Ingkar Sunnah
-
Upload
handi-pandriantama -
Category
Documents
-
view
108 -
download
4
Transcript of Ingkar Sunnah
INGKAR SUNNAH
A. Pengertian
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut
bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal darikata kerja, ankara-yunkiru.
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan
yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah,
meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat ddiartikan sebagai suatu nama
atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau
mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber san dasar syari’at Islam.1
Secara bahasa pengertian hadits dan sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan
para uama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian
keduanya akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu suatu perkataan,
perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah saw. Sementara Nurcholis Majid berpendapat bahwa
yang terjadi dalam sejarah Islam hanyalah pengingkaran terhadap hadits Nabi saw, bukan
pengingkaran terhadap sunnahnya. Norcholis Majid membedakan pengertian hadits dengan
Sunnah. Sunnah menurut beliau adalah pemahaman terhadap pesan atau wahyu Allah dan
teladan yang diberikan Rasulullah dalam pelaksanaannya yang membentuk tradisi atau
sunnah. Sedangkan hadits merupakan peraturan tentang apa yang disabdakan Nabi saw.
atau yang dilakukan dalam praktek atau tindakan orang lain yang di diamkan beliau (yang
diartikan sebagai pembenaran).
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang
timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua
hukum Islam.2
Menurut Imam Syafi’I, Sunnah Nabi saw ada tiga macam:1 Prof. Dr. H. M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Penerbit. Gaung Persada Press,
Jakarta, 2008, hlm. 200.2 Drs. Suyitno, M.Ag, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006,
hlm. 275.
1
1. Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang di nash-kan oleh al-Qur’an.
2. Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Tentang
kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
3. Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan al-Qur’an.3
B. Sejarah Ingkar Sunnah
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran
bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu
mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan
tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah (shalat dan zakat
misalnya) dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw.
Mendengar penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih
kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi
dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal
masa Abbasiyah.4
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya sekelompok muslim
yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan tidak
menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh puluhan,
kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama,
misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar Sunnah, sama-
sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama Islam,
baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari
sunnah sebagai landasan agama.5
3 Op. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hlm. 207.4 Ibid,, hlm. 277.5 Log. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hlm. 200.
2
Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan
petunjuk al-Qur’an.
3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah
yang berstatus Mutawatir.6
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama
dan kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak
menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai
kelompok Inkar Sunnah.
Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas
Banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung
pendiriannya, baik dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan yang
berdasarkan rasio. Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan
menolak sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :
شئ لکل تبيانا الکتاب عليك ونزلنا
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:
... شئ التابمن فى ....مافرطنا
“…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an telah
mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan
dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam al-Qur’an,
misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain.7
6 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa 1991, hlm. 141.7 Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta : Gema
Insani Press, hlm. 16.
3
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab
yang baik dan tentunya al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula.
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits
Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an
sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
شيئا الحق من اليغنى الظن وان
“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap
kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat
dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama
harus didasarkan pada dalil yang qath’I yang diyakini dan disepakati bersama
kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat
dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
2. Ingkar Sunnah pada Periode Modern
Tokoh- tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20) yang
terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam Ahmad Parvez dari India,
Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan Kasasim Ahmad
mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang tergolong
pengingkar Sunnah secara keseluruhan. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya
tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode klasik.
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah
Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Inilever),
Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis
(karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).8
8 M. Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986, hlm. 1.
4
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen baik
dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mmereka, begitu juga kelompok ingkar
sunnah Indonesia.9 Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai rujukan adalah surat an-Nisa’
ayat 87 :
اهللاحديثا من اصدق َو�منMenurut mereka arti ayat tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari
pada Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:
يؤمنَون َواياته اهللا بعد حديث فبأيMenurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka kepada hadits yang manakah
selain firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya”.
Selain kedua ayat diatas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul
kepada umat manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits selain dari
ayat-ayat al-Qur’an akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan ditarik
jamulnya, jamul pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak
untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi
Hanya bertugas menyampaikan.
C. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar
sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
9 Ibid, hlm. 45 dan 27.
5
1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan
kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan
bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut
al-Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global,
seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan
secara tehnis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali
tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut
menekankan pentingnya hadits.
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad
sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah
tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan
belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang
dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya
dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits.
Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan
pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.10
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-
Islamiyah, 1986.
Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.10 Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh
Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
6
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya,
Jakarta: Gema Insani Press.
Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam,
diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press,
Jakarta, 2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.
7