Inovasi pembelajaran pakem
-
Upload
moejoer-sugeng -
Category
Documents
-
view
1.421 -
download
4
Transcript of Inovasi pembelajaran pakem
A. Pendahuluan
Pendidikan yang di selenggarakan dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub sistem
dalam pembangunan bangsa, di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar, kurikulum dan
pembelajaran, sarana dan prasarana, tata kelola penyelenggaraan, dan keuangan. Keberhasilan
mewujudkan amanat tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu dukungan secara integratif
dari sub sistem lain. Amanat yang sekaligus merupakan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan
bangsa itu sulit dicapai bila fenomena yang berlawanan dengan praktek pendidikan terus
mengemuka di dalam masyarakat. Perilaku politik yang mengatasnamakan demokrasi namun
menampilkan kekerasan dan kekasaran, perilaku ekonomi yang belum mensejahterakan tetapi
masih menampilkan kemiskinan, perilaku hukum yang menampilkan ketidakadilan dan tidak
mampu melindungi masyarakat dari penganiayaan, pertahanan negara yang menampilkan
ketidak mampuan melindungi wilayah, dan praktek-praktek lain yang secara keseluruhan tidak
mampu mengangkat citra dan harga diri bangsa, adalah contoh fenomena yang berlawanan
tersebut. Dengan fenomena seperti itu pendidikan acapkali ditempatkan sebagai tumpuan
harapan untuk mengatasi masalah kehidupan bangsa tersebut.
Di dunia internasional pendidikan nasional kita dipandang masih ketinggalan dan tidak
mampu bersaing. Besarnya jumlah masyarakat yang masih buta huruf dan tidak menamatkan
pendidikan dasar 9 tahun, masih rendahnya daya tampung perguruan tinggi dan masih sedikitnya
perguruan tinggi Indonesia yang mencapai kelas dunia adalah ungkapan yang mengemuka baik
di media massa maupun seminar-seminar pendidikan. Prestasi belajar sekelompok siswa dan
mahasiswa kita di berbagai ajang lomba internasional masih belum mampu mengangkat citra
rendahnya kualitas pendidikan di tanah air, karena masih sedemikian besarnya jumlah peserta
didik, jumlah sekolah, jumlah perguruan tinggi yang masih disebut berkualitas rendah. Oleh
karena itu perlu dicari strategi yang dapat mengangkat kualitas pendidikan kita secara nasional.1
1 Soedijarto (2008). Kemampuan Profesional Guru Yang Sesuai Dengan Upaya Peningkatan Relevansi Dan Mutu Pendidikan Nasional Serta Jaminan Kesejahteraan Dan Perlindungan Yang Diperlukan Pendidik Profesional (Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Tentang Perlindungan Bagi Profesi Guru), diambil 25 November 2011 dari http://www.jakartateachers.com/4429.htm
1
Demikian halnya dengan Pendidikan Islam, dewasa ini juga menghadapi banyak
tantangan yang berusaha mengancam keberadaannya. Tantangan tersebut merupakan bagian dari
sekian banyak tantangan global yang memerangi Islam dan kadang-kadang tampak dalam kedok
politik, invasi militer, dan perang kebudayaan. Semuanya seperti terjalin dalam satu kesatuan
yang berupaya memperdaya Islam dan pemeluknya.
Tantangan pertama yang dihadapi ialah kebudayaan Islam versus kebudayaan barat abad
ke-20 dan 21. Tantangan ini apabila tidak direspon oleh para pemikir dan pendidik muslim dapat
meningkat menjadi ancaman bagi kebudayaan Islam mengingat kebudayaan barat disupport
dengan buku-buku, radio, bioskop, televisi, surat kabar bahkan situs-situs yang tersebar melalui
jaringan internet ke berbagai negara berpenduduk muslim, termasuk Indonesia.
Tantangan kedua, kebudayaan yang dimiliki sebagian pemuda muslim yang sedang belajar di
negara asing. Apabila mereka kembali ke negeri asalnya, mereka bisa meniru kebudayaan asing
secara buta dan membawa filsafat barat yang tidak sesuai dengan realitas dan warisan budaya
mereka, khususnya kebudayaan Islam. Tantangan ketiga yang dihadapi ialah sistem pendidikan
Islam di sebagian negara muslim termasuk Indonesia masih terpaku pada metode tradisional dan
kurang merespon perkembangan zaman.
Guru PAI mempunyai peran yang sangat strategis dalam menghadapi tiga tantangan di
atas, terutama tantangan yang pertama dan ketiga dimana kedua tantangan tersebut mempunyai
korelasi dengan proses pembelajaran. Pada dasarnya kedua tantangan tersebut merupakan imbas
dari kemajuan teknologi di era global yang dapat masuk dan bisa diakses dengan mudah oleh
semua kalangan.
Dalam konteks pembelajaran PAI , maka guru PAI akan diikuti dan diteladani oleh
peserta didiknya baik tampilan fisik maupun kebijaksanaannya. Tulisan , bacaan dan penjelasan
guru PAI tentang ayat-ayat al-Qur’an dan kandungan ajaran-ajarannya serta perilakunya akan
selalu diibaca atau diikuti begitu saja oleh peserta didiknya. Karena itu , guru PAI yang
professional akan berusaha menjunjung tinggi mutu pekerjaan (Job Quality), menjaga harga diri
dalam melaksanakan pekerjaan dan berusaha memberikan loayanan yang sebaik-baiknya kepada
2
para peserta didiknya , karena ia sadar bahwa dirinya akan selalu dibaca oleh mereka, dan
mereka akan memantulkan ucapan sikap dan perilaku guru PAI dalam kehidupan sehari-hari. 2
Dampak positif dari kemajuan teknologi sampai kini ialah bersifat fasilitatif
(memudahkan). Memudahkan kehidupan manusia yang sehari-hari sibuk dengan berbagai
problema yang semakin kompleks. Namun nampaknya dampak negatif dari teknologi juga telah
menampakkan diri di depan mata kita yang pada prinsipnya bisa melemahkan daya mental-
spiritual atau jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilan dan
gayanya.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kemajuan teknologi mempunyai ranah positif
dan ranah negatif. Untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan ranah negatif tersebut,
maka guru PAI harus mampu memaksimalkan fungsi teknologi sebagai alat yang fasilitatif, salah
satunya adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran PAI berbasis TI (Teknologi
Informasi) sebagai sebuah inovasi pembelajaran dalam menghadapi tantangan zaman.3
B. Masalah Mutu dan Relevansi Pendidikan
Setiap kita membahas permasalahan pendidikan tampaknya kita sepakat pada dua fokus
utama yaitu ;
1. Kualitas atau mutu dan relevansi,
2. Kuantitas dan daya jangkau yang mengarah pada pemerataan.
Berdasarkan perspektif penulis, mutu dan relevansi pendidikan berfokus pada empat hal
sebagai berikut;
1. Kurikulum dan Strategi pembelajaran;
2. Kompetensi lulusan;
2 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya; Pustaka Pelajar;2004) h. 227
3Nana Sudjana, dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran ( Bandung:CV Sinar Baru;1989)
3
3. Kesesuaian 1 dan 2 dengan kebutuhan tenaga kerja;
4.Kesesuaian pendidikan tinggi dengan tantangan pengembangan terakhir ilmu
pengetahuan dan teknologi.
C. Mencari Kurikulum dan Strategi Pembelajaran
Dari masa kemasa pemecahan masalah mutu dan relevansi pendidikan dilakukan dengan
perbaikan dan penambahan seluruh komponen seperti: sarana prasarana sekolah; kualitas,
kuantitas, kesejahteraan, dan sebaran penempatan pendidik dan tenaga ke pendidikan; kurikulum
dan pembelajaran; serta penilaian hasil belajar. Namun kontroversi tentang ketepatan pemecahan
masalah itu selalu mencuat dan membuahkan pomeo ganti pejabat ganti kurikulum, ganti pejabat
ganti kebijakan. Kontroversi itu seolah merefleksikan ketidakpercayaan publik terhadap
pendekatan yang sedang diberlakukan, padahal semua aspek dalam sistem pendidikan telah
dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan.
D. Srategi Pembelajaran yang Inovatif
Pembelajaran disebut efektif bila dapat memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ditentukan. Untuk itu pengajar perlu menyusun strategi yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan mampu membuatnya mencapai kompetensi yang di tentukan
dalam tujuan pembelajaran. Suparman (2004) menjelaskan tentang pengembangan strategi
instruksional yang dapat dilakukan oleh pengajar untuk menciptakan situasi pembelajaran yang
mendukung pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Berikut langkah-langkah
pengembangan strategi instruksional.
URUTAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL
METODE, MEDIA , WAKTU, PENDAHULUAN, DESKRIPSI SINGKAT: ,
RELEVANSI: ,TIK: PENYAJIAN URAIAN: CONTOH:
LATIHAN: PENUTUP , TES FORMATIF: , UMPAN BALIK:,
TINDAK LANJUT:
4
Urutan Kegiatan Instruksional tersebut diatas dapat diruntutkan dan diaplikasikan dalam
RPP sebagaimana berikut ini:4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Mata Pelajaran : Al-Qur’an dan Hadis
Kelas/Semester : VIII/1
Pertemuan Ke- : 1, 2, dan 3
Alokasi Waktu : 6 × 40 menit
Standar Kompetensi : Membaca Al-Qur’an surah pendek pilihan (QS. Al- Fatihah :1-7)
Kompetensi Dasar : 1. Menerapkan hukum bacaan qalqalah,
tafkhrm, dan mad ‘ariid
lis-sukyn dalam Al-Qur’an
2. Menerapkan hukum bacaan nun mati dan
mim mati dalam Al-Qur’an
Indikator : 1. Dapat menerapkan hukum bacaan
qalqalah, dan mad
‘ariid lis- sukyn dalam Al-Qur’an
2. Dapat menerapkan hukum bacaan bacaan
nun mati dan mim mati.
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu menerapkan hukum bacaan qalqalah, tafkhrm, dan
mad ‘wrii lis-sukyn dalam Al-Qur’an.
2. Siswa mampu menerapkan hukum bacaan bacaan nun mati dan
mim mati.
II. Materi Pembelajaran
1. Hukum bacaan qalqalah, tafkhrm, dan mad ‘wrii lis-sukyn dalam
Al- Qur’an
2. Hukum bacaan nun mati dan mim mati
4 Atwi Suparman, Desain Instruksional. ( Jakarta:Universitas Terbuka;2004)
5
III. Metode Pembelajaran
1. Penayangan ‘Kajian Bacaan al-Quran’ , Tanya jawab,
2. Tutor sebaya
3. Penugasan:
COMPLETE SENTENCE MODEL
(MELENGKAPI KALIMAT)
Media : Disiapkan blangko isian berupa paragraph
(ayat pendek; QS. Al-Fatihah ;1-7)
yang kalimatnya belum lengkap
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan yang ingin dicapai
2. Menyampaikan materi secukupnya atau peserta disuruh
membacakan buku atau model dengan waktu secukupnya
3. Bentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen
4. Bagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum
lengkap (lihat contoh; QS .al-fatihah ;1-7) sebgaimana berikut
ini:5
……… ........ …………. .......... .......... .......... .............. ........
..........
5. Peserta diharap berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan
kunci jawaban yang tersedia
6. Bicarakan bersama-sama anggota kelompok
7. Setelah jawaban benar yang salah diperbaiki. Tiap peserta
disuruh membaca berulang-ulang sampai mengerti atau hapal
8. Kesimpulan 6
IV. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
5 Yayasan Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Jakarta: Intermasa, 1993)6 http//Model-model Pembelajaran. Comp .id, diakses pada tanggal 25 November 2011
6
1. Kegiatan Pendahuluan (Apersepsi)
a. Dengan bimbingan guru, siswa membentuk kelompok kecil untuk
persiapan tutor sebaya.
b. Guru menyampaikan beberapa pertanyaan sebagai pengantar
masuk pada materi.
2. Kegiatan Inti
a. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan
tutor sebaya.
b. Guru menugasi siswa untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengandung hukum bacaan qalqalah, tafkhrm, dan mad ‘wrii
lissukyn, nun mati, dan mim mati.
c. Guru mengamati bacaan siswa dan mebenarkan jika terjadi
kesalahan.
3. Kegiatan Penutup
a. Guru memberi kesempatan tanya jawab terhadap siswa yang
belum dapat memahami materi pembelajaran.
b. Guru menyampaikan pesan agar siswa gemar membaca Al-Qur’an
di rumah masing-masing.
V. Sumber Belajar
1. Buku Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis 2 untuk Kelas VIII
Madrasah Tsanawiyah
terbitan PT Tiga Serangkai Solo
2. Buku tajwid
3. Buku lain yang relevan
4. CD “Kajian Ilmu Tajwid”.
VI. Penilaian
1. Teknik
Tes perbuatan dan tes lisan
2. Bentuk Instrumen
Penugasan
3. Instrumen
7
Bacalah beberapa ayat Al-Qur’an, kemudian terapkanlah hukum
bacaan qalqalah dan mad ‘ariid lis-sukyn, nun mati, dan mim mati!
.........., ...............................
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Al-Qur’an dan Hadis
......................................
...............................................
NIP. NIP.
E. Visi Pembelajaran : Melihat Makna Kompetensi Masa Depan dan Bebas Berkreasi.
Hal yang penting harus diyakini bersama oleh pengajar dan peserta didik adalah makna
kompetensi yang terkandung dalam tujuan pembelajaran. Kompetensi dalam tujuan
pembelajaran itu bukan saja perlu dipahami artinya tetapi juga diyakini manfaatnya oleh peserta
didik bagi kehidupannya sekarang dan terutama masa datang. Dalam memahami dan menghayati
makna tersebut peserta didik harus sampai pada taraf mendapatkan harapan baru, cita–cita baru,
dalam hidupnya pada masa depan. Bagi pengajar , visi dalam sistem pembelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya, yaitu pembelajaran yang mampu menciptakan impian ke masa depan bagi
peserta didiknya.
Penjelasan dari pengajar tentang visi pembelajaran itu bukan sekedar verbalistik, tetapi
harus mampu membawa peserta didik ke angan–angan yang indah dan penuh harapan. Disinilah
diperlukan pengajar profesional yang inovatif, sabar, dan selalu berorientasi ke depan, ke arah
masa depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih bersemangat, lebih positif, bukan sebaliknya,
menciptakan peserta didik yang pesimis, negatifis, skeptis, rendah diri, dan tidak mampu melihat
masa depannya. Caranya ? Pengajar bebas berkreasi, bebas mengekspresikan pikiran dan
perasaannya menurut situasi saat pembelajaran terjadi.
Pengajar tidak perlu diharuskan mematuhi buku pintar tentang satu–satunya bimbingan
teknis yang mengikat dan membelenggu kreativitasnya. Biarkan pengajar mencari sendiri cara
yang dipandang terbaik dalam menyampaikan visi pembelajaran tersebut dan menguasai
8
berbagai cara yang dipilihnya setiap saat. Yang harus tetap hidup dalam dada peserta didik
adalah dicapainya keyakinan tentang makna kompetensi yang akan dicapainya bagi kehidupann
F. Pendekatan Sistem : Sumber Belajar yang Konsisten dengan visi.
Yang perlu dikuasai pengajar adalah digunakannya pendekatan sistem dalam
melaksanakan pembelajaran. Pengajar perlu mempunyai dan menerapkan wawasan bersistem,
bahwa untuk mewujudkan visi pembelajaran itu diperlukan cara-cara tentang mendayagunakan
semua sumber belajar yang sudah ada dan bila perlu yang harus diadakan olehnya agar interaksi
peserta didik dengan sumber belajar tersebut dapat berlangsung dengan aktif, lancar, menarik,
menyenangkan, menantang, dan akhirnya menghasilkan kompetensi yang telah ditentukan. Cara-
cara itu dapat diciptakan secara bebas oleh pengajar dan dapat diubah-ubah sewaktu-waktu
sesuai dengan daya cipta, keinginan, perasaan yang ada padanya. Disamping penguasaan materi
yang di ajarkan, perbendaharaan tentang pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai
metode, dan media yang diperoleh dari berbagai pelatihan, diperkaya dengan pengalamannya
dalam menggunakan berbagai urutan kegiatan penyajian, metode dan media pembelajaran, dan
manajemen waktu dalam pembelajaran merupakan referensi bagi pengajar dalam menciptakan
cara-cara tersebut agar sesuai dengan karakteristik peserta didik, yang dihadapinya dan visi
pembelajaran yang ditentukan. Cara-cara itu disebut strategi pembelajaran. Melalui pengalaman
secara kumulatif, setiap pengajar akan kaya strategi bahkan setiap saat dapat menciptakan
strategi baru yang semuanya membuat peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar secara
efektif dan efisien dalam mewujudkan visi pembelajaran. Dengan kata lain pengajar
dimungkinkan menemukan strategi yang paling efektif dan efisien serta disenangi untuk
mewujudkan visi pembelajaran yang di cita-citakan. Inovasi dalam strategi pembelajaran dapat
terjadi setiap saat oleh setiap pengajar. Modal awalnya adalah pengetahuan dan keterampilan
menggunakan berbagai metode dan media yang diperolehnya dari berbagai pelatihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau yayasan pengelola pendidikan. 7
F . Keberhasilan Mewujudkan Visi
7 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta:PT Bumi Aksara:2005)
9
Seorang guru boleh bahkan bebas seluas-luasnya untuk berkreasi selama proses
pembelajaran, tidak harus mengikuti satu strategi sepanjang waktu. Pengajar dapat mengubah
strategi pembelajaran dari waktu ke waktu agar ia tidak jenuh, peserta didik tidak bosan tetapi
senang, dan muncul gagasan-gagasan baru dalam strategi pembelajaran. Yang tidak boleh
berubah-ubah adalah visi pembelajaran saja yaitu: kompetensi yang diharapkan dicapai setelah
pembelajaran, karena kompetensi itu telah dirumuskan dan ditetapkan sejak awal. Visi inilah
yang menjadi panduan dan fokus bagi pengajar dan peserta didik. Visi yang semula merupakan
impian bagi peserta didik, berkat kemampuan pengajar dalam meyakinkannya diikuti dengan
strategi pembelajaran yang berfokus kepada visi tersebut. Impian indah itu pada akhirnya harus
berwujud kompetensi yang dikuasai peserta didik. Bagaimana kita tahu bahwa visi itu sudah
terwujud? Untuk menjawabnya tentu perlu pengukuran. Apa yang harus diukur? Yang harus
diukur adalah setinggi apa kompetensi yang dikuasai peserta didik? Dalam pengukuran ini
muncul berbagai pertanyaan:8
1. Perlukah pengukuran itu? Untuk apa?
2. Bagaimana bentuk alat ukurnya?
3. Siapa yang punya kewenangan melaksanakan pengukuran?
Pertama, perlu tidaknya pengukuran terhadap pencapaian visi. Para pemikir dan praktisi
pendidikan tidak selalu sepakat dalam menjawab pertanyaan ini. Yang menjawab perlu
dilakukan pengukuran mempunyai argumentasi bahwa visi yang berupa cita-cita dan impian itu
bukanlah sekedar alat untuk memicu dan memacu proses pembelajaran tetapi juga untuk
memberikan kepuasan dan kepastian terhadap tercapai tidaknya impian itu. Lebih dari itu, derajat
ketercapaian tersebut merupakan akuntabilitas proses pembelajaran kepada para pemangku
kepentingan pendidikan. Pada akhir proses pembelajaran harus ada bentuk kongkrit dari impian
itu, yaitu biasa disebut prestasi belajar. Tanpa pengukuran, peserta didik dan pengajar tidak
punya dasar untuk mengaku berhasil atau gagal dalam memberi makna dalam proses
8 Cece Wijaya, Djadja Djadjuri, dan A. Rusyan Tabrani , Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran (Bandung:PT Remaja Rosda Karya;1991)
10
pembelajaran.Yang menjawab tidak perlu dilakukan pengukuran mempunyai argumentasi bahwa
sepanjang proses pembelajaran sudah terjadi sesuai rencana maka biarlah semuanya dianggap
selesai dan dianggap sukses. Bukankah yang paling penting dalam pembelajaran itu terjadinya
proses yang dilakukan dengan sebaik-baiknya?
Tentang derajat ketercapaian tidak dapat dibebankan kepada pengajar sebab faktor-faktor
lain seperti ketersediaan sarana dan prasarana, ketercukupan penghasilan pengajar, ketersediaan
kesempatan pengajar untuk mengembangkan diri, dan sebagainya. Bagi pihak yang menganggap
perlu dilakukan pengukuran, masih ada pertanyaan lanjutan yaitu: bagaimana alat ukurnya?
Buku-buku pintar tentang cara membuat alat ukur yang berkenaan dengan kompetensi kognitif
dan psikomotor sudah banyak dan dapat dijadikan pedoman oleh pengajar dalam
mengembangkan alat ukur yang valid dan reliable. Yang sangat sulit adalah mengukur
kompetensi yang berkenaan dengan kompetensi afektif atau karakter setiap peserta didik.
Cheklist yang dikombinasikan dengan skala sikap dapat digunakan sebagai alat observasi dan
penilaian sikap atau karakter setiap peserta didik. Namun keberatan terhadap alat dan cara
pengukuran terhadap kompetensi afektif ini adalah akurasinya.
Walau digunakan melalui observasi jangka panjang masih besar kemungkinan meleset.
Peserta didik yang tampak sebagai manusia yang berkarakter baik acapkali terbukti sebaliknya,
yaitu menjadi penipu, pembunuh dan penjahat bahkan kadang-kadang sangat ulung dan kejam.
Pengukuran karakter dari setiap peserta didik ini tidak cukup hanya dilakukan oleh pengajar
selama berada di depan kelas. Keterbatasan dalam melaksanakan pengukuran seperti itu benar-
benar membuat pengajar acapkali tidak sanggup melakukannya. Untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik dan pengajar, pengukuran keberhasilan pembelajaran dilakukan oleh pengajar
secara otonom. Pengukuran secara otonom dan mandiri sudah dapat memenuhi rasa ingin tahu
tentang efektivitas pembelajaran dan sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban pengajar
secara internal baik kepada sekolah maupun kepada peserta didik.
Namun untuk memenuhi kepentingan yang lebih besar yaitu tanggung jawab terhadap
masyarakat luas dan Pemerintah, pengukuran keberhasilan perlu dilakukan oleh pihak luar, tidak
cukup hanya oleh pengajar yang bersangkutan. Disinilah letak perlunya ada ujian akhir nasional
11
(UAN ) yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah pihak luar
ditinjau dari pihak pengajar, siswa dan sekolah.
Melalui penyelenggaraan UAN baik peserta didik maupun pengajar diukur keberhasilan
mewujudkan visi pembelajarannya secara lebih independen. Bagi Pemerintah kepentingan
penyelenggaraan UAN sekaligus sebagai cara untuk memotivasi peserta didik, pengajar, dan
pimpinan sekolah untuk menyelenggarakan strategi pembelajaran yang paling sesuai dengan
memperhitungkan karakteristik peserta didik dan ketersediaan sumberdaya pendukung.
Hasil UAN ini dapat digunakan pula sebagai dasar oleh Pemerintah atau lembaga pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat untuk mengadakan sumber daya yang ideal di setiap sekolah,
seperti sarana prasarana, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, dan peningkatan
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. Ditambahkan bahwa Hasil UN digunakan sebagai
salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.9
Dengan demikian penyelenggara UAN mempunyai dampak positif walaupun melalui
pemberian tekanan kepada semua pihak baik guru, peserta didik, sekolah, pemerintah dan
masyarakat untuk berperan dan bertanggungjawab di bidang masing-masing dalam
penyelenggaraan pendidikan. Semua pihak itu harus berupaya mengelola tekanan yang acapkali
berwujud stress sebaik-baiknya agar visi pembelajaran tercapai.
Membahas kualitas pendidikan tanpa menyentuh relevansinya tampaknya ibarat makan
sayur tanpa garam. Pendidikan berkualitas namun tidak relevan dengan kebutuhan tenaga kerja
menjadikan pendidikan itu kehilangan makna. Bagi pendidikan tinggi, pendidikan itu harus
9 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 75 TAHUN 2009TENTANG UJIAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/ MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTS), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMPLB), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA), SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB), DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) TAHUN PELAJARAN 2009/2010 ( Pasal 3)
12
relevan pula dengan kebutuhan pengembangan ilmu dan teknologi agar para lulusanya dapat
berkiprah sebagai ilmuan.
G. Pembahasan
1. Pengertian Pembelajaran PAI Berbasis TI
Konsep pembelajaran terkait erat dengan konsep belajar. Setidaknya terdapat empat hal
yang menjadi unsur penyusunan definisi belajar, yaitu:
a. Adanya perubahan dalam perilaku, pengetahuan, sikap, dan kemampuan bereaksi.
b. Perubahan yang terjadi bersifat relatif dan tetap.
c. Perubahan yang terjadi bukan karena kematangan atau kondisi sesaat.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.10 Sedangkan TI merupakan akronim dari kata teknologi dan
infromasi. 11 Teknologi menurut Galbraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari
pengetahuan ilmiah atau yang terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis. Dalam konteks
pendidikan, kita mengenal istilah teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan dalam arti sempit
dapat disamakan dengan media pendidikan, yaitu hasil teknologi yang digunakan sebagai alat
bantu dalam proses pembelajaran agar lebih berhasil guna atau efisien dan efektif. Kemudian
kata informasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu information yang berarti fakta atau gambaran
dari suatu objek (fact or details about something). Jadi, pembelajaran PAI berbasis TI adalah
proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber serta media pembelajaran berbasis TI
pada pelajaran PAI di sekolah.
2. Tujuan dan Fungsi Pembekajaran Berbasis TI
a. Tujuan Pembelajaran PAI Berbasis TI PAI di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya,
berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa tujuan pembelajaran PAI berbasis
10 UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 1 Ayat 3011 Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu technologos. Technie berarti seni, keahlian, atau sains,
dan logos berarti ilmu.
13
TI adalah untuk mewujudkan tujuan PAI di sekolah melalui sumber dan media
pembelajaran PAI berbasis TI.
b. Fungsi Pembelajaran PAI Berbasis TI Kurikulum PAI untuk sekolah berfungsi sebagai
berikut :
1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada
Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan di dunia dan di
akherat.
3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai
dengan ajaran agama Islam.
4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan,
dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan
ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
5) Pencegahan, yaitu menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain
yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem, dan
fungsionalnya.
7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus di
bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Dari fungsi PAI untuk sekolah di atas, maka fungsi pembelajaran PAI berbasis TI
antara lain :
1) Memfasilitasi guru PAI dalam mewujudkan fungsi kurikulum PAI untuk sekolah
melalui sumber dan media pembelajaran berbasis TI.
2) Meminimalisir dampak negatif kemajuan teknologi dan informasi.
3) Mengarahkan peserta didik untuk memaksimalkan manfaat atau fungsi teknologi
sebagai sumber pengetahuan.
4) Sumber dan Media Pembelajaran Berbasis TI
a. Sumber Pembelajaran PAI Berbasis TI
14
Sumber pembelajaran PAI berbasis TI yaitu internet. Pada masa sekarang
ini, internet hampir menjadi kebutuhan bagi sebagian besar pendudk dunia, baik
di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Internet
menyediakan berbagai macam informasi sehingga bisa digunakan sebagai
sumber pembelajaran. Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran orang sering
menyebut istilah e-learning yang merupakan teknologi Berbasis Internet.
Informasi yang dicari internet memerlukan waktu yang sangat lama tanpa
adanya alat bantu yang canggih dan andal, untuk mengatasi masalah tersebut
maka kita bisa menggunakan search engine. Salah satu search engine yang bisa
digunakan adalah Google. Google tidak hanya dikenal sebagai mesin pencari
tetapi juga penterjemah, pengumpul berita, pengelola e-mail, peta dan aplikasi
lainnya. 12
b. Media Pembelajaran PAI Berbasis TI
Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media yang
digunakan dalam media pembelajaran PAI berbasis TI dibagi menjadi dua,
antara lain :
1) Media berupa perangkat keras (hardware) Antara lain :
a) LCD projector sebagai alat bantu visual
b) Speaker sebagai alat bantu audio
c) Personal Computer (PC)
Ketiga alat di atas bisa digunakan secara bersamaan sehingga
menghasilkan media pembelajaran yang bersifat audio visual.
2) Media berupa perangkat lunak (software) Antara lain :
a) Internet
b) Program Windows
4. Strategi Pembelajaran Berbasis TI
PENUTUP
12 Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran. (Bandung:CV Sinar Baru:1989)
15
Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik
dan cocok untuk situasi dan kondisi siswa. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik
dalam pembelajaran sekarang ini dikenal dengan nama T I (Tekhnologi Informatika)
TI (Tekhnologi Informatika) adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan
pemahaman dengan penekanan kepada peran serta siswa dalam proses pembelajaran , sementara
guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan TI supaya
pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif, Seperti telah disebutkan di muka.
Pendekatan TI pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam,
tetapi dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain.
Pertanyaan dasar yang dapat digunakan adalah bagaimana proses pembelajaran dirancang
agar sejauh mungkin diselaraskan dengan pengalaman pribadi peserta didik dan kecenderungan
peserta didik dalam memahami lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini bisa diujicobakan pada
pembelajaran bidang-bidang lain, tidak hanya sains atau ilmu sosial. Sebagai contoh, dari sudut
pandang peserta didik, bahasa tumbuh dari lingkungan sosial yang dijalaninya.
Dengan demikian pembelajaran Pendidikan Agama Islam perlu diawali dari lingkungan
Alam atau sosial peserta didik, dengan mengangkat isu hangat di lingkungannya sebagai konteks
pembelajaran, ataupun dengan memilih budaya atau cara berbahasa yang tumbuh di lingkungan
sosial peserta didik sebagai titik awal proses pembelajaran
16
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta:PT Bumi Aksara;2005)
Harjanto. Perencanaan Pengajaran. (Jakarta:PT Rineka Cipta: 1997)
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya; Pustaka Pelajar;2004)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 Tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) , Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah (SMA/MA) , Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Dan Sekolah Menengah Kejuruan
Soedijarto . Kemampuan Profesional Guru Yang Sesuai Dengan Upaya Peningkatan Relevansi Dan Mutu Pendidikan Nasional Serta Jaminan Kesejahteraan Dan Perlindungan Yang Diperlukan Pendidik Profesional (Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Tentang Perlindungan Bagi Profesi Guru), diambil 17 25 November 2011, dari http://www.jakartateachers.com/4429.htm
Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad. Teknologi Pengajaran ( Bandung:CV Sinar Baru:1989)
Suparman, Atwi. Desain Instruksional (Jakarta:Universitas Terbuka; 2004)
Wijaya, Cece, Djadjuri, Djadja, dan Rusyan, A. Tabrani , Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran ( Bandung:PT Remaja Rosda Karya:1991)
Yayasan Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Jakarta: Intermasa, 1993)
17
18