Insomnia
-
Upload
maghfirahekasarilaitjinara -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
description
Transcript of Insomnia
INSOMNIA
A. PENDAHULUAN
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur, Semua keluhan hilang atau berkurang dan akan
mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Tidur adalah suatu perilaku yang telah didemonstrasikan pada setiap makhluk hidup
di dunia, dari serangga sampai mamalia. (1)
Tidur merupakan salah satu perilaku manusia yang signifikan, menempati
kira-kira tempat yang ketiga dari kehidupan manusia. Meskipun fungsi sebenarnya
dari tidur masih belum diketahui, tidur sebenarnya adalah untuk kelangsungan hidup,
karena tidur yang berkepanjangan merugikan fisik dan fungsi kognitif dan akhirnya
mati. Tidur adalah salah satu partikel psikiatri karena jika ada gangguan pada tidur,
sebetulnya akan menyebabkan seluruh komponen psikiatri sakit. (2)
Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya,
maupun miskin, Berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda serta yang paling
sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang
berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan pada siklus tidur biologiknya,
menurunkan daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung,
depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur
1
yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil
dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. (1)
Empat gejala utama yang menandai sebagian besar gangguan tidur adalah
insomnia, hypersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur bangun. Insomnia
adalah gangguan tidur yang paling sering terjadi dan paling sering dikenal, tetapi
terdapat banyak jenis gangguan tidur lainnya. Faktor yang berhubungan dengan
peningkatan prevalensi gangguan tidur adalah jenis kelamin, adanya gangguan mental
atau medis, penyalahgunaan zat dan usia lanjut. (3)
B. EPIDEMIOLOGI
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami
kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi
gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan
peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan
kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur.
Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri,
ketergantungan obat, dan Alkohol. . (3)
Menurut data Internasional Sleep Disorder, prevalensi penyebab-penyebab
gangguan tidur adalah sebagai berikut : penyakit Asma (61-74%), gangguan pusat
pernapasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%),
sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alhokol (10%), sindroma
2
terlambat tidur (5-10%), depresi (65%), demensia (5%), gangguan perubahan
jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit
ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (0,03%-0,16%). (1,4)
Pada populasi umum, prevalensi tingkat keluhan insomnia adalah 30% sampai
40%, di klinik gangguan tidur, sekitar 15% sampai 25% dari pasien dengan
keluhan insomnia yang didiagnosis dengan insomnia primer, gangguan yang lebih
sering terjadi pada wanita dan angka prevalensi meningkat dengan usia, terutama
usia lanjut, sulit tidur adalah keluhan yang lebih umum pada orang dewasa muda,
sedangkan pagi atau malam hari kesulitan tidur lebih sering terjadi pada dewasa
yang lebih tua. Perjalanan insomnia primer adalah tidak menentu, sering terjadi
tiba-tiba selama masa stress, tetapi dapat berlangsung setelah stressor akut telah
teratasi. (1,5)
C. ETIOLOGI
3
Penyebab umum dari Insomnia antara lain : . (6)
Stress.
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur,
kehidupan yang penuh stress, seperti kematian atau sakit orang yang
dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan
insomnia.
Kecemasan.
Kecemasan sehari-hari serta gangguan kecemasan yang lebih serius dapat
mengganggu siklus tidur.
Depresi
Mungkin tidur terlalu banyak atau sulit tidur jika tertekan. Ini mungkin
karena ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran
yang menyertai depresi dapat membuat rileks untuk tidur. Insomnia sering
menyertai gangguan mental lain.
Obat-obatan
Banyak obat resep yang mengganggu tidur, termasuk beberapa obat
jantung, anti depresan dan obat tekanan darah, obat alergi, stimulant
(seperti Ritalin) dan kortikosteroid. Banyak over the counter (OTC) obat,
termasuk beberapa kombinasi obat nyeri, dekongestan dan berat badan,
mengandung stimulant kafein dan lainnya. Anti Histamin awalnya
mungkin membuat pusing, tetapi dapat memperburuk masalah kencing,
4
menyebabkan terbangun untuk buang air kecil lebih sering pada malam
hari.
Kafein, Nicotin, dan Alkohol
Kopi, the, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulant
yang terkenal. Minum kopi di sore hari dan kemudian dapat mengganggu
tidur di malam hari. Nikotin dalam produk tembakau merupakan stimulant
yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang
dapat membantu Anda tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur
dan sering menyebabkan terbangun tengah malam.
Kondisi Medis
Jika memiliki sakit kronis, kesulitan bernapas atau kebutuhan untuk sering
buang air kecil, kita mungkin mengalami insomnia. Kondisi terkait
dengan insomnia termasuk artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-
paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), tiroid terlalu aktif, stroke,
penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer. Memastikan bahwa kondisi
medis Anda diperlakukan dengan baik dapat membantu dengan insomnia
Anda. Jika Anda memiliki radang sendi, misalnya, mengambil pereda
nyeri sebelum tidur dapat membantu Anda tidur lebih baik.
Perubahan lingkungan atau Jadwal kerja
Bepergian atau bekerja shift malam atau dini hari dapat mengganggu
irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian
5
bertindak sebagai jam internal, membimbing hal-hal seperti-bangun
metabolism, siklus dan suhu tubuh.
Kebiasaan tidur yang buruk
Kebiasaan yang membantu mempromosikan tidur yang baik disebut
kebersihan tidur. Kebersihan tidur yang buruk termasuk jadwal tidur yang
tidak teratur, merangsang aktivitas sebelum tidur, lingkungan tidur yang
tidak nyaman dan penggunaan tempat tidur untuk kegiatan lain selain tidur
atau seks.
Makan terlalu banyak larut malam
Makan terlalu banyak dapat menyebabkan tidak nyaman secara fisik saat
berbaring, sehingga sulit untuk bisa tidur. Banyak orang juga mengalami
mulas, sebuah aliran balik asam dan makanan dari lambung ke
kerongkongan setelah makan. Perasaan tidak nyaman ini membuat
terbangun.
D. FISIOLOGI TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi
perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal
tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa
6
kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar
dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal
terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai
bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat
menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur
dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga
menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang
disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi
sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf). . (7)
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga
mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau
fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan, serta
membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu. . (7)
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan tatanan
rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada
orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur. Salah satu kriteria
yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari aktivitas bangun /
aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus
ini terdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement
(NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan
pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur. Secara obyektif, EEG dapat
7
digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang
dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang bervoltase tinggi
tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh
gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah. . (8)
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan
diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave
Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya
tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase empat
dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin
berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS
makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang
tidak terlalu nyenyak. . (9)
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: . (8)
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
8
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-
20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup.
Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per
detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya
rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium
1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5%
dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa
(gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal
campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus
per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung
sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila
terbangun merasa seperti setengah tidur.
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh
aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K.
Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14
9
siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi,
diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas
positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah
cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium
ini menduduki sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per
detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat
tetapi tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa
delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam.
Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini
terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini
meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang
terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle
tone. Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung
yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.
10
Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90
menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten.
Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut : NREM
tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus REM bervariasi
dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.
Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Periode
REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-kelamaan akan
meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama masa remaja.
Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa
neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam.
Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu
tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8
jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh
beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling
berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
11
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti
sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila
serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik
ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan
sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
12
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan
aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus
sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
• Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin,
serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan
tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur
lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat
berfungsi secara adekuat.
13
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang
dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh
siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya.
Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.
E. DEFINISI INSOMNIA. (10)
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan
untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung
setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam
fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan
Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal
3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International
Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir
setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi,
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur
atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-
obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati
tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
14
F. KLASIFIKASI INSOMNIA . (1)
Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah
tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola
tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi
penyebab dari jenis insomnia primer ini.
Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10
orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat
disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit
tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol.
Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang
15
direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
G. GEJALA KLINIS . (1,8)
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
16
Sering terbangun pada malam hari
Bangun tidur terlalu awal
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
Iritabilitas, depresi atau kecemasan
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
Ketegangan dan sakit kepala
Gejala gastrointestinal
H. DIAGNOSIS . (7,70)
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita.
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres
psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
17
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya :
perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan
yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat
memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau
mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur
maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan
suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang
sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan
insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :
- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun
pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV
atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
18
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari,
kalau hal ini akan mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung
kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun
demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya
dengan cara melakukan pengukuran ini.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis
di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR. (10)
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama
sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan
penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
19
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau
parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain
(misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ III . (3)
• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan.
20
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di
sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)
I. PENATALAKSANAAN. (4)
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan
latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat
tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi,
tonus otot, dan mood.
21
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran
yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka
atau dalam grup.
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk
beraktivitas.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat
tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.
b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan
pernapasan atau beribadah
Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur
pada malam hari.
22
Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit
setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
Menghindari makan besar sebelum tidur
Cek kesehatan secara rutin
Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietaS
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
23
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
24
Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak
lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih
dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap
sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan
tidur dapat ditanggulangi.
Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-
insomnia (waktu paruh) :
- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala rebound
lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan
- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala “hang
over”, Hang over adalah efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari
sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor,
resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat. pada
pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”
25
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi
“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”
Interaksi obat
- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan
potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and
respiratory failure”
- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal
enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang
menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.
- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau
“CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.
Perhatian Khusus
- Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)
26
khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)
J. Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Gambar 1. Komplikasi Insomnia
Komplikasi insomnia meliputi
Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan
reaksi kecelakaan.
Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
Kelebihan berat badan atau kegemukan
27
Daya tahan tubuh yang rendah
Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
K. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock. Synopsis Of Psychiatry.Wolters Klower :USA
2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
3. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya
4. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
6. Japardi,iskandar. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran USU. Jurnal
Kedokteran: 2002
7. Paul J.Laking. Textbook of Psychiatri. Secon Edition. 2002. New York
8. Michael B.First. Clinical Guide of The Diagnosis and Treatment of Mental
Disorders.
9. Bonie Strickland. The Gale Encyclopedia of Psychology. Second Edition.
New york
10. Allan Tasman,MD. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
Fourth Edition. Americal Psychiatric Association.
29