Ini Ya Yaaas

36
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun kandungan gizinya. Tanaman ini berasal dari Asia Selatan, yaitu daerah sekitar India, Pakistan, sampai Palestina (Rahayu, Berlin dan Sundaya.2005). Bawang merah mempunyai fungsi dan manfaat yang luas bagi kehidupan masyarakat di Indonesia seperti untuk sayuran, bumbu, juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena mengandung asam amino Alliin yang berfungsi sebagai antibiotik (Kuettner,2002). Selanjutnya Rukmana (2001) menambahkan bahwa hingga sekarang bawang merah digunakan untuk pengobatan sakit panas, masuk angin, dan gigitan serangga serta juga sebagai bumbu penyedap masakan. Hal ini disebabkan karena bawang merah mempunyai efek antiseptik dari senyawa Alliin dan Allisin. Senyawa Alliin maupun Alisin oleh enzim Allisiin liase diubah menjadi asam piruvat ammonia dan Allisin antimikroba yang bersifat bakterisida. Prospek pengembangan bawang merah sangat baik jika ditinjau dari segi permintaan yang terus meningkat sejalan

Transcript of Ini Ya Yaaas

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangBawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun kandungan gizinya. Tanaman ini berasal dari Asia Selatan, yaitu daerah sekitar India, Pakistan, sampai Palestina (Rahayu, Berlin dan Sundaya.2005). Bawang merah mempunyai fungsi dan manfaat yang luas bagi kehidupan masyarakat di Indonesia seperti untuk sayuran, bumbu, juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena mengandung asam amino Alliin yang berfungsi sebagai antibiotik (Kuettner,2002). Selanjutnya Rukmana (2001) menambahkan bahwa hingga sekarang bawang merah digunakan untuk pengobatan sakit panas, masuk angin, dan gigitan serangga serta juga sebagai bumbu penyedap masakan. Hal ini disebabkan karena bawang merah mempunyai efek antiseptik dari senyawa Alliin dan Allisin. Senyawa Alliin maupun Alisin oleh enzim Allisiin liase diubah menjadi asam piruvat ammonia dan Allisin antimikroba yang bersifat bakterisida. Prospek pengembangan bawang merah sangat baik jika ditinjau dari segi permintaan yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk (Abdi Tani,1999). Dari tahun 2012 sampai tahun 2013, data yang diperoleh dari BPS menunjukkan pada tahun 2012 produksi bawang merah 964.221 ton. Pada tahun selanjutnya produktivitas bawang merah mulai naik menjadi 1.010.773 ton atau setara 10,22 ton/ha (BPS,2014). Peningkatan produksi dapat dilakukan antara lain dengan perluasan areal penanaman pada lahan-lahan marginal seperti pada laha daerah pasir pantai. Peningkatan produksi bawang merah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan meningkatkan daya saing dengan produk impor.Lahan marjinal merupakan lahan yang bermasalah dan memepunyai faktor pembatas tinggi untuk tanaman. Salah satu lahan marjinal yang memiliki potensi tinggi untuk dimanfaatkan di Indonesia adalah lahan pantai, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau sehingga memiliki pantai yang sangat luas. Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha. Secara umum termasuk lahan marjinal dan tersebar di beberapa pulau, prospek baik untuk pengembangan pertanian namun belum dikelola dengan baik. Lahan-lahan tersebut kondisi kesuburannya rendah, sehingga diperlukan teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya (.2012). Lahan pasir merupakan lahan marjinal yang memiliki produktivitas tanah rendah. Produktivitas tanah pasir yang rendah disebabkan oleh faktor pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah dan efisiensi penggunaan air rendah (Al-Omran,et al., 2004). Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim, akibatnya tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar 150 cm/jam sebaliknya kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah 1,6 - 3% dari total air yang tersedia. Angin di kawasan pantai sangat tinggi, sekitar 50 km/jam. Angin dengan kecepatan ini mudah mencabut akar dan merobohkan tanaman. Angin yang kencang mampu membawa partikel-partikel garam yang dapat mengenggu pertumbuhan tanaman. Suhu di kawasan panatai pada siang hari sangat panas, ini menyebabkan proses kehilangan air tanah akibat proses penguapan sangat tinggi (Prapto dkk.,2000). Menurut Syukur (2005) lahan pasir pantai memiliki kemampuan menyediakan udara yang berlebihan, sehingga akan mempercepat pengeringan tanah dan oksidasi bahan organik. Namun lahan pasir pantai memiliki beberapa kelebihan untuk lahan pertanian yaitu luas, datar, dekat dengan ekowisata, jarang banjir, sinar matahari melimpah, dan permukaan airnya dangkal. Persiapan lahan pasir pantai cukup sederhana hanya dengan membuat bedengan tidak dibuat parit-parit yang dalam, sehingga akan terjadi efisiensi biaya dari pengolahan tanah. Berkaitan dengan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara memanipulasi lahan pasir pantai. Cara memanipulasi yang dapat dilakukan dengan pengairan yang cukup dan pemberian penutup tanah (mulsa) sehingga dapat mengantisipasi kelemahan-kelemahan lahan pasir pantai. Ketersediaan air irigasi di lahan pantai yang terbatas mengakibatkan perlunya upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan dengan cara penyiraman manual dan penggunaan sumur renteng. Teknologi irigasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi bawang merah dilahan pasir pantai adalah teknik irigasi yang efisien dalam penggunaan air dan teknologi pengelolaan hara untuk meningkatkan daya dukung tanah dalam menghasilkan komoditas bawang merah. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi pemberian air secara otomatis dengan menerapkan metode sensor variable kapasitansi menggunakan perangkat (software) yang kompatibel sehingga dapat diatur kalibrasi pemberian air yang efisien pada lahan pasir pantai agar tetap tersedia oleh tanaman guna melangsungkan proses pertumbuhan dari tanaman tersebut. Penambahan mulsa bermanfaat untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, mencegah erosi, menjaga kelembaban, mempertahankan struktur tanah, menurunkan suhu media tanam, meningkatkan ketersediaan air dalam tanah dan menghalangi pertumbuhan gulma. Selain itu, mulsa juga berfungsi memperbaiki sifat kimia tanah, misalnya mengurangi kehilangan bahan organik akibat erosi. Dapat diperoleh dari hasil pelapukan mulsa organik misalnya jerami padi , alang-alang dan sisa tanaman-tanaman lain yang dapat menambah kadar bahan organik dalam tanah. Penggunaan mulsa dan penambahan bahan organik menjadi alternatif untuk memperbaiki sifat lahan pasir. Menurut Zulkarnain (2000), aplikasi penggunaan mulsa banyak digunakan karena memilki beberapa keuntungan, diantaranya yaitu mempertahankan kelembaban tanah karena dengan adanya mulsa laju evaporasi dapat ditekan, suhu tanah dapat diturunkan dan kemampuan penyerapan air dan hara mineral dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2003), pemberian mulsa jerami padi sebanyak 15 ton/ha dapat meningkatkan hasil biji kering oven kacang tanah sebesar 3,09 ton/ha dibandingkan tanpa diberi mulsa yaitu sebesar 2,12 ton/ha atau meningkat sebesar 45,75%.

B. TujuanTujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:1. Mendapatkan teknik irigasi yang tepat bagi pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di lahan pasir pantai2. Mendapatkan jenis mulsa terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di lahan pasir pantai3. Mendapatkan kombinasi teknik irigasi dan jenis mulsa terbaik bagi pertumbuhan bawang merah di lahan pasir pantai.

C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:1. Melengkapi teknologi spesifik lokasi untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan, penurunan biaya pengairan di lahan pasir pantai.2. Menghasilkan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan air secara efisien melalui teknologi irigasi otomatis.3. Diperoleh informasi tentang kombinasi teknik irigasi, dan jenis mulsa terbaik bagi pertumbuhan.

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Bawang MerahTanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) diduga berasal dari Asia Tengah dan mempunyai banyak kegunaan diantaranya sebagai penyedap masakan dan pengobatan. Hal tersebut dikarenakan setiap 100 g umbi bawang merah mengandung 88 g air; 1,5 g protein; 0,3 g lemak; 9 g karbohidrat; 0,7 g serat; 36 mg Ca; 40 mg P; 0,8 mg Fe; 5 IU vitamin A; 0,03 mg vitamin B1; dan 2 mg vitamin C. Senyawa allicin yang dikandung bawang merah dapat membentuk ikatan kimia dengan thiamine (Vitamin B1) yang disebut allithiamin, dan dalam bentuk ikatan tersebut menyebabkan vitamin B1 menjadi efektif (Didiet, 2006). Klasifikasi bawang merah menurut Wibowo (2009), yaitu sebagai berikut :Divisi: SpermatophytaSub divisi: AngiospermaeKelas : MonocotyledonOrdo: LilialaesFamily: LiliaceaeGenus: AlliumSpesies: Allium ascalonicum L.Menurut Rukmana (1994), bahwa spesies bawang merah yang banyak ditanam di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu bawang merah biasa atau shallot (A. ascalonicum), dan bawang merah sebenarnya atau disebut bawang bombay. Bawang merah merupakan nama dagang di Indonesia dan memilki banyak sebutan pada tiap-tiap daerah, diantaranya Bawang Bereum (Sunda), Brambang (Jawa), Bharjang Merah (madura), Jasung Bang (Bali), Kalpoemeh (Nusa Tenggara), dan Bawa (Maluku). Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabutyang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah. Beberapa helai kelopak daun terluar (2-3 helai) tipis dan mengering tetapi cukup liat. Kelopak yang menipis dan kering membungkus lapisan kelopak daun yang ada di dalamnya (yang juga saling membungkus) yang membengkak. Pada pangkal umbi terdapat cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna (rudimeter). Dari bawah cakram tumbuh akar serabut yang tidak terlalu panjang, sedangkan di bagian atas cakram di antara lapisan kelopak daun yang membengkak terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian tengah cakram terdapat mata tunas utama yang akan menghasilkan bunga, disebut tunas apikal, tunas-tunas lain yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut tunas lateral (Wibowo, singgih. 2009). Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau bakal berbentuk hampir segitiga. Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna (Hermaphrodite) dan dapat menyerbuk sendiri atau silang (Sudirja,2001).

B. Ekologi Bawang MerahTanaman dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan memerlukan penyesuaian dengan tempat dan keadaan lingkungannya. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil bawang merah adalah iklim, ketinggian tempat, dan tanah. Bawang merah cocok ditanam pada daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Tempatnya yang terbuka, tidak berkabut, dan angin yang sepoi-sepoi. Bawang merah jika ditanam di tempat terlindung akan menyebabkan pembentukan umbi yang kurang baik dan berukuran kecil. Bawang merah baik ditanam di daerah beriklim kering dengan suhu yang agak panas, yaitu sekitar 25-320 C. Bawang merah dapat tumbuh baik pada ketinggian 10-250 m dpl, pada ketinggian 800-900 m dpl juga dapat tumbuh namun pertumbuhannya terhambat dan umbinya kurang bagus. Bawang meraah tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal menghendaki kelembaban udara antara 80-90% (Sunarjono dan Soedomo, 2001).Tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk bawang merah. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya besar-besar. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu karena sifat tanah ini memiliki aerasi dan drainase yang baik. Nilai pH yang paling baik untuk lahan bawang merah yaitu pH antara 5,6-6,5. Jika tanahnya terlalu masam, tanaman akan menjadi kerdil dan jika tanah terlalu basa umbinya kecil dan hasilnya rendah (Wibowo, 2009). Bawang merah membutuhkan air untuk satu masa pertumbuhan berkisar 350 550 mm dan menyerap air sebesar 25 % dari yang tersedia. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Sufyati (1999) yang berpendapat bahwa, indeks pengumbian (Varietas Thailand, Philipina, dan Medan) dapat ditanam pada kadar air tanah kondisi 85% air tersedia, bahkan varietas Thailand masih mampu membentuk umbi pada kadar air tanah kondisi 70 % air tersedia, sementara varietas Brebes dapat membentuk umbi pada kadar air tanah kondisi 100% air tersedia (kapasitas lapang). Realita tersebut memberikan gambaran bagaimana tanaman bawang merah sangat membutuhkan air dalam pertumbuhannya dan diperlukan pegadaan sistem irigasi yang tepat untuk menunjang efisiensi penggunaan air. Selain sisitem irigasi, pengadaan mulsa juga perlu dilakukan agar ketersediaan air pada tanaman tetap terjaga dan air yang tersedia tidak cepat berkondensasi kembali ke atmosfer. C. Karakteristik Lahan Pasir PantaiLahan pesisir pantai selatan, daerah Cilacap Jawa Tengah berupa lahan berpasir yang selama ini cenderung digunakan untuk daerah wisata, dan juga dapat dikembangkan untuk daerah pertanian sayuran semusim. Hamparan lahan sekitar pesisir tergolong salah satu jenis lahan marginal, sehingga perlu masukan-masukan berupa pemberian bahan organik yang diharapkan dapat mengurangi keterbatasannya. Menurut Mayun (2007), lahan pesisir merupakan potensi lahan yang cukup besar jika dapat dikembangkan secara maksimal tanpa harus dibebani banyak oleh biaya-biaya lain dalarn pengelolaannya. Lahan pesisir umumnya mempunyai sifat yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, dengan kadar hara dan bahan organik rendah, kapasitas menahan air rendah, kesuburan tanahnya rendah, dan kandungan salinitasnya tinggi. Oleh karena itu, lahan semacam ini mempunyai kemampuan rendah dalam menyimpan air. Hal ini disebabkan oleh ruang pori makro yang dimiliki pada lahan pasir mendominasi volume tanahnya, sehingga lahan pasir memilki ruang pori makro yang memberikan udara lebih banyak dan akan mempercepat proses pengeringan. Karakteristik sifat lahan pasir pantai adalah porus yang menyebabkan air terus meresap ke dalam tanah, dengan tekstu tanah pasir ( 90%), struktur tanah berbutir, kegemburan lepas, kandungan hara rendah, kemampuan menyimpan hara rendah, kemampuan mengikat air rendah, kemampuan tanah dalam menopang pertumbuhan tanaman rendah (Sri Budhi S.dkk., 2004). Pasir memiliki kandungan unsur makro meliputi nitrogen yang sangat rendah karena ion NO3- mudah tercuci oleh air. Kemampuan leach dari unsur nitrogen di dalam tanah menimbulkan masalah nutrisi yang besar. Akibatnya, peran nitrogen untuk sebagai pembentuk protein dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman terhambat. Jumlah fosfor sangat sedikit (5,1-20,5 ppm), bahan organik lain yang hanya 0,4-0,8%, natrium 0,05-0,08% (Balba,1973). Selain permasalahan mengenai sifat-sifat tanah pasiran, faktor iklim di daerah pantai juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengelolaan tanaman. Keberhasilan produksi tanaman mensyaratkan sumber daya iklim seperti penyinaran matahari, CO2, dan air secara efisien. Pentingnya pengelolaan air terhadap ketersediaan N dalam tanah, pada kondisi kelebihan atau kekurangan air. Kelebihan air dapat membatasi hasil tanaman, demikian juga responnya terhadap N akan terbatasi. Tingginya intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan tanah menyebabkan tingginya suhu udara dan tanah, sehingga memacu laju evapotranspirasi semakin besar. Adanya angin dengan kecepatan tinggi dan membawa kadar garam tinggi secara terus menerus akan merusak maupun mematikan tanaman baik langsung maupun tidak langsungTanah pasir pantai merupakan tanah muda (baru) yang dalam klasifikasi USDA termasuk ordo Entisol pantai, tepatnya subordo Psamment dan grup Undipsamment (Soil Survey, 1998). Undipsamment pada umumnya belum mengalami perkembangan horizon, bertekstur kasar, struktur kersai atau berbutir tunggal, konsistensi lepas-lepas sampai gembur dan kandungan bahan organik rendah (Darmawijaya, 2002). Struktur lepas pada tanah ini menyebakan rentan terhadap erosi angin maupun air. Permukaan lahan pasir pantai sering berubah mengikuti arah angin kencang (13-15 m/detik). Kondisi tersebut menunjukkan masih banyaknya faktor pembatas pertumbuhan sehingga sangat kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, guna mengubah kondisi lahan mendekati optimal bagi pertumbuhan tanaman, khususnya komoditas hortikultura (Mulyanto et al., 2001).Faktor iklim di daerah pantai berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengelolaan tanaman. Keberhasilan produksi tanaman mensyaratkan sumber daya iklim seperti penyinaran matahari, CO2, dan air secara efisien. Laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh intensitas cahaya dan air pengatusan (Saparso, dkk., 2009). Tingginya intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan tanah menyebabkan tingginya suhu udara dan tanah, sehingga memacu laju evapotranspirasi semakin besar. Adanya angin dengan kecepatan tinggi dan membawa kadar garam tinggi secara terus menerus akan merusak maupun mematikan tanaman baik langsung maupun tidak langsung.D. Teknik irigasiIrigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian (Pramana,S.2011). Menurut Harits (1997), bahwa irgasi adalah penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Sosrodarsono dan Kensaku (1985) berpendapat bahwa irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusikan secara sistematis. Kegunaan irigasi menurut Harits (1997), yaitu :a. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.b. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendekc. Mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman d. Mencuci dan mengurangi garam dalam tanah e. Mengurangi bahaya erosif. Mengurangi bahaya pembekuang. Melunakkan saat dilakukan proses pembajakan tanahSistem irigasi yang dapat dilakukan pada lahan pasir antara lain :a. Irigasi konvensional Irigasi konvensional adalah irigasi yang menggunakan alat siram (gembor) untuk pemberian air ke tanaman, jumlah air yang disiramkan dapat dihitung dari kapasitas gembor yang digunakan. Untuk 1 petak lahan membutuhkan 2 gembor atau sekitar 18 liter. b. Irigasi sprinkle non-otomatikPemberian air dengan cara sprikle non-otomatik, yaitu pemberian air melalui pipa di mana pada tempat-tempat tertentu diberi perlengkapan untuk jalan keluarnya air, air keluar secara sprikle sehingga penyebarannya merata keseluruh permukaan lahan. Pengoperasian sprikle non-otomatik dilakukan secara manual, yaitu dibuka atau ditutup kran pengaturnya sesuai dengan batas waktu yang telah dikalibrasi atau sekitar 12 menit waktu penyiraman. c. Irigasi sprinkle otomatik Irigasi sprinkle otomatik hampir sama dengan irigasi sprinkle non-otomatik dalam sistem kerjanya, yang membedakannya adalah sistem pengoperasian sprinkle otomatik akan beroperasi sendiri ketika lengas tanah turun dan mencapai batas terendah yang telah diatur sebelumnya. Nilai-nilai lengas tanah tiap petak dapat diamati dari layar alat yang dipasang secara paralel. E. Jenis mulsaMulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya adalah untuk meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa dapat memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan laju evaporasi dari permukaan tanah, memperkecil fklutuasi suhu tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman bawang merah dan mikroorganisme tanah, memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan dan menghambat laju permukaan gulma (Lakitan, 1995). Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan anorganik. Mulsa organik adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau limbah hasil kegiatan pertanian yang dapat menutupi permukaan tanah, seperti jerami, enceng gondok, sekam bakar, dan batang jagung yang dapat melestarikan produktivitas lahan untuk jangka waktu yang lama. Mulsa anorganik berupa mulsa plastik hitam perak (MPHP) (Lakitan, 1995). Secara umum pengetahuan mulsa organik ditentukan oleh jenis mulsa, jenis tanaman, dan tipe iklim. Perbedaan penggunaan bahan mulsa akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil bawang merah. Keuntungan dari mulsa organik lebih mudah didapatkan dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah (Umboh, 1997). Mulsa jerami kaya akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman yaitu K, Al, dan Mg. Begitu juga dengan pelapukan bahan organik akan membebaskan sejumlah senyawa penyususnnya, terutama mengandung C, N, S dan P. Dengan terjadinya pelapukan mulsa jerami proses dekomposisi akan mudah terurai. Sebagian besar membebaskan 20-30 g karbon dalam bentuk CO2 sisanya digunakan untuk jasad renik (Purwowidodo, 1999). Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2003), pemberian mulsa jerami padi sebanyak 15 ton/ha dapat meningkatkan hasil biji kering oven kacang tanah sebesar 3,09 ton/ha dibandingkan tanpa diberi mulsa yaitu sebesar 2,12 ton/ha atau meningkat sebesar 45,75%. Menurut Soares (2002) menyatakan bahwa pemberian mulsa jerami dapat meningkatkan berat segar umbi bawang putih sebesar 4,41 ton/ha dibandingkan dengan tanpa mulsa yaitu sebesar 3,64 ton/ha. Mulsa menimbulkan berbagai keuntungan, baik dari aspek fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran tanaman. Penggunaan mulsa akan mempengaruhi suhu tanah. Penggunaan mulsa akan mencegah radisi langsung matahari (Doring et al., 2006; Bareisis dan Viselga, 2002). Suhu tanah maksimum di bawah mulsa jerami pada kedalama 5 cm 100 C lebih rendah dari pada tanpa mulsa, sedangkan suhu minimum 1,90 C lebih tinggi (Midmore, 1983; Mahmood et al., 2002; Rosniawaty dan Hamdani, 2004; Hamdani dan Simarmata, 2005). Doring et al., (2006) menyatakan bahwa mulsa jerami mempunyai daya pantul lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa plastik. Menurut Mahmood et al., (2002) mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik. Jadi jenis mulsa yang berbeda memberikan pengaruh berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu.Manfaat penggunaan mulsa menurut Harits (1997), yaitu : a. Manfaat terhadap tanaman Adanya mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma tidak mendapat sinar matahari sehingga pertumbuhan gulma akan terhalang, akibatnya komoditas tanaman yang ditanam akan terhindar dari kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara dan air.b. Manfaat terhadap kestabilan agregat dan kimia tanah Butiran air hujan semakin dekat ke permukaan tanah, energi potensialnya akan semakin kecil, tetapi energi kinetiknya semakin besar. Saat butiran air hujan tepat mengenai permukaan tanah, semua energi potensial berubah menjadi energi kinetik. Energi inilah yang menyebabkan hancurnya agregat tanah. Dengan adanya bahan mulsa diatas permukaan tanah, energi air hujan akan ditahan oleh bahan mulsa, sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari proses penghancuran. Mulsa memiliki fungsi secara langsung terhadap sifat kimia tanah yang terjadi melalui pelapukan bahan-bahan mulsa. Fungsi ini berlaku untuk mulsa yang mudah lapuk, seperti : mulsa jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dan sisa-sisa tanaman. Hal ini merupakan salah satu keuntungan penggunaan mulsa organik dibandingkan anorganik c. Manfaat terhadap ketersediaan air tanahMulsa dapat mencegah evaporasi, dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang ditanami tidak akan kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses transpirasi. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari dalam tanah yang ada di dalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan tanaman. d. Manfaat terhadap neraca energiSifat fisik tanah yang sangat dipengaruhi oleh bahan mulsa adalah suhu tanah. Suhu tanah ini sangat bergantung pada proses pertukaran panas antara tanah dengan lingkungannya. Proses ini terjadi akibat adanya radiasi matahari dan pengaliran panas kedalam tanah melalui proses konduksi. e. Manfaat terhadap pemeliharaan tanaman Kegiatan penyiangan pada lahan yang diberi mulsa tidak perlu dilakukan pada keseluruhan lahan, melainkan hanya pada lubang tanam atau sekitar batang tanaman.

III. METODE PENELITIANA. Tempat dan WaktuPenelitian dilaksanakan di lahan pasir pantai Banjarsari, Desa Banjarsari Kecamatan Nusawungu. Pengamatan tanaman sample dilakukan di lapang dan di Laboratorium Agronomi dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto. Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 3 bulan mulai bulan September 2014 sampai November 2014.B. Bahan dan AlatBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan pasir pantai Banjarsari, benih bawang merah varietas Bima, pupuk ZA, Urea, TSP dan KCl, pupuk organik sebagai pembenah tanah dengan dosis 5 ton/ha, mulsa jerami 5 ton/ha, mulsa plastik hitam perak (MPHP).Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan irigasi berbasis mikrokontroler, alat penyiram (gembor), penggaris, label, kantong plastik, timbangan, oven, jangka sorong, lux meter, SPAD (klorofil meter), thermometer tanah, thermohigrometer dan alat tulis.

C. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Split plot dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 2 faktor percobaan yaitu teknik irigasi (O) sebagai main plot dan mulsa (M) sebagai sub plot. Faktor teknik irigasi (O) terdiri atas: konvensional (O0), sprinkler non-otomatik (O1) dan sprinkler otomatik (O2). Faktor jenis mulsa (M) terdiri atas tiga taraf, yaitu: tanpa mulsa (M0), mulsa jerami 5 ton/ha (M1) dan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) (M2).Percobaan terdiri atas 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan. Tiap unit percobaan terdiri atas 75 tanaman dalam petakan percobaan berukuran 1 m x 3 m dengan jarak tanam 20 cm X 20 cm. Masing-masing kombinasi perlakuan terdiri atas :O0M0= konvensional + tanpa mulsa (Kontrol)O0M1= konvensional + mulsa jerami 5 ton/haO0M2= konvensional + MPHPO1M0= sprinkler non-otomatik + tanpa mulsaO1M1= sprinkler non-otomatik + mulsa jerami 5 ton/haO1M2= sprinkler non-otomatik + MPHPO2M0= sprinkler otomatik + tanpa mulsaO2M1= sprinkler otomatik + mulsa jerami 5 ton/haO2M2= sprinkler otomatik + MPHPD. Variabel Pengukuran Variabel yang diamati mencakup komponen pertumbuhan dan hasil. Komponen pertumbuhan yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun pertanaman, jumlah anakan, panjang akar, kadar klorofil, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot segar dan kering akar, sedangkan untuk komponen hasil yang diamati terdiri dari jumlah umbi, bobot segar umbi dan bobot kering umbi (ton/ha). Semua variabel pertumbuhan diamati pada sample tanaman, kecuali panjang akar, bobot segar dan kering akar, serta bobot segar dan kering tanaman diamati pada tanaman destruksi. Tanaman destruksi diamati dengan cara memanen 2 tanaman untuk dijadikan sebagai tanaman sample. 1. Variabel yang diamati meliputi, variabel pertumbuhan, variabel produksi dan variabel lingkungan.a. Variabel pertumbuhan tanaman dan produksi, meliputi :1) Tinggi tanamanTinggi tanaman diukur dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi menggunakan penggaris satuannya cm.2) Jumlah daunJumlah daun dihitung jumlah semua daun per rumpun tanaman dengan satuan helai. 3) Luas daun pertanaman Dihitung luas perdaun (cm2) didasarkan perhitungan pada panjang daun terpanjang (cm) yang diukur dari pangkal hingga ujung daun dan diameter daun (cm) yang paling besar diukur dengan menggunakan jangka sorong. Luas daun dihitung dengan pendekatan rumus dua kali luas kerucut sebagai berikut : (cm2) = 2 x luas kerucut = 2Keterangan : = 3,14 dan r = diameter daun (cm). Untuk luas daun pertanaman yang didasarkan pada luas perdaun (cm2) dan jumlah daun (helai). Hasil perhitungan dikonversikan kedalam m2. Luas daun pertanaman (m2) dihitung dengan rumus sebagai berikut : (m2) = ld (cm2) x JD (helai) x 10 -4Keterangan :LD= Luas daun pertanaman (cm2)ld= Luas per daun (cm2)JD= Jumlah daun (helai)10 -4= mengkonversi dari cm2 kedalam m24) Kadar Kehijauan tanaman (klorofil)Diukur dengan menggunakan SPAD (klorofil meter), pengukuran dilakukan 2 minggu sekali dengan cara menjepit daun dengan alat SPAD.5) Jumlah anakan Dihitung dari jumlah ruas batang yang tumbuh dalam satu tanaman. 6) Panjang akar Diukur dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang dengan satuan cm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris. 7) Bobot basah dan bobot kering akarPengukuran bobot basah akar dengan cara menimbang akar yang sudah dibersihkan dari pasir. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan mencabut 2 sample tanaman. Untuk pengukuran bobot kering dengan cara memasukkan akar kedalam amplop kemudian dioven pada suhu 800C hingga didapat berat yang konstan dengan satuan gram (g).8) Bobot basah dan bobot kering tanamanPengukuran bobot basah tanaman dengan cara menimbang tanaman yang sudah dibersihkan dari tanah. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan mencabut 2 sample tanaman. Untuk pengukuran bobot kering dengan cara memasukkan tanaman kedalam amplop kemudian dioven pada suhu 800C hingga didapat berat yang konstan dengan satuan gram (g).9) Jumlah umbiDiperoleh dengan menghitung jumlah umbi yang ada pada sample ditiap petak, dihitung secara manual dilakukan setelah panen. 10) Hasil segar dan kering umbiHasil segar umbi (t/ha) diperoleh dengan cara mencabut tanaman petak efektif. Hasil panen langsung ditimbang menggunakan timbangan. Hasil kering umbi diperoleh setelah umbi dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 6 hari sehingga kadar airnya berkurang. Proses pengeringan dihentikan apabila umbi tampak keras dan bila terkena sentuhan terdengar gemerisik, kemudian ditimbang dan dikonversi kedalam t/ha, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : HSU atau HKU (t/ha) = Keterangan : 10-3= 1 kg sama dengan ton10-4= 1 m2 sama dengan ha

b. Variabel lingkungan, antara lain:1) Intensitas cahayaIntensitas cahaya diukur menggunakan alat luxmeter DX-100, 100 lux cahaya setara dengan 2 mol/m2/det. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dua minggu sekali pada pagi pukul 07.00, siang pukul 13.00 dan sore hari pukul 17.00.2) Suhu udara dan kelembaban udara Suhu dan kelembaban udara lahan percobaan diamati setiap hari terhadap suhu dan kelembaban maksimum-minimun pada pagi (07.00), siang (13.00) dan sore hari (17.00).3) Suhu tanahSuhu tanah diamati setiap dua minggu sekali pada masing-masing unit percobaan pada kedalaman 10 cm menggunakan termometer tanah yang telah dikalibrasi.

E. Analisis DataData pengamatan dianalisis sidik ragam dengan uji F pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Apabila terjadi beda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaanya. Perlakuan yang menunjukkan hasil pengamatan tertinggi secra nyata pada uji DMRT 5% dibandingkan dengan perlakuan lain, dianggap sebagai perlakuan yang terbaik. F. Pelaksanaan Penelitian1. Persiapan dan pengolahan lahan Lahan yang akan digunakan untuk penelitian adalah lahan pasir pantai Jetis dan lahan pasir pantai Widarapayung Cilacap. Pengolahan tanah dilakukan secara maksimum tillage dengan mencangkul dan meratakan tanah pasir. 2. Pemasangan sensor lengas tanahPemasangan sensor dilakukan untuk mendeteksi jumlah kadar air dalam tanah dengan metode kapasitansi sebagai arus yang berubah-ubah dan pembangkit sinyal (osilator). Sensor lengas tanah menggunakan sensor plat jamak (Multi Plate Probe). 3. Pemupukan dasar Pemupukan dasar dilaksanakan bersamaan dengan pengolahan tanah, yaitu dengan menambahkan pupuk organik sebanyak 5 ton/ha. Pemberian pupuk dasar ini, selain untuk menambah unsur hara juga dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah. Pupuk TSP (130 kg/ha) dan pupuk KCl (130 kg/ha), pupuk disebar ke lahan pasir, kemudian cangkul agar homogen dengan tanah.4. Pemasangan dan membuat lubang pada mulsa plastik hitam perakMulsa plastik hitam perak dipasang sebelum penanaman pada petak percobaan yang memakai perlakuan mulsa plastik. Mulsa dilubangi sesuai jarak tanam dengan bantuan pipa. 5. Pengkalibrasian sistem irigasiSistem irigasi dikalibrasi volume pengairan sehingga tanaman mendapatkan air 4,5 mm/hari. Kalibrasi dilaksanakan berdasarkan volume yang dipantau dengan alat pengukur debit air sebelum pelaksanaan penanaman. Kalibrasi dilakukan dengan alat pembanding berupa data hasil analisa pengukuran lengas tanah menggunakan metode kapasitansi. 6. Penanaman benih dan pemberian mulsa jeramiBenih bawang merah yang ditanam yaitu varietas Bima, karena varietas ini memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di lahan pasir pantai dengan batas lengas kritis yang belum diketahui. Penanaman bibit dilakukan pada masing-masing unit percobaan dengan jumlah yang sama. Pemberian mulsa jerami dilakukan setelah tunas baru tumbuh atau sekitar 14 hari setelah tanam (hst). 7. PenyiramanPenyiraman dengan gembor dilakukan setelah penanaman selesai, hingga 14 hari setelah tanam. Hal tersebut dikarenakan belum stabilnya daya serap dan daya tahan dari tanah pasir pantai yang digunakan tersebut. Setelah 14 hari, pemberian perlakuan sisitem irigasi mulai dilakukan. 8. Pemeliharaan tanamanPemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman, penyulaman, pemupukan lanjutan dan penyiangan. Penyiraman dilakukan sekali dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 09.00 dengan volume 18 liter/hari. Pemupukan lanjutan dilakukan dengan cara pupuk dilarutkan ke dalam air yang kemudian disiramkan dengan bantuan gembor. Pupuk urea dan ZA diberikan setiap minggu sesuai dosis pemupukan (Tabel 2). Penyiangan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara mencabuti gulma yang berpotensi menghambat pertumbuhan tanaman bawang merah.Tabel 1. Dosis pemupukan urea dan ZA pada tanaman bawang merahMingguBagianDosis pupuk (Kg/ha)Dosisi pemupukan (gram per petak)Dosis per tanaman (gram)

UreaZAUreaZAUreaZA

11/1415,86344,7510,20,060,14

21/145,86344,7510,20,060,14

32/1431,7689,5120,40,130,27

43/1447,5810214,2730,60,190,41

53/1447,5810214,2730,60,190,41

63/1447,5810214,2730,60,190,41

71/1415,86344,7410,20,060,14

9. Pengamatan lingkunganAnalisis lingkungan yang diamati yaitu, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Masing-masing komponen diukur berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, yaitu setiap hari dan dua minggu sekali.10. Pemberian perlakuan sistem irigasiPemberian perlakuan sistem irigasi dilakukan 14 hari setelah tanam (hst). Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor pada irigasi konvensional, secara semi otomatis dan pengairan otomatis pada irigasi sprinkle.11. PemanenanPemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 55-60 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut rumpun bawang menggunakan tangan, kemudian umbi bawang dibersihkan dari sisa kotoran tanah dan diikat. Kriteria tanaman bawang merah yang siap panen : pangkal daun menipis dan kempes, daun tampak menguning, daun rebah, umbi berwarna merah dan keras. Hasil panen kemudian dilakukan pengeringan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama kurang lebih 6 hari. 12. Analisis dataData yang diperoleh dianalisis dan kemudian dirangkai dalam bentuk tabel dan tulisan.

G. Jadwal PelaksanaanNo.KegiatanBulan Kegiatan

Agst Sept OktNovDesJan

1.Persiapan bahan dan alat

2.Persiapan lahan

3.Pemupukan dasar

5.Penanaman

6.Pemeliharaan

7.Panen

8.Pengamatan lingkungan

9.Pengamatan tanaman

10.Analisis data

11.Penulisan laporan

12.Seminar