Ini Buat Proposal FINAL
-
Upload
azmi-ikhsan-azhary -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
description
Transcript of Ini Buat Proposal FINAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah kondisi sejahtera secara fisik,
mental, sejahtera secara social dan bukan hanya bebas dari penyakit. Berdasarkan pengertian
tersebut sehat secara mental merupakan salah satu indicator seseorang dikatakan sehat.
Gangguan jiwa saat ini mencapai angka 21 juta orang di seluruh dunia dan merupakan
penyebab disabilitas utama di Amerika dan Kanada. Gangguan mental berat salah satunya
adalah skizofrenia memiliki angka prevalensi sebesar 0,5 % - 1% diseluruh dunia.(1,2,3)
Di Indonesia gangguan mental berat berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi secara
nasional sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi
Tengah (11,6%), Jawa Barat (9,3%), Yogyakarta (8,1%), NTT (7,3%), Aceh (6,6%). Data
dari Poli Konsultasi Puskesmas Kecamatan Tebet diperoleh pasien yang rawat jalan dan
kontrol dengan diagnosis skizofrenia adalah 382 orang.(4)
Hingga saat ini penanganan skizofrenia belum memuaskan, hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan masyarakat dan keluarga tentang penyakit ini. Salah satu masalah
dalam penanganan skizofrenia adalah relaps atau kekambuhan. Kambuh didefinisikan
sebagai timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan.
Relaps pada tahun pertama terapi mencapai 60 – 70% pada pasien yang tidak mendapatkan
terapi, 40% pada pasien yang hanya mendapatkan pengobatan, 15,7% pada pasien dengan
kombinasi terapi obat dan dukungan dari keluarga, tenaga kesehatan serta masyarakat.(5)
Kekambuhan pada pasien skizofrenia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain diri
pasien sendiri, keluarga, tenaga medis dan penanggung jawab klien. Pasien skizofrenia
membutuhkan perawatan berkelanjutan, bahkan pasien yang telah menjalani perawatan dan
diperbolehkan pulang masih dapat mengalami gejala sisa. Untuk itulah sangat diperlukan
dukungan dari keluarga dalam perawatan pasien di rumah. Peran keluarga dalam perawatan
dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga sendiri tentang kondisi pasien dan pengobatan
1
penyakitnya. Penderita skizofrenia membutuhkan empati berupa dukungan fisik dan psikis,
dengan demikian diharapkan dapat membantu kesembuhan meminimalkan timbulnya
kembali gejala penyakitnya.
Tingginya jumlah kasus Skizofrenia di Kecematan Tebet dan cukup besar angka
prevalensi kekambuhannya maka perlu dilakukan peninjauan untuk mengetahui faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kekambuhan. Atas dasar ini penulis tertarik
untuk melalukan penelitian dengan judul “ Hubungan Faktor Keluarga dan Faktor Individu
Terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Kecamatan Tebet”.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
dalam bentuk pernyataan sebagai berikut :
Apakah ada hubungan faktor individu dan keluarga terhadap kekambuhan pada pasien
skizofrenia?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kambuhnya penyakit
skizofrenia.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menentukan hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pendidikan,
status pernikahan, kepatuhan minum obat dan peran serta aktif dalam program
rehabilitasi sosial) dengan kejadian kekambuhan gejala skizofrenia.
2. Menentukan hubungan faktor keluarga (dukungan sosial dan pengetahuan
keluarga) dengan kejadian kekambuhan gejala skizofrenia.
2
1.4 Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pendidikan, status
pernikahan, kepatuhan minum obat dan peran serta aktif dalam program
rehabilitasi sosial) dengan kejadian kekambuhan gejala skizofrenia.
2. Ada hubungan antara faktor keluarga (dukungan sosial dan pengetahuan keluarga)
dengan kejadian kekambuhan gejala skizofrenia.
1.5 Manfaat penelitian
a. Untuk masyarakat
Hasil dari penelitian dapat memberi suatu gambaran dan wawasan pasien dengan
skizofrenia serta keluarga dan lingkungan sekitar mengenai penyakit skizofrenia itu
sendiri dan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian skizofrenia. Maka dengan
diketahui hubungan faktor-faktor tersebut terhadap kekambuhan gejala skizofrenia,
masyarakat dapat ikut serta aktif dalam menurunkan angka kejadian kekambuhan
skizophrenia.
b. Untuk profesi
Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan
penelitian serta menambah wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat pada
umumnya terutama yang berkaitan dengan bidang yang diteliti.
Peningkatan pengelolaan program-program untuk pasien dengan gangguan jiwa
khususnya skizofrenia, sehingga kekambuhan dapat dikurangi.
c. Untuk Pengetahuan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
wawasan khususnya di bidang psikiatri tentang skizofrenia serta dapat menjadi
acuan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
2.1.1 Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,
afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.(6,7)
2.1.2 Epidemiologi
Pada sebuah studi epidemiologi diperkiralan angka prevalensi skizofrenia 0,2%-
2% tergantung dari dimana penelitian dilakukan. Di Indonesia angka penderita
skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan perkiraan 25 tahun
mendatang mencapai 3/1000 penduduk.(7)
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan,
tetapi laki-laki memiliki onset lebih awal, yaitu puncak insidensi antara usia 15-25 tahun
sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu 25-35 tahun.(7)
2.1.3 Etiologi
Etiologi skizofrenia terdiri dari : faktor-faktor genetik, biologik, dan psikososial.
1. Faktor genetik
Pada tahun 1930-an, studi klasik mengenai genetika skizofrenia menunjukkan
bahwa seseorang memiliki kecenderungan menderita skizofrenia bila terdapat
anggota keluarga yang mengidap gangguan tersebut dan kecenderungan seseorang
menderita skizofrenia berkaitan erat dengan kedekatan hubungan keluarga.
Semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin tinggi resiko terkena
4
skizofrenia. Kembar monozigotik memiliki angka kejadian yang paling tinggi
yaitu 40 -50%. Lebih dari separuh seluruh kromosom dikaitkan dengan
skizofrenia pada berbagai laporan, namun lengan panjang kromosom 5, 11, dan
18, lengan pendek kromosom 19, serta kromosom X paling sering disebut dalam
berbagai laporan. Lokus pada kromosom 6,8 dan 22 juga dianggap terlibat. (7,8)
2. Faktor-faktor biologik terdiri dari :
A. Neurokimiawi otak
a. Hipotesis Dopamin
Formulasi paling sederhana dari hipotesis dopamin skizofrenia
menyatakan skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik
yang berlebihan. (7)
b. Hipotesis Serotonin
Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai
penyebab gejala positif dan negatif pada skizofrenia.(7)
c. Hipotesis GABA
Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid
(GABA) dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan
pada penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai
kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA
memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan .kehilangan
neuron inhibitory.(7)
d. Hipotesis Glutamat
Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu
antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa
dengan skizofrenia. (7)
B. Psikoneuroimunologi
Sejumlah abnormalitas imunologis telah dikaitkan dengan pasien yang
mengalami skizofrenia. Abnormalitas tersebut meliputi penurunan
interleukin-2 sel T, berkurangnya jumlah dan respon limfosit perifer,
5
reaktivitas seluler dan humoral yang abnormal terhadap neuron, serta
adanya antibodi yang memiliki target otak. (7)
3. Faktor Psikososial
A. Teori psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan
yang terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan
ego dan defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala
skizofrenia.(7,8)
B. Dinamika keluarga
Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang
disfungsi. Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres
emosional yang merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia
untuk mengatasinya. (7,8)
2.1.4 Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, diagnosis
skizofrenia ditegakkan (9) :
a. Harus ada sedikitnya satu gejala yang jelas atau sedikitnya 2 gejala apabila tidak
jelas (thought echo, thought insertion, thought broadcasting, delution of control,
delution of influence, delution of passivity, delution of perception, halusinasi
auditorik, waham menetap jenis lainnya).
b. Atau paling sedikit dua gejala harus selalu ada yaitu halusinasi menetap dari
panca indera, arus pikir terputus, perilaku katatonik, gejala negatif.
c. Berlangsung selama satu bulan atau lebih
d. Harus ada hendaya
6
2.1.5 Tatalaksana
A. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang
terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik
sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok
bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional,
newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).(7)
B. Terapi berorientasi – keluarga
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti tentang skizofrenia.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 %
dengan terapi keluarga.(7)
C. Terapi kelompok
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.(7)
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Definisi keluarga
Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap
dalam keadaaan saling ketergantungan. Menurut BKKBN (1999) dalam Sudiharto (2007)
keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dam materiil yang layak, bertaqwa
7
kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.(10)
2.2.2 Tipe keluarga
Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu(10) :
a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena
kelahiran maupun adopsi.
b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang
lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk
keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga
pasangan sejenis.
c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali.
d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal
seseorang dilahirkan.
e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami
dan hidup bersama.
f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan.
Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan, keluarga nontradisional
tidak diikat oleh perkawinan.
2.2.3 Fungsi keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda.
Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu(10) :
1. Fungsi Afektif
Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.
2. Fungsi Sosialisasi
Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
3. Fungsi Reproduksi
8
Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi Perawatan
Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).
2.2.4 Konsep Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan
sosialnya. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,sehingga seseorang akan tahu bahwa ada
orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. 11
Menurut Cohen dan Mc Kay bahwa komponen-komponen dukungan keluarga adalah
sebagai berikut11 :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun
saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya,
perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan
emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat
kepada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa
2. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk
didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau
rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang
apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik
9
bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi.
3. Dukungan Nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan
finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa
bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support), suatu kondisi dimana benda
atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan
langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan
informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu
menyelesaikan masalah.
4. Dukungan Pengharapan
Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang
diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi
bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien mempunyai
seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-
ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan
strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman
yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok
dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman.
2.3 Konsep Kekambuhan
Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala yang
sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Kekambuhan biasanya terjadi karena
adanya kejadian – kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramihardja,
2007). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan penderita
gangguan jiwa meliputi (14,15) :
10
1) Klien
Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal mengkonsumsi obat secara
teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa 25% - 50% klien pulang dari rumah sakit
tidak mengkonsumsi obat secara teratur.
2) Dokter
Konsumsi obat secara teratur dapat mengurangi frekuensi kekambuhan,
namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping
Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti
gerakan tidak terkontrol. Dokter yang memberi resep diharapkan tetap
waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh dan
menurunkan efek samping.
3) Penanggung Jawab Klien (case manager)
Setelah klien pulang kerumah maka perawat Puskesmas tetap bertanggung
jawab atas program adaptasi klien di rumah.
4) Keluarga
Klien yang tinggal dengan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi
diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan. Hasilnya 57 persen kembali
dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi tinggi dan 17% kembali dirawat
dengan ekspresi emosi rendah.
5) Lingkungan sekitar
Lingkungan sekitar tempat tinggal klien yang tidak mendukung dapat juga
meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya masyarakat menganggap klien
sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan
seterusnya.
11
Menurut Murphy, M. F., & Moller, M.D, faktor risiko untuk kambuh adalah :
1) Faktor risiko kesehatan
a) Gangguan sebab dan akibat berpikir
b) Gangguan proses informasi
c) Gizi buruk
d) Kurang tidur
e) Kurang olahraga
f) Keletihan
g) Efek samping pengobatan yang tidak dapat ditoleransi
2) Faktor risiko lingkungan
a) Kesulitan keuangan
b) Kesulitan tempat tinggal
c) Perubahan yang menimbulkan stress dalam peristiwa kehidupan
d) Keterampilan kerja yang buruk, ketidakmampuan mempertahankan
pekerjaan
e) Tidak memiliki transportasi/sumber – sumber
f) Keterampilan sosial yang buruk, isolasi soial, kesepian
g) Kesulitan interpersonal
3) Faktor risiko perilaku dan emosional
a) Tidak ada kontrol, perilaku agresif, atau perilaku kekerasan
b) Perubahan mood
c) Pengobatan dan penatalaksanaan gejala yang buruk
d) Penampilan dan tindakan berbeda
e) Perasaan putus asa
f) Kehilangan motivasi
12
Pengobatan yang tidak adekuat karena ketidakpatuhan pasien dalam menjalani terapi merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kekambuhan. Faktor – faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antara lain (16) :
a. Faktor berhubungan dengan pasien (sosiodemografik, gejala psikopatologi)
Ketidakpatuhan dalam pengobatan lebih sering ditemukan pada laki – laki dibandingkan
dengan perempuan. Berdasarkan faktor usia, pada pasien lebih muda memperlihatkan
angka ketidakpatuhan lebih tinggi karena tidak percaya terhadap diagnosis dan tidak
mengerti terhadap kebutuhan terapi serta toleransi yang kurang terhadap efek samping
terapi. Pada pasien dengan usia lebih tua dapat terjadi ketidakpatuhan terapi dikarenakan
penurunan fungsi kognitif, termasuk penurunan daya ingat. Pada beberapa studi
disebutkan bahkan pendidikan yang rendah serta kesulitan dalam finansial mempengaruhi
ketidakpatuhan dalam terapi.(16,17)
Bila dilihat dari gejala psikotik, pasien dengan waham curiga seperti merasa diracuni atau
dianiaya atau waham kebesaran merupakan pasien dengan resiko tinggi tidak patuh
dalam pengobatan. Pasien dengan derajat tilikan buruk yaitu tidak menyadari bahwa
dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan juga merupakan pasien dengan resiko tinggi
tidak patuh dalam pengobatan.(16)
b. Faktor berhubungan dengan lingkungan
Kurang dukungan sosial dari keluarga, lingkungan sekitar serta pasien yang tinggal
sendirian tanpa keluarga memiliki resiko tinggi tidak patuh dalam pengobatan. Hidup
sendiri dan meminum obat memberi stress pada pasien terutama pasien yang tidak
memahami penyakitnya.(18,19)
c. Faktor berhubungan dengan tenaga medis
Hubungan baik antara tenaga medis dan pasien dibutuhkan sebagai faktor utama
kepatuhan dan keberhasilan terapi. Kepercayaan yang dibina pasien, keluarga dan tenaga
medis dapat meningkatkan keberhasilan terapi.(19,20)
d. Faktor berhubungan dengan pengobatan
Efek samping dari obat dilaporkan sebagai penyebab utama pasien tidak patuh dalam
minum obat. Untuk itu dokter harus lebih berhati – hati dalam memberikan obat yang
sesuai dan secara rutin melakukan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya efek
samping terhadap pengobatan.(17,18)
13
2.4 Ringkasan Pustaka(12,21,22)
Peneliti Lokasi & waktu
penelitian
Studi desain
Subjek studi
Variabel yang diteliti
Lama studi
Hasil
Nanda
Saputra
Poliklinik
RSJ Daerah
Sumatra
Utara (2009)
Deskriftif
korelatif
Keluarga
dari pasien
skizofrenia
Variabel
independent :
dukungan
keluarga
(emosional,
informasi,
nyata,
pengharapan)
Variabel
dependent :
kekambuhan
skizofrenia
Desember
2009-
januari
2010
Ada hubungan
bermakna antara
dukungan
keluarga terhadap
kekambuhan
pasien skizofrenia
dengan nilai
signifikansi (p)
0,015 dan nilai
koefesien korelasi
(ρ) -0,425.
Septian
Mixrofa
Sembayang
Poliklinik RS
Jiwa Daerah
Propsu
Medan
Deskriftif
korelatif
Keluarga
dari pasien
skizofrenia
Variabel
independent :
dukungan
keluarga
(emosional,
informasi,
nyata,
pengharapan)
Variabel
dependent :
kekambuhan
skizofrenia
Januari
2011 –
Mei 2011
ada hubungan
yang signifikan
antara dukungan
sosial keluarga
dengan frekuensi
kekambuhan
pasien skizofrenia
paranoid (P
=0,028; ρ =-0,388)
Nurdiana ,
Syafwani,
Umbransyah
RumahSakit Dr. Moch.
Observasi
cross
sectional
keluarga dari klien
Variable
independent :
Peran serta
Juli 2005
– Agustus
Signifikan yaitu
0,006
artinya ada
14
Ansyari Saleh Banjarmasin (2005)
yang menderita skizofrenia
keluarga(
Pengetahuan,
sikap,
perilaku)
Variable
dependent :
frekuensi
kekambuhan
2005 hubungan antara
Peran serta
Keluarga
Terhadap Tingkat
Kekambuhan
Klien Skizofrenia.
15
2.5 Kerangka Teori
16
Keinginan untuk memeriksa kesehatan
Teori Perilaku Kesehatan:
The Ecological Perspective
The Health Belief Model
The Theory of Planned Behavior
Protection Motivation Theory
Faktor Risiko PTM:Obesitas
Usia
Pola Makan
Aktivitas Fisik
Merokok
Faktor yang mempengaruhi:
Pengetahuan
Sikap
Lingkungan
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
17
Factor individu
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan
Kepatuhan minum obat
Keikutsertaan aktif dalam program rehabilitasi sosial “Rumah Kita”
Factor keluarga
Dukungan sosial keluarga
Pengetahuan keluarga
Kekambuhan skizofrenia
Variable dependentVariable independent
3.2 VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas / Independent
a. Faktor individu
b. Factor keluarga
c. Karakteristik pasien
2. Variabel tergantung / Dependent
a. Kejadian kekambuhan skizofrenia
3.3 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 1 Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala & Hasil Ukur Referensi 1. Factor
keluarga
Dukungan social keluarga
Dukungan Emosional = dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.
Dukungan Informasi = komunikasi, memberikan nasehat, pengarahan dan saran atau umpan
Kuesioner sebanyak 16 pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban Selalu = 3 Sering = 2 Jarang = 1Tidak pernah = 0
Wawancara Skala = ordinal1. Dukungan kurang = 0 -16 2. Dukungan cukup = 17 - 323. Dukungan Baik = 33 - 48
Sembayang SM (2011)12
18
balik yang dilakukan pasien.
Dukungan nyata = dukungan jasmaniah berupa pelayanan bantuan finansial dan materi
Dukungan pengharapan = dorongan, motivasi, penghiburan dan menjadi pendengar yang baik tentang masalah yang dihadapi pasien.
Pengetahuan keluarga
Mengetahui perawatan & pengobatan skizofrenia
Kuesioner Dengan 10 pertanyaan
Wawancara Skala ordinalMenggunakan skala Guttman, setiap jawaban benar diberi nilai 1, jawaban salah nilai 0.
Pengetahuan kurang bila N > median
Pengetahuan kurang bila N< median
Sebayang SM (2011)12
19
2 Factor individu
Karakteristik pasien
Usia Kuisioner Wawancara Dewasa muda = 17 – 40 thn
Dewasa tua = > 40 thn
Jenis kelamin Kuisioner Wawancara Laki – lakiPerempuan
Pendidikan Kuisioner Wawancara 1) Pendidikan dasar : SD, SMP.
2) Pendidikan menengah : SMA/SMK
3) Pendidikan tinggi : akademi, perguruan tinggi.
Pekerjaan Kuisioner Wawancara 1) Bekerja2) Tidak bekerja
Status pernikahan
Kuisioner Wawancara Belum menikahMenikah
Keikutsertaan dalam program rehabilitasi sosial
Kuisioner Wawancara Ikut serta Tidak ikut
Kepatuhan minum obat
Kuisioner dengan 8 pertanyaan menggunakan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale)
Wawancara Skala ordinal.Hasil :
1) Untuk pertanyaan 1 – 7 (Ya = 1, Tidak = 0)
2) Untuk pertanyaan no. 8 , jawaban A = 0, B – E = 1
Total nilai > 2 = rendahTotal nilai 1-2 =
Morisky (2008)13
20
sedangTotal nilai 0 = tinggi
3 Kekambuhan Suatu keadaan dimana pasien menunjukkan gejala yang sama seperti sebelumnya
Kuesionerjawaban 1. Tidak pernah 2. 1 kali 3. 2 kali 4. Lebih dari 2 kali
Wawancara Tidak pernah = Rendah
1 kali = Sedang
2 kali dan lebih 2 kali = Tinggi
Sebayang SM (2011)12
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik, di mana penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan faktor keluarga dan faktor individu terhadap kekambuhan dari
skizofrenia. Rancangan yang digunakan adalah dengan pendekatan cross sectional.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tebet pada bulan November
2014 – Desember 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi target adalah seluruh pasien skizofrenia yang melakukan rawat jalan dan kontrol
di puskesmas kecamatan Tebet tahun 2014
4.3.2 Sampel
Besar sampel minimal dalam penelitian ini sesuai dengan rumus berikut ini:
Besar x sampel
Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus.
Rumus populasi infinit:
No = Zα2 x P x Q
d2
Zα = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96
P = Prevalensi kelompok yang mengalami kekambuhan
Q = Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami kekambuhan (1 – P)
d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0.05
22
dengan nilai P adalah 15,7% (0,157) maka :
No = (1.96)2 x 0.157 x 0.843 = 203
(0.05)2
Rumus populasi finit:
n = n0
(1 + n0/N)
n = Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit.
n0 = Besar sampel dari populasi yang infinit
N = Besar sampel populasi finit (Pasien dengan skizofrenia yang berobat di
puskesmas kecamatan Tebet) 382
n = 203
(1 + 203/382)
= 132
4.4 Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi :
Pasien dengan diagnosis skizofrenia yang berobat rawat jalan dan kontrol di poli
Konsultasi Puskesmas Kecamatan Tebet.
Tinggal dengan keluarga
Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent
Kriteria Eksklusi :
Berobat kurang dari 1 tahun
Ada riwayat penyakit penyerta lainnya
4.5 Instrumen Penelitian
23
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner, kartu identitas dan rekam medis pasien.
Teknik pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan
yang telah dirancang untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik pasien seperti usia,
pekerjaan, kepatuhan minum obat, serta faktor dukungan dan pengetahuan keluarga
4.6 Manajemen Data
4.6.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer yang dikumpulkan langsung dari subjek penelitian dan data
sekunder dari rekam medik lengkap.
4.6.2 Cara kerja
Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 – Desember 2014
pengambilan sampel dengan teknik non probability sampling yaitu
purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel
yang bersedia mengikuti penelitian menandatangani informed
consent. Kuisioner diisi langsung oleh responden. Observasi di
lakukan dengan langsung melihat kenyataan yang ada dari lapangan.
Pencarian data dihentikan setelah jumlah sampel yang dibutuhkan
terpenuhi kemudian dilakukan input data ke komputer untuk pengolahan
dan analisis data.
4.6.3 Data entry
Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan dengan tahapan
sebagai berikut :
o Editing, yaitu kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuisioner tersebut meliputi kelengkapan isi, jawaban atau tulisan masing-
masing pertanyaan, cukup jelas dan terbaca, relefannya jawaban dengan
pertanyaan dan kekonsistenan jawaban dengan pertanyaan lain.
24
o Coding, Yaitu mengubah data bentuk kalimat atau huruf menjadi angka
atau bilangan.
o Entry Data atau Proccesing, Yaitu memasukan jawaban dari masing-
masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan
kedalam program atau software computer.
o Cleaning, Yaitu pengecekan kembali dari semua data setiap sumber data
atau responden setelah selesai dimasukan untuk mengetahui kemungkinan
dilakukan pembetulan atau koreksi.
Data yang terumpul dari hasil wawancara dan kuisioner dan data sekunder
diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS version 20.0.
4.6.4 Alur Penelitian
4.6.5 Analisis Data
o Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil
ini berupa distribusi dan persentase pada variabel-variabel yang
diteliti.
o Analisis Bivariat
25
Proposal disetujui
Pengumpulan data
Peneliti turun ke lapangan menyebarkan kuesioner
Penyajian dan pengolahan data
Analisis yang dilakukan untuk melihat ada tidaknya
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.
4.6.6 Penyajian Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam
bentuk :
o Tekstular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.
o Tabular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
4.7 Organisasi Penelitian
Pembimbing :
dr. Novia I S,M.Epid
dr. Vera Marietha
Pelaksana dan Penyusun Penelitian :
1. Ni Putu Devia Suciyanti (030.08.177)
2. Arumtyas CW (030.09.030)
Perkiraan biaya yang diperlukan dalam penyelesaian proposal sampai dengan selesai penelitian
sebagai berikut :
1. Persiapan
biaya print dan fotocopy referensi Rp. 100.000
Transportasi Rp. 50.000
2. Pelaksanaan
print, jilid dan fotocopi proposal Rp. 150.000,
print dan fotocopy kuesioner Rp. 50.000
Alat tulis lainnya Rp. 30.000
26
Transportasi Rp. 250.000
3. Hasil
Print, jilid, fotocopi hasil penelitian Rp. 200.000
Biaya tak terduga Rp. 200.000 +
TOTAL RP.1.030.000
27
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. World Mental Health Day : Focus On Schizophrenia.
Available at : http://www.who.int/mental_health/en/ . Accessed on : November 18, 2014.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Burden of Mental Illness. Available at :
http://www.cdc.gov/mentalhealth/basics/burden.htm . Accesed on : November 28,
2014.
3. Buka Stephen L. Psychiatric Epidemiology: Reducing the Global Burden of Mental
Illness. Am J Epidemiol 2008;168:977–979
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar 2013 : Gangguan Jiwa Berat. Available at :
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDF .
Accessed on : November 18,2014.
5. Gail W. Stuart Laraia. 2005. Principles and practice of psychiatric Nursing, Ed 8th.
Missouri : Mosby
6. World Health Organization . Schizophrenia in Mental Health. Available from :
http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/. Accessed on :
November 18, 2014.
7. Sadock BJ, Sadock VA. KAPLAN & SADOCK : Buku Ajar Psikiatri Klinis.2nd
ed.Jakarta: EGC, 2007. p: 147 – 168.
8. Hawari Dadang.2006. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
9. Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas PPDGJ
III. Bagian IKJ FK Atmajaya. Jakarta
10. Bomar Perri J.2004. Promoting Health in Family : Applying Family Research and Theory
to Nursing Practice. Ed 4th. Elsevier Health Sciences. p: 275-280.
11. Friedman. (2002). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktek, Edisi
kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
28
12. SM Sebayang. 2011. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28071 Accessed on :
November 18, 2014
13. Morisky D. E, Ang A, Marie K., Harry J W. (2008).Predictive Validity of a Medication
Adherence Measure in an Outpatient Setting.the Journal of Clinical Hypertension, 348-
354
14. Wiramihardja S.2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : PT Refika Aditama
15. Durand V, M Barlow. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
16. Fleischhacker WW, Oehl MA, Hummer M. Factors influencing compliance in
schizophrenia patients. J Clin Psychiatry. 2003;64 Suppl 16:10-13.
17. Hui CL, Chen EY, Kan C, Yip K, Law C, Chiu CP. Anti-psychotics adherence among
out-patients with schizophrenia in Hong Kong. Keio J Med. 2006;55:9-14.
18. Velligan DI, Weiden PJ, Sajatovic M, Scott J, Carpenter D, Ross R, Docherty JP. The
expert consensus guideline series: adherence problems in patients with serious and
persistent mental illness. J Clin Psychiatry. 2009;70 Suppl 4:1-46; quiz 47-48.
19. Perkins DO. Predictors of noncompliance in patients with schizophrenia. J Clin
Psychiatry. 2002;63:1121-1128.
20. Acosta F, Hernandez J, Pereira J, Herrera J, Rodriguez C. Medication adherence in
schizophrenia. World J Psychiatr. 2012 ; 2(5): 74-82.
21. Saputra Nanda. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien
Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.
Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20130 Accessed on :
November 18, 2014
22. Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. 2007. Korelasi Peran Serta Keluarga terhadap tingkat kekambuhan klien Skizofrenia. Available from : http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/28/jtstikesmuhgo-gdl-nurdianasy-1368-2-hal.1-10.pdf accessed on : November 20, 2014
29