkan anggotanya untuk mendahulukan
pelayanan kepada masyarakat.
Bahwa dengan adanya Kode Etik masyarakat merasa diayomi dan
kepercayaan masyarakat akan diperkuat karena setiap klien/ pencari keadilan
merasa akan ada kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Dan mereka pun
7 I Putu Jati Arsana, Etika Profesi Insinyur, (Yogyakarta : Dyah Wuri Handayani,
2018), h. 107
21
merasa hukum adalah miliknya karena mereka merasa diayomi oleh
hukum.Dan dimana hukum pun mendapat pengakuan dan legitimasi dari
masyarakat. Dengan demikian, kesadaran hukum dan kepatuhan pada hukum
akan eksis dalam masyarakat.
Adanya tujuan dari Kode Etik yang hidup dalam ruang lingkup profesi
kehakiman maka dapat menghasilkan lima manfaat untuk kehidupan nyata
dalam dunia kekuasaan kehakiman yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa Kode Etik akan menajadi tempat perlindungan bagi anggotanya
manakala berhadapan dengan persaingan yang tidak sehat dan tidak jujur,
selain itu Kode Etik dapat mengembangkan profesi yang sesuai dengan cita-
cita dan rasa keadilan masyarakat;
2. Bahwa Kode Etik dapat Menjamin rasa solidaritas dan kogilialitas antar
anggota untuk saling menghormati;
3. Bahwa Kode Etik digunakan untuk mengukuhkan ikatan persaudaraan
diantara para anggota, terutama apabila menghadapi campur tangan dari
pihak lain;
4. Bahwa Kode Etik menjadikan anggotanya untuk dituntut harus memiliki
kualitas pengetahuan hukum;
5. Bahwa Kode Etik mewajibkan anggotanya untuk mendahulukan pelayanan
kepada masyarakat agar terciptanya kenyamanan.
4. Pengertian Istilah Kode Etik dan Istilah Etika
Kode Etik dimana merupakan sebagai seperangkat aturan yang
tertulis untuk mengatur perbuatan agar lebih baik lagi, dimana aturan ini
menentukan perbuatan yang salah dan yan dilarang untuk dilakukan. Ada
juga aturan yang berbentuk tidak tertulis, yang hanya ada dipikiran
22
anggota-anggota masyarakat yang menerima aturan-aturan ini, seperti
aturan sopan santun dimasyarakat.
Adapun Kode Etik Profesi yaitu sebagai mencegah pengawasan
ataupun campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh
masyarakat melalui beberapa agen atau pelaksanaanya. Dengan adanya
pencegahan yang dihasilkan dari adanya pengawasa. Selain itu
pengawasan yang dilakukan dalam Kode Etik Profesi unntk mencegah
terjadinya sesutau yang tidak di inginkan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan yang masuk kedalam anggota mereka Profesi yang sama
dalam satu kelompok tertentu.8
Selanjutnya istilah etika adalah filsafat moral (filsafat tentang
moral) atau merupakan ilmu tentang moralitas. Sehingga sebagian dari
aspek-aspek aksiologis, dimana sering dikaitkan dengan tindakan yang
baik atau etika berhubungan dengan tingkah laku manusia dalam
pengambilan keputusan moral. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan buruk dan tentang hak dan kewajiban (moral). Adapun profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan,
kejuruan tertentu. Dimana dengan adanya etika maka profesi yang digeluti
akan berjalan dengan lancar, karena etika yang berhubungan dengan moral
atau pun etika yang berhubungan dengan profesi sama sama di posisi
saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Yaitu dalam segi
hubungan etika dengan profesi.
Sedangkan Kode Etik adalah norma dan asas yang diterima oleh suatu
kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Keduanya memiliki
kesamaan dalam hal etika moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan
8 Rahmat Kriyanto, Ilmu Komunikasi Filsafat dan Etika Ilmunya Serta Perspektf Islam,
(Jakarta :Prenadamedia Group,2109), h. 385
23
jalannya profesi yang bersangkutan dalam hal profesi hukum. Kedua
hubungan yang saling keterkaitan antara Kode Etik adalah norma dan asas,
norma dan asas ini yang dijadikan landasan dalam kiprahnya Kode Etik
Profesi (hakim).9
Ditinjau dari segi hukum bahwa Kode Etik dan moral sanggat
berhubungan, dimana moral sebagai acuan atau gambaran baik buruknya
sifat seseorang. Sedangkan ditinjau dalam segi hukum yakni Kode Etik
sebagai norma dan asa yang diterima oleh suatu kelompok tertentu,
berguna sebagai landasan tingkah lakunya. Hukum dan moral dijadikan
sebagai gambaran dari adanya kesetabilan hukum yang berdasarkan Kode
Etik, atau yang disebut hukum diatas moral, moral adalah sifat seseorang
yang bisa menjaga wibawa maupun martabatnya, sedangkan hukum adalah
payung yang akan membentengi adanya sanksi hukum jika moral
melakukan suatu pelanggaran, dimana disini peneliti membahas terkait
Kode Etik profesi hakim sebagai gambaran dari terciptanya moral dengan
hukum.
Kedua Etika yang ditinjau diatas saling memiliki kesamaan dalam hal
etika moral maupun etika yang ditinjau dalam segi hukumnya, dimana
khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang bersangkutan
dalam dunia profesi hukum yakni yang dibahas dalam peneliti ini profesi
hukum dalam bidang (hakim). Dimana jika kita meninjau ulang bahwa
etika dan moral memiliki kesamaan yang kedudukannya sama dalam segi
hukum yang berlaku.
Kode Etik merupakan suatu norma dan asas yang digunakanoleh suatu
kelompok tertentu. Sebagaimana landasannya untuk kehidupan dan tingkah
laku dalam menegakan suatu keadilan, sesuai dengan aturan yang sudah
ditetapkan agar terhindar dari kesalahan dalam menegakan suatu perkara
yang menyangkut dalam kehidupan manusia, dimana telah dijelasakan
dalam Pasal 1 Ayat (6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18
9 Rahmat Kriyanto, Ilmu Komunikasi Filsafat dan Etika Ilmunya Serta Perspektf
Islam, …, h. 385
24
Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 Tentang Komisi Yudisial.
Lembaga Komisi Yudisial menyebutkan bahwa Kode Etik bisa disebut
sebagai pedoman perilaku hakim, dimana dimuat didalamnya terkait Kode
Etik yang berkaitan dengan profesi hukum (hakim), atau pun dapat juga
disebut sebagai pedoman perilaku hakim merupakan suatu panduan untuk
menjaga dan melindungi kewenangannya dalam menjalankan suatu
profesinya, serta menegakan kehormatan bagi seorang hakim dalam
memutuskan suatu perkara, serta menjaga kehormatan martabat baik untuk
dirinya sendiri maupun keluarganya, dan merupakan suatu pedoman
tingkah laku hakim saat menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai
suatu profesinya baik didalam hubungan kemasyarakatan maupun
hubungan yang menyangkut kedinasannya didalam lembaga kehakiman itu
sendiri.
4. Macam-Macam Sanksi Hukum
Sanksi merupakan hukuman yang diberikan terhadap orang yang
melanggar aturan (hukum).10
Merupakan bentuk perwujudan yang paling jelas
dari kekuasaan negara dalam melaksanakan kewajibannya untuk memaksa
ditaatinya hukum. Dan dijatuhkan kepada seseorang yang telah melanggar
ketentuan pidana. Disetiap pelanggaran pasti ada sanksi yang berlakudimana
peneliti disini akan membahas terkait sanksi-sanksi yang berkenaan dengan
semua pelanggaran yang berkaitan sebagai berikut:
Sanksi merupakan suatu hukuman atas sebuah kesalahan baik yang
bersifat disengaja atau sebaliknya, sanksi merupakan wujud dari adanya
(pelanggaran) dimana setiap pelanggaran pasti ada sanksi yang akan ditegakan
begitupun dengan pelanggaran Kode Etik. Sanksi merupakam hukuman akhir
bagi si pelanggar, baik melakukan sebuah pelanggaran yang besar maupun
pelanggaran yang kecil, atau istilah yang ada dalam Kode Etik dan Pedoman
10
Deswanti Dwi Natalianingrum, diakses dari https://www.dictio.id/t/penjelasan-sanksi-
hukum/80245. Pada tanggal 01 Maret 2019, pukul 21:21 WIB
25
Perilaku Hakim, yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan
pelanggaran berat.
Dari setiap pelanggaran yang dilakukan maka akan ada imbalannya dari
semua perbuatan, dimana perbuatan yang berhubungan dengan moral, hukum,
maupun adat. Semua perbuatan yang berhubungan dengan pelanggaran maka
akan ada timbal balik dari apa yang kita kerjakan. Imbalan yang berlaku yaitu
Sanski-sanksi yang diberlakukan atas semua pelanggaran. Namun disini
peneliti menggaris bawahi dalam pembahasan terkait pelangaran-pelanggaran
yang dilakukan kedalam ranah profesi hukum.
Dimana terkait pelanggara- pelangaran yang dibahas hanya mengenai
pelanggaran yang berhubungan dengan pelanggran terhadap suatu profesi yaitu
profesi hakim. pelanggaran yang berhubungan dengan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim dapat dimana dalam Peraturan Bersama Mahakmah Agung
Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Indonesia, terkait pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dimana sanksi-sanksi tersebut kebagi
dalam:
1) Peringatan.
2) Peringatan keras.
3) Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
4) Pemberhentian selamanya.
5) Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
Pelanggaran di aatas menggunakan pertimbangan atas berat dan ringannya
sifat pelanggaran Kode Etik, dapat dikenakan sanksi-sanksi dengan hukuman:
1) Berupa teguran atau berupa peringatan bilamana sifat pelanggarannya
tidak berat.
2) Berupa peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena
mengulangi berbuat melanggar kode etik dan/atau tidak mengindahkan
sanksi teguran/ peringatan yang diberikan.
26
3) Berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati
ketentuan kode etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi
berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode
etik profesi.
Perbedaan terhadap adanya sanksi-sanksi yang berlaku bagi
pelanggaran Kode Etik. Setiap pelanggaran memiliki perbedaan sanksi
yang berlaku, sanksi-sanksi tersebut terbagi kedalam 6 sanksi yakni:
1) Teguran
Teguran merupakan sanksi yang masih bisa ditoreransi tidak begitu
berat, sehingga teguran ini akan dilakukan jika hakim melakukan
sebuah kelalaian yang masih bisa di maafkan atau kesalahan yang tidak
disengaja, dengan adanya sanksi teguran ini merupakan cara agar
hakim kembali kejalur yang baik dan benar.
2) Peringatan
Sanksi peringatan dimana sanksi ini hakim melakukan kelalain
dengan di sengaja dan diketahui oleh lembaga Komisi Yudisial, maka
sanksi ini akan diberlakukan. Harapannya hakim akan lebih baik lagi
dalam melaksankan tugas dan wewenangnya dalam menjalankan
tugasnya.
3) Peringatan Keras
sanksi ini akan berlaku jika pelanggaran itu sifatnya diulang-ulang
dan tidak mematuhi sebelumnya sudah diperingtakn terlebih dahulu.
4) Pemberhentian Sementara Waktu
Jika sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak
menghormati ketentuan Kode Etik profesi atau bilamana setelah
mendapatkan sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi dan
melakukan pelanggaran Kode Etik profesi.
5) Pemberhentian Selamanya
Sanksi ini berlaku bilamana sudah melakukan pelanggaran yang
berat yang melanggar Kode Etik, contonya mengadili saudara sendiri
didalam suatu perisidangan.
27
6) Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi
Sanksi ini akan berlaku jika semua pihak sepakat setelah apa yang
dilakukan oleh yang melanggar Kode Etik.11
B. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan peneliti sebagai seorang hakim, maka ia
dianggap sudah mengetahui hukum. Inilah yang dimaksud dari asas hukum
asas Ius Curia Novit.12
Seorang hakim dituntut untuk dapat menerima dan
mengadili berbagai perkara yang diajukan kepadanya. Bahkan jika menolak
sebuah perkara maka seorang hakim dapat dituntut dalam pengadilan yang
dianggap secara nyata demi keadilan.
Jadi kesimpulannya seorang hakim harus dianggap tau semua terhadap
hukum yang sedang diadilinya. Sehingga diciptakan asas Ius Curia Novit.
Demi tercapainya hukum yang sesuai dengan setiap perkara yang sedang di
adili sekalipun perkara tersebut belum ada hukum yang sudah mengikat.
Sehingga hakim dengan leluasa bisa menentukan hukum tersebut.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
1)Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu
perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
2) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat
rahasia.
Bahwa seorang hakim harus memiliki asas Ius Curia Novit, jadi seorang
hakim dianggap sudah mengetahui hukum, jadi jika seorang hakim menolak
mengadili perkara yang diajukan kepadanya, maka itu termasuk sebuah
11
Sutrisno dan Wiwin Yulianingsih, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta : C.v Andy
Offset,2016), h. 236 12
Ahmad Ali dan Wiwi Heryani, Asas Asas Pembuktian Hukum Perdata, (Jakarta:Prenda
Media,2012), h.63.
28
pelanggaran, dimuat dalam Pasal 22 dan Pasal 14 Undang-undang No.14
Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dimana Undang-
Undang diatas digunakan sebagai acuan dipergunakannya teori yang
berdasarkan asas Ius Curia Novit, bagi profesi hakim.
Seorang hakim mempunyai fungsi yang penting dalam menyelesaikan
sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara tersebut. Namun
dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada dalam keadaan
yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili, tidak
dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika
hakim memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain diluar
konteks perkara maka putusan tersebut tidak mencapai rasa keadilan yang
diinginkan. 13
Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat tersebut ialah
tangguh, terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam menghadapi
segala keadaan dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan menguasai
segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku, dan
tanggap artinya dalam melakukan pemeriksaan perkara harus dilakukan
dengan cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.
Ketika syarat tersebut semua sudah dilaksankan dan ditegakan maka dengan
itu keadilan pun akan tercipta demi kesalarasan hukum yang bersifat netral
dan menjungjung harga diri dan martabat hakim sehingga Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim bisa dijalankan dengan semestinya.
C. Tinjauan (riview) Kajian Terdahulu
Selanjutnya peneliti menggunakan rujukan review kajian terdahulu
yang terdiri dari Skripsi, Buku, dan Jurnal Hukum Adigama yang akan lebih
jelas membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas penelitiannya.
13 Ahmad Ali, Wiwi Heryani, Asas Asas Pembuktian Hukum Perdata, …, h.63.
29
Skripsi kesatu:
Selanjutnya mengambil sumber referensi dari skripsi oleh Masripattunissa
(Uin Syarif Hidayatullah Jakarta : 2014 ).
Ada lima latar belakang yang mempengaruhi pembentukan Komisi
Yudisial:
Pertama terdapat kelemahan yang dilaukan oleh pengawasan terhadap
kekuasaan kehakiman yakni lemahnya monitoring secara instensif terhadap
kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja.
Kedua tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan
pemerintahan (Executive Power ) dalam hal ini Departemen Kehakiman dari
Kekuasaan Kehakiman (Judical power). Ketiga kekuasaan kehakiman
dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam
menjalankan tugasnya apabila masih disibukan dengan persoalan-persoalan
teknis non hukum. Keempat tidak adanya konsistensi lembaga peradilan,
karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang
ketat dari sebuah lembaga.Khusus. Kelima pola rekrutemen hakim selama ini
dianggap terlalu biasa dengan masalah politik, karena lembaga yang
mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden
atau parlemen.14
Alasan peneliti mengambil study terdahulu skripsi diatas karena ada
sangkutpaut atau kesamaan antara judul peneliti didalam isi skripsipeneliti
yang menyangkut tentang Komisi Yudisial yang mengawasi Kekuasaan
kehakiman, namun disini isi dari skripsi peneliti lebih memfokuskan terhadap
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh hakim yang bersangkutan, selain
itu juga diejalaskan beberapa alasan tentang Komisi Yudisial didalam
pengawasan dalam menangani Kode Etik. Yang dijelaskan dalam Pasal 24 ayat
(1) UUD 1945 bahwasanya kekuasaan kehakiman itu merupakan kekukasan
yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya.kesatu kekuasaan
14
Skripsi Masripattunnissa, Efektifitas pelaksanaan pengawasan fungsi pengawsan
komisi Yudisial dalam Mengawasi hakim dan Pengaruhnya terhadap kekuasaan kehakiman, Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta,2014, h.12
30
kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya.Kedua Komisi Yudisial dan Mahkamh Agung dalam
memberikam sanksi yang diberikan kepada pelanggaran Kode Etik. rangka
menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran, martabat, dan mengawasi
perilaku hakim.15
Perbedaan dari skripsi peneliti dimana peneliti menggabungkan fungsi
dari adanya Lembaga Komisi Yudisial dengan lembaga Mahkamah Agung,
dan dikaitkan dengan adanya lemabga Majelis Kehormatan Hakim, selain itu
peneliti membahas sanksi hukum yang akan diberikan kepada pelaku pelanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam fungsi yang dilakukan oleh
pengawasan lembaga kekuasaan kehakiman hakim sekaligus dalam pemberiam
sanksi bagi hakim yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
Selanjutnya peneliti lebih memabahas secara rinci mengenai sanksi
hukum yang diberikan bagi pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
dengan menganalisis dengan peraturan bersama antara Mahkamah Agung
dengan Komisi Yudisial dalam analisis kasus yang digunkan oleh peneliti
dalam kasus yang digarapnya. Sehingga peneliti akan membahas secara rinci
dan secara beraturan dengan berpedoman kepada peraturan tersebut.
Skripsi kedua: Yang kedua peneliti selanjutnya mengambil sumber referensi
dari skripsi oleh Ahmad Haidar Muiny,(Uin Syarif Hidayatullah Jakarta : 015).
Dimana selanjutnya peneliti menggabungkan skripsi terdahulu sebagai bahan.
15
Duwi Handoko, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Pekan Baru : Hawa dan Ahwa,
September,2015), h. 3
31
Mahkamah Agung adalah lembaga yang menjalankan kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. MA adalah lembaga
yang “merdeka” artinya bebas dari kekuasaan lembaga yang lainnya dalam
menyelenggarakan peradilan untuk menegakan hukum dan keadilan. MA
merupakan puncak perjuangan keadilan bagi setiap warga negara, karena MA
sebagai peradilan tertinggi Negara dari badan-badan peradilan yang
berada dibawahnya, termasuk peradilan khusus yang banyak dibentuk sekarang
ini.16
Alasan peneliti mengambil study terdahulu yang berjudul
“implementasi peratutan bersama Komisi Yudisial 02/PB/P.KY/IX/2012 dan
Mahkamah Agung 02/PB/MA/IX/2012 terhadap perilaku hakim, karena
didalam isi peneliti skripsi terdapat beberapa persaman yaitu terkait
kewenangan Mahkamah Agung dan Komisi. Terkait Komisi Yudisial dan
Mahkamh Agung dalam memberikam sanksi yang diberikan kepada
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran, martabat, dan
mengawasi perilaku hakim17
Perbedaan dari isi peneliti yakni membahas
Lembaga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam wewennag
menangani Pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Serta peran
dari peraturan bersama antara lembaga mahkamah agung dengan komisi
yudisial dalam menindak lanjuti dalam pemberian sanksi bagi pelanggar Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
16
Skripsi Ahmad Haidar Muiny, implementasi peraturan bersama Komisi Yudisial
02/PB/P.KY/IX/2012 dan Mahkamah Agung 02/PB/MA/IX/2012 terhadap perilaku Hakim, Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta,2015), h. 3 17
Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial sebagai
Lembaga Negara Dalam sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945Buku Kesatu, (Jakarta : Prestasi Pustaka,2007), h.117
32
Dimana peneliti menggabungkan dengan Majelis Kehormatan Hakim,
dalam pelaksaan pemberian sanksi yang berlaku. Majelis Kehormatan Hakim
yang berfungsi sebagai pemberi sanksi yang diusulakn oleh Komisi Yudisial
kepada Mahkamah Agung, berakhir di Majelis Kehormatan Hakim, selain itu
adanya lembaga Majelis Kehormatan Hakim bertujuan untuk melindungi
hakim yang terlapor terhadap dugaan Pelanggar Kode Etik dan Pedomnya
Perilaku Hakim.
Selanjutnya peneliti mengkaji kajian terdahulu yang dimana ketiga
Peneliti mengambil sumber referensi dari buku oleh Wildan Mustofa yang
berjudul Kode Etik Hakim, dimana buku ini secara jelas dan rinci
menjelaskan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau bisa juga disebut
sebagai pedoman perilaku hakim merupakan suatu kajian dalammelindungi
kewenangannya dalam menjalankan suatu profesinya, dalam menegakan
kehormatan bagi seorang hakim untung menjungjung dalam memutuskan suatu
perkara, serta menjaga kehormatan martabat baik untuk dirinya sendiri maupun
keluarganya. Perbedaannya dengan skripsi yang peneliti teliti yaitu peneliti
lebih menonjolkan pada pembahasan Sanksi Hukum yang diberikan terhadap
pelanggar Kode Etik profesi hakim dan memberikan sanksi yang sudah
ditetapkan atas kesepakatan MA dan KY untuk pelanggar Kode Etik profesi
hakim. Namun selain itu terdapat beberapa persamaan dengan peneliti yaitu
terkait Kode Etik terhadap hakim dalam profesinya sehingga buku ini bisa
dijadikan kajian terdahulu karena ada beberapa persamaan yang akan diteliti
oleh peneliti, sehingga buku ini dijadikan sebagai kajian terdahulu 18
Yang keempat Peneliti selanjutnya mengambil sumber referensi dari
jurnal yang berjudul Kode Etik HakimKode Etik Berpotensi Pidana,
dikutip oleh Anugrah Merdekawaty Maesy Putri, (Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2016. Dimana Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
18
Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim, … h. 45
33
Dalam prespektif hukum. Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep
kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban)
hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan
tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia
bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan
peraturan yang berlaku Penjelasannya fokus pertanggungjawaban hakim
pelaku pelanggaran Kode Etik berpotensi pidana.
Sebagai pembeda antara pembahasan jurnal ini dengan pembahasan
yang akan peneliti angkat, terletak pada sanksi hukum peneliti lebih
memfokuskan kepada sanksi hukum terhadap hakim pelanggar Kode Etik
profesi hakim.Didalam jurnal ini terdapat persamaan yang paling menonjol
yaitu dengan pelanggaran Kode Etik akan tetapi peneliti lebih mendalami
dalam segi kasus yang mengakibatkan terjadinya sebuah pelanggaran dan
mengakibatkan adanya sanksi yang berlaku bagi pelanggar Kode Etik profesi
hakim.19
19
Anugrah Merdekawaty Maesy Putri, Pertanggungjawaban Hakim Pelaku Pelanggaran
Kode Etik Berpotensi Pidana, Jurnal Hukum, Vol 1, No 3,Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
2016, h. 3.
34
BAB III
KASUS HAKIM RIZET BENYAMIN RAFAEL PELANGGAR KODE
ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
A. Kasus Hakim Pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
1. Tangani Kasus Saudara Hakim Pengadilan Negeri Kupang Dipecat
(Rizet Benyamin Rafael)
Hakim mengaku menyesal karena tidak mundur meskipun tahu memiliki
hubungan saudara dengan pihak yang berperkara.Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim 2009 telah melarang tegas, Seorang hakim harus berperilaku
adil dan harus menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencabutan
haknya mengadili perkara yang bersangkutan. Hakim tidak boleh memihak,
apalagi terhadap anggota keluarganya. Hakim Rizet Benyamin mengakui
kekesalaan yang telah dilakukannya, yaitu mengadili perkara keponakannya
di sidang Pengadilan Negeri Kupang.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman menegaskan larangan.” Seorang hakim wajib
mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri
meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa,
advokat, atau panitera.” Larangan serupa dimuat dalam KUHAP.Sanksi
berat itu mendera hakim Rafael karena ia bertindak sebagai Ketua Majelis
dalam Perkara Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu
terdakwa dalam kasus ini adalah Ventje. Sebagai rujukan dari adanya kasus
yang menimpa Hakim Rizet Benyamin Rafael, perihal pelanggaran terhadap
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Lebih jelas dijelaskan dalam Pasal
17 Ayat (3) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman menegaskan larangan
mengadili pihak saudara yang berperkara.1
Selanjutnya Ventje dituduh sang isteri, Lili Leonora Tanjung, sering
melakukan tindakan kekerasan. Keributan suami isteri itu akhirnya bermuara
ke meja hijau. Hakim Rafael bertindak sebagai Ketua Majelis. Setelah
1 https://m.hukumonline.com diakses pada tanggal 27 Mei 2019, pukul 11:38 WIB
35
melalui persidangan, Ventje divonis bebas murni.2Vonis itu menimbulkan
tanda tanya bagi Petrus J. Loyani, pengacara Lili. Akhirnya pengacara Lili
Leonora Tanjung menelusuri latar belakang sang hakim. Ternyata, hakim
Rafael masih memiliki hubungan saudara dengan terdakwa Ventje. Bukan itu
saja, Petrus melaporkan pertemuan antara hakim Rafael dengan Jeffery Pah,
yang tak lain masih kerabat Ventje.
Pertemuan itu ditengarai membahas perkara yang tengah ditangani Rafael.
Mengutip Berita Acara Pemeriksaan yang dibacakan didepan sidang, Rafael
sempat mengarahkan agar Ventje dan Lili berdamai saja. Rafael mengaku
bisa mengurus perdamaian itu, dan biaya perkara ditanggung Ventje. Dimana
pertemuan yang dilakukan yaitu untuk membahas perihal perkara yang
ditangani oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael. Dalam ranah (KDRT). Rafael
sempat membujuk bahwa diminta mengurus perdamaian saja kedua belah
pihak yang berperkara. Dimana Rafael mengaku bisa melakukannya dengan
baik.
Namun, Benyamin menyangkal pernah mengeluarkan kata-kata tersebut.
Yang benar, saat itu dia hanya berkata,” saya sebagai Ketua Majelis, tidak
mau berbicara tentang masalah ini. karena ini menyalahi kode etik. Tetapi,
sebagai manusia saya berharap bahwa mereka Lili dan Ventje, kalau bercerai,
bercerai baik-baik, dan kalau membagi harta, membagi secara baik dan adil.
Itu saja yang saya katakan. Namun Rafael saat persidangan membela dirinya,
bahwa saya Ketua Majelis tidak mungkin akan melakukan hal semacam itu.
Karena Hakim Rizet Benyamin Rafael mengungkapkan bahwa hal tersebut
bisa terkena kasus pelanggaran Kode Etik, namun, pada nyatanya Rafael
melakukan hal yang ungkpakan tersebut pada kenyataanya.
Namun ketika MKH mempertanyakan mengapa semua saksi mengatakan
hal yang sama terkait pernyataanya di rumah Jeffery, Benyamin tidak dapat
membuktikan sebaliknya.” Saya tidak punya saksi yang bisa membuktikan,
saya mau bilang apa,” katanya. Benyamin mengaku, tujuannya datang ke
2 https://m.hukumonline.com diakses pada tanggal 27 Mei 2019, pukul 11:38
WIB
36
rumah Jeffery adalah untuk membicarakan saudara mereka yang sakit. Ia
bermaksud membicarakn bagaimana bekerja sama dan membantu saudara
mereka yang tengah berbaring sakit.
Dicecar mengenai larangan bagi hakim menangani perkara kerabat, Rafael
mengaku memahami. Karena itu, ia menyatakan menyesal karena tidak
mengundurkan diri dari perkara KDRT atas nama terdakwa Ventje. Namun,
kata Rafael, ia tidak mundur karena merasa tidak memiliki kepentingan
apapun dengan Lili dan Ventje. “ karena saya merasa tidak punya
kepentingan, dan merasa tidak punya apa-apa dengan mereka, sebagai hakim
saya tidak boleh menolak,” yakinnya.3
Benyamin juga sempat meminta “ kebijakan” Majelis, karena dia
memiliki keluarga yang secara ekonomi tergantung kepadanya. “ saya punya
isteri yang tidak kerja, dan tiga orang anak yang masih memerlukan
pendampingan saya, untuk membiayai mereka. Saya mohon kearifan,
keadilan dari bapak-bapak dan ibu Majelis Kehormatan Hakim yang
terhormat,” mohonnya.
Nasi sudah menjadi bubur. Ketujuh anggota majelis berkehendak lain.
MKH mengusulkan pemberhentian tidak hormat terhadap benyamin. MKH
berpendapat bahwa tidak ada fakta-fakta baru yang terungkap di ajang “
pembelaan” ini. Karena itu, MKH menolak seluruh pembelaan yang
dilakukan Benyamin.4
a. Hasil Putusan Oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael
Selanjutnya terhadap adanya putusan yang terjadi pada kasus yang
menyangkut terjadinya kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael yaitu di putus
pada tanggal 18 Maret 2009 di Pengadilan Negeri Kupang terhadap kasus
KDRT yang melibatkan Ventje Yapola sebagai terdakwa dan yang mana Rizet
3 https://m.hukumonline.com diakses pada tanggal 27 Mei 2019, pukul 11:38 WIB
4 https://m.hukumonline.com diakses pada tanggal 27 Mei 2019, pukul 11:38 WIB
37
Benyamin Rafael sebagai Hakim Ketua lalu dihadiri oleh hakim anggota
lainnya yaitu:
1. Asiandi Sembiring
2. Saptono Setiawan
Penitera Pengganti yaitu :
1. Danial Nenoliu
Jaksa Penutut Umum yaitu:
1. Shirley Manutade.
Dalam sidang ini hakim ketua Rizet benyamin Rafael memutuskan perkara
sebagai berikut:.
- Bahwa terdakwa Ventje Yapola tidak terbukti bersalah.
- Bahwa terdakwa Ventje Yapola bebas dari segala tuntutan.
- Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta
marbtabatnya.
Dalam hal ini penasehat hukum pihak korban belum mengetahui bahwa
terdakwa Ventje Yapola memiliki keterkaitan hubungan saudara dengan Hakim
Ketua sidang yakni Hakim Rizet Benyamin Rafael, karena penasehat hukum
korban merasakan adanya kejanggalan dalam putusan tersebut, akhirnya
penasehat hukum pihak korban tersebut mencari dan akhirnya menemukan
bahwa hakim Rizet Benyamin Rafael memang memiliki hubungan saudara
terhadap terdakwa Ventje Yapola tersebut.5
Akhirnya penasehat hukum korbanpun melaporkan perkara tersebut ke
Mahkamah Agung untuk dilakukannya peninjuan kembali, dan akhirnya
terbukti memang ternyata Hakim Rizet Benyamin Rafael memiliki hubungan
saudara terhadap pihak terdakwa. Rizet diberhentikan dan kasus Ventje di
sidang ulang. Dengan adanya laporan tersebut dari pihak korban sehingga
5 https://m.hukumonline.com diakses pada tanggal 27 Mei 2019, pukul 11:38 WIB
38
Hakim Rizet Benyamin diduga melakukan sebuah pelanggaran dalam Kode
Etik Profesi Hakim. Untuk terselesaikannya kasus dan ditegakannya keadilan
semua pihak yang berperkara.
b. Hasil Putusan Oleh Mahkamah Agung
Sedangkan hasil dari putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 April
2011 di Mahkamah Agung Jakarta terhadap kasusnya Ventje Yapola yang
mana sidang tersebut adalah merupakan sidang peninjauan kembali terhadap
sidang sebelumnya yang diketuai oleh hakim Rizet Benyamin Rafael. Dalam
sidang di Mahkamah Agung ini, hasil putusan terhadap sidang jauh berbeda
dengan apa yang diputuskan oleh hakim Rizet Benyamin Rafael. Adapun hasil
putusan yang di putus oleh Mahkamah Agung sebagai berikut:
- Bahwa terdakwa Ventje Yapola terbukti bersalah
- Bahwa terdakwa Ventje Yapola ditahan dan diberi sanksi hukuman
.Bahwa dampak dari adanya Kode Etik, memuat kewajiban dan
keharusan untuk menjalankan profesinya harus secara tanggungjawab. Dan
Kode Etik bukanlah hukum melainkan nilai dan norma digunakan sebagai tolak
ukur, bagai profesional hukum. Dengan adanya Kode Etik akan membentuk
etos kerja untuk setiap anggota profesional hukum.
supaya menjadi profesional hukum yang berbudi luhur, serta
menjalankan profesinya sebagai perwujudan adanya komitemen
tanggungjawab keilmuan, dan integritas moral individu pada pengabdian
kepada sesama. Dengan mencintai dan menjungjung tinggi kebenaran dan
keadilan uang dan jabatan. Melalui dengan adanya Kode Etik berharap para
profesional hukum bisa diharapkan memiliki beberapa kualitas diri yang mana
menjadi acuan terhadap penilian dan sikap moralnya dalam melaksankan tugas
dalam profesinya.
c. Putusan Mahkamah Agung RepubliK Indonesia atas Perkara Putusan
Hakim Rizet Benyamin Rafael di Pengadilan Negeri Kupang
39
dimana dimuat dari putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Putusan halaman putusan.mahkamahagung.go.id dengan Putusan Nomor:
536/P id .B /2008 /PN.KPG. Yakni terdakwa:
Nama Lengkap : Ventje Yapola Alias Ventje
Tempat Lahir : Soe
Umur/ Tanggal Lahir : 47 Tahun / 23 September 1960
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Amabi, Nomor 54, Kelurahan Oepura, Kecamatan
Maulafa kota Kupang
Agama : Kristen, Prostestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Dimana atas putusan yang Agung Republik Indonesia bahwa terdakwa
tidak ditahan,melainkan putusan sebelum adanya Peninjauan Kemabali (PK)
Dimana terdakwa didampingi oleh penasehat hukumnya CONSTANTEYN
ANTON MONE, SH.MSi. Dan NIXON P.Y.A. MESSAKH, SH, Advokat yang
berdomisili di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kupang berkantor di Jalan
Tidar RT. 058 RW.19 Kel . Oesapa, Kec. Kelapa Lima Kota Kupang.
Dimana berdasarkan surat kuasa khusus yang tertanggal 07 Januari 2009
dibawah Register Nomor: 02/LGS/SKS/PID/2009/PN.KPG. Kasus yang mendera
Hakim Rizet Benyamin Rafael, sehingga adanya upaya hukum yang siebut
dengan PK ( Peninjauan Kembali) pada kasus yang sebelumnya sudah diputus
oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael, sehingga memiliki putiusan yang berbeda
40
dan akhir dari kasus ini dimenangkan oleh istri korban. Notabennya lawan dari
pihak keluarga hakim yang memutuskan perkara tersebut. Pengadilan Tersebut,
sudah membacaPenetapan Ketua Pengadilan Negeri Kupang tertanggal 11
Desember 2008, Nomor: 536/Pen.P id / 2008 /PN.KPG tentang Penunjukan
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini; Telah membaca surat
penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang tertangga l7 Januari 2009,
Nomor: 536/P id.B/2008/PN.KPG tentang penunjukkan hari persidangan. Karena
dengan adanya pengadilan yang sudah membaca Penetapan Ketua Pengadilan
Negeri Kupang yang tertanggal 11 Desember 2008, sehinga Mahkamah Agung
bisa memeriksa dan mengadili atas kasus yang sedang disidangkan.
Setelah Mahkamah Agung Republik Indonesia membaca berkas perkara
yang bersangkutan : Telah mendengar keterangan saksi - saksi dan keterangan
Terdakwa dan telah memperhati kan barang bukti yang diajukan di persidangan;
dan dimana Telah pula mendengar tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut Umum
yang pada pokoknya memohon supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini memutuskan:
1. Menyatakan Terdakwa Ventje Yapola alias Ventje terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan Perbuatan
Kekerasan Fisik dalam Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana ketentuan Pasal
44 ayat (1) UU Nomor: 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
2. Menjatuhkan Pidana atas diri Terdakwa dengan Pidana Penjara selama 8 (de
lapan) bulan , dengan perintah terdakwa di tahan jenis RUTAN.
3. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000, -
(Ser ibu Rupiah) .
41
Dimana hasil dari analisi putusan dari halaman mahkamahagung.co.id
yang menjadikan pertimbangan terdakwa diajukan ke persidangan oleh jaksa
penuntut umum dengan dakwaan sebagai berikut:
Duduk Perkara:
Kesatu: dimana tedakwa Ventje Yapola alias Ventje pada hari sabtu tanggal 23
Agustus 2008, dimana sekiranya pada pukul 11:00 Wita, dimana bertempat
dirumah terdakwa di Jalan Amabi RT.008 RW.003, Kelurahan Oepura Kecamatan
Maulafa Kota Kupang setidak - tidaknya.
Pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Penagadilan
Negeri Kupang yang berwenang memeriksa dan menegadilinya, telah melakukan
kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yaitu terhadap korban Lili Leonora
Tanjung yang adalah istri berdasarkan surat Nomor: 463/GMT/I/IX/2008 tanggal
1 September 2008, yang ditandatangani oleh majelis jemaat agape Kupang.
Perbuatan yang dilakukan sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal dan tempat sebagaimana tersebut di atas, berawal
dari korban dan pegawai korban bernama DANIEL MANEK pergi ke toko untuk
membuka toko namun sesampainya di toko lubang kunci pintu toko didapati
dalam keadaan rusak tidak dapat dibuka sehingga korban tidak dapat masuk ke
dalam toko,kemudian korban mencurigai suaminya yaitu VENTJE YAPOLA
yangmelakukan pengerusakan lubang kunci pintu toko tersebut langsung
berjalanmenuju rumah terdakwa.
Diteras samping ada parker mobil terdakwa menggunakan batu, kemudian
sesampainyakorban di rumah terdakwa, di teras samping ada parker
mobilterdakwa menggunakan batu, kemudian terdakwa keluar dari dalam garasi
mobil dan mendekati korban kemudian terdakwa langsung mencekik leher korban
menggunakan tangan kanannya sambil berkata “anjing lu, lu sonde ada hak di
rumah ini lagi ” setelah itu terdakwa mendorong tubuh korban menggunakan
tangan kanannya hingga korban terjatuh ke tanah dan korban kembali bangun dan
mengatakan “ lu su mulai kekerasan lagi?
42
Lu liat nanti beta lapor ” dan terdakwa menjawab “ lupi lapor sudah, beta
sonde takut ” kemudian terdakwa kembali mencekik leher korban danmendorong
tubuh korban menggunakan tangan kanannya yang menyebabkan korban kembali
terjatuh ke tanah dan pipi kanan korban terbentur mengenai paving blok dan pada
saat korban akanbangun dari jatuhnya tersebut, korban melihat karyawan
terdakwabernama APNIEL OTEMUSU datang kemudian terdawa berkata “ lu
jangan lari tunggu di situ, beta bunuh mati lu ” kemudian terdakwa pergi
kebelakang mobilnya dan kembali mendatangi korban, sembari tangan terdakwa
memegang sebilah parang namundihalangi oleh APNIEL OTEMUSU yang
berkata “sudah bos, sudahbos” dan karena merasa takut korban segera berlari
keluar dari halaman rumah terdakwa dan melaporkan perbuatan terdakwa ke
aparat Kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.Akibat perbuatan
terdakwa tersebut korban mengalami hal-hal sebagaimana tertuang dalam VISUM
ET REPERTUM Nomor: Pol: R/110/VER/VI I I / 2 008 PPT-Dokpol tanggal 27
Agustus 2008 yangdi tanda tangani oleh Dr . HEZAR SALAHUDIN DAN Dr.
IGNATIUSHENDRA ARIFI IANTO Dokter pada Rumah Sakit POLRI Kupang
yang hasil pameriksaan sebagai berikut:
Dimana dapat hasil pemeriksaan terhadap korban yakni istri dari Ventje
Yapola:
Pipi : luka lecet di pipi kanan, dengan ukuran 1.5x 1 cm
Leher : memar warna merah dari leher pangal tengah, leher ke kiri dengan
ukuran panjang 15 cm
Kaki : luka kaki di punggung kaki, kanan dengan mata kaki dengan diameter 1
cm
kesimpulan
43
Dimana hasil dari adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga
Mahkamah Aging dalam adanya kasus yang diperiksa yaitu seorang permpuan
berumur empat puluh t iga tahun, dari pemeriksaan tersebut di atas ditemukan
beberapa luka lecet di pipi kanan, memar warna merah di leher dari pengakal
tengah leher ke kiri dan luka lecet di punggung kaki ke kanan dekat mata kaki
akibat kekerasan tumpul. Dalam pemeriksaan terhadap korban yang dilakukan
oleh terdakwa.
Selanjutnya Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana dia ur dan diancam
pidana dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Kekerasan dalam Rumah tangga. Dimana hasil dari putusan persidangan
Pengadilan Negeri Kupang atas putusan Hakim Rizet Benyamin Rafael sebagai
beriku:
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa VENTJE YAPOLA Alias VENTJE tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
dalam dakwaan kesatu atau dakwaan kedua;
2. Membebaskan Terdakwa tersebut diatas dari dakwaan Penuntut Umum
tersebut
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta
martabatnya ;
4. membebankan biaya perkara kepada Negara.
Demikian lah yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Kupang pada hari RABU tangga l 18 MARET 2009
oleh kami RIZET BENYAMIN RAFAEL, SH Sebagai Hakim Ketua Majelis ,
ASIADI SEMBIRING, SH. MH., dan SAPTONO SETIAWAN, SH. MH. masing
masing sebagai Hakim Anggota , Putusan mana diucapkan dalam pers idangan
yang terbuka untuk umum pada hari KAMIS tanggal 19 MARET 2009 itu juga
44
oleh Hakim Ketua Majelis tersebut dengan didampingi oleh Hakim- Hakim
Anggota tersebut , dengan dibantu oleh DANIEL NENOLIU Panitera Pengganti
Pengganti Pengadilan Negeri Kupang dengan dihadiri SHIRLEY MANUTADE,
SH, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kupang serta Terdakwa
didamping Penasehat Hukumnya tersebut:
Memtusakan perkara 536/P id .B /2008 /PN.KPG yakni sebagai berikut:
Hakim Ketua : Hakim Rziet Benyamin Rafael, S.H
Hakim Anggota : Asiadi Sembiring, S.H, Saptono Setiawan, S.H, M.H
Panitera Pengganti : Daniel Nanoliu6
d. Analisis Upaya Hukum
Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam kasus 536/Pid.B/2009/PN.KPG
ini yaitu terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
- Dilakukannya peninjauan kembali/sidang ulang
- Diberikannya sanksi tegas bagi pelanggar kode etik kehakiman.7
Dimana dikutip dari halama JOM Fakultas Hukum volume II Nomor 11
Oktober 2015, dimana pada tanggal 18 Maret 2009 tepatnya di pengadilan Negeri
Kupang Kasus yang melibatkan Ventje Yapola merupakan sebagai terdakwa,
dimana waktu itu Hakim Rizet Benyamin pada saat itu sebagai hakim ketua.
Dimana yang dihadiri oleh Asiandi Sembaring, Saptono Setiawan, sedangkan
Panitera penggantinya Danial Nenoliu, kemudian yang merupakan jaksa penuntut
umumnya yakni Shirley Manuttade.
Putusan yang ditetapkan oleh Hakim Rizet Benyamin Rafeal pada saat itu
memutus perkara sebagai berikut:
6 putusan.mahkamahagung.go.id diakses tanggal 05 Juli 2019, pukul 08: 57
WIB
7 OM Fakultas Hukum volume II Nomor 11 Oktober 2015, h. 12 – 13 diakses
tanggal 05 Juli 2019, pukul 09:00 WIB
45
Bahwa terdakwa Ventje Yapola dinyatatkan tidak bersalah
Bahwa terdakwa Ventje Yapola bebas dari segala tuntutan
Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta
martabatnya.
Dalam hal ini penasehat hukum dari pihak korban belum mengetahui
adanya tali persaudaraan antara hakim dan terdakwa, dimana penasehat hukum
mulai merasakan adanya kejanggalan akhirnya penasehat hukum mencari tahu
asal usul Hakim Rizet Benyamin Rafael. Selanjutnya kasus tersebut dibawa ke
ranah hukum demi keadilan untuk semua pihak yang berparkara..
Mengetahui dan mendapatkan bukti akhirnya penasehat hukum
melaporkan perkara tersebut ke Mahkamah Agung, dimana yang disebut
denganpeninjauan kembali (PK), dimana dalam proses (PK) terbukti Hakim Rizet
Benyamin Rafael merupakan saudara tari terdakwa yakni Vnteje Yapola.
Pada tanggal 17 April 2011 di Mahkamah Agung Jakarta perkara tersebut
disidang ulang (PK) dimana yang diketuai oleh Moh. Saleh, hakim anggota Artdjo
Alkostes, sedangakan panitera pengganti Ninin Nurmianti.
Hasil dari putusan Mahkamah Agung jauh berbeda dari putusan yang
ditetapkan oleh Hakim Rizet Benyamin Rafael, dimana hasil dari putusan
Mahkamh Agung menyatakan sebagai berikut:
Bahwa terdakwa Ventje Yapola terbukti bersalah
Bahwa terdakwa Ventje Yapola ditahan dan diberi sanksi hukuman.
Sebagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam kasus peninjauan (PK)
atas perkara dalam kasus 536/Pid.B/2009/PN.KPG yakni:
Dilakukannya Peninjauan Kembali (PK)/ sidang ulang
Diberikannya sanksi tegas bagi pelanggar Kode Etik Kehakiman.
46
BAB IV
DASAR HUKUM PEMBERIAN SANKSI TERHADAP KASUS HAKIM
RIZET BENYAMIN RAFAEL
A. Dasar Hukum Sanksi yang diberikan Kepada Hakim Rizet Benyamin
Rafael
Dikutip dari kasus hakim Rizet Benyamin Rafael dimana sudah melanggar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim, yang dimuat dalam Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Bagian BAB II Kewajiban dan Larangan, Pasal 4 point (C) yakni
berperilaku arif dan bijaksana, dimana penjelasanya dimuat pada Pasal 7
dalampenjelasannya ayat (1), (2), (3). Yakni sebagai berikut:
1. Berperilaku arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan
norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-
norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan
memperhitugkan akibat dari tindakannya. Prilaku yang arif dan bijaksana
mendorong terbentukya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang
rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
2. Kewajiban hakim dalam penerapan berperilaku arif dan bijaksana adalah:
a. Hakim wajib mengindari tindakan tercela.
b. Hakim, dalam hubungan pribadinya dengan anggota profesi hukum lain
yang secara teratur beracara dipengadilan, wajib menghindari situasi
yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan.
c. Hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas dari
pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya.
2. Larangan hakim dalam penerapan berperilaku arif dan bijaksana adalah:
a. Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota perkara hakim yang
bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai
pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.
47
b. Hakim dilarang mengizinkan tempat kediamannya digunakan oleh seorang
anggota suatu profesi hukum untuk menerima klien atau menerima anggota-
anggota lainnya dari profesi hukum tersebut.
c. Hakim dilarang menggunkan wibawa pengadilan untuk kepentingan pribadi,
keluarga atau pihak ketiga lainnay.
d. Hakim dilarang mempergunakan keterangan yang diperolehnya dalam
proses peradilan untuk tujuan lain yang tidak terkait dengan wewenang dan
tugas yudisialnya.
e. Hakim dilarang mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat yang dapat
mempengaruhi, menghambat atau menggangu berlangsungnya proses
peradilan yang adil, independen, dan tidak memihak.
f. Hakim tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai subtansi
suatu perkara diluar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara
yang diperiksa atau diputusnya maupun perkara lain.
g. Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat komentar, kritik atau
pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik
yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
kondisi apapun.
h. Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau
pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuh forum ilmiah yang
hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi
putusan hakimdalam perkara lain.
i. Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik.
j. Hakim tidak boleh secara terbuka menyatakan dukungan terhadap satu
partai.
k. Hakim tidak boleh atau terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan
persangkaan beralasan bahwa hakim tersebut mendukung suatu partai politik.
Atas dasar analisis dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik
Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012
48
dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim.
Hakim Rizet Benyamin Rafael telah melanggar Panduan Penegakan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Bagian BAB II Kewajiban dan Larangan,
Pasal 4 point (C) penjelasannya di Pasal 7 yakni berperilaku arif dan bijaksana.
Yang terdapat dalam Ayat 2, butir (c) yakni“ Kewajiban hakim dalam penerapan
berperilaku arif dan bijaksana “ dimana hakim Rizet Benyamin Rafael melanggar
dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas dari pengaruh keluarga
dan pihak ketiga lainnya.
Tapi pada nyatanya kasus yang menderanya, karena dia telah mengadili
perkara saudaranya yang mana Ventje, merupakan saudara dari hakim tersebut.
kesimpulan dari pada analisis kasus ini hakim Rizet Benyamin Rafael sudah
melanggar dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan
Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan
02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim. Bagian BAB II Kewajiban dan Larangan Pasal 4 point (C) penjelasannya
di Pasal 7 dan pada ayat 2, butir (c).
Selain itu hakim Rizet Benyamin Rafael melanggar dalam Peraturan
Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Bagian BAB II Kewajiban
dan Larangan, Pasal 4 point (C) penjelasannya di Pasal 7 yakni berperilaku arif
dan bijaksana. Yang terdapat dalam ayat 3, butir (a) yakni “Hakim dilarang
mengadili perkara dimana anggota perkara hakim yang bersangkutan bertindak
mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki
kepentingan dengan perkara tersebut”.
49
Dalam kasus ini hakim Rizet Benyamin tetap mengadili perkara
saudaranya, walupun sudah ada aturan dalam dalam Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sehingga melanggar ayat 3, butir (a)
yakni “Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota perkara hakim yang
bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak
yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.
Kemudian hakim Rizet Benyamin Rafael melanggar Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dimana Rizet Benyamin Rafael telah memberikan keterangan kalau mau
berdamai, dan dimana biaya perkara ditanggung Ventje. Padahal tindakan hakim
Rizet Rafael Sudah melanggar Bagian BAB II Kewajiban dan Larangan, Pasal 4
point (C) penjelasannya di Pasal 7 yakni berperilaku arif dan bijaksana. Yang
terdapat dalam ayat 3, butir (g) yakni “Hakim tidak boleh memberi keterangan,
pendapat komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau
putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam kondisi apapun.”
Terdapatpada BAB V bagian Sanksi, pada Pasal 19 dalam Peraturan
Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Yang akan memperjelas
sanksi apa yang diterima oleh hakim Rizet Benyamin Rafael.
Bagian BAB V Sanksi terdapat pada Pasal 19 yaitu sebagai berikut:
(1) Sanksi terdiri dari:
a) Sanksi ringan;
b) Sanksi sedang
50
c) Sanksi berat
(1) Sanksi Ringan terdiri dari :
a) Teguran lisan;
b) Teguran tertulis;
c) Pernyataan tidak puas secara tertulis;
( 3) Sanksi Sedang terdiri dari :
a) Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun;
b) Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1
(satu) tahun;
c) Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun;
d) Hakim non palu paling lama 6 (enam ) bulan;
e) Mutasi kepengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah;
f) Pembatalan atau penangguhan promosi.
( 4) Sanksi Berat terdiri dari :
a) Pembebasan dari jabatan;
b) Hakim non palu lebih dari 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun;
c) Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 3 (tiga tahun);
d) Pemberhentian tetap dengan hak pensiun;
e) Pemberhentian tidak dengan hormat.
(5) Terhadap hakim yang disusulkan untuk dijatuhi pemberhentian tetap dan
pembelaan dirinya telah ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim, dikenakan
pemberhentian sementara berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
51
(6) Tingkat dan jenis sanksi yang dijatuhkan terhadap hakim yang terbukti
melakukan pelanggaran berdasarkan tingkat dan jenis pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1), (2) dan (3) dapat
disampingi dengan mempertimbangkan latar belakang, tingkat keseriusan,
dan/atau akibat dari pelanggaran tersebut
Selanjutnya yang terdapat pada setiap Ayat yang terdapat pada Pasal 19
ini, maka peneliti menganalisis terhadap sanksi yang diberikan oleh Majelis
Kehormatan Hakim kepada hakim Rizet Benyamin Rafael, yakni sebagai berikut:
Ketujuh anggota MKH mengusulkan pemberhentian tidak hormat
terhadap Rizet Benyamin Rafael . MKH berpendapat bahwa tidak ada fakta-fakta
baru yang terungkap di ajang “ pembelaan” ini. Karena itu, MKH menolak
seluruh pembelaan yang dilakukan Benyamin.
Pemberhentian tidak dengan hormat, terdapat pada Pasal 19 ayat (4) huruf
e. Dimuat didalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan
Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan
02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim.
Terdapat penjelasan pada Pasal 19 Ayat (5) yakni terhadap hakim yang
diusulkan untuk dijatuhi pemberhentian tetap dan pembelaan dirinya telak ditolak
oleh Majelis Kehormatan Hakim, dikenakan pemberhentian sementara
berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Maka dalam analisis putusan ini, peneliti melakukan analisis dengan
Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Bagian BAB II
Kewajiban dan Larangan, Pasal 4 point (C) penjelasannya di Pasal 7 yakni
berperilaku arif dan bijaksana. Yang terdapat dalam Ayat (3), butir (a) yakni
52
“Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota perkara hakim yang
bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak
yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut”.
Dimuat dalam kasus yang dilakukan ini dimana hakim Rizet Benyamin
terus dan tetap mengadili perkara saudaranya terhadap kasus hakim yang diadili
oleh Hakim Rizet Benyamin, walupun sudah ada aturan dalam dalam Peraturan
Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sehingga melanggar Ayat 3,
butir (a) yakni “Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota perkara hakim
yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai
pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.
B. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi
Yudisial Republik Indonesia
Kewajiban dan larangan bagi hakim dimuat dalam Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
a. Kewajiban dan Larangan
Pada BAB II Kewajiban dan Larangan Pasal 4 dimana dimuat sebagai
berikut:
b. Berperilaku Adil;
c. Berperilaku Jujur;
d. Berperilaku Arif dan Bijaksana;
e. Bersikaf Mandiri;‟
f. Berintegritas Tinggi;
g. Bertanggung Jawab;
h. Menjungjung Tinggi Harga Diri‟
53
i. Berdisiplin Tinggi;
j. Berperilaku Rendah Hati dan;
k. Bersikap Profesional.
b. Tingkat dan Jenis Pelanggaran
Selanjutnya dalam Tingkat dan Jenis Pelanggaran yang dimuat dalam
Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012
Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Yang dimuat dalam Bagian BAB IV Pasal 18 Tingkat dan Jenis
Pelanggaran yang dianggap sebagai salah satu pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim yaitu sebagai berikut:
(2) Pelanggaran Ringan Meliputi Pelanggaran Atas:
a. Pasal 6 Ayat ( 2) huruf b dan c. Huruf b hakim harus berperilaku jujur
(fair) dan menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan kesan tercela.
Huruf c hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan
tindakannya, baik didalam maupun diluar pengadilan selalu menjaga dan
meningkatkan kepercayaan masyarakaat, penegak hukum lain serta para
pihak hukum berperkara, sehingga tercermin sikap ketidakberpihakan hakim
dalam lembaga pradilan (impartiality).
b. Pasal 7 Ayat (2) huruf a, b, dan c. Huruf a Hakim wajib menghindari
tindakan tercela. Huruf b Hakim dalam hubungan pribadinya dengan
anggota profesi hukum lain yang secara teratur beracara dipengadilan, wajib
menghindari situasi yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap
keberpihakan. Huruf c Hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya
wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya.
c. Pasal 7 Ayat (3) huruf c, g, h dan k. Huruf c Hakim dilarang menggunakan
wibawa pengadilan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak ketiga
lainnya. Huruf g Hakim tidak boleh memberikan keterangan, pendapat,
54
komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau
putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun. Huruf h Hakim tidak boleh
memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara
terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuh forum ilmiah yang hasilnya
tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan
hakim dalam perkara lain. Huruf k Hakim tidak boleh atau terlibat dalam
kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa hakim
tersebut mendukung suatu partai politik.
d. Pasal 8 Ayat (2) huruf b dan c. Huruf b Hakim wajib bebas dari hubungan
yang tidak patut dengan lembaga eksekutif maupun legislatif serta
kelompok lain yang berpetensi mengancam kemandirian (independensi)
hakim dan badan peradilan. Huruf c Hakim wajib berperilaku mandiri guna
memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap Badan Pradilan.
e. Pasal 9 Ayat (4) huruf c, d dan e. Huruf c Hakim harus membatasi
hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak langsung dengan
advokat yang sering berperkara di wilayah hukum pengadilan tempat hakim
tersebut menjabat. Huruf d Hakim wajib bersikap terbuka dan memberikan
informasi mengenai kepentingan pribadi yang menunjukan tidak adanya
konplik kepentingan dalam mengenai kepentingan pribadi yang menunjukan
tidak adanya konplik kepentingan dalam menangani suatu perkara. Huruf e
Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban-beban
keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar untuk mengetahui urusan
keuangan para anggota keluarganya.
f. Pasal 9 Ayat (5) huruf g, h, k, l dan m. Huruf g Hakim dilarang
mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa orang tersebut
seakan-akan berada dalam posisi khsusu yang dapat mempengaruhi hakim
55
secara tidak wajar dalam melaksankan tugas-tugas peradilan. Huruf h
Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah
organisasi atau kelompok masyarakat apabila hakim tersebut masih atau
pernah aktif dalam organisasi atau kelompok masyarakat tersebut. Huruf k
Hakim dilarang mengijinkan pihak lain yang akan menimbulkan kesan
bahwa seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat
memperoleh keuntungan finansial. Huruf l Hakim dilarang mengadili suatu
perkara apabila hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan
dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan
dengan suatu perkara yang disidangkan.
g. Pasal 11 Ayat (4) huruf d, e, dan f. Huruf d Hakim dilarang bertindak
sebagai arbiter dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan
yang secara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang
atau peraturan lain. Huruf e Hakim dilarang bertindak sebagai mediator
dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas
diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain.
Huruf f Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau
kuasa pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga hakim
tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut secara wajar (
reasonable)tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai hakim.
h. Pasal 13 Ayat (1), (2) ,(3), dan (4). Ayat (1) Berperilaku rendah hati
bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri jauh dari
kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Ayat (2)
Rendah hati akan mendorong terbentuknya sifat raelistis, mau membuka diri
untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuh
kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh
rasa syukur dan iklas dalam mengemban tugas. Ayat (3) Dalam penerapan
perilaku rendah hati, hakim harus mengerjakan pekerjaan sebagai sebuah
pengabdian yang tulus, pekerjaan hakim bukan semata-mata sebagai mata
pencharian dalam lapangan kerja untuk dapat pengahasilan materi,
melainkan sebuah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada
56
masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Ayat (4) Dalam penerapan perilaku
rendah hati, hakim tidak boleh bersikaf, bertingkah laku atau melakukan
tindakan mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari
siapapun juga.
(3) Pelanggaran Sedang Meliputi Pelanggaran Atas:
a. Pasal 5 Ayat (3) huruf a dan e. Huruf a Hakim dilarang memberikan kesan
bahwa salah satu yang tengah berperkara atas kuasanya termasuk penuntut
dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi hakim
yang bersangkutan. Huruf e Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak
yang berperkara diluar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan
gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang
dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak
melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.
b. Pasal 6 Ayat (2) huruf d dan e. Huruf d dimana Hakim diharuskan dan
diwajibkan melaporkan secara tertulis gratifikasi yang diterima kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap Ketua Muda Pengawasan
Mahkamah Agung, dan Ketua Komisi Yudisial paling lambat 30 (tiga
puluh) yakni pada hari kerja dapat terhitung dari sejak tanggal gratifikasi
tersebut diterima. Huruf e Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum, selama dan setelah
menjabat.
c. Pasal 6 Ayat (3) huruf a dan b. Huruf a Hakim tidak boleh meminta/
menerima dan harus mencegah suami atau istri hakim, orang tua, anak atau
anggota keluaraga hakim lainnya, untuk meminta atau menerima janji,
hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas
dari:
1) Advokat;
2) Penutut ;
3) Orang yang sedang diadili;
4) Pihak lain yang kemungkinan kuat akan diadili;
57
5) Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan
diadili oleh hakim yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut
dianggap bertujuan atau mengandung maksud untuk mempengaruhi hakim
dalam menjalankan tugas peradilannya. Agar terhindar dari dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Sealnjutnya huruf b Hakim dilarang menyuruh atau mengijinkan pegawai
pengadilan atau pihak lain yang dibawah pengaruh, petunjuk atau
kewenangan hakim yang bersangkutan untuk meminta atau menerima
hadiah, hibah, warisan, pemberian, pinjaman atau bantuan apapun
sehubungan dengan segala hal yang akan dilakukan atau akan dilakukan
atau tidak dilakukan oleh hakim yang bersangkutan berkaitan dengan tugas
atau fungsinya dari larangan pada huruf b yakni sebagai berikut:
1) Advokat;
2) Penuntut;
3) Orang yang sedang diadili oleh hakim tersebut;
4) Pihak lain yang kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim tersebut;
5) Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan
diadili oleh hakim yang bersangkutan, yang secara wajar patut diduga
bertujuan untuk mempengaruhi hakim dalam menjalankan tugas
pradilannya.
d. Pasal 7 Ayat (3) huruf b, e, f dan j. Huruf b Hakim dilarang mengizinkan
tempat kediamannya digunakan oleh seorang anggota suatu profesi hukum
58
untuk menerima anggota-anggota lainnya dari profesi hukum tersebut.
Huruf e Hakim dilarang mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat yang
dapat mempengaruhi menghambat atau mengganggu berlangsungnya proses
pradilan yang adil, indenpenden, dan tidak memihak. Huruf f Hakim tidak
boleh memberikan keterangan atau pendapat mengenai subtansi suatu
perkara diluar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara yang
diperiksa atau diputusnya maupun perkara lain. Huruf j Hakim tidak boleh
secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu paratai politik.
e. Pasal 9 Ayat (4) huruf b dan g. Huruf b Hakim harus menghindari
hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan advokat, penuntut
dan pihak-pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh hakim yang
bersangkutan. Huruf g Hakim apabila munculkeragu-raguan bagi hakim
mengenai kewajiban mengundurkan diri, memeriksa dan mengadili suatu
perkara, wajib meminta pertimbangan ketua.
f. Pasal 9 Ayat (5) huruf a, d, dan jHuruf a Hakim tidak boleh mengadili
suatu perkara apabila memiliki konplik kepentingan baik karena hubungan
pribadi kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (
reasonable) patut diduga mengandung konplik kepentingan. Huruf d
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim itu memiliki
hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, penuntut,
advokat, yang menangani perkara tersebut. Huruf j Hakim dilarang
menggunakan wibawa jabatan sebagai hakim untuk mengejar kepentingan
pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga dalam hubungan finansial.
g. Pasal 11 Ayat (3) huruf b Hakim wajib menganjurkan agar anggota
keluarganya tidak ikut dalam kegiatan yang dapat mengekploitasi jabtan
hakim tersebut., dalam hal ini tidak dilakukannya kesalahgunaan dalam
penggunaan jabatan.
h. Pasal 11 Ayat (4) huruf c Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi
sebagai layaknya seorang advokat, kecuali jika:
1) Hakim tersebut menjadi pihak dipersidangan;
59
2) Memberikan nasihat hukum Cuma-Cuma untuk anggota keluarga atau
teman sesama hakim yang tengah menghadapi masalah hukum.
(4) Pelanggaran Berat meliputi Pelanggaran atas:
a. Pasal 5 Ayat (2) huruf a, b, c, d, e dan f. Huruf a Hakim wajib
melaksankan tugas-tugas hukumnya dengan menghormati asas praduga tak
bersalah, tanpa mengharapkan imbalan. Huruf b Hakim wajib tidak
memihak, baik didalam maupun diluar pengadilan, dan tetap menjaga serta
menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Huruf c Hakim
wajib menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencabutan haknya
untuk mengadili perkara yang bersangkutan. Huruf d Hakim dalam suatu
proses persidangan wajib meminta kepada semua pihak yang terlibat proses
persidangan untuk tidak menunjukan rasa suka atau tidak suka,
keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin,
agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia, atau
status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan
pencari keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses pradilan baik
melalui perkataan atau tindakan. Huruf e Hakim harus memberikan
keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata untuk
menghukum. Huruf f Hakim harus memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang
mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di pengadilan.
b. Pasal 5 Ayat (3) huruf b, c, dan d. Huruf b Hakim dalam menjalankan
tugas yudisialnya dilarang menunjukan rasa suka atau rasa tidak suka,
keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin,
agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia, atau
status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan
pencari keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses pradilan baik
melalui perkataan atau tindakan. Huruf c Hakim dilarang bersifat
mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat
menimbulkan kesan yang memihak, berprasangka, mengancam, atau
menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksi-saksi, dan harus pula
60
menerapkan standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai
pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim
yang bersangkutan. Huruf d Hakim dilarang menyuruh / mengizinkan
pegawai pengadilan atau pihak-pihak lain untuk mempengaruhi,
mengarahkan, atau mengontrol jalannya sidang, sehingga menimbulkan
perbedaan perlakuan terhadap para pihak yang terkait dengan perkara.
c. Pasal 6 Ayat (2) huruf a. Huruf a Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan
menghindari perbuatan yang tercela.
d. Pasal 7 ayat (3) huruf a, d, dan i. Huruf a Hakim dilarang mengadili
perkara dimana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak
mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki
kepentingan dengan perkara tersebut. Huruf d Hakim dilarang
mempergunkan keterangan yang diperolehnya dalam proses pradilan untuk
tujuan lain yang tidak terkait dengan wewenang dan tugas yudisialnya.
Huruf i Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik.
e. Pasal 8 Ayat (2) huruf a. Huruf a Hakim harus menjalankan fungsi
pradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau
bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak
manapun.
f. Pasal 9 Ayat (4) huruf a dan f . huruf a Hakim harus berperilaku tidak
terela. Huruf f Hakim yang memiliki konflik kepentingan sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 ayat (5) huruf c dan huruf d wajib mengundurkan diri
dari memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan untuk
mengundurkan diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak
negatif yang mungkin timbul terhadap lembaga pradilan atau persangkaan
bahwa peradilan tidak dijalankan secara jujur dan tidak berpihak.
g. Pasal 9 Ayat (5) huruf b, c, e, f dan i. Huruf b Hakim dilarang melakukan
tawar- menawar putusan, memperlambat pemeriksaan perkara, menunda
eksekusi atau menunjuk advokat tertentu dalam menangani suatu perkara di
pengadilan, kecuali di tentukan oleh undang-undang. Huruf c Hakim
dilarang mengadili perkara apabila memiliki hubungan perkara, ketua
61
majelis, hakim anggota lainnya, penuntut, advokat, dan panitera yang
menangani perkara tersebut. Huruf e Hakim dilarang mengadili suatu
perkara apabila pernah mengadili atau menjadi penuntut, advokat atau
panitera dalam perkara tersebut pada persidangan dipengadilan tingkat yang
lebih rendah. Huruf f Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila
pernah menangani hal-hal yang berhubungan dengan perkara atau dengan
para pihak yang akan diadili saat menjalankan pekerjaan atau profesi lain
sebelum menjadi hakim. Huruf i Hakim dilarang mengadili suatu perkara
yang salah satu pihaknya adalah parati politik apabila hakim tersebut masih
atau pernah aktif dalam partau politik tersebut.
h. Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan b.Huruf a Hakim dilarang menyalahgunakan
jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain. Huruf b Hakim
dilarang mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat
rahasia, yang didapat dalam kedudukan sebagai hakim, untuk tujuan yang
tidak ada hubungan dengan tugas-tugas pradilan.
i. Pasal 11 Ayat (3) huruf a. Huruf a Hakim harus menjaga kewibawaan
serta martabat lembaga pradilan dan profesi baik baik didalam maupun
diluar pengadilan.
j. Pasal 11 Ayat (4) huruf a, b, dan g. Huruf a Hakim dilarang terlibat dalam
tarnsaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan
posisi sebagai hakim. Huruf b Hakim dilarang menjadi advokat, atau
pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara. Huruf g Hakim dilarang
melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh Peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Pelanggaran terhadap Pasal 12 dan Pasal 14 dapat diklasifikasikan
pelanggaran ringan, sedang, atau berat, tergantung dari dampak yang
ditimbulkannya. Dimana dalam Pasal ini dijelaskan lebih rinci bahwa terkait
pelanggaran terbagi menjadi tiga bagian yakni ringan, sedang dan berat.
Dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim dalam Peraturan Bersama Lembaga Komisi Yudisial dengan
Lembaga Mahkamah Agung yang berada dalam ruang lingkup kehakiman
62
C) Kasus Hakim Rizet Benyamin Rafael Cikal Bakal Adanya Dugaan
Pelanggaran Terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Hakim Rizet Benyamin Rafael telah melanggar Peraturan Bersama
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik
Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang
Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Pelanggaran dimuat pada BAB IV Tingkat dan Jenis Pelanggaran,
terdapat dalam Pasal 18. Dimana terdapat empat ayat dalam isi Pasal tersebut,
pada Ayat (1) merupakan pelanggaran ringan, pada Ayat (2) merupakan
pelanggarn sedang, dan pada Ayat (3) merupakan pelangggaran berat.
Sedangkan pada ayat (4) untuk pelanggaran terhadap Pasal 12 dan 14 dapat
diklasifikasikan pelanggaran ringan, sedang atau berat. Tergantung dari
dampak yang ditimbulkannya.
Pelanggaran berat meliputi Pasal 7 Ayat (3) huruf a, d, dan i; dimana
hakim Rizet Benyamin Rafael sudah melanggar Pasal 7 Ayat (3) huruf a,
yakni, Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota perkara hakim yang
bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai
pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut. Dimana dalam
kasus ini, telah melakukan pelanggaran berat, yang dijelasakn dalam BAB IV
Tingkat dan Jenis Pelanggaran, pada Pasal 18 Ayat (3) huruf a.
Analisis peneliti yakni anggota yang berperkara disini adalah anggota
yang bersangkutan dengan hakim Rizet Benyamin Rafael, yakni sebagai
saudara Ventje ( suami dari korban). Sedangkan Ventje dalam putusan
perkara ini di vonis bebas (murni), karena adanya unsur tali persaudaraan
yang meliputi kasus ini.
D) Perbandingan Kasus Hakim Pelanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim
1) Hakim Vica Hakim PN Jombang
Peneliti menggunakan perbandingan dalam sebuah analisi kasus yang
menjeratt Hakim Rizet Benyamin Rafael, disini peneliti menggunakan kasus
Hakim Vica Natalia, dimana hakim Vica Natalia merupakan hakim dari
Pengadilan Negeri Jombang. Adanya kasus yang menjerat Hakim Vica
Natalia dimana Majelis Kehormatan Hakim (“MKH”) memutuskan
menjatuhkan sanksi pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun
63
terhadap Hakim PN Jombang Vica Natalia. Hakim Vica (sudah berumah
tangga) dinilai terbukti melanggar KEPPH dan PB KEPPH karena
berselingkuh dengan seorang hakim dan advokat. Sehingga patut untuk
diberikan sanksi yakni diberhentikan secara dengan hormat dan memiliki
hak pensiun, jelas kasus Hakim Vica Natalia dengan Hakim Rizet
Benyamin memiliki perbedan yang sangat menonjol dalam penjatuhan
sanksi hukum.
MenurutMajelis Kehormatan Hakim(MKH), Hakim Vica terbukti
melanggar huruf c butir 3.1 Ayat (1), butir 5.1 Ayat (1) KEPPH jo. Pasal 9
Ayat (4a) dan Pasal 11 Ayat (3a) PB KEPPH. Ketentuan itu mewajibkan
hakim menghindari dan harus berperilaku tidak tercela, hakim wajib
menjaga kewibawaan dan martabat lembaga peradilan dan profesi. Jelas
sudah terbukti ada dasar hukum yang mengikat pada pelanggaran yang
dilakukan oleh Hakim Vica Natalia, jadi sudah sepantasnya untuk diberikan
sanksi yang berlaku.
Apabila perselingkuhan tersebut mengarah pada perbuatan zina dan
hakim tersebut telah menikah, maka dapat dikenakan pasal perzinahan.
Selain itu, hakim tersebut juga bisa diberhentikan oleh MKH jika terbukti
berselingkuh dan melanggar ketentuan KEPPH serta PB KEPP.1 Dimana
jika pengakuan tersebut sudah mengarah pada perbuatan zina dan hakim
sudah menikah baru bisa dihukum, sedangkan jika belum menikah
dikatakan tidak bisa dihukm. Padahal kalau kita lihat dari segi kasusnya
sudah termasuk kedalam merendahkan dirinya sendiri dan martabat
profesinya sekalipun tercoreng.
2)Analisis Menggunakan Teori ius curia Novit
Analisis peneliti menggunakan asas ius curia Novit terhadap terjadinya
Kasus yang menimpa hakim Vica Natalia, dimana apabila terjadi
perselingkuhan itu mengarah kepada perbuatan perzinahan dimana sudah
1
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57eb2ac2f185a/sanksi-bagi-hakim-
yang-selingkuh diakses pada tanggal 29 July 2019, Pukul 09:28 WIB
64
menikah baru diberikan sanksi, seharusnya hakim bisa memberikan sanksi
ketika hakim itu melakukan perselingkuhan atas dasar saling mencintai,
dengan dasar itu pun seorang hakim sudah melakukan perbuatan yang tercela.
Peneliti disini menggunakan asas ius curia Novit, Sebagai seorang hakim,
maka ia dianggap sudah mengetahui hukum.
Inilah yang dimaksud dari asas hukum asas Ius Curia Novit.Seorang
hakim dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara yang
diajukan kepadanya. Bahkan jika menolak sebuah perkara maka seorang
hakim dapat dituntut.
Sebagaimana diatur dalam Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan
Pasal 14 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
1)Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu
perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
2) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat
rahasia.
Dimana terdapat pada point a, Pengadilan tidak boleh untuk menolak
untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara dengan dalih bahwa hukum
tidak atau kurang jelas, atau hukum belum ada melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya. Dan digunakanlah asas yang berkaitan maka
atas dasar ini hakim bisa memutuskan menggunakan asas Ius Curia
Novit.Seorang hakim harus memiliki asas Ius Curia Novit, jadi seorang hakim
dianggap sudah mengetahui hukum, jadi jika seorang hakim menolak
mengadili perkara yang diajukan kepadanya, maka itu termasuk sebuah
pelanggaran, dimuat dalam Pasal 10 dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.2
Seorang hakim mempunyai fungsi yang penting dalam menyelesaikan
sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara tersebut. Namun
2
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57eb2ac2f185a/sanksi-bagi-hakim-
yang-selingkuh diakses pada tanggal 29 July 2019, Pukul 09:28 WIB
65
dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada dalam keadaan
yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili, tidak
dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika
hakim memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain diluar
konteks perkara maka putusan tersebut tidak mencapai rasa keadilan yang
diinginkan.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat
tersebut ialah tangguh, terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam
menghadapi segala keadaan dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan
menguasai segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih
berlaku, dan tanggap artinya dalam melakukan pemeriksaan perkara harus
dilakukan dengan cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak
masyarakat sehingga tercipta jati diri yang dimiliki seorang profesi hakim
harus bersih dari segala sisi yang salin keterkaitan dengan kehidupan sehari-
hari.
Selanjutnya jika Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim jika tidak
dibarengi dengan akhlak atau mora, maka keduanya sama sekali tidak akan
beroengaruh dalam segi kemanfaatan yang besar dan kemnafaatan yang
sesungguhnya yakni dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman, maka Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini tidak ada kemanfaatnya sama sekali
dalam sebuah Kode Etik Profesi nya sehingga semua yang dilakukan tidak
berdasarkan aturan melainkan berdasarkan keinginan. Dimana keinginan
yang besar sehingga membuat lupa akan tanggung jawab kita terhadap satu
profesi yang kita geluti. Dimana profesi merupakan salah satu tanggung
jawab atas diri kita melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan
yang berada dalam keahlian yang sudah kiti miliki.3
3
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57eb2ac2f185a/sanksi-bagi-hakim-
yang-selingkuh diakses pada tanggal 29 July 2019, Pukul 09:28 WIB
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dengan hasil analisa penelitipada bab-bab sebelumnya maka
dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kasus hakim Rizet Benyamin Rafael termasuk kedalam ranah dugaan
pelangaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dimana ditinjau dari
Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi
Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan
02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. Yaitu Pelanggaran berat meliputi Pasal 7 ayat (3) huruf a,
d, dan i; dimana hakim Rizet Benyamin Rafael sudah melanggar Pasal 7
ayat (3) huruf a, yakni, Hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota
perkara hakim yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang
berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara
tersebut.
2. jenis pelanggaran yang termasuk ke dalam Peraturan Bersama Mahkamah
Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/2012 Tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.Meliputi pelanggaran
ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat.
67
B. Rekomendasi
Berdasarkan dengan analisa peneliti pada bab-bab sebelumnya maka
dapat diambil rekomendasi sebagai berikut:
1. Kepada semua hakim yang ada di Indonesia baik di Pengadilan Negeri,
Pengadilan Agama, Pengadilan Militer dan maupun Pengadilan PTUN agar
mematuhi semua Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang Berlaku.
2. Memberikan keadilan yang seadil-adilnya, agar tercipta kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat.
68
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali Ahmad. Wiwi Heryani, Asas Asas Pembuktian Hukum Perdata, Prenda
Media, (Jakarta:2012)
Arsana Jati I Putu “ Etika Profesi Insinyur”, (Yogyakarta : Dyah Wuri
Handayani, 2018)
Asshiddiqie jimly, Komisi Yudisial Reformasi Peradilan,(Jakarta: Lembaga Studi
dan Advokasi Masyarakat, 2004)
Erlies Septiani Nurbani dan Salim, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi, ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Ketiga,
2014)
Efendi Jonaedi, Ibrahim Johanny, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiri
Ris , (Depok : PRENAMEDIA GROUP, 2018)
Gilbert J.Greene, Albert R. Roberts “ Buku Pintar Pekerja Sosial jilid kesatu,” (
Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,2008)
Handoko Duwi ,Kekuasaan Kehakiman di Indonesia,(Pekan Baru: Hawa dan
Ahwa, September, 2015)
Kriyanto Rahmat , “ Ilmu Komunikasi Filsafat dan Etika Ilmunya Serta Perspektf
Islam,” (Jakarta :PRENAMEDIA GRUP,2109)
M. Gultom Binsar Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum di
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, (Jakarta: 2012)
69
Soekanto Soerjono, “Hukum Adat Indonesia,” (Jakarta : PT RAJAGRAFINDA
PERSADA, 1942)
Subhan Hadi, Hukum Kepailitan Prinsip, norma, dan praktik di pradilan,( Jakarta
: Kencana PRENAMEDIA GROUP, 2008)
Sumaryono E, Etika Profesi Hukum, Anggota IKAPI, (Jln Cempaka, Yogyakarta:
1995)
Satjpto Rahardjo ,Masalah Penegakan Hukum suatu tinjauan sosiologis “ didalam
Buku Laurensius Arliman S, penegakan Hukum dan Kesadaran
Masyarakat, (Yogyakarta :group penerbitan cv budi Utama, 2015)
Suyuti Wildan Mustofa, Kode Etik Hakim, Edisi Ke 2, Kencana PRENADAME-
DIA GROUP , (Rawa Mangun, Jakarta, 2013)
Triwulan Tutik Titik, Eksistensi, Kedudukan, dan Wewenang Komisi Yudisial
sebagai Lembaga Negara Dalam sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, cet-ke 1, (prestasi Pustaka:
Jakarta, 2007)
Wibowo Wahyu, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, (Pal Merah : Buku
Kompas, 2011)
Wiwi Heryani, Ahmad Ali Asas Asas Pembuktian Hukum Perdata, Prenda Media
(Jakarta:2012)
Wiwin Yulianingsih, Sutisno , ETIKA PROFESI HUKUM, (Yogyakarta: C.V
ANDY OFFSET, 2016)
70
Yudisial Komisi RepubliK Indonesia, “Bahan Bacaan Klinik Etik dan Hukum,”
(Jakarta : Komisi Yudisial Republik Indonesia,2015)
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/ 2012
Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Skripsi
Haidar Ahmad Muiny,implementasi peraturan bersama Komisi Yudisial 02/PB/
P.KY/IX/2012 dan Mahkamah Agung 02/PB/MA/IX/2012 terhada peril-
Laku Hakim, (Uin Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015)
Merdekawaty Maesy Putri Anugrah, pertanggungjawaban Hakim pelaku pelang-
Garan Kode Etik berpotensi pidana, (Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
2016)
Masripattunnissa, Efektifitas pelaksanaan pengawasan fungsi pengawsan komisi
Yudisial dalam Mengawasi hakim dan Pengaruhnya terhadap kekuasaan
kehakiman, ( Uin Syarif Hidayatullah Jakarta : 2014 ),
Website
https://www.dictio.id/t/penjelasan-sanksi-hukum/80245
https://m.hukumonline.com
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7b7b12bce16/tangani-kasus-
saudara-hakim-pn-kupang-dipecat
https://m.hukumonline.com
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57eb2ac2f185a/sanksi-bagi-
hakim-yang-selingku
71
JOM Fakultas Hukum volume II Nomor 11 Oktober 2015,
putusan.mahkamahagung.go.id